1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengemasan merupakan proses yang dilakukan sebelum produk di distribusikan ke distributor maupun konsumen. Fungsi pengemasan yaitu mewadahi produk, melindungi dan mengawetkan produk, meningkatkan efesiensi produk, menghindari pengaruh buruk dari luar dan dalam produk, memperluas penggunaan, mempertahankan kualitas produk, dan fungsi-fungsi lainnya. Pentingnya proses pengemasan menimbulkan adanya trend kemasan yang memiliki fungsi khusus pada tiap produk yang dikemasnya. Saat ini, hampir keseluruhan makanan dikemas dengan bahan pengemas yang bermacam-macam jenisnya. Kemasan dapat dibuat dari kertas, stearofoam, plastik, kaca, kaleng, laminate dan lain-lain. Sifat kemasan yang tidak dapat dimakan dan non- biodegradable dapat memberikan permasalahan baru (Rani, 2013). Salah satu kemasan yang memiliki sifat biodegradable adalah edible film. Edible film adalah lapisan tipis yang dapat dimakan yang berfungsi sebagai barrier terhadap transfer massa dan sebagai carrier bahan makanan dan aditif untuk meningkatkan penanganan pangan dan memiliki sifat biodegradable (Tekno Pangan dan Agroindustri). Rumput laut merupakan salah satu bahan yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Berdasarkan data Direktorat Perbenihan (2013) Produksi rumput laut mencapai 2,4 juta ton dalam bentuk
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengemasan merupakan proses yang dilakukan sebelum produk di
distribusikan ke distributor maupun konsumen. Fungsi pengemasan yaitu
mewadahi produk, melindungi dan mengawetkan produk, meningkatkan efesiensi
produk, menghindari pengaruh buruk dari luar dan dalam produk, memperluas
penggunaan, mempertahankan kualitas produk, dan fungsi-fungsi lainnya.
Pentingnya proses pengemasan menimbulkan adanya trend kemasan yang
memiliki fungsi khusus pada tiap produk yang dikemasnya. Saat ini, hampir
keseluruhan makanan dikemas dengan bahan pengemas yang bermacam-macam
jenisnya. Kemasan dapat dibuat dari kertas, stearofoam, plastik, kaca, kaleng,
laminate dan lain-lain. Sifat kemasan yang tidak dapat dimakan dan non-
biodegradable dapat memberikan permasalahan baru (Rani, 2013). Salah satu
kemasan yang memiliki sifat biodegradable adalah edible film.
Edible film adalah lapisan tipis yang dapat dimakan yang berfungsi
sebagai barrier terhadap transfer massa dan sebagai carrier bahan makanan dan
aditif untuk meningkatkan penanganan pangan dan memiliki sifat biodegradable
(Tekno Pangan dan Agroindustri). Rumput laut merupakan salah satu bahan yang
dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Berdasarkan data Direktorat
Perbenihan (2013) Produksi rumput laut mencapai 2,4 juta ton dalam bentuk
2
basah. Banyaknya jumlah produksi rumput laut dapat menjadi potensi
pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku pembuatan edible film.
Peningkatan fungsi edible film dapat dilakukan dengan menambahkan
bahan aktif yang memiliki fungsi khusus untuk mencegah dan melindungi produk,
sehingga edible film tersebut dapat menjadi kemasan aktif (active packaging).
Kalsium propionat merupakan salah satu bahan pengawet sintetis yang diizinkan
oleh pemerintah pada batas tertentu untuk menghambat pertumbuhan kapang.
Kapang adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan kerusakan pada produk
pangan. Oleh karena itu, kalsium propionat dapat ditambahkan pada edible film
untuk mencegah pertumbuhan kapang sehingga produk tidak cepat mengalami
kerusakan.
1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengaruh penambahan Ca Propionat terhadap karakteristik
edible film yang dihasilkan.
2. Memperoleh kemasan edible film aktif yang mengandung bahan pengawet
anti kapang berupa kalsium propionat.
1.3 Kerangka Pemikiran
Edible film merupakan salah satu jenis kemasan yang selain memiliki sifat
yang mirip dengan kemasan lain, juga memiliki sifat biodegradable. Peningkatan
fungsi edible film dapat dilakukan dengan menambahkan bahan aktif yang
3
memiliki fungsi khusus untuk mencegah dan melindungi produk, sehingga edible
film tersebut dapat menjadi kemasan aktif (active packaging).
