Struktur dan Fungsi
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangBapak Ki Hadjar Dewantara menyampaikan bahwa
pendidikan dan pengajaran bertujuan untuk mengembangkan tiga hal
yaitu, cipta, rasa, dan karsa. Tiga konsep ini sejalan dengan
konsep tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Benyamin S. Bloom
dan kawan-kawannya pada tahun 1956. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor
pada manusia. Sasaran ketiga ranah tersebut adalah otak, hati
nurani, dan panca indra. Sehingga guru profesional berupaya untuk
mengasah otak siswanya, membina kepribadian sesuai dengan norma
yang berkembang di masyarakat, serta melatih panca indra menjadi
terampil (Nasution & Suryanto, 2007).Ranah kognitif, afektif,
maupun psikomotor diukur dan dinilai dengan menggunakan instrumen,
baik itu tes atau non-tes. Salah satu jenis tes adalah tes hasil
belajar (THB) yang merupakan suatu alat ukur yang mengukur
kemampuan maksimal yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal
yang diberikan. THB mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang
diajarkan oleh guru (Purwanto, 2011). Tes yang dibuat oleh guru
untuk menilai kemajuan siswanya dibedakan menjadi tes subjektif dan
tes objektif. Tes subjektif pada umumnya berbentuk esai (uraian)
sedangkan tes objektif lebih bervariasi, misalnya tes benar salah,
tes pilihan ganda, tes menjodohkan, dan tes isian (Arikunto,
2012).Tes objektif yang paling sering ditemui adalah pilihan ganda.
Tes pilihan ganda biasa kita temui seperti dalam tes masuk sekolah
dan perguruan tinggi, ujian tengah semester, ujian akhir semester,
ujian nasional, maupun tes penerimaan pegawai. Tes ini banyak
digunakan terutama oleh guru karena mudah dalam pemeriksaan dan
penilaiannya, akan tetapi sangat sulit dan membutuhkan banyak waktu
untuk membuatnya. Dalam makalah ini akan coba dipaparkan lebih
spesifik mengenai tes pilihan ganda tersebut. Pemaparan makalah
dimulai dari bagaimana merencanakan, menyusun, mengadministrasikan,
hingga mengelola nilai tes pilihan ganda yang baik dan benar.
B. Rumusan MasalahRumusan masalah yang diangkat dan dibahas
dalam makalah ini berupa pertanyaan sebagai berikut.1. Apakah tes
pilihan ganda (multiple choice test) itu?2. Bagaimanakah
perencanaan tes pilihan ganda yang baik?3. Bagaimanakah penyusunan
tes pilihan ganda yang baik?4. Bagaimanakah pengadministrasian tes
pilihan ganda yang baik?5. Bagaimanakah pengelolaan nilai tes
pilihan ganda yang baik?
C. Tujuan PenulisanTujuan yang ingin dicapai dari penyusunan dan
diskusi makalah ini adalah agar mahasiswa mampu:1. Mengetahui
pengertian tes pilihan ganda.2. Mengetahui perencanaan tes pilihan
ganda yang baik.3. Mengetahui penyusunan tes pilihan ganda yang
baik.4. Mengetahui pengadministrasian tes pilihan ganda yang
baik.5. Mengetahui pengelolaan nilai tes pilihan ganda yang
baik.
D. Manfaat PenulisanManfaat dari penulisan makalah ini adalah
mahasiswa atau pembaca dapat mengetahui bagaimana membuat tes
pilihan ganda yang baik dan benar. Mulai dari perencanaan,
penyusunan, pengadministrasian, hingga pengelolaan nilai yang baik
dan benar sesuai dengan aturan atau kaidah yang berlaku.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pengertian Tes dan Tes Pilihan GandaKata tes berasal dari
bahasa Prancis Kuno, yaitu testum, yang berarti piring untuk
menyisihkan logam-logam mulia atau piring yang dibuat dari tanah.
James Ms. Cattel seorang ahli pada tahun 1890 memperkenalkan
pengertian tes kepada masyarakat melalui bukunya yang berjudul
Mental Test and Measurement. Selanjutnya banyak ahli yang mulai
mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang (Arikunto, 2012).Tes
adalah alat ukur pengumpulan data yang mendorong pesertanya
memberikan penampilan maksimal. Salah satu jenis tes adalah tes
hasil belajar (THB) yang merupakan suatu alat ukur yang mengukur
kemampuan maksimal yang dimiliki siswa untuk menyelesaikan soal
yang diberikan. THB mengukur penguasaan siswa terhadap materi yang
diajarkan oleh guru (Purwanto, 2011). Materi yang ditanyakan dalam
THB adalah tidak hanya mengenai apa yang diperoleh dari guru tetapi
juga mengenai hal-hal di luar yang diberikan, dilatihkan, dan
didiskusikan dengan guru, meliputi semua aspek pembentukan watak
peserta didik termasuk materi yang dipelajari dari lingkungan namun
tetap terkait dengan pembelajaran (Nasution & Suryanto,
2007).Tes yang dibuat oleh guru untuk menilai kemajuan siswanya
dibedakan menjadi tes subjektif dan tes objektif. Tes subjektif
pada umumnya berbentuk esai (uraian) sedangkan tes objektif lebih
bervariasi, misalnya tes benar salah, tes pilihan ganda, tes
menjodohkan, dan tes isian (Arikunto, 2012). Berbeda dengan tes
subjektif, tes objektif merupakan tes yang keseluruhan informasi
yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia karena butir
soalnya telah mengandung kemungkinan jawaban yang harus dipilih
atau dikerjakan oleh siswa (Purwanto, 2011).Tes pilihan ganda
(multiple choice test) adalah suatu keterangan atau pemberitahuan
tentang suatu pengertian yang belum lengkap sehingga untuk
melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban
yang telah tersedia. Tes pilihan ganda terdiri atas bagian
keterangan (stem) dan bagian kemungkinan jawaban (options).
