Spondilitis TB Wisnu
Post on 04-Jan-2016
258 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis dikenal sejak 1000 tahun sebelum Masehi seperti yang tertulis
dalam kepustakaan Sanskrit kuno. Nama “tuberculosis” berasal dari kata
tuberculum yang berarti benjolan kecil yang merupakan gambaran patologik khas
pada penyakit ini.1
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis
tuberkulosa selalu merupakan infeksi sekunder dari fokus di tempat lain dalam
tubuh.2,3 Tulang belakang lebih sering terkena dibandingkan dengan sendi tunggal
lainnya.2,4 Kemudian sendi panggul, lutut, dan tulang-tulang kaki, tulang-tulang
lengan dan tangan jarang.4 Sarang primernya biasanya adalah di dalam paru.
Percival Pott (1793) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan
bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang
yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga penyakit Pott.3,4,6 Etiologinya baru
menjadi jelas setelah dalam tahun 1882 Robert Koch menemukan basil
mikobakterium tuberkulosis. Penyakit ini juga dinamai Morbus Potti.5
Spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat
kronis destruktif.2,3 Basil ini sampai di dalam tulang belakang melalui penyebaran
hematogen dan menyerang satu atau lebih korpus vertebra yang mengakibatkan
destruksi tulang dan menyebar ke semua jaringan artikulasi. Lokalisasi paling
sering ditemukan pada regio torakolumbal dan jarang sekali pada regio servikal. 2
Terapi konservatif yang diberikan pada pasien tuberkulosa tulang belakang
sebenarnya memberikan hasil yang baik, namun pada kasus – kasus tertentu
diperlukan tindakan operatif serta tindakan rehabilitasi yang harus dilakukan
dengan baik sebelum ataupun setelah penderita menjalani tindakan operatif.10
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Tulang Belakang
Tulang belakang (vertebra) terdiri dari 33 tulang: 7 buah tulang cervical,
12 buahtulang thoracal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah tulang sacral dan 4
tulang coccygeus. Tulangcervical, thoracal dan lumbal membentuk columna
vertebralis, sedangkan tulang sacral dan coccygeus satu sama lain menyatu
membentuk dua tulang yaitu tulang sacrum dan coccygeus. Discus
intervertebralis merupakan penghubung antara dua corpus vertebra.
Gambar 1. Pembagian Tulang Belakang
Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan (aligment) tulang
belakang dan memungkinkan mobilitas vertebra. Fungsi columna vertebralis
adalah menopang tubuh manusia dalam posisi tegak, yang secara mekanik
sebenarnya melawan pengaruh gaya gravitasi agar tubuh secara seimbang
tetap tegak. Vertebra cervical, thoracal, lumbal bila diperhatikan satu dengan
yang lainnya ada perbedaan dalam ukuran dan bentuk, tetapi bila ditinjau
2
lebih lanjut tulang tersebut mempunyai bentuk yang sama. Corpus vertebra
merupakan struktur yang terbesar karena mengingat fungsinya sebagai
penyangga berat badan.
Gambar 2. Penampang melintang tulang belakang
Prosesus transversus terletak pada ke dua sisi corpus vertebra,
merupakan tempat melekatnya otot-otot punggung. Diantara dua buah tulang
vertebra terdapat discusintervertebralis yang berfungsi sebagai bentalan atau
"shock absorbers" bila vertebra bergerak discus intervertebralis terdiri dari
annulus fibrosus yaitu masa fibroelastik yang membungkus nucleus pulposus,
suatu cairan gel koloid yang mengandung mukopolisakarida.
Fungsi mekanik discus intervertebralis mirip dengan balon yang diisi
air yang diletakkandiantara ke dua telapak tangan. Keadaan ini terjadi pada
berbagai macam gerakan vertebra seperti fleksi, ekstensi, laterofleksi.
3
Gambar 3. Anatomi Diskus Vertebralis
2.2 Definisi Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan
nama Pott's disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi
tuberkulosis dengan penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui
pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui plexus vena batson. Pott’s disease merupakan bentuk tuberkulosis muskuloskeletal yang
paling berbahaya karena dapat menyebabkan destruksi tulang, deformitas,
dan paraplegia.
2.3 Insiden dan Epidemiologi
4
Insidensi spondilitis tuberkulosa bervariasi di seluruh dunia dan
biasanya berhubungan dengan kualitas fasilitas pelayanan kesehatan
masyarakat yang tersedia serta kondisi sosial dinegara tersebut.
Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang
dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi
pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering
mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan
wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding
wanita yaitu 1,5:2,1. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang
beradadalam keadaan sosial ekonomi rendah.4
Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan tempat yang
paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus), diikuti
kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,
sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Areatorako-lumbal
terutama torakal bagian bawah (umumnya T10) dan lumbal bagian atas
merupakan tempat yang paling sering terlibat karena pada area ini
pergerakan dan tekanan dari weight bearing mencapai maksimum, lalu
dikuti dengan area servikal dan sakral.5,6
Banerjee melaporkan pada 499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa,
radiologis memperlihatkan 31% fokus primer adalah paru-parudan dan
kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya
memperlihatkan foto rontgen paru yang normal dan sebagian besar adalah
dewasa.
2.4 Etiologi
Spondilitis tuberkulosa disebabkan oleh karena bakteri berbentuk basil
(basilus). Bakteri yang paling sering menjadi penyebabnya adalah
Mycobacterium tuberculosis.3,4
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yang
bersifat acid fast non-motile atau disebut pula sebagai basil tahan asam
(BTA). Dipergunakan teknik Ziehl- Nielson untuk memvisualisasikannya.
5
Bakteri tumbuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-
8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium
tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannya dengan spesies
lain.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal
bawah dan lumbal atas, sehingga didugaadanya infeksi sekunder dari suatu
tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannyamelalui pleksus Batson pada
venaparavertebralis.Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis
tidak semudah tertular flu.3,4
2.5 Patologi
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau
melalui jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada
sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi
primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering
adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius. Penyebaran basil
dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai
darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah
vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui
pleksus batson's yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan
banyak vertebra yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang
lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang
berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau lebih
vertebra.3,5
6
Gambar 4. Aliran pembuluh darah tulang belakang
Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang
namun yang terbanyak menyerang bagian thorax. Penyakit ini juga dapat
menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi kuat untuk menahan
berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna
vertebralis membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka
akan terdapat pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus.
Sementara itu proses dapat menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya
dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama semakin banyak, nanah ini
dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat berupa:7,8
1. Suatu abses paravertebrae, abses terlihat dengan bentuk spoel di kiri-
kanan columna vertebralis.
2. Abses dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasia dan
kulit di sebelah belakang dan di luar columna vertebralis merupakan
suatu abscess akan tetapi tidak panas. Umumnya abscess ini dinamakan
7
abses dingin. Abses dingin umumnya berhubungan dengan abscess
tuberculose/Infeksi tuberculose.
3. Dapat pula abses menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga
merupakan senkung's abscess yang terlihat di bagian dada penderita.
4. Abses juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan
emfisema.
5. Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx
sehingga merupakan abses retropharyngeal.
6. Dapat pula abses terlihat sebagai abses supraclavicular.
7. Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang
kemudian menurunsampai terjadi abses besar yang terletak di bagian
dalam dari paha.
Semua abses tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan
timbulnya fistel yang bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas,
tuberculose pada vertebrae dapat pula memberikan komplikasi, ialah
paraplegia, umumnya disebut Pott's paraplegia. Komplikasi ini disebabkan
karena adanya tekanan pada medulla spinalis.2,4
Gambar 5. Spondilitis tuberkulosis A) Gibus torakolumbal dengan hipertonus erektor trunkus. Penderita menyandarkan diri pada ekstremitas atas; B) 1. Rarefaksi bagian anterior vertebra mulai nampak penyempitan diskus intervertebralis, 2. Rarefaksi meluas, penyempitan jelas, 3. Kompresi vertebra bagian ventral, terjadinya gibus, kompresi medulla spinalis
Sorrel-dejerine mengklasifikasikan Pott's paraplegia menjadi:
1. Early onset paresis
Terjadi kurang dari dua tahun sejak onset penyakit
2. Late onset paresis
Terjadi setelah lebih dari dua tahun sejak onset penyakit
Sementara itu Seddon dan Butler memodifikasi klasifikasi sorrel menjadi
tiga tipe:
1. Type I (paraplegia of active disease)
8
Berjalan akut onset dini, terjadi dalam dua tahun pertama sejak onset
penyakit, dan dihubungkandengan penyakit yang aktif. Dapat membaik
(tidak permanen).
2. Type II
Onsetnya juga dini, dihubungkan dengan penyakit yang aktif, bersifat
permanen bahkanwalaupun infeksi tuberkulosa menjadi tenang.