Active packaging merupakan kemasan yang dapat menunjukkan mutu
produk yang dikemasnya. Kemasan aktif biasanya mengandung bahan aktif
tertentu untuk melindungi produk yang dikemasnya. Bahan aktif yang sering ada
dalam kemasan yaitu bahan penyerap gas O2, penyerap etilen, bahan penyerap air,
senyawa antimikroba, bahan yang dapat melindungi dari cahaya, dan bahan aktif
lain (Rani, 2014). Dalam penelitian ini, bahan aktif yang ditambahkan yaitu bahan
antimikroba berupa kalsium propionat yang mampu menghambat pertumbuhan
kapang.
Kalsium propionat memiliki rumus molekul Ca(CH3CH2COO)2 dan bobot
molekul (BM) sebesar 186,22. Mekanisme kerja kalsium propionat ini adalah
dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel, lebih efektif melawan kapang,
sedikit efektif atau tidak efektif sama sekali terhadap khamir dan bakteri. Kalsium
propionat juga digunakan untuk mengawetkan produk susu dan hasil olahannya,
serbat, sorbet, produk buah olahan, sayuran yang dikeringkan, rumput laut,
produk sereal sarapan, pasta, batters, kue beras, dan lain-lain (Puspitasari, 2012).
Pada penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah rumput laut
(Glacilaria sp). Glaciralia sp merupakan salah satu kelompok rumput laut
karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida
karagenan. Kandungan kalsium dalam asam propionat dapat menimbulkan efek
pada pembuatan edible film penambahan ion Kalsium (Ca2+
) pada keragenan
menyebabkan bentuk helix terkumpul dan gel bersifat rapuh (Widodo, dkk. 2013).
Selain itu, kalsium propionat adalah bahan pengawet dalam bentuk bubuk
4
berwarna putih. Bubuk kalsium propionat ini dapat menyerap air pada proses
pembuatan edible film. Oleh karena itu, penambahan kalsium propionat dapat
mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan.
1.4 Hipotesis
Penambahan kalsium propionat pada pembuatan edible film dapat
mempengaruhi karakteristik edible film yang dihasilkan.
1.5 Kontribusi
1. Mampu membuat kemasan aktif edible film rumput laut yang mengandung
bahan aktif anti kapang (kalsium propionat).
2. Mengurangi penggunaan kemasan plastik sebagai kemasan makanan
sehingga mengurangi pencemaran lingkungan.
3. Menciptakan kemasan yang memiliki fungsi khusus dan ramah
lingkungan.
5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemasan
Kemasan pangan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau
membungkus pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun
tidak. Bahan kemasan pangan adalah zat kimia yang digunakan sebagai bahan
dasar dan bahan tambahan kemasan pangan (BPOM RI, 2009).
Kemasan produk pangan selain berfungsi untuk melindungi produk, juga
berfungsi sebagai penyimpanan, informasi dan promosi produk serta pelayanan
kepada konsumen. Persyaratan yang dapat ditetapkan berkaitan dengan mutu
kemasan sehubungan dengan keamanan pangan, diantaranya adalah :
1. jenis bahan yang digunakan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
2. bahan tambahan yang diizinkan dan yang dilarang untuk kemasan pangan
3. cemaran
4. residu
5. Migrasi.
(sumber : USU, 2014)
Active packaging (kemasan aktif) merupakan kemasan yang dapat
menunjukkan mutu produk yang dikemasnya. Kemasan aktif biasanya
mengandung bahan aktif tertentu untuk melindungi produk yang dikemasnya.
Bahan aktif yang sering ada dalam kemasan yaitu bahan penyerap gas O2,
6
penyerap etilen, bahan penyerap air, senyawa antimikroba, bahan yang dapat
melindungi dari cahaya, dan bahan aktif lain (Rani, 2014).
2.2 Edible Film
2.2.1 Pengertian Edible Film
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dimakan,
diletakkan diantara dikomponen makanan yang berfungsi sebagai barrier terhadap
transfer massa, sebagai carrier bahan makanan, dan aditif untuk penanganan
pangan. Edible film dapat dibuat dari hidrokoloid seperti protein dan karbohidrat
memiliki kemampuan sebagai barrier yang baik terhadap transfer oksigen,
karbohidrat dan lipid (Tekno Pangan & Argoindustri).