Kemungkinan jawaban terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu
kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor). Tes pilihan ganda
merupakan tes objektif yang paling banyak digunakan karena banyak
sekali materi yang dapat dicakup, misalnya dalam UAN maupun SNMPTN
(sekarang SBMPTN) (Arikunto, 2012).Ragam tes pilihan ganda menurut
Nasution & Suryanto (2007) ada lima seperti tercantum pada
bagan di bawah ini.1. Melengkapi Pilihan2. Hubungan Antar Hal
(Hubungan Sebab Akibat)Pilihan Ganda3. Analisis Kasus4. Melengkapi
Berganda (Pilihan Ganda Kompleks)5. Membaca
Diagram/Gambar/Grafik/TabelSemua ragam pilihan ganda selalu ada
pokok soalnya (stem) yang disajikan dalam narasi (kata-kata,
kalimat pendek atau panjang, atau dalam bentuk diagram, gambar,
grafik, atau tabel). Kemudian dilanjutkan dengan empat atau lebih
pilihan namun hanya satu pilihan yang betul atau paling betul
(Nasution & Suryanto, 2007).Pertanyaan pilihan ganda banyak
dikritik karena hanya mengukur recall dari pengetahuan yang
bersifat faktual. Meskipun demikian, sudah banyak pertanyaan yang
telah dikembangkan untuk mengukur kemampuan kognitif yang lebih
tinggi. Selain itu, soal pilihan ganda membutuhkan lebih banyak
waktu guru untuk membuatnya (Blosser, 1973). Tayipnapis (2008)
mengemukakan kelebihan dan keterbatasan tes pilihan ganda, seperti
yang ditampilkan dalam tabel berikut.Tabel 1. Kelebihan dan
Keterbatasan Tes Pilihan GandaKelebihan Tes Pilihan
GandaKeterbatasan Tes Pilihan Ganda
Dapat mengukur baik recall maupun proses mental yang tinggi.
Dapat diskor dengan cepat, baik oleh guru, mesin, operator, atau
oleh siswa sendiri. Ekonomis dan efisien. Tingkat kesulitannya
dapat diukur. Dibandingkan dengan tes benar salah, tes pilihan
ganda dapat memberi kemungkinan atau alternatif yang lebih banyak.
Tepat untuk tes diagnostik. Reliabilitasnya tinggi. Mudah dijawab
dan lebih disukai oleh siswa. Validitasnya tinggi. Sulit dibuat.
Guru cenderung membuat pertanyaan recall. Dari berbagai macam tes
objektif, tes pilihan ganda memakan waktu yang paling banyak dalam
pembuatannya. Sering terjadi penulisan ambigis.
B. Perencanaan Tes Pilihan GandaPenulis soal tes, sebelum
menentukan teknik dan alat penilaian perlu menetapkan terlebih
dahulu tujuan penilaian dan kompetensi yang hendak diukur. Lebih
lengkapnya, Depdiknas (2008) mengemukakan beberapa langkah penting
yang dapat dilakukan sebagai berikut.1. Menentukan tujuan
penilaian. Tujuan penilaian sangat penting karena setiap tujuan
memiliki penekanan yang berbeda-beda. Misalnya untuk tujuan
prestasi belajar, diagnostik, atau seleksi.2. Memperhatikan standar
kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD). Standar kompetensi
merupakan acuan utama yang harus dipenuhi atau yang harus diukur
melalui setiap kompetensi dasar yang ada atau melalui gabungan
kompetensi dasar.3. Menentukan jenis alat ukurnya, yaitu tes atau
non-tes atau keduanya. Selanjutnya menentukan jenis tes dengan
menanyakan apakah materi tersebut tepat diujikan secara tertulis
atau lisan.4. Menyusun kisi-kisi tes dan menulis butir soal beserta
pedoman penskorannya. Penulis soal tetap perlu memperhatikan kaidah
penulisan soal.Salah satu hal penting lainnya adalah penentuan
materi penting. Penentuan materi yang akan diujikan sangat penting
karena di dalam satu tes tidak mungkin semua materi pembelajaran
yang telah diajarkan dapat diujikan dalam waktu yang terbatas. Oleh
karenanya, setiap guru harus menentukan materi mana yang sangat
penting dan penunjang, sehingga dalam waktu yang sangat terbatas
materi yang diujikan hanya menanyakan materi-materi yang sangat
penting saja. Tentu saja materi yang telah ditentukan harus dapat
diukur sesuai dengan alat ukur yang akan digunakan (tes atau
non-tes) (Depdiknas, 2008).Penentuan materi penting menurut
Depdiknas (2008) dilakukan dengan memperhatikan kriteria 1)
urgensi, yaitu materi secara teoritis harus dikuasai oleh siswa, 2)
kontinuitas, yaitu materi lanjutan merupakan pendalaman dari satu
atau lebih materi yang sudah dipelajari sebelumnya, 3) relevansi,
yaitu materi yang diperlukan untuk mempelajari atau memahami mata
pelajaran lain, dan 4) keterpakaian, yaitu materi yang memiliki
nilai terapan tinggi dalam kehidupan keseharian.
