ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT TUBERCULOSIS PARU (TBC) A. Konsep Dasar Penyakit 1. Definisi Mycobacterium tuberculosis kebanyakan mengenai struktur alveolar paru. Presentasi klinis penyakit ini bervariasi berkisar asimtomatik dengan hanya menunujukkan tes kulit positif sampai meliputi pemeriksaan laboratorium atau diagnostik. Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001: 584). Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (Price, 2005 : 852). Gbr. 1. Paru-paru pada klien TB
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN PENYAKIT
TUBERCULOSIS PARU (TBC)
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi
Mycobacterium tuberculosis kebanyakan mengenai struktur alveolar paru.
Presentasi klinis penyakit ini bervariasi berkisar asimtomatik dengan
hanya menunujukkan tes kulit positif sampai meliputi pemeriksaan
laboratorium atau diagnostik.
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru. ( Smeltzer, 2001: 584).
Tuberkulosis Paru (TB Paru) adalah penyakit infeksi menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. (Price, 2005 : 852).
Gbr. 1. Paru-paru pada klien TB
2. Epidemiologi / Insiden Kasus
Indonesia adalah negeri dengan prevalensi Tb ketiga tertinggi di dunia
setelah cina dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di Cina, India dan
Indonesia berturut-turut 1.828.000, 1.414.000, dan 591.000 kasus.
Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah
266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga 1985 dan
survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking no.3 sebagai
penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevalensi nasional terakhir TB
paru diperkirakan 0,24 % (Amin, 2007: 988)
Negara Semua kasusPer 100.000
populasi
India 1.983.000 168
Cina 1.301.000 97
Indonesia 430.000 189
Nigeria 458.000 303
Afrika Selatan 477.000 960
Tabel 1. TB statistik untuk "beban tinggi" negara, 2008
3. Penyebab / Faktor Predisposisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium tuberculosis.
Sebagian besar struktur organisme ini terdiri atas asam lemak (lipid) yang
membuat mikobakterium lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisik. M. tuberculosis hominis merupakan
penyebab sebagian besar kasus tuberculosis. Mikobakterium ini tahan
hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali
dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob.
Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang
tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-
paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Macam-macam jenis Micobacterium tubercolusae complex adalah:
a. M. tuberculosae
b. Varian Asian
c. Varian African I
d. Varian African II
e. M. Bovis
Kelompok kuman Mycobacteria Other Than TB (MOTT, atypical adalah:
a. M. kansasi
b. M. avium
c. M. intra cellular
d. M. scrofulaceum
e. M.malmacerse
f. M. xenopi (Amin, 2007:988)
4. Patofisiologi Penyakit
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (M. Tb).
Tempat masuk kuman M. Tuberkulosis adalah saluran pernapasan, saluran
perncernaan (GI), dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB
terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi doplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama bagi jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi. Infeksi dimulai
dengan inhalasi droplet nuklei yang mengandung M. Tb yang tidak dapat
ditangkap oleh sistem pertahanan mukosilier bronkus dan masuk ke alveoli.
Di dalam alveoli kuman ditangkap makrofag alveoli, kuman akan
bermultiplikasi hingga mencapai jumlah tertentu yang akan mengaktivasi sel
limfosit T. Antigen kuman dipresentasikan oleh Major histocompatibility
complex class I (MHC I) ke sel CD8 dan oleh MHC II ke sel CD4. Sel CD4
terdiri atas Th1 dan Th2 yang masing-masing menghasilkan sitokin yang
berperan dalam sistem imunitas. Respon imunitas pada infeksi M. Tb meliputi
cell mediated immunity (CMI) dan delayed type hypersensitivity (DTH), kedua
respon imunitas tersebut bertujuan untuk melokalisir infeksi dan membunuh M.
Tb.
Alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan timbul pneumonia
akut. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar getang
bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu
10-20 hari.
Pada individu normal terjadi keseimbangan yang rentan antara imunitas host
dan M. Tb. Sel CD4 dan makrofag sangat berperan dalam respon imunitas
terhadap M. Tb. Infeksi HIV menyebabkan depresi dan disfungsi progresif sel
CD4 dan defek pada fungsi makrofag. Akibatnya pasien HIV mempunyai
risiko tinggi untuk reaktivasi TB laten menjadi TB aktif dan peningkatan risiko
terinfeksi baru TB. Pada infeksi HIV lanjut kadar CD4 sangat rendah sehingga
terjadi gangguan respon imunitas baik CMI dan DTH, akibatnya replikasi M.
