PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIrepository.usd.ac.id/16870/2/048114122_Full.pdfDOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM ... berserta perangkat yang diperlukan.
Post on 17-Mar-2021
3 Views
Preview:
Transcript
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Libertus Tintus H
NIM : 04 8114 122
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT
PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Libertus Tintus H
NIM : 04 8114 122
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA 2008
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
Dedicated to :
My First Goal -Jesus Christ-,
Papa, Mama, Donny, Luci, Christina,
Almamaterku,
And everyone’s who know’s Me
Ketika berat untuk menapakkan satu langkah,
Beranilah kawan...
Ketika letih melihat kenyataan,
Hadapilah teman!!
Ketika engkau tahu bahwa engkau sendirian..
Ingatlah Dia yang lebih dahulu meninggalkanmu
Sebab tapak kaki terlalu indah untuk diukirkan
Dan kenyataan terlalu riang untuk dimaknai
Untuk apa meninggalkan jejak?
Jika kelak jejakmu hanya akan tersapu
Untuk apa menjalani yang indah?
Jika itu hanya mimpi yang semu. . .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata
Dharma:
Nama : Libertus Tintus H
NIM : 048114122
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA MENCIT JANTAN GALUR SWISS
berserta perangkat yang diperlukan. Dengan demikian saya memberikan kepada
Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain
untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun
memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis.
Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal 22 Juli 2008
Yang menyatakan,
Libertus Tintus H.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PRAKATA
Tiba saatnya bagi penulis untuk memanjatkan puji dan syukur kepada
Bapa di surga dan Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat, rahmat dan
penyertaan-Nya membuat penulis mampu untuk menyelesaikan skripsinya yang
berjudul “Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat Dan Natrium Nitrit Sebagai
Antidot Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss”.
Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir untuk memenuhi salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Farmasi (S. Farm.), Program Studi
Ilmu Farmasi, Fakultas Farmasi Sanata Dharma, Yogyakarta. Sekaligus untuk
menambah kasanah pengetahuan dalam dunia kesehatan pada umumnya, dan
dunia kefarmasian pada khususnya.
Rasa terimakasihpun pantas penulis haturkan kepada pihak-pihak yang
telah mendukung terwujudnya skripsi ini. Dukungan baik secara langsung
maupun tak langsung yang mereka berikan akan sangat bermanfaat bagi penulis.
Adapun ucapan terimakasih yang tulus hendak penulis haturkan kepada :
1. Bapa di surga yang telah mengutus putra-Nya yang tunggal ke dunia
untuk menebus dosa manusia dan untuk menyertai umat-Nya yang
masih berjuang di dunia ini.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
3. Ipang Djunarko, S.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan segala waktu dan kesabarannya dalam mendampingi
penulis dari awal penelitian hingga selesainya skripsi ini.
4. Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat selaku laboran Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta yang bersedia membantu dan menemani penulis
selama melakukan penelitian.
5. Pak Agus (laboran Laboratorium Farmakologi) Fakultas Farmasi
Universitas Gadjah Mada, Pak Surono (UPHP) Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Gadjah Mada, atas bantuannya dalam
menyediakan hewan uji.
6. Papa dan Mama yang selalu mendoakan penulis selama penulis jauh
dari mereka. Terimakasih juga atas dukungannya sejak penulis
dilahirkan di dunia ini.
7. Bude Yati dan Oma Sri terimakasih atas senyuman dan kesabarannya
dalam mendidik penulis.
8. Paulus Donny J dan Lucia F, my funny little brother.
9. Dedek Christina Santi D. P. (my inspired), untuk dukungan, kasih
sayang, air mata, senyuman, canda tawa, dan buat semua yang kamu
berikan. Kamulah kado terindahku.
10. Coco, Yoyo, Boris, Rizky, Adit, Arie, Yudi, Mas Probo, Robet, Ayu,
Chandy, Liancy, Sisil, Ineke, Rinta, Rosa untuk kebersamaannya di
masa lalu dan masa yang akan datang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
11. Lidia Kristalia dan Cin Frengky Cuwondo, terimakasih ya buat pikiran
kalian.
12. Andrew Arief Sudarmono untuk pertemanan selama ini, dukungan,
dan kesetiaannya.
