33
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAA. Landasan Teori1. Dasar Dasar MRIMagnetic
Resonance Imaging (MRI) adalah teknik pencitraan yang digunakan
terutama dalam pengaturan medis untuk menghasilkan gambar
berkualitas tinggi dari bagian dalam tubuh manusia. MRI didasarkan
pada prinsip-prinsip teknik resonansi magnetik nuklir (Hornak,
2011).
Komponen MRI terdiri dari magnet utama, Shim coil dan Gradient
coil, Radiofrequency (RF( Coil, dan Sistem komputer. a. Magnet
utama
Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan magnet yang
besar, yang mampu menginduksi jaringan atau objek sehingga mampu
menimbulkan magnetisasi dalam objek. Beberapa jenis magnet utama
adalah :
1) Magnet permanen
Magnet permanen terdiri dari material yang telah dimagnetkan
sehingga magnet ini tidak akan pernah kehilangan sifat magnetnya.
Bahan-bahan yang biasanya dipakai untuk magnet ini adalah lempengan
alumunium, nikel, dan cobalt (Westbrook dan Kaut, 1998).
Magnet permanen memiliki kekuatan yang sangat rendah antara
0.064T - 0.3T dan didesain dengan model terbuka untuk kenyamanan
pasien. Keuntungan dari magnet ini adalah tidak memerlukan konsumsi
listrik yang tinggi serta biaya perawatan murah (Blink, 2004).
Gambar 2.1 Permanen Magnet (Westbrook,1998).2) Magnet
resistif
Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan memberikan
arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet yang mampu dihasilkan
mencapai 0,3 Tesla. Sistem resistif ini relatif aman karena
kemagnetannya bisa dimatikan (Westbrook dan Kaut, 1998).
Gambar 2.2 Resistive magnet (Westbrook,1998)3) Magnet
superkonduktor
Pada magnet jenis superkonduktor, medan magnet dibangkitkan
dengan arus listrik yang dialiri pada kumparan kawat. Kumparan ini
direndam pada pendingin yang terdiri dari cairan helium yang
bersuhu hingga -269oC untuk menghilangkan hambatan listriknya.
Magnet superkonduktor bisa menghasilkan medan magnet berkekuatan
hingga 12 Tesla.
Selain kekuatan medan magnet yang tinggi, keunggulan dari magnet
superkonduktor adalah homogenitas magnet yang tinggi serta konsumsi
listrik yang rendah. Selain itu, Signal to Noise Ratio (SNR) yang
dihasilkan juga tinggi dan scan time yang singkat.
Namun kelemahan dari magnet superkonduktor adalah harga dan
biaya perawatannya mahal. Adanya akustik noise (suara yang bising
selama pemeriksaan), serta motion artifacts (Westbrook dan Kaut,
1998).b. Shim coilShim coil adalah coil resistif yang digunakan
untuk mengoreksi inhomogenitas medan magnet. Homogenitas magnet
akan mempengaruhi kualitas citra. Shim coil terbuat dari metal atau
kumparan yang dialiri arus dan terletak didalam gantri pada MR
scanner, sepanjang magnet dan gradient coil (Westbrook dan Kaut,
1998).c. Gradient coil
Gradient coil digunakan untuk membangkitkan suatu medan magnet
yang mempunyai fraksi-fraksi kecil terhadap medan magnet utama.
Gradien digunakan untuk memvariasikan medan pada pusat magnet.
Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus antara ketiganya, yaitu
bidang x, y, dan z. Fungsi yang berbeda-beda sesuai dengan irisan
yang dipilih (axial, sagital, atau coronal), gradien ini digunakan
sesuai dengan koordinat dimensi ruang yang meliputi Gradien
pemilihan irisan (slice selection) yaitu Gz, Gradien pemilihan fase
(phase encode), yaitu Gy dan Gradien pemilihan frekuensi (frequency
encode), yaitu Gx.
Gambar 2.3 Koil Gradient (Bitar et al, 2006).
d. Radiofrequency CoilFungsi utama dari radiofrequency coil
adalah untuk mengeksitasi magnetisasi dan untuk menerima sinyal
dari magnetisasi yang tereksitasi. Kedua fungsi ini bisa dilakukan
dengan menggunakan koil receiver dan transmitter yang berbeda.