Tb meluas tanpa disertai pembentukan granuloma, nekrosis perkejuan maupun
kavitas. Ini menyebabkan diagnosis TB lebih sulit karena gambaran
radiologisnya tidak seperti umumnya penderita TB tanpa HIV. TB diseminata
atau TB ekstra paru sering terjadi tetapi kelainan TB paru masih merupakan
kelainan TB yang lebih sering terjadi. Status HIV negatif meningkatkan risiko
berkembangnya TB 5-10%, sedangkan status HIV positif meningkatkan risiko
berkembangnya TB 50%. Dibandingkan individu yang tidak terinfeksi HIV,
individu dengan HIV mempunyai risiko 10 kali lebih besar untuk
berkembangnya TB.
Dalam perjalanannya penyakit TB dapat menimbulkan nekrosis pada bagian
sentral lesi yang memberikan gambaran relative padat dan seperti keju
disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami nekrosis kaseosa dan
jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibrolas
menimbulkan respon yang berbeda. Jaringan granulasi menjadi lebih
fibrosa membentuk jaringan parut kolagenosa yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru disebut fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer disebut kompleks Ghon. Kompleks
Ghon yang mengalami perkapuran ini dapat dilihat pada orang yang sehat
yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Namun,
kebanyakan infeksi TB paru tidak terlihat secara klinis atau dengan
radiografi.
Respons lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan,
yaitu bahan cair lepas ke dalam bronkus yang berhubungan dan
menimbulkan kavitas. Bahan tubercular yang dilepaskan dari dinding
kavitas akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkial. Proses ini dapat
berulang, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau
usus.
Walaupun peradangan dapat mereda, kavitas yang kecil dapat menutup
dan meninggalkan jaringan parut fibrosis. Bila peradangan mereda, lumen
bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dengan taut bronkus dan rongga. Bahan perkejuan dapat mengental dan
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh
dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan kapsul yang tidak terlepas.
Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat
peradangan aktif.
Penyakit ini dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran
darah dalam jumlah kecil yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi
pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran
lomfo hematogen yang biasanya sem buh sendiri.(Price, 2005:852-853)
5. Klasifikasi
Klasifikasi I (berdasarkan bagian tubuh yang terinfeksi) (Depkes,
2003)
a) Tuberculosis paru
Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80%
dari semua penderita. Tuberculosis yang menyerang parenkim paru
ini merupakan satu-satunya bentuk tuberculosis yang paling mudah
menular.
b) Tuberculosis ekstra paru
Merupakan bentuk Tubeculosis yang menyerang organ lain selain
paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang,
saluran kencing, susunan saraf pusat, dan perut. Pada dasarnya
penyakit Tuberculosis ini tidak pandang bulu karena kuman ini
menyerang semua organ tubuh.
Klasifikasi II ( Menurut American Thoracic Society, 2000)
Class 0 Tidak ada jangkitan atau terinfeksi, riwayat terpapar,
reaksi test tuberculin (PPD) tidak bermakna.
Class 1 Terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi, reaksi kulit tak
bermakna
Class 2 Ada infeksi TBC, reaksi kulit bermakna, pemeriksaan
bakteri (-), tidak ada bukti.
Class 3 Sedang sakit, BTA (+), test mantoux bermakna,
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental atau sekresi yang berlebihan sekunder akibat TBC ditandai
dengan batuk tak efektif, ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi
jalan napas, bunyi napas ronchi, RR> 20 x/menit, irama dan
kedalaman napas abnormal.
2) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder akibat penumpukan cairan ditandai dengan dispnea,
RR>20 x/menit, adanya penggunaan otot bantu pernapasan, irama
napas tidak teratur.
3) Kekurangan Volume Cairan berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh sekunder akibat tuberkulosis ditandai dengan TD
90/50 mmHg, turgor kulit menurun.
4) Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke serebral ditandai dengan klien mengeluh
pusing, tekanan darah klien 90/60mmHg, nadi klien 124x/menit, nadi
teraba lemah, RR klien 20x/menit, suhu tubuh klien 35 C.
5) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan kapasitas
difusi paru ditandai dengan adanya dispneu saat melakukan aktivitas,
SaO2 <95%, pH asam (<7,35).
a) Perencanaan Perawatan
No. DX Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Bersihan jalan nafas
tidak efektif
berhubungan dengan
Setelah diberikan
asuhan
keperawatan
Mandiri :
- Lakukan suction Membantu
membersihkan jalan
sekresi yang kental
atau sekresi yang
berlebihan sekunder
akibat TBC ditandai
dengan batuk tak
efektif,
ketidakmampuan
untuk mengeluarkan
sekresi jalan napas,
bunyi napas ronchi,
RR> 20 x/menit,
irama dan kedalaman
napas abnormal.
selama ... x 24 jam
diharapkan
bersihan jalan
napas klien efektif
dengan outcome
- klien mampu
mengeluarkan
sekret
- klien dapat
batuk efektif
- bunyi nafas
normal, tidak
ada ronchi,
mengi dan
stridor
- tidak ada
dipsnea
- RR dalam batas
normal (12-20
x/menit), irama
dan kedalaman
napas normal.
- kaji fungsi
pernafasan (bunyi
nafas, kecepatan
nafas, dan
kedalaman)
- catat kemampuan
untuk
mengeluarkan
mukosa / batuk
efektif (catat
karakter, jumlah
sputum, adanya
hemoptisis)
- berikan pasien
posisi semi fowler
dan bantu pasien
untuk batuk dan
latihan nafas
dalam
nafas dari cairan
sehingga udara dapat
mengalir ke paru
dengan baik
penurunan bunyi nafas
dapat menimbulkan
atelektasis. Ronki,
mengi menunjukkan
akumulasi sekret /
ketidakmampuan
membersihkan jalan
nafas yang dapat
menimbulkan
peningkatan kerja
pernafasan.
Pengeluaran sulit bila
sekret sangat tebal.
Sputum berdarah
kental / darah cerah
diakibatkan oleh
kerusakan paru atau
luka bronkial.
Posisi membantu
memaksimalkan
ekspansi paru dan
menurunkan upaya
pernafasan. Latihan
nafas dalam membuka
- bersihkan sekret
dari mulut dan
trakea
(penghisapan
sesuai keperluan)
- lakukan fisioterapi
dada
Kolaborasi :
- lembabkan udara /
oksigen inspirasi
- beri obat-obatan
sesuai indikasi
- mukolitik
(contoh
asetilsistein)
- bronkodilator
(contoh
area atelektasis dan
meningkatkan gerakan
sekret ke dalam jalan
nafas besar untuk
dikeluarkan.
Mencegah aspirasi /
obstruksi. Penghisapan
dilakukan jika pasien
tidak mampu
mengeluarkan sekret
Membantu
mengeluarkan dahak
Mencegah
pengeringan mukosa
dan membantu
pengenceran sekret.
Mukolitik
menurunkan
kekentalan sekret /
sputum sehingga
mudah untuk
dikeluarkan.
Bronkodilator
meningkatkan ukuran
okstrifilin)
- kortikosteroid
(prednison)
lumen percabangan
trakeobronkial
sehingga menurunkan
tahanan terhadap
aliran udara.
Berguna pada saat
respon inflamasi
mengancam hidup.
2. Ketidakefektifan pola
napas berhubungan
dengan penurunan
ekspansi paru
sekunder akibat
penumpukan cairan
ditandai dengan
dispnea, RR>20
x/menit, adanya
penggunaan otot
bantu pernapasan,
irama napas tidak
teratur.
Setelah diberikan
asuhan
keperawatan
selama ...x24 jam
diharapkan pola
napas efektif
dengan kriteria
hasil :
Irama,
frekuensi dan
kedalaman
pernafasan
dalam batas
normal
(RR=12-20
x/menit).
Pada
pemeriksaan
sinar X dada
tidak
ditemukan
adanya
Kaji kualitas,
frekuensi dan
kedalaman
pernafasan,
laporkan setiap
perubahan yang
terjadi.
Baringkan pasien
dalam posisi
yang nyaman,
dalam posisi
duduk, dengan
kepala tempat
tidur ditinggikan
60 – 90 derajat.
Observasi tanda-
tanda vital (suhu,
nadi, tekanan
darah, RR dan
respon pasien).
Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi
dan kedalaman
pernafasan, kita
dapat mengetahui
sejauh mana
perubahan kondisi
pasien.
Penurunan
diafragma
memperluas
daerah dada
sehingga ekspansi
paru bisa
maksimal.
Peningkatan RR
dan tachcardi
merupakan
indikasi adanya
penurunan fungsi
akumulasi
cairan.
Bunyi nafas
vesikuler
Tidak ada
penggunaan
otot bantu
pernapasan
Kolaborasi
dengan tim
medis lain untuk
pemberian O2
dan obat-obatan
serta foto thorax.
paru.
Pemberian oksigen
dapat menurunkan
beban pernafasan
dan mencegah
terjadinya sianosis
akibat hiponia.
