digilib.unmuhjember.ac.iddigilib.unmuhjember.ac.id/files/disk1/75/umj-1x... · Web viewUniversitas Muhammadiyah Jember ABSTRACT This study aimed to examine the effect of good corporate
Post on 04-May-2018
214 Views
Preview:
Transcript
PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP
TINDAKAN AGRESIF PAJAK(Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2012-2015)
KHOLIFATUL JANNAH
Universitas Muhammadiyah Jember
ABSTRACT
This study aimed to examine the effect of good corporate governance and
disclosure csr against aggressive action taxes. This study proposed a hypothesis:
1) good corporate governance affect the aggressive action taxes, 2) the disclosure
csr towards the aggressive action pajak.populasi influential research using
manufacturing companies listed in Indonesia Stock Exchange 2012-2015 period,
research sample a number of 15 companies the selected method sampling.metode
purpose of analysis in this study uses linear regression berganda.hasil this study
menemikan that good corporate governance negatively affect the aggressive
actions of tax and disclosure csr positive effect on aggressive actions taxes.
Keywords : Corporate Governance, Social Responsibility Disclosure, Aggressive
Action Taxes.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengujai pengaruh good corporete
governance dan pengungkapan corporate socual responsibility terhadap tindakan
agresif pajak. Penelitian ini mengajukan hipotesis : 1) Good Corporete
Governance berpengaruh terhadap tindakan agresif pajak, 2) pengungkapan
Corporete Social Responsibility berpengaruh terhadap tindakan agresif pajak.
Populasi penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI periode 2012 – 2015. Sampel penelitian sejumlah 15 yang dipilih dengan
metode purpose sampling. Metode analisis dalam penelitian ini menggunakan
regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Good Corporate
Responsibility berpengaruh negatif tehadap tindakan agresif pajak dan
pengungkapan Corporate Social Responsibility berpengaruh positif terhadap
tindakan agresif pajak.
Kata kunci : Tata Kelola Perusahaan, Pengungkapn Tanggung Jawab Sosial,
Tindakan Agresif Pajak
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Suatu perusahaan didirikan
dengan maksud dan tujuan utama
untuk memaksimumkan laba atau
keuntungan (Warren, 2005:2).
Tujuan perusahaan bisa diwujudkan
dengan suatu pengelolaan
perusahaan yang baik (Good
Corporate Governance). GCG yaitu
sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah (value
added) untuk semua stakeholder
(Dharmapala, 2007 dalam Annisa
dan Kurniasih, 2012). Pedoman
GCG diterbitkan oleh Komite
Nasional Kebijakan Governance
(KNKG) pada tahun 2006 di
Indonesia. Pedoman ini diterbitkan
karena adanya dorongan dari
kesadaran individu-individu pelaku
bisnis untuk menjalankan praktik
bisnis yang mengutamakan
kelangsungan hidup perusahaan,
kepentingan stakeholders, dan
menghindari cara-cara menciptakan
keuntungan sesaat.
Pada tanggal 17 Oktober 2013,
7 (tujuh) instansi yang bekerja sama
yaitu Bapepam dan LK, Kementerian
BUMN, Bank Indonesia, Direktorat
Jenderal Pajak, Komite Nasional
Kebijakan Governance, PT. Bursa
Efek Indonesia, dan Ikatan Akuntan
Indonesia menyelenggarakan acara
Malam Penganugerahan Annual
Report Award (ARA) 2012 kepada
perusahaan Indonesia. ARA
bertujuan untuk melakukan penilaian
atas kualitas keterbukaan informasi
dan penerapan GCG dalam laporan
tahunan dengan mengacu pada
ketentuan dan pedoman yang berlaku
secara nasional maupun
internasional. Prinsip-prinsip dalam
GCG yaitu kewajaran, akuntabilitas,
transparansi, kemandirian dan
responsibility menjadi penting
karena penerapan prinsip GCG
secara konsisten terbukti dapat
meningkatkan kualitas laporan
keuangan (Beasly, 1996 dalam
Sulistyanto dan Wibisono, 2003
dalam Annisa dan Kurniasih, 2012).
Pengungkapan Corporate Sosial
Responsibily (CSR) merupakan salah
satu bentuk implementasi dari
konsep GCG. Di Indonesia,
pengungkapan CSR diatur ketat
dalam regulasi melalui Pasal 74 UU
No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas yang berbunyi
“Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya dibidang dan/ atau
berkaitan dengan sumber daya alam
wajib melaksanakan tanggung jawab
sosial dan lingkungan”. Pasal 15
huruf (b) UU No. 25 Tahun 2007
Tentang Penanaman Modal juga
mengatur mengenai pengungkapan
CSR yang berbunyi “Setiap
penanaman modal berkewajiban
melaksanakan tanggung jawab sosial
perusahaan”.
Perusahaan mempunyai
kewajiban ganda dalam
menganggarkan dana untuk
pengungkapan CSR dan membayar
pajak. Hal ini yang menyebabkan
perusahaan semakin agresif dalam
perpajakan. Hlaing (2012)
mendefinisikan agresifitas pajak
sebagai kegiatan perencanaan pajak
semua perusahaan yang terlibat
dalam usaha mengurangi tingkat
pajak yang efektif. Bukti empiris
baru-baru ini menunjukkan bahwa
agresifitas pajak lebih merasuk
dalam tata kelola perusahaan yang
lemah (Jimenez, 2008).
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
95.1 97.3 99.4 96.4 93.8 91.7
41.04
Gambar 1.1 Grafik Pertumbuhan Realisasi Penerimaan Pajak ( % )
Sumber : BPS
Dari gambar diatas
menunjukkan bahwa penerimaan
pajak setiap tahunnya mengalami
perubahan, pada tahun terakhir
mengalami penurunan itu di
sebabkan oleh meningkatnya
tindakan agresif pajak. Realita yang
dapat mendukung sudah
merambahnya tindakan pajak agresif
yang dilakukan perusahaan adalah
adanya pernyataan yang disampaikan
oleh Direktur Jenderal Pajak
Kementerian Keuangan, Ken
Dwijugiasteadi, menyatakan bahwa
“penerimaan pajak seharusnya bisa
mencapai kisaran Rp 1.294,258
triliun apabila seluruh Wajib Pajak
memiliki kesadaran untuk memenuhi
kewajiban perpajakan sesuai
ketentuan. Sementara penerimaan
pajak saat ini sekitar Rp 531,114
triliun ( LIPUTAN6.com ). Realitas
ini menunjukkan bahwa masih
banyaknya Wajib Pajak Orang
Pribadi dan Wajib Pajak Badan yang
belum memenuhi kewajiban
perpajakan sesuai ketentuan,
dimungkinkan mereka melakukan
tindakan pajak agresif untuk
meminimalkan beban pajak
terhutangnya. Direktur jendral pajak
kementerian keuangan akan
menerapkan tax amnesty atau
pengampunan pajak dengan tujuan
masyarakat berinvestasi. Investasi
masuk, menyerap tenaga kerja, lalu
dapat meningkatkan daya beli dan
pada akhirnya menciptakan objek
pajak baru, dengan begitu otomatis
penerimaan pajak bisa naik. Tax
amnesty adalah pengampunan pajak
dengan menghapus pajak terutang
dengan imbalan pembayaran pajak
yang tarifnya dikenakan lebih rendah
atau tidak dikenakan denda akibat
mangkir dari pembayaran pajak.
