Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Hemorrhage Post Partum (HPP) adalah perdarahan atau hilangnya darah melebihi 500cc pada persalinan pervaginam dan/atau lebih dari 1000cc pada persalinan perabdominal (section cesarean). Perdarahan dapat terjadi sebelum, selama, atau sesudah lahirnya plasenta. 3,4,5 Menurut WHO waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 6 1. HPP primer (Early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan. 2. HPP sekunder (Late postpartum hemorrhage) yang terjadi antara 24 jam hingga 12 minggu setelah persalinan. 2.2 Epidemiologi Di Negara berkembang HPP merupakan penyebab utama dari kematian maternal. Hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, layanan transfusi darah dan operasi. 7 3
32

07. BAB II

Feb 02, 2016

Download

Documents

Jefri Efendi

tinjauan pustaka
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 07. BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hemorrhage Post Partum (HPP) adalah perdarahan atau hilangnya darah

melebihi 500cc pada persalinan pervaginam dan/atau lebih dari 1000cc pada

persalinan perabdominal (section cesarean). Perdarahan dapat terjadi sebelum,

selama, atau sesudah lahirnya plasenta.3,4,5

Menurut WHO waktu terjadinya dibagi atas dua bagian : 6

1. HPP primer (Early postpartum hemorrhage) yang terjadi dalam 24 jam

setelah persalinan.

2. HPP sekunder (Late postpartum hemorrhage) yang terjadi antara 24 jam

hingga 12 minggu setelah persalinan.

2.2 Epidemiologi

Di Negara berkembang HPP merupakan penyebab utama dari kematian

maternal. Hal ini disebabkan karena kurangnya tenaga kesehatan yang memadai,

layanan transfusi darah dan operasi.7

Insidensi HPP yang dilaporkan Mochtar, R. dkk. (1965-1969) di R.S.

Pirngadi Medan adalah 5,1% dari seluruh persalinan. Dan dari laporan-laporan di

negara maju maupun di negara berkembang, angka kejadian HPP berkisar antara

5% sampai 15%.

3

Page 2: 07. BAB II

4

Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai berikut:7

1. Atonia uteri 50 – 60 %

2. Sisa plasenta 23 – 24 %

3. Retensio plasenta 16 – 17 %

4. Trauma jalan lahir 4 – 5 %

5. Kelainan pembekuan darah 0,5 – 0,8 %

2.3 Faktor Resiko

Riwayat HPP pada persalinan sebelumnya merupakan faktor resiko paling

besar untuk terjadinya HPP sehingga segala upaya harus dilakukan untuk

menentukan keparahan dan penyebabnya. Beberapa faktor lain yang perlu kita

ketahui karena dapat menyebabkan terjadinya HPP; 1

1. Perdarahan dari tempat implantasi plasenta

a. Hipotoni sampai atonia uteri

- Akibat anastesi

- Distensi berlebihan (gemeli, anak besar, hidramnion)

- Partus lama, partus kasep

- Partus terlalu cepat

- Persalinan karena induksi oksitosin

- Multiparitas

- Korioamnionitis

- Riwayat atonia sebelumnya

b. Sisa plasenta

Page 3: 07. BAB II

5

- Kotiledon atau sisa selaput ketuban

- Plasenta susenturiata

- Plasenta akreta, inkreta, perkreta

2. Perdarahan karena robekan

a. Episiotomi yang melebar

b. Robekan pada perineum, vagina dan serviks

c. Ruptur uteri

3. Gangguan pembekuan darah

Jarang terjadi tetapi bisa memperburuk keadaan diatas, misalnya pada

kasus trombofilia, sindroma HELLP, preeklamsia dan solution plasenta.

2.4 Etiologi

Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan HPP, faktor-faktor yang

menyebabkan HPP adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, trauma

jalan lahir dan kelainan pembekuan darah.1,4,5,6,8

2.4.1 Atonia Uteri

Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang

menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat

implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. HPP secara fisiologis di

kontrol oleh kontraksi myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh

darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri

terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena

atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. Atonia uteri juga dapat

timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan

mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya

Page 4: 07. BAB II

6

bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama HPP.

