Transcript
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengemasan merupakan proses yang dilakukan sebelum produk di
distribusikan ke distributor maupun konsumen. Fungsi pengemasan yaitu
mewadahi produk, melindungi dan mengawetkan produk, meningkatkan efesiensi
produk, menghindari pengaruh buruk dari luar dan dalam produk, memperluas
penggunaan, mempertahankan kualitas produk, dan fungsi-fungsi lainnya.
Pentingnya proses pengemasan menimbulkan adanya trend kemasan yang
memiliki fungsi khusus pada tiap produk yang dikemasnya. Saat ini, hampir
keseluruhan makanan dikemas dengan bahan pengemas yang bermacam-macam
jenisnya. Kemasan dapat dibuat dari kertas, stearofoam, plastik, kaca, kaleng,
laminate dan lain-lain. Sifat kemasan yang tidak dapat dimakan dan non-
biodegradable dapat memberikan permasalahan baru (Rani, 2013). Salah satu
kemasan yang memiliki sifat biodegradable adalah edible film.
Edible film adalah lapisan tipis yang dapat dimakan yang berfungsi
sebagai barrier terhadap transfer massa dan sebagai carrier bahan makanan dan
aditif untuk meningkatkan penanganan pangan dan memiliki sifat biodegradable
(Tekno Pangan dan Agroindustri). Rumput laut merupakan salah satu bahan yang
dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Berdasarkan data Direktorat
Perbenihan (2013) Produksi rumput laut mencapai 2,4 juta ton dalam bentuk
2
basah. Banyaknya jumlah produksi rumput laut dapat menjadi potensi
pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan edible film.
Peningkatan fungsi edible film dapat dilakukan dengan menambahkan
bahan aktif yang memiliki fungsi khusus untuk mencegah dan melindungi produk,
sehingga edible film tersebut dapat menjadi kemasan aktif (active packaging).
Kalsium propionat merupakan salah satu bahan pengawet sintetis yang diizinkan
oleh pemerintah pada batas tertentu untuk menghambat pertumbuhan kapang.
Kapang adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk
pangan. Oleh karena itu, kalsium propionat dapat ditambahkan pada edible film
untuk mencegah pertumbuhan kapang sehingga produk tidak cepat mengalami
kerusakan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh penambahan Ca Propionat terhadap karakteristik
edible film yang dihasilkan.
2. Memperoleh kemasan edible film aktif yang mengandung bahan pengawet
anti kapang berupa kalsium propionat.
1.3 Kerangka Pemikiran
Edible film merupakan salah satu jenis kemasan yang selain memiliki sifat
yang mirip dengan kemasan lain, juga memiliki sifat biodegradable. Peningkatan
fungsi edible film dapat dilakukan dengan menambahkan bahan aktif yang
3
memiliki fungsi khusus untuk mencegah dan melindungi produk, sehingga edible
film tersebut dapat menjadi kemasan aktif (active packaging).
Active packaging merupakan kemasan yang dapat menunjukkan mutu
produk yang dikemasnya. Kemasan aktif biasanya mengandung bahan aktif
tertentu untuk melindungi produk yang dikemasnya. Bahan aktif yang sering ada
dalam kemasan yaitu bahan penyerap gas O2, penyerap etilen, bahan penyerap air,
senyawa antimikroba, bahan yang dapat melindungi dari cahaya, dan bahan aktif
lain (Rani, 2014). Dalam penelitian ini, bahan aktif yang ditambahkan yaitu bahan
antimikroba berupa kalsium propionat yang mampu menghambat pertumbuhan
kapang.
Kalsium propionat memiliki rumus molekul Ca(CH3CH2COO)2 dan bobot
molekul (BM) sebesar 186,22. Mekanisme kerja kalsium propionat ini adalah
dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel, lebih efektif melawan kapang,
sedikit efektif atau tidak efektif sama sekali terhadap khamir dan bakteri. Kalsium
propionat juga digunakan untuk mengawetkan produk susu dan hasil olahannya,
serbat, sorbet, produk buah olahan, sayuran yang dikeringkan, rumput laut,
produk sereal sarapan, pasta, batters, kue beras, dan lain-lain (Puspitasari, 2012).
Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah rumput laut
(Glacilaria sp). Glaciralia sp merupakan salah satu kelompok rumput laut
karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida
karagenan. Kandungan kalsium dalam asam propionat dapat menimbulkan efek
pada pembuatan edible film penambahan ion Kalsium (Ca2+
) pada keragenan
menyebabkan bentuk helix terkumpul dan gel bersifat rapuh (Widodo, dkk. 2013).
Selain itu, kalsium propionat adalah bahan pengawet dalam bentuk bubuk
4
berwarna putih. Bubuk kalsium propionat ini dapat menyerap air pada proses
pembuatan edible film. Oleh karena itu, penambahan kalsium propionat dapat
mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan.
1.4 Hipotesis
Penambahan kalsium propionat pada pembuatan edible film dapat
mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan.
1.5 Kontribusi
1. Mampu membuat kemasan aktif edible film rumput laut yang mengandung
bahan aktif anti kapang (kalsium propionat).
