Unggul dalam IPTEK - PERPUSTAKAAN FAKULTAS ILMU ...
Post on 28-Jan-2023
0 Views
Preview:
Transcript
Unggul dalam IPTEK
Kokoh dalam IMTAQ
LAPORAN HASIL PENELITIAN
HUBUNGAN PENGGUNAAN BALUT TEKAN (STOKING) TERHADAP POTENSI
PENURUNAN KEJADIAN EDEMA TUNGKAI KAKI PADA KLIEN POST OPERASI
CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG) DI RUANG REHABILITASI MEDIK
PUSAT JANTUNG NASIONAL HARAPAN KITA JAKARTA TAHUN 2015
DISUSUN OLEH :
FAHRIAH H DJAFAR
2013727016
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKUTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
Riset Keperawatan, Februari 2015
Fahriah H Djafar
Hubungan Penggunaan Balut Tekan (Stoking) Terhadap Potensi Penurunan Kejadian Edema Tungkai Kaki Pada Klien Post Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) Di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015
VII BAB + 59 halaman + 5 lampiran
ABSTRAK
Edema adalah kelebihan cairan pada jaringan di tubuh. Salah satu penanggulangan edema adalah dengan stoking kompresi, stoking kompresi adalah pemakaian dari tekanan yang digunakan untuk ekstremitas bawah sebagai fasilitasi aliran darah vena normal. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi kejadian edema tungkai kaki klien post operasi CABG. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Populasi penelitian adalah klien post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Sampel yang diambil 30 orang dengan menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian terdapat hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap penurunan kejadian edema tungkai kaki pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG). P value < α (0,05). Saran ditujukan kepada pelayanan keperawatan untuk dapat menerapkan penggunaan balut tekan (stoking) sebagai terapi non farmakologi dalam menangani edema pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dengan tepat.
Kata Kunci : Edema, Stoking, CABG
Daftar Pustaka : 25 (2000-2014)
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya,
sehingga dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian dengan judul “Hubungan Penggunaan
Balut Tekan (Stoking) Terhadap Potensi Penurunan Kejadian Edema Tungkai Kaki Pada
Klien Post Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di Ruang Rehabilitasi Medik
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015”.
Laporan hasil penelitian ini dapat terselesaikan atas dukungan dan bimbingan serta arahan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini peneliti dengan tulus ikhlas menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Bapak Direktur Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta yang telah memberikan
kesempatan untuk melakukan penelitian.
2. Bapak Muhammad Hadi, SKM.,M.Kep selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Ibu Irna Nursanti, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
4. Ibu Hj. Misparsih, S.Kp.,M.Kes selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
saran serta arahan sehingga saya dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian ini.
5. Ibu Eti Hendrawati, S.Kep selaku Kepala Instalasi Prevensi dan Rehabilitasi Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta yang telah membantu dan memfasilitasi peneliti dalam
penelitian.
iv
6. Teristimewa untuk orang tua, tante om yang selalu memeberikan doa serta dukungan dengan
penuh kesungguhan dan kesabaran.
7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada peneliti.
Besar harapan peneliti, semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi profesi
keperawatan khususnya dan klien pada umumnya. Peneliti menyadari bahwa laporan hasil
penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu peneliti mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun.
Jakarta, Maret 2015
Peneliti
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... ii
ABSTRAK.................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................ 1
B. Rumusan Masalah .......................................................... 6
C. Pertanyaan Penelitian ...................................................... 7
D. Tujuan Penelitian ............................................................ 7
E. Manfaat Penelitian .......................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit Jantung Koroner .................................. 9
B. Konsep Kompresi/ Balut Tekan Stoking ......................... 25
C. Penelitian Terkait ............................................................ 31
D. Kerangka Teori ................................................................ 34
BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN
DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ............................................................ 35
B. Hipotesis .......................................................................... 36
C. Definisi Operasional ........................................................ 37
vi
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ............................................................... 38
B. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................... 38
C. Populasi dan Sampel .......................................................... 39
D. Pengumpulan Data ............................................................. 41
E. Etika Penelitian .................................................................. 42
F. Pengolahan Data ................................................................ 43
G. Analisa Data ...................................................................... 44
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisa Univariat.............................................................. 46
B. Analisa Bivariat................................................................ 50
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian ................................................... 53
B. Hasil Penelitian ............................................................... 53
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................... 60
B. Saran ................................................................................ 61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Data Demografi Klien Post
Operasi CABG Di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015 ........................................ 47
Tabel 5.2 Distribusi Penggunaan Balut Tekan (Stoking) Dan Kejadian
Edema Pada Klien Post Operasi CABG di Ruang Rehabilitasi
Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015 ...... 49
Tabel 5.3 Hubungan Penggunaan Balut Tekan (Stoking) Terhadap
Potensi Penurunan Kejadian Edema Tungkai Kaki Pada Klien
Post Operasi CABG di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015 ........................... 51
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara aliran darah dan kebutuhan oksigen miokard karena adanya sumbatan dan
penyempitan pembuluh darah koroner yang menyebabkan suatu kondisi patologis yaitu
iskemia miokard. Penyakit ini biasanya ditandai dengan nyeri dada khas (angina pectoris).
Keadaan kematian jaringan miokard (infark) sehingga menyebakan kematian sel-sel
miokard (Gardner et al., 2005).
Jumlah penyakit kardiovaskular yang disebabkan oleh sumbatan koroner meningkat secara
bertahap di seluruh dunia pada populasi dewasa tua seiring dengan pola hidup dan pola
makan. Menurut American Heart Association (AHA) pada tahun 2003, Penyakit Jantung
Koroner (PJK) adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat. Menurut World Health
Organization (WHO) pada tahun 2011, angka kematian penyakit jantung koroner sekitar 17
juta (sekitar 30%) kematian setiap tahunnya di seluruh dunia.
1
2
Meskipun jumlah klien PJK cukup tinggi, angka kematian PJK menurun 30% dari tahun
1993 sampai 2003. Faktor pendukung penurunan ini adalah teknologi untuk diagnosis dan
terapi, penggunaan obat-obatan trombolitik pada infark miokardium akut, perbaikan terapi
intervensi dan teknik bedah serta modifikasi faktor risiko pada populasi yang berisiko (Black
& Hawks, 2009). Salah satu tindakan untuk menangani sumbatan pada PJK adalah
dilakukan Coronary Artery Bypass Graft (CABG). CABG adalah operasi untuk penyakit
jantung koroner yang melibatkan penggunaan bagian vena atau arteri untuk membuat
koneksi (bypass) antara aorta dan arteri koroner melewati sumbatan. Operasi ini
memberikan darah untuk perfusi bagian iskemik dari jantung. Arteri internal mammary pada
dada dan vena saphena dari kaki adalah pembuluh darah yang sering digunakan untuk
CABG (Lemone, 2011). Menurut American Heart Association (AHA) pada tahun 2004,
CABG diindikasikan jika manajemen medis tidak mendapatkan hasil yang memuaskan
dalam mengatasi angina pada klien PJK atau apabila pada klien terjadi sumbatan pada arteri
lebih dari 50% pada arteri koroner utama kiri.
Dalam penanganan pada penyakit jantung koroner, terdapat beberapa terapi yang diterapkan
di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita diantaranya terapi dengan obat-obatan,
Percutaneous Coronary Intervention (PCI) dan Bedah Pintas Arteri Koroner (CABG).
Bedasarkan hasil penelitian The New England Journal of Medicine (2011), menyatakan
bahwa terapi bedah pintas koroner (CABG) lebih menguntungkan, karena CABG atau bedah
pintas koroner merupakan salah satu pengobatan dari penyakit jantung koroner untuk
3
mengurangi keluhan angina dan kehidupan jangka panjang lebih baik terutama untuk pasien-
pasien dengan penyakit jantung koroner yang berat.
Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari bagian Medical Record Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta, jumlah klien yang mengalami PJK pada tahun 2013 sebesar
65% dan penanganan yang dilakukan untuk mengatasi PJK terdiri dari pemberian obat-
obatan (obat untuk melebarkan pembuluh darah koroner dan mengurangi kebutuhan oksigen
otot jantung) sebesar 10%, tindakan PCI sebesar 30% dan operasi CABG sebesar 60%.
Menurut Ignatavicius & Workman (2006), keputusan untuk pembedahan berdasarkan pada
gejala klien dan hasil dari kateterisasi jantung. Kandidat klien untuk dilakukan operasi
meliputi; angina dengan oklusi pada left main coronary artery lebih dari 50%, angina tidak
stabil dengan sumbatan dua pembuluh darah yang berat atau tiga pembuluh darah, iskemia
dengan gagal jantung, infark miokard akut dan pembuluh darah koroner yang tidak cocok
dengan PTCA.
Menurut Elizabeth (2014), edema terbentuk dari kerusakan kemampuan pompa jantung
untuk meningkatkan tekanan hidrostatik pada ekstremitas disebabkan oleh sirkulasi yang
buruk yang akan menghasilkan kebocoran kapiler dan akumulasi cairan pada area yang
tergantung seperti ekstremitas bawah. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
pembentukan edema yaitu peningkatan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan retensi air
4
dan garam oleh ginjal, penurunan tekanan onkotik di dalam pembuluh darah, peningkatan
onkotik jaringan, peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan obstruksi dari
pembersihan cairan pada sistem limpatik.
Menurut Dilawar (2014), vena yang diambil dari kaki akan meyebabkan aliran darah balik
dari kaki kembali ke jantung akan menjadi kurang lancar dan ini akan menyebabkan kaki
menjadi bengkak. Menurut Maryunani (2013), normalnya darah mengalir dari sistem vena
superfisial ke sistem vena dalam, yang dibantu oleh tekanan yang dipengaruhi oleh katup-
katup satu arah dan kontraksi otot betis. Aktivitas otot-otot betis membantu memompa darah
kembali ke jantung, menanggulangi / mengatasi tekanan hidrostatik yang tinggi. Kegagalan
pompa otot betis untuk memperbaiki pengembalian darah vena dapat menimbulkan
komplikasi hipertensi vena yang menyebabkan edema pada kaki bagian bawah. Berdasarkan
hasil penelitian Res Cardiovasc Med (2014), menyimpulkan bahwa edema pada tungkai
bawah bisa terjadi pada pengambilan vena saphena setelah 4 minggu operasi CABG.
Adanya hubungan yang signifikan antara berat badan dengan kejadian edema, edema lebih
banyak terjadi pada pasien yang obesitas.