C. Penyusunan Tes Pilihan GandaSoal bentuk pilihan ganda pada
dasarnya adalah soal bentuk benar salah, tetapi dalam bentuk jamak.
Siswa atau testee diminta membenarkan atau menyalahkan setiap stem
dengan tiap pilihan jawaban. Kemungkinan jawaban itu biasanya
sebanyak tiga atau lebih pilihan jawaban (Arikunto, 2012).Penulisan
soal bentuk pilihan ganda sangat diperlukan keterampilan dan
ketelitian. Hal yang paling sulit dilakukan tentunya menuliskan
pengecoh, karena pengecoh yang baik memiliki karakteristik
tersendiri seperti tingkat kerumitan atau tingkat kesederhanaan
serta panjang pendeknya relatif sama dengan kunci jawaban. Untuk
memudahkan dalam penulisannya, maka perlu mengikuti langkah-langkah
berikut, langkah pertama yaitu menuliskan pokok soalnya, langkah
kedua menuliskan kunci jawabannya, dan langkah ketiga menuliskan
pengecohnya (Depdiknas, 2008).Salah satu langkah penting dalam
penyusunan tes adalah pembuatan kisi-kisi tes. Akan tetapi, sebelum
penyusunan kisi-kisi dan butir soal terlebih dahulu perlu
menentukan jumlah soal setiap kompetensi dasar dan penyebarannya.
Berikut contoh yang penyebaran butir soal dari Depdiknas
(2008).NoKompetensi DasarMateriJumlah soal tes tulisJumlah
soalPraktik
PGUraian
11.1 .......................6----
21.2 .......................31--
31.3 .......................4--1
42.1 .......................51--
52.2 .......................81--
63.1 .......................6--1
73.2 ......................--2--
83.3 .....................8----
Jumlah soal4052
Kisi-kisi tes (test blue-print atau table of specification)
adalah deskripsi kompetensi dan materi yang akan diujikan. Tujuan
penyusunan kisi-kisi adalah untuk menentukan ruang lingkup dan
sebagai petunjuk dalam menyusun soal. Kisi-kisi menurut Depdiknas
(2008) dapat berbentuk matriks seperti berikut.FORMAT KISI-KISI
PENULISAN SOAL
Jenis sekolah: Jumlah soal :Mata pelajaran: Bentuk soal/tes :
Kurikulum: Penyusun :1. Alokasi waktu: 2. No.Standar Kompetensi
Kompetensi DasarKls/smtMateripokokIndikator soalNomorSoal
Keterangan:Isi pada kolom 2, 3. 4, dan 5 adalah harus sesuai
dengan pernyataan yang ada di dalam silabus/kurikulum. Penulis
kisi-kisi tidak diperkenankan mengarang sendiri, kecuali pada kolom
6.
Proses pengelolaan, perbaikan, dan perkembangan soal dilakukan
dengan menuliskan soal di dalam format kartu soal (satu soal
ditulis dalam satu format) sehingga menjadi mudah. Adapun format
yang dicontohkan oleh Depdiknas (2008) seperti berikut ini.
KARTU SOAL
Jenis Sekolah:.Penyusun:1.Mata Pelajaran:.2.Bahan
Kls/Smt:.3.Bentuk Soal:.Tahun Ajaran:.Aspek yang diukur:.