2. Mengurangi penggunaan kemasan plastik sebagai kemasan makanan
sehingga mengurangi pencemaran lingkungan.
3. Menciptakan kemasan yang memiliki fungsi khusus dan ramah
lingkungan.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemasan
Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau
membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun
tidak. Bahan kemasan pangan adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan
dasar dan bahan tambahan kemasan pangan (BPOM RI, 2009).
Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga
berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan
kepada konsumen. Persyaratan yang dapat ditetapkan berkaitan dengan mutu
kemasan sehubungan dengan keamanan pangan, diantaranya adalah :
1. jenis bahan yang digunakan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
2. bahan tambahan yang diizinkan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
3. cemaran
4. residu
5. Migrasi.
(sumber : USU, 2014)
Active packaging (kemasan aktif) merupakan kemasan yang dapat
menunjukkan mutu produk yang dikemasnya. Kemasan aktif biasanya
mengandung bahan aktif tertentu untuk melindungi produk yang dikemasnya.
Bahan aktif yang sering ada dalam kemasan yaitu bahan penyerap gas O2,
6
penyerap etilen, bahan penyerap air, senyawa antimikroba, bahan yang dapat
melindungi dari cahaya, dan bahan aktif lain (Rani, 2014).
2.2 Edible Film
2.2.1 Pengertian Edible Film
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dimakan,
diletakkan diantara dikomponen makanan yang berfungsi sebagai barrier terhadap
transfer massa, sebagai carrier bahan makanan, dan aditif untuk penanganan
pangan. Edible film dapat dibuat dari hidrokoloid seperti protein dan karbohidrat
memiliki kemampuan sebagai barrier yang baik terhadap transfer oksigen,
karbohidrat dan lipid (Tekno Pangan & Argoindustri).
2.2.2 Bahan Pembuat Edible Film
a) Rumput Laut
Rumput laut (Glaciralia sp) memiliki kandungan karbohidrat (39 - 51%),
Protein (17,2 - 27,13%), asam lemak esensial, Mineral (K, Ca, P, Na, Fe, I),
Vitamin (A, B1, B2, B6, B12, C), dan berbagai enzim. Glacralia sp merupakan
salah satu kelompok rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung
bahan utama polisakarida karagenan. Karagenan adalah senyawa polisakarida
yang tersusun dari unit β-D-galaktosa dan α-L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa
yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik dimana setiap unit galaktosa
mengikat gugusan sulfat yang memiliki sifat jelly dan elastis (Organisasi Rumput
Laut dalam Sulistyowaty, 2009). Karagenan merupakan senyawa yang termasuk
kelompok polisakarida galaktosa hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar
7
karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada
gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Karagenan
banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai
bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Ciri-ciri karagenan ini yaitu kuat, gel
padat, beberapa ikatan dengan ion K+
dan Ca2+
menyebabkan bentuk helik
terkumpul dan gel menjadi rapuh, serta penambahan ion kalsium akan
menyebabkan pembentukan gel tahan lama, elastis, dan meningkatkan temperatur
pembentukan gel dan pelelehan (Widodo, dkk 2013).
Komposisi rumput laut (Glaciralia sp) dapat dilihat pada tabel 1. :
Tabel 1. Komposisi Rumput Laut
Komponen Jumlah (%)
Air 19,01
Protein 4,17
Karbohidrat 42,59
Lemak 9,54 Serat kasar 10,51
Abu 14,18
Sumber : Soegiarto (1978) dalam Anggraeni (2002)
b) Plastisizer Gliserol
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon.
Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Memiliki rumus struktur HOCH2-
H(OH)-CH2-OH atau rumus molekul C3H8O3. Satu molekul gliserol dapat
mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida dan trigliserida. Penggunaan gliserol sebagai
plasticizer dapat memperpanjang, menambahkan permeabilitas air, dan
membebaskan struktur edible film, sehingga dapat meningkatkan nilai Water
Holding Capacity (WHC) dan mobilitas difusi air (Azkharahman, dkk 2014), dan
8
gliserol mampu mengikat sebagian air pada proses pembuatan edible film. Selama
proses pengeringan, air bebas yang tidak terikat oleh gliserol akan mengalami
penguapan (Ariyanti, 2013).
2.3 Bahan Tambahan Pangan
2.3.1 Pengawet
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88,
pengawet yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
2.3.2 Kalsium Propionat
Kalsium propionat termasuk asam propionat yang digunakan untuk
mencegah timbulnya jamur dan kapang. Dosis yang disarankan adalah 0,32%
atau 3,2 gram/kg bahan. Penggunaan melebihi angka maksimum tersebut
menyebabkan migrant, kelelahan, dan kesulitan tidur (Kristianingrum, 2006).