Perdarahan oleh karena atonia uteri dapat dicegah dengan:6

- Melakukan secara rutin manajemen aktif kala III pada semua wanita yang

bersalin karena hal ini dapat menurunkan insiden HPP akibat atonia uteri.

- Pemberian 20-40 unit oksitosin dalam 1000ml NaCl 0,9% atau Ringer Laktat

dengan kecepatan 60tpm dan 10 unit IM segera setelah bayi lahir hingga

perdarahan berhenti.

2.4.2 Retensio dan Sisa Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan apabila plasenta tetap tinggal dalam uterus

30 menit setelah bayi lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan

aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus.1

- Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan

Nitabuch layer,

- Disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus miometrium,

dan

- Disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menebus perimetrium.

HPP dini jarang disebabkan oleh sisa plasenta yang kecil, tetapi plasenta

yang tersisa sering menyebabkan perdarahan pada akhir masa nifas.2

Kemungkinan terjadinya HPP diakibatkan karena tertinggalnya kotiledon

atau lobus susenturiata (terlihat pada 3% plasenta). Pemeriksaan plasenta dapat

mengidentifikasi kelainan yang menunjukkan kemungkinan adanya potongan

yang tertinggal.2

Page 5: 07. BAB II

7

Beberapa tanda dari potongan plasenta yang tertinggal antara lain: plasenta

atau sebagian kulit ketuban tidak lengkap, perdarahan pada akhir masa nifas,

uterus berkontraksi tinggi dan fundus uteri tetap.2

2.4.3 Trauma Jalan Lahir

Sekitar 5% kasus HPP disebabkan oleh trauma jalan lahir.7,8,9

1. Ruptur Uterus

2. Inversio Uterus

3. Robekan Jalan Lahir

4. Vaginal Hematom

Pertolongan persalinan yang semakin manipulatif dan traumatik akan

memudahkan robekan jalan lahir dan karena itu dihindarkan memimpin persalinan

pada saat pembukaan serviks belum lengkap. Robekan jalan lahir biasanya akibat

episiotomi, robekan spontan perineum, trauma forseps atau vakum ekstraksi dan

versi ekstraksi.

Tingkat perlukaan perineum dapat dibagi dalam:

- Tingkat I : mengenai mukosa vagina dan jaringan ikat, tidak perlu dijahit.

- Tingkat II : mengenai mukosa vagina, jaringan ikat dan otot di bawahnya.

- Tingkat III : mengenai m.sfingter ani

- Tingkat IV : mengenai mukosa rektum

Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan

antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya,

dan persalinan dengan induksi oksitosin. Ruptur uterus sering terjadi akibat

jaringan parut section cesarean sebelumnya.

Page 6: 07. BAB II

8

Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya

terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan

bayi besar, terminasi kehamilan dengan vakum atau forceps, walau begitu laserasi

bisa terjadi pada semua persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa

vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan

dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan

bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan

yang berlebihan jika mengenai arteri atau vena yang besar disekitar perineum, jika

episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada

penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi. Perdarahan yang terus

terjadi (terutama merah menyala) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada

perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi serviks atau vagina

diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.

Pada inversio uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga

fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi

dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Hal ini terjadi disebabkan oleh

tarikan kuat terhadap tali pusat yang melekat ke plasenta yang tertanam di

fundus.2 Inversio uteri dapat dibagi:

- Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang

tersebut.

- Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina.

- Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar

vagina.

Page 7: 07. BAB II

9

2.4.4 Kelainan Pembekuan Darah

Pada periode post partum awal, kelainan sistem koagulasi dan platelet

biasanya tidak menyebabkan perdarahan yang banyak, hal ini bergantung pada

kontraksi uterus untuk mencegah perdarahan. Deposit fibrin pada tempat

perlekatan plasenta dan pembekuan darah memiliki peran penting beberapa jam

hingga beberapa hari setelah persalinan. Kelainan pada daerah ini dapat

menyebabkan HPP sekunder atau perdarahan eksaserbasi dari sebab lain, terutama

trauma.9

Abnormalitas dapat muncul sebelum persalinan atau didapat saat persalinan.