Dengan foto thorax
dapat dimonitor
kemajuan dari
berkurangnya
cairan dan
kembalinya daya
kembang paru.
3. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif ditandai dengan Klien tampak lmah Klien tampak pucat,TD : 90/50 mmHg,Nadi 130x/menit teraba lemah,RR 20x/menit,Suhu 35 C ,CRT > 2 detik, Akral dingin, Turgor lambat, Diaphoresis, Wajah pucat
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama...x24 jam diharapkan status neurologis klien membaik dengan kriteria hasil:- Mukosa bibir
lembab - Turgor kulit
normal- CRT < 2 detik- TTV dalam
keadaan normalTD :110-140/60-90mmHgNadi :60-100x/menitRR :
Pasang 2 line IV dengan cairan IV normal Salin atau RL secara cepat
Lalukan Pemasangan Kateter urine, Pantau masukan dan haluaran, karakter, perkiraan kehilangan yang tak terlihat, misal berkeringat, ukur berat jenis urine, observasi
Resusitasi cairan penting untuk mengembalikan keadekuatan volume
Perubahan tekanan darah dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah.
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan sebagai pedoman untuk penggantian cairan.
16-24x/menitSuhu :36,5-37,50C- Output urine
dalam batas normal : dewasa = 0,5-1 cc / kg / jam ; pediatrik =1-2cc/kg/jam
- Tidak terjadi oliguria maupun anuria
oliguria Pantau tanda -
tanda vital.
Perubahan tekanan
darah dan nadi
dapat digunakan
untuk perkiraan
kasar kehilangan
darah
4. Kerusakan pertukaran
gas berhubungan
dengan penurunan
kapasitas difusi paru
ditandai dengan
adanya dispneu saat
melakukan aktivitas,
SaO2 <95%, pH asam
(<7,35), Hasil AGD
dalam batas normal
(PCO2 : 35-45
mmHg, PO2 : 95-100
mmH
Setelah diberikan
asuhan
keperawatan
selama .. x 24 jam
diharapkan
kerusakan
membran alveolar
klien dapat teratasi
dengan outcome :
- klien tidak
mengalami
dispnea saat
melakukan
aktivitas
- kilen tidak
mengalami
kelelahan
- SaO2 dalam
batas normal
(>95%), pH
darah netral
(7,35-7,5) PO2
(80-100)
Mandiri
- kaji dispnea,
takipnea, tak
normal /
menurunnya bunyi
nafas, peningkatan
upaya pernafasan,
terbatasnya
ekspansi dinding
dada, dan
kelelahan
- evaluasi perubahan
pada tingkat
kesadaran. Catat
sianosis dan atau
perubahan pada
warna kulit,
termasuk membran
mukos dan kuku.
TB paru menyebabkan
efek luas pada paru
dari bagian kecil
bronkopneumonia
sampai inflamasi
difusi luas, nekrosis,
effusi pleural, dan
fibrosis luas. Efek
pernafasan dapat dari
ringan sampai dispnea
berat dan bisa juga
sampai distres
pernafasan.
Akumulasi sekret /
pengaruh jalan nafas
dapat mengganggu
oksigenasi organ vital
dan jaringan.
-
-
- tingkatkan tirah
baring / batasi
aktivitas dan bantu
aktivitas perawatan
diri sesuai
keperluan.
Kolaborasi
- Monitor GDA
- berikan oksigen
tambahan yang
sesuai
Menurunkan konsumsi
oksigen atau
kebutuhan selama
periode penurunan
pernafasan dapat
menurunkan beratnya
gejala.
Menurunnya saturasi
oksigen (PaO2) atau
meningkatnya PaC02
menunjukkan perlunya
penanganan yang
lebih. adekuat atau
perubahan terapi.
Membantu
mengoreksi
hipoksemia yang
terjadi sekunder
hipoventilasi dan
penurunan permukaan
alveolar paru.
5. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah ke serebral ditandai dengan klien mengeluh pusing,
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama...x24 jam diharapkan status neurologis klien membaik dengan kriteria hasil:
Mandiri :
Pertahankan
kepatenan jalan
nafas.
mempertahankan
kepatenan jalan
nafas bertujuan
untuk mencegah
terputusnya aliran
oksigen ke otak
tekanan darah klien 90/60mmHg, nadi klien 124x/menit, nadi teraba lemah, RR klien 20x/menit, suhu tubuh klien 35
- Pusing, skala 5 (none)
- Status kongnitif, skala 5 (not compromised)
- Tekanan darah dalam batas normal 120/80 mmHg, skala 5 (not compromised)
- Nadi dalam batas normal (60-100x/menit), skala 5 (not compromised)
- RR dalam batas normal, skala 5 (not compromised)
- Suhu tubuh dalam batas normal (36-37)± 0,5 C, skala 5 (not compromised)
Monitor aliran
oksigen.