Kondisi yang bisa terjadi setelah operasi CABG yaitu edema pada kaki atau lengan yang
diambil pembuluh darahnya untuk bypass, yang menyebabkan ketidaknyamanan seperti
mati rasa, kelemahan, imobilisasi, gangguan tidur dan penyembuhan tertunda. Klien
disarankan untuk menggunakan stoking untuk mengurangi bengkaknya. Bengkak tersebut
5
akan berkurang atau hilang setelah 6 – 8 minggu. Menurut Maizul (2009), meninggikan kaki
pada saat duduk/ berbaring dan memakai stoking elastis selama minimal 8 minggu dapat
mengurangi bengkak pada kaki yang diambil pembuluh darahnya untuk bypass.
Stoking kompresi merupakan suatu alat yang tepat untuk klien yang akan membutuhkan
kompresi eksternal untuk kaki pada tingkat yang ditentukan (Barbara, 2000). Terapi
kompresi sering digunakan untuk mencegah edema post operasi. Penggunaan stoking rutin
mempunyai efek positif pada pencegahan edema pada graft tungkai dan komplikasi luka
setelah operasi CABG (Res Cardiovasc Med, 2014).
Menurut Bryant (2000), terapi kompresi adalah tekanan yang digunakan dari luar atau
penahan statis untuk ekstremitas bawah yang memfasilitasi aliran normal vena. Mekanisme
cara kerja terapi kompresi yaitu memberikan tekanan konstan ke jaringan dan memberikan
tahanan pada otot betis pada saat ambulasi. Tekanan konstan menyebabkan peningkatan
tekanan jaringan intertisial yang melawan kebocoran dari cairan yang keluar dari sistem
kapiler dan mendukung reabsorbsi cairan kembali kedalam aliran darah. Stoking biasanya
digunakan pada klien dengan insufisiensi vena stabil untuk mencegah ulcer dan edema.
Terapi kompresi bertujuan untuk memperbaiki efisiensi pemompaan betis, meningkatkan
fungsi katup, membalikkan kebocoran kapiler, mengurangi diferensial tekanan dan
mengontrol edema.
6
Berdasarkan hasil observasi terhadap 30 klien post CABG pada bulan Mei 2014 didapatkan
hasil 20 klien mengalami edema tungkai kaki dan 10 klien tidak mengalami edema tungkai
kaki. Dari 20 klien yang mengalami edema tungkai kaki, 10 klien mengeluh terjadinya
edema pada hari ke 5 sampai 7 post CABG dan 10 klien mengalami edema tungkai kaki
pada minggu ke 2 post CABG. Untuk mengurangi edema pada tungkai kaki, klien
dianjurkan untuk meninggikan kaki mereka pada saat duduk atau berbaring dan
menggunakan stoking selama 6 sampai 8 minggu. Dari 20 klien, 5 klien mengatakan bahwa
edema dapat berkurang setelah menggunakan stoking selama 6 minggu dan 15 klien
mengatakan bahwa edema dapat berkurang setelah menggunakan stoking selama 8 minggu.
Berdasarkan latar belakang diatas dan belum adanya yang melakukan riset penelitian tentang
masalah yang ada di tempat peneliti bekerja, maka peneliti tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut tentang hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi penurunan
kejadian edema tungkai kaki pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun
2015.
B. Rumusan Masalah
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara aliran darah dan kebutuhan oksigen miokard karena adanya sumbatan dan
penyempitan pembuluh darah koroner. Salah satu tindakan untuk menangani sumbatan pada
7
PJK adalah dilakukan Coronary Artery Bypass Graft (CABG). CABG adalah operasi untuk
penyakit jantung koroner yang melibatkan penggunaan bagian vena atau arteri untuk
membuat koneksi (bypass) antara aorta dan arteri koroner melewati sumbatan. Menurut
Dilawar (2014), vena yang diambil dari kaki akan meyebabkan aliran darah balik dari kaki
kembali ke jantung akan menjadi kurang lancar dan ini akan menyebabkan kaki menjadi
bengkak. Klien disarankan untuk menggunakan stoking minimal selama 8 minggu untuk
mengurangi bengkaknya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang hubungan
penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi penurunan kejadian edema tungkai kaki
pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
C. Pertanyaan Penelitian
Adakah hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi penurunan kejadian
edema tungkai kaki pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di ruang
Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui
hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi penurunan kejadian edema
tungkai kaki pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di ruang
Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015.
8
2. Tujuan Khusus
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan:
1. Diketahui gambaran karakteristik demografi klien post operasi CABG di ruang
Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015.
2. Diketahui gambaran status edema pada klien post operasi CABG yang menggunakan
stoking di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta
tahun 2015.
3. Diketahui pengaruh penggunaan stoking pada klien post operasi CABG di ruang
Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan pelayanan keperawatan yang lebih
baik dalam upaya menangani edema tungkai kaki dan mencegah komplikasi pada klien
post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dengan benar dan tepat.
2. Bagi Pengembangan Pendidikan Keperawatan
Dapat menjadi referensi atau tambahan informasi tentang tatalaksana perawatan klien
post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dalam menangani edema tungkai
kaki.
3. Bagi Peneliti Lebih Lanjut
4. Dapat memberikan tambahan ilmu tentang penelitian kepada peneliti selanjutnya
sehingga pelayanan keperawatan dapat berkembang lebih maju.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang konsep Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan
Penatalaksanaan Post Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
A. Konsep Penyakit Jantung Koroner (PJK)
1. Pengertian
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah aterosklerosis yang terjadi pada arteri koroner,
menyebabkan arteri menyempit atau tersumbat sehingga aliran darah ke area jantung
yang disuplai arteri tersebut berkurang. Jika aliran darah yang tersisa tidak mencukupi
kebutuhan oksigen pada jantung area tersebut akan mengalami iskemia dan cidera serta
dapat terjadi kondisi infark miokardium (Black & Hawks, 2009). PJK merupakan
penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis, arteri koroner yang tersumbat oleh fibrous,
plak lemak. PJK dimanifestasikan oleh angina pektoris, sindrom koroner akut dan infark
miokardium (Lemone, 2011).
Dapat disimpulkan bahwa PJK adalah penyakit yang disebabkan oleh aterosklerosis pada
arteri koroner, menyebabkan arteri menyempit sehingga aliran darah ke area jantung
berkurang. PJK dimanifestasikan oleh angina pektoris, sindrom koroner akut dan infark
miokardium.
9
10
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut Black & Hawks, 2014 penyebab primer penyakit arteri koroner adalah
inflamasi dan pengendapan lemak di dinding arteri. Faktor resiko yang dapat
mencetuskan terjadinya PJK dapat dikelompokkan dalam dua kategori yaitu faktor resiko
yang dapat dimodifikasi dan tidak dapat dimodifikasi.
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia adalah faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi. Lebih dari 50% klien dengan
penyakit jantung koroner adalah usia 65 tahun atau lebih. Jenis kelamin dan faktor
genetik juga termasuk faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dari penyakit
jantung koroner. Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan jantung
pada usia yang lebih muda, risiko pada wanita meningkat signifikan pada masa
menopause. Pada wanita yang sudah menopause kadar estrogen dalam tubuhnya
menurun. Hormon estrogen dapat melebarkan pembuluh darah, sehingga menurunkan
resiko terkena penyakit jantung koroner (Wika, 2008). Kromosom p921.3
berhubungan dengan penyakit jantung koroner. Kromosom ini berisi gen yang
melibatkan patogenesis dari aterosklesosis (Samani, Erdman, Hall,et al., 2007).
11
b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi menurut Black & Hawks, 2014, meliputi:
1. Merokok
Perokok aktif maupun pasif merupakan faktor risiko yang berpengaruh kuat pada
perkembangan PJK. Merokok memperbesar risiko menjadi tiga kali lipat untuk
mengalami serangan jantung pada wanita dan dua kali lipat pada pria.
2. Hipertensi
Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan
afterload, memperbesar dan melemahkan ventrikel kiri.
3. Peningkatan kadar kolesterol serum
Orang dengan High Density Lipoprotein (HDL) atau Low Density Lipoprotein
(LDL) yang tinggi memiliki risiko untuk PJK yang lebih rendah dibandingkan
orang dengan rasio HDL/ LDL yang rendah.
4. Diabetes melitus
Klien dengan diabetes memiliki risiko 2-4 kali lebih tinggi terhadap prevalensi,
insiden dan mortalitas akibat semua bentuk PJK.
5. Inaktivitas fisik
Latihan aerobik teratur penting untuk mencegah penyakit jantung dan pembuluh
darah. Orang – orang yang melakukan latihan fisik memiliki risiko PJK yang lebih
rendah karena kadar HDL lebih tinggi, kadar LDL, trigliserida, glukosa darah lebih
rendah, sensitivitas insulin yang lebih baik, tekanan darah yang lebih rendah dan
indeks massa tubuh (IMT) yang lebih rendah.
12
6. Obesitas
Obesitas menambah beban ekstra pada jantung, memaksa otot jantung bekerja
lebih keras untuk memompa jantung untuk mengantarkan darah ke jaringan
tambahan. Obesitas juga meningkatkan risiko PJK karena sering berhubungan
dengan peningkatan kolesterol serum dan kadar trigliserida, tekanan darah yang
tinggi dan diabetes.
3. Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2011, angka kematian penyakit
jantung koroner sekitar 17 juta (sekitar 30%) kematian setiap tahunnya di seluruh dunia.
Lebih dari 50% klien dengan penyakit jantung koroner adalah usia 65 tahun atau lebih,
80% kematian disebabkan oleh infark miokardium yang terjadi pada kelompok usia ini.
Pria memiliki risiko yang lebih tinggi mengalami serangan jantung pada usia yang lebih
muda, risiko pada wanita meningkat signifikan pada masa menopause (National
Cholesterol Education Program,2002).
4. Patofisiologi
Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri. Timbunan
ini dinamakan ateroma atau plak akan mengganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel
yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran darah.
Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan
13
parut sehingga lumen menjadi sempit dan aliran darah menuju otot jantung terhambat
(Black & Hawks, 2014). Angina dicirikan dengan kejadian nyeri dada, biasanya
disebabkan oleh latihan fisik dan akan hilang dengan istirahat. Ketika kebutuhan oksigen
miokardium lebih besar dari suplai pembuluh darah yang tersumbat, sel miokardium
menjadi iskemia dan berubah menjadi metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob
memproduksi asam laktat yang menstimulus syaraf otot menyebabkan nyeri. Nyeri akan
berkurang ketika suplai oksigen kembali sesuai kebutuhan miokardium (Lemone,2011).
