BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi HIV (Human immunodeficiency Virus) adalah virus pada manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya (Rampengan dan Laurentz, 2007). II. Epidemiologi Menurut data WHO tahun 2014, prevalensi penduduk dengan terinfeksi HIV sejumlah 36,9 juta jiwa dengan 2,6 juta diantaranya adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun. Infeksi baru diperkirakan mencapai 2 juta per tahunnya dengan angka kematian sekitar 1,2 juta jiwa. Pada anak usia kurang dari 15 tahun terdapat sekitar 11
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
HIV (Human immunodeficiency Virus) adalah virus pada manusia yang
menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif
lama dapat menyebabkan AIDS, sedangkan AIDS sendiri adalah suatu sindroma
penyakit yang muncul secara kompleks dalam waktu relatif lama karena penurunan
sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah sindroma yang
menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang
diketahui untuk dapat menerangkan terjadinya defisiensi tersebut sepertii
keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan
sebagainya (Rampengan dan Laurentz, 2007).
II. Epidemiologi
Menurut data WHO tahun 2014, prevalensi penduduk dengan terinfeksi HIV
sejumlah 36,9 juta jiwa dengan 2,6 juta diantaranya adalah anak-anak di bawah usia
15 tahun. Infeksi baru diperkirakan mencapai 2 juta per tahunnya dengan angka
kematian sekitar 1,2 juta jiwa. Pada anak usia kurang dari 15 tahun terdapat sekitar
220.000 infeksi baru dengan 150.000 diantaranya meninggal dunia.
Data Epidemiologi AIDS menurut WHO tahun 2014
11
III. Etiologi
Sindrom immunodefisiensi didapat pediatrik (AIDS) disebabkan oleh virus
immunodefisiensi manusia / Human Immunodeficiency virus (HIV) tipe 1 (HIV-1)
yang melekat dan memasuki limfosit T helper CD4+ , yang juga ditemukan dalam
jumlah yang lebih rendah pada monosit dan makrofag. HIV-I merupakan retrovirus
yang termasuk pada subfamili Lentivirus. Juga sangat dekat dengan HIV-II, yang
menyebabkan penyakit yang sama. HIV adalah virus RNA dan merupakan parasit
obligat intra sel .Dalam bentuknya yang asli ia merupakan partikel yang inert, tidak
dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel host ( sel target ).
Retrovirus mengandung kapsid sebelah dalam yang disusun dari protein struktur
yang dirujuk pada ukurannya.
Protein struktural utama adalah p24, terdeteksi dalam serum penderita yang
terinfeksi dengan beban virus tinggi.
Kapsid virion mengandung dua kopi RNA helai tunggal dan beberapa molekul
transkriptase balik. Transkriptase balik adalah polimerase DNA virus yang
menggabung nukleosid menjadi DNA dengan menggunakan RNA virus sebagai
model. (Behrman et al 2009)
HIV merupakan retrovirus sitopatik tidak bertransformasi mendorong
terjadinya immunodefisiensi dengan merusak sel T sasaran. Selubung (envelope)
lipid HIV-I berasal dari membran sel pejamu yang terinfeksi saat budding, yang
mengandung dua glikoprotein virus, gp120 dan gp41. gp120 penting pada
pengikatan pada molekul CD4 pejamu untuk memulai infeksi virus. Ditemukan
beberapa gen yang tidak ditemukan pada retrovirus lain, yaitu tat, vpu, vip, nef, dan
rev.tat dan rev, mengatur transkripsi HIV dan karenanya dapat dipakai sebagai
target terapi. Virus diisolasi dari sel limfosit, serum cairan serebrospinal, dan semua
sekresi dari penderita yang terinfeksi. (Robbins et al, 2008).
IV. Patofisiologi
Atas dasar interaksi HIV dengan respon imun pejamu, infeksi HIV dibagi
menjadi tiga Tahap :
12
1) Tahap dini, fase akut, ditandai oleh viremia transien, masuk ke dalam jaringan
limfoid, terjadi penurunan sementara dari CD4+ sel T diikuti serokonversi dan
pengaturan replikasi virus dengan dihasilkannya CD8+ sel T antivirus. Secara
klinis merupakan penyakit akut yang sembuh sendiri dengan nyeri tenggorok,
mialgia non-spesifik, dan meningitis aseptik. Keseimbangan klinis dan jumlah
CD4+ sel T menjadi normal terjadi dalam waktu 6-12 minggu.
2) Tahap menengah, fase kronik, berupa keadaan laten secara klinis dengan
replikasi. virus yang rendah khususnya di jaringan limfoid dan hitungan CD4+
secara perlahan menurun. Penderita dapat mengalami pembesaran kelenjar limfe
yang luas tanpa gejala yang jelas. Tahap ini dapat mencapai beberapa tahun.
Pada akhir tahap ini terjadi demam, kemerahan kulit, kelelahan, dan viremia.
Tahap kronik dapat berakhir antara 7-10 tahun.