Penyebab timbulnya paraplegia pada tipe I dan II dapat disebabkan
oleh karena :
a. Tekanan eksternal pada korda spinalis dan duramater dapat
disebabkan oleh karena adanya granuloma di kanalis spinalis,
adanya abses,material perkijuan, sekuestra tulang dan diskus atau
karena subluksasi atau dislokasi patologis vertebra. Secara klinis
pasien akan menampakkan kelemahan alat gerak bawah dengan
spastisitas yang bervariasi, tetapi tidak tampak adanya spasme otot
involunter dan reflek Withdrawal.
b. Invasi duramater oleh tuberkulosa tampak gambaran
meningomielitis tuberkulosa atau araknoiditis tuberkulosa. Secara
klinis pasien tampak mempunyai spastisitas yang berat dengan
spasme otot involunter dan reflek Withdrawal. Prognosis tipe ini
buruk dan bervariasi sesuaidengan luasnya kerusakan korda
spinalis. Secara umum dapat terjadi inkontinensia urin dan feses,
gangguan sensoris dan paraplegia.
3. Type III / yang berjalan kronis
Onset paraplegi terjadi pada fase lanjut. Tidak dapat ditentukan apakah
dapat membaik. Bisa terjadi karena tekanan corda spinalis oleh
granuloma epidural, fibrosis meningen danadanya jaringan granulasi
serta adanya tekanan pada corda spinalis, peningkatan deformitaskifotik
ke anterior, reaktivasi penyakit atau insufisiensi vaskuler (trombosis
pembuluh darahyang mensuplai corda spinalis).
Klasifikasi untuk penyebab Pott's paraplegia Ini sendiri dijabarkan oleh
Hodgson menjadi:
9
1. Penyebab ekstrinsik :
1.1.Pada penyakit yang aktif
a. Abses (cairan atau perkijuan)
b. Jaringan granulasi
c. Sekuester tulang dan diskus
d. Subluksasi patologis
e. Dislokasi vertebra
1.2.Pada penyakit yang sedang dalam proses penyembuhan
a. Transverse ridge dari tulang anterior ke corda spinalis
b. Fibrosis duramater
2. Penyebab intrinsik :
menyebarnya peradangan tuberkulosa melalui duramater melibatkan
meningen dan corda spinalis.
3. Penyebab yang jarang: trombosis corda spinalis yang infektif, spinal
tumor syndrome.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal empat
bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise
di bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral).
Banyakditemukan pada orang dewasa dapat menimbulkan kompresi,
iskemia dan nekrosis diskus.Terbanyak ditemukan diregio lumbal.
2. Sentral infeksi
Terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan
ini sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan
tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat.
Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma.
Terbanyak di temukan di regio torakal.
3. Anterior infeksi
10
Terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya Scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji).
Pola ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang
ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum
longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai
darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya
tidak dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa
spinal dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang
terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di
pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler
yang berada di sendi intervertebral posterior.
Proses infeksi Myocobacterium tuberculosis akan mengaktifkan
chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang
sehingga akan terjadi destruksi korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan
yang terjadi akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan
mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskular sehingga
terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan
mengakibatkan kolapsnya corpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah
kifosis (Angulasi posterior ) tulang belakang. Proses terjadinya kifosis dapat
terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi dari proses infeksi. Kifosis
yang progresif dapat mengakibatkan problem respirasi dan paraplegi.
Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga
akan menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa
Barrel Chest. Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk
abses paravertebral. Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen
dan penyebaran langsung dibawah ligamentum longitudinal anterior.
Apabila telah terbentuk abses paravertebral, lesi dapa turun mengikuti alur
fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis.
11
2.6 Patofisiologi
Basil Tb masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang
buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen.
Basil Tb dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam
hingga delapan minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus
tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau
mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering
terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang corpus
vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra.
Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial
corpusvertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada
korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan
pada bagian depan corpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang
dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung
menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus
menghancurkan vertebra di dekatnya. Kemudian eksudat (yang terdiri atas
serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa)
menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan
mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus
ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament
yang lemah. Pada daerah cervical,eksudat terkumpul di belakang fasia para
vertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sterno
kleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan
menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat
berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau cavum
pleura. Abses pada vertebra thoracalis biasanya tetap tinggal pada daerah
thoraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang
menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla
12
spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat
menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah
ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat
menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum scarpei atau regio glutea. Menurut Gilroy
dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah
vertebra thoracalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling
sering pada vertebrathoracalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita
paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra
torakalis 10 sedang yang non paraplegia pada vertebralumbalis.3,5
Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut, arteri induk yang
mempengaruhi medulla spinalis segmen thoracal paling sering terdapat pada
vertebra T8-L1 sisikiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan
paraplegia. Faktor lain yang perludiperhitungkan adalah diameter relatif
antara medulla spinalis dengan canalis vertebralisnya. Intumesensia
lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra T10, sedang canalis
vertebralis di daerah tersebut relatif kecil. Pada vertebra L1, canalis
vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang
gerak bila ada kompresi dari bagiananterior. Hal ini mungkin dapat
menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi
vertebra T10.4,7
Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit pott terjadi melalui
kombinasi 4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu:
1. Stadium implantasi
13
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah
paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang
ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang masif, kolaps vertebra, dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi
2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus
vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang
terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses kekanalis spinalis.Vertebra
torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan
neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini.
Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan
paraplegia yaitu:
Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau
berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.
Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat
melakukan pekerjaannya.
Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau
aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
14
Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan
defekasi dan miksi. TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat
terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan
penyakitnya.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium
implantasi. Kifosis atau gibus bersifat permanen karena kerusakan
vertebra yang masif di depan.
2.7 Gambaran Klinis
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada
banyak faktor7. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan
berevolusi lambat. Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu
diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga tahun. Sebagian besar kasus
didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa.
Gambaran spondilitis tuberkulosa antara lain:5,7
- badan lemah/lesu,
- nafsu makan berkurang,
- berat badan menurun,
- suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung,
pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
- pada awal dapat dijumpai nyeri intercostal yaitu nyeri yang menjalar
dari tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang
intercosta, hal ini karenatertekannya radiks dorsalis ditingkat thoracal
- nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal.
Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi
lanjut berupa :
- paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan
medulla spinalisyang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan
dan nyeri,
15
- gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat umn dan adanya
batas deficitsensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri intercostal
- pemeriksaan fisik :
o adanya gibus dan nyeri setempat
o spastisitas
o hiperreflesia tendon lutut/achilles dan
o reflex patologik pada kedua belah sisi
o batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan
miksi jarang dijumpai
Spondylitis corpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk:8,9
1. Pada bentuk sentral.
Detruksi awal terletak di sentral corpus vertebra, bentuk ini sering
ditemukan pada anak.
2. Bentuk paradikus.
Terletak di bagian corpus vertebra yang bersebelahan dengan discus
intervertebral, bentuk inisering ditemukan pada orang dewasa.
3. Bentuk anterior.
Dengan lokus awal di corpus vertebra bagian anterior, merupakan
penjalaran per kontinuitatumdari vertebra di atasnya.
2.8 Diagnosis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan keterangan dari pasien,
meliputi keluhan utama, keluhan sistem badan,riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, dan riwayat penyakit keluarga atau lingkungan.5,6
Gambaran adanya penyakit sistemik, kehilangan berat badan, keringat
malam,demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan
malam hari serta Cachexia. Pada pasien anak-anak, dapat juga terlihat
berkurangnya keinginan bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas
pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan kondisi kurang
gizi, demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan
berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas. Adanya riwayat batuk
16
lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri dada. Pada
beberapa kasus di afrika terjadi pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel
disubkutan, dan pembesaran hati dan limpa.7,8
Pada pemeriksaan fisik nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang
atau berupa nyeri yang menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal
akan tampak sebagai nyeri di daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke
tangan. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada
dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa
nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan
beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya
menjadi kaku.6
Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah
kaki pendek,karena mencoba menghindari nyeri di punggung.7 Bila infeksi
melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya,
mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu
disangga olehsatu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital.
Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan
timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa
nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak
pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak,
akan mendorong trakhea ke Sternal notch. Sehingga akan menyebabkan
kesulitan menelan dan adanya stridor respiratoar, sementara kompresi
medulla spinalis pada orang dewasa akan menyebabkan tetraparesis.9,10
Dislokasi atlantoaksial karena tuberkulosa jarang terjadidan merupakan
salah satu penyebab kompresi Cervicomedullary. Di negara yang sedang
berkembang. Hal ini perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa
dengantuberkulosa di regio servikal.11
Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi
kaku. Bila berbalik menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi
panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya
sementara tetap mempertahankan punggungnya tetapkaku (coin test) jika
17
terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau
kananmengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak
dinding dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka
dapat menekan korda spinalis danmenyebabkan paralisis.5,10
Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak
yang terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar
melalui fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi
panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi
dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas
paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi
sendi panggul.7,17,18
Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang
belakang), adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit
neurologis). Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia
pada spondilitis lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan
servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak
bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik
dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan
fungsi kandung kemih dan anorektal. Pembengkakan di sendi yang berjalan
lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti pada infeksi septik. Onset
yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun sendi mendukung bahwa
hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.