Namun sebagai alternatif, koil yang sama dapat digunakan sebagai
receiver dan transmitter sekaligus. Pemilihan koil radiofrekuensi
ini bervariasi sesuai dengan objek yang ingin diperiksa (Kuperman,
2000).
e. Sistem Komputer dan ConsoleSistem pada pesawat MRI dikontrol
melalui Operator Console yang terdapat pada ruang control. Dengan
piranti lunaknya, komputer ini dapat melakukan tugasnya dalam hal
operator input, pemilihan potongan, kontrol sistem gradien, kontrol
sinyal RF. Workstation pada tempat tersendiri juga memungkinkan
fungsi-fungsi post-processing lainnya untuk dilakukan tanpa
mengganggu operasi scanner. Dengan adanya komputer ini maka
dimungkinkan pula adanya sistem transfer data pada jaringan Rumah
sakit yang mencakup PACS dan sistem Teleradiologi (Mc.Robbie et al,
2006).
Gambar 2.4 Instrumentasi Dasar MRI (Westbrook, 1998)2. Dasar
Fisika MRI
a. MR Active NucleiPrinsip fisika MRI didasarkan pada sifat
magnetik yang dimiliki oleh setiap inti atom. Inti atom terdiri
dari dua partikel yaitu proton dan netron. Pergerakan presisi pada
sumbu (spinning) akan menghasilkan momen dipole magnetic disebut
juga dengan spin. Sebuah inti yang mempunyai jumlah proton dan
netron genap akan mempunyai momen magnetik yang bernilai nol.
Sedangkan untuk inti dengan jumlah proton dan netron ganjil akan
mempunyai nilai momen magnetik. Inti atom hydrogen merupakan MR
active Nuclei yang digunakan pada pencitraan MRI klinis karena
jumlahnya yang sangat banyak pada tubuh manusia dan proton inti
atom Hidrogen mempunyai momen magnetik yang besar. Dalam keadaan
normal, spinning proton atom hidrogen adalah random sehingga
orientasi dalam jaringan tubuh manusia tidak menimbulkan nilai
magnetisasi atau sama dengan nol (Westbrook dan Kaut, 1998). b.
Presisi dan frekuensi Larmor
Tiap-tiap inti hidrogen membentuk Net Magnetization Vector (NMV)
spin pada sumbu atau porosnya. Pengaruh dari Bo atau magnet utama
akan menghasilkan spin sekunder atau gerakan NMV mengelilingi Bo.
Spin sekunder ini disebut presesi, dan menyebabkan magnetik momen
bergerak secara sirkular mengelilingi Bo. Pergerakan itu disebut
precessional path dan kecepatan gerakan NMV mengelilingi Bo disebut
frequency path dengan satuan frekuensi MHz, dimana 1 Hz= 1 putaran
per detik.
Gambar 2.5 Presisi (Westbrook dan Kaut, 1998).
Frekuensi Presesi disebut juga dengan frekuensi Larmor karena
dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan larmor sebagai
berikut:Dimana, o = frekuensi Larmor
= koefisien gyromagnetic
Bo = medan magnet eksternal
(Westbrook dan Kaut, 1998).
Berdasarkan persamaan diatas dapat diketahui bahwa frekuensi
presisi proton atom hidrogen tergantung pada kuat medan magnet yang
diberikan pada jaringan dan nilai gyromagnetis inti atom. Semakin
besar kuat medan magnet dan nilai gyromagnetic rasio maka semakin
cepat presisi proton. Frekuensi Larmor ini merupakan dasar
terjadinya resonansi pada MRI (Westbrook dan Kaut, 1998).
c. Resonansi
Resonansi adalah fenomena yang terjadi ketika sebuah objek
dikenai gerakan yang mempunyai frekuensi sama atau mendekati nilai
frekuensi objek tersebut. Apabila tubuh pasien diletakkan di dalam
medan magnet eksternal yang sangat kuat, maka inti-inti atomnya
akan berada pada arah yang searah atau berlawanan arah dengan medan
magnet luar dan inti-inti atom itu akan mengalami perpindahan dari
suatu tingkatan energi ke tingkat energi yang lain. Proses
perpindahan energi ini sering kali merubah arah dari net
magnetization vector (NMV), akibatnya vektor dapat berubah arah
dari arah longitudinal atau parallel dengan arah medan magnet luar,
kearah yang lain. Peristiwa ini terjadi apabila inti atom menyerap
sejumlah energi untuk berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi
atau melepaskan sejumlah energi untuk berpindah ke tingkat energi
yang lebih rendah. Energi untuk terjadinya proses ini didapat dari
energi pulsa radiofrekuensi (RF). Agar fenomena resonansi terjadi,
gelombang radio (RF) yang diberikan harus mempunyai frekuensi
Larmor yang sama dengan frekuensi Larmor hidrogen, yaitu 42,6 MHz.