Potensi dana yang disimpan di luar
negeri yang dapat ditarik jika
diterapkan pengampunan pajak
diperkirakan mencapai ratusan triliun
( KOMPAS.COM ).
Teori dan realita yang ada
menyatakan keterkaitan antara good
corporate governance dan
pengungkapan corporate social
responsibility dengan aspek
perpajakan, maka peneliti tertarik
untuk menghubungkan dan
menemukan bukti empiris mengenai
ketiga variabel tersebut.
Penelitian yang mengkaji
hubungan GCG dan pengungkapan
CSR terhadap aspek perpajakan
terbilang masih sedikit, seperti studi
Annisa dan Kurniasih (2012),
Hidayanti (2013), Richardson dan
Lanis (2011), Rohmati (2013) dan
Yoehana (2013). Penelitian ini
merupakan replikasi penelitian yang
dilakukan oleh Rina Winarsih
(2013). dengan menambahkan
variabel good corporate governance
dan pengungkapan corporate social
responsibility yang diukur dengan
menggunakan proksi ukuran dewan
komisaris.
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
1.34
4.45
5.56
4.12
6.01
4.76 4.76
Gambar 1.2 Grafik Pertumbuhan
Produksi Industri Manufaktur
(%)
Sumber : BPS, Subdirektorat
Statistik
Dari gambar di atas
perusahaan industri besar sedang
( IBS ) mengalami ketetapan dalam
produksi, disebabkan minimnya
komitmen pemerintah terhadap
sektor industri manufaktur. seperti
belum adanya desain terpadu untuk
memperkuat industri manufaktur
mulai dari hulu sampai akhir. selain
itu belum adanya kemauan politik
untuk menyediakan bahan baku dan
energi untuk kebutuhan industri
dalam energi (Ina Primiana, 2016).
Kepala Badan Pusat Statistik
(Suryamin, 2016) menyatakan 13
dari 22 jenis industri manufaktur
besar sedang mencatatkan
pertumbuhan produksi pada triwulan
– 1, 2016 terbesar adalah industri
farmasi, dan industri kimia.
Penerapan corporate
governance dilakukan oleh
Indonesian Institute of Corporate
Governance (IICG) berupa
Corporate Governance Perception
Index (CGPI) yang berisikan skor
berupa angka mulai dari 0 sampai
100 yang merupakan hasil survey
mengenai penerapan good corporate
governance pada perusahaan-
perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia. CGPI merupakan
program riset dan pemeringkatan
penerapan good corporate
governance di Indonesia pada
perusahaan publik. Program ini
dilaksanakan sejak tahun 2001
dilandasi dengan pemikiran
pentingnya mengetahui sejauh mana
perusahaan-perusahaan tersebut telah
menerapkan prinsip-prinsip good
corporate governance. Adapun
penilaian yang dilakukan dalam
menentukan peringkat dengan skor
CG tertinggi diperoleh dari penilaian
lima faktor. Pertama, hak-hak dari
pemegang saham. Kedua, peran
pemangku kepentingan. Ketiga,
keterbukaan informasi. Keempat,
transparansi laporan keuangan.
Kelima, tanggung jawab dewan
direksi dan komisaris.
2.1.3 Good Corporate Governance
The Indonesian Institute for
Corporate Governance (IICG)
(2012) mengartikan Good Corporate
Governance sebagai struktur, sistem
dan proses yang digunakan oleh
organ perusahaan sebagai upaya
untuk memberikan nilai tambah
perusahaan secara
berkesinambungan dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders lainnya
berdasarkan norma, etika, budaya
dan aturan yang berlaku. Sedangkan
menurut Surat Keputusan Menteri
BUMN Nomor. KEP-01/MBU/2011
Tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan Yang Baik (Good
Corporate Governance) yaitu Tata
Kelola Perusahaan yang Baik (Good
Corporate Governance) adalah
prinsip-prinsip yang mendasari suatu
proses dan mekanisme pengelolaan
perusahaan berlandaskan peraturan
perundang-undangan dan etika
perusahaan.
Selain itu menurut Surat
Keputusan Menteri BUMN Nomor.
KEP-01/MBU/2011 Tentang
Penerapan Tata Kelola Perusahaan
Yang Baik (Good Corporate
Governance) terdapat 5 prinsip yang
dikemukan yaitu transparansi
(transparency), akuntabilitas
(accountability),
pertanggungjawaban (responsibility),
kemandirian (independency) dan
kewajaran (fairness). Prinsip-prinsip
tersebut sangat diperlukan dalam
penerapan GCG dikarenakan sangat
berkaitan dengan penyajian laporan
keuangan suatu perusahaan.
Ukuran Dewan Komisaris
Terhadap Tindakan Pajak
Agresif
Semakin besar jumlah ukuran
dewan komisaris maka
dimungkinkan akan semakin besar
pula tindakan pajak agresif yang
dilakukan oleh perusahaan (Annisa
dan Kurniasih, 2013). Nasution dan
Setyawan (2007) memaparkan
bahwa kondisi tersebut dapat
disebabkan karena sulitnya
koordinasi antar anggota dewan
tersebut dan hal ini menghambat
proses pengawasan yang harusnya
menjadi tanggung jawab dewan
komisaris. Pada akhirnya terjadi pula
tindakan pajak agresif yang
dilakukan oleh pihak manajemen .
2.1.4 Pengungkapan Corporate
Social Responsibility (CSR)
Pengungkapan Corporate
Social Responsibility (CSR)
merupakan bentuk nyata kepedulian
kalangan dunia usaha terhadap
lingkungan di sekitarnya
(Kementerian Lingkungan Hidup,
2012). Kegiatan CSR ini dilakukan
di berbagai bidang, mulai dari
pendidikan, kesehatan, ekonomi,
lingkungan bahkan sosial budaya.
Perusahaan tidak hanya
mementingkan kepentingan
perusahaan dalam hal laporan
keuangan perusahaan saja, tetapi kini
perusahaan peduli terhadap tanggung
jawab sosial perusahaan.