Pada palpasi, bila terdapat abses maka akan teraba massa yang
berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abses,
yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat
dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher
(di belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat
juga teraba disekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan
antara ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess. Spasme
otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena.7,9
Pada perkusi, secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
18
vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness. Pada auskultasi, keadaan
paru tidak ditemukan kelainan.
Pemeriksaan penunjang:
1. Laboratorium:
Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih
dari100mm/jam.
Tuberculin skin test /Mantoux test /Tuberculine purified protein
derivative(ppd) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi
pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh Mycobacterium.
Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi,
kemerahan dengan diameter ³ 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72
jamsetelah suntikan.Hasil yang negatif tampak pada ± 20% kasus
dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang
immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi
atau disertai penyakit lain)
Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal),
sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan
paruparu yang aktif)
Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang
bersifatrelatif.
Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin
haemolysins,typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus
yang sulit dan pada pusat kesehatandengan peralatan yang cukup
canggih) untuk mmenyingkirkan diagnosa banding.
Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan
meningitistuberkulosa). Normalnya cairan serebrospinal tidak
19
mengeksklusikan kemungkinan infeksi pemeriksaan cairan
serebrospinal secara serial akan memberikan hasil yang lebih baik,
cairan serebrospinal akan tampak:
Xantokrom
Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan menggumpal.
Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear). Pada
tahap akut responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada
meningitis piogenik.
Kandungan protein meningkat.
Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran
klinis sangat kuatmendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan
Pada keadaan arachnoiditis tuberkulosa (radiculomyelitis),
punksi lumbal akan menunjukkan Genuine dry tap. Pada pasien
ini adanya peningkatan bertahap kandungan protein
menggambarkan suatu blok spinal yang mengancam dan sering
diikuti dengan kejadian paralisis. Pemberian steroid akan
mencegah timbulnya hal ini. Kandungan protein cairan
serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal
dapatmencapai 1-4G/100ML.
Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan
tes konfirmasi yangabsolut tetapi hal ini tergantung dari
pengalaman pemeriksa dan tahap infeksi.
2. Radiologis5,7
Gambaran Radiologi, badan vertebra dapat terkena pertama di tiga
bagian- batas bawah dan atas diskus, di bagian tengah, dan anterior di
bawah periosteum. Diskus seringkali terkikis. Dua atau lebih vertebra
dapat terkena. Tomografi dapat menunjukkan bahwa lesi lebih luas
daripada yang ditunjukkan foto polos. Karena bagian anterior vertebra
seringkali terkena, kifos atau gibbus akan muncul, dan skoliosis juga
dapat terjadi. Abses terbentuk lebih awal dan mudah dilihat pada regio
20
torakal. Pada regio lumbal, bulging lateral dari garis psoas dapat terjadi.
Abses dapat meluas dan dapat berkalsifikasi.15
Gambar 6. A) Foto polos menunjukkan gambaran tipikal pada spondilitis tuberkulosis. Terdapat
massa jaringan lunak paraspinal yang luas. B) Foto koronal vertebra torakal menunjukkan
kerusakan pada diskus intervertebralis pada titik dimana pelebaran paraspinal maksimal dan
perubahan ini berhungan dengan perubahan sinyal dari vertebra. C)Gambaran sagital menunjukkan
peningkatan sinyal pada badan vertebra yang berdekatan dengan massa jaringan lunak anterior dan
posterior, dengan massa tersebut mengindentasi kanalis spinalis dan menekan nervus yang
berdekatan.
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.
Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti
adanyatuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang
abnormal).
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari
bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru
dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit.
Jika mungkin lakukan rontgen dari arah antero-posterior dan lateral.
21
Gambar 7. Spondilitis Tb. Radiografi lateral menunjukan hilangnya ruang diskus (panah lurus) dengan destruksi pelat ujung yang berdekatan (panah melengkung), dan pendesakan di anterior.
Gambar 8. Penyebaran subligamentum dari tuberkulosis spinal. Gambaran radiografi lateral menunjukan erosi pada tepi anterior corpus vertebra disebabkan oleh abses jaringan lunak sekitar.
Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau
sudut inferior corpusvertebrae, osteoporosis regional yang kemudian
berlanjut sehingga tampak penyempitan diskus intervertebralis yang
berdekatan, serta erosi corpus vertebrae anterior yang berbentuk
Scalloping karena penyebaran infeksi dari area subligamentous
Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus
transversus atau prosesus spinosus.
Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan
timbulnya deformitas scoliosis (jarang)
22
Pada pasien dengan deformitas gibbus karena infeksi sekunder
tuberkulosa yang sudah lama akan tampak tulang vertebra yang
mempunyai rasio tinggi lebih besar dari lebarnya (vertebra yang
normal mempunyai rasio lebar lebih besar terhadap tingginya). Bentuk
ini dikenal dengan nama Long vertebra atau Tall vertebra.
Computed tomography scan terutama bermanfaat untuk
memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan costa yang sulit dilihat
pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterior seperti pedikel
tampak lebih baik dengan ct scan. CT scan memberi gambaran tulang
secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan
gangguan sirkumferensi tulang.
Gambar 9. Spondilitis Tuberkulosis. CT Scan axial menunjukan destruksi litik corpus vertevra (panah hitam) dengan keterlibatan abses jaringan lunak (panah putih).
Gambar 10. Abses psoas terkalsifikasi. CT Scan axial menunjukan abses bilateral tuberkulosis psoas dengan kalsifikasi perifer (panah)
23
Gambar 11. Spondilitis TB. A) CT Scan potongan aksial menujukkan pola tulang yang terpisah-pisah. B) Abses jaringan lunak paraspinal yang luas dengan kalsifikasi awal di dindingnya.3
Magnetic resonance imaging (MRI) mempunyai manfaat besar untuk
membedakan komplikasi yang bersifat kompresif dengan yang bersifat
non kompresif pada tuberkulosa tulang belakang. MRI mengevaluasi
infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta
menunjukkan adanya penekanan saraf.
Gambar 12. Spondilitis Tuberkulosis. MRI potongan sagital T2 menunjukan area dengan peningkatan intensitas disebabkan edema corpus invertebral disertai penyempitan diskus
(panah putih), dan penyebaran ke kanalis spinalis (panah hitam).
24
Gambar 13. MRI menunjukkan
spondilitis TB pada T10-T12. Spondilitis TB menyebabkan kerusakan dan angulasi kolumna
vertebra.10
Gambar 14. MRI T1 pada pasien
yang sama, yang menunjukkan
kerusakan vertebra C6-C7.10
3. Neddle biopsi/ operasi eksplorasi (Costotransversectomi )
Dari lesi spinal mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi
membutuhkan pengalaman dan pembacaan histologi yang baik (untuk
menegakkan diagnosa yang absolut) (berhasil pada50% kasus).
25
2.9 Diagnosis Banding3,5
1. Osteitis piogen : khasnya demam lebih cepat timbul
2. Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis dan bukan kifosis
3. Skoliosis idiopatik : tanpa gibbus dan tanda paralisis
4. Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas penyakit
5. Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adanya karsinoma
prostat
6. Kifosis senilis : kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas:10
1. Terapi konservatif
Terapi konservatif berupa, tirah baring (bed rest), memberi korset
yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra, memperbaiki
keadaan umum penderita.
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada
turning frame / plaster bed atau continous bed rest disertai dengan
pemberian kemoterapi. Tindakan ini biasanya dilakukan pada penyakit
yang telah lanjut dan bila tidak tersedia keterampilan dan fasilitas yang
cukup untuk melakukan operasi radikal spinal anterior, atau bila terdapat
masalah teknik yang terlalu membahayakan. Istirahat dapat dilakukan
dengan memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi
ekstensi terutama pada keadaan yang akut atau fase
aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk mencegah pergerakan dan
mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.
Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga
dicapai keadaan yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis
dan laboratorium. Secara klinis ditemukan berkurangnya rasa nyeri,
hilangnya spasme otot paravertebral, nafsu makan dan berat badan
meningkat, suhu badan normal. Secara laboratoris menunjukkan
26
penurunan laju endap darah, Mantoux test umumnya < 10 mm. Pada
pemeriksaan radiologis tidak dijumpai bertambahnya destruksi tulang,
kavitasi ataupun sekuester. Pemasangan gips bergantung pada level lesi.
Pada daerah servikal dapat diimobilisasi dengan jaket Minerva, pada
daerah vertebra torakal, torakolumbal dan lumbal atas diimobilisasi
dengan body cast jacket; sedangkan pada daerah lumbal bawah,
lumbosakral dan sakral dilakukan immobilisasi dengan body jacket atau
korset dari gips yang disertai dengan fiksasi salah satu sisi panggul. Lama
immobilisasi berlangsung kurang lebih 6 bulan, dimulai sejak penderita
diperbolehkan berobat jalan.