3) Tahap akhir, fase krisis, ditandai dengan menurunnya pertahanan tubuh
penderita secara cepat berupa rendahnya jumlah CD4+, penurunan berat badan,
diare, infeksi oportunistik, dan keganasan sekunder. Tahap ini umumnya dikenal
sebagai AIDS. Petunjuk dari CDC di Amerika Serikat menganggap semua orang
dengan infeksi HIV dan jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel/µl sebagai
AIDS, meskipun gambaran klinis belum terlihat. (Robbins et al, 2008)
V. Infeksi HIV pada Anak
Pada neonatal HIV dapat masuk ke dalam tubuh melalui penularan
transplasental atau perinatal. Setelah virus HIV masuk ke dalam target yang
mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD4. Ia melepas bungkusnya
kemudian mengeluarkan enzim R-tase yang dibawanya untuk mengubah bentuk
RNA-nya menjadi DNA agar dapat bergabung menyatukan diri dengan DNA sel
target (sel limfosit T helper CD4 dan sel-sel imunologik lain) . Dari DNA sel target
ini berlangsung seumur hidup. Sel limfosit T ini dalam tubuh mempunyai
mempunyai fungsi yang penting sebagai daya tahan tubuh. Akibat infeksi ini fungsi
sistem imun (daya tahan tubuh) berkurang atau rusak, maka fungsi imonologik lain
juga mulai terganggu. HIV dapat pula menginfeksi makrofag, sel-sel yang dipakai
13
virus untuk melewati sawar darah otak masuk ke dalam otak. Fungsi linfosit B juga
terpengaruh, dengan peningkatan produksi imunoglobulin total sehubungan dengan
penurunan produksi antibodi spesifik. Dengan memburuknya sistem imun secara
progresif, tubuh menjadi semakin rentan terhadap infeksi oportunis dan juga
berkurang kemampuannya dalam memperlambat replikasi HIV. Infeksi HIV
dimanifestasikan sebagai penyakit multi-sistem yang dapat bersifat dorman selama
bertahun-tahun sambil menyebabkan imunodefisiensi secara bertahap. Kecepatan
perkembangan dan manifestasi klinis dari penyakit ini bervariasi dari orang ke
orang. Virus ini ditularkan hanya melalui kontak langsung dengan darah atau
produk darah dan cairan tubuh, melalui obat-obatan intravena, kontak seksual,
transmisi perinatal dari ibu ke bayi, dan menyusui. Tidak ada bukti yang
menunjukkan infeksi HIV didapat melalui kontak biasa.
Empat populasi utama pada kelopok usia pediatrik yang terkena HIV :
1) Bayi yang terinfeksi melalui penularan perinatal dari ibu yang terinfeksi
(disebut juga trasmisi vertikal); hal ini menimbulkan lebih dari 85% kasus
AIDS pada anak-anak yang berusia kurang dari 13 tahun.
2) Anak-anak yang telah menerima produk darah (terutama anak dengan
hemofili)
3) Remaja yang terinfeksi setelah terlibat dalam perilaku resiko tinggi.
4) Bayi yang mendapat ASI ( terutama di negara-negara berkembang ).
Limfoma ( sarkoma burkitt atau sarkoa imunoblastik ).
Kompleks Mycobacterium avium atau Mycobacterium kansasii, diseminata
atau ekstrapulmoner.
Pneumonia Pneumocystis carinii.
Leukoensefalopati multifokal progresif.
Septikemia salmonella kambuhan.
Toksoplasmosis pada otak, awitan saat berumur > 1 bulan.
Wasting Syndrome karena HIV. (Cecily, 2012)
VII.Pendekatan Diagnosis
Pendekatan diagnosa HIV pada anak terutama bayi relatif lebih sukar dari
pada orang dewasa. Hal ini di samping karena tanda klinisnya yang tidak / kurang
meyakinkan akibat banyaknya penyakit lain yang harus dipikirkan sebagai diagnosa
bandingnya, juga karena pemeriksaan serologisnya yang sering membingungkan.
Adanya antibodi terhadap HIV (IgG) pada darah bayi dapat merupakan antibodi
19
yang berasal dari ibunya, karena antibodi ini dapat menembus plasenta, yang dapat
menetap berada dalam darah si anak sampai berumur 18 bulan. Kalau hal ini terjadi,
maka memerlukan pemeriksaan serial dan untuk mengevaluasi kebenaran terjadinya
infeksi bagi si bayi. Pada umumnya dikatakan, masih terdapatnya antibodi sampai
lebih dari 15 bulan menunjukkan adanya infeksi HIV pada bayi. Terdapatnya
antibodi kelas IgM atau IgA, mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi, dengan
sensitifitas dan spesifitas sampai 98%.
Pada umumnya diagnosa infeksi HIV pada anak ditegakkan atas dasar :
1. Tergolong dalam kelompok resiko tinggi.
2. Adanya infeksi oportunistik dengan atau tanpa
keganasan
3. Adanya tanda-tanda defisiensi imun, seperti
menurunnya T4 (ratio T4:T8)
4. Tidak didapatkan adanya penyebab lain dari defisiensi
imun.
Terbukti adanya HIV baik secara serologi maupun kultur.