2.2.2 Bahan Pembuat Edible Film
a) Rumput Laut
Rumput laut (Glaciralia sp) memiliki kandungan karbohidrat (39 - 51%),
Protein (17,2 - 27,13%), asam lemak esensial, Mineral (K, Ca, P, Na, Fe, I),
Vitamin (A, B1, B2, B6, B12, C), dan berbagai enzim. Glacralia sp merupakan
salah satu kelompok rumput laut karaginofit, yaitu rumput laut yang mengandung
bahan utama polisakarida karagenan. Karagenan adalah senyawa polisakarida
yang tersusun dari unit β-D-galaktosa dan α-L-galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa
yang dihubungkan oleh ikatan 1,4 glikosiklik dimana setiap unit galaktosa
mengikat gugusan sulfat yang memiliki sifat jelly dan elastis (Organisasi Rumput
Laut dalam Sulistyowaty, 2009). Karagenan merupakan senyawa yang termasuk
kelompok polisakarida galaktosa hasil ekstraksi dari rumput laut. Sebagian besar
7
karagenan mengandung natrium, magnesium, dan kalsium yang dapat terikat pada
gugus ester sulfat dari galaktosa dan kopolimer 3,6-anhydro-galaktosa. Karagenan
banyak digunakan pada sediaan makanan, sediaan farmasi dan kosmetik sebagai
bahan pembuat gel, pengental atau penstabil. Ciri-ciri karagenan ini yaitu kuat, gel
padat, beberapa ikatan dengan ion K+
dan Ca2+
menyebabkan bentuk helik
terkumpul dan gel menjadi rapuh, serta penambahan ion kalsium akan
menyebabkan pembentukan gel tahan lama, elastis, dan meningkatkan temperatur
pembentukan gel dan pelelehan (Widodo, dkk 2013).
Komposisi rumput laut (Glaciralia sp) dapat dilihat pada tabel 1. :
Tabel 1. Komposisi Rumput Laut
Komponen Jumlah (%)
Air 19,01
Protein 4,17
Karbohidrat 42,59
Lemak 9,54 Serat kasar 10,51
Abu 14,18
Sumber : Soegiarto (1978) dalam Anggraeni (2002)
b) Plastisizer Gliserol
Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom karbon.
Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Memiliki rumus struktur HOCH2-
H(OH)-CH2-OH atau rumus molekul C3H8O3. Satu molekul gliserol dapat
mengikat satu, dua, tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida dan trigliserida. Penggunaan gliserol sebagai
plasticizer dapat memperpanjang, menambahkan permeabilitas air, dan
membebaskan struktur edible film, sehingga dapat meningkatkan nilai Water
Holding Capacity (WHC) dan mobilitas difusi air (Azkharahman, dkk 2014), dan
8
gliserol mampu mengikat sebagian air pada proses pembuatan edible film. Selama
proses pengeringan, air bebas yang tidak terikat oleh gliserol akan mengalami
penguapan (Ariyanti, 2013).
2.3 Bahan Tambahan Pangan
2.3.1 Pengawet
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/IX/88,
pengawet yaitu bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat
fermentasi, pengasaman atau peruaian lain pada pangan yang disebabkan oleh
pertumbuhan mikroba.
2.3.2 Kalsium Propionat
Kalsium propionat termasuk asam propionat yang digunakan untuk
mencegah timbulnya jamur dan kapang. Dosis yang disarankan adalah 0,32%
atau 3,2 gram/kg bahan. Penggunaan melebihi angka maksimum tersebut
menyebabkan migrant, kelelahan, dan kesulitan tidur (Kristianingrum, 2006).
Kalsium propionat memiliki rumus molekul Ca(CH3CH2COO)2 dan bobot
molekul (BM) sebesar 186,22. Mekanisme kerja kalsium propionat ini adalah
dengan mempengaruhi permeabilitas membran sel, lebih efektif melawan kapang,
sedikit efektif atau tidak efektif sama sekali terhadap khamir dan bakteri. Kalsium
propionat juga digunakan untuk mengawetkan produk susu dan hasil olahannya,
serbat, sorbet, produk buah olahan, sayuran yang dikeringkan, rumput laut,
produk sereal sarapan, pasta, batters, kue beras, dan lain-lain (Puspitasari, 2012).
srtruktur kalsium propionate dapat dilihat pada gambar 1.