Ketika pulsa RF diberikan, inti atom akan menyerap energi, yang
akan membuatnya berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi dan
akan menjadikannya berputar antiparallel. Ketika resonansi magnetik
dihentikan inti atom akan kehilangan energi dan kembali ke posisi
semula. Kelebihan energi ini dipancarkan oleh masing-masing inti
atom dan akan membuatnya meluruh ke tingkat yang lebih rendah.
Proses ini dinamakan relaksasi. d. Sinyal FID (Free Induction
Decay)Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan melepaskan sejumlah
energi ke lingkungan yang dikenal dengan peristiwa Free Induction
Decay (FID). Energi yang dilepaskan proton berupa sinyal yang
selanjutnya akan ditangkap oleh koil penerima sebagai data awal
proses pembentukan citra.
Gambar 2.6 FID (Free Induction Decay)
(Westbrook dan Kaut, 1998)
e. Fenomena T1 dan T2
Pada saat pulsa RF dihentikan (off), akan terjadi proses dimana
NMV kehilangan energi yang dikenal dengan relaksasi. Ada dua
fenomena yang terjadi pada saat terjadinya relaksasi yaitu jumlah
magnetisasi pada bidang longitudinal secara perlahan semakin
meningkat yang dikenal dengan peristiwa recovery dan pada saat yang
sama jumlah magnetisasi pada bidang transversal akan meluruh yang
dikenal dengan decay.
Recovery pada magnetisasi longitudinal disebabkan oleh suatu
proses yang disebut dengan T1 recovery, sedangkan decay pada
magnetisasi transversal disebabkan suatu proses yang disebut dengan
T2 decay. T1 recovery disebabkan oleh karena nuclei memberikan
energinya ke lingkungan sekitarnya atau lattice, sehingga sering
disebut dengan Spin-Lattice Relaxation. Energi yang dibebaskan ke
lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal
akan semakin lama semakin menguat (recovery) dengan waktu recovery
yang konstan dan berupa proses eksponensial yang disebut waktu
relaksasi T1, yakni waktu yang diperlukan oleh suatu jaringan untuk
mencapai pemulihan magnetisasi longitudinal hingga 63%.
Setiap jaringan memiliki waktu relaksasi yang berbeda-beda.
Perbedaan waktu relaksasi inilah yang nantinya akan menyebabkan
kontras pada gambaran MRI. Sebagai contoh, lemak memiliki waktu
relaksasi T1 sekitar 180 ms sedangkan cairan cerebrospinal memiliki
waktu relaksasi T1 sekitar 2000 ms. Sehingga untuk mencapai waktu
relaksasi T1 (63%), lemak akan lebih cepat dibanding dengan cairan
cerebrospinal. Dengan demikian untuk pembobotan T1, jaringan dengan
waktu relaksasi T1 pendek (lemak) akan tampak terang sedangkan
jaringan dengan waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal)
akan tampak gelap.T2 decay dihasilkan oleh adanya pertukaran energi
antar nuklei yang satu dengan nuklei yang lain disekitarnya.
Pertukaran energi antar nuklei ini dikenal dengan Spin-Spin
Relaxation dan akan menghasilkan decay pada magnetisasi
transversal. Waktu yang diperlukan suatu jaringan kehilangan
energinya hingga 37% dari energi semula dikenal dengan waktu
relaksasi T2 . Waktu relaksasi T2 akan lebih pendek dari pada waktu
relaksasi T1. Secara umum pada pembobotan T2, jaringan dengan waktu
relaksasi T2 panjang (seperti cairan cerebrospinal sekitar 300 ms)
akan tampak terang dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek
(seperti lemak sekitar 90 ms) akan tampak gelap.
