Top Banner
[0]
52

[1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

Oct 31, 2020

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[0]

Page 2: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[1]

Analisis Manajemen Parkir On-Street: Penelusuran Titik-Titik Permasalahan

dalam Manajemen Parkir di Kota Bandung

Penyusun:

Agung Kurniawan

Azam Azizi Rahman

Dewi Parhusip

Daffa Yustia

Muhammad Pasha Nur Fauzan

Syahrizal Rachim

ISBN:

Diterbitkan oleh:

Padjadjaran Law Research and Debate Society

Jl. Raya Bandung Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat 45363

Berkolaborasi dengan :

Pusat Studi Kebijakan Negara

Jl. Imam Bonjol 21 Bandung, Jawa Barat 40132

Dipublikasikan pertama kali pada: Mei 2020

Page 3: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[2]

Puji serta syukur kami limpahkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, sebab atas izin serta berkah yang diberikan-Nya kami berhasil menyelesaiakan penelitian berjudul “Analisis Manajamen Parkir On-Street Kota Bandung: Penelusuran Titik-Titik Permasalahan dalam Manajemen Parkir di Kota Bandung” sbbagai progam kerja Biro Penelitian PLEADS Boards ke-8 yang bekerjasama dengan Pusat Studi Kebijakan Negara Fakuktas Hukum Universitas Padjadjaran.

Sepanjang penyusunan penelitian ini, kami banyak dibantu oleh banyak pihak yang tentu tak luput dari rasa terimakasih kami. Untuk itu kami mengucapkan terimkasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Adnan Yazar Zulfqar S.H. 2. Bapak Bilal Dewansyah S.H., M.H. 3. Ibu Lailani Sungkar S.H., M.H.

Selaku para pembimbing kami dari Pusat Studi Kebijakan Negara, juga kepada :

1. Muhammad Yassar Aulia 2. Sayyidatiihayaa Afra G. Raseukiy 3. Nurul Aida

Selaku kakak-kakak yang membimbing dan membantu kami dalam setiap proses penyusunan penelitian ini.

Penulis memohon maaf atas segala kesalahan yang telah dilakukan, sepanjang dilangsungkannya penelitian ini. Semoga penelitian ini

memberikan manfaat bagi manajemen perparkiran di Kota Bandung serta dapat berkontribusi terhadap khazanah keilmuwan Ilmu Hukum.

Tim Peneliti

KATA PENGANTAR

Page 4: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[3]

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ……………………………………………………………………………………………..……………….………… 2

Daftar Isi ……………………………………………………………………………………………………………………….………….. 3

BAB 1 Pendahuluan ………………………………………………………………………………………………………………….. 4

Latar Belakang Masalah …………………………………………………………………………………………………………………… 4

Identifikasi Masalah …………………………………………………………………………………………………………………………. 5

Tujuan Penelitian …………………………………………………………………………………………………………………………….. 5

Kegunaan Penelitian ………………………………………………………………………….…………………………………………….. 5

Metode Penelitian ……………………………………………………………………………….…………………………………………… 6

Sistematika Penelitian ……………………………………………………………………………………………………………………… 7

BAB 2 Landasan Teori ………………………………………………………………….……………….………………………..… 8

Teori Hukum Pembangunan …………………………………………………………….………………………………………….…. 8

Model Manajemen Parkir On-Street …………………………………………………………………………………………..…… 9

BAB 3 Analisis Praktik Perparkiran dalam Kerangka Model Manajemen Parkir On-Street 16

Desain Parkir yang Memaksimalkan Keselamatan ……………………………………………………………….………… 16

Desain Parkir yang Tidak Mediadakan Titik-titik Vital Jalan …………………………………………..…………….. 23

Manajemen Parkir dengan Skema Penjatahan ……………………………………………………………………..……….. 26

Manajemen Parkir dengan Memanfaatkan Fleksibilitas Pengendara …………………………………………….. 27

BAB 4 Analisis Regulasi Perparkiran …………………………………………………………………………….….…… 29

Desain Parkir yang Memaksimalkan Keselamatan …………………………………………………………………………. 30

Desain Parkir yang Tidak Mediadakan Titik-titik Vital Jalan …………………………………………………………. 32

Manajemen Parkir dengan Skema Penjatahan ……………………………………………………………………………..… 33

Manajemen Parkir dengan Memanfaatkan Fleksibilitas Pengendara ………………………….....……………… 25

BAB 5 Penutup ……………………………………………………………………………………………………….…..………….. 42

Kesimpulan ……………………………………………….…………………………………………………………………………………… 42

Saran ………………………………………………………………………………………………………………………………………………. 43

Daftar Pustaka …………………………………………………………………………………………………………………….…………. 47

Page 5: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[4]

Latar Belakang Masalah

Sepanjang tahun 2015 sampai tahun 2018, Dinas Perhubungan mencatat terjadinya peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor di Kota Bandung sebesar 11% per tahun.1 Hal tersebut berakibat pada membengkaknya angka kepemilikan kendaraan bermotor di kota tersebut menjadi sebanyak 1.251.080 unit pada tahun 2018 yang didominasi oleh kendaraan roda dua sebanyak 1.251.080 unit dan kendaraan roda empat berjumlah 536.973 unit.2

Padatnya jumlah kendaraan di Kota Bandung berakibat pada sibuknya arus lalu lintas berujung pada berbagai permasalahan seperti kemacetan dan polusi udara.3 Namun selain permasalahan tersebut, padatnya jumlah kendaraan di Kota Bandung berakibat pada lahirnya permasalahan lain berkaitan dengan parkir yang merupakan hal esensial dari keseluruhan rangkaian kegiatan mobilisasi warga dari satu tempat ke tempat lain yang dalam konteks ini Kota Bandung, masih banyak dilakukan

1 Dea Andriyawan. “Pertumbuhan kendaraan di Bandung 11% per tahun,” Bisnis.com (www.bisnis.com: Oct, 2, 2018) https://bandung.bisnis.com/read/20181002/549/1114194/pertumbuhan-kendaraan-di-bandung-11-per-tahun [accessed April, 10, 2019] 2 Data Dinas Perhubungan Kota Bandung, 2018 3 Widiyan, Deka, Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Biaya Kemacetan di Kota Bandung, (Fakultas Ekonomi Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan), (2018) Hlm. 1-2.

menggunakan kendaraan pribadi.4 Parkir sendiri, di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 didefinisikan sebagai keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.

Dengan intensitas kesibukan Kota Bandung yang sedemikian padat, pemerintah melalui Keputusan Wali Kota Bandung Nomor 551/Kep. 648-DisHub/2017 tentang Penetapan Lokasi dan Posisi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir di Kota Bandung telah menyediakan 270 titik parkir (2017) On Street Parking yang terbagi dalam tiga area; pusat kota, penyangga kota, dan pinggiran kota.5 Banyaknya titik parkir tersebut tidak serta merta menghilangkan permasalahan serius seperti parkir liar.

Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan setidaknya terdapat 40 titik parkir liar yang berlokasi di wilayah pusat kota diantaranya kawasan Cihampelas, Supratman, Cicendo, depan Pasar Gedebage, Dipatiukur, Diponegoro, Dewi Sartika dan Dalem Kaum.6 Selain itu terdapat fenomena parkir

4 Ibid. hlm. 1. 5 OpenData Kota Bandung, “Data Lokasi Parkir – 2017”, OpenData Kota Bandung (data.bandung.go.id: Mar, 20, 2019) http://data.bandung.go.id/dataset/lokasi-parkir-di-kota-bandung/resource/ccd45522-70f4-4848-82f3-6ec3eebcb8d8 [accessed April, 10, 2019] 6 Dian Rosadi, “Dishub Kota Bandung Catat Ada 40 Titik Parkir Liar Di Wilayah Pusat Kota,” Merdeka.com (merdeka.com: Jul, 7, 2018) https://bandung.merdeka.com/halo-

BAB 1 PENDAHULUAN

Page 6: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[5]

ganda7 yang berimbas pada lahirnya permasalahan lain seperti terganggunya estetika kota, kemacetan, serta tidak optimalnya pendapatan asli daerah Kota Bandung di sektor perparkiran.

Dalam mengatasi permasalahan perparkiran yang kian signifikan di Kota Bandung, maka dibutuhkan upaya nyata berupa studi empiris lanjutan terkait masalah tersebut. Dalam hal ini penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan sekunder untuk memberikan masukan solusi dalam membuat beberapa kebijakan publik strategis dalam mengatasi permasalahan perparkiran di Kota Bandung. Diperlukan beberapa pendalaman terkait manajemen perparkiran dari tingkat atas hingga ke pelaksana teknis, dan memastikan sesuai atau tidaknya proses penegakan aturan di lapangan serta melihat potensi perbaikan kedepannya berdasar temuan di lapangan. Sehingga, pada penerapan kebijakan baru akan lebih sesuai keadaan lapangan dan perkembangannya berkelanjutan dalam mengurangi permasalah perparkiran di Kota Bandung

Maka tim peneliti dengan menggunakan metode riset lapangan akan melakukan penelitian untuk mengkaji lebih lanjut mengenai peraturan yang ada dan implementasi atau praktik lapangan dalam masyarakat Kota Bandung tersebut supaya kiranya dapat ditemukan solusi untuk mengatasi permasalahan terkait Perparkiran di Kota Bandung. Terkait peraparkiran di Kota Bandung, terdapat dua jenis parkir. Jenis petama adalah parkir on-street yang kegiatannya menggunakan badan jalan milik publik dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir yang menggunakan badan jalan publik.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dalam penelitian ini telah dirumuskan beberapa masalah yang akan ditelaah secara ilmiah, yakni:

bandung/dishub-kota-bandung-catat-ada-40-titik-parkir-liar-di-wilayah-pusat-kota-180707f.html [accessed April, 10, 2019] 7 Parkir ganda adalah perilaku parkir ‘dua lapis’ dimana biasanya para pengendara ketika tidak dapat memarkirkan kendaraanya di dalam ruang parkir

1. Bagaimana praktik manajemen perparkiran yang terjadi di Kota Bandung?

2. Bagaimana regulasi mengatur praktik manajemen perparkiran di Kota Bandung?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui gambaran mengenai permasalahan dalam praktik manajemen parkir di Kota Bandung serta permasalahannya

2. Untuk mengetahui bagaimana konstruksi hukum yang meregulasi perparkiran di Kota Bandung serta permaslahannya.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua dimensi kegunaan, yakni secara akademis maupun secara praktis.

1. Kegunaan Akademis

Secara akademis, hasil penelitian ini dapat dijadikan seagai acuan untuk penelitian lebih lanjut terkait isu serupa di masa yang akan dating. Penelitian ini nantinya akan memperkaya khazanah ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai regulasi perparkiran secara umum, maupun secara khusus di Kota Bandung.

2. Kegunaan Praktis

Secara Praktis, kegunaan dari penelitian ini adalah untuk menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan hukum terkait perparkiran secara umum, maupun secara khuss di Kota Bandung. Proposal desain kebijakan yang kami rancang pun dapat dipraktikan dalam praktik atau skema regulasi perparkiran di Kota Bandung.

bermarka (karena telah terisi), memarkirkannya disamping marka sehingga memakan badan jalan yang bukan merupakan ruang parkir. Disebut parkir ganda karena terjadi penumpukkan dua kendaraan yang berjejer (di dalam dan di luar ruang parkir)

Page 7: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[6]

Metode Penelitian

Penelitian hukum menurut Soerjono Soekanto merupakan kegiatan ilmiah dalam pengerjaannya didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari dan mengamati satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya.8 Dalam penyusunan penelitian ini metode pendekatan hukum yang digunakan adalah yuridis sosiologis. Diketahui pendekatan yuridis sosiologis adalah penelitian yang dilakukan dengan memadukan data-data primer dari kajian lapangan dengan data-data sekunder dari studi kepustakaan.

Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap berikut.

1) Kajian Teoritis

Penelitian mengenai perparkiran di Kota Bandung dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan teori hukum yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yaitu “hukum sebagai sarana pembangunan” yang menyatakan bahwa hukum berfungsi untuk membangun dan membentuk masyarakat untuk menuju ke arah masyakarat yang lebih baik. Sedangkan untuk menganalisis pengelolaan parkir on street, teori yang digunakan adalah parking management dari Paul Barter yang menyatakan bahwa masalah-masalah perparkiran disebabkan karena kurang baiknya manajemen parkir. Adapun manajemen parkir yang ideal adalah manajemen parkir yang meliputi (1) Desain parkir yang memaksimalkan kemanan, (2) Desain parkir yang tidak meniadakan titik-titik vital jalan, (3) Manajemen parkir dengan skema penjatahan, dan (4) Manajemen parkir dengan memanfaatkan fleksibilitas pengendara.

Keterkaitan antara teori hukum yang dikemukakan menurut ahli-ahli tersebut dengan kondisi perparkiran Kota Bandung adalah kiranya hukum dapat dirumuskan dan dilaksanakan sedemikian rupa oleh pemerintah sebagai upaya kontrol yang

8 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2008) hlm. 43

diorientasikan kepada perubahan-perubahan yang dikehendaki untuk menuju pada keadaan yang lebih baik. Sistem dan pelaksanaan penegakan hukum kiranya dapat menjalankan fungsi hukum dengan baik seperti fungsi kontrol sosial yang mempengaruhi ketertiban masyarakat di Kota Bandung, dalam kontek kali ini berkenaan dengan perparkiran.

2) Analisis Praktik

Analisis praktik dalam penelitian ini dilakukan dengan dua metode, yaitu metode pengamatan (observasi) dan wawancara. Adapun yang menjadi target pengamatan adalah tempat-tempat parkir di 6 (enam) titik parkir di Kota Bandung yang ditentukan berdasarkan keramaian atau padat parkir daerah yang dimaksud, sebagai berikut:

a) Jalan Dipatiukur b) Jalan Braga c) Jalan Mohammad Toha d) Jalan Palasari e) Jalan Cisangkuy f) Jalan Otto Iskandar Di Nata

Pengamatan yang dilakukan dii enam titik yang dimaksud dilakukan untuk mengetahui jenis permasalahan parkir yang muncul, keberadaan marka jalan, serta penegakkan aturan oleh petugas terkait.

Kemudian wawancara akan dilakukan kepada petugas parkir di enam titik yang ditentukan untuk melengkapi kepingan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui observasi. Wawancara juga dilakukan terhadap Kepala Unit Pelaksana Tugas Perparkiran Kota Bandung untuk mengetahui keterangan pihak berwenang terkait dengan temuan praktik perparkiran Kota Bandung serta melengkapi dan memverifikasi hasil wawancara terhadap para petugas parkir di lapangan.

Dengan metode analysis praktik yang demikian diharapkan dapat disimpulkan sebuah kesimpulan yang sahih serta akurat

Page 8: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[7]

dalam menjelaskan permasalahan praktik perparkiran yang terjadi di Kota Bandung.

3) Analisis Regulasi

Praktik pengelolaan parkir secara umum diatur oleh beberapa instrumen hukum. Tim peneliti menemukan regulasi-regulasi yang relevan terkait pengaturan praktik parkir di Kota Bandung yang akan dicoba diidentifikasi tiap-tiap kelemahannya dalam hal pengaturan manajemen parkir on-street, antara lain:

a) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan

b) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perparkiran

c) Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : 272/HK.105/DRJD/96 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir

d) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan.

e) Keputusan Wali Kota Bandung Nomor 551/Kep. 648-DisHub/2017 tentang Penetapan Lokasi dan Posisi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir di Kota Bandung (Kepwal 551) yang menjelaskan jalan mana saja yang menjadi bagian dari pembagian wilayah parkir di Kota Bandung.

Sistematika Penelitian

Penelitian ini terdiri atas 5 BAB utama yakni:

1) BAB I Pendahuluan

Dalam BAB ini akan dijabarkan mengenai apa-apa yang menjadi latar belakang masalah penelitian kali ini, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, serta sistmatika penelitian.

2) BAB II Kajian Teoritis

Dalam BAB ini akan dijabarkan teori-teori hokum serta non-hukum yang relevan untuk dijadikan sebagai pisau analisis dalam mengupas permasalahan di BAB berikutnya.

3) BAB III Analisis Praktik Perparkiran di Kota Bandung

Dalam BAB ini dipaparkan hasil penelitian lapangan oleh peneliti, baik observasi maupun wawancara yang akan mengidentifikasi bagaimana regulasi diimplementasikan

4) BAB IV Analisis Regulasi Perparkiran di Kota Bandung

Dalam BAB ini akan dilakukan analisis terhadap regulasi terkait peraparkiran di Kota Bandung, dengan kerangka Teori Manajemen Parkir sehingga dapat diketahui kekurangan-kekurangan atau pun kelebihan dalam perangkat hukum yang mengatur perparkiran secara teoritis

5) BAB V Penutup

BAB ini akan menutup penelitian dengan rumusan kesimpulan serta saran yang disusun berdasarkan hasil penelitian.