Kalsium propionat memiliki rumus molekul Ca(CH3CH2COO)2 dan bobot
molekul (BM) sebesar 186,22. Mekanisme kerja kalsium propionat ini adalah
dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel, lebih efektif melawan kapang,
sedikit efektif atau tidak efektif sama sekali terhadap khamir dan bakteri. Kalsium
propionat juga digunakan untuk mengawetkan produk susu dan hasil olahannya,
serbat, sorbet, produk buah olahan, sayuran yang dikeringkan, rumput laut,
produk sereal sarapan, pasta, batters, kue beras, dan lain-lain (Puspitasari, 2012).
srtruktur kalsium propionate dapat dilihat pada gambar 1.
9
Gambar 1. Struktur molekul kalsium propionat
Pada penelitian Saptarini (2007), efektifitas anitimikroba semakin tinggi
jika pengawet yang digunakan semakin besar. Konsentrasi yang paling optimum
dan masih memenuhi persyaratan adalah 0,10% digunakan pada pengawetan
dodol susu.
10
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan mulai Oktober sampai Desember tahun 2014 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Rumput Laut
(Glacilaria, sp), gliserol, aquadest, dan kalsium propionat. Alat pengolahan edible
film yang digunakan adalah gelas pengukur, blender, saringan, pisau, talenan, hot
plate stirrer, timbangan, dan cetakan kaca dengan ukuran 34 x 34 cm, dan oven.
Alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass,
cawan porselin, micrometer sekrup, tensile strength and tester stograph,
desikator, dan oven.
3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor dengan 3 level perlakuan yaitu
penambahan kalsium propionat dalam edible film Edible film terbaik yang
diperoleh pada penelitian pendahuluan dengan konsentrasi berdasarkan
PERMENKES RI (1988) yaitu 0,1%, 0,2%, dan 0,3% dengan pengulangan
11
sebanyak 3 kali ulangan. Kombinasi percobaan dapat dilihat pada tabel 2 dan
tabel 3.
Tabel 2. Rancangan percobaan penelitian pendahuluan
Sampel Konsentrasi Rumput laut Konsentrasi gliserol
A1 1,0% 0,4%
A2 1,5% 0,4%
A3 2,0% 0,4%
Tabel 3. Rancangan percobaan penelitian utama
Edible film Konsentrasi kalsium propionate
0% (A) 0,1 % (B) 0,2% (C) 0,3% (D)
A2 A2A A2B A2C A2D
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelititan ini dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh
ketebalan edible film dengan karakteristik yang sesuai dengan standar. karena
berdasarkan penelitian Rani (2013) ketebalan ediblenya belum memenuhi standar.
Sedangkan, Penelitian utama dilakukan untuk menentukan konsentrasi kalsium
propionate yang ditambahkan pada edible film terbaik yang diperoleh pada
penelitian pendahuluan, kemudian hasil terbaik dari penelitian utama digunakan
untuk mengemas makanan semi basah sebagai aplikasi edible film pada produk.
3.4.1 Penelitian Pendahuluan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah rumput laut
dan plastisizer berupa gliserol. Konsentrasi rumput laut yang digunakan adalah
1,0%, 1,5%, dan 2% dengan konsentrasi gliserol 0,4% yang merupakan
12
konsentrasi terpilih yang digunakan oleh Rani (2013). Proses pembuatannya
yaitu : rumput laut dengan konsentrasi 1,0%, 1,5% dan 2% direndam, dihaluskan,
dihomogenkan dan dipanaskan, ditambah plastizer, kemudian dicetak, dan
diangkat dari cetakan.
3.4.2 Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk memperoleh konsentrasi kalsium
propionat yang ditambahkan pada edible film. Konsentrasi kalsium propionat
yang digunakan adalah 0%, 0,1%, 0,2%, dan 0,3% yang disesuaikan dengan batas
maksimum penggunaan bahan pengawet yaitu pada selai dan jeli buah-buahan
dengan pemanis buatan sampai 0,1% dan pada produk sediaan keju 3 gram/kg,
serta pada roti 2 gram/kg (PERMENKES RI, 1988).
Prosedur penambahan kalsium propionat pada edible film adalah sebagai
berikut berdasarkan modifikasi pembuatan edible film dari rumput laut metode
Rani (2013) : pertama, rumput laut kering dengan konsentrasi terpilih (x %)
direndam selama 24 jam, lalu diblender sampai halus. Langkah selanjutnya yaitu
dipanaskan sampai suhu mencapai 70-800C selama 30 menit. Kemudian, larutan
disaring dan ditambahkan dengan gliserol pada konsentrasi terpilih, lalu
homogenkan sampai gliserol larut sempurna pada suhu 70-800C selama 15 menit.
Kemudian diberi perlakuan penambahan kalsium propionat dengan konsentrasi
0%, 0,1%, 0,2%, dan 0,3%, lakukan homogenkan selama 1 menit pada suhu 70-
800C. Kemudian langkah selanjutnya larutan dituang dalam cetakan (dengan
volume 300 ml untuk cetakan kaca 34x34 cm). Kemudian dikeringkan dalam
13
oven dengan suhu 500C selama 12 jam. Lalu letakkan pada suhu ruang selama 6
jam agar film dapat diambil dari cetakan.