Gambar 2.7 Spin lattice relaxation / T1(Westbrook dan Kaut,
1998)
Gambar 2.8 Spin relaxation / T2 (Westbrook dan Kaut,1998)3.
Pulsa Sekuen MRIPulsa Sekuen adalah serangkaian even yang meliputi
pulsa radiofrekuensi, pengaktifan gradien, dan pengumpulan sinyal
yang dilakukan untuk menghasilkan gambaran MRI. Beberapa jenis
sekuen yang sering digunakan dalam diagnostik klinis antara lain
Sekuen Spin Echo, Fast Spin Echo, Gradient Echo, Inversion
Recovery, Echo Planar Imaging, serta Magnetic Resonance
Angiography. Setiap sekuen memilki parameter yang berbeda-beda
untuk menghasilkan pembobotan yang berbeda-beda pula. Pembobotan
kontras pada masing-masing sekuen tersebut memilki karakteristik
tertentu sehingga dapat digunakan untuk menilai suatu proses
patologis (Bitar et al, 2006).a. Spin Echo
Sekuen Spin echo (SE) merupakan pulsa sekuen gold standard yang
biasa digunakan pada setiap pemeriksaan. Spin Echo (SE) ini
dilakukan dengan mengaplikasikan pulsa 90 eksitasi, diikuti dengan
aplikasi pulsa 180 rephasing. Gambar pembobotan T1 digunakan untuk
menampakkan anatomi karena memiliki SNR yang tinggi bersamaan
dengan kontras enchancement yang dapat menampakkan patologi.
Pembobotan T2 dapat menampakkan patologi (Westbrook dan Kaut,
1999).Keuntungan SE adalah kualitas gambar baik, sangat serbaguna
dan pembobotan T2 yang sensitif pada patologi, sedangkan
keterbatasan SE yaitu waktu scanning relatif lama (Westbrook dan
Kaut, 1999).
b. Fast Spin Echo
Fast Spin Echo (FSE) adalah salah satu pengembangan dari sekuen
Spin Echo. FSE dilakukan untuk mempercepat waktu scan, dengan
mengaplikasikan beberapa kali pulsa 1800 rephasing dalam satu TR.
Pengaplikasian beberapa pulsa 180 dalam satu TR menghasilkan
rangkaian echo yang disebut dengan ETL (Echo Train Length). FSE
banyak digunakan untuk pembobotan T2 karena waktu bisa lebih
singkat (Westbrook dan Kaut, 1999).
Gambar 2.9 Phase Encode pada Fast Spin Echo (Echo Train)
(Westbrook dan Kaut, 1998)Keuntungan FSE adalah waktu scanning yang
singkat, high resolution matrix dan multiple NEX dapat digunakan,
meningkatkan kualitas gambar dan meningkatkan infromasi T2.
Keterbatasan FSE adalah meningkatnya motion artifact dan flow
artifact, Meningkatnya flow artifact dan motion artifact tidak
kompatibel dengan beberapa opsi imejing, lemak tampak terang pada
pembobotan T2, Image blurring dapat terjadi karena koleksi data
dilakukan dengan TE yang berbeda-beda dan mengurangi efek
suspectibility, tapi tidak sensitif untuk hemorage (Westbrook dan
Kaut, 1999).
c. Inversion Recovery (IR)
Inversion recovery merupakan sekuen dimana urutan pulsanya
dimulai dengan pulsa RF 180o inversi yang dilanjutkan dengan pulsa
RF 90o eksitasi lalu pulsa 180o rephase. Dengan adanya pulsa
inversi 180o ini maka NMW akan disaturasi penuh. Ketika pulsa
inversi dihentikan, maka NMW akan mengalami relaksasi dan kembali
menuju Bo. IR digunakan untuk menghasilkan pembobotan Heavily T1
Weighted dengan dengan perbedaan kontras yang tinggi antara cairan
dan lemak. Inversion Recovery terdiri dari Short Tau Inversion
Recovery (STIR) dan Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)
(Westbrook dan Kaut, 1999).Keuntungan IR adalah SNR bagus karena TR
panjang dan kontras T1 sangat bagus. Kekurangan IR adalah waktu
scanning panjang, namun kini IR bisa dikombinasikan dengan FSE
sehingga waktu scanning bisa berkurang (Westbrook dan Kaut,
1999).4. Radiofrequency Coil (RF Coil)RF coil diperlukan untuk
mengirim dan menerima gelombang frekuensi radioyang digunakan dalam
scanner MRI. RF coil adalah salah satu komponen yang paling penting
yang mempengaruhi kualitas gambar. Menurut Kuperman (2000), RF coil
yang diperlukan bervariasi tergantung tujuan dari pemeriksaan MRI,
misalnya pemeriksaan otak diperlukan koil yang menghasilkan
radiofrekuensi yang homogen, akan tetapi jika keragaman radio
frekuensi tidak diperlukan seperti pemeriksaan columna vertebralis
menggunakan surface coil atau koil permukaan yang tersedia dalam
berbagai ukuran dan bentuk geometri.