Pengungkapan CSR diatur
dalam UU No. 40 tahun 2007 Pasal
74 Tentang Perseroan Terbatas yang
berbunyi: “Perseroan yang
menjalankan kegiatan usahanya
dibidang dan/ atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib
melaksanakan tanggung jawab sosial
dan lingkungan”. Pasal 15 huruf (b)
UU No. 25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal turut mendukung
kewajiban dalam kegiatan CSR, yang
berbunyi “Setiap penanaman modal
berkewajiban melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan”.
Undang-Undang yang mewajibkan
kepada setiap pelaku usaha untuk
melakukan pengelolaan perusahaan
berhubungan dengan lingkungan dan
sosial mereka guna keberlangsungan
hidup perusahaan.
Perusahaan yang melakukan
pengungkapan CSR dapat
memperoleh keuntungan seperti
dapat mempertahankan dan
mendongkrak reputasi serta citra
merek perusahaan, mendapatkan
lisensi untuk beroperasi secara sosial,
mereduksi risiko bisnis perusahaan,
melebarkan akses sumber daya bagi
operasional perusahaan, membuka
peluang besar, mereduksi biaya,
memperbaiki hubungan dengan
regulator, meningkatkan semangat
dan produktivitas karyawan, dan
berpeluang mendapatkan
penghargaan (Untung, 2008 dalam
Adawiyah, 2013). juga pasti
memperhatikan kelima prinsip-
prinsip GCG dalam bertugas
mengelola perusahaan secara efektif
dan efisien.
2.4 Pengembangan Hipotesis
2.4.1 Good Corporate Governance
terhadap Tindakan Agresif Pajak
Penelitian yang dilakukan
oleh Desai dan Dharmapala (2006)
telah meneliti pengaruh praktik
corporate governance terhadap
hubungan antara kompensasi/insentif
manajemen dengan tindakan
penghindaran pajak. Di tingkat
internasional, interaksi antara
corporate governance dan pajak
sudah mulai diobservasi. Diketahui
dari Schon (2008), peraturan
corporate governance telah dijadikan
alat oleh pemerintah untuk
memerangi usaha penghindaran
pajak yang dilakukan perusahaan.
Friese et al. (2008)
menyatakan bahwa pajak dan
corporate governance dapat
berinteraksi dalam berbagai aspek,
dan interaksi ini dapat bersifat satu
atau dua arah. Di Indonesia, contoh
peraturan perpajakan yang dapat
mempengaruhi governance
perusahaan adalah Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia
Nomor 43/PMK.03/2008 (DJP –
2008). Peraturan tersebut
menyatakan bahwa Wajib Pajak
(WP) dapat menggunakan nilai buku
dalam pemekaran usaha jika WP atau
badan usaha hasil pemekaran
tersebut akan melakukan penawaran
umum perdana. Dari peraturan ini
terlihat adanya dorongan dari
pemerintah bagi perusahaan untuk
melakukan transparansi lebih dengan
cara menjadi perusahaan publik.
Sedangkan contoh prinsip corporate
governance yang dapat
mempengaruhi pengambilan
keputusan perpajakan perusahaan
adalah prinsip keterbukaan dan
transparasi.
Dengan adanya keterbukaan
informasi, maka diharapkan
perusahaan akan cenderung
mengambil tindakan perpajakan yang
tidak berisiko. Prinsip keterbukaan
dan transparansi informasi tersebut
juga bisa mengurangi masalah yang
timbul antara pemilik perusahaan
dan manajer. Perusahaan dengan
corporate governance yang tinggi
akan lebih taat terhadap peraturan
yang telah ditentukan dan lebih
jarang melakukan tindakan pajak
agresif. Dengan adanya good
corporate governance masyarakat
bisa menilai apakah perusahaan
tersebut taat dalam pembayaran
pajak atau tidak, dan apakah
perusahaan tersebut juga melakukan
penyimpangan pajak atau tidak.
Hasil yang akan didapatkan adalah
kinerja perusahaan yang baik
sehingga masyarakat menilai bahwa
perusahaan tersebut baik.
perusahaan dalam melakukan
kinerjanya juga tidak hanya fokus
memperhatikan masyarakat dan
lingkungannya, namun perlu
memperhatikan kepentingan
stakeholder juga. Teori stakeholder
menyatakan bahwa perusahaan
dalam melakukan kegiatan
operasinya harus mempertimbangkan
kepentingan semua pihak yang
terlibat dalam aktivitas operasi
perusahaan. Perusahaan tidak hanya
mementingkan kepentingan
stakeholder saja, akan tetapi juga
harus memperhatikan kepentingan
masyarakat, pemerintah, konsumen,
supplier, analis, dan lain sebagainya
(chairiri,2008). Kinerja perusahaan
dikatakan baik apabila mampu
memperoleh laba yang tinggi pada
tahun berjalan. Laba perusahaan
yang tinggi dapat diperoleh dengan
cara meminimalkan beban-beban
yang dimiliki oleh perusahaan. Salah
satu beban yang dimiliki oleh
perusahaan adalah beban dalam
membayar pajak.
Oleh karenanya dalam penelitian ini
diajukan hipotesis pertama sebagai
berikut :
H1 : Corporate governance
berpengaruh negatif terhadap
tindakan agresif pajak
2.4.2 Pengungkapn CSR terhadap
Tindakan Agresif Pajak
Kinerja perusahaan tidak
lepas dari lingkungan dan
masyarakat. Salah satu bentuk
interaksi perusahaan dengan
masyarakat adalah melalui tanggung
jawab sosial perusahaan atau
pengungkapn CSR. Bentuk tanggung
jawab sosial perusahaan bertujuan
menarik perhatian masyarakat agar
perusahaan tersebut mendapatkan
kesan yang baik dan dapat diterima
oleh masyarakat. Perusahaan dituntut
untuk melakukan pengungkapan
CSR agar dapat memperbaiki
legitimasi dari masyarakat dan
mendapatkan keuntungan.
Perusahaan dikatakan berhasil
apabila dapat memenuhi harapan
masyarakat melalui pelaksanaan
tanggung jawab sosial perusahaan.
Sebaliknya, perusahaan akan
mengarah pada kegagalan apabila
tidak dapat memenuhi harapan
masyarakat dan tentunya
menimbulkan penyebaran informasi
negatif tentang perusahaan tersebut.
perusahaan dalam melakukan
kinerjanya juga tidak hanya fokus
memperhatikan masyarakat dan
lingkungannya, namun perlu
memperhatikan kepentingan
stakeholder juga. Teori stakeholder
menyatakan bahwa perusahaan
dalam melakukan kegiatan
operasinya harus mempertimbangkan
kepentingan semua pihak yang
terlibat dalam aktivitas operasi
perusahaan. Perusahaan tidak hanya
mementingkan kepentingan
stakeholder saja, akan tetapi juga
harus memperhatikan kepentingan
masyarakat, pemerintah, konsumen,
supplier, analis, dan lain sebagainya
(chairiri,2008). Kinerja perusahaan
dikatakan baik apabila mampu
memperoleh laba yang tinggi pada
tahun berjalan. Laba perusahaan
yang tinggi dapat diperoleh dengan
cara meminimalkan beban-beban
yang dimiliki oleh perusahaan. Salah
satu beban yang dimiliki oleh
perusahaan adalah beban dalam
membayar pajak.