Diagram alir proses pembuatan edible film dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan active packaging edible film
Rendam rumput laut dengan konsentrasi 1,5% dalam aquadest, selama 24 jam
Haluskan rumput laut menggunakan blender ± 3 menit, gunakan air rendamannya
Panaskan dan aduk, sampai suhu 70-800C selama 30 menit
Saring bubur rumput laut
Ambil 300 ml, panaskan sampai suhu 700C
Tambahkan gliserol sebanyak 0,4 %, panaskan dan aduk selama 15 menit
Tambahkan Ca Propionat dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, dan 0,3%
Tuangkan pada cetakan persegi 34x34 cm
Oven pada suhu 50oC selama 12
jam
Letakkan pada suhu ruang selama 6 jam, angkat film dari cetakan
14
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan fisik
edible film. Pengamatan edible film yang dilakukan untuk mengetahui karakeristik
fisiknya adalah pengamatan persentase pemanjangan dan kuat tarik, kadar air,uji
laju transmisi uap air, dan ketebalan (Rani, 2013).
3.5.1 Ketebalan
Alat yang digunakan untuk mengukur ketebalan edibe film adalah
micrometer sekrup. Ketelitian alat ini sampai 0,001 mm. pengukuran dilakukan di
9 titik yang berbeda kemudian hasil pengukuran dirata-ratakan. Lokasi
pengukuran dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3. Lokasi Pengukuran Ketebalan
3.5.2 Pengamatan Persentase Pemanjangan dan Kuat Tarik
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur persentase pemanjangan dan
kuat tarik adalah tensile strength and tester stograph. Sebelum pengukuran, film
dikondisikan pada suhu 250C dengan RH 50% selama 24 jam. jumlah sampel
yang diperlukan pada setiap penentuan sebanyak 16 lembar uji dengan ukuran
panjang minimal 22 cm dan lebar 1,5 cm.
15
Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat lembaran
film pecah dan persentase pemanjangan ditentukan berdasarkan pertambahan
panjang film saat pecah. Nilai kuat tarik dan persentase pemanjangan dapat diukur
berdasarkan rumus :
3.5.3 Kadar Air (AOAC, 1984)
Kadar air diuji menggunakan metode gravimetri. Proses pengujiannya
adalah sebagai berikut : cawan kosong mula-mula dioven pada suhu 1050C selama
± 30 menit. Kemudian cawan dimasukkan dalam desikator selama 15 menit, dan
ditimbang. Timbang 1 gram sampel dalam cawan kosong yang telah dioven.
Masukkan ke dalam oven pada suhu yang sama selama 3 jam. Cawan yang berisi
sampel dikeringkan lagi sampai berat konstan.
Kadar air ditentukan dengan rumus :
3.5.4 Laju Transmisi Uap Air ( Water Vapour Transmission Rate)
Pengukuran laju transmisi uap air film mengunakan water vapor
transmission rate tester dengan metode cawan. Sebelum pengukuran, film
dikondisikan pada suhu 250C dengan RH 50% selama 24 jam. Silica gel sebanyak
Persentase pemanjangan (%E) = ������� ����� ���� ������� ���
������� ����100%
Kuat tarik (kgf/cm2)=
���� ����� ���� ����× �,� �/��
���� ����� × ��� ��������� !��� ���"��� ������#���
Kadar air (%) = ���� ��� ��� ���� ����� ���
���� ���� 100%
16
3 gram ditimbang ditempatkan dalam cawan rodaks dan disekat dengan lilin atau
perekat sehingga film tersebut tidak terdapat celah pada tepinya. Selanjutnya
cawan ditimbang dengan ketelitian 0,0001 gram, kemudian diletakkan dalam
toples yang berisi garam konsentrasi 40% (kelembapan relatif setara dengan 0,75)
kemudian ditutup rapat. Toples beserta cawan didalamnya diletakkan dalam ruang
yang bersuhu tetap yaitu 250C. Cawan ditimbang tiap hari selam 5 hari pada jam
yang sama dan dihitung pertambahan berat cawan.
Data yang diperoleh dibuat persamaan regresi linear, sehingga diperoleh
slope kenaikan berat cawan. Laju transmisi uap air ditentukan sebagai slope
kenaikan berat cawan (g/24 jam) dibagi luas area yang diuji (m2).