Ada tiga kategori koil RF yaitu koil pengirim, koil penerima dan
koil pengirim penerima. Beberapa jenis koil RF pada pemeriksaan MRI
(Zhou, 2006) diantaranya :a. Surface Coil atau Koil Permukaan
Surface coil ditempatkan dekat dengan objek (sumber sinyal).
Keuntungan dari koil jenis ini adalah memiliki SNR yang tinggi
untuk pencitraan struktur superficial. Circular surface coil adalah
salah satu contoh dari koil permukaan.
Gambar 2.10 Circular surface coil (Kuperman, 2000)Menurut
Westbrook dan Kaut (1998) pada surface coil yang berbentuk
lingkaran jangakauannya hanya di sekeliling area koil. Apabila
menggunakan koil RF yang besar area penerimaan sinyal luas dan
lebih mudah memposisikan koil ke pasien sehingga pasien lebih
nyaman. Akan tetapi aliasing akan meningkat dengan menggunakan FOV
yang kecil, SNR dan resolusi spasial rendah. Biasanya digunakan
dalam pemeriksaan dada dan perut. Sebaliknya pada penggunaan koil
radio frekuensi kecil artefak aliasing akan berkurang, SNR dan
spasial resolusi akan meningkat. Kekurangannya bila menggunakan
koil ini adalah penerimaan sinyal kecil, posisi koil terhadap
pasien kurang nyaman. Digunakan pada pemeriksaan pergelangan
tangan, tulang belakang dan lutut.
Gambar 2.11 surface coil (J Blink, 2004)
b. Volume CoilKoil volum dapat berperan sebagai pemancar
radiofrekuensi sekaligus dan penerima sinyal sehingga sering
disebut transreceiver. Koil ini mengelilingi keseluruhan anatomi
dan juga bisa digunakan untuk pemeriksaan kepala, ekstremitas atau
body imaging. Koil kepala dan koil body yang merupakan konfigurasi
bird-cage digunakan untuk pencitraan yang relatif berarea luas dan
menghasilkan SNR yang seragam dari keseluruhan volume imaging.
Meskipun koil volume dapat menghasilkan keseragaman eksitasi pada
area yang luas tetapi karena ukurannya yang besar koil ini pada
umumnya menghasilkan citra dengan SNR yang rendah dibandingkan
dengan tipe koil yang lain (Westbrook dan Kaut, 1998).
Quadrature Coil merupakan koil yang memilik dua preamplifier
penerima dua sinyal yang mendapatkan phase 90 yang berbeda. Dapat
meningkatkan SNR dan mengurangi pulse power sampai setengahnya.
Menghasilkan homogenitas yang baik dibanding semua koil (Zhou,
2006)
Gambar 2.12 Birdcage coil (J Blink, 2004)Kualitas sinyal yang
dihasilkan oleh koil volume dapat ditingkatkan dengan signifikan
menggunakan proses yang disebut quadrature excitation and
detection. Ini memungkinkan sinyal dipancarkan dan diterima dengan
dua pasang koil. Koil quadrature sering digunakan untuk mengirim RF
dan menerima sinyal MR.c. Phased Array CoilDisebut juga multi koil
yang dapat mencakup objek lebih besar tanpa menimbulkan noise. Koil
phased array terdiri dari beberapa koil permukaan. Koil permukaan
mempunyai SNR yang tinggi. Dengan menggabungkan 4 sampai 6 koil
permukaan adalah mungkin untuk menciptakan koil dengan daerah
sensitif yang besar. Pada koil phased array, masing masing koil
tidak saling berhubungan sehingga SNR tidak terganggu. Kondisi
tersebut sangat menguntungkan dalam mencakup objek yang lebih
panjang pada pemeriksaan tulang belakang dengan kasus multiple
metastases, kekurangan dari koil ini adalah harganya yang mahal dan
waktu pemeriksaan yang lebih lama (Blink, 2004).