Tindakan meminimalkan
beban pajak atau tindakan agresif
pajak di kalangan perusahaan-
perusahaan besar sering terjadi,
terutama di Indonesia. Perusahaan
merasa terbebani dengan banyaknya
beban yang ditanggung, misalnya
kasus yang saat ini terjadi adalah
perusahaan berusaha untuk menekan
beban pengungkapan CSR
perusahaan dengan meminimalkan
beban pajaknya. Tindakan tersebut
pada dasarnya tidak sesuai dengan
harapan masyarakat dan memiliki
dampak negatif terhadap masyarakat
karena mempengaruhi kemampuan
pemerintah dalam menyediakan
barang publik (Lanis dan
Richardson,2013). Kewajiban dalam
membayar pajak seharusnya
dilaksanakan dengan baik oleh
perusahaan. Namun, banyak
perusahaan justru melanggar
peraturan perundang-undangan pajak
dengan mengurangi pajak yang
seharusnya dibebankan kepada
perusahaan tersebut. Perilaku ini
membuat manfaat pajak tidak
maksimal dalam menyejahterakan
masyarakat. Padahal pajak
dipandang sebagai dividen yang
dibayar oleh perusahaan kepada
masyarakat sebagai imbalan telah
menggunakan sumber daya yang
tersedia(Harari, et.al, 2012).
Menurut Deegan, et al
(2002), teori legitimasi menunjukkan
bahwa perusahaan yang melakukan
tindakan agresif pajak akan
cenderung mengungkapkan
informasi tambahan terkait dengan
kegiatan CSR di berbagai bidang
dalam rangka meringankan perhatian
publik serta mencari simpati dari
masyarakat. Semakin tinggi tindakan
agresivitas pajak yang dilakukan
oleh perusahaan, diharapkan
perusahaan dapat memaksimumkan
pengungkapan CSR.
H2 : Pengungkapn CSR
berpengaruh positif terhadap
tindakan agresif pajak
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan
sebagai penelitian ini merupakan
jenis data kuantitatif, yaitu
merupakan data yang dapat diukur
dengan menggunakan skala numeric.
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan
menggunakan data sekunder, berupa
laporan keuangan tahunan yang
diperoleh
dari situs resmi Bursa Efek Indonesia
www.idx.co.id dan
www.duniainvestasi.com.
3.3 Metode Pengambilan Data
Metode Pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode dokumentasi, yaitu
data yang digunakan berasal dari
dokumen-dokumen yang sudah
tersedia dengan cara mendonwload
annual report tahun 2012 – 2015
yang terdaftar di BEI melalui situs
resmi www.idx.co.id.
3.4 Definisi Operasional Variabel
3.4.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah tindakan agresif pajak,
tindakan agresif pajak yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah
usaha perusahaan untuk tidak
membayar sebagian kewajiban pajak
sehingga dapat meningkatkan jumlah
laba setelah pajak perusahaan dan
diharapkan tidak menimbulkan
restitusi pajak (Mangoting, 1999).
Variabel tindakan agresif
pajak ini diukur menggunakan proksi
effective tax rate (ETR). ETR ini
digunakan dengan maksud untuk
merefleksikan tindakan agresif pajak
(Minnick dan Noga, 2009). ETR
merupakan rasio beban pajak
terhadap laba perusahaan sebelum
pajak penghasilan. ETR ini
menggambarkan besarnya laba
sebelum pajak yang dikorbankan
untuk membayar beban pajak
perusahaan. Beban pajak perusahaan
sendiri terdiri dari pajak kini dan
pajak tangguhan. Demikian juga,
diasumsikan bahwa perusahaan yang
melakukan tindakan agresif pajak
akan memiliki nilai ETR yang
rendah dan variabel. Proksi ETR
dapat dihitung dari :
beban pajak penghasilan
ETR = laba sebelum pajak
3.4.2 Variabel Independen
Variabel independen dalam
penelitian ini yaitu good corporate
governance dan pengungkapan
corporate social responsibility yang
diukur menggunakan ukuran dewan
komisaris dan pengungkapan
corporate social responsibility
terhadap tindakan agresif pajak.
Skala pengukuran untuk GCG
menggunakan skala nominal dengan
menghitung jumlah anggota yang
dimiliki perusahaan yang disebutkan
dalam laporan keuangan.
Pengukuran CSR dilakukan dengan
melihat pengungkapan tanggung
jawab sosial perusahaan dalam 7
indikator yaitu lingkungan, energi,
kesehatan, dan keselamatan tenaga
kerja, lain-lain tenaga kerja, produk,
keterlibatan masyarakat, dan umum.
Selanjutnya total nilai pengungkapan
digunakan untuk mengukur indeks
CSR. Adapun rumus yang bisa
digunakan yaitu sebagai berikut:
Maka rumus untuk
pengukuran pengungkapan CSR
yaitu :
TCSR = ∑Xyi
ni
Keterangan :
TCSR : Indeks luas pengungkapan
tanggung jawab sosial dan
lingkungan perusahaan
∑Xyi : Nilai 1 = jika item y
diungkapkan; 0 = jika item y tidak
diungkapkan.
y : Item yang diharapkan
diungkapkan
ni : Jumlah item untuk
perusahaan i, ni ≤ 78
3.4.3 Identifikasi Variabel
a. Ukuran Komisaris ( X1 )
Semakin besar jumlah ukuran
dewan komisaris maka
dimungkinkan akan semakin besar
pula tindakan pajak agresif yang
dilakukan oleh perusahaan (Annisa
dan Kurniasih, 2013). Nasution dan
Setyawan (2007) memaparkan
bahwa kondisi tersebut dapat
disebabkan karena sulitnya
koordinasi antar anggota dewan
tersebut dan hal ini menghambat
proses pengawasan yang harusnya
menjadi tanggung jawab dewan
komisaris. Pada akhirnya terjadi pula
tindakan pajak agresif yang
dilakukan oleh pihak manajemen .