13. Brian Handoko Suciadi untuk pertemanan selama ini, dukungan, dan
kebersamaannya.
14. Teman-teman SMA yang masih terus bersama hingga kini (Bambang
dan adiknya Septo dan Dion, Jose Anon, Eman Sonlay, Bertus),
terimakasih dukungannya.
15. Patar, Riki, Nobi, Dina, Monik, dan semua teman-teman SMP lainnya
yang sudah membantu penulis menemukan jati diri.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu yang telah
mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.
Segala kesempurnaan adalah milik Bapa, maka penulis yang jauh dari
sempurna inipun mengucapkan kata maaf apabila ada kesalahan dan kata-kata
yang kurang berkenan di hati pembaca. Dari sini penulis sadar bahwa betapa
penting kritik dan saran yang membangun agar karya ini menjadi lebih baik dan
bermanfaat. Akhir kata, semoga karya ini berguna bagi perkembangan dunia
kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya.
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 28 Juli 2008
Penulis,
Libertus Tintus H
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
DOSIS EFEKTIF KOMBINASI NATRIUM TIOSULFAT DAN NATRIUM
NITRIT SEBAGAI ANTIDOT KERACUNAN SIANIDA AKUT PADA
MENCIT JANTAN GALUR SWISS
Intisari
Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Natrium tiosulfat dan natrium nitrit dikenal sebagai antidotum yang dapat dikombinasikan untuk terapi keracunan sianida, tetapi berapa kisaran dosisnya belum banyak diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala, mekanisme, wujud, sifat, efek, dan kisaran dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit yang efektif untuk menangani keracunan sianida akut pada mencit.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Empat puluh dua ekor mencit jantan dibagi dalam 7 kelompok yang terdiri dari : kelompok I diberi pelarut yang digunakan yaitu aquadest 25 mg/KgBB p.o., kelompok II diberi larutan KCN dosis 26 mg/KgBB p.o., kelompok III diberi Na2S2O3 dosis 22.960 mg/KgBB dan NaNO2 dosis 62.460 mg/KgBB diberikan secara i.p., kelompok IV-VII diberi larutan KCN secara p.o. kemudian diberi antidot kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit dengan peringkat dosis natrium tiosulfat berturut-turut : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB dan 160.720 mg/KgBB i.p., untuk natrium nitrit menggunakan 1 peringkat dosis saja yaitu 62.460 mg/KgBB i.p.
Didapatkan bahwa gejala keracunan sianida pada mencit meliputi : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, sampai menimbulkan kematian. Wujud efek toksik sianida berupa perubahan biokimia dan juga perubahan fungsional. Sifat dari keracunan sianida pada mencit tidak terbalikkan. Kisaran dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit sebagai antidot untuk keracunan sianida pada mencit sebesar 22.960 mg/KgBB untuk natrium tiosulfat dan 62.460 mg/KgBB untuk natrium nitrit secara i.p. Meningkatnya dosis natrium tiosulfat pada kombinasi dengan natrium nitrit dapat meningkatkan efek pengawaracunan sianida pada mencit.
Kata kunci : natrium tiosulfat, natrium nitrit, antidot, sianida, keracunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
EFFECTIVE DOSAGE OF SODIUM TIOSULPHATE AND SODIUM
NITRIT AS A COMBINATION FOR THE ANTIDOT OF ACUTE
POISONING CIANIDE IN MALE MICE SWISS STRAIN
Abstract
Cyanide is a toxic compound that can interfere the health and reduce the
nutrient bioavailability in the body. Sodium tiosulphate and sodium nitrit can be used together for the therapy of cyanide poisoning, but there is a few experiment about the dosage. The purpose of this experiment is to find out the symptom, mechanism, form, characteristic, effect, and the range of the combination dosage of sodium tiosulphate and sodium nitrit which is effective to prevent the acute toxicity of cyanide in male mice.
This experiment belong to pure experimental with one way random sampling design. Fourty two male mice divided into 7 groups consist of group I given the solvent that is aquadest 25 mg/KgBB p.o., group II given by KCN solution 26 mg/KgBB, group III given Na2S2O3 22.960 mg/KgBB and NaNO2 62.460 mg/KgBB i.p., group IV-VII given KCN solution then given combination of antidote that is sodium tiosulphate and sodium nitrit with dosage range for the sodium tiosulphate is : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB, and 160.720 mg/KgBB i.p., sodium nitrit only use 1 dosage that is 62.460 mg/KgBB i.p.