Trombositopenia dapat berhubungan dengan penyakit sebelumnya, seperti ITP

atau sindroma HELLP sekunder, solusio plasenta, DIC atau sepsis. Abnormalitas

platelet dapat saja terjadi, tetapi hal ini jarang. Sebagian besar merupakan

penyakit sebelumnya, walaupun sering tak terdiagnosis.11

Abnormalitas sistem pembekuan yang muncul sebelum persalinan yang

berupa hipofibrinogenemia familial, dapat saja terjadi, tetapi abnormalitas yang

didapat biasanya yang menjadi masalah. Hal ini dapat berupa DIC yang

berhubungan dengan solusio plasenta, sindroma HELLP, IUFD, emboli air

ketuban dan sepsis. Kadar fibrinogen meningkat pada saat hamil, sehingga kadar

fibrinogen pada kisaran normal seperti pada wanita yang tidak hamil harus

mendapat perhatian. Selain itu, koagulopati dilusional dapat terjadi setelah HPP

masif yang mendapat resusiatsi cairan kristaloid dan transfusi PRC.11

DIC juga dapat berkembang dari syok yang ditunjukkan oleh hipoperfusi

jaringan, yang menyebabkan kerusakan dan pelepasan tromboplastin jaringan.

Page 8: 07. BAB II

10

Pada kasus ini terdapat peningkatan kadar D-dimer dan penurunan fibrinogen

yang tajam, serta pemanjangan waktu trombin (thrombin time).11

2.5 Diagnosis

HPP digunakan untuk persalinan dengan umur kehamilan lebih dari 20

minggu, karena apabila umur kehamilan kurang dari 20 minggu disebut sebagai

aborsi spontan.10

Beberapa gejala yang bisa menunjukkan HPP:

1. Perdarahan yang tidak dapat dikontrol.

2. Penurunan tekanan darah.

3. Peningkatan detak jantung.

4. Penurunan hitung sel darah merah (hematokrit).

5. Pembengkakan dan nyeri pada jaringan daerah vagina dan perineum.

Perdarahan hanyalah gejala, penyebabnya haruslah diketahui dan

ditatalaksana sesuai penyebabnya.8 HPP dapat berupa perdarahan yang hebat

dan/atau dapat berupa perdarahan yang merembes perlahan-lahan tapi terjadi terus

menerus sehingga akhirnya menjadi banyak dan menyebabkan ibu lemas ataupun

jatuh kedalam syok.4

Pada perdarahan sebelum plasenta lahir biasanya disebabkan retensio

plasenta atau laserasi jalan lahir, bila karena retensio plasenta maka perdarahan

akan berhenti setelah plasenta lahir. Pada perdarahan yang terjadi setelah plasenta

lahir perlu dibedakan sebabnya antara atonia uteri, sisa plasenta, atau trauma jalan

lahir. Pada pemeriksaan obstretik kontraksi uterus akan lembek dan membesar

Page 9: 07. BAB II

11

jika ada atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik dilakukan eksplorasi untuk

mengetahui adanya sisa plasenta atau laserasi jalan lahir.

Tabel 2.1 Penilaian Klinik Penyebab HPP

Gejala dan Tanda Penyulit Diagnosis Kerja

- Uterus tidak berkontraksi

dan lembek.

- Perdarahan segera setelah

anak lahir .

- Syok.

- Bekuan darah pada

serviks atau posisi

telentang akan

menghambat aliran

darah keluar.

Atonia Uteri

- Uterus tidak teraba.

- Lumen vagina terisi massa.

- Tampak tali pusat (bila

plasenta belum lahir).

- Neurogenik syok.

- Pucat dan limbung.

Inversio Uteri

- Plasenta belum lahir setelah

30 menit.

- Perdarahan segera.

- Uterus berkontraksi dan

keras.

- Tali pusat putus

akibat traksi

berlebihan.

- Inversio uteri akibat

tarikan.

Retensio Plasenta

- Plasenta atau sebagian

selaput tidak lengkap.

- Perdarahan pada akhir

masa nifas.

Uterus berkontraksi

tetapi tinggi fundus

tidak berkurang.