Skala pengukuran menggunakan
skala nominal dengan menghitung
jumlah anggota yang dimiliki
perusahaan yang disebutkan dalam
laporan tahunan .Data yang
digunakan adalah data selama
periode pengamatan dari tahun 2012
– 2015 yang diperoleh dari situs
Bursa Efek Indonesia
(www.idx.com).
b. Pengungkapan CSR ( X2 )
Pengukuran CSR dilakukan
dengan melihat pengungkapan
tanggung jawab sosial perusahaan
dalam 7 indikator yaitu lingkungan,
energi, kesehatan, dan keselamatan
tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja,
produk, keterlibatan masyarakat, dan
umum. Selanjutnya total nilai
pengungkapan digunakan untuk
mengukur indeks CSR. Data yang
digunakan adalah data selama
periode pengamatan dari tahun 2012
– 2015 yang diperoleh dari situs
Bursa Efek Indonesia
(www.idx.com).
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam
Penelitian ini menggunakan regresi
linear berganda yang sebelumnya
perlu dilakukan statistik deskriptif,
uji asumsi klasik (bebas dari asumsi
normalitas, multikolonearitas,
heteroskedastisitas, dan autokorelasi)
serta uji hepotesis (meliputu
koefisien determinasi dan uji statistik
t).
3.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu atau
residual memiliki distribusi normal.
Terdapat dua cara untuk mendeteksi
apakah residual berdistribusi normal
atau tidak yaitu dengan cara analisis
grafis dan uji statistik
(Ghozali,2011). Uji-t uji-f
mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi
normal. Apakah nilai residual yang
dihasilkan tidak terdistribuai secara
normal, maka uji stasistik menjadi
tidak valid.
Cara untuk mendeteksi
apakah variabel terdistribusi secara
normalitas, yaitu dengan melihat
penyebaran data pada sumbu
diagonal dari grafik atau dengan
melihat histogram dari residualnya.
Dasar dalam pengujian normalitas ini
adalah:
a) Jika data menyebar disekitar
garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal atau
grafik histogramnya
menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
b) Jika data menyebar jauh dari
diagonal dan/atau tidak
mengikuti arah garis diagonal
atau grafik histogram tidak
menunjukkan pola distribusi
normal maka model regresi
tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Apabila pendeteksian
normalitas hanya dengan cara
melihat grafik, maka hasil yang
didapat akan menyesatkan karena
kemungkinan ketidak hati-hatian
secara visual kelihatan normal,
padahal secara statistik menunjukkan
ketidak normalan dalam
pendistribusian.
Oleh sebab itu, dalam
pengujian normalitas selain uji grafik
harus dilengkapi dengan uji statistik.
Uji statistik. Uji statistik yang
digunakan adalah uji statistik nin-
parametrik kolmogorov-smirnov (K-
S) dilakukan dengan membuat
hipotesis :
Ho : data residual
berdistribusi normal
Ha : data residual tidak
berdistribusi normal
3.5.2. Uji Statistik
Uji statistik deskriptif adalah
sebuah statistik yang
menggambarkan atau
mendeskripsikan suatu data yang
dilihat dari rata-rata, standar deviasi,
variance, maksimum, minimum,
kurtosis dan skewness (Ghozali,
2009). Dalam statsitik deskriptif data
dapat dianalisis dengan nilai
maksimum dan minimum yang
menunjukan nilai data besar dan
kecil.
3.5.2.1 Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas
bertujuan untuk menguji apakah
model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel independen.
Multikolonearitas adalah situasi
adanya variabel-variabel bebas
diantara satu sama lain. Model
regresi yang baik seharusnya tidak
menjadi korelasi di antara variabel
independen. Untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolonieritas di
dalam model regresi adalah sebagai
berikut :
1. Nilai R2 yang dihasilkan
oleh suatu estimasi model
regresi empiris yang
sangat tinggi, tetapi
secara individual
variabel-variabel
independen banyak yang
tidak signifikan
mempengaruhi variabel
dependen.
2. Menganalisis matrik
korelasi variabel-variabel
independen. Jika antar
variable independen
terdapat korelasi yang
cukup tinggi (di atas
0,95), maka merupakan
indikasi adanya
multikolonieritas.
3. Melihat nilai Tolerance
dan Variance Inflation
Factor (VIF). Nilai cutoff
yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya
multikolonieritas adalah
nilai Tolerance ≤ 0,10
atau sama dengan nilai
VIF ≥ 10 (Ghozali, 2011).
3.5.2.2 Uji Heteroskedastisitas
Menurut Ghozali(2011)
mengatakan bahwa uji
heteroskedastisitas bertujuan
menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan
kepengamatan yang lain.Jika
variance dan residual menghasilkan
tetap dari satu pengamatan
kepengamatan lain, maka disebut
Homoskedasitisitas dan jika berbeda
disebut Heteroskedastisitas. Model
regresi yang baik adalah model yang
tidak heteroskedastisitas atau dengan
kata lain terjadinya
Homoskesdatisitas.
Cara untuk mendeteksi ada
atau tidaknya heteroskedastisitas
pada model regresi yang akan diuji,
yaitu dengan melihat grafik
plotantara nilai prediksi variabel
terikat (dependen)yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID. Deteksi
ada tidaknya pola tertentu pada
grafik scatterplot antara SRESID dan
ZPRED dimana sumbu Y adalah Y
yang telah diprediksi, dan sumbu X
adalah residual (Y prediksi – Y
sesungguhnya) yang telah di
studentized (Ghozali,2011). Dasar
analisis dalam pengujian ini adalah :
a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-
titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka
mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas.
b) Jika tidak ada pola yang jelas,
serta titik-titik menyebar di atas
dan di bawah angka 0 pada
sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas.
Pengujian mengguanakan
grafik plots memiliki kelemahan
yaitu pengamatan pada sampel kecil
yang mempengaruhi hasil ploting,
untuk itu diperlukan uji statistik agar
mendapatkan hasil yang tebih detail
dan dapat menjamin keakuratan
hasil. Terdapat beberapa uji statistik
yang digunakan untuk mendeteksi
ada tidaknya heteroskedesitas. Salah
satunya yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji glejser.
Menurut Gujarati (2003) dalam
Ghozali (2011) uji glejser dilakukan
dengan cara meregresikan variabel
independen terhadap nilai absolut
residual.
Jika variabel independen
signifikan secara statistik
mempengaruhi variabel dependen,
maka ada indikasi terjadi
heteroskedesitas. Apabila nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05
maka tidak terjadi heteroskedesitas
namun apabila kurang dari 0,05
maka terjadi heteroskedesitas.
3.5.2.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan
menguji apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode tertentu
dengan kesalahan pengganggu pada
periode sebelumnya. Model regresi
yang baik adalah regresi yang bebas
dari autokorelasi. Pengujian ini akan
menggunakan uji Durbin-Watson
(DWtest) yang mensyaratkan adanya
konstanta (intercept) dalam model
regresi dan tidak ada variabel lagi di
antara variabel independen (Ghozali,
2011). Mekanisme pengujian Durbin
Watson menurut Gujarati (2003)
adalah sebagai berikut:
1. Merumuskan hipotesis :
Ho : tidak ada autokorelasi ( r =
0 )
Ha : ada autokorelasi ( r ≠ 0 )
2. Menentukan nilai d hitung
(Durbin-Watson).