Laju transmisi uap air dihitung dengan rumus :
Keterangan : Mv = Penambahan/pengurangan massa uap air (gram)
t = periode penimbangan (jam)
A = luas edible film yang diuji (m2)
WVTR = $% &'
( )
17
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh konsentrasi rumput laut yang
digunakan dalam pembuatan edible film pada penelitian selanjutnya. Konsentrasi
rumput laut yang digunakan yaitu konsentrasi yang dapat menghasilkan film yang
memiliki ketebalan 0,03 mm. Ketebalan ini didasarkan pada ketebalan plastik
wrapping yang beredar di pasaran. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan
micrometer sekrup, diperoleh rata-rata ketebalan terendah yaitu 0,021 mm pada
konsentrasi 1% (4 gram rumput laut dalam 400 ml aquadest). Rata-rata ketebalan
tertinggi yaitu 0,043 mm pada konsentrasi 2% (8 gram rumput laut dalam 400 ml
aquadest). Sedangkan, pada konsentrasi 1,5% (6 gram rumput laut dalam 400 ml
aquadest) rata-rata ketebalannya adalah 0,029 mm. Berdasarkan pengukuran
tersebut, diperoleh persamaan sebagai berikut y=0.010x+0.009 dengan nilai
R² = 0.982. Perbedaan konsentrasi rumput laut dalam pembuatan edible film dapat
mempengaruhi ketebalannya. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut, nilai
ketebalan edible film semakin besar. Ketebalan edible film meningkat karena total
padatan yang terdapat pada bubur rumput laut semakin besar. Total padatan
dipengarungi saat proses perendaman dan penghalusan rumput. Pada penelitian
sebelumnya (Ariyanti, 2013) perendaman rumput laut dilakukan selama 6 jam,
sedangkan pada penelitian ini dilakukan selama 24 jam. Berdasarkan pengamatan
fisik, rumput laut yang direndam selama 24 jam lebih empuk sehingga
mempermudah dan mempercepat proses pemblenderan sehingga dapat terekstrak
semua dan tidak menghasilkan residu saat disaring setelah pemanasan.
Sedangkan, pada percobaan yang 6 jam masih menyisakan redisu saat
penyaringan. Jumlah residu yang tersisa menunjukkan proses ekstraksi yang
kurang sempurna atau dikarenakan ukuran padatan yang
pemblenderan dikarenakan rumput laut hasil perendaman belum empuk.
Sehingga, dapat disimpulkan konsentrasi rumput laut yang digunakan untuk
penelitian utama yaitu1,5%.
pendahuluan dapat dilihat pada gambar
Gambar 4. Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap ketebalan
4.2 Hasil Penelitian Utama
4.2.1 Hasil Analisis Ketebalan
Ketebalan merupakan karakteristik fisik yang harus diukur dalam
pembuatan edible film.
kalsium propionat diukur dengan menggunakan micrometer sekrup pada sembilan
titik yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Berdasarkan uji sidik ragam
taraf 5%, pengukuran tidak memberikan pengar
0.0000
0.0100
0.0200
0.0300
0.0400
0.0500
ke
teb
ala
n (
mm
)
mempermudah dan mempercepat proses pemblenderan sehingga dapat terekstrak
dan tidak menghasilkan residu saat disaring setelah pemanasan.
Sedangkan, pada percobaan yang 6 jam masih menyisakan redisu saat
penyaringan. Jumlah residu yang tersisa menunjukkan proses ekstraksi yang
kurang sempurna atau dikarenakan ukuran padatan yang kurang halus saat
pemblenderan dikarenakan rumput laut hasil perendaman belum empuk.
Sehingga, dapat disimpulkan konsentrasi rumput laut yang digunakan untuk
penelitian utama yaitu1,5%. Data ketebalan yang diperoleh pada penelitian
hat pada gambar grafik berikut.
Pengaruh konsentrasi rumput laut terhadap ketebalan edible film
Penelitian Utama
.2.1 Hasil Analisis Ketebalan
Ketebalan merupakan karakteristik fisik yang harus diukur dalam
. Ketebalan edible film yang telah ditambahkan dengan
kalsium propionat diukur dengan menggunakan micrometer sekrup pada sembilan
titik yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Berdasarkan uji sidik ragam
, pengukuran tidak memberikan pengaruh yang nyata pada perlakuan dan
0.021
0.029
0.043
y = 0.010x + 0.009
R² = 0.982
0,1 1,5 0,2
konsentrasi rumput laut (%)
18
mempermudah dan mempercepat proses pemblenderan sehingga dapat terekstrak
dan tidak menghasilkan residu saat disaring setelah pemanasan.
Sedangkan, pada percobaan yang 6 jam masih menyisakan redisu saat
penyaringan. Jumlah residu yang tersisa menunjukkan proses ekstraksi yang
kurang halus saat
pemblenderan dikarenakan rumput laut hasil perendaman belum empuk.
Sehingga, dapat disimpulkan konsentrasi rumput laut yang digunakan untuk
Data ketebalan yang diperoleh pada penelitian
edible film
Ketebalan merupakan karakteristik fisik yang harus diukur dalam
yang telah ditambahkan dengan
kalsium propionat diukur dengan menggunakan micrometer sekrup pada sembilan
titik yang berbeda dengan 3 kali ulangan. Berdasarkan uji sidik ragam dengan
uh yang nyata pada perlakuan dan
19
pengulangan. Hasil rata-rata pengukuran berkisar antara 0,029 mm pada seluruh
sampel. Selisih ketebalan pada tiap sampel sekitar 0,0002 mm. Perbedaan
ketebalan tersebut hanya sedikit dikarenakan jumlah padatan kalsium propionat
yang ditambahkan sangat sedikit. Penambahan kalsium propionat pada 0,1%
sebanyak 0,3 gram, 0,2% sebanyak 0,6 gram, dan 0,3% sebanyak 0,9 gram.