KOMPETENSI DASAR
BUKU SUMBER
RUMUSAN BUTIR SOAL
MATERI
NO SOAL:
KUNCI :
INDIKATOR SOAL
KETERANGAN SOAL
NODIGUNAKAN UNTUKTANGGALJUMLAH SISWATKDPPROPORSI PEMILIH KET
ABCDEOMT
Soal bentuk pilihan ganda merupakan soal yang telah disediakan
satu pilihan jawabannya yang dipilih oleh siswa yang mengerjakan
soal dari pilihan jawaban yang disediakan. Soal tersebut mencakup,
1) dasar pertanyaan/stimulus (bila ada), 2) pokok soal (stem), dan
3) pilihan jawaban yang terdiri atas kunci jawaban dan
pengecoh.Kaidah penulisan soal pilihan ganda menurut Depdiknas
(2008) memperhatikan tiga aspek penting, yaitu materi, konstruksi,
dan bahasa/budaya. Untuk lebih jelasnya, berikut dijabarkan hal-hal
yang berkaitan dengan kaidah penulisan soal untuk tes pilihan
ganda.1. Aspek materia. Soal harus sesuai dengan indikator. Artinya
soal harus menanyakan perilaku dan materi yang hendak diukur sesuai
dengan rumusan indikator dalam kisi-kisi.b. Pengecoh harus
bertungsi.c. Setiap soal harus mempunyai satu jawaban yang benar.
Artinya, satu soal hanya mempunyai satu kunci jawaban. 2. Aspek
konstruksia. Pokok soal harus dirumuskan secara jelas dan tegas.
Artinya, kemampuan/ materi yang hendak diukur/ditanyakan harus
jelas, tidak menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda
dari yang dimaksudkan penulis. Setiap butir soal hanya mengandung
satu persoalan/gagasan.b. Rumusan pokok soal dan pilihan jawaban
harus merupakan pernyataan yang diperlukan saja. Artinya apabila
terdapat rumusan atau pernyataan yang sebetulnya tidak diperlukan,
maka rumusan atau pernyataan itu dihilangkan saja.c. Pokok soal
tidak memberi petunjuk ke arah jawaban yang benar. Artinya, pada
pokok soal jangan sampai terdapat kata, kelompok kata, atau
ungkapan yang dapat memberikan petunjuk ke arah jawaban yang
benar.d. Pokok soal jangan mengandung pernyataan yang bersifat
negatif ganda. Artinya, pada pokok soal jangan sampai terdapat dua
kata atau lebih yang mengandung arti negatif. Hal ini untuk
mencegah terjadinya kesalahan penafsiran siswa terhadap arti
pernyataan yang dimaksud. Untuk keterampilan bahasa, penggunaan
negatif ganda diperbolehkan bila aspek yang akan diukur justru
pengertian tentang negatif ganda itu sendiri.e. Pilihan jawaban
harus homogen dan logis ditinjau dari segi materi. Artinya, semua
pilihan jawaban harus berasal dari materi yang sama seperti yang
ditanyakan oleh pokok soal, penulisannya harus setara, dan semua
pilihan jawaban harus berfungsi.f. Panjang rumusan pilihan jawaban
harus relatif sama. Kaidah ini diperlukan karena adanya
kecenderungan siswa memilih jawaban yang paling panjang karena
seringkali jawaban yang lebih panjang itu lebih lengkap dan
merupakan kunci jawaban.g. Pilihan jawaban jangan mengandung
pernyataan Semua pilihan jawaban di atas salah" atau "Semua pilihan
jawaban di atas benar". Artinya dengan adanya pilihan jawaban
seperti ini, maka secara materi pilihan jawaban berkurang satu
karena pernyataan itu bukan merupakan materi yang ditanyakan dan
pernyataan itu menjadi tidak homogen.h. Pilihan jawaban yang
berbentuk angka atau waktu harus disusun berdasarkan urutan besar
kecilnya nilai angka atau kronologis. Artinya pilihan jawaban yang
berbentuk angka harus disusun dari nilai angka paling kecil
berurutan sampai nilai angka yang paling besar, dan sebaliknya.
Demikian juga pilihan jawaban yang menunjukkan waktu harus disusun
secara kronologis. Penyusunan secara unit dimaksudkan untuk
memudahkan siswa melihat pilihan jawaban.i. Gambar, grafik, tabel,
diagram, wacana, dan sejenisnya yang terdapat pada soal harus jelas
dan berfungsi. Artinya, apa saja yang menyertai suatu soal yang
ditanyakan harus jelas, terbaca, dapat dimengerti oleh siswa.