3. Untuk ukuran sampel tertentu dan
banyaknya variabel independen,
menentukan nilai batas atas (du)
dan batas bawah (dl) dalam tabel.
4. Mengambil keputusan dengan
kriteria sebagai berikut:
a. Jika 0 < d < dl, Ho ditolak
berarti terdapat autokorelasi
positif.
b. Jika dl ≤ d ≤ du, daerah tanpa
keputusan (gray area), berarti
uji tidak menghasilkan
kesimpulan. c. Jika du < d < 4
– du, Ho tidak ditolak berarti
tidak ada autokorelasi.
d. Jika 4 – du ≤ d ≤ 4 – dl, daerah
tanpa keputusan (gray area),
berarti uji tidak menghasilkan
kesimpulan. e. Jika 4 – dl < d <
4, Ho ditolak berarti terdapat
autokorelasi positif.
e. Jika 4 –dl < d < 4, Ho ditolak
berarti terdapat autokorelasi positif.
3.5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis yang
digunakan dalam penelitian ini
adalah menggunakan model regresi
linear berganda. Analisis linear
berganda ini untuk mengetahui
apakah terdapat pengaruh antara
variabel-variabel independen
terhadap dependen.
Model persamaan regresi pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
Y = a + b1.X1 + b2.X2 … + bn.Xn
Keterangan:
Y = Variabel terikat
X1 dan X2 = Variabel bebas
a = intersep
b1, b2 dan bn = konstanta
3.5.3.1 Uji Signifikasi Parsial (t-
test)
Uji ini digunakan untuk
mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat secara
parsial. Adapun tahapan dalam uji t
adalah sebagai berikut (Gujarati,
2005):
1) MerumuskanHipotesis
Ho: β1, β2, β3 = 0
(Berartivariabel variable
bebas tidak mempunyai
pengaruh terhadap variable
dependen).
Ha: β1, β2, β3 ≠ 0 (Berarti
variabel-variabel bebas
mempunyai pengaruh
terhadap variabel dependen).
2) Menentukan tingkat
signifikansi
Tingkat signifikansi standar
yang digunakanadalah α = 5
% atau confidence interval
sebesar 95 %.
3) Menghitung nilai thitung
Nilai t dihitung dengan
rumus:
t= biSbi
dimana:
t : statistik uji
bi : koefisien regresi
Sbi : standar error
koefisienregresi.
4) Membandingkan nilai thitung
dengan ttabel
Untuk menentukan apakah
hipotesis nol diterima atau
ditolak dibuat ketentuan
sebagai berikut:
-ttabel ≤thitung ≤ ttabel berarti Ho
diterima dan Ha ditolak
thitung > ttabel atau -thitung <-ttabel
berarti Ho ditolak dan Ha
diterima
3.5.3.2 Analisis Koefisien
Determinasi Berganda (R2)
Digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh komponen
bebas (X) terhadap komponen
terikat (Y) secara bersama-sama
dengan rumus sebagai berikut
(Gujarati, 2005):
R2=b1∑ X 1Y i+b2∑ X2 Y i+b2∑ X2 Y i
∑ Yi2
Dimana:
R2 : Koefisien
determinasi
b1,b2,b3 : Koefisien
regresi
X1,X2,X3 : Komponen
independen
Y : Nilai
Perusahaan
Digunakan untuk mengukur
ketepatan dari model analisis
yang dibuat. Secara umum
dapat dikatakan bahwa besarnya
koefisien determinasi (R2)
berada antara 0 dan 1 atau 0 <
R2< 1.
4.1.1 Gambaran Umum Sampel
Penelitian
Populasi penelitian pada
penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia pada periode 2012 –
2015. Penentuan sampel dalam
penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Berdasarkan
kriteria pengambilan sampel maka
diperoleh 14 perusahaan yang
memenuhi syarat untuk dijadikan
sampel penelitian. Pada Tabel 4.1
berikut ini dapat dilihat distribusi
perusahaan yang memenuhi kriteria
pengambilan sampel.
Tabel 4.1 Distribusi Sampel PenelitianKeterangan Jumlah Perusahaan
Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode 2012 – 2015Kriteria 1:a. Perusahaan tidak terdaftar dalam Bursa
Efek Indonesia selama tahun 2012 - 2015b. Perusahaan terdaftar dalam Bursa Efek
Indonesia selama tahun 2012 - 2015Kriteria 2:a. Perusahaan tidak menyajikan dan
mempublikasikan laporan keuangan selama tahun 2012 – 2015
b. Perusahaan menyajikan dan mempublikasikan laporan keuangan selama tahun 2012 – 2015
Kriteria 3:a. Perusahaan tidak menggunakan satuan nilai
rupiah dalam laporan keuangan selama 2012-2015
b. Perusahaan menggunakan satuan nilai rupiah dalam laporan keuangan selama 2012-2015
Kriteria 4:
4.3 Pembahasan
Setelah dilakukan pengujian
statistik secara parsial (individu)
dengan menggunakan uji t, maka
analisis lebih lanjut dari hasil analisis
regresi adalah:
4.3.1 Pengaruh Good Corporate
Governance terhadap
Tindakan Agresif Pajak
Hasil uji regresi
menunjukkan variabel Good
Corporate Governance berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap
Tindakan Agresif Pajak dengan
koefisien regresi sebesar -0,017. Hal
ini berarti semakin baik Good
Corporate Governance, maka
semakin rendah Tindakan Agresif
Pajak. Sehingga ditemukan bukti
secara statistik signifikan bahwa
corporate governance berpengaruh
negatif terhadap tindakan agresif
pajak (H1 diterima).
Desai dan Dharmapala
(2006) meneliti pengaruh praktik
corporate governance terhadap
hubungan antara kompensasi/insentif
manajemen dengan tindakan
penghindaran pajak. Di tingkat
internasional, interaksi antara
corporate governance dan pajak
sudah mulai diobservasi. Diketahui
dari Schon (2008), peraturan
corporate governance telah dijadikan
alat oleh pemerintah untuk
memerangi usaha penghindaran
pajak yang dilakukan perusahaan.
Friese et al. (2008)
menyatakan bahwa pajak dan
corporate governance dapat
berinteraksi dalam berbagai aspek,
dan interaksi ini dapat bersifat satu
atau dua arah. Di Indonesia, contoh
peraturan perpajakan yang dapat
mempengaruhi governance
perusahaan adalah Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia
Nomor 43/PMK.03/2008 (DJP –
2008). Peraturan tersebut
menyatakan bahwa Wajib Pajak
(WP) dapat menggunakan nilai buku
dalam pemekaran usaha jika WP atau
badan usaha hasil pemekaran
tersebut akan melakukan penawaran
umum perdana. Dari peraturan ini
terlihat adanya dorongan dari
pemerintah bagi perusahaan untuk
melakukan transparansi lebih dengan
cara menjadi perusahaan publik.