Gambar 2.13 Phased array coil (J Blink, 2004)d. Quadrature
CoilQuadrature coil atau sirkuler terpolarisasi dapat memiliki
bentuk pelana atau sebagai surface coil. Kesamaan yang mereka
miliki adalah bahwa mereka terdiri dari setidaknya dua loop kawat
yang ditempatkan pada sudut kanan satu sama lain. Keuntungan dari
desain ini adalah bahwa mereka menghasilkan 2 sinyal yang lebih
dari single loop coils. Saat ini, sebagian volume coil adalah
quadrature coil (Blink, 2004).5. Kualitas Citra MRI
Kualitas pencitraan MRI sangat mempengaruhi kemampuan untuk
memberikan gambaran kontras pada jaringan lunak tubuh. Kualitas ini
sangat dipengaruhi oleh faktor alat dan faktor struktur atom
penyusun tubuh. Dalam memilih parameter diupayakan agar gambar yang
dihaslkan optimal dalam scanning yang singkat. Optimisasi pada
pemeriksaan MRI sangat perlu diketahui oleh seorang radiografer
dengan cara mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi kualitas
gambar. Kualitas gambar MRI yang optimal ditentukan oleh tiga
karakteristik, yaitu contras to noise ratio (CNR), spatial
resolusi, signal to noise ratio (SNR). CNR adalah perbedaan SNR
antara organ yang saling berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukan
perbedaan daerah yang patologis dan sehat (Westbrook dan Kaut,
1998).a. Signal to Noise Ratio (SNR)
SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal dengan
amplitude noise. SNR dipengaruhi oleh :
1) Densitas Proton daerah yang diperiksa, dimana semakin tinggi
densitas proton, semakin tinggi nilai SNR-nya.
2) Tebal Irisan, dimana semakin besar ukuran ketebalan irisan
atau potongan akan menghasilkan volume voxel, maka akan semakin
tinggi pula nilai SNR.
3) TR, TE, dan Flip Angle. Flip angle yang rendah menghasilkan
SNR rendah, TR yang panjang dapat meningkatkan SNR dan TR yang
pendek dapat mengurangi SNR, sedangkan TE yang panjang dapat
mengurangi SNR dan TE yang pendek dapat meningkatkan SNR.
4) NEX, dimana jika NEX bertambah maka jumlah data yang
tersimpan pada K-Space juga bertambah. Hubungan lebih rinci yaitu
jika NEX digandakan maka hanya meningkatkan SNR sebesar 1,4.
5) Medan magnet yang lebih kuat akan meningkatkan longitudinal
magnetization karena lebih banyak proton yang sejajar dengan sumbu
utama dari medan magnet. SNR yang tinggi bisa dimanfaatkan untuk
menghasilkan gambar dengan spasial resolusi yang baik .6) Receive
Bandwidth, semakin kecil bandwidth maka noise akan semakin
berkurang.7) Penggunaan koil yang dipasang sedekat mungkin dengan
obyek
Menurut NessAiver, ada beberapa metode pengukuran SNR pada
phantom adalah, yaitu :
a) Metode 1 : dengan mengukur sinyal dan background noise pada
strip diluar phantom pada satu gambar
b) Metode 2 : dengan dua gambar, yang pertama, mengukur sinyal
didalam phantom dan mengukur noise dari sekuens dengan flip angle
0(.
Kedua metode tersebut menghasilkan hasil yang serupa. Jika ada
perbedaan besar pada hasil keduanya, mengindikasikan adanya masalah
pada hardware.