Arteri koroner terdiri dari 2 yaitu arteri koroner kiri (Left Main Coronary Artery/ LMCA)
dan arteri koroner kanan (Right Coronary Artery/ RCA) pada dasarnya arteri koroner
kanan memberi makan pada atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam
dari ventrikel kiri. Nodus SA (Sino Atrial Node) letaknya di atrium kanan, tetapi hanya
55% kebutuhan nutrisinya dipasok oleh arteri koronaria kanan, sedang 42% lainnya
dipasok oleh cabang arteri sirkumfleks kiri. Nutrisi untuk nodus AV dipasok oleh arteri
yang melintasi kruks, yakni 90% dari arteri koroner kanan dan 10% dari arteri
sirkumfleks. Maka dapat disimpulkan bahwa jika terjadi sumbatan pada pembuluh darah
koroner akan menyebabkan aritmia (Sherwood,2011).
14
5. Manifestasi Klinis
Sumbatan pada aliran darah menyebabkan tidak cukup persedian darah yang menghalangi
kebutuhan oksigen sel otot jantung , kondisi ini disebut iskemia. Angina pectoris
berhubungan dengan nyeri dada yang disebabkan oleh iskemi miokardium. Jika
penurunan persedian darah cukup besar dan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan
kerusakan yang irreversibel dan kematian sel miokardium atau infark miokardium.
Kerusakan miokardium yang irreversibel mengalami degenerasi dan digantikan oleh
jaringan skar, menyebabkan beberapa derajat disfungsi miokardium. Kerusakan
miokardium yang signifikan akan menghasilkan cardiac output yang rendah dan jantung
tidak dapat membantu memenuhi kebutuhan darah yang disebut dengan gagal jantung.
Penurunan persedian darah karena penyakit jantung koroner menyebabkan jantung
mendadak berhenti berdenyut (Brunner & Suddarth, 2008).
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada PJK menurut Maizul & Doddy, 2009), meliputi:
a. Laboratorium
Troponin otot jantung, troponin T dan troponin I adalah indikator yang sensitif dari
kerusakan miokardium. Level Creatine Kinase (CK) dan CK-MB dalam batas normal
atau meningkat.
15
b. Diagnostik
Elektrokardiografi (EKG)
Apabila terjadi perubahan pada EKG seperti ST depresi, maka dapat dikatakan
bahwa jantung kekurangan oksigen (iskemi). Gelombang Q pathologis menyatakan
pernah mengalami serangan jantung sebelumnya.
Treadmill Test
Kadang-kadang EKG saat istirahat memberikan hasil yang normal, maka
diperlukan pemeriksaan EKG saat latihan seperti aktivitas yang berat test disebut
treadmill test atau bicyle test (stress test). Stress test ini memberikan akurasi 60-
70% dalam mendiagnosa penyakit jantung koroner.
Echocardiography
Pemeriksaan echocardiography adalah pemeriksaan dengan menggunakan
gelombang ultrasound terhadap jantung yang berguna untuk melihat rongga
jantung, katup-katup jantung, pergerakan dinding jantung dan Fraksi Ejeksi.
Multi Slice Computed Tomography (MSCT)
MSCT yaitu pemeriksaan angiografi non invasif yang dilakukan untuk mengetahui
penyempitan arteri koroner dan mengetahui penyempitan arteri koroner dan
mengetahui kondisi dinding arteri koroner dengan mengukur tingkat pengapuran
(kalsium skor). Bila tingkat pengapuran lebih dari 300, ada korelasi dengan
penyempitan koroner yang bermakna.
16
Nuklir Jantung
Pemeriksaan nuklir jantung yaitu dengan memakai bahan radioaktif (thalium,
technetium) yang disuntikkan ke pembuluh darah dan jumlah isotop di daerah
jantung akan ditangkap dengan kamera dari luar yang berupa gambaran citra
berwarna merah, kuning atau kosong. Daerah jantung mengalami penurunan
gambaran isotop menunjukkan adanya penyempitan pembuluh darah di daerah
tersebut.
Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan kateterisasi jantung digunakan untuk menentukkan letak penyempitan
pembuluh darah koroner kanan dan kiri serta cabang-cabangnya. Penyempitan
lumen arteri 75% atau lebih dianggap suatu penyempitan yang bermakna dan perlu
dilakukan intervensi.
7. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada PJK, menurut Rokhaeni (2001)
a. Gagal jantung kongestif
Gagal jantung kongestif merupakan sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat
kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kiri, menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis, sedangkan disfungsi
ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.
17
Gagal jantung kiri merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah infark
miokardium.
Infark miokardium menggangu fungsi miokardium karena menyebabkan menurunnya
kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding dan mengubah daya
kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk
mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa
ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan jantung sebelah kiri. Kenaikan
tekanan ini disalurkan ke belakang ke vena pulmonalis. Bila tekanan hidrostatik dalam
kapiler paru melebihi tekanan onkotik vaskular maka terjadi proses transudasi ke
dalam ruang interstisial. Bila tekanan ini masih meningkat lagi, terjadi edema paru-
paru akibat perembesan cairan ke dalam alveoli.
b. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi nyata ventrikel sesudah mengalami infark
yang masif, biasanya mengenai dari 40% ventrikel kiri.
c. Disfungsi otot papilaris
Penutupan katup mitral selama sistolik ventrikel bergantung pada integritas fungsional
otot papilaris ventrikel kiri dan korda tendinae. Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik
otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis, memungkinkan eversi daun
katup ke dalam atrium selama sistol. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran
18
retrograd dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat: pengurangan
aliran ke aorta, dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit jantung koroner menurut Black & Hawks (2014)
meliputi:
a. Menurunkan faktor resiko
Modifikasi faktor risiko secara signifikan memperbaiki prognosis setelah serangan
koroner akut. Berhenti merokok, berpartisipasi dalam aktivitas latihan secara teratur,
mengontrol tekanan darah, diabetes, tingkat kolesterol dan berat badan dapat
menurunkan risiko PJK.
b. Meningkatkan suplai darah dengan berbagai teknik antara lain:
Percutaneus Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA) merupakan suatu teknik
dimana suatu kateter berujung balon biasanya dipasang pada arteri femoralis
(walaupun dapat juga pada arteri radialis / arteri brachialis) dan ditelusuri dengan
panduan rontgen menuju arteri yang mengalami sumbatan. Balon dikembangkan
beberapa kali untuk membentuk ulang lumen pembuluh darah dengan meregangkan
pembuluh dan menekan plak aterosklerotik ke arah dinding arteri, sehingga akan
membuka aretri.
Aterektomi Koroner Direksional mengurangi stenosis arteri koroner dengan
mengeksisi dan mengangkat plak ateromatosa.
19
Stent Intrakoroner adalah prosedur untuk menempatkan stent menyerupai pada
pemasangan PTCA. Setelah lesi koroner diidentifikasi lewat angiografi, kateter
balon yang menahan stent terpasang pada arteri koroner dan stent ditempatkan pada
tempat oklusi.
Ablasi Laser digunakan bersama dengan angioplasti balon untuk menguapkan plak
aterosklerotik. Setelah dilakukan angioplasti balon, radiasi laser pendek diberikan
dan plak sisa yang tertinggal diangkat.
Revaskularisasi Transmiokardial dapat membantu klien yang tidak menjadi
kandidat bedah atau angioplasti karena kesehatan yang buruk/ derajat penyakit.
Laser berenergi tinggi dipandu ke dalam ventrikel kiri di antara denyut jantung saat
ventrikel terisi darah.
c. Manajemen bedah dengan Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
1. Pengertian
CABG adalah prosedur operasi pada pembuluh darah bagian tubuh lain yang
dicangkokan diatas arteri koroner yang tersumbat, seperti jalan aliran darah untuk
melewati sumbatan (Brunner & Suddarth, 2008). CABG adalah operasi untuk
penyakit jantung koroner yang melibatkan penggunaan bagian vena atau arteri
untuk membuat koneksi (bypass) antara aorta dan arteri koroner melewati sumbatan
(Lemone, 2011). Dapat disimpulkan bahwa CABG adalah operasi untuk penyakit
20
jantung koroner, dengan menggunakan vena/ arteri untuk membuat saluran baru
melewati bagian arteri koroner yang mengalami penyempitan/ penyumbatan.
2. Kandidat klien yang memerlukan operasi
Menurut Ignatavicius & Workman (2006), keputusan untuk pembedahan
berdasarkan pada gejala klien dan hasil dari kateterisasi jantung. Kandidat klien
untuk dilakukan operasi meliputi:
a. Angina dengan oklusi pada left main coronary artery lebih dari 50%
b. Angina tidak stabil dengan sumbatan dua pembuluh darah yang berat atau tiga
pembuluh darah
c. Iskemia dengan gagal jantung
d. Infark miokard akut
e. Tanda iskemia atau Infark miokard yang terjadi setelah angiografi atau PTCA
f. Penyakit katup
g. Syok kardiogenik
h. Pembuluh darah koroner yang tidak cocok dengan PTCA
21
3. Anatomi dan Fisiologi Pembuluh Darah
Sistem vena pada kaki meliputi tiga komponen vena utama, yaitu : vena dalam,
vena superfisial dan vena perporator (Maryunani, 2013).
a. Vena Dalam (Deep Vein)
1) Vena Dalam (Deep Vein) meliputi vena-vena tibialis posterior dan anterior,
serta vena peroneal.
2) Vena Dalam terletak dalam kompartemen-kompartemen otot kaki dan
berpasangan, serta berlokasi dekat dengan arteri.
b. Sistem Vena Superfisial
1) Sistem vena superfisial tampak dibawah kulit disebut sebagai sistem
saphenous karena terdiri dari vena-vena saphenous besar dan kecil.
2) Sistem vena berlokasi dalam jaringan atau lemak subkutan dan dalam facia
pada kompartemen otot.
c. Vena Perforator atau Vena Penghubung (Comunnicating Vein)
1) Vena perforator atau vena penghubung (Comunnicating Vein)
menghubungkan vena-vena superfisial dan vena-vena dalam.
2) Terdapat lebih dari 90 vena perforator pada tiap-tiap kaki.