Apabila soal bisa dijawab tanpa melihat gambar, grafik, tabel atau
sejenisnya yang terdapat pada soal, berarti gambar, grafik, atau
tabel itu tidak berfungsi.j. Rumusan pokok soal tidak menggunakan
ungkapan atau kata yang bermakna tidak pasti seperti; sebaiknya,
umumnya, atau kadang-kadang.k. Butir soal jangan bergantung pada
jawaban soal sebelumnya. Ketergantungan pada soal sebelumnya
menyebabkan siswa yang tidak dapat menjawab benar soal pertama
tidak akan dapat menjawab benar soal berikutnya.3. Aspek
bahasa/budayaa. Setiap soal harus menggunakan bahasa yang sesuai
dengan kaidah bahasa Indonesia. Kaidah bahasa Indonesia dalam
penulisan soal di antaranya meliputi: 1) pemakaian kalimat (unsur
subjek, unsur predikat, anak kalimat), 2) pemakaian kata (pilihan
kata, penulisan kata), dan 3) pemakaian ejaan (penulisan huruf,
penggunaan tanda baca).b. Bahasa yang digunakan harus komunikatif,
sehingga pernyataannya mudah dimengerti siswa.c. Pilihan jawaban
jangan yang mengulang kata/frase yang bukan merupakan satu kesatuan
pengertian. Letakkan kata/frase pada pokok soal.Kunci jawaban harus
ditentukan dalam spesifikasi tes hasil belajar supaya orang lain
dapat mengikuti perolehan hasil belajar responden dari jawaban yang
dibuatnya. Kunci jawaban soal pilihan ganda berbeda dengan soal
objektif, yaitu berupa pilihan dari beberapa alternatif jawaban
(Purwanto, 2011).
D. Pengadministrasian Tes Pilihan GandaPengadministrasian
penilaian hasil belajar merupakan serangkaian kegiatan yang
berhubungan dengan proses pelaksanaan penilaian hasil belajar yang
diawali dengan kegiatan penelaahan dan perakitan alat penilaian
tersebut sampai dengan pelaksanaannya di lapangan. Dalam
pengadministrasian tersebut terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan terkait tes, yaitu butir soal harus diperiksa dengan
baik oleh penelaah, butir-butir soal harus dirakit dengan baik,
petunjuk tes harus dipersiapkan dengan baik, soal diketik dengan
baik, dan pelaksanaan tes harus dilaksanakan dengan baik pula
(Nasution & Suryanto, 2007).1. Perakitan Butir Soal yang
BaikButir-butir soal yang dirakit menjadi satu buku soal atau set
soal yang baik menurut Nasution & Suryanto (2007) perlu
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut.a. Urutan pokok bahasan,
yaitu hendaknya butir soal disusun mulai dari butir soal yang
menguji pokok bahasan yang dibahas paling awal sampai butir soal
yang dibahas paling akhir. Hal ini akan mempermudah siswa dalam
mengingat kembali pokok bahasan yang telah dipelajarinya dalam
proses pembelajaran.b. Jenis dan ragam tes yang digunakan. Misalnya
menggunakan tes pilihan ganda dengan 5 ragam; melengkapi pilihan
(ragam A), hubungan antarhal (ragam B), analisis kasus (ragam C),
ganda kompleks (ragam D), dan membaca diagram, grafik, gambar, atau
tabel (ragam E) maka dalam merakit soal harus memulai dari ragam A,
ragam C, ragam E dalam satu kelompok, kemudian disusul dengan ragam
soal B dalam satu kelompok, dan ragam D juga dalam satu kelompok.c.
Tingkat kesukaran dan kompleksitas berpikir yang ingin diukur. Pada
saat merakit soal hendaknya butir soal yang ditempatkan pada
nomor-nomor awal adalah butir soal yang relatif mudah baru kemudian
secara bertahap ditanyakan butir soal yang lebih sukar. Hal ini
dimaksudkan untuk memotivasi siswa, karena secara psikologis jika
siswa dapat mengerjakan butir pada nomor awal maka motivasinya akan
naik, begitu pula sebaliknya. Hal yang sama juga diterapkan untuk
kompleksitas berpikir yang ingin diukur. Soal nomor awal sebaiknya
terdiri dari butir soal yang mengukur proses berpikir rendah
kemudian meningkat pada butir soal selanjutnya.2. Persiapan
Petunjuk Tes yang BaikPetunjuk pengerjaan tes juga merupakan hal
yang sangat perlu dipersiapkan dengan baik agar siswa dapat
mengerjakan tes dengan cara yang benar. Petunjuk pengerjaan tes
dituliskan dengan jelas sehingga siswa tidak perlu menanyakan
bagaimana cara mengerjakannya. Menurut Nasution & Suryanto
(2007) terdapat tiga hal yang perlu dituliskan dalam petunjuk
pengerjaan tes, sebagai berikut.a. Tujuan tes, sangat perlu
dituliskan pada petunjuk agar siswa mengetahui untuk apa tes
tersebut dilaksanakan. Misalnya, tes tersebut diadakan untuk tes
penempatan, tes formatif, tes diagnostik, atau tes sumatif.b.
Jumlah butir soal dan waktu yang diperlukan, dituliskan dengan
jelas sehingga siswa dapat membagi waktu secara proporsional untuk
mengerjakan keseluruhan butir soal.c. Perintah dan prosedur
pengerjaan tes, harus dituliskan dengan jelas sehingga siswa
mengetahui apa yang harus dikerjakan, seperti bagaimana cara
menjawab, dimana harus membubuhkan jawaban, bagaimana meralat
jawaban yang salah, dan apakah akan diterapkan formula tebakan atau
tidak.Sehubungan dengan hal tersebut, maka dalam naskah soal perlu
dicantumkan dua petunjuk, yaitu petunjuk umum yang berisi pedoman
bagaimana mengerjakan keseluruhan tes dan petunjuk khusus yang
berisi pedoman bagaimana mengerjakan satu kelompok tes tertentu.