Retensi Sisa Plasenta

- Darah segar mengalir

segera setelah bayi lahir.

- Uterus berkontraksi dan

keras.

- Plasenta lengkap.

- Pucat

- Lemah

- Menggigil

 

Robekan Jalan Lahir

- Perdarahan sekunder

- Perdarahan eksaserbasi dari

sebab lain, terutama trauma

- Syok hipovolemik Kelainan pembekuan

darah

Page 10: 07. BAB II

12

Berikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa HPP:4

1. Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri.

2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.

3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari:

a. Sisa plasenta dan ketuban

b. Trauma jalan lahir, dan

c. Plasenta susenturiata

4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina, arteri atau vena

yang pecah.

5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, clotting time, hemoglobin

(Hb), eritrosit dan trombosit.

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Pencegahan HPP

1. Perawatan Masa Kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang

disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan

tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu

hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia

dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi

atau riwayat HPP sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.4

2. Persiapan Persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,

golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan

dititipkan di bank darah. Pemasangan abokat/venflon dengan lubang

Page 11: 07. BAB II

13

yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien

dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.9

Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko HPP untuk menabung

darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

3. Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massase uterus dengan arah gerakan sirkuler

atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan

baik. Massase yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus

sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu

kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan

menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya

HPP.7

4. Kala III dan Kala IV

Uterotonika dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Studi

memperlihatkan penurunan insiden HPP pada pasien yang mendapat

oksitosin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan

insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati

pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG

untuk memastikan. Pemberian oksitosin selama kala III terbukti

mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian HPP sebesar 40%.

Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit

setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada

untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan

terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah

Page 12: 07. BAB II

14

yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen,

dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya

plasenta dapat dikeluarkan dengan cara penarikan tali pusat terkendali

secara hati-hati.

Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk

“manual plasenta” pada penanganan kasus retensio plasenta ada

perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila

sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alasan untuk menunggu

pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan

tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang

menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir.

Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di

eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.

Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan

lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang

cukup. Luka trauma ataupun episiotomi segera dijahit sesudah

didapatkan uterus yang mengeras dan berkontraksi dengan baik.

2.6.2 Manajemen HPP

Tujuan utama pertolongan pada pasien dengan HPP adalah menemukan dan

menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin.11 Terapi pada pasien

dengan HPP mempunyai 2 bagian pokok:10

1. Resusitasi dan Manajemen Perdarahan

Page 13: 07. BAB II

15

Pasien dengan HPP memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan

volume sirkulasi darah ke organ-organ penting. Pantau terus perdarahan,

kesadaran dan tanda-tanda vital pasien.

Pastikan dua abokat/venflon ukuran besar 16 untuk memudahkan

pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan

resusitasi cairan cepat.

a. Pemberian cairan: berikan NaCl 0,9% atau Ringer Laktat.

b. Transfusi darah: bisa berupa whole blood ataupun packed red cell.

c. Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine

(dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam

1jam = 30 cc atau lebih).

2. Manajemen Penyebab HPP

Tentukan penyebab HPP:

a. Atonia Uteri

Periksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di

fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah

di uterus dan vagina. Apabila terus teraba lembek dan tidak

berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras

dan pemberian oksitosin. Pengosongan kandung kemih bisa

mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan

selanjutnya.

Setelah diagnosa ditegakkan atonia uteri, segera lakukan Kompresi

Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit. Masukkan tangan dalam

posisi obstetri ke dalam lumen vagina, ubah menjadi kepalan dan

Page 14: 07. BAB II

16

letakkan dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking pada

forniks anterior dan dorong segmen bawah uterus ke kranio-anterior.

Upayakan tangan luar mencakup bagian belakang korpus uteri

sebanyak mungkin. Kemudian lakukan kompresi uterus dengan

mendekatkan telapak tangan luar dan kepalan tangan dalam. Tetap

berikan tekanan sampai perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi.

Gambar 2.1 Kompresi Bimanual Internal

Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, lakukan Kompresi

Bimanual Eksternal (KBE) oleh asisten/anggota keluarga. Tekan

dinding belakang uterus dan korpus uteri di antara genggaman ibu

jari dan keempat jari lain, serta dinding depan uterus dengan uterus

dengan kepalan tangan yang lain.