And the result for the symptom of cyanide poisoning including : unconscious, breath failure, convultion, even death. The form of the toxic effect is biochemistry and fungtional altered. The characteristic of cyanide poisoning is irreversible. The dosage of combination of sodium thiosulfat and sodium nitrit is 22.960 mg/KgBB for the sodium thiosulfat and 62.460 mg/KgBB for the sodium nitrit via i.p. The rise of the sodium thiosulfat dosage also make the rise of the antidote effect in mice.
Keyword : sodium thiosulphate, sodium nitrit, antidote, cyanide, poisoning.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ....................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…..................................................... vi
PRAKATA …....................................................................................................... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. x
INTISARI ............................................................................................................. xi
ABSTRACT .......................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xviii
BAB I. PENGANTAR ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1. Permasalahan .................................................................................... 4
2. Keaslian penelitian ............................................................................ 4
3. Manfaat penelitian ............................................................................. 5
B. Tujuan Penelitian .................................................................................... 5
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA................................................................... 7
A. Toksikologi ............................................................................................. 7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
B. Masuknya Racun ke dalam Tubuh.......................................................... 12
C. Efek Racun pada Tubuh...........................................................................14
D. Penanganan Keracunan ............................................................................17
E. Evaluasi Kondisi Darurat dan Perawatannya........................................... 19
F. Asas Umum Terapi Antidot .....................................................................23
G. Asam Sianida ...........................................................................................24
H. Antidotum Sianida ...................................................................................29
I. Natrium Tiosulfat .....................................................................................36
J. Natrium Nitrit...........................................................................................39
K. Landasan Teori.........................................................................................42
L. Hipotesis...................................................................................................43
BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 44
A. Jenis dan Rancangan Penelitian .............................................................. 44
B. Variabel dan Definisi Operasional ......................................................... 44
C. Bahan Penelitian...................................................................................... 46
D. Alat dan Instrumen Penelitian................................................................. 46
E. Tata Cara Penelitian ................................................................................ 47
1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN .................................. 47
2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat................. 47
3. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium nitrit..................... 47
4. Pengelompokkan hewan uji .............................................................. 48
5. Penanganan hewan uji……………………………………………….48
6. Pengamatan ...................................................................................... 48
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
F. Analisis Hasil ...................................................................................... 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 50
A. Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit sebagai
Antidotum Sianida .................................................................................. 50
1. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar…………………………………………………………….. 55
2. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang
kesadaran……………………………………………………………..58
3. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas….61
4. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang ….......64
5. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati.... ……...67
B. Hubungan Dosis Kombinasi antara Natrium Tiosulfat dan Natrium
Nitrit dengan Efek Penawaran Racun ......................................................71
C. Sifat Terbalikkan Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit
pada Keracunan Sianida.......................................................................... 74
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................80
A. Kesimpulan ............................................................................................. 80
B. Saran........................................................................................................ 80
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 81
BIOGRAFI PENULIS .......................................................................................... 92
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel I. Hasil pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok
perlakuan............................................................................................... 51
Tabel II. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar................................................................................................. 56
Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang
kesadaran............................................................................................... 62
Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
............................................................................................................... 67
Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang .... 71
Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati........ 77
Tabel VII. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap
kelompok kontrol ……………………………………………………. 85
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Penggantian sianida dari sitokrom a3 oksidase oleh methemoglobin ... 31
Gambar 2 Struktur kimia 4-DMAP (4-dimethylaminophenol) ............................. 32
Gambar 3 Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodanase dan
tiosulfat.................................................................................................. 33
Gambar 4 Struktur kimia (dimethyl-5,6-benzimadazolyl) hydroxocobamide........ 35
Gambar 5 Struktur kimia Dicobalt-EDTA............................................................. 36
Gambar 6 Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan
tiosulfat................................................................................................... 75
Gambar 7 Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun didalam
darah atau ditempat aksi lawan waktu dengan strategi terapi keracunan
mempercepat eliminasi........... ............................................................... 76
Gambar 8 Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam
darah atau di tempat aksi lawan waktu strategi terapi keracunan
penghambatan distribusi......................................................................... 77
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian
sianida secara peroral, aquadest secara peroral, Na-tiosulfat +
Na-nitrit secara intraperitonial…………………………………91
Lampiran 2. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian
Sianida + Na-tiosulfat 0.468 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-
tiosulfat 3.279 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat
22.960 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat 160.720
mg/KgBB + Na-nitrit…………………………………………..92
Lampiran 3. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian
Sianida + Na-tiosulfat 160.720 mg/KgBB + Na-nitrit…………93
Lampiran 4. Hasil analisis data penelitian dengan program SPSS…………..94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Selain di dalam ketela
pohon dan kacang koro; sianida juga sering dijumpai pada daun salam, cherry,
ubi, dan keluarga kacang–kacangan lainnya seperti kacang almond. Sianida
merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna,
yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl) atau berbentuk
kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Racun ini
menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh
adalah jantung dan otak (Utama, 2006).