Petunjuk umum biasanya diletakkan pada sampul naskah sedangkan
petunjuk khusus diletakkan pada baris pertama setiap kelompok soal
(Nasution & Suryanto, 2007).Cara memilih jawaban menurut
Arikunto (2012) dapat dilakukan dengan beberapa cara sebagai
berikut.a. Mencoret kemungkinan jawaban yang tidak benar.b. Memberi
garis bawah pada jawaban yang dianggap benar.c. Melingkari atau
memberi tanda kurung pada huruf di depan jawaban yang dianggap
benar.d. Membubuhkan tanda silang () atau tambah (+) di dalam kotak
atau tanda kurung di depan jawaban yang telah disediakan.e.
Menuliskan jawaban pada tempat yang telah disediakan.Berikut contoh
sampul naskah yang berisi petunjuk umum pengerjaan tes yang
diadaptasi dari Depdiknas (2008).
NASKAH TES
SMP NEGERI ..TES SUMATIF
MATA PELAJARAN : ILMU PENGETAHUAN ALAMKELAS : VIIJUMLAH SOAL :
60 BUTIRWAKTU : PUKUL 07.30 09.00 WITA (90 MENIT)
PETUNJUK:1. Tes ini bersifat tidak boleh membuka buku.2. Semua
butir soal yang ada dalam naskah ini berbentuk tes pilihan ganda.3.
Bacalah setiap petunjuk cara menjawab soal dengan cermat.4.
Tuliskan nama dan jawaban Anda pada lembar jawaban yang telah
disediakan.5. Kerjakanlah terlebih dahulu butir soal yang Anda
anggap paling mudah.6. Kerjakan semua butir soal karena tidak ada
pengurangan skor terhadap jawaban yang salah.7. Jika Anda meralat
jawaban, beri tanda silang () pada jawaban baru yang Anda pilih dan
beri tanda () pada jawaban yang ingin Anda ubah. 8. Setelah
selesai, serahkan naskah dan jawaban Anda kepada pengawas.
3. Proses Pengetikan yang BaikKartu soal maupun naskah tes
sebaiknya diketik sendiri sehingga kerahasiaannya terjamin. Setelah
kartu soal selesai dirakit dan diketik lengkap dengan petunjuk
pengerjaannya, maka langkah berikutnya adalah penggandaan naskah.
Untuk proses penggandaan naskah perlu menjaga kerahasiaan tes dan
melihat aspek efisiensi terutama dari segi biaya. Jika peserta
ujian sangat besar maka proses penggandaan akan lebih efisien jika
dilakukan di percetakan dan perlu memperhatikan langkah-langkah
oleh percetakan menurut Nasution & Suryanto (2007) seperti
berikut.a. Menerima master naskah soal dari penanggung jawab
ujian.b. Membuat master cetak.c. Menggandakan naskah sesuai dengan
jumlah pesanan.d. Menata lembar naskah sesuai dengan urutan
halaman.e. Menjilid naskah.f. Memasukkan naskah ke dalam amplop
ujian. Setiap amplop berisi sepuluh atau dua puluh naskah.g.
Menyerahkan master naskah dan naskah hasil cetak ke penanggung
jawab ujian.Penanggung jawab ujian harus mendistribusikan naskah
tersebut ke setiap tempat pelaksana ujian apabila pelaksanaan ujian
dilakukan di beberapa daerah. Untuk setiap daerah pelaksana ujian
disiapkan juga naskah cadangan untuk mengantisipasi adanya
kesalahan dalam penataan atau pengepakan naskah. Semua kegiatan
tersebut harus dilakukan di bawah pengawasan dan aturan yang ketat
untuk mencegah kebocoran naskah ujian (Nasution & Suryanto,
2007).4. Pelaksanaan Tes yang BaikKondisi lingkungan fisik perlu
mendapatkan perhatian agar siswa dapat bekerja optimal antara lain
lingkungan kelas yang tenang, pengaturan tempat duduk yang tidak
terlalu berdesak-desakan, cahaya yang cukup terang, ventilasi yang
baik sehingga ruangan tidak terlalu panas dan sebagainya. Untuk
memperoleh hasil maksimal setiap siswa dapat memperoleh satu naskah
ujian (Nasution & Suryanto, 2007).Lingkungan kelas yang tenang
dapat diupayakan antara lain membuat tulisan HARAP TENANG ADA UJIAN
yang dipasang di depan pintu atau ruangan. Tempat duduk dalam kelas
juga perlu diatur dengan jarak yang cukup sehingga dapat
menghindari kemungkinan siswa saling bekerja sama. Semua tas, buku,
dan alat tulis yang tidak diperlukan sebaiknya diletakkan di depan
kelas sehingga siswa tidak mempunyai kesempatan untuk membuka buku
atau catatan. Walaupun hal-hal tersebut sudah diperhatikan, tetapi
pengalaman menunjukkan bahwa kecurangan siswa selama tes masing
sering terjadi, misalnya saling bertanya atau membuka catatan.