3) Pada malleolus medialis, vena perforator tidak dikelilingi oleh facia dan
berada dalam hubungan langsung kulit.
4) Peningkatan tekanan vena dihantarkan melalui vena perforator pada kulit
menimbulkan varicosities dan ulserasi superfisial.
22
Semua vena dilengkapi dengan satu arah katup yang mendukung aliran darah menuju
ke jantung. Sistem pembuluh darah mencegah aliran darah kembali dan membagi
sistem vena dari kaki kedalam segmen yang lebih kecil, membuat tekanan gravitasi
lebih dapat menahan pada setiap segmen. Mekanisme primer dari vena, darah
dikembalikan ke jantung melalui otot polos didalam dinding vena, kontraksi dari otot
skeletal dan tekanan negatif intra thoraks yang di buat selama inpirasi. Darah dari
ekstremitas bawah harus mengalir keatas melawan kekuatan gravitasi. Kekuatan
gravitasi diperoleh dari tekanan hidrostatik yang secara normal sama dengan 90
mmHg pada saat berdiri. Puncak tekanan hidrostatik adalah 120 mmHg ketika
kontraksi otot betis. (Bryant, 2000)
Pompa otot betis dan vena dalam pada betis bekerja bersama-sama untuk mendorong
darah dari vena kembali ke jantung. Usaha kolaboratif ini bersamaan dengan fungsi
dari siklus jantung. Selama ambulasi kontraksi otot betis dan kompresi darah keluar
dari vena dalam seperti kontraksi ventrikel dan pengosongan selama fase sistolik dari
siklus jantung. Ketika darah dipompakan dari vena dalam, katup satu arah pada sistem
perforator ditutup untuk mencegah aliran balik dari darah ke dalam vena superfisial.
Pada saat otot betis rileks, katup pada vena perforator membuka agar darah pada
sistem superfisial mengalir ke dalam vena dalam. Otot betis merupakan pompa otot
23
yang sangat penting pada ektremitas bawah sedangkan pompa kaki dan paha itu hanya
sebagai pendukung venous return ke jantung. (Morison, 2004)
Pembuluh darah yang dapat digunakan untuk pintas arteri koroner antara lain vena
safena, arteri mamaria atau arteri radialis. Vena Safena yang paling sering digunakan
pada tindakan CABG adalah vena safena magna yang diikuti vena safena parva, vena
sefalika dan basilica. Vena diambil dari tungkai atau lengan dan ditandur untuk lesi di
sebelah kanan, arteri koroner simkumfleks dan cabang-cabangnya. Pada tandur dengan
vena safena, satu ujung dari vena ini disambung ke aorta asenden dan ujung yang lain
ditempelkan pada bagian pembuluh darah sebelah distal dari sumbatan. (Black &
Hawks, 2014)
Menurut Dilawar (2014), vena yang diambil dari kaki akan meyebabkan aliran darah
balik dari kaki kembali ke jantung akan menjadi kurang lancar dan ini akan
menyebabkan kaki menjadi edema. Edema adalah perluasan dari volume cairan
intertisial yang tidak dapat dideteksi dengan mudah, tetapi jika jumlah cairanya
banyak dapat dilihat dan teraba bengkak (Stems,2013). Edema adalah kelebihan cairan
pada jaringan di tubuh. Ini dapat terjadi karena gangguan aliran darah ke jantung
sehingga darah dan cairan kembali dan bocor kedalam sekitar jaringan (The Patient
Education Institute, 2013). Dapat disimpulkan bahwa edema adalah kelebihan cairan
24
yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke jantung sehingga terjadi perluasan dari
volume cairan intertisial kedalam sekitar jaringan.
Edema terbentuk dari kerusakan kemampuan pompa jantung untuk meningkatkan
tekanan hidrostatik pada ekstremitas disebabkan oleh sirkulasi yang buruk yang akan
menghasilkan kebocoran kapiler dan akumulasi cairan pada area yang tergantung
seperti ekstremitas bawah (Elizabeth, 2014).
Ada dua faktor penentu terhadap terjadinya edema yaitu hemodinamik dalam kapiler
dan retensi natrium. Pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik dan
gagal ginjal jumlah total natrium tubuh akan meningkat oleh karena adanya retensi
natrium ginjal akibat peningkatan sistem renin angiotensin aldosteron. Akibatnya
terjadilah penimbunan air pada interstisium yang akan menimbulkan edema umum.
Manifestasi klinis edema dapat berupa edema paru, edema perifer misalnya pada
tungkai, asites, bendungan pada vena setempat misalnya pada tungkai yang biasanya
unilateral, bendungan vena dalam, edema ‘pitting’ pada hipotiroid (Sudoyo et al.,
2010).
Penanggulangan edema yang dilakukan meliputi memperbaiki penyakit dasar,
meninggikan kaki dan terapi kompresi. Meninggikan kaki berguna untuk memfasilitasi
pemindahan cairan melalui pemanfaatan gravitasi dalam pengembalian vena /venous
25
return. Kaki diangkat lebih tinggi dari level jantung selama 20-30 menit setiap 2-3 jam
sehari. Terapi kompresi bekerja memfasilitasi pergerakan cairan yang berlebihan dari
ekstremitas bawah (Carrie and Barbara, 2000).
4. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi pada bedah CABG (Brunner and Suddarth, 2008)
a. Komplikasi kardiovaskuler meliputi disritmia, penurunan curah jantung dan
hipotensi persisten.
b. Komplikasi hematologis termasuk perdarahan dan pembekuan darah.
c. Komplikasi ginjal seperti gagal ginjal. Pada gagal ginjal dapat menyebabkan
edema karena kehilangan protein melalui urin dan gangguan fungsi ginjal.
d. Komplikasi pulmonal termasuk atelektasis.
e. Komplikasi neurologi meliputi stroke dan ensefalopati.
f. Infeksi, proses pembedahan dapat mengubah sistem imun.
B. Konsep Kompresi/ Balut Tekan Stoking
Terapi kompresi memberikan tekanan yang konstan pada jaringan, vena superfisial yang
kollaps sebagian dan memberikan penopang otot betis selama ambulasi. Kompresi yang
konstan menyebabkan peningkatan tekanan jaringan interstisial yang melawan kebocoran
cairan yang keluar dari sistem kapiler dan membantu reabsorbsi cairan kembali kedalam
26
aliran darah. Selain itu terapi kompresi dapat meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan
mencegah aktivasi dan agregasi platelet.
1. Pengertian
Terapi kompresi adalah pemakaian dari tekanan yang digunakan atau support statik untuk
ekstremitas bawah sebagai fasilitasi aliran darah vena normal (Bryant, 2000). Terapi
kompresi adalah pengobatan yang digunakan dari luar untuk meningkatkan tekanan kaki
bagian bawah yang akan melawan gravitasi (Wounds International, 2013). Dapat
disimpulkan bahwa terapi kompresi adalah pengobatan yang digunakan dari luar untuk
meningkatkan tekanan kaki bagian bawah sebagai fasilitasi aliran darah vena normal.
2. Tujuan
Terapi kompresi bertujuan untuk memperbaiki efisiensi pemompaan betis (calf pump),
meningkatkan fungsi katup, membalikkan kebocoran kapiler, mengurangi diferensial
tekanan dan mengontrol edema. Kompresi digunakan hanya untuk klien dengan Ankle
Brachial Index (ABI) > 0,8 (Maryunani, 2013).
27
3. Macam – Macam Alat Kompresi
Alat kompresi dapat dikategorikan menjadi statik dan intermiten
1) Statik
a. Stoking kompresi adalah suatu alat yang tepat untuk klien yang akan membutuhkan
kompresi eksternal untuk kaki pada tingkat yang ditentukan (Barbara, 2000).
Stoking kompresi berfungsi untuk mencegah tromboembolism bagi klien yang
tidak dapat berjalan, memperbaiki aliran pembuluh darah vena di kaki, melancarkan
pembuluh darah vena yang mengalami hipertensi dan menurunkan pembengkakan
yang ada. Stoking dibuka ketika tidur dan dipasang kembali setelah bangun tidur.
Stoking akan kehilangan elastisitasnya jika lebih dari 3 sampai 6 bulan. (Bryant,
2000)
Stoking merupakan alternatif yang lebih aman, asalkan klien telah diukur dengan
tepat untuk pemakaian stoking tersebut. Untuk menentukan ukuran yang benar dari
stoking, kaki diukur pada pergelangan kaki, betis dan dari pergelangan kaki sampai
lutut. Selain itu stoking secara kosmetik lebih dapat diterima bagi banyak orang.
Meskipun demikian, stoking sendiri secara khusus tidak mudah digunakan,
masalah tersebut dapat diatasi banyak klien, yaitu dengan memberinya alat bantu
(Morison, 2004). Stoking digunakan untuk klien dengan gangguan vena dan
lymphedema. Stoking kontraindikasi pada klien penyakit sumbatan arteri dengan
ABI <0,8 dan klien yang alergi dengan bahan latex (Barbara, 2000).
28
Macam-macam kelas kompresi pada stoking (www.venosan.co.id)
Kelas 1 merupakan tingkat kompresi ringan, menggunakan tekanan 18 mmHg - 21
mmHg pada ankle. Digunakan untuk kaki terasa lelah, berat, dan ada tanda-tanda
awal kelemahan katup vena, ada varises ringan tanpa edema (spider vein) dan untuk
varises selama kehamilan.
Kelas 2 merupakan tingkat kompresi sedang, menggunakan tekanan 23 mmHg - 32
mmHg pada ankle. Digunakan untuk varises yang lebih serius dan atau disertai
bengkak. Setelah minor ucler, setelah schlerotheraphy, setelah operasi varises, laser
theraphy, adanya DVT, dan katup vena yang lemah (venous insufficiency).
Kelas 3 merupakan tingkat kompresi ketat, menggunakan tekanan 34 mmHg - 46
mmHg pada ankle. Digunakan untuk Chronic Venous Insufficiency (CVI), ada
bengkak, setelah penanganan luka vena parah (severe ulcers).
Kelas 4, menggunakan tekanan > 46 mmHg pada ankle. Digunakan untuk
lymphoedema.
b. Perban kompresi dapat dibagi menjadi perban yang mengandung elastomer, seperti
karet/ Lycra, serta perban yang tanpa elastomer. Elastisitas perban menentukan
jumlah tegangan yang dibutuhkan untuk mencapai tekanan yang diperlukan,
kemampuan perban untuk mempertahankan tekanan tersebut dan kesesuaian perban
terhadap garis bentuk yang kurang serasi pada kaki, pergelangan kaki dan tungkai.