Sedangkan contoh prinsip corporate
governance yang dapat
mempengaruhi pengambilan
keputusan perpajakan perusahaan
adalah prinsip keterbukaan dan
transparasi.
Dengan adanya keterbukaan
informasi, maka diharapkan
perusahaan akan cenderung
mengambil tindakan perpajakan yang
tidak berisiko. Prinsip keterbukaan
dan transparansi informasi tersebut
juga bisa mengurangi masalah yang
timbul antara pemilik perusahaan
dan manajer. Perusahaan dengan
corporate governance yang tinggi
akan lebih taat terhadap peraturan
yang telah ditentukan dan lebih
jarang melakukan tindakan pajak
agresif. Dengan adanya good
corporate governance masyarakat
bisa menilai apakah perusahaan
tersebut taat dalam pembayaran
pajak atau tidak, dan apakah
perusahaan tersebut juga melakukan
penyimpangan pajak atau tidak.
Hasil yang akan didapatkan adalah
kinerja perusahaan yang baik
sehingga masyarakat menilai bahwa
perusahaan tersebut baik.
Perusahaan dalam melakukan
kinerjanya juga tidak hanya fokus
memperhatikan masyarakat dan
lingkungannya, namun perlu
memperhatikan kepentingan
stakeholder juga. Teori stakeholder
menyatakan bahwa perusahaan
dalam melakukan kegiatan
operasinya harus mempertimbangkan
kepentingan semua pihak yang
terlibat dalam aktivitas operasi
perusahaan. Perusahaan tidak hanya
mementingkan kepentingan
stakeholder saja, akan tetapi juga
harus memperhatikan kepentingan
masyarakat, pemerintah, konsumen,
supplier, analis, dan lain sebagainya
(Chairiri, 2008). Kinerja perusahaan
dikatakan baik apabila mampu
memperoleh laba yang tinggi pada
tahun berjalan. Laba perusahaan
yang tinggi dapat diperoleh dengan
cara meminimalkan beban-beban
yang dimiliki oleh perusahaan. Salah
satu beban yang dimiliki oleh
perusahaan adalah beban dalam
membayar pajak.
Dalam pengambilan proses
pengambilan keputusan komisaris
tidak mengetahui banyak mengenai
internal perusahaan dan perencanaan
penghindaran pajak melainkan lebih
menjelaskan risiko biaya yang harus
ditanggung perusahaan akibat
penghindaran pajak (Armstrong et
al., 2015). Dengan demikian,
semakin besar proporsi komisaris
dalam jajaran dewan komisaris dapat
menghambat keputusan
penghindaran pajak perusahaan.
Lanis dan Richardson (2011) dan
Armstrong, et al. (2015) menemukan
bahwa semakin besar proporsi
komisaris berpengaruh negatif
terhadap penghindaran pajak.
Komisaris juga diharapkan sebagai
penyeimbang dimana dapat
mengawasi proses pengambilan
keputusan yang dapat
membahayakan nama baik pemilik
saham dan perusahaan sehingga
komisaris dapat bertugas sesuai
dengan kepentingan pemilik saham.
Hasil penelitian ini tidak
sesuai dan tidak mendukung temuan
penelitian Fadhilah (2014) serta
penelitian Yasmeen dan Hermawati
(2013) yang menyatakan bahwa
Good Corporate Governance tidak
berpengaruh terhadap Tax
Avoidance.
4.3.2 Pengaruh Pengungkapan
CSR terhadap Tindakan
Agresif Pajak
Hasil uji regresi
menunjukkan variabel
Pengungkapan CSR berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
Tindakan Agresif Pajak dengan
koefisien regresi sebesar 0,303. Hal
ini berarti semakin besar
Pengungkapan CSR, maka semakin
tinggi Tindakan Agresif Pajak.
Sehingga tidak ditemukan bukti
secara statistik signifikan bahwa
pengungkapan CSR berpengaruh
positif terhadap tindakan agresif
pajak (H2 diterima).
Kinerja perusahaan tidak
lepas dari lingkungan dan
masyarakat. Salah satu bentuk
interaksi perusahaan dengan
masyarakat adalah melalui tanggung
jawab sosial perusahaan atau
pengungkapn CSR. Bentuk tanggung
jawab sosial perusahaan bertujuan
menarik perhatian masyarakat agar
perusahaan tersebut mendapatkan
kesan yang baik dan dapat diterima
oleh masyarakat. Perusahaan dituntut
untuk melakukan pengungkapan
CSR agar dapat memperbaiki
legitimasi dari masyarakat dan
mendapatkan keuntungan.
Perusahaan dikatakan berhasil
apabila dapat memenuhi harapan
masyarakat melalui pelaksanaan
tanggung jawab sosial perusahaan.
Sebaliknya, perusahaan akan
mengarah pada kegagalan apabila
tidak dapat memenuhi harapan
masyarakat dan tentunya
menimbulkan penyebaran informasi
negatif tentang perusahaan tersebut.
Perusahaan dalam melakukan
kinerjanya juga tidak hanya fokus
memperhatikan masyarakat dan
lingkungannya, namun perlu
memperhatikan kepentingan
stakeholder juga. Teori stakeholder
menyatakan bahwa perusahaan
dalam melakukan kegiatan
operasinya harus mempertimbangkan
kepentingan semua pihak yang
terlibat dalam aktivitas operasi
perusahaan. Perusahaan tidak hanya
mementingkan kepentingan
stakeholder saja, akan tetapi juga
harus memperhatikan kepentingan
masyarakat, pemerintah, konsumen,
supplier, analis, dan lain sebagainya
(Chairiri, 2008). Kinerja perusahaan
dikatakan baik apabila mampu
memperoleh laba yang tinggi pada
tahun berjalan. Laba perusahaan
yang tinggi dapat diperoleh dengan
cara meminimalkan beban-beban
yang dimiliki oleh perusahaan. Salah
satu beban yang dimiliki oleh
perusahaan adalah beban dalam
membayar pajak.