Page 9: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[8]

Teori Hukum Pembangunan

Teori Hukum Pembangunan digagas oleh Mochtar Kusmaatmadja pada tahun 1973, yang pada awalnya teori ini hanya merupakan sebuah konsep yang dimasukan sebagai materi dalam repelita I (1970-1975)9. Yang kemudian konsep ini berkembang menjadi sebuah teori karena kebutuhan zaman dan memang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Terdapat Teori hukum pembangunan Mochtar Kusumaatmadja memiliki pokok-pokok pikiran tentang hukum yaitu10;

Pertama, bahwa arti dan fungsi hukum dalam masyarakat direduksi pada satu hal yakni ketertiban (order) yang merupakan tujuan pokok dan pertama dari segala hukum. Kebutuhan terhadap ketertiban ini merupakan syarat pokok (fundamental) bagi adanya suatu masyarakat yang teratur dan merupakan fakta objektif yang berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya. Untuk mencapai ketertiban dalam masyarakat maka diperlukan adanya kepastian dalam pergaulan antar manusia dalam masyarakat. Disamping itu, tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang

9 Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, (Yogyakarta: Genta Publising, 2012) hlm 59-60.

berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya.

‘’’’’

Kedua, bahwa hukum sebagai kaidah sosial, tidak berarti pergaulan antara manusia dalam masyarakat hanya diatur oleh hukum, namun juga ditentukan oleh agama, kaidah-kaidah susila, kesopanan, adat kebiasaan dan kaidah-kaidah sosial lainya. Oleh karenanya, antara hukum dan kaidah-kaidah sosial lainnya terdapat jalinan hubungan yang erat antara yang satu dan lainnya. Namun jika ada

ketidaksesuaian antara kaidah hukum dan kaidah sosial, maka dalam penataan kembali ketentuan-ketentuan hukum dilakukan dengan cara yang teratur, baik mengenai bentuk, cara maupun alat pelaksanaannya.

Ketiga, bahwa hukum dan kekuasaan mempunyai hubungan timbal balik, dimana hukum memerlukan kekuasaan bagi pelaksanaanya karena tanpa kekuasaan hukum itu tidak lain akan merupakan kaidah sosial yag berisikan anjuran belaka. Sebaliknya kekuasaan ditentukan batas-batasnya oleh hukum. Secara populer dikatakan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah angan-angan, kekuasaan tanpa hukum adalah kelaliman.

10 Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, (Bandung: Alumni, 2002) hlm 1.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Page 10: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[9]

Keempat, bahwa hukum sebagai kaidah sosial tidak terlepas dari nilai (values) yang berlaku di suatu masyarakat, bahkan dapat dikatakan bahwa hukum itu merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Sehingga dapat dikatakan bahwa hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup (The living law) dalam masyarakat yang tentunya merupakan pencerminan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.

Kelima, bahwa hukum sebagai alat pembaharuan masyarakat artinya hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Fungsi hukum tidak hanya memelihara dan mempertahankan dari apa yang telah tercapai, namun fungsi hukum tentunya harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu sendiri. Penggunaan hukum sebagai alat untuk melakukan perubahan-perubahan kemasyarakatan harus sangat berhati-hati agar tidak timbul kerugian dalam masyarakat sehingga harus mempertimbangkan segi sosiologi, antroplogi kebudayaan masyarakat.

Jika dikaitkan dengan penelitian ini maka poin kelima menjadi landasan fundamental akan dilaksanakannya penelitian ini. Fungsi hukum yang tidak hanya memelihara dan mempertahaankan ketertiban dalam masyarakat, Namun ikut membantu dalam proses perubahan itu sendiri, perubahan yang dimaksud dalam penelitian ini berarti perubahan dari system perparkiran yang sebelumnya dirasa kurang memuaskan menjadi system yang ideal. Penelitian ini sangat berkaitan dengan masyarakat kota Bandung, tata perparkiran kota Bandung, dan dan regulasi perpakiran yang merupakan peraturan perundang-undangan dari mulai undang-undang, Perda Kota bandung, sampai dengan peraturan pelaksana yang bersifat sangat teknis. Dengan begitu diharapakan hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa perubahan yang lebih baik terhadapa aspek-aspek tersebut.

Penelitian ini akan mengemukakan fakta di lapangan (das sain) dan akan mengkomparasikannya dengan regulasi yang ada (das sollen). Berangkat dari komparasi

11 Paul Barter, On-Street Parking Management (Berlin: Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) GmbH, 2016) Hal. 1-2

dimunculkan pertanyaan antara lain apakah regulasi yang sudah berlaku dapat efektif untuk mencapai sebuah ketertiban.

Model Manajemen Parkir On-

Street

Parkir, merujuk pada Pasal 1 Angka 15 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan (UU LLAJ) adalah “keadaan kendaraan berhenti atau tidak bergerak untuk beberapa saat dan ditinggalkan pengemudinya.” Saat ini kita mengenal ada dua jenis parkir, yakni on-street dan off-street. Perbedaan antara keduanya adalah bahwa parkir on-street menggunakan badan jalan publik sebagai tempat parkir, sedangkan parkir off-street umumnya mengharusnkan pengendara untuk masuk melalui jalan tertentu, kadang tidak terlihat dari jalan publik dan berbentuk struktur bangunan, atau di bawah tanah, atau bisa pula berupa area terbuka yang khusus diperuntukkan untuk parkir.11

Apabila kita merangkum model manajemen Barter, manajemen parkir yang baik setidaknya memiliki kriteria berupa

1. Desain parkir yang memaksimalkan keselamatan

2. Desain parkir yang tidak meniadakan titik-titik vital jalan

3. Menajemen parkir dengan skema penjatahan (rationing)

4. Manajemen parkir dengan memanfaatkan fleksibilitas pengendara.

Tentunya, kempat kriteria tersebut perlu ditunjang dengan penegakkan hukum yang efektif.

A) Desain parkir memkasimalkan keselamatan

Kebahayaan adalah hal yang harus menjadi perhatian serius dalam menentukan desain parkir on-street serta dalam penentuan dimana parkir akan diperbolehkan atau akan dilarang. 12 Meski keberadaan parkir on-street akan berdampak baik pada penciptaan lingkungan yang aman bagi

12 Ibid. Hal. 33.

Page 11: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[10]

pejalan kaki, namun hal tersebut baru akan terjadi jika parkir didesain dengan baik dan memperhatikan hal-hal berikut.13

1. Melarang parkir didekat persimpangan jalan karena akan menghalangi garis pandang pengendara terhadap kemungkinan munculnya kendaraan lain di persimpangan yang dilalui.

2. Melarang parkir di dekat gerbang sekolah karena akan menghalangi garis pandang pengendara terhadap kemungkinan penyebrang jalan dari sekolah

3. Melarang parkir atau tanda berhenti di dekat zebra cross karena menghalangi garis pandang pengemudi terhadap orang yang akan menyebrang. Idealnya 10-20 meter.

4. Melarang on-street secara total pada badan jalan yang dilalui jalur sepeda.

B) Desain parkir tidak meniadakan titik-titik

vital di badan jalan

Desain parkir yang baik tentu tidak dapat meniadakan titik-titik lain yang penting pada badan jalan. Fasilitas-fasilitas jalan, rawan ditiadakan demi menambah kapasitas parkir on-street yang dinilai kurang, padahal menambah persediaan titik parkir tidak selesaikan masalah, sebaliknya manajemen yang baik akan menyelesaikan masalah. Berikut adalaah fasilitas-fasilitas yang tidak boleh dihilangkan demi parkirPerhentian bus

(1) Ruang angkut logistik dan orang (2) Fasilitas trotoar (estetika dan tempat

aktifitas warga) (3) Parkir untuk sepeda mtotor

Perhentian untuk bus sangatlah penting, bukan hanya untuk memudahkan bus untuk berhenti tetapi juga demi menjaga ruang aman antara sebelum dan sesudah kedatangan bus. Sehingga pada jarak 10-20 meter dari perhentian bus, parkir harus dilarang,14 Selain itu ruang khusus untuk angkutan logistik serta orang perlu disediakan terlebih di daerah pertokoan dan sekolah. Jika ruang semacam ini tidak disediakan, maka kendaraan angkut memiliki resiko untuk berhenti dan melakukan kegiatan angkut di badan jalan yang digunakan sebagai arus lalu

13 Ibid. 14 Ibid. Hal. 30. 15 Ibid. Hal. 31.

lintas. Tentunya hal tersebut membahayakan dan juga menyebabkan kamacetan.

Terkait ruang angkut, tidak harus benar-benar berupa ‘ruang’ khusus yang disediakan untuk kendaraan tersebut. Ada dua model kebijakan yang dapat diterapkan dalam menyediakan ruang angkut yang dimaksud. Pertama, dngan penyediaan ruang yang mana akan memakan banyak tempat, disamping juga sulit menentukan persebaran ruang ini di jalan pertokoan yang panjang. Kedua, menerapkan batas waktu, semisal, untuk kendaraan angkut yang berhenti dibawah 20 menit (atau waktu angkut umumnya) di samping jalan tidak akan dikenakan biaya parkir.15 Kemudian, fasilitas trotoar baik berupa estetika atau tempat kegiatan warga (bangku dan semacamnya) tidak boleh ditiadakan demi parkir on-street.

Selanjutnya, yang kerap dilupakan dan disisihkan dalam desain parkir on-street adalah ruang parkir sepeda motor. Kesalahan ini bahkan umum di negara-negara berkembang dengan tingkat penggunaan sepeda motor yang tinggi. Padahal pengadaan titik parkir on-streeti bagi sepeda motor adalah yang paling minim ruang mengingat fleksiblitasnya. Ada dua opsi kebijakan dalam pengadaan titik parkir sepeda motor. Pertama adalah non-pavement dimana parkir sepeda motor diletakan di badan jalan dengan marka yang ditentukan. Kedua adalah pavement dimana ruang parkir sepeda motor ditempatkan di celah fasilitas trotoar sehingga tidak menganggu pejalan kaki.16

C) Manajemen parkir dengan skema penjatahan (rationing)

Parkir on-street sejatinya merupakan ‘barang’ umum, yang digunakan oleh banyak orang, sama seperti padang rumput bersama, yang digunakan bersama-sama oleh para peternak untuk memberikan pangan pada ternak-ternaknya. Sebagai sumber daya terbuka yang digunakan oleh banyak orang, maka perlu dilakukan penjatahan agar padang rumput tidak digunakan secara berlebihan. Begitu pula dengan parkir on-street, membutuhkan penjatahan agar area parkir, terkhusus di daerah-daerah sibuk tidak digunakan secara berlebihan. 17 Ada beberapa cara

16 Ibid. Hal. 41. 17 Ibid. Hal. 51

Page 12: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[11]

untuk melakukan skema penjatahan dalam parkir on-street, seperti

1. Pemberlakuan batas waktu parkir 2. Penyediaan khusus selektif/prioritas 3. Pengaturan tarif (pricing)

Namun diantara ketiga cara tersebut, pengaturan harga atau pricing adalah yang paling kuat dan fleksibel, khususnya untuk menarget kalangan dengan pendapatan rendah atau kalangan dengan aktifitas yang berulang seperti mahasiswa atau pun pegawai. Praktik pertama pricing dilakukan di Oklahoma, Amerika Serikat dimana pricing digunakan untuk memanipulasi pilihan parkir para pegawai pertokoan agar tidak memarkirkan kendaraannya di ruas jalan pertokoan. Hasilnya parkir on-street di ruas jalan pertokoan hanya dilakukan untuk short time parking para pengunjung toko.18

D) Manajemen parkir dengan memanfaatkan fleksibilitas pengendara

Manajemen parkir yang baik, akan mengendalikan perilaku parkir dengan memanfaatakan fleksibilitas pengendara. Pengendalian tersebut adalah wujud dari paradigma manajemen parkir dengan skema penjatahan, yang mana pengaturan tarif adalah yang paling efektif. Adapun flesibilitas pengendara yang dapat dimanfaatkan untuk menajemen parkir adalah perilaku-perilaku demikian:

1. Memilih lokasi parkir on-street yang lain

Pengedara dapat mengganti jalan tujuan awal menjadi jalan lain dengan tarif parkir yang lebih murah, atau jalan yang berada diluar pembatasan waktu tertentu. Fleksibilitas semacam ini dapat mengurai kepadatan parkir di titik-titik yang sibuk. Meski tidak mengurangi angka penggunaan kendaraan tetapi pemerataan permintaan parkir ke area lain ini sangat efektif mengurai masalah-masalah parkir di titik sibuk.

2. Berganti dari parkir on-streeti ke parkir off street

Pengendara yang memiliki kecenderungan perilaku seperti ini adalah penendara yang parkir

18 Ibid. 19 Ibid. Hal. 15

dengan durasi berjam-jam ketimbang durasi yang sementara. Parkir off-streeti umumnya tidak termanfaatkan dengan optimal, tidak pernah dipenuhi oleh kendaraan disisi lain kendaraan yang parkir secara on-street mengalami penumpukan. Fleksibilitas semacam ini dapat mendorong banyak bisnis valet parking di area tersebut

3. Mengakali waktu kunjungan

Pengendara dengan respon seperti ini akan parkir disaat waktu yang murah atau ketika tidak ada pembatasan waktu tertentu. Dengan memanfaatkan perilaku ini manajemen parkir dapat menghapuskan sebagian permintaan parkir di waktu-waktu sibuk dengan menerapkan pembatasan parkir atau meninggikan tarif. 19

4. Mengubah durasi parkir

Pada respon ini pengendara akan berkunjung secara singkat untuk menghindari pembatasan waktu atau kenaikan harga yang progresif. Sehingga seperti dalam skema penjatahan, parkir tidak digunakan secara berlebihan. 20

5. Menggunakan mobil bersama-sama

Penggunaan satu kendaraan secara bersama-sama untuk menekan biaya parkir juga merupakan respon yang layak diperhitungkan. karena selain menghapus permintaan terhadap parkir, juga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. 21

6. Mengganti moda transportasi

Respon semacam ini tentu paling diharapkan di kota-kota besar dimana untuk menghindari regulasi parkir para pengendara memilih menggunakan moda transportasi umum masal seperti bus. Mengganti moda transportasi menjadi taksi juga akan mengurang permintaan parkir, meski tidak mengurangi penggunaan kendaraan. untuk jarak dekat, peralihan moda adalah menjadi sepeda atau berjalan kaki. Karena bukan tidak mungkin kepadatan arus lalu lintas

20 Ibid. 21 Ibid.

Page 13: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[12]

selama ni justru disebabkan oleh perjalanan jarak dekat. 22

7. Menghindari area sepenuhnya dan memilih destinasi lain

Respon semacam ini adalah yang paling harus dihindari, atau ditekan agar tidak terlalu sering. sebbab membuat pengunjung pengurungkan diri untuk berkunjung pada titik tertentu di kota akibat adanya regulasi parkir yang ketat akan merugikan bisnis kota. sehingga perlu diperhatikan agar bagaimana regulasi parkir tidak

membuat pusat-pisat komersil menjadi tidak menarik. 23

Namun perlu diketahui pula bahwa salah satu bariabel yang berpengaruh terhadap jenis fleksibilitas pengendara adalah durasi parkir mereka. Berdasarkan temuan Barter, durasi parkir yang singkat misal, akan sangat terbatas untuk memiliki respon berupa berganti lokasi parkir ke tempat yang sedikit lebih jauh dari destinasi utamanya. Disisi lain, akan sangat fleksibel terhadap respon berupa mengubah waktu parkir. Untuk lebih jelasnya berikut hasil temuan Barter.24

Durasi Respon Fleksibilitas untuk….

Berganti lokasi parkir sedikit lebih jauh, baik on-street atau off-street

merubah waktu parkir

Memperpendek durasi parkir

Beralih moda transportasi

sangat singkat (<15 menit)

Sangat terbatas (akses yang mudah diharapkan/valet)

Signifikan

Sangat terbatas

Sangat terbatas kecuali berjalan kaki atau bersepeda untuk jarak dekat

singkat (15 menit sampai 2 jam)

Terbatas (tidak lebih dari beberapa menit berjalan kaku dari tempat atau waktu yang diinginkan)

Signifikan Sebagian kecil

Beberapa, khususnya beralih ke taxi, bermobil bersama-sama, dan berjalan kaki serta bersepada untuk perjalanan pendek

Kunjungan lama (2 sampai 6 jam)

Cukup siginifikan Sebagian kecil

Sebagian kecil Signifikan (termasuk transportasi publik)

seharian (>6 jam)

Sangat signifikan (jalan kaki 10 menit ke tempat tujuan dari tempat parkir masih bias diterima)

Terbatas

sebagian kecil, tapi terbatas untuk keperluan kerja

Sangat signifikan

22 Ibid. 23 Ibid.

24 Ibid. Hal. 16.

Page 14: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[13]

Semalaman (parkir rumahan)

Kebanyakan menampakan ketidakrelaan, tapi berjalan lebih dari 10 menit itu umum di perkotaan

Jarang mau

Terbatas

Tidak mungkin

Table 1

Dapat disimpulkan bahwa setiap durasi memiliki titik fleksibilitasnya masing-masing. Untuk parkir sangat singkat (<15 menit) merubah waktu parkir adalah respon paling umum dalam menanggapi regulasi parkir, khususnya pengaturan tarif. Mengganti moda transportasi juga dapat terjadi khusus untuk perjalanan singakat, yakni berjalan kaki dan bersepeda. Sama dengan parkir durasi sangat singkat, untuk durasi singkat pun titik respon umum terhadap regulasi adalah merubah waktu parkir.