Untuk mencegah hal tersebut maka fungsi pengawasan sangat
diperlukan (Nasution & Suryanto, 2007).Hal yang sangat penting
tapi justru sering terlupakan oleh guru pada saat pelaksanaan tes
adalah menciptakan kondisi psikis yang baik agar siswa dapat
mencapai hasil yang optimal. Secara psikologis, ketegangan dan
kecemasan dibutuhkan agar siswa dapat menunjukkan hasil belajar
optimal tapi apabila berlebihan maka justru akan mengganggu siswa
dalam tes. Cara yang dapat ditempuh untuk menciptakan kondisi
psikis yang baik antara lain memberitahu siswa bahwa tes tersebut
sangat penting untuk mengukur hasil belajarnya selama setahun,
untuk itu harus dikerjakan sebaik-baiknya. Jangan mengatakan bahwa
tes tersebut menentukan nasib siswa dan tidak dapat naik kelas
apabila tidak dapat mengerjakan tes tersebut (Nasution &
Suryanto, 2007).Hal yang perlu diperhatikan selain yang berhubungan
dengan pelaksanaan tes adalah cara pelaksanaan tes. Cara yang
dimaksud antara lain apakah tes tersebut dilaksanakan secara open
book (boleh membuka buku) atau close book (tidak boleh membuka
buku), tes tersebut diumumkan terlebih dahulu atau tidak,
dilaksanakan secara lisan atau tertulis, atau berupa praktik.
Cara-cara tersebut masing-masing mempunyai kekuatan dan kelemahan
(Nasution & Suryanto, 2007). E. Pengelolaan Nilai Tes Pilihan
GandaSkor dalam tes pilihan ganda diolah dengan menggunakan dua
macam rumus, yaitu dengan denda dan tanpa denda.1. Dengan
dendaSalah satu kelemahan tes yang berbentuk objektif, termasuk
pilihan ganda adalah adanya kemungkinan siswa menjawab benar pada
suatu butir soal bukan karena menguasai materi yang diujikan,
tetapi karena faktor kebetulan karena siswa tersebut membuat
tebakan yang menghasilkan jawaban yang benar. Hal ini mengakibatkan
hasil ukur belajar menjadi tidak akurat karena sebagian dari total
skor adalah faktor kebetulan. Untuk menekan hal ini, maka dalam
aturan penskoran memperhitungkannya dapat digunakan denda (penalty)
pada butir soal yang dijawab salah (Purwanto, 2011).Cara pemberian
denda sangat ditentukan oleh kebijakan guru atau penilai, yaitu
tergantung pada pemahaman guru atau penilai mengenai cara yang
dipandang efektif untuk menghentikan perilaku spekulatif dalam
menjawab soal. Aturan denda dipilih berdasarkan anggapan bahwa
siswa tidak akan melakukan spekulasi tebakan bila aturan denda
diberlakukan (Purwanto, 2011). Berikut rumus penskoran menurut
Arikunto (2012) dengan menggunakan denda.
S = R -
Keterangan:S = skor yang diperoleh (Score)R = jawaban yang betul
(Right)W = jawaban yang salah (Wrong)n= banyaknya options1=
bilangan tetap2. Tanpa dendaRumus dengan denda di atas apabila
seorang guru atau penilai ingin menekan kemungkinan siswa
menebak-nebak dan menghasilkan jawaban benar. Sedangkan apabila
ingin melihat skor siswa secara keseluruhan pada lembar jawaban tes
pilihan ganda digunakan rumus Arikunto (2012) sebagai berikut.
S = RKeterangan:S = skor yang diperolehR = jawaban yang
betulPenilaian mengubah skor menjadi nilai menggunakan skala dan
acuan tertentu. Oleh karena itu, proses penilaian hanya dapat
dijalankan apabila telah jelas skala yang digunakan dan acuan yang
dianutnya. Skala adalah satuan yang digunakan dalam penilaian dan
harus dijelaskan. Nilai diberikan makna berdasarkan skala yang
digunakan. Dari nilai yang sama namun pada skala yang berbeda akan
ditafsirkan makna yang berbeda. Contohnya, nilai 10 merupakan nilai
yang sangat baik apabila skala yang digunakan adalah 0 10, akan
tetapi merupakan nilai yang jelek apabila skala yang digunakan
adalah 0 100 (Purwanto, 2011).Acuan juga sangat menentukan dalam
penilaian. Seperti halnya skala, skor yang sama dapat diubah
menjadi nilai yang berbeda dan dapat menimbulkan keputusan
penilaian yang berbeda pada penggunaan acuan yang berbeda.