Selain dari makanan, sianida juga dapat berasal dari rokok, bahan kimia
yang digunakan pada proses pertambangan dan sumber lainnya, seperti pada sisa
pembakaran produk sintesis yang mengandung karbon dan nitrogen seperti plastik
yang akan melepaskan sianida. Pada perokok pasif dapat ditemukan sekitar 0.06
µg/ml sianida dalam darahnya, sementara pada perokok aktif ditemukan sekitar
0.17 µg/ml sianida dalam darahnya. Hidrogen sianida sangat mudah diabsorpsi
oleh paru, gejala keracunan dapat timbul dalam hitungan detik sampai menit. Jika
gas hidrogen sianida terhirup sebanyak 50 ml (pada 1.85 mmol/L) dapat berakibat
fatal dalam waktu yang singkat (Utama, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Masuknya sianida ke dalam tubuh tidak hanya melewati saluran
pencernaan tetapi dapat juga melalui saluran pernafasan, kulit dan mata. Yang
dapat menyebabkan keracunan tidak hanya sianida secara langsung tetapi dapat
pula bentuk asam dan garamnya, seperti asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000
mg.min/m3 dan sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3 (Utama, 2006).
Gejala yang paling cepat muncul setelah keracunan sianida adalah iritasi
pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala
dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida
adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang
diikuti dengan dyspnea, sianosis (kebiruan), hipotensi, bradikardi, dan sinus atau
aritmea AV nodus. Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan
berlebihan, koma, dan terjadi kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps
kardiovaskular, kulit menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi
lemah dan lebih cepat. Tanda terakhir dari toksisitas sianida meliputi hipotensi,
aritmia kompleks, gagal jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Utama,
2006).
Jika sianida yang masuk ke dalam tubuh masih dalam jumlah yang kecil
maka sianida akan diubah menjadi tiosianat yang lebih aman dan diekskresikan
melalui urin. Selain itu, sianida akan berikatan dengan vitamin B12. Tetapi bila
jumlah sianida yang masuk ke dalam tubuh dalam dosis yang besar, tubuh tidak
akan mampu untuk mengubah sianida menjadi tiosianat maupun mengikatnya
dengan vitamin B12 (Utama, 2006).
Jalur terpenting dari pengeluaran sianida ini adalah dari pembentukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
tiosianat (SCN-) yang diekresikan melalui urin. Tiosianat ini dibentuk secara
langsung sebagai hasil katalisis dari enzim rhodanese dan secara indirek sebagai
reaksi spontan antara sianida dan sulfur persulfida (Utama, 2006). Reaksi ini
membutuhkan sumber utama yaitu sulfur sulfan namun jumlahnya dalam tubuh
terbatas maka natrium tiosulfat dapat digunakan sebagai antidot dalam keracunan
sianida karena natrium tiosulfat dapat berfungsi sebagai pemasok sulfur. Natrium
tiosulfat merupakan antidot pilihan jika diagnosisnya belum tentu jelas karena
keracunan sianida atau bukan, seperti dalam kasus yang disebabkan oleh asap
rokok (Meredith, 1993).
Melihat kasus–kasus yang telah terjadi dan penjelasan mengenai bahaya
sianida bagi manusia maka besar kemungkinan seseorang mengalami keracunan
sianida, untuk itulah diperlukan tindakan untuk mengatasi keracunan sianida,
yang salah satunya adalah dengan menggunakan antidotum (Meredith, 1993).