Kemudian untuk parkir berdurasi lama (2 sampai 6 jam) respon paling signifikan adalah

beralih lokasi parkir yang sedikit lebih jauh selama lebih murah. Respon lainnya yang juga signifikan adalah merubah moda transportasi menjadi menggunakan transportasi umum. Sama dengan respon parkir berdurasi lama, untuk parkir berdurasi lebih dari enam jam, respon yang signifikan juga adalah mengganti lokasi dan moda transportasi.

Untuk durasi sendiri dipengaruhi oleh peruntukkan atau tujuan dari parkir tersebut. Perhatikan table berikut: 25

Pengguna atau tujuan parkir

Fleksibilitas dan preferensi umum terkait dengan :

Lokasi Parkir

Waktu Parkir

Durasi parkir

Potensi beralih moda transportasi

Efek Manajemen Parkir (MP)

Pekerja di/sekitar tempat kerja

Dekat lebih diharapkan, tapi praktiknya kerap fleksibel

Tidak Fleksibel. jam kerja ditentukan

Tidak Fleksibel. Biasanya parkir durasi 6-10 jam

Cukup Fleksibel, khususnya untuk lokasi kerja di tengah kota dan jam kerja yang umum

Kebayankan MP berdampak pada lokasi dan mode parkir. Sensitif terhadap pricing karena berulang dan durasinya panjang

Mahasiswa atau pelajar paska sekolah menengah

Kerap kali fleksibel (tergantung durasi)

Kerap kali fleksibel

Beragam durasi (2-12 jam) Kerap kali fleksibel

Kerap kali fleksibel. Tergantung pilihan moda

MP akan sangat efektif. Sensitive terhadap pricing (Pendapatan rendah, berulang dalam waktu yang lama)

25 Ibid. Hal. 17.

Page 15: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[14]

Kustomer belanja

Cukup fleksibel (tergantung durasi dan barang bawaan)

Kerap fleksibel

Biasanya singkat, kerap kali fleksibel

Macam-macam

Kebanyakan fleksibel dalam waktu dan durasi. Retailer takut pengunjung mengubah destinasi jika MP telrlau kuat

Klien bisnis jasa

Biasanya tidak fleksibel

Kerap tidak fleksibel

Prengu

Biasanya singkat. Kerap kali fleksibel

Macam-macam Sama seperti customer belanja

Penduduk Beberapa fleksibel.

Tidak Fleksibel

Tidak fleksibel, Panjang atau sangat panjang

Tidak mungkin

MP utamakan lokasi parkir. Tapi pricing lumayan dapat menekan penguranan pemilikan kendaran

Pengunjung atau tamu penduuk

Beberapa fleksibel

Kerap fleksibel

Biasanya singkat. Kerap kali fleksibel

Macam macam

MP yang berusaha untuk pegaruhi kalangan ini kerap dipotes oleh penduduk

Tabel 2

Setiap jalan dan titik parkir memiliki karakterisitik tersendiri, apakah itu pusat bisnis, jalan strategis kota, pusat kegaitan kota pada umumnya, atau area resendensial. Manajemen parkir harus menyesuaikan dengan karakteristik tersebut, karena karakteristik tersebutlah kita dapat mengetahui pelaku utama parkir di ruas jalan tersebut. Semisal di daerah pusat komersil dengan permintaan parkir yang didominasi oleh pekerja dan pengunjung, pricing dapat di atur sedemikian rupa di waktu kerja untuk menimbulkan respon fleksibiltas dari para pekerja berupa mengganti lokasi parkir, dan mengganti moda transportasi. Pricing yang sama juga harus menjadi pelatuk agar menimbulakn respon para pengunjung berupa mengganti lokasi parkir, waktu, durasi, dan moda tanpa membuat titik tersebut menjadi tidak menarik. Dengna

26 Michael Kodransky and Gabrielle Hermann, Europe ’ s Parking U-Turn : From Accommodation to Regulation

begitu, permintaan terhadap parkir on-street di jam sibuk akan menurun karena telah terdistribusi pada titik lain, dan sebagian sudah tidak membutuhkan parkir sama sekali dengna beralih moda transportasi.

Namun, untuk membangun sistem manajemen parkir yang memanfaatkan fleksibilitas degan harga yang progresif dan menyesuaikan membutuhkan bantuan teknologi. teknologi paling umum adalah mesin parkir yang mengukur harga dan menetapkan harga disesuaikan dengan pembatasan dan regulasi. Mesin parkir sendiri dikenal cukup efektif dalam manajemen parkir. Pertama kali digunakan di Oklahoma, Amerika Serikat pada 1935, berhasih mengopimalkan fungsi trotoar dan meminimalkan jumlah kendaraan yang menghambat lalu lintas. 26

(New York: Institute for Transportation and Development Policy, 2011). Hal. 22.

Page 16: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[15]

Dengan mesin parkir, perhitungan dilakukan secara otomatis. Manajemen parkir hanya perlu mengatur kapan harga akan dinaikkan dan kapan harga akan diturunakn di suatu jalan tertentu. Untuk pembatasan waktu dapat diberitahukan melalui mesin. Para petugas parkir masih dapat diperkerjakan untuk meng-assist dan menjadi pengawas praktik parkir. Tentu keterlibatan mereka harus professional, diupah dengan layak.

Page 17: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[16]

Di setiap tempat, parkir merupakan komponen penting dalam penentuan kebijakan transportasi atau pun tata kelola kota, terutama di kota-kota besar. Banyak hal-hal penting yang dipengaruhi oleh manajemen parkir seperti penggunaan lahan, kualitas udara, kemacetan, perilaku berkendara, keamanan di jalan raya, pendapatan daerah, serta perkembagnan ekonomi kota. Namun meski begitu, nampaknya mengelola parkir secara efektif dan tepat masihlah merupakan sebuah kendala besar yang sulit dilakukan oleh kota-kota besar,27 termasuk Kota Bandung.

Sebagai komponen penting bagi wilayah kota besar, parkir on-street memegang peranan sebagai kunci utama dalam peningkatan bisnis kota, terlebih bagi daerah-daerah komersil atau pusat bisnis. Mengapa demikian? Karena parkir on-street memungkinkan para pengguna kendaraan secara bergantian untuk singgah di beberapa titik sehingga memudahkan akses pada lokasi-lokasi bisnis dengan cepat. Selain itu, parkir on-street juga menggunakan lahan yang lebih sedikit ketimbang off-street. Bahkan dari segi keamanan, parkir on-street memiliki kontribusi menciptakan lingkungan yang aman bagi pejalan kaki karena mampu menjadi penghalang antara arus lalu litas dengna pejalan

27 Elliot G. Sander and Allison L C De Cerreño, The Dynamics of On-Street Parking in Large Central Cities (New York: Rudin Center for Transportation Policy & Management at New York University, 2002). Hal. 1.

kaki di trotoar, serta mengurai kecepatan arus lalu lintas dan mengurangi resiko kecelakaan fatal.28

Sebagai salah satu kota besar yang sibuk, Kota Bandung ternyata dijangkiti oleh permasalahan parkir yang cukup serius. Gejala tersebut dapat dilihat dari maraknya parkir liar, parkir ganda, serta potensi-potensi kebahayaan akibat desain parkir yang tidak baik. Menurut Paul Barter, solusi masalah parkir yang sebenarnya justru sederhana dan tidak mahal, yakni manajemen parkir yang lebih baik. Dengan manajeman yang baiklah kita dapat mengakhiri kekacauan akibat parkir dan membuat pengunaan jalan menjadi lebih efektif, aman, tidak meningkatakan bisnis setempat, penduduk sekitar, pengguna transportasi umum masal seperti bus, pejalan kaki, dan pengguna sepeda.29 Merangkum pendapat Paul Barter, setidaknya ada kriteria-kriteria manajemen parkir yang baik, yakni:

Desain parkir yang

memaksimalkan

keselamatan

Desain parkir yang memaksimalkan keselamatan diperoleh dengan pengaturan agar kegiatan parkir tidak menghalangi garis pandang

28 Ibid. Hal. 1-2. 29 Paul Barter, Op.Cit. Hal. 1

BAB 3 ANALISIS PRAKTIK PERPARKIRAN

DALAM KERANGKA MODEL MANAJEMEN

PARKIR ON-STREET

Page 18: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[17]

pengendara terhadap kemungkinan munculnya kendaraan lain di persimpangan jalan, kemungkinan keluar masuk kendaraan atau orang di gerbang sekolah atau bagunan lain, serta kemungkinan penyebrang jalan di zebra cross. Pengimplementasian kebijakan tersebut yang paling umum adalah dengan tidak menyediakan fasilitas parkir on-street di badan jalan pada sekian meter di sekitar persimpangan, bangunan sekolah serta zebra cross. Fasilitas parkir juga harus memperhatikan keselamatan pengguna jalan lain seperti sepeda sehingga perlu diupayakan tidak terjadi tumpang tindih antara fasilitas parkir dengan jalur sepeda atau desain yang membayahakan seperti meleyediakan fasilitas parkir disamping jalur sepeda pada sisi yang salah sehingga berpotensi membahayakan pesepeda ketika pelaku parkir roda empat membuka pintu kendaraannya.

(a) Jalan Mohammad Toha

Berdasarkan observasi terhadap 6 ruas jalan di Kota Bandung menunjukkan bahwa secara umum

desain parkir masih tidak memperhatikan keselamatan. Dalam hal desain kemanan, masih terdapat marka parkir yang tumpang tindih dengan zona selamat sekolah (ZOSS) yang tentu keberadannya sangat membahayakan siswa penyebrang jalan karena pengendara di Jalan Mohammad Toha akan terhalangi garis pandangnya terhadap para penyebrang jalan oleh kendaraan-kendaraan yang terparkir di sekitar ZOSS.30 Khususnya jika kendaraan tersebut melaju menggunakan lajur kiri. Sebagai gantinya, kehilangan ruang parkir ini dapat dialihkan dengan mengoptimalkan penggunaan parkir off-street di depan pertokoan atau perkantoran. Otoritas penyelenggara perparkiran harus dapat berkoordinasi dengan para pemilik toko dan perkantoran untuk mengizinkan sebagian ruang parkir di pertokoan atau perkantorannya digunakan oleh umum.

30 Ibid. Hlm. 33

Gambar 2 menunjukkan ruang parkir yang tumpang tindih dengan ZOSS

Gambar 1 menunjukkan ruang parkir yang terlalu dekat dengan zebra cross di Jalan Mohammad Toha

Page 19: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[18]

Permalahan tersebut menjadi pelik mengingat ruang parkir yang berada di atas ZOSS salah satunya diperuntukan bagi jemaat gereja yang letaknya tepat di depan sekolah tersebut. Namun memperhatikan karakteristik situsnya, gereja bukanlah situs yang akan ramai setiap hari, melainkan pada hari besar tertentu serta hari minggu (yang mana di sekolah tidak terdapat aktifitas). Sehingga lebih baik jika ruang parkir tersebut harus dipertahankan, hendaknya hanya dapat digunakan di jam-jam atau hari tertentu. Di atas jam sekolah serta di hari libur sekolah. Namun ruangnya tetap harus dipersempit untuk memberikan jarak terhadap zebra cross yang juga memfasilitasi keselamatan para jemaat dan penyebrang jalan pada umumnya.

Selain tumpang tindih antara marka parkir dengan ZOSS, marka parkir di Jalan Mohammad

Toha juga tidak meluangkan ruang kosong yang cukup dari zebra cross. Minimnya jarak antara ruang parkir dengan zebra cross sangatlah membahayakan (lihat gambar 3&4) para pengguna zebra cross sebab aktifitas penyebrangannya sulit diketahui oleh kendaraan

31 Ibid.

yang melaju di Jalan Mohammad Toha disebabkan oleh sebab yang sama dengan kasus ZOSS, yakni terhalanginya garis pandang.31 Perlu kita ketahui bahwa dalam perspektif kendaraan yang melaju, jarak pandang yang jelas dan cukup sangat krusial karena memberikan waktu lebih untuk melakukan respon dengan cepat. Selain itu kebaradaan ruang parkir tepat di persimpangan

juga menimbulkan resiko tersendat yang berbahaya bagi kendaraan yang masuk ke Jalan Mohammad Toha.

(a) Jalan Palasari

Selain Jalan Mohammad Toha, desain keselamatan parkir di Jalan Palasari adalah salah satu yang terburuk yang teramati oleh peneliti. Untuk ruas jalan yang berhadapan dengan Jalan Palasari, parkir on-street bagi sepeda motor diletakan di sisi jalan yang tak beraspal dengan jarak ketinggian yang cukup menyulitkan sehingga mengharuskan pengendara untuk dibantu oleh ptugas parkir. Ditengah sibuknya arus lalu lintas di Jalan Palasari, keadaan tersebut selain berbahaya juga menambah kemacetan.

Gambar 3 menunjukkan bagaimana garis pandang

pengendara terhadap penyebrang jalan terhalangi oleh

kendaraan roda empat yang terparkir

Gambar 4 menunjukkan bagaimana garis pandang

pengendara terhadap penyebrang jalan terhalangi oleh

kendaraan roda empat yang terparkir dari perspektif

pejalan kaki

Page 20: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[19]

Selain itu jarak antara marka parkir dengan fasilitas penyebrangan jalan zebra cross terlalu dekat dan tidak ideal sehingga berbahaya bagi penyebrang jalan, bahkan salah satu marka tumpang tindih dengan zebra cross yang jelas mematikan fungsi zebra cross untuk menghantar keselamatan bagi para penyebrang jalan.

.

Gambar 5 menunjukkan jarak ruang parkir

dengan zebra cross dan halaman gerbang sekolah

Gambar 6 menunjukkan tidak idelanya jarak

antara ruang parkir dengan persimpangan jalan

kecil

Gambar 7 menunjukkan parkir motor tanpa aspal

Gambar 8 menunjukkan ruang parkir resmi yang

tumpang tindih dengan zebra cross di Jalan

Palasar (hijau= halaman gerbang sekolah

Page 21: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[20]

(b) Jalan Otto Iskandar Di Nata

Tidak idealnya jarak antara zebra cross serta persimpangan dengan ruang parkir juga terjadi di Jalan OttoIskandar Di. Namun dalam kasus kali ini, ruang parkir yang berada di dekat zebra-cross serta persimpangan jalan merupakan ruang parkir khusus sepeda motor yang ketinggiannya tidak cukup untuk menghalangi garis pandang pengendara terhadap penyebrang. Masalah utama di ruas jalan ini terkait dengan

desain parkir adalah terdapat bentrok yang kronis antar ruang parkir dengan perhentian bus yang sangat membahayakan para pelaku parkir. Jika idealnya jarak antara ruang parkir dengan perhentian bus adalah 20 meter, di Jalan Otto Iskandar Di Nata, ruang parkir berdiri tepat diatas perhentian bus dimana hal tersebut jelas sangat membahayakan pelaku parkir, terlebih bagi para calon penumpang bus atau angkuta kota yang terpaksa berjalan cukup jauh ke dalam badan jalan yang ramai untuk mendapatkan bus.

(c) Jalan Dipatiukur

Selanjutnya di Jalan Dipatiukur dimana sejatinya pada ruas jalan tersebut tak ada yang diperuntukan bagi parkir on-street. Hal tersebut diketahui dari tidak adanya mesin parkir serta marka yang menandai ruang parkir on-street. Sebaliknya ruas Jalan Dipatiukur justru diperuntukan untuk para pesepeda dengan terdapatnya jalur khusus sepeda. Sayangnya, sepanjang jalur tersebut justru disalahgunakan untuk parkir secara liar.

Selain konflik dengan jalur sepeda, parkir luar juga konflik dengan fungsi perhntian bus dimana praktik parkir liar sangat berdekatan dengan perhentian bus yang terdapat di depan Kampus Iwa Koesoemaatmadja Universitas Padjadjaran.