29
c. Balutan kompresi banyak lapisan (multilayer compression bandages) dapat
digunakan untuk mencapai kompresi yang baik, sekalipun hanya dengan perban
kompresi sedang sampai rendah. Lapisan velband atau sofban dipasang sampai ke
lutut, mulai dari pergelangan kaki untuk mencegah penumpukan yang terlalu
banyak pada kaki. Perban elastocrepe dipasang dari dasar jari kaki sampai lutut dan
agar tidak bergeser dapat digunakan lapisan luar Tubigrip. Ukuran tubigrip yang
diperlukan dapat ditentukan dengan mengukur lingkar pergelangan kaki dan betis
setelah lapisan lainnya dipasang. Adapun tubigrip yang tersisa harus dipotong di
bawah lutut untuk mencegah terjadinya efek pengikatan perban karena akan
menghalangi aliaran balik vena.
2) Terapi kompresi intermiten pneumatik yang dapat membantu mengurangi edema dan
membantu aliran balik vena pada klien rawat inap, telah terbukti kurang berhasil pada
klien yang dirawat di rumah, karena banyak klien khawatir akan sejumlah peralatan
yang digunakan dan merasa enggan untuk menggunakannya.
4. Mekanisme Kerja
Ketika latihan aktif atau pasif, otot kaki berkontraksi yang menyebabkan peningkatan
lingkar betis. Terapi kompresi bekerja untuk mencegah peningkatan lingkar betis, dengan
cara mendistribusikan tekanan ke seluruh ektremitas bawah. Efek dari tekanan ini
menurunkan diameter vena di dalam ektremitas bawah yang disebabkan oleh katup vena
30
yang mengembalikan darah ke jantung. Sehingga menghasilkan pengurangan volume
darah yang tertahan secara lokal, membantu mengembalikan tekanan vena normal pada
kaki dan meningkatan kecepatan aliran darah vena.
5. Panduan untuk Kompresi
Menurut Maryunani (2013), panduan untuk kompresi meliputi:
No Berat-Ringannya
Kompresi
Ukuran Kompresi Tujuan Untuk Kompresi
1 Sangat ringan 10-15 mmHg Penyakit-penyakit arterial
dan vena campuran (mix
arterial and vena disease)
yang lebih berat.
2 Ringan 15-20 mmHg Penyakit arterial dan vena
campuran (mix arterial and
vena disease)
3 Sedang 20-40 mmHg Edema vena
4 Tinggi >40 mmHg Limfedema, woody fibrosis
31
6. Pengkajian
Menurut Maryunani (2013), pengkajian pada ekstremitas bawah harus dilakukan sebelum
menggunakan terapi kompresi, diantaranya:
Pemeriksaan riwayat kesehatan
Pemeriksaan pada seluruh kaki dari lutut bawah sampai malleolus, observasi adanya
edema, dermatitis vena dan varises.
Lakukan evaluasi diagnostik dengan mengukur Ankle Brachial Index (ABI)
Kaji keadaan perfusi, seperti waktu pengisian vena (vena refill time) normal > 20
detik, ada atau tidak adanya nadi dengan mempalpasi dorsalis pedis dan nadi tibial
posterior.
C. Penelitian Terkait
The American Journal of Medice (2002), yang berjudul edema perifer. Sistem limfatik
mengumpulkan cairan dan menyaring protein dari ruang interstisial dan mengembalikan ke
kompartemen pembuluh darah. Gangguan pengembalian cairan oleh limfatik dari ruang
interstisial akan menghasilkan edema. Edema perifer merupakan manifestasi tersering pada
berbagai penyakit, seperti: gagal jantung, sindrom nefrotik, sirosis, hipoprotein dan
insufisiensi vena kronik.
32
Penelitian The New England Journal of Medicine (2011), yang berjudul perbandingan
kualitas hidup setelah Percutaneus Coronary Intervention (PCI) dengan operasi CABG.
Terdiri dari 1800 klien dengan penyakit arteri koroner. Hasil penelitian menyatakan bahwa
terapi bedah pintas koroner (CABG) lebih menguntungkan, karena CABG atau bedah pintas
koroner merupakan salah satu pengobatan dari penyakit jantung koroner untuk mengurangi
keluhan angina dan kehidupan jangka panjang lebih baik terutama untuk klien dengan
penyakit jantung koroner yang berat.
Penelitian Res Cardiovasc Med (2014), yang berjudul pencegahan edema setelah operasi
CABG dengan stoking kompresi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi
efektifitas stoking kompresi pada pencegahan edema donor tungkai dan komplikasi luka
setelah operasi CABG. Terdiri dari 100 pasien yang menjalani operasi CABG di Rajaie
Cardiovascular Medical and Research Center. Klien dibagi menjadi 2 kelompok: kelompok A
yang menggunakan stoking secara rutin dan kelompok B yang tidak menggunakan stoking.
Tingkat edema pada donor ektremitas, perbedaan lingkar betis dan paha sebelum dan sesudah
operasi pada minggu pertama, kedua dan keempat dicatat dan dianalisa secara statistik. Hasil
dari penelitian yaitu berat badan klien dan tingkat aktivitas sehari-hari merupakan faktor yang
signifikan untuk kejadian edema pada donor tungkai. Terjadi penurunan tingkat edema pada
kelompok A dibandingkan kelompok B pada minggu keempat setelah operasi, yaitu edema
pada kelompok A sebesar 70% dan kelompok B sebesar 98%. Komplikasi luka ekstremitas
bawah lebih tinggi pada klien yang mengalami edema pada minggu keempat setalah operasi.
33
Dapat disimpulkan bahwa penggunaan stoking secara rutin memiliki efek positif pada
pencegahan edema pada donor tungkai dan komplikasi luka setelah operasi CABG.
Jurnal keperawatan pembuluh darah (2009) yang berjudul perbandingan stoking kompresi
dengan perban elastis dalam mengurangi edema post operasi CABG. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk membandingkan efektifitas stoking kompresi dengan perban elastis pada
donor ektremitas setelah CABG. Peneliti menggunakan dua jenis kompresi yang bebeda pada
klien setelah operasi CABG, kelompok pertama menggunakan elastis perban dan kelompok
kedua menggunakan stoking kompresi. Sebelum operasi, perifer dari ektremitas bawah kedua
kelompok diukur meliputi 4 bagian (A: tulang tarsal, H: tumit, B: pergelangan kaki, C: lingkar
betis). Sebelum pulang, perifer dari ektremitas bawah kedua kelompok diukur kembali.
Perbedaan pada pengukuran sebelum klien pulang dibandingkan dengan sebelum operasi,
terjadi perbedaan ukuran bagian perifer dari donor tungkai (tulang tarsal dan tumit) pada klien
yang menggunakan stoking kompresi. Peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan stoking
kompresi lebih efektif untuk edema pada klien post operasi CABG dibandingkan perban
elastis.
34
D. Kerangka Teori
Dari konsep penyakit jantung koroner dan penatalaksanaan CABG, dapat disimpulkan melalui
sebuah kerangka teori seperti di bawah ini
Penyakit Jantung Koroner (PJK): - Pengertian
(Lemone, 2011) - Etiologi dan
faktor resiko (Black & Hawks, 2014)
- Patofisiologi (Lemone, 2011)
- Manifestasi Klinis (Brunner & Suddarth, 2008)
Penatalaksanaan PJK (Black & Hawks, 2014)
- Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Edema
Penatalaksanaan (Carrie and Barbara, 2000) - Meninggikan kaki - Terapi kompresi stoking
Pengkajian (Maryunani,2013)
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian hubungan atau kaitan antara variabel yang
satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012).
Berdasarkan konsep dan teori yang telah diuraikan pada tinjauan kepustakaan, maka peneliti
membentuk suatu kerangka konsep sebagai berikut.
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan:
: Dihubungkan
: Tidak dihubungkan
35
Penggunaan balut tekan stoking pada klien post operasi
CABG
Potensi penurunan edema tungkai kaki pasca penggunaan
stoking
Umur Jenis kelamin Riwayat Penyakit
36
B. Hipotesis
Sesuai dengan kerangka konsep yang dikembangkan diatas, maka peneliti mengambil suatu
hipotesis yaitu ada hubungan antara penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi
penurunan kejadian edema tungkai kaki pada klien post CABG di ruang Rehabilitasi Medik
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015.
37
C. Definisi Operasional
No Variabel Definisi
Operasional
Cara Ukur Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
Ukur
1. Penggunaan
balut tekan
(stoking)
pada klien
post operasi
CABG
Alat yang
digunakan untuk
mengurangi
bengkak pada
kaki klien post
operasi CABG
Wawancara Kuesioner 1=teratur (skor >
50%)
2=tidak teratur
(skor< 50%)
Ordinal
2. Penurunan
edema
tungkai kaki
pasca
pengguanaan
stoking
Penurunan
kelebihan cairan
pada kaki yang
dapat dilihat dan
bila diberi
tekanan dengan
jari kulit
kembali dengan
cepat setelah
menggunakan
stoking selama
2 minggu.
Wawancara
dan
observasi
Kuesioner
dan
lembar
observasi
1=Tidak ada
edema
2=Edema
berkurang
3=Edema
Ordinal
BAB IV
METODE PENELITIAN
Pada bab ini peneliti akan menguraikan tentang desain penelitian, tempat waktu penelitian,
populasi sampel, pengumpulan data, instrumen penelitian, rencana pengolahan dan analisa data.
A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional. Variabel yang diamati yaitu
penggunaan balut tekan stoking dan potensi penurunan kejadian edema. Dalam penelitian
cross sectional peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat
tertentu, artinya tiap subjek hanya diobservasi satu kali dan pengukuran variabel subjek
dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut. (Sastroasmoro & Sofyan, 2011)
B. Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Penelitian dilakukan di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
Jakarta pada bulan Februari 2015.
38
39
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang memenuhi
kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua klien post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional
Harapan Kita Jakarta. Berdasarkan data kunjungan di ruang rehabilitasi, rata-rata jumlah
klien post CABG pada bulan November 2014 - Januari 2015 adalah 32 orang.
2. Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai subjek
penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi porsi dari
populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Besar sampel
dihitung dengan menggunakan rumus statistik untuk menentukan jumlah responden yang
dapat mewakili jumlah populasi klien post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta. Berdasarkan Notoatmodjo (2005) untuk
populasi kecil atau lebih kecil dari 1000 maka untuk menetapkan jumlah sampel dapat
menggunakan rumus yang sederhana yaitu:
n = N
1+N (d)2
40
Keterangan:
n= Besar sampel
N= Besar populasi
d= Tingkat signifikansi (d=0,05)
Berdasarkan perhitungan dengan rumus di atas maka diperoleh:
n = 32
1+32(0,05)2
= 29,6 30 klien
Maka sampel yang diambil menggunakan teknik purposive sampling adalah 30 klien
dengan kriteria:
1. Kriteria inklusi
a. Klien post operasi CABG yang mengalami edema tungkai kaki dan menggunakan
stoking sudah 2 minggu.
b. Klien post operasi CABG yang berada di Ruang Rehabiltasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta.
c. Klien bersedia menjadi responden.
2. Kriteria ekslusi
a. Klien post operasi CABG yang disertai operasi perbaikan katup jantung.
b. Klien post operasi CABG memiliki nilai Ankle Brachial Index (ABI) < 0,8
41
D. Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang memuat beberapa
pertanyaan yang dirancang oleh peneliti yang mengacu pada literatur, kerangka konsep yang
telah dibuat dan tujuan penelitian. Instrumen penelitian yang dapat diterima sesuai standar
adalah alat ukur yang telah melalui uji validitas dan reliabilitas. Menurut Notoatmodjo
(2010), validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur
apa yang diukur. Sedangkan reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana alat
ukur dapat dipercaya atau diandalkan.
a. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan pada setiap item pertanyaan pada instrumen penelitian. Untuk
menguji validitas variabel penelitian, peneliti menggunakan teknik korelasi Pearson
Product Moment. Uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dilakukan di ruang
Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta dengan jumlah
responden sebanyak 20 orang dan 24 pertanyaan. Berdasarkan uji statistik disimpulkan
bahwa instrumen penelitian dikatan valid jika diperoleh nilai r hitung lebih besar dari
r tabel pada taraf signifikan 0,05. Dari 24 pertanyaan semua dinyatakan valid karena
memiliki r hitung > 0,444.
b. Reliabilitas
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur
tersebut dipercaya atau diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan hasil pengukuran itu
tetap konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).
42
Untuk mengetahui sebuah pertanyaan apakah reliable atau tidak dengan cara dilakukan
perbandingan nilai Cronbach Alpha > 0,6 maka pertanyaan tersebut reliable (Hastono,
2007). Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini menghasilkan nilai Cronbach Alpha
0,984. Maka dapat disimpulkan bahwa istrumen tersebut reliable.
E. Etika Penelitian
1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan responden dengan
memberikan lembar persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian
dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuannya
adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui
dampaknya. Pada rancangan penelitian ini, responden diberikan lembar persetujuan yang
akan dibaca oleh responden terlebih dahulu dan jika responden menyetujuinya maka
responden diwajibkan untuk menandatangani lembar tersebut.
2. Anomity (Tanpa Nama)
Responden tidak perlu mencantumkan nama didalam lembar alat ukur tapi responden
hanya cukup mengisi lembar yang telah disediakan.
3. Confidentiality (Kerahasian)
Informasi yang telah diberikan oleh responden akan dijamin kerahasiannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan peneliti di dalam hasil riset
penelitian.
43
F. Pengolahan Data
Menurut hidayat (2007) dalam melakukan analisis data terlebih dahulu harus diolah dengan
tujuan mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik, informasi yang diperoleh
dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan. Dalam proses pengolahan data terdapat
langkah-langkah yang harus ditempuh, diantaranya:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau
dikumpulkan dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data dan setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri
dari beberapa kategori. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis
data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode
dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan kembali melihat arti suatu kode dari
suatu variabel.
3. Processing
Processing adalah memproses data yang yang dilakukan dengan cara meng-entry data
yang telah dikumpulkan ke dalam program komputer.
4. Cleaning
Pengecekan data kembali yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak.
44
G. Analisa Data
Analisa data dilakukan dengan tujuan agar data tersebut dapat memberikan informasi dan
dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan peneliti. Analisa dilakukan dua tahap :
a. Analisis Univariat
Analisis univariat pada umumnya hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari
setiap variabel yang bertujuan untuk mengetahui besar kecilnya proporsi setiap jawaban
(Notoamodjo, 2012).
Tujuan analisa univariat adalah untuk menjelaskan atau mendeskripsikan masing-
masing variable yaitu variable bebas dan variable terikat, serta data-data demografi.
Pengolahan data dari tiap-tiap kuesioner ke dalam tabel penataan data, data ini untuk
mengetahui karakteristik sampel yang diteliti. Rumus prosentase yang digunakan :
100% x N
X P
Keterangan:
P : Prosentase
X : Jumlah kriteria jawaban
N : Jumlah responden
45
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan untuk menguji hubungan antara dua
variabel yang diduga mempunyai hubungan atau kolerasi. Analisis bivariat yang
digunakan adalah ujiChi Kuadrat(X2). Uji Chi Kuadrat di gunakan untuk menguji
hubungan dua variabel dimana masing-masing terdiri dari beberapa golongan atau
kategori. Rumus yang digunakan (Djarwanto, 2004).
Fe
Fe) - (Fo X
22
Keterangan :
∑ = Jumlah baris dan kolom
Fo = Frekuensi yang diobsevasi (frekuensi empiris)
Fe = Frekuensi yang diharapkan (frekuensi teoritis)
Uji signifikan dilakukan dengan menggunakan batas kemaknaan alpha (0,05) dan
Confidence Interval (tingkat kepercayaan) 95% dengan ketentuan bila :
1) Bila ρ value ≤ (0,05) berarti Ho ditolak dan Ha diterima artinya ada hubungan
yang signifikan.
2) Bila ρ value> (0,05) berarti Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada
hubungan yang signifikan.
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai analisa univariat yang terdiri dari karakteristik responden
berdasarkan demografi, yang didapatkan dari hasil penelitian dan analisa bivariat yang
menyatakan hubungan antara variabel independen dan variabel dependen.
A. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari masing-masing
variabel yang diteliti. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari karakteristik responden,
penggunaan stoking dan kejadian edema. Hasil dari pengumpulan data sesuai dengan
variabel peneliti, secara jelas analisa univariat akan disajikan dalam tabel sebagai berikut:
46
47
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Data Demografi Klien Post Operasi CABG Di Ruang
Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015
No Variabel Kategori Jumlah Persentase (%)
1 Umur 40-50 tahun
51-60 tahun
61-65 tahun
> 66 tahun
5
11
8
6
16,7
36,7
26,7
20
2 Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
16
14
53,3
46,7
3 Pendidikan SD
SMP
SMA
PT
4
6
13
7
13,3
20
43,3
23,3
4 Status Pekerjaan Bekerja
Tidak bekerja
20
10
66,7
33,3
5 Riwayat Penyakit (Jantung, DM, Ginjal)
Ada
Tidak ada
22
8
73,3
26,7
48
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui:
1. Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Distribusi berdasarkan umur pada tabel didapatkan hasil, umur 40-50 tahun sebanyak 5
responden (16,7%), umur 51-60 tahun sebanyak 11 responden (36,7%), umur 61-65 tahun
sebanyak 8 responden (26,7%) dan umur > 66 tahun sebanyak 6 responden (20%).
Disimpulkan bahwa responden terbanyak adalah berumur 51- 60 tahun.
2. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi berdasarkan jenis kelamin pada tabel didapatkan hasil, jenis kelamin laki-laki
sebanyak 16 orang (53,3%) dan jenis kelamin perempuan sebanyak 14 orang (46,7%).
Dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak adalah berjenis kelamin laki-laki.
3. Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Distribusi berdasarkan pendidikan pada tabel didapatkan hasil, responden berpendidikan
SD sebanyak 4 orang (13,3%), responden berpendidikan SMP sebanyak 6 orang (20%),
responden berpendidikan SMA sebanyak 13 orang (43,3%) dan responden berpendidikan
Perguruan Tinggi sebanyak 7 orang (23,3%). Dapat disimpulkan bahwa responden
terbanyak adalah berpendidikan SMA.
4. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Distribusi berdasarkan pekerjaan pada tabel didapatkan hasil, responden yang bekerja
sebanyak 20 orang (66,7%) dan responden yang tidak bekerja sebanyak 10 orang
(33,3%). Dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak adalah yang bekerja.
49
5. Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat Penyakit
Distribusi berdasarkan riwayat penyakit pada tabel didapatkan hasil, responden yang
memiliki riwayat penyakit (jantung, DM, ginjal) sebanyak 22 orang (73,3%) dan
responden yang tidak memiliki riwayat penyakit (jantung, DM, ginjal) sebanyak 8 oarang
(26,7%). Dapat disimpulkan bahwa responden terbanyak adalah yang memiliki riwayat
penyakit (jantung, DM, ginjal).
Tabel 5.2
Distribusi Penggunaan Balut Tekan (Stoking) Dan Kejadian Edema Pada Klien Post Operasi
CABG di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun
2015
No Variabel Kategori Jumlah Persentase
(%)
1 Penggunaan Stoking Teratur
Tidak teratur
16
14
53,3
46,7
2 Kejadian Edema Tidak edema
Edema berkurang
Edema
6
14
10
20
46,7
33,3
50
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui:
1. Diketahui Responden Terhadap Penggunaan Stoking
Dari 30 jumlah responden post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita tahun 2015 yang menggunakan stoking secara teratur sebanyak 16
orang (53,3%) dan responden yang menggunakan stoking tidak teratur sebanyak 14
oarang (46,7%). Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden teratur
menggunakan stoking.
2. Diketahui Responden Terhadap Kejadian Edema
Dari 30 jumlah responden post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita tahun 2015 responden yang tidak edema sebanyak 6 orang (20%),
responden yang edema berkurang sebanyak 14 orang (46,7%) dan responden yang
mengalami edema sebanyak 10 orang (33,3%). Dapat disimpulkan bahwa edema
berkurang setelah menggunakan stoking.