Gambar 2.2 Kompresi Bimanual EksternalSementara itu berikan ergometrin 0,2 mg IV dan infus 20 unit

oksitosin dalam 1000ml NaCl 0,9% atau Ringer Laktat IV 60 tpm

dan metil ergometrin 0,125mg.6

Page 15: 07. BAB II

17

Gambar 2.3 Penanganan Atonia Uteri Secara Mandiri

b. Retensio dan Sisa Plasenta6

Masase fundus uteriSegera ssdh plasenta lahir

(maksimal 15 detik)

Uterus kontraksi? Evaluasi rutinya

Evaluasi / bersihkan bekuan darah /sel.ketubanKBI maksimal 5 menit

Uterus kontraksi? Pertahankan KBI 1 – 2 mntKeluarkan tangan secara hati2Lakukan pengawasan kala IV

ya

tidak

Ajarkan keluarga KBEKeluarkan tangan secara hati2Suntik ergometrin 0,2 imPasang infus + 20 IU oks , guyurLakukan KBI lagi

tidak

Uterus kontraksi ? Pengawasan kala IVya

Rujuk ke RS utk persiapan laparotomi(bisa dilakukan pemasangan tampon kondom kateter)Lanjutkan infus + 20 IU oksitosin minimal 500 cc / jamSampai tempat rujukan

Lakukan kompresi aorta abdominalisDapat diberikan misoprostol per rectal

Page 16: 07. BAB II

18

Manual plasenta dilakukan setelah 30 menit bayi lahir dan telah

disertai manajemen aktif kala III namun plasenta tidak lahir. Dan/atau

plasenta keluarnya tidak lengkap yang mengakibatkan perdarahan

berlanjut. Setelah dilakukan informed consent, berikan sedatif

diazepam 10mg IM atau IV dan antibiotik dosis tunggal (profilaksis).

Masukkan tangan dalam posisi obstetri dengan menelusuri bagian

bawah tali pusat seperti pada Gambar 2.4 berikut.

Gambar 2.4 Penelusuran Tali Pusat

Tangan sebelah dalam menyusuri tali pusat hingga masuk ke dalam

kavum uteri, sedangkan tangan di luar menahan fundus uteri, untuk

mencegah inversio uteri (lihat Gambar 2.5). Menggunakan lateral jari

tangan, disusuri dan dicari pinggir perlekatan plasenta. Tangan

dibuka menjadi seperti memberi salam, lalu jari-jari dirapatkan.

Tentukan tempat implantasi plasenta, temukan tepi plasenta yang

paling bawah kemudian gerakkan tangan kanan ke kiri sambil

bergeser ke arah kranial hingga seluruh permukaan plasenta

dilepaskan. Lakukan eksplorasi apabila plasenta sudah keluar untuk

memastikan tidak ada bagian plasenta yang masih melekat pada

dinding uterus.

Page 17: 07. BAB II

19

Gambar 2.5 Manual Plasenta

Jika plasenta tidak dapat dilepaskan, kemungkinan plasenta akreta.

Siapkan laparotomi untuk histerektomi supravaginal.

c. Trauma Jalan Lahir

Perlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus

sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut.

Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir

dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah

diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas

puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi

perdarahan setelah penjahitan selesai.

Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi

laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa

dilakukan insisi dan drainage. Apabila hematom sangat besar curigai

sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi

untuk menghentikan perdarahan.

d. Kelainan Pembekuan Darah

Jika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa

plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik

maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan

Page 18: 07. BAB II

20

darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah pengganti

(trombosit, fibrinogen).

e. Terapi Pembedahan

1) Laparotomi

Pemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel)

adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas

untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya

untuk mencari tempat ruptur uteri ataupun hematom. Reparasi

tergantung tebal tipisnya ruptur. Pastikan reparasi benar-benar

menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena

hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina.

Pemasangan drainage apabila perlu. Apabila setelah pembedahan

ditemukan uterus intak dan tidak ada perlukaan ataupun ruptur

lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonika.