Idealnya, sekitar 20 meter dari setelah dan sesudah halte bus adalah area yang steril demi kemanan. Sehingga dari segi kemanan, masalah parkir yang ada di Jalan Dipatiukur termasuk yang sangat kroni

(d) Jalan Braga dan Jalan Cisangkuy

Dari keseluruhan ruas jalan yang desain parkir on-street-nya diobervasi, desain keselamatan yang cukup ideal baru ditemukan di Jalan Braga. Hasil observasi penelti menemukan bahwa Jalan Braga merupakan salah satu ruas jalan dengan desain keamanan yang cukup ideal. Meski tidak didapati marka jalan untuk menandai ruas parkir on-street karena mempertimbangkan nilai sejarah dan estetik dari jalan tersebut. Namun ketiadaan marka tersebut diarengi

Gambar 9 menunjukkan ruang parkir resmi

(ditandai dengan marka dan mesin parkir) tepat

dibawah ruang perhentian bus dan angkutan

kota di Jalan Otto Iskadndar Di Nata

Gambar 9 menunjukkan ruang parkir resmi (ditandai

dengan marka dan mesin parkir) tepat dibawah ruang

perhentian bus dan angkutan kota di Jalan Otto

Iskadndar Di Nata dari perspektif lain

Page 22: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[21]

dengan petugas parkir yang mampu menertibkan parkir di ruas jalan tersebut

Di ruas jalan yang cukup kecil ini, sedikit didapati kendaraan roda empat yang menggunakan parkir on-street. Alhasil, penggunaan parkir on-street didominasi oleh sepeda motor saja. Mempertimbangkan keramaian arus lalu lintas di ruas jalan tersebut serta sempitnya ruas Jalan Braga, praktik semacam itu sangatlah cocok. Hal tersebut karena

sepeda motor memiliki sifat yang lebih fleksibel dalam hal keluar masuk ruang parkir sehingga hanya menghasilkan dampak yang minim terhdap arus lalu lintas. Disisi lain, dampak kecil tersebut telah berhasil mereduksi kecepatan laju kendaraan sehingga memaksimalkan keamanan bagi para pejalan kaki, mengingat area tersebut sangat banyak didapati pejalan kaki.

Gambar 11 menunjukkan parkir liar di dekat perhentian

Bus (area merah),

Gambar 12 menunjukkan kendaraan yang berparkir

diatas jalur khusus sepeda di Jalan Dipatiukur

Gambar 13 meunjukkan penampakan parkir on-street di

Jalan Braga

Page 23: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[22]

Hal tersebut nampaknya selaras dengan apa yang dikemukakan oleh Paul Barter terkait komposisi sempurna dalam menentukan kebijakan parkir on-street akan menambah tingkat kemanan bagai pejalan kaki karena keberadaan parkir yang berhasil mengurangi kecepatan laju arus lalu lintas jalan yang ditempatinya. 32 Kemudian terkait nasib para pengendara roda empat, mereka akan sedikit ‘dipaksa untuk memilih’ menggunakan parkir off-street dengan layanan vallet. Itu mengapa Jalan Braga, dari segi desain kemananan merupakan jalan yang cukup ideal. Sama seperti Jalan Braga, Jalan Cisangkuy juga

tidak didapati masalah-masalah terkait dengan desain keselamatan.

Fenomena ini dapat dijadikan pertimbangan untuk mengeliminasi seluruh kegiatan parkir roda empat di ruas Jalan Braga untuk memaksimalkan penggunaan ruang parkir serta mempertahakan lingkungan parkir yang positif bagi pejalan kaki. Mengingat pula bahwa terdapat banyak opsi ruang parkir on-street maupun off-street di sekitar Jalan Braga bagi pengendara roda empat.

Nama Jalan Kebahayaan bagi …

Pejalan kaki Kendaraan lain Pelaku parkir

Mohammad Toha Ruang parkir terlalu dekat dengan zebra cross, dan tumpang tindih dengan zona siswa sekolah

Ruang parkir terlalu dekat dengan persimpangan

Palasari Ruang parkir terlalu dekat dengan zebra cross,

Ruang parkir yang digunakan oleh sepeda motor tidak beraspal

Otto Iskandar Di Nata Ruang parkir terlalu dekat dengan zebra cross,

Ruang parkir terlalu dekat dengan persimpangan

Ruang parkir terlalu dekat dengan perhentian bus

Dipatiukur Parkir liar diatas jalur khusus sepeda

parkir liar di dekat perhentian bus

Braga

Cisangkuy

Tabel: 3

32 Ibid. Hlm. 33.

Page 24: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[23]

Desain parkir yang tidak

meniadakan titik-titik vital

jalan

Keberadaan fasilitas parkir perlu didesain agar tidak menghilangkan keberadaan baik struktur atau fungsi dari fasilitas jalan lain seperti perhentian bus, ruang angkut logistik dan orang, fasilitas trotoar baik yang bersifat estetika atau titik kegiatan warga, serta keberadaan fasilitas parkir bagi kendaraan yang kerap tidak begitu diperhatikan seperti parkir sepeda motor. Sebab fasilitas-fasilitas tersebt juga memiliki peranan yang tak kalah penting sebagai penunjang fasilitas jalan. Mengeliminasi keberadaan fasilitas-fasilitas lain demi menambah fasilitas parkir atau karena alasan lain seperti buruknya desain parkir akan menimbulkan masalah-masalah lain di jalan raya. 33

(a) Jalan Mohammad TOha

Terkait hal itu, hasil observasi pada Jalan Mohammad Toha menunjukkan bahwa keberadaan marka-marka parkir di beberpa ruas jalan di Mohammad Toha telah mematikan fungsi keberadaan ZOSS serta zebra cross yang bertujuan untuk memberi keselamatan pada penyebrang jalan dan siswa sekolah. Hal ini perlu ditangani sebab keberadaan ruang parkir tidak boleh sampai meniadakan atau meniadakan fungsi dari fasilitas jalan lain sehingga menimbulkan kekacauan lain. Keberadaan Ruang parkir yang tumpang tindih dengan ZOSS perlu dihilangkan dan keberadaan ruang parkir di jarak yang sangat dekat dengan zebra cross pun harus ditiadakan demi mengembalikan fungsi kedua fasilitas jalan tersebut di Jalan Mohammad Toha.

Selain itu terjadinya konflik ruang antara ruang parkir dengan ruang angkut orang oleh Angkutan Kota lebih disebabkan karena ketidaktertiban para pengendara angkutan kota atau pun para penumpangnya. Sebab fasilitas berupa halte telah disediakan untuk menjadi titik angkut orang di jalan Mohammad Toha. Masalah ini adalah masalah yang dapat diselesaikan dengan penegakkan hukum yang lebih kuat.

33 Ibid. Hlm. 41.

Kemudian terkait fasilitas berupa ruang angkut logistik—mengingat terdapat banyak pertokoan di sepanjang Jalan Mohammad Toha—tidak disediakan ruang seccara khusus baik yang ditandai dengan marka atau pun tanda-tanda lalu lintas. Namun kendaraan yang mengangkut logistik diperbolehkan untuk melakukan kegiatannya di ruang parkir selama tidak lebih dari 15 menit. Jika berhentinya kendaraan tersebut melebihi waktu 15 menit, mana akan dihitung sebagai keadaan parkir dan akan dikenakan biaya parkir. Meski sistem waktu ini merupakan salah satu pilihan dalam penyediaan fasilitas ruang angkut logisitik, namun peneliti beranggapan bahwa demi kepastian hukum sebaiknya disediakan ruang khusus yang ditandai baik dengan marka maupun tanda-tanda lalu lintas di jalan Mohammad Toha. Pada umunya, praktik waktu minimum ini juga diterapkan di ruas jalan lain.

(b) Jalan Palasari

Kemudian untuk Jalan Palasari, dalam hal keselarasan dengan fasilitas jalan lain, desain parkir on-street di Jalan Palasari juga tidak begitu baik. Jarak ruang parkir dengan halte kendaraan umum secara umum tidak begitu bermasalah (konfliknya justru adalah dengan zebra cross). Masalah utama ruang parkir di Jalan Palasari adalah justru karena ruang parkir on-street itu sendirilah yang keberadaannya sangat mengganggu arus lalu lintas. Parkir on-street dengan posisi demikian di Jalan Palasari seharusnya tidak perlu ragu-ragu untuk ditiadakan mengingat terdapatnya fasilitas parkir off-street yang sangat dekat jaraknya namun tidak beitu termanfaatkan.

Untuk ruang angkut barang, mengingat pada jalan tersebut terletak Pasar Palasari yang merupakan salah satu pusat buku di Kota Bandung, tentu tidak boleh terlewatkan. Sejauh pemantauan tim peneliti, kegiatan menaik-turunkan logistik untuk pasar palasari tidak dilakukan dengan cara yang sama dengan cara yang dilakukan di Jalan Mohammad Toha (batas maksimum 15 menit) meski sebetulnya dapat saja dilakukan demikian. Kegiatan tersebut dilakukan di ruang di belakang pasar sehingga sejatinya fsilitas tersebut telah ada, atau setidaknya fungsi

Page 25: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[24]

dari fasilitas tersebut sudah berjalan tanpa berkonflik dengan ruang parkir on-street.

Selain itu, tidak didapati satu pun ruang parkir on-street yang diperuntukan untuk sepeda motor, padahal kendaraan roda dua tersebut sangatlah krusial dalam mobilitas sehari-hari warga Kota Bandung. Bentuk marka yang ada di sepanjang Jalan Palasari sendiri pun tak menunjukkan

adanya peruntukan untuk jenis kendaraan tersebut. Pada akhirnya, sepeda motor diparkirkan diatas trotoar secara liar. Namun meski begitu, UPT Parkir perlu mempertimbangkan untuk mengelola parkir sepeda motor dengan jenis pavement selama trotoar tidak begitu sempit dan menggangu atau pun membahayakan pejalan kaki. Khususnya bagi ruas jalan yang ramai namun terbatas ruangnya seperti Jalan Palasari. Sayangnya saat ini, praktik memarkirkan sepeda moor pada trotoar di Jalan Palasari masih tergolong parkir liar.

(c) Jalan Otto Iskandar Di Nata

Meski kedua jalan tersebut memang masih belum optimal dalam hal menempatkan ruang parkir agar tidak meniadakan fasilitas jalan lain, namun kasus yang dapat dibilang paling janggal terjadi di Jalan Otto Iskandar Di Nata. Seperti telah disinggung pula sebelumnya, desain kemanan yang tidak baik pada jalan ini telah mematikan fungsi dari zebra-cross di ruas jalan tersebut. Namun yang paling membigungkan adalah tersedianya ruang parkir bermarka tepat di bawah tanda perhentian bus. Desain yang seperti itu menempatkan kebahayaan yang besar bagi pelaku parkir maupun bagi para calon

penumpang bus. Seharusnya, keberadaan ruang parkir tidak terlalu memaksakan untuk diletakan di bawah tanda perhentian bus sebab seharusnya ada jarak antara perhentian bus dengan ruang parkir.

Selanjutnya untuk ruang angkut barang, masih sama seperti yang terjadi di Jalan Mohammad Toha dimana tidak terdapat marka atau tanda khusus untuk memfasilitasi kendaraan angkut, namun berlaku peraturan maksimum 15 menit. Tentu kedepannya, keberadaan fasilitas ruang angkut barang khususnya di wilayah pertokoan haruslah diadakan. Selain itu, permasalahan di Jalan Otto Iskanda Di Nata

Gambar 14 menunjukkan penampakan parkir liar diatas

trotoar

Gambar 15 menunjukkan ruang yang sama merupakan

potensi pengadaan pavement parking untuk sepeda

motor’

Page 26: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[25]

cukup kompleks, tidak semua dsisebabkan oleh desain parkir, melainkan keberadaan kaki lima serta angkutan umum yang tidak tertib (hal-hal yang tidak kami pertimbangkan dalam penelitian parkir ini, namun dapat pula menyediakan ruang khusus kaki lima). Hal yang positif di ruas jalan ini adalah keberadaan ruang parkir khusus sepeda motor yang sudah sangat diperhatikan keberadaannya.

(d) Jalan Dipatiukur

Berbeda dengan Jalan Dipatiukur dimana tidak ditemui parkir on-street dan bergantung pada parkir off-street, terganggunya fasilitas jalan terjadi akibat parkir liar. Para pelaku parkir memarkirkan kendaraannya diatas jalur khusus sepeda yang jelas mematikan fungsi dari fasilitas tersebut. Begitu pula dengan perilaku memarkirkan kendarannya di sekitar tempat perhentian bus dengan jarak yang sangat dekat

jelas mengganggu lalu lintas perberhentian serta keberangkatan bus, disamping berbahaya bagi para pelaku parkir. Namun di tengah fenomana tersebut, parkir off-street di halaman pertokoan ataupun situs-situs lain di sepanjang jalan nyatanya tidak termanfaatkan secara optimal. Maka kerja sama untuk memaksimalkan penggunaan parkir jenis ini perlu dipertimbangkan.

(e) Jalan Braga dan Jalan Cisangkuy

Berbeda dengan keempat ruas jalan tadi, untuk Jalan Braga dan Jalan Cisangkuy,dalam hal keselarasan dengan fasilitas lain, ruas parkir on-street di Jalan Braga tidak mengalami konflik apapun dengan struktur mau pun fungsi dari fasilitas jalan lain seperti trotoar, persimpangan, dan zebra cross sehingga desainnya sudah cukup ideal.

Nama Jalan Ruang parkir berkonflik dengan …

Ruang angkut orang

Ruang angkut barang

Jalur khusus kendaraan lain

Fasilitas pejalan kaki

Mohammad Toha Ketidaktertiban angkutan umum menyebabkan konflik dengan ruang parker

(skema <15 menit)

Ruang parkir tumpang tindih dengan ZOSS serta terlalu dekat dengan zebra cross

Palasari Praktik parkir liar sepeda motor diatas trotoar (perlu pertimbangan untuk

Gambar 16 menunjukkan ruang yang sama merupakan

potensi pengadaan pavement parking untuk sepeda

motor’

Page 27: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[26]

diregulasi menjadi pavement parking)

Otto Iskandar Di Nata

Ruang parkir berada tepat dibawah tanda ruang henti bus

(skema <15 menit)

Dipatiukur Parkir liar di dekat ruang perhentian bus

Parkir liar diatas jalur khusus sepeda

Braga

Cisangkuy

Tabel: 4

Menajemen parkir dengan

skema penjatahan

Sebagai fasilitas umum yang digunakan bersama-sama, maka tidak ada salahnya melakukan skema rationing terhadap penggunakan fasilitas tersebut. Tujuan tentu untuk mengendalikan penggunaan parkir sesuai dengan kehendak perumus kebijakan. Arahnya harus diarahkan pada mengurangi pemakaian di titik-titik ramai serta mendistribusikan keramaian tersebut ke titik-titik lain terdekat. Skema penjatahan ini dapat dilakukan degan berbagai cara baik penaturan tarif atau pun pembatasan waktu. 34

Sayangnya berdasarkan pada hasil observasi, secara umum praktik tersebut tidak ditemukan di Kota Bandung. Tarif parkir di lapangan ternyata sangat statis dan tidak ditemukan teknik pricing demi melakukan skema penjatahanan atau rationing. Padahal skema penjatahan merupakan ‘senjata’ yang cukup ampuh untuk memodifikasi permintaan parkir pada titik tertentu. Satu-satunya jalan yang kami observasi dan memiliki fenmena serupa skema penjatahan adalah Jalan Braga dimana praktik parkir on-street disana umumnya dilakukan oleh sepeda motor. Apa yang terjadi di Jalan Braga adalah terpisahnya parkir untuk kendaraan roda dua (secara on-street) dan roda empat (secara off-street atau diluar Jalan Braga). Hal tersebut cukup berhasil mengurai

34 Ibid. Hal. 51

kepadatan parkir on-street di ruas jalan tersebut, juga kegiatan keluar masuk kendaraan roda dua ke ruang parkir dapat menyeimbangkan arus lalu lintas yang memuat Jalan Braga memiliki arus lambat yang menunjang keselamatan pejalan kaki disana, mengingat Jalan Braga merupakan salah satu destinasi wisata yang ramai pejalan kaki.

Namun yang paling perlu diperhatikan disini adalah perhentian khusus orang dengan keterbatasan fisik. Sepanjang observasi peneliti, tidak ditemukan ruang parkir on-street yang khsuus diperuntukan untuk penyandang keterbatasan fisik. Skema rationing berupa penyediaan khusus sangat diperlukan untuk menjamain penggunaan fasilitas umum berupa parkir on-street ini juga dinikmati oleh para penyendang keterbatasan fisik.

Selain itu perlu diperhatikan terkait tidak maksimalnya penggunaan potensi mesin parkir. Di Bandung mesin parkir menjadi objek tersendiri yang digunakan hanya untuk menyimpan database pengguna parkir dan mengakumulasi harga berdasarkan durasi (yang pada praktiknya sangat jarang sekali digunakan sehingga tarif menjadi statis). Padahal penggunaan mesin parkir harus didorong untuk mencapai kemanfaatan yang besar, misalnya membuat seluruh mesin parkir terkoneksi satu sama lain, sehingga mesin parkir tidak hanya menyimpan database pengguna parkir di jalannya namun juga di jalan lain. Selain itu database yang disimpan tidak hanya digunakan untuk mengakumulasikan harga berdasarkan durasi, tetapi juga berdasarkan

Page 28: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[27]

kepadatan dimana nantinya ruas jalan yang padat akan memiliki tarif yang lebih tinggi ketimbang yang tidak padat.