Pembuktian adanya HIV dapat dengan mencari antibodinya (IgG, IgM
maupun IgA) yang dapat dikerjakan dengan metoda Elisa maupun Weste Blot.
Dapat pula dengan menentukan Antigen p-24 dengan metoda Elisa, ataupun DNA –
virus dengan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini tentunya
mempunyai arti diagnostik yang lebih tinggi. Metoda lain yang sedang
dikembangkan adalah IVAP (In vitro Antibody Production), dengan mencari sel-sel
penghasil antibodi dari darah bayi.
WHO telah menetapkan kriteria diagnosa AIDS pada anak sebagai berikut :
Seorang anak (<12 tahun) dianggap menderita AIDS bila :
1. Lebih dari 18 bulan, menunjukkan tes HIV positif, dan sekurang-
kurangnya didapatkan 2 gejala mayor dengan 2 gejala minor. Gejala-gejala
ini bukan disebabkan oleh keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan
dengan infeksi HIV.
20
2. Kurang dari 18 bulan, ditemukan 2 gejala mayor dan 2 gejala minor
dengan ibu yang HIV positif. Gejala-gejala ini bukan disebabkan oleh
keadaan-keadaan lain yang tidak berkaitan dengan infeksi HIV.
Tabel 1 : Definisi Klinis HIV pada anak di bawah 12 tahun (menurut WHO).
Gejala Mayor :
a) Penurunan berat badan atau kegagalan pertumbuhan. b) Diare kronik (lebih dari 1 bulan)c) Demam yang berkepanjangan (lebih dari 1 bulan)d) Infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang parah dan menetap
Gejala Minor :
a) Limfadenopati yang menyeluruh atau hepatosplenomegalib) Kandidiasis mulut dan faringc) Infeksi ringan yang berulang (otitis media, faringitisd) Batuk kronik (lebih dari 1 bulan)e) Dermatitis yang menyelurhf) Ensefalitis
Metoda ini mempunyai spesifisitas yang tinggi, tetapi sensitivitas “positive
predictive value”nya yang rendah. Pada umumnya digunakan hanya untuk
melakukan surveillance epidemiologi.
Untuk keperluan pencatatan dalam melaksanakan surveillance epidemiologi,
CDC telah membuat klasifikasi penderita AIDS pada anak sebagai berikut (lihat
tabel 2) :
Tabel 2. Klasifikasi infeksi HIV pada anak di bawah umur 18 tahun menurut
Center for Disease Control (CDC)
Klas Subklas / kategori P-0 Infeksi yang tak dapat dipastikan (indeterminate infection)P1 Infeksi yang asimtomatik
Subklas A : Fungsi immun normalSubklas B : Fungsi immun tak normalSubklas C : Fungsi immun tidak diperiksa
P-2 Infeksi yang simtomatik
21
Subklas A : Hasil pemeriksaan tidak spesifik (2/lebih gejala menetap lebih 2 bulan)
Subklas B : Gejala neurologis yang progressipSubklas C : Lymphoid interstitial pneumonitis Subklas D : Penyakit infeksi sekunder
Kategori D-1 Infeksi sekunder yang spesifik, sebagaimana tercantum dalam daftar definisi surveillance CDC untuk AIDS Kategori D-2 Infeksi bakteri serius berulangKategori D-3 Penyakit infeksi sekunder yang lain
Subklas E : Kanker sekunderKategori E-1 Kanker sekunder sebagaimana tercantum dalam
daftar definisi surveillance CDC untuk AIDSKategori E-2 Kanker lain yang mungkin juga disebabkan karena
infeksi AIDS Subklas F : Penyakit-penyakit lain yang mungkin juga disebabkan oleh infeksi H HIV
Anak-anak yang menderita penyakit dengan gejala klinis yang tidak
sesuai dengan kriteria diagnosa infeksi HIV disebut “AIDS Related Complex
(ARC)”. Pada umumnya gejalanya berupa : limfadenopati, peumonitis
serta pembesaran hepar, namun belum ada infeksi oportunistik atau keganasan.
Untuk memudahan dalam membuat diagnosa ARC, oleh CDC telah pula
diberikan kriterianya seperti tercantum pada tabel 3
Tabel 3. Kriteria AIDS Related Complex (ARC) pada anak (CDC)
Kriteria Mayor :- Pneumonitis interstitialis- “Oral Thrush” yang menetap / berulang- Pembesaran kelenjar parotis
Kriteria Minor :- Limfadenopati pada 2 tempat atau lebih (bilateral dihitung 1)- Pembesaran hepar dan lien- Diare menahun / berulang - Kegagalan pertumbuhan (“failure to thrive”)- Ensefalopati idiopatik progresip
22
Kriteria Laboratorium :- Peningkatan IgA / IgM dalam serum- Perbandingan T4/T8 terbalik - IVAP rendah
Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor. Serta 2
kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.
VIII. Uji Laboratorium dan Diagnostik
1) Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) –
mendeteksi
antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk skrining HIV pada
individu yang berusia lebih dari 2 tahun).
2) Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi
terhadap beberapa protein spesifik HIV.
3) Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.