Berdasarkan hasil pengujian sidik ragam pada taraf 5%, perlakuan dan replikasi
tidak memberikan pengaruh yang nyata pada hasil yang diperoleh. Persamaan
yang diperoleh dari penelitian ini adalah y = 0,000x + 0,028.
Data pengukuran ketebalan dapat dilihat pada gambar diagram berikut.
Gambar 5.. Pengaruh penambahan Ca propionate pada ketebalan edible film
4.2.2 Hasil Analisis Kuat Tarik (kgf/cm2)
Kuat tarik edible film merupakan kekuatan regangan maksimum film
sebelum putus karena adanya beban dan grafitasi bumi. Kuat tarik ini adalah salah
satu parameter yang digunakan untuk menilai karakteristik edible film. Pengujian
Kuat tarik ini dilakukan dengan jumlah sampel 8 buah dan luas permukaan 30cm2.
Berdasarkan hasil pengujian, kuat tarik edible film berkisar antara 52,39 kgf/cm2
sampai 69,62 kgf/cm2. Penambahan kalsium propionat 0,2% nilai kuat tariknya
0.0291
0.0293
0.0296
0.0298
y = 0.000x + 0.028
R² = 0.980.0286
0.0288
0.0290
0.0292
0.0294
0.0296
0.0298
0.0300
0 0,1 0,2 0,3
ke
teb
ala
n (
mm
)
konsetrasi Kalsium Propionat (%)
20
adalah 53,37 kgf/cm2 hampir sama dengan kontrol atau tanpa penambahan
kalsium propionat. Hasil kuat tarik tertinggi terdapat pada sampel dengan
penambahan kalsium propionat 0,1% yaitu 69,62 kgf/cm2. Sedangkan dengan
penambahan 0,3% nilai kuat tariknya semakin menurun yaitu 46,31 kgf/cm2.
Berdasarkan hasil pengukuran kuat tarik tersebut, penambahan kalsium propionat
pada proses pembuatan edible film dapat menurunkan kekuatan tarik edible film.
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan edible film ini adalah rumput laut.
Kandungan utama dalam rumput laut yaitu polisakarida karagenan. Karagenan
adalah senyawa polisakarida yang tersusun dari unit β-D-galaktosa dan α-L-
galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik
dimana setiap unit galaktosa mengikat gugusan sulfat yang memiliki sifat jelly
dan elastic (Organisasi Rumput Laut dalam Sulistyowaty, 2009). Penambahan
kalsium propionat pada pembuatan edible film dengan bahan baku rumput laut ini
akan mempercepat proses pembentukan gel padat saat pencetakan. Hal ini
disebabkan karena penambahan ion kalsium (Ca2+
) pada keragenan menyebabkan
bentuk helix terkumpul dan gel bersifat rapuh (Widodo, dkk. 2013). Oleh karena
itu, penambahan kalsium propionat akan meningkatkan jumlah Ca2+
pada edible
film sehingga kuat tariknya menurun seiring bertambahnya jumlah kalsium.
Namun, nilai kuat tarik pada penambahan kalsium propionat dengan konsentrasi
0,1% kekuatan tariknya lebih tinggi dari pada kontrol dikarenakan jumlah Ca2+
sesuai dengan jumlah yang seimbang dengan jumlah karagenan dalam larutan film
sehingga dapat memperkuat lapisan film yang dihasilkan. Hal tersebut terlihat
pada proses pembuatan edible film sebelum pencetakan. Gel yang terbentuk pada
cetakan lebih stabil dengan penambahan kalsium propionate 0,1% dibandingkan
21
dengan kontrol yang lebih encer dan membutuhkan waktu yang lama untuk
membentuk gel. Hasil perhitungan kuat tarik dapat dilihat pada gambar diagram
berikut.