Manajemen parkir dengan

memanfaatkan fleksibilitas

pengendara

Manajemen parkir dengan memanfaatkan fleksibilitas pengendara maksudnya adalah mewujdukan pengendalian perilaku pelaku parkir sesuai dengan yang diinginkan oleh perumus kebijakan dengan memanfaatkan fleksibilitas para pengendara. Fleksibilitas tersebut memiliki beragam pola dengan beragam variabel yang mempengaruhi pilihan para pelaku parkir dalam melaukan kegiatan parkirnya. Contoh perilaku fleksibel, yang ditunjukkan oleh para pelaku parkir diantaranya seperti berganti lokasi parkir on-street ke ruas jalan yang lain, berganti ke parkir off-street, merubah waktu kunjungan, mengubah durasi parkir, menggunakan satu kendaraan secara bersama-sama, beralih ke moda transportasi lain (umumnya transportasi publik), atau bahkan perilaku yang tidak diharapkan seperti menghindari destnasi dan beralih ke destinasi lain.35

Tentu seluruh pemanfaatan terhadap perilaku fleksibel dari para pelaku parkir tersebut diwujudkan melalui penerapan suatu restriksi terhadap fasilitas parkir. Misalnya, penerapan tarif parkir progresif yang membuat parkir on-street menjadi lebih mahal dapat membuat pelaku parkir mengembangkan perilaku ride-sharing atau saling menumpang demi memecah tarif parkir agar tidak dibayar hanya oleh satu orang saja. Namun perlu diingat pula bahwa pilihan perlaku tadi dipengaruhi oleh berbagai variabel. Misal untuk contoh perilaku ride-sharing variabel paling dominan adalah tujuan parkir serta kesamaan atau kedekatan destinasi. Oleh karenanya perilaku tersbeut baru akan memiliki peluang besar untuk dijadikan pilihan berperilaku oleh para pelaku parkir jika diterapkan diruas jalan dekat perantoran, misalnya. 36

Namun kembali disayangkan adalah bahwa di Kota Bandung praktik yang demikian tidaklah terjadi kecuali di Jalan braga dengan terjadinya

35 Ibid. Hal. 15-16.

fenomena tersendiri diamana kendaraan roda empat cenderung untuk memarkirkan kendaraannya di ruang parkir off-street di jalan tersebut. Dengan tersedianya parkir off-street dan jasa valet, para pengguna kendaraan roda empat ‘dipaksa untuk memilih’ parkir off-street di dalam mall untuk memarkirkan kendaraannya. Hal tersebut adalah salah satu potensi pemanfaatan fleksibilitas pengendara dalam hal menentukan lokasi parkir di Jalan Braga yang perlu dipertimbangkan oleh Pemerintah. Skema semacam ini perlu dipertimbangkan kedepannya untuk dipraktikan di jalan-jalan lain. Tentu karena karakterisitik yang berbeda, setiap ruas jalan akan memiliki penerapan dan model yang juga berbeda-beda dari Jalan Braga.

Apabila kita simpulkan, dari keempat ukuran tersebut, Kota Bandung masih memiliki banyak kelemahan khususnya pada bidang yang berkaitan dengan kontrol terhadap perilaku parkir (skema rationing dan pemanfaatan fleksibilitas). Padahal kontrol terhadap perilaku parkir tersebut adalah kunci dalam membendung permintaan parkir yang banyak agar tidak berujung pada kekacauan dan ketidaktertiban seperti parkir liar atau pun parkir ganda. Dari sisi keselamatan, desain parkir masih tidak begitu memfasilitasi keselamtan baik bagi para pelaku parkir, pejalan kaki, dan kendaraan lain. Hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana ruang parkir masih berdiri diatas ZOSS di Jalan Mohammad Toha atau pun ruang parkir yang berkonflik dengan zebra cross di Jalan Palasari.

Sehingga apabila dirincikan, masalah-masalah dalam praktik parkir on-street yang terjadi di Kota Bandung diantara lain adalah ;

a. Ruang parkir terlalu dekat atau tumpang tindih dengan zebra cross atau pun zona siswa sekolah

b. Ruang parkir terlalu dekat dengan persimpangan

c. Ruang parkir sepeda motor tidak tersedia atau tidak layak

d. Ruang parkir terlalu dekat atau tumpang tindih dengan ruang henti bus

e. Ruang parkir off-street tak termaanfaatkan f. Masih belum tersedia ruang khusus angkut

barang g. Ruang parkir terlalu dekat dengan halte

36 Ibid. Hal. 17.

Page 29: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[28]

h. Tidak tersedia ruang parkir utuk penyandang kekurangan fisik atau kelompok serupa

i. Tidak terdapat pricing serta skema pembatasan waktu untuk merekayasa perilaku parkir di tempat ramai

j. Secara umum pemanfaatan fleksibilitas pengendara belum dipraktikan.

Page 30: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[29]

Mengetahui bahwa manajemen parkir yang baik merupakan solusi dari rumitnya permasalahan parkir, membuat kita menyayangkan perkembangan belakangan ini yang menunjukkan bahwa perencanaan dan manajemen parkir cenderung kearah meningkatkan persediaan titik parkir dan berusaha menekan tarif parkir yang mana hal tersebut akan menimbulkan konsekuensi yang buruk. Salah satunya yakni peningkatan penggunaan kendaraan pribadi, dan tentunya hal tersebut berbanding lurus dengan melonjaknya kemacetan, stress, resiko kecelakaan, serta polusi udara kronis perkotaan. Sehingga para ahli, juga organisasi-organisas yag memiliki concern pada bidang tersebut sepakat bahwa paradigma yang mendasari perencanaan dan manajemen parkir saat ini harus dirubah.37

Di kota dimana parkir menjadi masalah serius, pemandangan di jalan pusat bisnis menjadi incaran parkir on-street umumnya berupa parkir di trotoar, menghalangi perhentian kendaraan masal seperti bus, angkutan kota, atau sampai memaksa pejalan kaki berjalan di area berbahaya antara titik parkir dan arus lalu lintas. Ekses dari permasalahan tersebut adalah asumsi keliru yang muncul yakni kurangnya persediaan titik parkir di area tersebut sedangkan parkir off-street sekitar tidak pernah termanfaatkan secara optimal.38

37 Todd Litman, Parking Taxes: Evaluating Options and Impacts, Victoria Transport Policy Institute, 2013. Hal.2

Padahal jika permintan (demand) terhadap parkir meningkat tanpa dibarengi dengan manajemen yang baik, masalah akan menjadi ekstrem. 39 Adapun ukuran terkait manajemen tersebut penulis rumuskan mejadi berikut

1. Desain parkir yang memaksimalkan keselamatan

2. Desain parkir yang tidak meniadakan titik-titik vital jalan

3. Menajemen parkir dengan skema penjatahan

4. Manajemen parkir dengan memanfaatkan fleksibilitas pengendara

Keempat kriteria tersebut harus terpenuhi untuk dapat menyelesaikan permasalahan-permaslahan terkait parkir yang terjadi di Kota Bandung.

Untuk itu laporan penelitian ini juga memasukkan hasil analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait sebagai parameter keseriusan Pemerintah dalam mengurus permasalahan prakir. Adapun terkait perparkiran di Kota Bandung, ada lima peraturan yang meregulasi kegaitan parkir, yakni:

1. Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan (UU LLAJ) yang mengatur secara umum terkait fasilitas

38 Op. Cit. Paul Barter, Hal. 5 39 Ibid. Hal. 4

BAB 4 ANALISIS REGULASI PERPARKIRAN

Page 31: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[30]

parkir pada Pasal 43 dan Pasal 44. Perda ini tidak memuat detail pengaturan desain parkir, tetapi hanya konsep umum bagaimana parkir harus dijalankan dengna peraturan pelaksana lainnya. Pada pasal 45 dan Pasal 46 diatur pula terkait fasilitas pendukung jalan seperti halte, track sepeda, dan lain-lain secara umum.

2. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perparkiran (Perda Parkir Bandung) yang mengatur ketentuan parkir di Kota Bandung secara umum, seperti standar umum fasilitas parkir, membagi parkir berdasarkan wilayah, dan kewajiban petugas parkir secara umum.

3. Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan (Perda Perhubungan dan Retribusi) yang mengatur tarif retribusi parkir di Kota Bandung berdasarkan jenis parkir, jenis kendaraan, dan pembagian wilayah.

4. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir (Pedoman Teknis Parkir) yang memuat standard teknis parkir dan penentuan model parkir sesuai dengan karakteristik jalan.

5. Keputusan Wali Kota Bandung Nomor 551/Kep. 648-DisHub/2017 tentang Penetapan Lokasi dan Posisi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir di Kota Bandung (Kepwal 551) yang menjelaskan jalan mana saja yang menjadi bagian dari pembagian wilayah parkir di Kota Bandung.

Titik tanya dalam pembahasan ini adalah, apakah peraturan-peraturan yang meregulasi kegiatan parkir di Kota Bandung tersebut, telah memenuhi kriteria manajamen parkir on-street yang baik berdasarakan teori Paul Barter. Apakah sebagai sebuah peraturan yang meregulasi kegiatan parkir, telah cukup lengkap melingkupi semua aspek manajemen parkir yang baik sesusi dengan teori Paul Barter.

40 Ibid.

Desain parkir yang

memaksimalkan

keselamatan

Keselamatan tentu harus menjadi pertimbangan utama dalam desain parkir on-street. Parkir on-street jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kebahayaan terkhusus bagi pejalan kaki, sebaliknya pengelolaan yang baik justru meningkatkan keselamatan pejalan kaki. Desain parkir yang memperhatikan fakor keselamatan harus memperhatikan hal-hal berupa (1) persimpangan jalan, (2) Gerbang sekolah dan sejenisnya, (3) zebra cross, dan (4) fasilitas jalan lain.

Terkait dengan ini, Pasal 43 ayat (3) UU LLAJ mengatur bahwa:

“Fasilitas Parkir di dalam Ruang Milik Jalan hanya dapat diselenggarakan di tempat tertentu pada jalan kabupaten, jalan desa, atau jalan kota yang harus dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas, dan/atau Marka Jalan.”

Kemudian pada Pasal 3 ayat (3) Perda Parkir diatur bahwa:

“Setiap tempat parkir harus memperhatikan: (a) rencana tata ruang wilayah dan rencana detail tata ruang kota; (b) keselamatan, keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas; (c) penataan dan kelestarian lingkungan.”

Sehingga secara umum, regulasi terhadap parkir telah memasukan keselamatan sebagai salah satu factor yang perlu diperhatikan. Namun lebih lanjut, terkait dengan pengaturan teknis dalam desain parkir untuk mewujdukan keselamatan tersebut juga penting untuk ditelisik.

a. Gerbang sekolah dan sejenisnya.

Sama seperti persimpangan, lokasi parkir tidak boleh berada tepat disamping gerbang sekolah atau yang sejenisnya karena akan menghalangi garis pandang pengendara terhadap para kemungkinan dari orang atau kendaraan yag keluar dari gerbang sekolah. 40 Kemudian terkait

Page 32: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[31]

hal ini, diatur dalam BAB II Lampiran Pedoman Teknis Parkir bahwa 6 meter dari sisi gedung, parkir on-street harus ditiadakan.

b. Persimpangan jalan

Maksud dari desain parkir harus memperhatikan persimpangan jalan adalah bahwa peletakan titik parkir tidak boleh terlalu dekat dengan persimpangan jalan karena akan menghalangi garis pandang pengendara dan juga menimbulkan kekacauan.41 Terkait hal tersebut, dalam BAB II Lampiran Pedoman Teknis Parkir, ditentukan larangan larangan menempatkan titik parkir 25 meter dari persimpangan sebagai berikut:

Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam level peraturan, teknis parkir terkait dengan persimpangan jalan telah diatur sesuai dengna standar kemanan dengan memperhatikan persimpangan jalan. Meski dalam level praktik, marka-marka yang menandai ruang parkir di Kota Bandung nampkanya tidak dibuat dengan memperhatikan peraturan ini, sehingga seperti dijelskan dalam BAB sebelumnya, masih ada ruang parkir dengan jarak yang terlalu dekat dengan persimpangan.

Sehingga secara formal dalam regulasi sebanarnya ditentukan terkait desain keamanan parkir yang memperhatikan keluar masuk orang dan kendaraan di gedung termasuk sekolah. Hanya saja, ternyata permasalahan ada pada praktik yang tidak memperhatikan hal tersebut. Bahka salahs satu ruas jalan di Kota Bandung memiliki ruang parkir yang tumpeng tindih

dengan ZOSS yang notebenenya berada di sekitar gedung sekolah.

c. Zebra Cross

Masih dengan alasan yang sama, yakni untuk mencegah terhalanginya garus pandang pengemudi, lokasi parkir di samping zebra crossi harus ditiadakan. Keberadaan parkir on-street di samping zebra cross dikhawatirkan menghalangi garis pandang pengemdi terhadap kemungkinan penyebrang jalan sehingga menimbulkan resiko kecelakaan yang membahayakan penyebrang jalan. 42 Namun terkait hal ini, diatur dalam BAB II Lampiran Pedoman Teknis Parkir bahwa 6 meter dari zebra cross parkir harus ditiadakan. Namun hal ini sangat bertentangan dengan praktik yang terjadi di Kota Bandung dimana pada ruas-ruas jalan tertentu, masih terdapat ruang parkir di sekitar zebra cross.

41 Paul Barter. Hal. 33. 42 Ibid.

Page 33: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[32]

d. Fasilitas jalan lain

Fasilitas jalan lain seperti jalur khusus pengendara sepeda, titik angkut orang, serta perhentian bus harus diperhatikan dalam hal keselamatan. Parkir harus ditiadakan pada jalur sepeda dan titik angkut orang untuk meningkatkan kemanan. 43 Begitu pun dari perhentian bis perlu disediakan jarak aman setidaknya 10-20 meter. 44 Tentu kita tidak mengharapkan fenomena bus mengangkut penumpang di jalur arus lalu lintas karena terhalang oleh parkir.

Namun terkait dengan hal tersebut, tidak ditemukan regulasi yang secara spesifik menetapkan larangan untuk keberadaan ruang parkir di jalan dengan jalur sepeda. Begitu pula terkait titik angkut orang dan perhentian bus, tak ditemukan peraturan spesidik yang melarang dibangunnya ruang parkir disekitar titik angkut orang dan perhentian bus. Meski begitu, pentingnya keberadaan fasilitas-fasilitas tersebut diatur dalam Pasal 32 Perda Perhubungan dan Retribusi:

“Pemerintah Daerah dapat membangun fasilitas untuk pesepeda berupa jalur khusus sepeda dan shelter sepeda”

Terkait titik angkut orang pada Pasal 28 (1) Perda Perhubungan dan Retribusi:

“Di tempat-tempat tertentu pada jalur angkutan penumpang umum dalam trayek, dilengkapi dengan fasilitas pemberhentian berupa bangunan halte dan/atau rambu yang menyatakan tempat pemberhentian kendaraan umum.”

Sehingga, meski didapati aturan yang menegaskan pentingnya fasilitas tersebut dalam

43 Ibid.

kebijakan lalu lintas Kota, namun terkait parkir, berupa pelarangan masih ada kekosongan regulasi. Maka begitupun dari sisi praktik yang terjadi, cukup sering didapati konflik anara ruang parkir dengan fasilitas jalan lain seperti halte dan perhentian bus.

Desain parkir yang tidak

meniadakan titik-titik vital

jalan

Selain keselamatan, desain parkir harus memperhatikan keberadaan fasilitas lain yang sama-sama menjadi penunjang fungsi jalan. Fasilitas-fasilitas jalan, kerap menjadi korban penambahan ruang parkir akibat paradigm keliru bahwa msalah parkir adalah karena anggapan adanya kekurangan ruang parkir ketimbang kurang baiknya manajemen parkir. Fasilitas-fasilitas seperti perhentian bus, ruang angkut orang dan logistic, fasilitas estetika dan kegiatan warga pada trotoar juga parkir khusus sepeda motor tidak boleh ditiadakan,

Terkait perhentian bus, Pasal 45 ayat (1) UU LLAJ telah mengaskan pentingnya fasilitas pendukung tersebut.

“(1) Fasilitas pendukung penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan meliputi: (a)trotoar;(b)lajur sepeda;(c)tempat penyeberangan Pejalan Kaki;(d) Halte; dan/atau (e) fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut.”

Meski keberadaan fasilits-fasilitas tersebut memiliki tempat tersendiri dalam regulasi, tak da aturan yang secara spesifik menerangkan bahwa keberadaan fasilits-fasilitas vital tersebut prioritas

44 Ibid. Hal. 30.

Page 34: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[33]

terhadap kebutuhan membuka ruang parkir. Kemudian terkait ruang angkut logistik untuk jalan dengan pertokoan, Dinas Perhubungan Kota Bandung sebagai pihak yang berwenang tidak mengadakan ruang khusus yang dimaksud. Namun fasilitas untuk angkut logistik dilakukan dengan kebijakan berupa batas maksimum henti kendaraan. Artinya, bagi kendaraan logistik, biaya parkir akan dihitung sejak 15 menit pertama kendaraan tersebut berhenti.45 Dalam teori manajemen parkir Barter, opsi henti kendaraan maksimum adalah bentuk lain fasilitas angkut logistik.46

Fasilitas selanjutnya adalah parkir khusus sepeda motor. Menurur Barter fasilitas parkir motor dapat diadakan dengan dua opsi. Pertama meletakan ruang parkir di badang jalan, Kedua meletakan ruang parkir di atas trotoar dengan syarat diletakan diantara objek fasilitas trotoar sehingga tidak menghalangi pejalan kaki. 47 Untuk Kota Bandung sendiri, tidak mengenal pemisahan antara parkir mobil dan parkir sepeda motor dalam peraturan. Tidak ditemukan perbedaan definisi antara kedua jenis kendaraan tersebut dalam hal ruang parkir. Sehingga frasa “ruang parkir” merujuk pada ruang parkir untuk kedua jenis kendaraan tersebut.