Gambar 2.14 Metode pengukuran SNR (NessAiver, 1996)Menurut
Mc.Robbie, et al (2006) persamaan untuk menghitung nilai SNR organ
adalah sebagai berikut : SNR =
Tabel 1. Pengaruh perubahan pencitraan dan sekuen parameter
terhadap SNR (Weishaupth, 2006)Perubaan pada ParameterSNR
Meningkatkan slice thicknessmeningkat
Meningkatkan FOVmeningkat
Mengurangi FOV pada phase-encoding directionmenurun
Meningkatkan TRmeningkat
Meningkatkan TEmenurun
Meningkatkan ukuran matrix pada frequency-encoding
directionmenurun
Meningkatkan ukuran matrix pada phase-encoding
directionmenurun
Meningkatkan NEXmeningkat
Meningkatkan magnetic field strengthmeningkat
Meningkatkan receiver bandwidthmenurun
Employing local coilsmeningkat
Partial Fourier imagingmenurun
Fractional echo imagingmenurun
b. Contrast to Noise Ratio (CNR)
CNR adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan.
CNR yang baik dapat menunjukan perbedaan antara daerah patologis
dengan daerah yang sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan
dengan cara :
1) Menggunakan media kontras
2) Menggunakan pembobotan gambar T2
3) Memilih magnetization transfer4) Menghilangkan gambaran
jaringan normal dengan spectral pre-saturationMenurut Mc.Robbie, et
al (2006) persamaan untuk menghitung nilai CNR organ adalah sebagai
berikut :
CNRab =
Dimana :
CNRab: Contrast Noise Ratio antara jaringan a dan jaringan b
Sa: Intensitas jaringan a
Sb: Intensitas jaringan bc. Spatial Resolution
Spatial resolution adalah kemampuan untuk membedakan antara dua
titik secara terpisah dan jelas. Semakin kecil ukuran voksel
resolusi akan semakin baik Spatial resolution dapat ditingkatkan
dengan :
Irisan yang tipis
1) Matriks yang halus atau kecil
2) FOV kecil
3) Menggunakan rectanguler/asymetric FOV bila memungkinkand.
Scan TimeScan time adalah waktu untuk menyelesaikan akuisisi data.
Scan time adalah penting dalam menjaga kualitas gambar, seperti
scan time panjang memberikan pasien lebih banyak kesempatan untuk
bergerak selama akuisisi. Setiap gerakan pasien mungkin akan
menurunkan gambar. Seperti beberapa iris yang dipilih selama
akuisisi volumetrik 2D dan 3D, gerakan selama jenis ini akuisisi
mempengaruhi semua irisan. Selama akuisisi berurutan, gerakan
pasien hanya mempengaruhi orang-irisan yang diperoleh saat pasien
bergerak. Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu scan adalah:
(1) TR,
(2) jumlah pengkodean fase.
(3) NEX.
TR adalah waktu setiap pengulangan atau MR percobaan.
Menggandakan TR akan menggandakan waktu scan dan sebaliknya. Jumlah
fase pengkodean menentukan jumlah baris K space yang diisi untuk
menyelesaikan pemindaian. Jika jumlah pengkodean fase dua kali
lipat, waktu scan juga dua kali lipat. NEX adalah berapa kali data
dikumpulkan dengan yang sama kemiringan fase encoding gradien.
Menggandakan NEX ganda scan waktu dan sebaliknya.6. Teknik Scanning
MRI Knee Jointa. Indikasi Pemeriksaan (Westbrook, 1999)
1) Gangguan pada internal sendi misalnya meniscal tears,
cruciate ligament tears, post perbaikan robek ligament, bursae.
2) Chondromalacia patella
3) Tumor tulang dan kerusakan tulang pada sendi lutut.
4) Joint effusion
b. Persiapan Pasien (Moeller dan Reif, 2003)
1) Mempersilakan pasien untuk buang air kecil ke Toilet sebelum
pemeriksaan dimulai.
2) Menjelaskan prosedur pemeriksaan.
3) Memberikan pasien ear plugs.
4) Melepaskan benda-benda logam pada tubuh pasien dan
benda-benda yang dapat terpengaruh oleh medan magnet.
5) Mempersilahkan pasien mengisi check list atau kuesioner
terkait kontra indikasi pemeriksaan MRI.
c. Posisi (Moeller dan Reif, 2003)
1) Pasien diposisikan supine, feet first.
2) Coil yang digunakan adalah Knee Coil.
3) Memposisikan lutut pasien ke tengah-tengah coil.
4) Untuk mendapatkan gambaran ligament cruciate anterior maka
lutut pasien dirotasikan 1015 ke arah eksternal.