Dari literatur yang didapat, antidotum yang dapat digunakan pada keracunan
sianida adalah natrium nitrit dan juga natrium tiosulfat tetapi selama ini berapa
besar dosis efektifnya dan bagaimana cara penggunaannya belum diketahui
dengan pasti.
Dari penelitian Djunarko (2007) diketahui bahwa pada dosis yang tinggi
(195 mg/KgBB mencit) natrium nitrit dapat menyebabkan keracunan, sedangkan
pada dosis yang kecil (20 mg/KgBB mencit) natrium nitrit belum dapat menolong
keracunan sianida akut, dan diketahui pula dosis efektifnya sebesar 62.460
mg/KgBB mencit. Dari literatur diketahui bahwa kombinasi natrium tiosulfat dan
natrium nitrit memberikan efek yang sinergis bila digunakan sebagai antidotum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
keracunan sianida akut. Natrium tiosulfat akan bekerja dengan mekanisme
mempercepat eliminasi, sedangkan natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme
hambatan bersaing (Kerns, 2002).
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan penelitian toksikologi
klinis mengenai berapa besar dosis natrium nitrit dan natrium tiosulfat yang
efektif untuk mengatasi keracunan sianida. Pada percobaan ini digunakan hewan
uji mencit kemudian hasilnya dikonversikan ke dosis manusia. Dengan
mengetahui dosis efektif antidot pada manusia maka dapat digunakan untuk
pengawaracunan pada keracunan sianida.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, timbul permasalahan
untuk diteliti :
a. Berapa besar dosis efektif natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan
natrium nitrit sebagai antidot untuk keracunan sianida pada mencit?
b. Apakah meningkatnya dosis natrium tiosulfat sebagai kombinasi dengan
natrium nitrit dapat meningkatkan efek penawaran racun pada keracunan
sianida pada mencit?
c. Bagaimana sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan natrium nitrit pada
keracunan sianida pada mencit?
2. Keaslian penelitian
Penelitian sejenis yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu penelitian
potensi natrium nitrit sebagai antidotum untuk keracunan sianida pada mencit
(Djunarko, 2007). Didapatkan hasil bahwa dosis efektif natrium nitrit untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
antidotum keracunan sianida adalah sebesar 62.460 mg/KgBB secara i.p. Selain
itu dari penelitian tersebut diketahui pula bahwa hubungan antara dosis natrium
nitrit dengan efek pengawaracunan sianida dosis 26 mg/KgBB adalah tidak
berbanding lurus. Namun, sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian tentang
Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit Sebagai Antidot Terhadap
Keracunan Sianida Akut Pada Mencit Jantan Galur Swiss.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan tentang
natrium tiosulfat dan natrium nitrit sebagai antidotum keracunan sianida.
b. Manfaat metodologis
Penelitian ini dapat memberi informasi tentang metode antidot
kombinasi dan cara pemberian lainnya.
c. Manfaat praktis
Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui berapa besar dosis
efektif dari natrium nitrit dan natrium tiosulfat yang dapat digunakan pada
pelayanan kefarmasian.
B. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besar dosis efektif kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit
yang efektif untuk keracunan sianida pada mencit.
2. Mengetahui hubungan antara dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium
nitrit dengan efek penawaran racun pada keracunan sianida pada mencit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
3. Mengetahui sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan natrium nitrit pada
keracunan sianida pada mencit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Toksikologi
Merupakan ilmu yang lebih tua dari farmakologi. Disiplin ini
mempelajari sifat-sifat racun zat kimia terhadap makhluk hidup dan lingkungan.
Sedikitnya 50.000 zat kimia kini digunakan oleh manusia dan karena tidak dapat
dihindarkan, maka kita harus sadar tentang bahayanya (Anonim, 1995).