Contohnya, seorang siswa memperoleh skor 4 dari 10 butir soal yang
diujikan. Skala yang digunakan adalah skala 0 100. Apabila acuan
yang digunakan patokan dan standar ketuntasan belajar 60, maka
nilai siswa tersebut 4/10 100 = 40, sehingga dinyatakan tidak
lulus. Tetapi apabila acuan yang digunakan adalan norma dan skor 4
merupakan skor tertinggi di kelas maka siswa tersebut memperoleh
nilai 100 dan dinyatakan lulus (Purwanto, 2011).Contoh yang
dikemukakan di atas memperlihatkan dua macam acuan yang digunakan
dalam praktik penilaian, yaitu penilaian acuan patokan (PAP) dan
penilaian acuan norma (PAN). PAP (criterion refenrenced test, CRT)
adalah penilaian yang mengubah skor menjadi nilai berdasarkan skor
maksimum yang menjadi acuan. Dalam hal ini skor diinterpretasikan
berdasarkan pencapaian tujuan tertentu. Rumus yang digunakan untuk
menghitung nilai menurut Purwanto (2011) adalah sebagai
berikut.
Nilai = Skala
Nilai = SkalaPAN (norm referenced test, NRT) adalah penilaian
yang didasarkan pada kedudukan relatif skor siswa di dalam
kelompoknya. Artinya acuan yang digunakan bukan skor maksimum
patokan tetapi posisi siswa di antara kelompok normanya. Sehingga,
rumus yang digunakan menurut Purwanto (2011) sebagai berikut.
Dalam penilaian yang menggunakan acuan PAN, seluruh siswa akan
berdistribusi dalam sebuah kurva normal. Dalam populasi siswa, akan
ada sedikit yang skornya rendah, sebagian besar menyebar di sekitar
rata-rata, dan sedikit yang sangat tinggi (Purwanto, 2011).Skor dan
nilai yang diperoleh dari tes, misalnya tes hasil belajar
diharapkan dapat memberikan informasi yang akurat. Apabila
informasi yang tidak akurat tersebut digunakan sebagai dasar
pertimbangan dalam pengambilan suatu kesimpulan dan keputusan, maka
pastilah kesimpulan dan keputusan tersebut juga tidak tepat.
Pengambilan keputusan yang tidak tepat, yang diakibatkan oleh
informasi dari skor hasil tes yang tidak valid, terkadang akibatnya
tidak dapat lagi diperbaiki seusia hidup. Kasus siswa yang keliru
dalam memilih jurusan/prodi menjadi contoh akibat dari keputusan
yang didasarkan pada informasi yang tidak valid. Keputusan dan
kesimpulan yang tepat hanya dapat dicapai apabila data diperoleh
dengan cara yang benar dan menggunakan instrumen ukur yang memenuhi
persyaratan (Azwar, 2012).
BAB IIIKESIMPULAN DAN SARAN
A. KesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan
makalah ini antara lain:1. Tes pilihan ganda (multiple choice test)
adalah suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian
yang belum lengkap sehingga untuk melengkapinya harus memilih satu
dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah tersedia. Tes pilihan
ganda terdiri atas bagian keterangan (stem) dan bagian kemungkinan
jawaban (options).2. Perencanaan tes pilihan ganda yang baik adalah
terlebih dahulu meninjau tujuan penilaian, memperhatikan SK dan KD,
menentukan jenis alat ukurnya (tes atau non-tes atau keduanya),
serta menentukan materi penting.3. Penyusunan tes pilihan ganda
yang baik adalah dimulai dengan menentukan jumlah soal setiap
kompetensi dasar dan penyebarannya, membuat kisi-kisi tes, membuat
kartu soal untuk pengembangan butir soal, kemudian menyusun soal
sesuai dengan kaidah yang berlaku, baik dalam aspek materi,
konstruksi, maupun bahasa.4. Pengadministrasian tes pilihan ganda
yang baik meliputi perakitan soal yang baik, persiapan petunjuk tes
yang baik, proses pengetikan yang baik, hingga pelaksanaan tes yang
baik itu sendiri. Namun, tentunya sebelum itu semua butir soal
perlu ditelaah dan diperiksa dengan teliti sehingga soal
benar-benar mengukur tujuan instruktusional.5. Pengelolaan nilai
tes pilihan ganda yang baik yaitu dengan menentukan cara penskoran,
baik dengan denda atau tanpa denda serta cara penilaian, baik
berdasarkan PAP atau PAN.
B. SaranPenyusun memberikan saran agar penulis makalah
selanjutnya dapat melengkapi makalah ini dengan sumber-sumber
terbaru dan lebih lengkap. Penyusun menyarankan agar dalam makalah
berikutnya mampu memaparkan lebih lengkap dan terperinci terutama
dengan contoh-contoh soal pilihan ganda yang mampu memberikan kita
pemahaman yang lebih jelas, terutama pada aspek-aspek yang sering
menimbulkan kekeliruan dalam penyusunan soal pilihan ganda.23