Kekurangan dalam regulasi yang ada adalah penempatan fasilitas-fasilitas penunjang fungsi jalan seperti halte, fasilitas trotoar baik estetika atau tempat kegiatan warga diatas ruang parkir untuk menjamin objek-objek vital tersebut tidak dihilangkan untuk membuka ruang parkir. Sebab praktik yang telah terjai, keberadaan ruang parkir di beberapa ruas jalan telah meniadakan atau telah tidak membuat optimalnya fungsi dari fasilitas-fasilitas jalan lain seperti contohnya halte bus. Karena solusi atas permaslahan parkir bukanlah dengan semata-mata memperbanyak ruang parkir.

45 Wawancara Kepala Unit Pelaksana Tugas Parkir Kota Bandung, Dinas Perhubungan. 46 Ibid. Hal. 31. 47 Ibid. Hal. 41. 48 Ibid. Hal. 51

Manajemen parkir dengan

skema penjatahan

Sebagaimana diilustrasikan oleh Barter bahwa fasilitas parkir merupakan sumber daya terbuka yang perlu diatur pengunaannya agar tidak digunakan secara berlebihan.48 Skema penjatahan memungkinkan pengendalian permintaan parkir sehingga tidak terllau melonjak dan menimbulkan masalah-masalah terkait parkir. Penjatahan, pada umumnya dilakukan dengan cara:

1. Pemberlakuan batas durasi parkir 2. Penyediaan khusus selektif 3. Pengaturan harga (pricing)

Pemberlakuan batas durasi parkir artinya hanya mengizinkan pengemudi untuk parkir dalam durasi tertentu, selebihnya akan dikenakan sanksi. Sebagai skema penjatahan, pembatasan durasi cukup efektif dalam mendistribusikan penggunaan parkir di waktu sibuk. Namun tak didapati satu pun regulasi yang menetapkan batas durasi sebagaimana dijelaskan oleh Barter dalam peraturan-peraturan parkir Kota Bandung. Jika batas durasi parkir tidak ditentukan, maka skema penjatahan tidak berjalan dan kemungkinan pengunaan fasilitas parkir secara berlebihan sangat besar. Hal tersebut berujung pada tidak terkontrolnya permintaan parkir.

Model penjatahan dengan batas durasi dapat ditemukan di Belanda dengan nama blue zone/disc praking. Dimana pada tempat-tempat tertentu, ditentukan durasi parkir dengan sebuah tanda yang menunjukkan batas maksimum durasi parkir. Untuk menggunakan fasilitas ini, kendaraan harus memasanag disc pada dashboard mobil yang menunjukkan durasi parkir. Kemudian akan ada petugas yang berpatroli untuk memastikan tidak ada kendaraan yang parkir melebihi jumlah waktu yang ditentukan.49

Selanjutnya terkait penyediaan ruang khusus selektif artinya mengatur agar ruang parkir di titik tertentu adalah khusus untuk kalangan tertentu.

49 Amsterdam, Gemeente. “Parking on the Street and in Car Parks.” City of Amsterdam. Gemeente Amsterdam, November 9, 2019. https://www.amsterdam.nl/en/parking/on-street-parking/.

Page 35: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[34]

Paling umum adalah untuk para penderita kekurangan fisik seperti pengguna kursi roda. Idealnya, disediakan ruang parkir khusus tersendiri yang leih lebar untuk menunjang keterbatasan fisiknya. Terkait dengan ini, dalam Pasal 12 huruf (g) Perda Perhubungan dan Retribusi diatur:

“Setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan berupa: (a) rambu lalu lintas; (b) marka jalan; (c) alat pemberi isyarat lalu lintas; (d) alat penerangan jalan; (e) alat pengendali dan pengaman pengguna jalan; (f) alat pengawasan dan pengamanan jalan;(g) fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, penyandang cacat, lanjut usia, dan/atau orang sakit; (h) fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan.”

Namun aturan tersebut tidak scara spesifik mewajibkan diadakan ruang khusus untuk kalangan keterbatasan fisik, lanjut usia, dan orang sakit. Sehingga taka da aturan yang secara khusus mewajibkan pemerintah kota untuk sediakan fasilitas khusus tersebut, berupa ruang parkir. Karena saking luasnya rumusan pasal tersebut maka fasilitas yang dimaksud tidak harus berupa parkir. Adapun aturan terkait fasilitas penyandang kekurangan fisik diatur dalam peraturan lain (bukan aturan parkir) yakni pada Pasal 32 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 26 Tahun 2009 tentang Kesetaraan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat:

“Aksesibilitas pada jalan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) huruf b, dilaksanakan dengan menyediakan : (a) akses ke dan dari jalan umum; (b) akses ke tempat pemberhentian bis/kendaraan; (c) jembatan penyebrangan; (d) jalur penyebrangan bagi pejalan kaki; (e) tempat parkir dan naik turun penumpang.”

Maka tidak mengherankan bahwa di hasil observasi kami tidak menemukan satu pun ruang parkir yang khusus diperuntukan untuk penyandang kekurangan fisik. Selain untuk kalangan tersebut, penyediaan ruang khusus selektif juga dapat menarget para penduduk sekitar. Misal di jalan umum yang melintasi perumahan warga, maka tidak ada salahnya jika dilakukan skema penjatahan berupa penyediaan

50 Paul Barter. Op.Cit. Hal. 10-12

ruang parkir khusus penduduk agar tidak menjadi korban luapan parkir dari tempat lain, khususnya bila area perumahan tersebut terletak di deakt pusat komersil. 50

Kebijakan penjatahan selanjutnya adalah pricing. Dari cara-cara penjatahan diatas pricing adalah yang paling kuat, efisien, dan fleksibel.51 Pricing dimaksudkan menentukan tarif sedemikian rupa untuk merubah perilaku parkir para pengemudi. Pricing dapat digunakan untuk mengurasi titik parkir yang padat dengan menaikkan harga. Terkait dengna pricing pada parkir di Kota Bandung diatur di Pasal 6 ayat (1) Perda Parkir Bandung dengan rumusan

“Tempat parkir di badan jalan diklasifikasikan berdasarkan zona parkir yang terdiri dari : (a)zona parkir di Pusat Kota;(b) zona parkir di Penyangga Kota;dan (c) zona parkir di Pinggiran Kota.”

Kemudian pada Pasal 201 Perda Perhubungan dan Retribusi dijelaskan:

“Besarnya tarif Retribusi Pelayanan Parkir ditepi jalan umum dan tempat khusus parkir dan langganan/bulanan parkir, meliputi:

a. Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Kawasan Pinggiran Kota tarifnya ditetapkan sebagai berikut: 1) Kendaraan bermuatan truk gandengan/

trailer/kontainer sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

2) Kendaraan bermotor bus/truck sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah);

3) Kendaraan bermotor angkutan barang jenis box dan pick up Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah);

4) bermotor roda empat/roda tiga/sedan dan sejenisnya Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah);

51 Ibid..

Page 36: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[35]

5) motor Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 1.000,00 (seribu rupiah).

b. Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Kawasan Penyangga Kota, tarifnya ditetapkan sebagai berikut: 1) Kendaraan bermuatan truk gandengan/

trailer/container sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah);

2) Kendaraa bermotor bus/truck sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah);

3) Kendaraan bermotor angkutan barang jenis box dan pick up Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah);

4) Kendaraan bermotor roda empat/roda tiga/sedan dan sejenisnya Rp. 2.500,00 (dua ribu lima ratus rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah);

5) Sepeda motor Rp. 1.000,00 (seribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 1.000,00 (seribu rupiah).

c. Tarif Retribusi Pelayanan Parkir di Kawasan Pusat Kota tarifnya ditetapkan sebagai berikut: 1) Kendaraan bermuatan truk gandengan/

trailer/container sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah);

2) bermotor bus/truck sebesar Rp. 5.000,00 (lima ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah);

3) bermotor angkutan barang jenis box dan pick up Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah);

4) Kendaraan bermotor roda empat/roda tiga/sedan dan sejenisnya Rp. 3.000,00 (tiga ribu rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu) jam berikutnya ditambah sebesar Rp. 2.000,00 (dua ribu rupiah);

5) Sepeda motor Rp. 1.500,00 (seribu lima ratus rupiah) per jam, dan setiap 1 (satu)

52 Ibid. Hal. 15

jam berikutnya ditambah Rp. 1.000,00 (seribu rupiah).”

Pembedaan tariff berdasarkan tempat tersebut dimaksudkan mengurai kepadatan di pusat kota. Ditambah kebijakan tariff progresif yang akan sangat menunjang kebijakan pricing di Kota Bandung. Sehingga penjatahan berupa pricing adalah metode yang digunakan oleh Pemerintah Kota Bandung dalam menjalankan skema penjatahan. Namun sayangnya, praktik yang terjadi di lapangan, berdasarkan pada hasil observasi, petugas parkir tidak menerapkan tarif progresif sebagaimana telah diatur. Selain model pricing Kota Bandung yang digantungkan pada durasi dan tempat, pricing juga dapat diterapkan berdasarakan waktu. Semisal pada jam kerja atau waktu tertentu, tarif parkir dinaikkan lebih mahak ketimbang jam-jam luang. Metode pricing yang demikian juga akan menunjang skema penjatahan parkir yang mewujudkan manajemen parkir yang baik menurut Paul Barter.

Manajemen parkir dengan

memanfaatkan fleksibilitas

pengendara

Dalam manajemen parkir yang baik, tiap-tiap jalan diperhatikan karakteristiknya sehingga akan berbeda pengaturannya. Jalan dengan pertokoan memiliki karakter pengguna parkir yang berbeda dengan daerah penduduk atau sekolah. Manajemen parkir yang baik akan berupaya memanfaatkan perilaku-perilaku tersebut untuk mengefektifkan manajamen parkir. Berikut adalah fleksibilitas para pengendara dalam merespon. 52

1. Memilih lokasi parkir on-street yang lain 2. Berganti dari parkir on-streeti ke parkir

off-street 3. Mengakali waktu kunjungan 4. Mengubah durasi parkir 5. Menggunakan mobil bersama-sama 6. Mengganti moda transportasi 7. Menghindari area sepenuhnya dan

memilih destinasi lain

Respon diatas masih dipengaruhi oleh durasi (lihat tabel no. 1) parkir. Respon untuk merubah

Page 37: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[36]

lokasi, sangat dipengaruhi oleh durasi, tendensi untuk merubah moda transportasi juga berbanding lurus dengan durasi parkir, Fleksibilitas mengubah waktu parkir hanya diinginakan dalam durasi parkir yang pendek. Dan Sehiingga durasi parkir merupakan salah satu kunci yang harus diperhatikan disini dalam merumuskan kebijakan fleksibilitas nantinya. 53

Terkait dengan durasi, tentu beragam tergantung pada tujuan destinasi. Misal, di pertokoan akan didominasi oleh pembeli yang memiliki kecenderungan untuk parkir dengan waktu singkat serta pegawai yag memiliki tendensi untuk melakukan parkir dengan waktu yang lama. Memepertimbangkan hal tersebut, maka desain kebijakan parkir di setiap jalan harus disesuaikan dengna peruntukannya. Manajemen parkir, harus bisa memanfaatkan ‘karakter-karakter’ pengguna parkir yang berbeda tiap lokasinya untuk meloloskan tujuan manajemen.

Maka dari itu, seharusnya jika manajemen parkir di Kota Bandung adalah manajemen parkir yang baik, setidaknya hal-hal seperti berikut harus diperhatikan (lihat table no.2):

1. Kalangan pekerja a. Durasi parkir lama dan berulang dalam

jangaka waktu yang lama sehingga sangat sensitive terhadap pricing

b. Fleksbel dalam hal perubahan lokasi parkir (lokasi dekat lebih diminati)

c. Fleksibel dalam hal perubahan moda transporasi

d. Tidak fleksibel dalam perubahan waktu dan durasi parkir mengingat jadwal kerja

2. Kustomer perbelanjaan a. Durasi parkir berkisar antara sangat

singkat – singkat b. Fleksibel dalam hal perubahan lokasi

(tergantung barang belanjaan) c. Fleksibel dalam hal perubahan waktu d. Fleksibel dalam hal perubahan durasi e. Fleksibel dalam hal perubahan moda f. Regulasi parkir harus memperhatikan

kerelaan kalangan ini agar tidak mematikan perekonomian toko karena pengunjung mengurungkan niat berbelanja karena regulasi

3. Mahasiswa atau pelajar pasca-sekolah menengah a. Durasi parkir beragam

53 Ibid. Hal. 16.

b. Pendapatan rendah (sensitif tethadap pricing)

c. Parkir dalam pola waktu dan durasi yang berulang dalam jangka wkatu yang lama (seperti pegawai namun lebih variatif) sehingga sangat sensitive terhadap pricing

d. Fleksibel baik dalam hal perubahan lokasi, waktu, dan durasi parkir, serta perubahan moda transportasi.

4. Klien bisnis jasa a. Karakterisitk mirip dengan pengunjung

toko perbelajaan b. Tidak fleksibel terhadap perubahan lokasi

dan waktu parkir namun cenderung fleksiel terhadap peruahan durasi serta pergantian moda dtransportasi

c. Regulasi parkir juga perlu memperhatikan kerelaan kalangan ini

5. Penduduk a. Parkir dengan pola durasi yang sangat

lama dan berulang b. Tidak fleksibel terhadap perubahan lokasi,

waktu, durasi parkir dan tidam mungkin ada perubahan moda transportasi di jenis ini

c. Karakteristik unik tersebut dapat dimanfaatkan untuk menekan jumlah minat kepemlikan terhadap kendaraan pribadi

Memperhatikan hal tersebut, perlu mengkategorikan ruas-ruas jalan di Kota Bandung sesuai dengan karakterisitik pengunjung ke dalam kategori-kategori berikut54:

1. Tempat ramai/sibuk aktifitas warga kota pada umumnya

Pada jalan dengan karakterisik berupa tempat ramai atau pusat kesibukan warga kota pada umumnya, beragam kalangan dengan beragam tujuan berkumpul. Mulai dari pegawai perkantoran atau pertokoan, warga masyarakat sekitar, pengunjung toko, serta para pelajar. Dengan karaktersitik yang demikian, manajemen parkir harus mengurai menggunakan pricing atau pembatasan waktu. Model pricing yang dapat digunakan diantara lain menaikkan harga di waktu-waktu sibuk serta jam kerja untuk mengurai pemintaan parkir dari para pegawai dengan memanfaatakn feleksibilitas mereka dalam hal mengganti lokasi dan beralih moda transportasi. Pembatasan waktu dapat dilakukan

54 Ibid. Hal. 10-11.

Page 38: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[37]

dengan menetapkan durasi maksimal parkir pada titik tertentu di area tersebut untuk mengurai permintaan.

Namun perlu diperhatikan sebelum menerapkan hal tersebut adalah pilihan moda transportasi dan jadwalnya yang sesuai dengn jam kerja mainstream. Selanjutnya kalangan pelajar yang menggunakan destinasi tersebut, dengan kebijakan pricing yang progeresif akan terurai permintaan parkir dari kalangan tersebut. Perlu diperhatikan pula ketersediaan parkir off-street yang seharusnya juga dapat mewadahi pergantian lokasi dari para pengunjung toko dengan durasi kunjungan yang cukup lama. Contoh jalan dengan karakteristik seperti ini di Kota Bandung adalah Jalan Otto Iskandar Di Nata serta Jalan Mohammad Toha

2. Pusat Komersil, pertokoan atau pasar

Pada jalan yang terletiak diarea komersil, permaslahan akan lebih spesifik lagi. Pada jam-jam tertentu atau hari-hari tertentu akan terjadi kesibukan dan kepadatan yang tercipta dari akumulasi antara pengunjung area tersebut, para pegawai, dan arus lalu lintas yang hanya lewat di jalan tersebut. Untuk mengurai permintaan parkir dapat digunakan dengan pricing dan penjatahan waktu dengan memanfaatkan fleksibiltas para pegawai.

Tarif parkir harus di atur agar lebih mahal di jam kerja mainstream atau melakukan pembatasan waktu parkir dengan durasi yang singkat. Dengan begitu, permintaan parkir dari para pegawai akan terurai. Sebagai gantinya, mereka akan berganti ke lokasi sekitar yang lebih murah (ini akan menyebarkan permintaan parkir dari satu titik) atau beralih moda transportasi. Namun perlu diperhatikan pula ketersediaan moda, khususnya pada jam-jam kerja mainstream. Terkait penentuan jam-jam sibuk, dapat dilakukan observasi oleh badan yang berwenang.