Terapi untuk Pott’s paraplegia pada dasarnya juga sama yaitu
immobilisasi di plaster shell dan pemberian kemoterapi. Pada kondisi ini
perawatan selama tirah baring untuk mencegah timbulnya kontraktur pada
kaki yang mengalami paralisa sangatlah penting. Alat gerak bawah harus
dalam posisi lutut sedikit fleksi dan kaki dalam posisi netral. Dengan
regimen seperti ini maka lebih dari 60% kasus paraplegia akan membaik
dalam beberapa bulan. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya resorpsi
cold abscess intraspinal yang menyebabkan dekompresi.
2. Pengobatan anti tuberkulosa standar pengobatan di indonesia berdasarkan
program P2TB paru adalah :
a. Kategori 1
Untuk penderita baru bta (+) dan bta(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2
tahap ;
tahap 1 :
o rifampisin 450 mg, etambutol 750 mg, inh 300 mg dan
pirazinamid 1.500MG.
o Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60
kali).
tahap 2:
o rifampisin 450 mg, inh 600 mg,
27
o diberikan 3 kali seminggu (intermitten)selama 4 bulan (54
kali)
b. Kategori 2
Untuk penderita bta(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan bta (+) yang kambuh/gagal yang diberikan
dalam 2 tahap yaitu :
tahap 1
o Diberikan streptomisin 750 mg , inh 300 mg, rifampisin 450
mg,pirazinamid 1500MG dan etambutol 750 mg.
o Obat ini diberikan setiap hari ,streptomisin injeksi hanya 2
bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90
kali).
tahap 2
o Diberikan inh 600 mg, rifampisin 450 mg dan etambutol
1250 mg.
o Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan
(66 kali).
kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita
bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala
klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik
ditemukan adanya union pada vertebra.
3. Terapi operatif
Yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra
yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko - spongiosa. Indikasi
pembedahan pada spondilitis TB secara umum sebagai berikut: 1) defisit
neurologis akut, paraparesis, atau paraplegia. 2) deformitas tulang
belakang yang tidak stabil atau disertai nyeri, dalam hal ini kifosis
progresif (30º untuk dewasa, 15º untuk anakanak). 3) tidak responsif
kemoterapi selama 4 minggu. 4) abses luas. 5) biopsi perkutan gagal untuk
memberikan diagnosis. 6)nyeri berat karena kompresi abses.
28
Sementara itu, satu-satunya kontraindikasi pembedahan pada pasien
spondilitis TB adalaha kegagalan jantung dan paru. Pada keadaan ini
kegagalan jantung dan paru harus ditangani terlebih dahulu untuk
menyelamatkan jiwa pasien.
Dengan berkembangnya penggunaan OAT yang efektif, terapi
pembedahan relatif ditinggalkan sebagai penatalaksanaan utama pada
spondilitis TB. Pilihan teknik bedah tulang belakang pada spondilitis
sangat bervariasi, namun pendekatan tindakan bedah yang baku dan
empiris masih belum ada. Setiap kasus harus dinilai keadaanya secara
individual. Pada pasien yang direncanakan dioperasi, kemoterapi tetap
harus diberikan, minimal 10 hari sebelum operasi OAT harus sudah
diberikan. Kategori regimen OAT yang diberikan disesuaikan jenis kasus
yang ada dan dilanjutkan sesuai kategori masing-masing.
Tindakan bedah yang dapat dilakukan pada spondilitis TB meliputi
drainase abses; debridemen radikal; penyisipan tandur tulang;
artrodesis/fusi; penyisipan tandur tulang; dengan atau tanpa instrumentasi/
fiksasi, baik secara anterior maupun posterior dan osteotomi.
Terapi operatif juga biasanya selain tetap disertai pemberian
kemoterapi, dikombinasikan dengan 6-12 bulan tirah baring dan 18-24
bulan selanjutnya menggunakan spinal bracing. Pada pasien dengan lesi-
lesi yang melibatkan lebih dari dua vertebra, suatu periode tirah baring
diikuti dengan sokongan eksternal dalam TLSO direkomendasikan hingga
fusi menjadi berkonsolidasi. Operasi pada kondisi tuberculous
radiculomyelitis tidak banyak membantu. Pada pasien dengan
intramedullary tuberculoma, operasi hanya diindikasikan jika ukuran lesi
tidak berkurang dengan pemberian kemoterapi dan lesinya bersifat soliter.
Hodgson dan kawan-kawan menghindari tindakan laminektomi
sebagai prosedur utama terapi Pott’s paraplegia dengan alasan bahwa
eksisi lamina dan elemen neural posterior akan mengangkat satu-satunya
struktur penunjang yang tersisa dari penyakit yang berjalan di anterior.