Tindakan meminimalkan
beban pajak atau tindakan agresif
pajak di kalangan perusahaan-
perusahaan besar sering terjadi,
terutama di Indonesia. Perusahaan
merasa terbebani dengan banyaknya
beban yang ditanggung, misalnya
kasus yang saat ini terjadi adalah
perusahaan berusaha untuk menekan
beban pengungkapan CSR
perusahaan dengan meminimalkan
beban pajaknya. Tindakan tersebut
pada dasarnya tidak sesuai dengan
harapan masyarakat dan memiliki
dampak negatif terhadap masyarakat
karena mempengaruhi kemampuan
pemerintah dalam menyediakan
barang publik (Lanis dan
Richardson, 2013). Kewajiban dalam
membayar pajak seharusnya
dilaksanakan dengan baik oleh
perusahaan. Namun, banyak
perusahaan justru melanggar
peraturan perundang-undangan pajak
dengan mengurangi pajak yang
seharusnya dibebankan kepada
perusahaan tersebut. Perilaku ini
membuat manfaat pajak tidak
maksimal dalam menyejahterakan
masyarakat. Padahal pajak
dipandang sebagai dividen yang
dibayar oleh perusahaan kepada
masyarakat sebagai imbalan telah
menggunakan sumber daya yang
tersedia (Harari, et.al, 2012).
Menurut Deegan, et.al
(2002), teori legitimasi menunjukkan
bahwa perusahaan yang melakukan
tindakan agresif pajak akan
cenderung mengungkapkan
informasi tambahan terkait dengan
kegiatan CSR di berbagai bidang
dalam rangka meringankan perhatian
publik serta mencari simpati dari
masyarakat. Semakin tinggi tindakan
agresivitas pajak yang dilakukan
oleh perusahaan, diharapkan
perusahaan dapat memaksimumkan
pengungkapan CSR. Selain itu
menurut Utari (2014) menunjukkan
perusahaan yang melakukan tindakan
agresif pajak akan mengakibatkan
perusahaan akan melakukan
pengungkapan corporate
responsibility lebih besar.
Hasil penelitian ini sesuai dan
mendukung temuan penelitian Novia
Bani Nugraha (2015) yang
menyatakan bahwa dalam konteks
Indonesia tingkat aktivitas CSR
berpengaruh signifikan terhadap
tindakan agresif pajak. Selain itu
hasil penelitian ini tidak sesuai dan
tidak mendukung temuan penelitian
Wahyudi (2015) serta penelitian
Jessica dan Toly (2014) yang
menyatakan bahwa dalam konteks
Indonesia tingkat aktivitas CSR tidak
berpengaruh signifikan terhadap
tindakan agresif pajak.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis yang
telah dilakukan pada penelitian ini,
maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Good Corporate Governance
berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap Tindakan
Agresif Pajak. Sehingga
ditemukan bukti secara statistik
signifikan bahwa corporate
governance berpengaruh
negatif terhadap tindakan
agresif pajak (H1 diterima).
2. Pengungkapan CSR
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Tindakan
Agresif Pajak. Sehingga tidak
ditemukan bukti secara statistik
signifikan bahwa
pengungkapan CSR
berpengaruh positif terhadap
tindakan agresif pajak (H2
diterima).
5.2 Keterbatasan
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan, penelitian ini
memiliki terbatasan sebagai berikut :
Dalam penelitian ini hanya
menggunakan dua variabel
independen yang di teliti yaitu Good
Corporate Governance dan
Pengungkapan CSR. Dalam
penelitian selanjutnya diharapkan
dapat menggunakan variabel lain
seperti ukuran perusahaan, leverage,
profitabilitas, dan lainnya serta
menambah periode penelitian untuk
mengetahui lebih jauh faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap Tindakan
Agresif Pajak.
5.3 Saran
Mengacu pada hasil
kesimpulan dan pembahasan, maka
dapat diajukan beberapa saran
sebagai berikut:
1. Hasil penelitian membuktikan
bahwa Good Corporate
Governance dan Pengungkapan
CSR berpengaruh signifikan
terhadap Tindakan Agresif
Pajak. Oleh karena itu
diharapkan perusahaan
manufaktur yang tercatat di BEI
selalu berupaya untuk menekan
tingkat tindakan agresif pajak.
2. Bagi investor, sebaiknya
menanamkan modal pada
perusahaan yang memiliki
tingkat tindakan agresif pajak
yang rendah.
5.4 Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan, maka rekomendasi
yang diberikan adalah :
a. Bagi peneliti selanjutnya,
sebaiknya menambah periode
penelitian dan variabel lain dalam
penelotian yang akan dilakukan.
b. Bagi peneliti selanjutnya,
sebaiknya memperluas objek
penelitiannya untuk meningkatkan
generalisasi hasil penelitian
kesemua jenis perusahaan.
Daftar Pustaka
Annisa, Nuralifmida Ayu da lulus kurniasih. 2002. Pengaruh Corporate Governanace Terhadap Tax Avoidance. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Freeman, R.E., Reed. 1983. Stockholders and stakeholders: a new perspective on corporate governance.
Friedman, Milton. 1962. Capitalism and Freedom. Chicago: University of Chicago Press.
Ghozali, Imam. Anis Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam, 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Universitas Diponegoro: Semarang.
Hlaing, Khin Phyo. 2012. Organizational Architecture of Multinationals and Tax Aggressiveness. University of Waterloo.
Jiménez, Carlos Eriel. 2012. Tax Aggressiveness, Tax Environment Changes, And Corporate Governance. University Of Florida.
Jessica, Agus Arianto Toly (2014). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibilty Terhadap Agresivitas Pajak: Universitas Kristen Petra
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2006. Pedoman Umun Good Corporate Governance di Indonesia 2006.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. 2010. Kajian Tentang Pedoman Good Corporate Governance di Negara-Negara Anggota Acmf.
Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. 2011. Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor: Per— 01 /MBU/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara.
Nasution, Marihot Dan Doddy Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Novia Bani Nugraha ( 2015) Pengaruh Corporate Social Responsibility, Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Dan Capital Intensity Terhadap Agresivitas Pajak. Semarang : Universitas Diponegoro.
Octaviana, N. E. Abdul Rohman (2014). Pengaruh Agresivitas Pajak Terhadap Corporate Social Responsibility : Untuk Menguji Teori Legitimasi. Semarang : Universitas Diponegoro.
Rahmi Fadhilah ( 2014 ). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Tax Avoidance: Universitas Negeri Padang.
Richardson, Grant. Roman Lanis. 2011. Corporate Social Responsibility and Tax Aggressiveness. Journal of Accounting Public Policy. Australia.
Rina Winarsih ( 2013). Pengaruh Good Corporate Governance dan Corporate Sosial Responsibility Terhadap Tindakan Pajak Agresif: Universitas trunojoya madura.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
The Indonesian Institute For Corporate Governance (IICG). 2012. Corporate Governance Perception Index 2012 Tentang Program tahunan Riset dan Pemeringkatan Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia.
Warren, Carl S. 2005. Pengantar Akuntansi: Edisi Revisi 21. Jakarta: Salemba Empat.
www.dx.co.id
top related