Di area parkir on-street yang langsung berhadapan dengan pelataran toko, skema penjatahan dengan durasi dapat diterapkan untuk menghindari pengunjung yang parkir secara belebihan, sehingga yang dapat menggunaka parkir on-street yang langsung berhadapan dengan pelataran toko hanya pengunjung dengan durasi yang singkat atau kendaraan logisitk saja. Sebagai gantinya,

permintaan parkir dari para pengunjung degnan durasi lebih lama, akan terdistribusikan ke titik parkir off-street. Disinilah pera off-street menjadi vital dan lokasinya harus mudah diketahui. Karena off-street di Kota Bandung dikelola oleh swasta, maka regulasi pemerintah terhadap ketentuan teknis harus ditegakkan agar bagaimana desain parkir off-street tidak menimbuka kemacetan karena alur keluar masuk kendaraan yang buruk.

Untuk itu, pada ruas jelan dengan karakteristik yang seperti ini, sekama pricing dengan tarif progresif atau pembatasan waktu akan sangat efektif. Untuk menentukan maksimum waktu, UPT Perparkiran Kota Bandung perlu melakukan survey untuk mengetaui rata-rata durasi kunjungan para pembeli di pertokoan pada ruas jalan tersebut agar bagaimana, maksimum durasi parkir juga memeperhatikan kenyamanan para pembeli. Sebaliknya, para pekerja akan dipaksa untuk memilih opsi lain seperti menggati moda transportasi atau parkir di lokasi yang lebih jauh. Jalan Otto Iskandar Di Nata seharusnya menrapkan skema semacam ini, mengingat karakteristik jalan tersebut.

3. Area jalan utama kota

Di jalan utama kota diamana arus lalu lintas dangat ramai, penetapan parkir on-street harus sangat berhati-hati. Jangan sampai keberadaan parkir on-street menjadi penyebab terganggunya arus lalu lintas. Maka perlu dipertimbangkan pula untuk meniadakan parki on-street sama sekali di area yang demikian jika dirasa ruas jalan tidak cukup lebar. Jika parkir tidak terlalu ramai, maka regulasi khusus tidak diperlukan. Sebaliknya jika parkir cukup ramai karena, misal, selain berperan seagai jalan utama kota juga berperan seagai pusat komersil atau dekat dengan pasar maka harus dilakukan pricing dan skema penjatahan.

4. Area padat penduduk’

Di area padat penduduk, dimana parkir didominasi oleh penduduk sekitar yang tidak memiliki fleksibilitas seperti kalangan lain, maka regulasi parkir seharusnya diarahkan pada tujuan lain seperti mengurangi minat kepemilika kendaraan pribadi. Dengan begitu, selain mengurai permintaan parkir juga mengurai jumlah kendaraan pribadi yang terlalu banyak.

Page 39: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[38]

5. Area pusat kegiatan warga atau jalan strategis

Tidak ada regulasi khusus untuk area ini terkait fleksibilitas, karena pusat kegiatan warga seperti alun-alun atau pertokoan menggunakan skema yang sama dengan yang sebelumnya telah diuraikan penekanan manajemen parkir di titik seperti ini adalah ada pada desain parkir dan ketersediaan fasilitas seperti perhentian bus atau kendaraan umum lainnya.

6. Area restaurant atau area malam

Area restaurant atau area malam memiliki jam sibuk yang unik, yakni malam hari. Maka pricing perlu mempertimbangkan hal tersebut. Di area seperti ini, parkir kerap kali ada pada durasi yang lama (selain pegawai). Untuk mengurasi hal tersebut, skema penjatahan durasi dapat dilakukandengan menyediakan alternatif parkir off-street. Tanpa parkir off-street, pengaturan durasi dapat dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan titik parkir alternatif di sekitar jalan tersebut.

Di Kota bandung sendiri, terdapat aturan hukum yang memiliki karakteristik pengaturan

sebagaimana yang dimaksud oleh Barter seagai ‘memanfaatkan fleksibilitas’ meski dalam bentuk yang terbatas. Skema pricing sudah diterapkan melalui tarif progresif yang bergantung pada titik kota sebagaimana diatur dalam Pasal 201 Perda Perhubungan dan Retribusi dan penentuan jalan diatur dalam Kepwal 551. Namun pemisahan tersebut tidak didasarkan pada karakteristik pengguna parkir di titik tertentu melainkan berdasarakan pembagian wilayah pusat kota, penyangga kota, dan pinggiran.

Penentuan tarif progresif juga tidak dibedakan berdasarakan waktu. Jam sibuk tidak dikenal di sehingga tak ada kenaikan tarif di waktu-waktu tertentu untuk mengurai permintaan parkir. Kemudian tidak terdapat regulasi batas maksimum durasi parkir yan memotong permintaan parkir dalam durasi yang lama di titik-titik sibuk Kota Bandung. Apaila disimpulkan bagaima aregulasi parkir di Kota Bandung mengatur peparkiran berdasarakan standar manajemen parkir oleh Paul Barter, maka didapat

Teori Indikator Regulasi

Desain parkir memaksimalkan

keamanan

Melarang parkir on-street di sesudah dan sebelum persimpangan

Diatur dengan baik dalam BAB II Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir

Melarang parkir on-street di di jalan sesudah dan sebelum zebra cross

Melarang parkir on-street di sesudah dan sebelum gerbang sekolah dan sejenisnya

Melarang parkir on-street di sesudah dan sebelum perhentian bis

Melarang parkir on-street di area dengan jalur sepeda

Belum diatur

Desain parkir tidak

meniadakan titik-titik vital di

badan jalan

Perhentian khusus bus • Pasal 45 ayat (1) UU LLAJ (menyebutkan penunjang llau lintas adalah trotoar, jalur sepeda, penyebrangan jalan, halite, khsusu disable)

Page 40: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[39]

Jalur khsus sepeda

• Pasal 3 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomo 3 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perparkiran (menyatakan bahwa perparkiran harus memperhatikan rencana tata ruang kota, keselamatan, ,keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas penataan kelestaraia lingkungan, kemudahan bagi penggua jasa dan estetika

• Namun taka da aturan yang memprioritaskan fasilitas yang dimaksud sehingga dapat saja digantikan demi menambah titik parkir on-street.

Halte

Estetika jalan

Tempat berkegiatan warga

Parkir sepeda motor (on-street) Pengertiannya tidak dipisahkan dengan parkir roda empat

Ruang angkut orang dan logistic Berdasarkan wawancara dengan Kepala UPT Parkir Kota Bandung, ruang khusus digantikan dengan pemberian waktu 15 menit untuk kendaraan angkut yang berhenti di area parkir.

Manajemen parkir dengan

paradigma penjatahan

Pemberlakuan batas durasi parkir Belum diatur

Penyediaan khusus selektif Pasal 12 huruf g Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan dan Pasal 32 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 26 Tahun 2009 tentang Kesetaraan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat. Penyediaan khusus selektif untuk kalangan lain seperti penduduk belum diatur.

Pengaturan tariff (pricing) Diatur dalam Pasal 201 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perhubungan

Page 41: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[40]

dan Retribusi di Bidang Perhubungan meski masih sangat sederhana.

Manajemen parkir dengan memanfaatkan

fleksibilitas pengendara

Kebijakan pricing berdasarkan pada waktu, durasi, dan tempat

Diatur dalam Pasal 201 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 4 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Perhubungan dan Retribusi di Bidang Perhubungan serta Keputusan Wali Kota Bandung Nomor 551/Kep. 648-DisHub/2017 tentang Penetapan Lokasi dan Posisi Parkir di Tepi Jalan Umum dan Tempat Khusus Parkir di Kota Bandung mengatur kebijakan pricing berdasarkan durasi dengan tariff progresif dan berdasarkan tempat pembagian zona.

Membedakan jalan berdasarakan karakter pengguna parkir

Belum diatur

Pembatasan durasi di titik tertentu

Tabel: 5

Dapat diketahui bahwa dari 4 kriteria manajemen parkir yang baik menurut Paul Barter, hanya regulasi terkait dengan desain parkir yang memaksimalkan kemanan yang telah memenuhi seluruh kriteria. Kemudian untuk kriteria kedua, yakni desain parkir yang tidak meniadakan fasilitas jalan lain seperti perhentian bus, jalur khusus sepeda, halte, estetika jalan , dan tempat kegiatan warga diatur dalam Pasal 45 ayat (1) UU LLAJ serta Pasal 3 ayat (3) Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Perparkiran meski tidak secara jelas menerangkan bahwa fasilitas tersebut diprioritaskan terhadap penyediaan ruang parkir on-street. Sedangkan untuk ruang angkut logisitk dan orang meski tidak diwujudkan dalam bentuk ‘ruang’ namun digantikan dengan pengaturan waktu.

Kemudian untuk kriteria ketiga berupa skema penjatahan parkir, hanya penyediaan khusus selektif (hanya untuk orang dengan kekurangan fisik) dan pricing saja yang sudah diatur melalui Pasal 201 dan Pasal 12 huruf g Perda Perhubungan dan Retribusi dan Pasal 32 Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 26 Tahun 2009 tentang Kesetaraan dan Pemberdayaan Penyandang Cacat. Meski begitu pricing masih menggunakan

mekanisme yang sederahana dan tidak begitu memperhatikan kriteria nomor empat.

Kriteria nomor empat berupa pemanfaatakn fleksibiltas pegendara adalah kiteria yang paling sedikit diatur dan paling tidak dipernuhi. Tepat jika dikatakan Kota Bandung telah menetapkan kebijakan pricing, namun kebijakan pricing tidak selalu memperhatikan fleksibilitas. Dalam hal Kota Bandung, Pasal 201 Perda Retribusi dan Perhubungan tidak begitu memperhatikan hal tersebut, karena pembedaan jalan tidak didasakan pada karakteristik pengguna jasa parkir dan pola pemakaian seperti durasi, waktu, serta pemilihan lokasi parkir.

Sehingga dalam level regulasi, Kota Bandung hanya memenuhi sau kriteria secara utuh dan dua kriteria secara sebagian. Ketentuan inti dalam manajemen parkir yang baik berupa pemanfaatan fleksibilitas, tidak diatur dengan baik. Padahal titik tumpu dari manajemen parkir yang dapat mengurasikan kekacuan ada pada pemanfaatan fleksibilats pengguna jalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa pegaturan parkir di Kota Bandung masih belum dapat dikatakan sebagai pengaturan yang ideal.

Kekurangan lain diluar dari hal-hal tersebut adalah terkait penegakkan. Bagaimana pun suatu regulasi perlu dibarengi dengna penegakkan yang baik. Saat ini UPT parkir kewalahan dalam

Page 42: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[41]

melakukan kinerjanya, sebab berdasarkan pada keterangan Kepala UPT Parkir Kota Bandung bahwa mereka hanya memiliki 44 orang personel lapagan yang mana 33 diantaranya adalah pengawas yang bertanggung jawab untuk melakukan tugas pengawasadi seluruh wilayah Bandung. Dengan minimnya personel pengawas seperti ini, penegakkan tentu akan sulit dilakukan.

Page 43: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[42]

sfsfsf

Kesimpulan

Praktik perparkiran di Kota Bandung masih sangat memprihatinkan, hal terseut dilihat dari bagaimana desain parkir masih belum begitu memperhatikan keselamatan, biak bagi ejalan kaki, pengendara lain, atau bahkan bagi para pelaku parkir itu sendiri. Ruang parkir masih diletakkan di lokasi-lokasi tidak ideal seperti disamping zebra cross, disamping persimpangan, di atas zona siswa sekolah atau bahkan dibawah tanda perhentian bus. Dalam hal keselarasannya dengan fasilitas jalan lain pun, praktik perparkiran di Kota Bandung perlu dibenahi agar tidak menganggu fungsi halte angkutan kota, menyediakan ruang parkir untuk sepeda motor, juga ruang khusus untuk mengangkut logistic bagi pertokoan.

Dalam hal mengendalikan penumpukkan parkir, yang disinyalir menjadi akar ketidaktertiban seperti parkir liar dan parkir ganda, Kota Bandung masih jauh dari ideal. Secara praktik kebijakan parkir yang menggunakan skema rationing jarang dijumpai baik dengan skema pembatasan waktu, pricing, maupun penempatan prioritas masih sulit ditemui. Bahkan untuk ruangparkir khusus penyandang disabiitas pun masih tidak dapat dijumpai. Padaahal ruang parkir sebagai fasilitas umum, akan sangat baik jika pengunannya ditabatasi agar terdistribusi dengan baik dan tidak digunakan secara eksesif, apalagi ditengah permintaan yang tinggi. Pemanfaatan fleksibilitas

pengendara akan snaga tmenunjang skema rationing ini sehingga perlu dipahami polanya oleh UPT Parkir Kota Bandung.

Keseluruhan masalah tadi, beberapa terletak pada lemahnya regulasi seperti tidak menentukan menentukan fasilitas jalan mana yang harus diprioritaskan, atau pun tidak secara eksplisit mengaskan hak golongan tertenu agar mendapatkan ruang parkirnya sendiri seperti penyandang disabilitas. Atau kelemahan pada definisi parkir yang tidak dipisahkan jenisnya antara parkir untuk kendaraan roda empat serta kendaraan roda dua yang sayangnya, justru menjadi identic dengan kendaraan roda empat saja. Beberapa kelemahan terjadi akibat penegakkan regualasi yang tidak baik oleh UPT Parkir Kota Bandung seperti menciptakan marka jalan dengan tidak memperhatikan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir.

Selain itu ketiadaan regulasi juga meruapakan suatu kelemahan yang menyeabkan tidak terjadinya pengaturan terkait waktu maksimum parkir di jam serta lokasi tertentu yang menjadi penunjang skema rationing. Ketidaan regulasi lainnya berkaitan dengan pengklassifikasian jalan berdasarakan pada kaarakteristiknya yang menjadi dasar penentuan kebijakan parkir di setiap ruas jalan yang unik.

Kelemahan paling krusial selanjutnya adalah dalam hal penegakkan dan pengawasan.

BAB 5 PENUTUP

Page 44: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[43]

Meski sudah diregulasi terkait dengan pricing berdasarkan wilayah di Kota Bandung yang dibagi menjadi daerah pusat, penyangga, dan pinggiran kota ditabah tarif parkir yang progresif, namun prakik dilapangan hal tersebut tidak dilakukan oleh petugas parkir. Kemudian diketahui berdasarkan pada keterangan Kepala UPT Parkir Kota Bandung bahwa kelemahan tersebut terjadi akibat kekurangan personel lapangan pada UPT Parkir Kota Bandung.

Saran

Dengan dilakukannya penelitian ini, peneliti menyarankan beberpa hal terkait dengan desain parkir serta regulasi parkir. Pertama, Pemerintah Kota Bandung memperbaiki kelemahan regulasi sebagaimana yang telah disebutkan dalam kesimpulan terkait dengan

desain parkir yang lebih memperhatikan keselamatan (sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor 272/HK.105/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir) juga penyediaan ruang parkir untuk penyandang disabilitas.