9
Gambar 1. Struktur molekul kalsium propionat
Pada penelitian Saptarini (2007), efektifitas anitimikroba semakin tinggi
jika pengawet yang digunakan semakin besar. Konsentrasi yang paling optimum
dan masih memenuhi persyaratan adalah 0,10% digunakan pada pengawetan
dodol susu.
10
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan mulai Oktober sampai Desember tahun 2014 di
Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah Rumput Laut
(Glacilaria, sp), gliserol, aquadest, dan kalsium propionat. Alat pengolahan edible
film yang digunakan adalah gelas pengukur, blender, saringan, pisau, talenan, hot
plate stirrer, timbangan, dan cetakan kaca dengan ukuran 34 x 34 cm, dan oven.
Alat laboratorium yang digunakan dalam praktikum ini adalah beaker glass,
cawan porselin, micrometer sekrup, tensile strength and tester stograph,
desikator, dan oven.
3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah Rancangan
Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor dengan 3 level perlakuan yaitu
penambahan kalsium propionat dalam edible film Edible film terbaik yang
diperoleh pada penelitian pendahuluan dengan konsentrasi berdasarkan
PERMENKES RI (1988) yaitu 0,1%, 0,2%, dan 0,3% dengan pengulangan
11
sebanyak 3 kali ulangan. Kombinasi percobaan dapat dilihat pada tabel 2 dan
tabel 3.
Tabel 2. Rancangan percobaan penelitian pendahuluan
Sampel Konsentrasi Rumput laut Konsentrasi gliserol
A1 1,0% 0,4%
A2 1,5% 0,4%
A3 2,0% 0,4%
Tabel 3. Rancangan percobaan penelitian utama
Edible film Konsentrasi kalsium propionate
0% (A) 0,1 % (B) 0,2% (C) 0,3% (D)
A2 A2A A2B A2C A2D
3.4 Pelaksanaan Penelitian
Penelititan ini dilakukan dengan 2 tahapan, yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk memperoleh
ketebalan edible film dengan karakteristik yang sesuai dengan standar. karena
berdasarkan penelitian Rani (2013) ketebalan ediblenya belum memenuhi standar.
Sedangkan, Penelitian utama dilakukan untuk menentukan konsentrasi kalsium
propionate yang ditambahkan pada edible film terbaik yang diperoleh pada
penelitian pendahuluan, kemudian hasil terbaik dari penelitian utama digunakan
untuk mengemas makanan semi basah sebagai aplikasi edible film pada produk.
3.4.1 Penelitian Pendahuluan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan edible film adalah rumput laut
dan plastisizer berupa gliserol. Konsentrasi rumput laut yang digunakan adalah
1,0%, 1,5%, dan 2% dengan konsentrasi gliserol 0,4% yang merupakan
12
konsentrasi terpilih yang digunakan oleh Rani (2013). Proses pembuatannya
yaitu : rumput laut dengan konsentrasi 1,0%, 1,5% dan 2% direndam, dihaluskan,
dihomogenkan dan dipanaskan, ditambah plastizer, kemudian dicetak, dan
diangkat dari cetakan.
3.4.2 Penelitian Utama
Penelitian utama dilakukan untuk memperoleh konsentrasi kalsium
propionat yang ditambahkan pada edible film. Konsentrasi kalsium propionat
yang digunakan adalah 0%, 0,1%, 0,2%, dan 0,3% yang disesuaikan dengan batas
maksimum penggunaan bahan pengawet yaitu pada selai dan jeli buah-buahan
dengan pemanis buatan sampai 0,1% dan pada produk sediaan keju 3 gram/kg,
serta pada roti 2 gram/kg (PERMENKES RI, 1988).