Laminektomi hanya diindikasikan pada pasien dengan paraplegia karena
29
penyakit di laminar atau keterlibatan corda spinalis atau bila paraplegia
tetap ada setelah dekompresi anterior dan fusi, serta mielografi
menunjukkan adanya sumbatan.
2.11 Komplikasi3,5
Cedera corda spinalis ( Spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis
(contoh : Pott's paraplegia - prognosa baik) atau dapat juga
langsungkarena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi
tuberkulosa (contoh :menigomyelitis - prognosa buruk). Jika cepat
diterapi sering berespon baik (berbedadengan kondisi paralisis pada
tumor). MRI dan Mielografi dapat membantu membedakan paraplegi
karena tekanan atau karena invasi dura dan corda spinalis.
Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke
dalam pleura.
2.12 Prognosis
Prognosis pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari
usia dan kondisi kesehatan umum pasien,derajat berat dan durasi defisit
neurologis serta terapi yang diberikan.
1. Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring
dengan ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien
didiagnosa dini dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).
2. Relaps
Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan
regimen medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.
3. Kifosis
Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi
kosmetis secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya
30
defisit neurologis atau kegagalan pernafasan dan jantung karena
keterbatasan fungsi paru. Rajasekaran dan Soundarapandian dalam
penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara
sudut akhir deformitas dan jumlah hilangnya corpus vertebra.
4. Defisit neurologis
Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik
secara spontan tanpa operasi atau kemoterapi. Tetapi secara umum,
prognosis membaik dengan dilakukannya operasi dini.
5. Usia
Pada anak-anak, prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa
31
BAB III
KESIMPULAN
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis disebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa
yang mengenai tulang vertebra. Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempatlain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh
mycobacterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe humandan 1/3 dari tipe bovin) dan
5-10% oleh mycobacterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena
itu disebut pula sebagai basil tahan asam. Kuman TB cepat mati dengan sinar
matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama
beberapa tahun. Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama
dengan gejalatuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan
berkurang, berat badanmenurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada
malam hari serta sakit pada punggung. Pada stadium awal ini belum ditemukan
deformitas tulangvertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada
vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,terbatasnya pergerakan
spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksiyang lebih
lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk akibat
penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun
nyeri radixsaraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis
(gibbus), bengkak padadaerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis
seperti yang sudah disebutkan di atas.
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de jong, Spondilitis Tuberculosis, dalam buku ajar ilmu bedah, EGC
: Jakarta
2. Dian. TA., Conservative or Operatpive Management on Pediatric
Spondylitis Tuberculosis, 2000. accessed on 12 july 2015, available from
http://medlinux.blogspot.com/2007/09/spondylitis-tuberkulosa
3. Rasjad. C., 2001. Pengantar ilmu bedah ortopedi, jakarta
4. Rahyussalim., Rukmana. A., Ismail. HD., Lubis. AM., Kurniawati. T. New
Evidance of Spondylitis Tuberculosis : Pyogenic Microorganism
Contamination or Mixed Infection. 2011. Cited on Aug 15 2015. Website :
www.thejournalofindonesiaorthopaedic.org
5. Nataprawira. HM., Rahim. AH., Dewi. MM., Ismail. Y. Comparation
Between Operative and Conservative Therapy in Spondylitis Tuberculosis
in Hasan Sadikin Hospital Bandung. 2008. Cited on Aug 15 2015.
Website : www.saripediatri.com
6. Dewi. LK., Edi. A., Suarthana. E., 2000. Spondilitis tuberkulosa dalam
Mansjoer A, Suprohaita,Wardhani WI, Setiowulan W kapita selekta
kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta
7. Hidalgo. JA., Alangaden. G. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis) in:
http://www.emedicine.medscape.com. Cited on Aug 15 2015
8. Todar. K. Mycobacterium Tuberculosis and Tuberculosis. 2008. Cited on
Aug 15 2015. Website : www.textbookbacteriology.net
9. Rasouli. MR., Mirkoohi. M., Vaccaro. AR., Yarandi. KK., Movaghar. VR.
Spinal Tuberculosis : Diagnosis and Management. 2012. Cited on Aug 15
2015. Website : http://www.creativecommons.org/licenses/by-nc/3.0/
10. Zuwanda., Janitra. R. Diagnosis dan Penatalaksanaan Spondilitis Tuberculosa. 2000. Cited Aug 15 2015. Website : www.kalbemed.com/events.aspx
33
top related