Monitor tanda-
tanda vital
Monitor kualitas
dan frekuensi
nadi
sehingga
mencegah
terjadinya hipoksia
jaringan otak.
untuk mempertahankan masukan oksigen adekuat sesuai dengan kebutuhan.
memonitor tanda-tanda vital penting untuk mengetahui keadaan umum dan status keefektifan perfusi jaringan.
Adanya bradikardi dapat terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak
3. Evaluasi
Evaluasi dibuat berdasarkan kriteria hasil
C. PENDIDIKAN KESEHATAN YANG DIBERIKAN KEPADA PASIEN
MAUPUN KELUARGA PASIEN
Pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien dan keluarganya meliputi :
pengertian penyakit TB Paru, penyebab penyakit TB Paru, cara pencegahan
penyakit TB Paru, cara penularan penyakit TB Paru, dan cara pengobatan
penyakit TB Paru.
1. Pengertian Penyakit TB Paru
Tuberculosis paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri berbentuk batang (basil) yang bernama Mycobacterium
tuberculosis.
2. Penyebab Penyakit TB Paru
Penyebab penyakit TB Paru adalah bakteri berbentuk batang (basil)
yang bernama Mycobacterium tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis memiliki beragam jenis dan jenis yang
paling sering dijumpai pada penyakit TB Paru adalah Mycobacterium
tuberculosis hominis.
3. Tanda dan Gejala Penyakit TB Paru
Tuberkulosis merupakan suatu penyakit yang mempunyai banyak
kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum
seperti lemah dan demam. Tanda-tanda orang yang dicurigai terkena
penyakit TBC yaitu secara umum dapat dilihat dari gejalanya terlebih
dahulu yaitu,
demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama,
biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam.
Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
Dan untuk memberikan kepastian maka orang tersebut harus diperiksa
lebih lanjut, jadi tidak selalu bahwa orang batuk-batuk lama pasti
menderita TBC, harus dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium
dan foto rontgen.
4. Cara Pencegahan Penyakit TB Paru
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit
tuberculosis paru cukup sederhana, yaitu pola hidup sehat adalah kuncinya
karena kita tidak tahu kapan kita bisa terpapar dengan kuman penyebab
tuberculosis paru, yakni Mycobacterium tuberculosis. Dengan pola hidup
sehat maka daya tahan tubuh kita diharapkan cukup untuk memberikan
perlindungan sehingga walaupun kita terpapar dengan kuman penyebab
tuberculosis paru, tidak akan timbul gejala.
Pola hidup sehat adalah dengan:
mengkonsumsi makanan yang bergizi,
selalu menjaga kebersihan diri dan lingkungan hidup kita,
rumah harus mendapatkan sinar matahari yang cukup (tidak
lembab),
selain itu hindari terkena percikan batuk dari penderita TBC.
5. Cara Penularan Penyakit TB Paru
Pada umumnya proses penulran penyakit TB Paru ini adalah melalui
percikan dahak penderita yang keluar saat batuk (beberapa ahli
mengatakan bahwa air ludah juga bisa menjadi media perantara), bisa juga
melalui debu, alat makan/minum yang mengandung kuman TBC. Kuman
yang masuk dalam tubuh akan memperbanyak diri di paru-paru, lamanya
dari terkumpulnya kuman sampai timbulnya gejala penyakit dapat
berbulan-bulan sampai tahunan.
6. Cara Pengobatan Penyakit TB Paru
Penyakit TBC bisa disembuhkan secara tuntas apabila penderita
mengikuti anjuran tenaga kesehatan untuk minum obat secara teratur dan
rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan, dan mengkonsumsi makanan
yang bergizi cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya, serta
menjaga kebersihan lingkungan di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Doenges, Marilynn E., Moorhouse, Mary Frances dan Geissler, Alice C. 2000.
Edisi 3. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC : Jakarta
Green, Chris. 2006. TB & HIV. Spiritia : Jakarta
Irawan, Didik. 2010. TB Penyebab Kematian HIV. http://harianjoglosemar.com/.
(akses : 24 Juni 2010)
Mansur, Shahril. 2009. TB dan HIV. http://kawanilmu.blogspot.com/2009/08/tb-
dan-hiv.html. (akses : 24 Juni 2010)
Nanda. 2005 – 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.