B. Analisa Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk menguji hubungan antara variabel penggunaan stoking dan
variabel kejadian edema. Analisis bivariat menggunakan uji Chi Kuadrat (X 2 ). Uji
signifikan dilakukan dengan menggunakan batas kemaknaan alpha (0,05) dan Confidence
Interval (tingkat kepercayaan) 95%. Hasil tabel silang antara variable penggunaan stoking
dan variabel kejadian edema dan hasil uji Chi Kuadrat (X 2 ) diuraikan pada tabel berikut ini:
51
Tabel 5.3
Hubungan Penggunaan Balut Tekan (Stoking) Terhadap Potensi Penurunan Kejadian Edema
Tungkai Kaki Pada Klien Post Operasi CABG di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015
Pengunaan
Balut Tekan
(Stoking)
Kejadian Edema
P Value
X 2
Hitung
Tidak Berkurang Edema Total
n % n % n % n %
Teratur 5 31.2 9 56.2 2 12.5 16 100
0.026
7,309 Tidak teratur 1 7.1 5 35.7 8 57.1 14 100
Jumlah 6 20 14 46.7 10 33.3 30 100
Hasil analisis hubungan penggunaan balut tekan (stoking) dengan potensi penurunan kejadian
edema tungkai kaki pada klien post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita tahun 2015, diketahui dari 30 jumlah total responden ada sebanyak 16
responden teratur menggunakan balut tekan (stoking) terdapat 9 responden (56,2%)
mengalami kejadian edema berkurang, 5 responden (31,2%) tidak mengalami edema dan 2
responden (12,5%) masih mengalami edema. Sedangkan dari 14 responden yang tidak teratur
menggunakan balut tekan (stoking) terdapat 8 responden (57,1%) mengalami edema, 5
responden (35,7%) mengalami edema berkurang dan 1 responden (7,1%) yang tidak
mengalami edema.
52
Hasil uji statistik diperoleh p value = 0.026, yang artinya p value < α (0,05). Maka dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap
potensi penurunan kejadian edema tungkai kaki pada klien post operasi Coronary Artery
Bypass Graft (CABG) di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
tahun 2015.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Setiap penelitian tidak terlepas dari kemungkinan adanya keterbatasan yang dapat
mempengaruhi kualitas hasil penelitian. Namun hal ini dapat diperkecil pengaruhnya dengan
cara mengoptimalkan kualitas data, ketepatan memilih desain penelitian dan menjaga
kualitas analisa. Adapun keterbatasan yang peneliti alami adalah
1. Sebagian besar usia responden adalah 51-60 tahun dan memiliki riwayat penyakit
(jantung, DM dan ginjal) sehingga ada faktor lain yang dapat mempengaruhi edema dan
tidak terkaji dalam kuesioner.
2. Pengumpulan data menggunakan kuesioner sehingga kebenaran data sangat tergantung
kepada kejujuran dan kondisi responden pada saat menjawab.
B. Hasil Penelitian
1. Penggunaan Balut Tekan (Stoking)
Hasil analisa univariat dari 30 responden post operasi CABG di Ruang Rehabilitasi
Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015 sebagian besar yaitu 16
(53,3%) teratur menggunakan balut tekan (stoking).
53
54
Terapi kompresi adalah pemakaian dari tekanan yang digunakan atau support statik
untuk ekstremitas bawah sebagai fasilitasi aliran darah vena normal (Bryant, 2000).
Terapi kompresi sering digunakan untuk mencegah edema post operasi. Penggunaan
stoking rutin mempunyai efek positif pada pencegahan edema pada graft tungkai dan
komplikasi luka setelah operasi CABG (Alizadeh, 2014).
Stoking kompresi adalah suatu alat yang tepat untuk klien yang akan membutuhkan
kompresi eksternal untuk kaki pada tingkat yang ditentukan (Barbara, 2000). Stoking
kompresi berfungsi untuk mencegah tromboembolism bagi klien yang tidak dapat
berjalan, memperbaiki aliran pembuluh darah vena di kaki, melancarkan pembuluh
darah vena yang mengalami hipertensi dan menurunkan pembengkakan yang ada.
penggunaan stoking kompresi lebih efektif untuk edema pada klien post operasi CABG
dibandingkan perban elastis. (Khoshgoftar, 2009)
Stoking dibuka ketika tidur dan dipasang kembali setelah bangun tidur. Stoking akan
kehilangan elastisitasnya jika lebih dari 3 sampai 6 bulan (Bryant, 2000). Stoking
merupakan alternatif yang lebih aman, asalkan klien telah diukur dengan tepat untuk
pemakaian stoking tersebut. Untuk menentukan ukuran yang benar dari stoking, kaki
diukur pada pergelangan kaki, betis dan dari pergelangan kaki sampai lutut. Selain itu
stoking secara kosmetik lebih dapat diterima bagi banyak orang.
55
Meskipun demikian, stoking sendiri secara khusus tidak mudah digunakan, masalah
tersebut dapat diatasi banyak klien, yaitu dengan memberinya alat bantu (Morison,
2004).
Stoking yang digunakan untuk klien post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta adalah kelas 2 merupakan tingkat
kompresi sedang, dengan menggunakan tekanan 23-32 mmHg pada ankle. Digunakan
untuk katup vena yang lemah (venous insufficiency) dan edema (www.venosan.co.id)
2. Kejadian Edema
Hasil analisa univariat diketahui bahwa dari dari 30 responden post operasi CABG di
ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2015 sebagian
besar yaitu 14 (46,7%) mengalami edema berkurang setelah penggunaan balut tekan
(stoking). Hal ini sesuai dengan pendapat Elizabeth (2014) yang menyatakan edema
terbentuk dari kerusakan kemampuan pompa jantung untuk meningkatkan tekanan
hidrostatik pada ekstremitas disebabkan oleh sirkulasi yang buruk yang akan
menghasilkan kebocoran kapiler dan akumulasi cairan pada area yang tergantung seperti
ekstremitas bawah. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap pembentukan edema
yaitu peningkatan tekanan hidrostatik yang mengakibatkan retensi air dan garam oleh
ginjal, penurunan tekanan onkotik di dalam pembuluh darah, peningkatan onkotik
jaringan, peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan obstruksi dari
pembersihan cairan pada sistem limpatik.
56
Menurut Dilawar (2014), vena yang diambil dari kaki akan meyebabkan aliran darah
balik dari kaki kembali ke jantung akan menjadi kurang lancar dan ini akan
menyebabkan kaki menjadi bengkak. Menurut Maryunani (2013), normalnya darah
mengalir dari sistem vena superfisial ke sistem vena dalam, yang dibantu oleh tekanan
yang dipengaruhi oleh katup-katup satu arah dan kontraksi otot betis. Aktivitas otot-otot
betis membantu memompa darah kembali ke jantung, menanggulangi / mengatasi
tekanan hidrostatik yang tinggi. Kegagalan pompa otot betis untuk memperbaiki
pengembalian darah vena dapat menimbulkan komplikasi hipertensi vena yang
menyebabkan edema pada kaki bagian bawah.
Penanggulangan edema yang dilakukan meliputi memperbaiki penyakit dasar,
meninggikan kaki dan terapi kompresi. Meninggikan kaki berguna untuk memfasilitasi
pemindahan cairan melalui pemanfaatan gravitasi dalam pengembalian vena /venous
return. Kaki diangkat lebih tinggi dari level jantung selama 20-30 menit setiap 2-3 jam
sehari. Terapi kompresi bekerja memfasilitasi pergerakan cairan yang berlebihan dari
ekstremitas bawah (Carrie and Barbara, 2000).
57
3. Hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi penurunan kejadian edema
tungkai kaki pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di ruang
Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015
Hasil tabel silang antara penggunaan balut tekan dengan kejadian edema diketahui
bahwa dari 16 reponden yang teratur menggunakan balut tekan (stoking) sebagian besar
yaitu 9 (56,2%) yang mengalami kejadian edema berkurang. Dari 14 responden yang
tidak teratur menggunakan balut tekan (stoking) sebagian besar yaitu 8 (57,1%) masih
mengalami edema. Hasil analisis dengan chi square diperoleh p value =0.026 ( p value <
alpha 5%), Maka dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat hubungan penggunaan balut
tekan (stoking) terhadap potensi penurunan kejadian edema tungkai kaki pada klien post
operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di ruang Rehabilitasi Medik Pusat
Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2015.
Hasil ini sejalan dengan penelitian Res Cardiovasc Med (2014), yang berjudul
pencegahan edema setelah operasi CABG dengan stoking kompresi yang menyatakan
bahwa penggunaan stoking secara rutin memiliki efek positif pada pencegahan edema
pada donor tungkai dan komplikasi luka setelah operasi CABG. Kondisi yang bisa
terjadi setelah operasi CABG yaitu edema pada kaki atau lengan yang diambil
pembuluh darahnya untuk bypass, yang menyebabkan ketidaknyamanan seperti mati
rasa, kelemahan, imobilisasi, gangguan tidur dan penyembuhan tertunda. Klien
disarankan untuk menggunakan stoking untuk mengurangi bengkaknya.
58
Bengkak tersebut akan berkurang atau hilang setelah 6 – 8 minggu. Menurut Maizul
(2009), meninggikan kaki pada saat duduk/ berbaring dan memakai stoking elastis
selama minimal 8 minggu dapat mengurangi bengkak pada kaki yang diambil pembuluh
darahnya untuk bypass.
Menurut Bryant (2000), terapi kompresi adalah tekanan yang digunakan dari luar atau
penahan statis untuk ekstremitas bawah yang memfasilitasi aliran normal vena.
Mekanisme cara kerja terapi kompresi yaitu memberikan tekanan konstan ke jaringan
dan memberikan tahanan pada otot betis pada saat ambulasi. Tekanan konstan
menyebabkan peningkatan tekanan jaringan intertisial yang melawan kebocoran dari
cairan yang keluar dari sistem kapiler dan mendukung reabsorbsi cairan kembali
kedalam aliran darah. Stoking biasanya digunakan pada klien dengan insufisiensi vena
stabil untuk mencegah ulcer dan edema. Terapi kompresi bertujuan untuk memperbaiki
efisiensi pemompaan betis, meningkatkan fungsi katup, membalikkan kebocoran
kapiler, mengurangi diferensial tekanan dan mengontrol edema.
Ketika latihan aktif atau pasif, otot kaki berkontraksi yang menyebabkan peningkatan
lingkar betis. Terapi kompresi bekerja untuk mencegah peningkatan lingkar betis,
dengan cara mendistribusikan tekanan ke seluruh ektremitas bawah. Efek dari tekanan
ini menurunkan diameter vena di dalam ektremitas bawah yang disebabkan oleh katup
vena yang mengembalikan darah ke jantung.