5) Pastikan lutut pasien berada ditengah-tengah coil.
d. Sekuen (Moeller dan Reif, 2003)
1) Scout : scanogram diambil pada 3 bidang irisan, yaitu
sagital, axial, dan coronal.
2) STIR coronal
3) T2 Fat saturasi Coronal
4) Gradien Echo Sagital
5) Proton Density Fat saturasi Sagital
6) T2 Axial
7) Proton Density Fat Saturasi Axial
8) T1 Coronal
Gambar 2.15 Scanogram MRI Knee Joint irisan coronal(Moeller dan
Reif, 2003)
Gambar 2.16 Scanogram MRI Knee Joint irisan sagital(Moeller dan
Reif, 2003)
Gambar 2.17 Scanogram MRI Knee Joint irisan axial(Moeller dan
Reif, 2003)
e. Informasi diagnostik yang dapat dilihat dari MRI Knee Joint
(Woodward, 2001)
1) Ligament pada lutut (soft tissue)2) Mensicus
3) Bony Surfaces (tulang)7. Anatomi Knee Joint (Sendi Lutut)
Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah
tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat
pada bagian luar dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan
permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari sendi
secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh
Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang
menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari
sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan
untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain :
a. Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi
b. Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang
yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak
c. Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang
mengatur luasnya gerakan.
d. Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk
mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi.
e. Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang
merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga
tulang menjadi kuat untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh. Sendi
lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel , yaitu pergerakan dua
condylus femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang dapat
dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan fleksi , ekstensi dan
sedikit rotation (Lumonga, 2004) (a) (b)
Gambar 2.18 (a) MRI Genu Irisan Coronal, (b)Anatomi Genu Irisan
Coronal
(Moeller dan Reif, 2007)Keterangan:
1. Vastus lateralis muscle
2. Femur (shaft)
3. Superior lateral genicular artery
4. Vastus medialis muscle
5. Iliotibial tract
6. Superior medial genicular artery
7. Lateral femoral condyle
8. Medial collateral ligament
9. Popliteus muscle (tendon)
10. Intercondylar fossa
11. Transverse ligament of knee
12. Anterior cruciate ligament
13. Lateral meniscus (intermediate portion)
14. Medial femoral condyle
15. Lateral Tibial Condyle16. Medial meniscus (intermediate
portion)
17. Anterior ligament of fibular head
18. Medial intercondylar tubercle
19. Peroneus (fibularis) longus muscle
20. Medial tibial condyle
21. Inferior lateral genicular artery
22. Inferior medial genicular artery
23. Extensor digitorum longus muscle
24. Pes anserinus (superficial)
25. Anterior tibial recurrent artery and vein
26. Tibia (shaft)
27. Tibialis anterior muscle
(a) (b)
Gambar 2.19 (a) MRI Genu Irisan sagital, (b) Anatomi Genu Irisan
sagital(Moeller dan Reif, 2007)
Keterangan:
1. Femur (shaft)
2. Vastus medialis muscle
3. Quadriceps muscle
4. Semimembranous muscle
5. Suprapatelar bursa
6. Popliteal artery
7. Patellar anastomosis
8. Poplietal vein
9. Patella
10. Joint capsule
11. Subcutaneous prapatellar bursa
12. Femur (intercondylar part)
13. Anterior cruciate ligament
14. Oblique popliteal ligament
15. Infapatellar fad pad16. tibial nerve
17. inferior lateral genicular artery and vein
18. Posterior cruciate ligament
19. Subcutaneous infrapatellar bursa
20. Medial intercondylar tubercle
21. Transverse ligament of knee
22. Plantaris muscle
23. Patellar ligament
24. Gastrocnemius muscle (lateral head)
25. Head of Tibia
26. Popliteus muscle
27. Deep infrapatellar bursa
28. Soleus muscle
B. Kerangka Teori
Flex coil
Citra MRI Knee Joint
Citra MRI Knee Joint
Perbandingan
SNR
180
180
180
90
o = Bo x
Teknik pemeriksaan MRI Knee Joint
Extremity coil
Perbandingan Informasi Anatomi
HASIL
Sekuens
TR
TE
FOV
Slice Thickness
Interslice
Matrix
Flip Angle
Bandwith
Pasien
6
_1232719298.bin