Prosedur penambahan kalsium propionat pada edible film adalah sebagai
berikut berdasarkan modifikasi pembuatan edible film dari rumput laut metode
Rani (2013) : pertama, rumput laut kering dengan konsentrasi terpilih (x %)
direndam selama 24 jam, lalu diblender sampai halus. Langkah selanjutnya yaitu
dipanaskan sampai suhu mencapai 70-800C selama 30 menit. Kemudian, larutan
disaring dan ditambahkan dengan gliserol pada konsentrasi terpilih, lalu
homogenkan sampai gliserol larut sempurna pada suhu 70-800C selama 15 menit.
Kemudian diberi perlakuan penambahan kalsium propionat dengan konsentrasi
0%, 0,1%, 0,2%, dan 0,3%, lakukan homogenkan selama 1 menit pada suhu 70-
800C. Kemudian langkah selanjutnya larutan dituang dalam cetakan (dengan
volume 300 ml untuk cetakan kaca 34x34 cm). Kemudian dikeringkan dalam
13
oven dengan suhu 500C selama 12 jam. Lalu letakkan pada suhu ruang selama 6
jam agar film dapat diambil dari cetakan.
Diagram alir proses pembuatan edible film dapat dilihat pada gambar
berikut.
Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan active packaging edible film
Rendam rumput laut dengan konsentrasi 1,5% dalam aquadest, selama 24 jam
Haluskan rumput laut menggunakan blender ± 3 menit, gunakan air rendamannya
Panaskan dan aduk, sampai suhu 70-800C selama 30 menit
Saring bubur rumput laut
Ambil 300 ml, panaskan sampai suhu 700C
Tambahkan gliserol sebanyak 0,4 %, panaskan dan aduk selama 15 menit
Tambahkan Ca Propionat dengan konsentrasi 0,1%, 0,2%, dan 0,3%
Tuangkan pada cetakan persegi 34x34 cm
Oven pada suhu 50oC selama 12
jam
Letakkan pada suhu ruang selama 6 jam, angkat film dari cetakan
14
3.5 Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengamatan fisik
edible film. Pengamatan edible film yang dilakukan untuk mengetahui karakeristik
fisiknya adalah pengamatan persentase pemanjangan dan kuat tarik, kadar air,uji
laju transmisi uap air, dan ketebalan (Rani, 2013).
3.5.1 Ketebalan
Alat yang digunakan untuk mengukur ketebalan edibe film adalah
micrometer sekrup. Ketelitian alat ini sampai 0,001 mm. pengukuran dilakukan di
9 titik yang berbeda kemudian hasil pengukuran dirata-ratakan. Lokasi
pengukuran dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 3. Lokasi Pengukuran Ketebalan
3.5.2 Pengamatan Persentase Pemanjangan dan Kuat Tarik
Alat ukur yang digunakan untuk mengukur persentase pemanjangan dan
kuat tarik adalah tensile strength and tester stograph. Sebelum pengukuran, film
dikondisikan pada suhu 250C dengan RH 50% selama 24 jam. jumlah sampel
yang diperlukan pada setiap penentuan sebanyak 16 lembar uji dengan ukuran
panjang minimal 22 cm dan lebar 1,5 cm.
15
Kuat tarik ditentukan berdasarkan beban maksimum pada saat lembaran
film pecah dan persentase pemanjangan ditentukan berdasarkan pertambahan
panjang film saat pecah. Nilai kuat tarik dan persentase pemanjangan dapat diukur
berdasarkan rumus :
3.5.3 Kadar Air (AOAC, 1984)
Kadar air diuji menggunakan metode gravimetri. Proses pengujiannya
adalah sebagai berikut : cawan kosong mula-mula dioven pada suhu 1050C selama
± 30 menit. Kemudian cawan dimasukkan dalam desikator selama 15 menit, dan
ditimbang. Timbang 1 gram sampel dalam cawan kosong yang telah dioven.
Masukkan ke dalam oven pada suhu yang sama selama 3 jam. Cawan yang berisi
sampel dikeringkan lagi sampai berat konstan.
Kadar air ditentukan dengan rumus :
3.5.4 Laju Transmisi Uap Air ( Water Vapour Transmission Rate)
Pengukuran laju transmisi uap air film mengunakan water vapor
transmission rate tester dengan metode cawan. Sebelum pengukuran, film
dikondisikan pada suhu 250C dengan RH 50% selama 24 jam. Silica gel sebanyak