59
Sehingga menghasilkan pengurangan volume darah yang tertahan secara lokal,
membantu mengembalikan tekanan vena normal pada kaki dan meningkatan kecepatan
aliran darah vena.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian hubungan penggunaan balut tekan (stoking)
terhadap poetensi penurunan kejadian edema tungkai kaki pada klien post operasi Coronary
Artery Bypass Graft (CABG) di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan
Kita Jakarta tahun 2015, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Dari 30 responden post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015 dengan usia terbanyak antara 51-60 tahun,
jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki, pendidikan terbanyak adalah SMA, bekerja dan
memiliki riwayat penyakit (jantung, DM dan ginjal).
2. Dari 30 responden post operasi CABG di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung
Nasional Harapan Kita Jakarta tahun 2015 sebagian besar responden telah menggunakan
balut tekan (stoking) dengan teratur dan edema berkurang setelah penggunaan balut tekan
(stoking).
3. Terdapat hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi penurunan
kejadian edema tungkai kaki pada klien post operasi CABG di ruang Rehabilitasi Medik
Pusat Jantung Nasional Harapan Kita tahun 2015 dengan nilai p value 0,026< (0,05).
60
61
B. Saran
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menerapkan metode penggunaan balut tekan
(stoking) sebagai terapi non farmakologi dalam menangani edema pada klien post operasi
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dengan melalukan pengkajian dan mengetahui
kontra indikasi dari terapi stoking agar lebih tepat penggunaanya.
2. Bagi Pengembangan Pendidikan Keperawatan
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi referensi atau tambahan informasi
dalam kegiatan pembelajaran keperawatan medikal bedah khususnya tentang tatalaksana
non farmakologi terhadap edema post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian
berikutnya dan dalam penelitian selanjutnya diharapkan mengganti rancangan
penelitiannya menjadi penelitian eksperimental. Selain itu diharapkan penelitian ini
selanjutnya tidak hanya melakukan analisa bivariat tetapi sampai multivariat untuk
mengetahui faktor yang dominan yang berhubungan dengan potensi penurunan kejadian
edema pada klien post operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG).
Lampiran 1
PERMOHONAN KESEDIAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth
Bapak/ibu calon responden
Dengan hormat
Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta
Nama : FAHRIAH H DJAFAR
NPM : 2013727016
Akan melakukan penelitian dengan judul Hubungan Teknik Balut Tekan (Stoking) Terhadap Potensi Penurunan Kejadian Edema Tungkai Kaki Pada Klien Post Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015. Bersama ini saya mohon bapak/ibu untuk menjadi responden dan menandatangani lembar persetujuan, serta menjawab seluruh pertanyaan dalam lembar kuisioner sesuai dengan petunjuk yang ada, jawaban yang bapak/ibu berikan akan saya jaga kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas perhatian dan partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini saya ucapkan banyak terima kasih.
Peneliti
FAHRIAH H DJAFAR
Lampiran 2
PERNYATAAN KESEDIAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dengan judul Hubungan Teknik Balut Tekan (Stoking) Terhadap Potensi Penurunan Kejadian Edema Tungkai Kaki Pada Klien Post Operasi Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di Ruang Rehabilitasi Medik Pusat Jantung Nasional Harapan Kita Jakarta Tahun 2015. Saya juga mengerti bahwa data mengenai penelitian ini akan dirahasiakan oleh peneliti dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Saya telah diberikan penjelasan tentang penelitian ini dan saya mengetahui bahwa informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya bagi perkembangan pengetahuan.
Dengan ini saya secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Jakarta, Februari 2015
(................................)
Lampiran 3
LEMBAR KUESIONER
PETUNJUK PENGISIAN
1. Bacalah pertanyaan yang ada dengan baik
2. Beri tanda ceklist (V) pada kotak yang telah tersedia untuk setiap jawaban
3. Tanyakan langsung pada peneliti bila ada kesulitan dalam menjawab pertanyaan
4. Mohon kuesioner ini dikembalikan pada kami setelah diisi
A. Data Demografi
1. Berat Badan : kg
2. Tinggi Badan : cm
3. Jenis kelamin
( ) Laki-laki ( ) Perempuan
4. Usia
( ) 40 – 50 tahun ( ) 51 – 60 tahun
( ) 61 – 65 tahun ( ) > 66 tahun
5. Pendidikan
( ) SD ( ) SMP ( ) SMA ( ) Perguruan Tinggi
6. Pekerjaan
( ) PNS/ ABRI/ POLRI ( ) Wiraswasta ( ) Pensiunan
7. Riwayat penyakit
( ) Jantung ( ) Ginjal
( ) Diabetes Melitus ( ) Lain-lain ............................
B. Hubungan penggunaan balut tekan (stoking) terhadap potensi penurunan kejadian
edema tungkai kaki
Petunjuk pengisian: Beri tanda checklist (v) pada pilihan yang paling tepat pada kolom
yang disediakan
NO PERYATAAN BENAR SALAH
1. Penyakit jantung koroner adalah penyumbatan pembuluh darah sehingga aliran darah ke jantung menjadi berkurang
2. Nyeri dada dan sesak nafas merupakan tanda dan gejala penyakit jantung koroner
3. Merokok, hipertensi, diabetes melitus dan peningkatan kolesterol merupakan penyebab penyakit jantung koroner
4. CABG adalah operasi untuk membuat koneksi (bypass) agar darah dapat mengalir ke jantung
5. Gangguan irama jantung, perdarahan, stroke dan infeksi luka merupakan komplikasi dari operasi CABG
6. Bengkak pada kaki disebabkan karena pembuluh darah yang diambil untuk operasi CABG
7. Untuk menentukan ukuran stoking yang benar, kaki harus diukur terlebih dahulu
8. Stoking berfungsi mengurangi bengkak pada bagian kaki yang dioperasi
9. Saya selalu mengunakan stoking untuk mencegah terjadinya bengkak
10. Stoking harus diganti setelah penggunaan lebih dari 6 bulan
11. Stoking sebaiknya digunakan sampai bengkak hilang
NO PERTANYAAN YA TIDAK
12. Apakah bapak/ibu mengalami edema (bengkak) pada bagian kaki setelah operasi CABG?
13. Apakah bengkak pada bagian kaki timbul pada minggu pertama operasi?
14. Apakah bengkak pada bagian kaki timbul pada minggu ke-dua operasi?
15. Apakah bengkak pada bagian kaki timbul pada minggu ke-tiga sampai minggu ke-empat operasi?
16. Apakah bapak/ ibu mengkonsumsi obat diuretik seperti lasix atau furosemide?
17. Apakah bapak/ibu menggunakan stoking setelah operasi CABG?
18. Apakah bapak/ibu teratur menggunakan stoking?
19. Apakah bapak/ ibu ada kendala ketika memasangan stoking pada tungkai kaki?
20. Apakah bapak/ ibu menggunakan stoking pada saat melakukan aktivitas?
21. Apakah bapak/ibu melepas stoking sebelum tidur?
22. Apakah bapak/ibu merasa tidak nyaman ketika mengunakan stoking pada tungkai kaki yang bengkak?
23. Apakah bapak/ibu mengalami alergi pada saat menggunakan stoking?
24. Apakah berisiko infeksi jika ibu/bapak terus menerus mengunakan stoking?
DAFTAR PUSTAKA
Alizadeh, Ghavidel A et al (2014). “Prevention of edema after coronary artery bypass graft
surgery by compression stocking”. Res Cardiovasc Med. (Page 1-6).
Bale, Sue and Vanessa Jones (2000). Wound Care Nursing. London: Bailliere Tindall.
Bate-Jensen, Barbara M (2000). Wound Care. Gaithsburg: Aspen Publication.
Black, Joyce M and Jane Hokanson Hawks (2009). Medical - Surgical Nursing: Clinical Management for Positive Outcomes. Singapore: Elsevier.
Brunner and Suddarth (2008). Textbook of Medical - Surgical Nursing Eleventh Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Bryant, Ruth A (2000). Acute and Chronic Wounds Second Edition. St Louis Missouri: Mosby.
Catharina (2011). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Hidup Pasien Setelah Operasi Coronary Artery Bypass Graft Di RSJPD Harapan Kita Jakarta. Tesis Magister Keperawatan Medikal Bedah, Universitas Indonesia, Depok
Cho, Shaun and Edwin Atwood (2002). “Peripheral edema”. The American Journal of Medicine. Vol 113 (Page 580-586)
Cohen and David (2011). “Quality of Life after PCI with Drug-Eluting Stents or Coronary-Artery Bypass Surgery”. The New England Journal of Medicine. Vol 364 (Page 1016-1026)
Dilawar, Ismail (2011). Pengobatan Penyakit Jantung Koroner Dengan Pembedahan. www.rscm.co.id. Diakses pada tanggal 9 November 2014. Jam 23.35 WIB
Djuanda, Adhi (2002). Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Elizabeth B, Simon (2014). “Leg Edema Assessment and Management”. Medsurg Nursing. Vol 23 (Page 44-53).
Ignatavicius & Workman (2006). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking For Collaborative Care Fifth Edition. St Louis Missouri: Elsevier Saunders.
Khoshgoftar, Zohreh (2009). “Comparison of compression stocking with elastic bandage in
reducing postoperative edema in coronary artery bypass graft patient”. Journal of Vascular Nursing. Vol XXVII, No.4 (Page 103-105)
Lemone, Priscilla et al (2011). Medical Surgical Nursing Critical Thinking In Patient Care. United States of America: Pearson.
Maryunani, Anik (2013). Perawatan Luka Terkini dan Terlengkap. Jakarta: In Media.
Morison, Moya J (2004). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.
National Cardiovascular Center Harapan Kita (2010). Tips Bagi Pasien Perawatan Pasca Bedah Pintas Arteri Koroner. http://www.pjnhk.go.id. Diakses pada tanggal 28 September 2014. Jam 13.03 WIB
Notoatmodjo, Soekidjo (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Rokhaeni, Heni (2001). Buku Ajar Keperawatan Kardiovaskuler Edisi Pertama. Jakarta: Bidang Pendidikan & Pelatihan PJNHK.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael (2011). Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis
Edisi Ke-4. Jakarta: Sagung Seto. Sherwood, Lauralee (2012). Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W dkk (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing.
Wounds International (2013). Principles of Compression in Venous Disease. www.woundsinternational.com. Diakses pada tanggal 24 Januari 2015. Jam 7.58 WIB
top related