Kemudian terkait dengan penguraian permintaan parkir dengan skema rationing yang memanfaatakan fleksibilitas pengendara, penelitian menyarankan perbaikan desain regulasi agar lebih terspesialisasi terhadap setiap ruas jalan di Kota Bandung. Untuk itu peneliti membuat sebuah desain regulasi berupa kebijakan minimum yang harus ada di ruas jalan-jalan di Kota Bandung sesuai dengan karakteristiknya dengan menggunakan contoh penerapannya pada jalan-jalan yang diobservasi dalam penelitian ini

Jalan Karakteristik Kalangan Pengguna

Penggunaan Parkir (umum)

Fleksibilitas Jenis kebijakan

Mohammad Toha

• Tempat ramai/sibuk aktifitas warga kota pada umumnya

• Area komersil, pertokoan, pasar

• Area Padat Pnduuk

Pegawai kantor Durasi 6 – 10 jam, berulang, dan terjadwal

• Mengganti Lokasi (jika dekat)

• Mengganti moda transportasi (kendaraan umum atau car sharing)

• Pembatasan waktu maksimum, kurang dari jam kerja dan cukup ramah terhadap rata-rata durasi kunjungan konsumen

• Tarif parkir progresiif

• Tarif parkir lebih mahal di jam tertentu pada lokasi tertentu

• Memastikan kesiapan off-street parking (valet opsional)

• Memastikan kesiapan transportasi umum

Pegawai toko

Pengguna jasa Durasi 15 menit – 2 jam/2-6 Jam

• Merubah waktu kunjungan

• Mempersingkat durasi kunjungan

Pengunjung Toko

Durasi 15 menit – 2 jam/2 – 6 Jam

• Merubah waktu kunjungan

• Mempersingkat durasi kunjungan

• Merubah lokasi parkir

• Merubah lokasi kunjungan

Pelajar Durasi 2 – 6 Jam> sesuai jam sekolah

• Merubah lokasi parkir

• Mengganti moda transportasi

Page 45: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[44]

Jalan Palasari • Area komersil berupa pasar

• Area kegiatan warga (Sekolah)

Pengunjung toko

Durasi 15 menit – 2 jam

• Merubah waktu kunjungan

• Mempersingkat durasi kunjungan

• Merubah lokasi parkir

• Merubah lokasi kunjungan

• Tarif Progresif

• Kesiapan off-street parking (valet opsional)

• Kesiapan system transportasi umum

• Pavement parking khusus sepeda motor

Pegawai/Penjual

Durasi 6 – 10 jam,

Berulang dan terjadwal

• Merubah lokasi parkir, jika dekat

• Merubah moda transportasi (pegawai)

Pelajar Durasi 6 – 6> Jam, sesuai jam sekolah, berulang dan terjadwal

• Merubah lokasi parkir, jika dekat

• Merubah moda transportasi (pegawai)

Jalan Otto Iskandar Di Nata

• Area berkegiatan warga

• Area komersil dengan pusat perbelanjaan dan pertokoan

• Jalan utama kota

Pegaawai kantor dan toko

Parkir 6 – 10 jam,

Berulang

Waktu fixed

• Merubah lokasi parkir, jika dekat

• Merubah moda transportasi (pegawai)

• Pembatasan waktu maksimum, kurang dari jam kerja dan cukup ramah terhadap rata-rata durasi kunjungan konsumen

• Tarif parkir progresif

• Tarif parkir lebih mahal di jam tertentu pada lokasi tertentu

• Memastikan kesiapan off-street parking (valet opsional)

• Memastikan kesiapan transportasi umum

Pengunjung toko/serta situs serupa

Durasi 15 menit – 2 jam/2 – 6 Jam

• Merubah waktu kunjungan

• Mempersingkat durasi kunjungan

• Merubah lokasi parkir

• Merubah lokasi kunjungan

Pengunjung situs lain (lapangan tegalega)

Durasi 15 menit – 2 jam/2 – 6 Jam

• Merubah waktu kunjungan

• Mempersingkat durasi kunjungan

• Merubah lokasi parkir

• Membatalkan kunjungan

Dipatiukur (Jika diadakan on street parking)

• Area kegiatan warga (kampus serta monumen)

Mahasiswa

Durasi beragam, biasanya 3-6 jam, ata 15 menit – 2 jam dengan

• Merubah waktu kunjungan

• Mempersingkat durasi kunjungan

• Merubah lokasi parkir

• Merubah lokasi kunjungan

• Tarif progresif

• Tarif lebih tinggi di jam tertentu, misalkan malam hari

• Pembatasan waktu

Page 46: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[45]

• Pertokoan dan kakilima

• Area malam/ restoran

waktu yang beragam

• Merubah moda transportasi

maksimum parkir yang lebih singkat dari jam kerja umum

• Menastikan kesiapan off-street parking (valet opsional) dan bekerjasama dengan pemilik toko dan situs sejenis

• Memastikan kesiapan transportasi umum

Pegawai/Penjual

Parkir 6 – 10 jam, berulang, pegawai terjadwal

• Merubah lokasi parkir

• Merubah moda transportasi

Pengunjung pertokoan, situs lain, serta restoran

Durasi 15 menit – 2 jam/2 – 6 Jam khususnya restoran di waktu malam

• Merubah lokasi parkir

• Merubah waktu kunjungan

• Mempersingkat durasi parkir

Braga • Restoran/ Area Malam

• Pertokoan

• Pusat kegiatan (situs wiasata sejarah)

Pengunjung (toko, restoran, wisata)

Durasi 15 menit – 2 jam/2 – 6 Jam khususnya restora n di waktu malam

• Merubah lokasi kunjungan

• Mempersingkat durasi kunjungan

• Merubah waktu kunjungan

• Merubah lokasi kunjungan

• Membatalkan kunjungan (perlu dicegah)

• Tarif progresif

• Tarif lebih tinggi di jam tertentu (malam hari)

• Mengeliminasi parkir on-street kendaraan roda empat. Bisa dengan menepatkan pembatas besi (gambar 13) dengan jarak tertentu yang tak memungkinkan roda empat (bentuk self-enforcing policy)

Pegawai toko Parkir 6 – 10 jam, berulang, terjadwal

• Merubah lokasi kunjungan

• Merubah moda transportasi

Cisangkuy • Area perumahan

• Restoran/area malam

Penduduk

Durasi sangat lama dan tidak fleksibel

• Merubah lokasi kunjungan (harus dekat)

• Memprioritaskan parkir penduduk/tamu, dapat meyediakan tampat khusus (mirip menyediakan ruang parkir

Pngunjung

Durasi 15 menit – 2 jam/2 – 6

• Merubah lokasi kunjungan

Page 47: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[46]

Jam khususnya restora n di waktu malam

• Mempersingkat durasi kunjungan

• Merubah waktu kunjungan

• Merubah lokasi kunjungan

• Membatalkan kunjungan (perlu dicegah)

untuk penyandang disabilitas)

• Tarif progresif

• Tarif lebih tinggi pada jam tertentu (malam hari)

Pegawai toko Parkir 6 – 10

jam, berulang dan terjadwal

• Merubah lokasi kunjungan

• Mengganti moda transportasi

Tabel: 6

Selain di keenam ruas jalan tersebut, model kebijakan yang demikian juga dapat diterapkan pada ruas jalan lain dengan mengenali karakersttik jalan serta kalangan yang menjadi pelaku utama parkir on-street. Tentu pemahaman-pemahan terkait dengan fleksibilitas yang telah dikemukakan oleh Paul Barter juga yang sebagaimana telah diulas dalam tulisan dapat dijadikan acuan untuk meentukan jnis-jenis kebijakan yang akan diambil. Dinas Perhubungan Kot andung perlu mengeluarkan pedoman teknis yang menjadi acuan penentua kebijakan parkir yang baik bagi Kota andung untuk mengatasi permasalahan-permasalahan terkait parkir yang ada di Kota Bandung.

Sebagai tambahan untuk menunjang mekanisme pricing harus mulai dipikrikan untuk menggunakan mesin parkir yang terkoneksi ke seluruh mesin parkir di Kota andung (atau hanya yang ruas jalan sekitar). Mesin parkir yang terkoneksi ini harus mampu mengakumulasikan harga parkir tidak hanya berdasarkan durasi tapi juga kepadatan ruas jalan saat pengguna parkir mulai memarkirkan kendaraannya. Sehingga nantinya, ruas jalan yang padat akan ditarif lebih tinggi ketimbang dengan ruas jalan yang tidak padat. Tujuannya tentu mengurasi dan mendistribusikan parkir, memanfaatkan fleksibiitas pengendara.

Transparansi juga harus diperhatikan, artinya sebelum pengguna parkir meregistrasi atau memasukan data kendaraannya, mesin parkir harus memberi tahu biaya yang akan ditanggung termasuk tarif progresifnya berdasarkan kepadatan ruang parkir. Dsiamping,

mesin parkir juga harus memberikan alternative jalan lain disekitarnya dan tarif yang berlaku saat itu untuk memaksimalkan kerelaan para pengendara untuk berganti lokasi parkir.

Page 48: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[47]

DAFTAR PUSTAKA

Amsterdam, Gemeente. “Parking on the Street and in Car Parks.” City

of Amsterdam. Gemeente Amsterdam, November 9,

2019. https://www.amsterdam.nl/en/parking/on-street-

parking/.

Dea Andriyawan. “Pertumbuhan kendaraan di Bandung 11% per

tahun,” Bisnis.com (www.bisnis.com: Oct, 2, 2018)

https://bandung.bisnis.com/read/20181002/549/111419

4/pertumbuhan-kendaraan-di-bandung-11-per-tahun

Dian Rosadi, “Dishub Kota Bandung Catat Ada 40 Titik Parkir Liar

Di Wilayah Pusat Kota,” Merdeka.com (merdeka.com:

Jul, 7, 2018) https://bandung.merdeka.com/halo-

bandung/dishub-kota-bandung-catat-ada-40-titik-parkir-

liar-di-wilayah-pusat-kota-180707f.html

Elliot G. Sander and Allison L C De Cerreño, The Dynamics of On-

Street Parking in Large Central Cities (New York: Rudin

Center for Transportation Policy & Management at New

York University, 2002)

Michael Kodransky and Gabrielle Hermann, Europe ’ s Parking U-

Turn : From Accommodation to Regulation (New York:

Institute for Transportation and Development Policy,

2011)

OpenData Kota Bandung, “Data Lokasi Parkir – 2017”, OpenData

Kota Bandung (data.bandung.go.id: Mar, 20, 2019)

http://data.bandung.go.id/dataset/lokasi-parkir-di-kota-

bandung/resource/ccd45522-70f4-4848-82f3-

6ec3eebcb8d8

Otje Salman dan Eddy Damian, Konsep-Konsep Hukum dalam

Pembangunan, (Bandung: Alumni, 2002)

Paul Barter, On-Street Parking Management (Berlin: Deutsche

Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ)

GmbH, 2016)

Romli Atmasasmita, Teori Hukum Integratif, (Yogyakarta: Genta

Publising, 2012)

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:

Universitas Indonesia Press, 2008)

Page 49: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[48]

Todd Litman, Parking Taxes: Evaluating Options and Impacts,

Victoria Transport Policy Institute, 2013

Widiyan, Deka, Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Biaya

Kemacetan di Kota Bandung, (Fakultas Ekonomi

Pembangunan Universitas Katolik Parahyangan), (2018)

Hlm. 1-2.

Page 50: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[49]

Sekretariat: Jl. Raya Bandung Sumedang Km.21, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat 45363 e-mail: [email protected] twitter: @PLEADS_

Gedung Pendidikan Sri Soemantri Jl. Imam Bonjol 21 Bandung 40132

e-mail: [email protected]

Telpon & Fax: 022 2508514_

Page 51: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[50]

s

Profil PLEADS

PLEADS (Padjadjaran Law Research and

Debate Society) secara de jure berdiri pada 1 Juni

2012 melalui Kongres Mahasiswa FH Unpad, namun

secara de facto telah bergerak sejak tahun 2008.

Sebagai unit kemahasiswaan, Pleads membidangi

beberapa kompetisi dan penelitian hukum. Bidang-

bidang tersebut adalah lomba debat hukum

nasional, perancangan kontrak (Contract Drafting),

perancangan peraturan perundang-undangan

(Legislative Drafting), dan penulisan karya tulis

ilmiah. Setiap tahun, di berbagai Fakultas Hukum

dan Lembaga Negara diselenggarakan berbagai

kompetesi tersebut, seperti Business Law

Competion di Universitas Indonesia, Lomba Debat

Konstitusi di Mahkamah Konstitusi, Mochtar Riady

Law Fair di Universitas Pelita Harapan dan

sebagainya. Kompetesi tersebut secara kontiniu

diikuti oleh PLEADS mewakili nama baik Fakultas

Hukum Unpad.

Berbagai prestasi telah diukir sejak tahun 2008.

Setelah resmi berdiri sebagai UKMF dengan

kegiatan yang lebih terorganisir, prestasi yang

dicapai menunjukkan peningkatan. Berbagai

prestasi tersebut tentu tidak diperoleh secara

instan. Ada proses yang harus secara tekun dijalani

yaitu mulai dari memberikan pelatihan dengan

mengundang dosen dan former delegates,

melakukan seleksi secara terbuka, pendampingan

delegasi selama latihan, sampai pada hari

pertandingan. Proses tersebutlah yang menjadi

perhatian PLEADS.

Kegiatan inti organisasi yang kedua adalah

penelitian hukum. Sebagai salah satu tri dharma

perguruan tinggi, penelitian merupakan suatu

keharusan untuk dilakukan. Pada dasarnya, setiap

mahasiswa pasti akan melakukan penelitian hukum

setidaknya pada saat menuntaskan Tugas Akhir

baik berupa skripsi, legal memorandum, maupun

studi kasus. Dengan urgensi tersebut, menjadi

penting untuk menyediakan ranah latihan bagi

mahasiswa untuk dapat melakukan penelitian

hukum yang baik dan PLEADS menempatkan diri

sebagai sarana tersebut. PLEADS sebagai bentuk

nyata juga mewujudkan penelitian tersebut ke

dalam sebuah jurnal tahunan yaitu Padjadjaran Law

Review. Padjadjaran Law Review dapat diakses pada

http://jurnal.fh.unpad.ac.id/index.php/plr.

Berbagai kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan

substansial dalam mempersiapkan diri sebagai

sarjana hukum dengan kemampuan yang mumpuni

di tengah kuantitas lulusan fakultas hukum yang

sangat banyak di Indonesia. Dengan kualitas yang

baik tersebut, dapat menjadi modal untuk

memenangkan “kompetisi” di dunia kerja. PLEADS

berusaha secara persisten menjadi wadah untuk

menyiapkan kualitas tersebut.

Sebagai Unit Kegiatan Mahasiswa yang inklusif,

PLEADS terbuka bagi siapapun. Setiap mahasiswa

FH Unpad yang ingin sama-sama belajar dan

mengembangkan potensi diri dapat bergabung.

For God, People Whom We Love, and The

Almamater

Page 52: [1]dan parkir off-street yang kegiatannya berada diluar badan jalan milik publik. Adapun parkir yang dimaksud di dalam penelitian ini merujuk pada parkir on-street atau parkir …

[51]

Profil PSKN

Kebijakan negara memiliki aspek yang sangat luas

dalam penyelenggaraan Negara, baik pada level

pusat maupun daerah. Segala upaya yang dilakukan

pemerintah untuk merencanakan, mengarahkan dan

mengatur dan menyelenggarakan negara adalah

domain dari kebijakan negara. Kebijakan negara

sendiri dibuat oleh lembaga-lembaga yang

merupakan representasi negara, baik pada cabang

kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif.

Indonesia pasca reformasi dihadapkan pada

tantangan untuk menyempurnakan tatanan

kehidupan, baik di bidang sosial, ekonomi, politik

dan hukum. Para penyelenggara negara diharapkan

mampu memperbaiki segala kekurangan pada rezim

terdahulu. Di bidang hukum, gagasan reformasi

menjelma menjadi upaya untuk menyempurnakan

segala peraturan negara, dari mulai UUD 1945, UU

hingga peraturan pelaksananya. Tidak berlebihan

pula jika dikatakan bahwa perubahan di segala

bidang selalu terkait dengan reformasi hukum untuk

dapat mewujudkan segala kebijakan negara dapat

dilaksanakan secara konkret dan teratur.

Berbagai pengaturan telah berkembang demikian

pesatnya, baik yang menyangkut materi bentuk

formal kebijakan negara, baik berupa peraturan

perundang-undangan, keputusan administrasi

negara maupun putusan pengadilan. Seringkali,

kebijakan-kebijakan yang selanjutnya dituangkan

dalam bentuk produk hukum tidak memiliki

perencanaan yang jelas. Sebagai contoh, perubahan

UUD 1945 yang telah dilakukan sebanyak 4 kali,

bersifat tambal sulam tanpa memilikin suatu grand

design yang jelas. Sejumlah UU yang telah dihasilkan

DPR dan Presiden pun bertentangan dengan UUD

1945 sebagaimana terlihat dalam putusan MK

tentang sejumlah perkara pengujian UU. Di tingkat

daerah, banyak pula dijumpai Perda yang

bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi.

Pusat Studi Kebijakan Negara (PSKN) Fakultas

Hukum Universitas Padjadjaran didirikan untuk

menjawab masalah-masalah yang terjadi perihal

perumusan kebijakan negara, baik pada level pusat

maupun daerah.

Lembaga ini didirikan pada tahun 2005 (S.K. Dekan

FH Unpad No. 028c/JO.6.FH/Kep/KP/2005), atas

inisiasi sejumlah staf pengajar dan guru besar hukum

tata negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

yang prihatin terhadap masalah-masalah tersebut.

Dalam perkembangannya PSKN tidak hanya

melibatkan staf pengajar hukum tata negara Fakultas

Hukum Unpad, namun juga melibatkan para peneliti

dari bidang ilmu hukum lainnya yang terkait. PSKN

merupakan salah satu pusat studi yang berada di

lingkungan Fakultas Hukum Universitas Padadjaran.

Lembaga ini diharapkan dapat memberikan

Pusat Studi Kebijakan Negara (PSKN) Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran didirikan untuk menjawab masalah-masalah yang terjadi perihal perumusan kebijakan negara, baik pada level pusat maupun daerah.

Lembaga ini didirikan pada tahun 2005 (S.K. Dekan FH Unpad No. 028c/JO.6.FH/Kep/KP/2005), atas inisiasi sejumlah staf pengajar dan guru besar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang prihatin terhadap masalah-masalah tersebut. Dalam perkembangannya PSKN tidak hanya melibatkan staf pengajar hukum tata negara Fakultas Hukum Unpad, namun juga melibatkan para peneliti dari bidang ilmu hukum lainnya yang terkait.

PSKN merupakan salah satu pusat studi yang berada di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Padadjaran. Lembaga ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih pada penyelenggara negara dan masyarakat untuk merumuskan, mengevaluasi kebijakan negara demi menciptakan tatanan negara hukum yang demokratis dan melindungi hak asasi manusia.