2) Ligasi Arteri

- Ligasi Arteri Uterina

Prosedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang

berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang

mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan

kesuburan.

- Ligasi Arteri Ovarica

Mudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang

diberikan.

Page 19: 07. BAB II

21

- Ligasi Arteri Iliaca Interna

Efektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua

traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan sirkulasi

darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan

perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.

3) Histerektomi

Merupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang

berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam

kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan,

hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif

menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah

rahim, serviks, forniks vagina.

2.7 Komplikasi

HPP adalah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi setelah bayi lahir

pervaginam atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan abdominal sehingga

rentan sekali mengakibatkan syok hipovolemik.9.10.11 Kondisi dalam persalinan

menyebabkan kesulitan untuk menentukan jumlah perdarahan yang terjadi, maka

batasan jumlah perdarahan disebutkan sebagai perdarahan yang lebih dari normal

dimana telah menyebabkan perubahan tanda vital, antara lain pasien mengeluh

lemah, limbung, berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, tekanan darah sistolik

< 90 mmHg, denyut nadi > 100 x/menit, kadar Hb<8 g/dL.10

Page 20: 07. BAB II

22

Penatalaksanaan pasien dengan HPP harus ditangani dalam 2 komponen,

yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta kemungkinan syok

hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab terjadinya HPP.11

2.7.1 Resusitasi Cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena sehingga

dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani penyebab

perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena. Selama

persalinan perlu dipasang paling tidak 1 jalur intravena pada wanita dengan resiko

HPP, dan dipertimbangkan jalur kedua pada pasien dengan resiko sangat tinggi.11

Pada HPP diberikan resusitasi dengan cairan kristaloid dalam volume yang

besar, baik NaCl 0,9% atau Ringer Laktat melalui akses intravena perifer. NaCl

0,9% merupakan cairan yang cocok pada saat persalinan karena biaya yang ringan

dan kompatibilitasnya dengan sebagian besar obat dan transfusi darah. Resiko

terjadinya asidosis hiperkloremik sangat rendah dalam hubungan dengan HPP.

Bila dibutuhkan cairan kristaloid dalam jumlah banyak (>10 liter), dapat

dipertimbangkan pengunaan cairan Ringer Laktat.11

Cairan yang mengandung glukosa, seperti Dextrose 5% tidak memiliki

peran pada penanganan HPP. Perlu diingat bahwa kehilangan satu liter darah

perlu penggantian 4-5 liter kristaloid, karena sebagian besar cairan infus tidak

tertahan di ruang intravasluler, tetapi terjadi pergeseran ke ruang interstisial.

Pergeseran ini bersamaan dengan penggunaan oksitosin, dapat menyebabkan

edema perifer pada hari-hari setelah HPP. Ginjal normal dengan mudah

mengekskresi kelebihan cairan. HPP lebih dari 1.500 ml pada wanita hamil yang

normal dapat ditangani cukup dengan infus kristaloid jika penyebab perdarahan

Page 21: 07. BAB II

23

dapat tertangani. Kehilangan darah yang banyak, biasanya membutuhkan

penambahan transfusi sel darah merah.11

Cairan koloid dalam jumlah besar (1.000-1.500ml/hari) dapat menyebabkan

efek yang buruk pada hemostasis. Tidak ada cairan koloid yang terbukti lebih baik

dibandingkan NaCl 0,9% dan karena harga serta resiko terjadinya efek yang tidak

diharapkan pada pemberian koloid, maka cairan kristaloid tetap

direkomendasikan.11

2.7.2 Transfusi Darah

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut dan

diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien menunjukkan

tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.11

PRC digunakan dengan komponen darah lain dan diberikan jika terdapat

indikasi. Tujuan transfusi adalah memasukkan 2-4 unit PRC untuk menggantikan

pembawa oksigen yang hilang dan untuk mengembalikan volume sirkulasi. PRC

bersifat sangat kental yang dapat menurunkan jumlah tetesan infus. Masalah ini

dapat diatasi dengan menambahkan 100 mL NaCl 0,9% pada masing-masing unit.