Gambar 6. Pengaruh penambahan Ca Propionat terhadap kuat tarik edile film
4.2.3 Hasil Analisis Persentase Elongasi Pemanjangan
Pengujian pesentase elongasi pemanjangan dilakukan bersamaan dengan
kekuatan tarik edible film. Elongasi pemanjangan merupakan pertambahan
panjang sampai film yang diukur tepat akan putus dibandingkan dengan panjang
awal sampel yang diukur. Hasil pengujian persentase elongasi berbanding lurus
dengan kekuatan tarik edible film yang terukur. Penambahan kalsium propionat
dapat menurunkan nilai persentase elongasi pemanjangan. Pertambahan panjang
edible film karena salah satu sifat edible film yaitu elastis. Semakin tinggi nilai
persentase elongasi pemanjangan, maka film yang diuji memiliki keelastisan yang
tinggi. Elastisitas edible film karena adanya penambahan plastisizer gliserol dalam
pembuatan edible film. Gliserol dapat menurunkan ikatan kohesi dan mampu
mengubah sifat rigiditas sehingga film menjadi elastis (Harsunu, 2008). Adanya
52.39
69.62
53.3746.31
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
0 0,1 0,2 0,3
Ku
at
tari
k (
kg
f/cm
^2
)
konsentrasi Ca Propionat (%)
22
Ca propionat dapat menurunkan elastisitas karena biasanya Ca2+
digunakan untuk
meningkatkan kekerasan produk yang dikeringkan. Dalam jumlah tertentu,
Ca2+
yang ditambahakn pada karagenan dapat menyebabkan bentuk helik
terkumpul dan gel menjadi rapuh (Widodo, dkk 2013). Sehingga, dengan
penambahan kalsium propionat 0,1%, elastistasnya semakin meningkat
dikarenakan kalsium tersebut mampu memperkuat ikatan dan akan lebih sulit
putus. Data persentase pemanjangan dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 7. Diagram hasil uji elongasi pemanjagan edible film
4.2.4 Hasil Analisis Laju Transmisi Uap Air (WVTR)
Laju transmisi uap air merupakan salah satu parameter yang digunakan
untuk mengetahui karakteristik edible film. WVTR (Water Vapor Transmission
Rate) atau laju transmisi uap air pada edible film merupakan jumlah air yang
dapat melalui lapisan film pada waktu tertentu. Data yang diperoleh dalam
penelitian ini yaitu semakin bertambah waktu penyimpanan, jumlah air yang
terserap semakin banyak. Pada Penelitian ini, laju transmisi uap air yang terbesar
adalah dengan penambahan kalsium propionat 0,1%, nilai laju transmisinya yaitu
55.0
75.0
60.0
45.0
0.0
10.0
20.0
30.0
40.0
50.0
60.0
70.0
80.0
0 0,1 0,2 0,3
Nil
ai
Elo
ng
asi
Pe
ma
nja
ng
an
(%
)
konsentrasi Propionat (%)
23
95,4846 gram/jam m2
setelah disimpan 24 jam dan 148,38 gram/jam m2 setelah
disimpan 48 jam. Pengukuran dilakukan setelah film dikondisikan pada desikator
dengan RH 50% selama 48 jam. Penyimpan film untuk mengukur laju transmisi
uap airnya dikondisikan pada desikator tertutup dengan RH 75% (larutan garam
40%) dan pada suhu ruang. Data yang diperoleh adalah sebagai berikut.
Gambar 8. Diagram hasil uji laju transmisi uap air
4.2.5 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter kandungan kimia yang sangat
penting karena dapat mempengaruhi karakteristik edible film. Pengujian kadar air
dilakukan pada sampel yang telah diangkat dari cetakan. Sebelum diangkat dari
cetakan, film yang dihasilkan di suhu ruang sehingga akan terjadi penyerapan air
karena terjadi proses kesetimbangan. Penyerapan air yang ada diudara ditandai
dengan dapat dilepasnya lapisan film dari cetakan. Saat keluar dari pengovenan,
lapisan film sangat kering sehingga terikat dan menempel kuat pada cetakan
sehingga akan sulit diangkat dan bersifat rapuh serta mudah sobek. Hal tersebut
0.0000
20.0000
40.0000
60.0000
80.0000
100.0000
120.0000
140.0000
160.0000
Control 1,0 2,0 3,0
WT
VR
(gra
m/j
am
m^
2)
Konsentrasi Kalsium Propionat (%)
24 Jam
48 Jam
24
menunjukkan kadar air sangat menentukan keberlangsungan proses. Selama
proses pembuatan edible film, proses pengeringan akan menguapkan air bebas
yang tidak terikat oleh gliserol (Ariyanti, 2013). Selain gliserol, karena adanya
penambahan kalsium propionat dapat mempengaruhi kadar air edible film yang
dihasilkan. Kadar air pada sampel tanpa penambahan kalsium propionat adalah
27,6%, penambahan kalsium propionat 0,1% kadar airnya 28,1%, penambahan
kalsium propionat 0,2% kadar airnya 29,5%, dan penambahan kalsium propionat
0,3% kadar airnya 29,8%. Kadar air meningkat akibat adanya penambahan
kalsium propionat. Meningkatnya kadar air dikarenakan adanya penyerapan uap
air saat film didiamkan pada suhu ruang sebelum diangkat dari cetakan.
Kandungan garam kalsium propionat dapat mengikat uap air yang ada diudara,
karena sifat dari garam yaitu higroskopis. Sehingga kadar air yang terukur pada
pengujian ini semakin meningkat seiring dengan penambahan kalsium propionate.
Persaman yang diperoleh dari data berikut adalah y = 0.795x + 26.74 dengan nilai
R2=0,942 yang menunjukkan kelinearan persamaan garis. Data kadar air yang
diperoleh adalah sebagai berikut.
Gambar 9. Diagram nilai kadar air edible film
27.6
28.1
29.529.8
y = 0.795x + 26.74
R² = 0.942
26.0
26.5
27.0
27.5
28.0
28.5
29.0
29.5
30.0
30.5
0 0,1 0,2 0,3
ka
da
r a
ir (
%)
konsentrasi Ca Propionat (%)
25
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Semakin tinggi konsentrasi rumput laut, ketebalan edible film akan semakin
tinggi. Rata-rata ketebalan edible film dengan konsentrasi rumput laut 1%
yaitu 0,0211 mm; konsentrasi 1,5% yaitu 0,0294 mm; dan konsentrasi 2%
yaitu 0,0428 mm.
2. Semakin tinggi jumlah kalsium propionat yang ditambahkan, kuat tarik,
persentase elongasi pemanjangan, dan laju transmisi uap airnya semakin
menurun, namun tidak berpengaruh nyata pada ketebalan..
3. Semakin tinggi kadar kalsium propionat yang ditambahkan, kadar air edible
film semakin meningkat.
4. Edible film dari rumput laut (1,5%) dan plasticizer gliserol (0,4%) memiliki
ketebalan rata-rata 0,0291 cm, kuat tarik 52,3892 kgf/cm2, persentase
elongasi 55%, WVTR 87,3002 g/m2
24 jam, dan kadar air 27,6%.
5. Edible film dari rumput laut (1,5%), plasticizer gliserol (0,4%) dan
penambahan kalsium propionat 0,1% memiliki ketebalan rata-rata 0,0293 cm,
kuat tarik 69,6208 kgf/cm2, persentase elongasi 75%, WVTR 95,4846 g/m
2 24
jam, dan kadar air 28,1%.
6. Edible film dari rumput laut (1,5%), plasticizer gliserol (0,4%) dan
penambahan kalsium propionat 0,2% memiliki ketebalan rata-rata 0,0296 cm,
26
kuat tarik 53,3692 kgf/cm2, persentase elongasi 60%, WVTR 89,2326 g/
24jam m2, dan kadar air 29,5%.
7. Edible film dari rumput laut (1,5%), plasticizer gliserol (0,4%) dan
penambahan kalsium propionat 0,3% memiliki ketebalan rata-rata 0,0298 cm,
kuat tarik 46,3050 kgf/cm2, persentase elongasi 45%, WVTR 75,9330 g/m
2 24
jam, dan kadar air 29,8%.
5.2 Saran
1. Penambahan Kalsium propionate 0,2% pada pembuatan edible film
menghasilkan karakteristik yang hampir sama dengan kontrol. Namun, edible
film yang dihasilkan belum diaplikasikan pada produk. Diharapkan pada
penelitian selanjutnya dapat diaplikasikan ke produk dan dapat mengetahui
efektivitasnya dalam mencegah pertumbuhan kapang.
27
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, S.D. 2002. Pengaruh Konsentrasi Sorbitol terhadap Mutu Edible Film
dari Rumput Laut (Gracilaria Sp.) untuk Pelapisan Permen. Skripsi. IPB.
Bogor
BPOM RI. 2009. Pengawasan Pemasukan Bahan Kemasan Pangan. Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk.00.05.1.55.1621. Pasal 1, Ayat 1&2
Direktorat Perbenihan. 2013. Sosialisasi Kebun Bibit Rumput Laut.
http://www.djpb.kkp.go.id/benih/berita.php?id=246 (diakses pada 8
Oktober 2014)
Ditjen PEN. 2013. Rumput Laut Indonesia. http://djpen.kemendag.go.id/app
frontend/admin/docs/publication/6201390367517.pdf. Warta Ekspor
Kristianingrum, Susila. 2006. Pengawet yang Aman bagi Kesehatan.
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pengabdian/susila-kristianingrum-
dra-msi/12.pdf. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta
Organisasi Rumput Laut dalam Sulistyowaty, Dani .2009. Efek Diet Rumput Laut
Eucheuma Sp. Terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Wistar Yang
Disuntik Aloksan. Http://eprints.undip.ac.id/7590/1/Danny_
Sulistyowaty.Pdf
PERMENKES RI. 1988. Bahan Tambahan Makanan. MENKES RI. Jakarta
Puspitasari, Sari. 2012. Kalsium Propionat. Universitas Diponegoro. Semarang
28
Rani, Hertini dan Nurbani, K. 2013. Edible film. Politeknik Negeri Lampung.
Lampung
Rani, Hertini. 2014. PPT Teknologi Pengemasan Pangan. Politeknik Negeri
Lampung. Lampung
Saptarini, Nyi Mekar. 2007. Pengaruh Penambahan Pengawet (Nipasin, Nipasol,
dan kalsium Propionat) Terhadap Pertumbuhan Kapang
syncephalastrum rumracemosum pada Dodol Susu.
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/02/pengaruh_penamb
ahan_pengawet.pdf Universitas Padjajaran. Bandung
Tekno Pangan dan Agroindustri. Edible Film. Jurusan Teknologi Pangan dan
Gizi. IPB-183. No: 12 vol 1
USU, 2014. Peraturan-peraturan dalam Kemasan Pangan. http://ocw.
usu.ac.id/course/download/3130000081teknologi_pengemasan/thp_407_
handout_peraturan-peraturan_dalam_kemasan_pangan.pdf (diakses pada
12 Oktober 2014)
Widodo, dkk. 2013. Bahan Pengawet Alami. http://www.academia.edu
//5561881/MAKALAH_BAHAN_PENGAWETALAMI. Teknik Kimia.
Institut Teknologi Sepuluh November
top related