1. Definisi toksikologi
Beberapa sumber mengkaji tentang definisi toksikologi antara lain:
toksikologi ditakrifkan sebagai ilmu yang mempelajari aksi bahaya zat kimia atas
sistem biologi tertentu (Loomis, 1978). Lu (1995) mendefinisikan toksikologi
sebagai kajian tentang hakikat dan mekanisme efek toksik berbagai bahan
terhadap makhluk hidup dan sistem biologik lainnya. Toksikologi ialah ilmu
pengetahuan mengenai kerja senyawa kimia yang merugikan terhadap organisme
hidup (Ariens, Mutschler, Simonis, 1986). Toksikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang zat kimia dan aksinya di dalam tubuh (Clarke and Clarke,
1975). Toksikologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang efek
yang merugikan dari zat kimia atau zat asing secara fisik dalam sistem biologik
(Hayes, 2001). Jadi istilah toksikologi ialah ilmu yang mempelajari pengaruh
kuantitatif zat kimia atas sistem-sistem biologi, yang pusat perhatiannya terletak
pada aksi berbahaya zat kimia itu (Donatus, 2001).
Asas utama toksikologi meliputi kondisi pemejanan racun, kondisi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
makhluk hidup yang terpejani oleh racun, mekanisme aksi toksik, respons sel atau
organel terhadap aksi toksik, wujud dan sifat efek toksik. Hal tersebut merupakan
tolok ukur ketoksikan dari zat berbahaya (Loomis, 1978). Racun adalah suatu zat
yang walaupun dalam jumlah yang sedikit dapat menyebabkan rasa sakit jika
masuk kedalam tubuh. Rasa sakit dapat bersifat ringan (contohnya : sakit kepala
atau mual) atau parah (contohnya, sakit yang tiba-tiba atau demam yang sangat
tinggi), dan keracunan yang parah dapat menyebabkan kematian (Henry, 1997).
Toksisitas merupakan istilah relatif yang biasa digunakan dalam
membandingkan suatu zat kimia dengan yang lainnya. Suatu hal yang biasa untuk
mengatakan bahwa suatu zat kimia lebih toksik daripada zat kimia lainnya.
Perbandingan antara zat kimia seperti itu sangat tidak informatif, kecuali jika
pernyataaan tersebut melibatkan informasi tentang mekanisme biologi yang
sedang dipermasalahkan dan juga kondisi bagaimana zat kimia tersebut
berbahaya. Karena itu pendekatan toksikologi adalah dari segi studi tentang
berbagai efek zat kimia atas berbagai sistem biologi, dengan penekanan pada
mekanisme efek berbahaya zat kimia itu dan berbagai kondisi di mana efek
berbahaya itu terjadi (Loomis, 1978).
2. Asas umum toksikologi
1. Kondisi efek toksik
Termasuk dalam kondisi efek toksik ialah kondisi pemejanan yang
meliputi jenis pemejanan (akut, sub akut atau kronis), jalur pemejanan
(intravaskuler atau ekstravaskuler), lama pemejanan dan kekerapan pemejanan,
saat pemejanan dan takaran atau dosis pemejanan. Selain itu termasuk pula dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
kondisi efek toksik ialah kondisi subyek atau makhluk hidup, meliputi keadaan
fisiologi (misalnya : berat badan, umur, suhu tubuh, kecepatan pengosongan
lambung, kecepatan aliran darah, status gizi, kehamilan, genetika, jenis kelamin,
ritme sirkadian, ritme diurnal, dan keadaan patologi misalnya : penyakit saluran
cerna, kardiovaskular, hati dan ginjal) berbagai macam kondisi itu, akan
mempengaruhi ketersediaan zat beracun atau metabolitnya di dalam sel sasaran
atau keefektifan antaraksinya, dengan sel sasaran. Dengan cara demikian akan
menentukan ketoksikan sesuatu zat beracun. Jadi jelaslah bahwa ketoksikan zat
beracun, salah satunya ditentukan oleh kondisi efek toksiknya (Donatus, 1990a).
Cara suatu racun masuk kedalam tubuh disebut rute pemaparan atau rute absorpsi.
Jumlah racun yang mencapai kealiran darah selama waktu tertentu tergantung dari
rute absorpsinya (Henry, 1997).
2. Mekanisme aksi efek toksik
Ketika kita kontak dengan racun, maka kita disebut terpejani racun. Efek
dari suatu pemejanan, sebagian tergantung pada berapa lama kontak dan berapa
banyak racun yang masuk dalam tubuh, sebagian lagi tergantug pada berapa
banyak racun dalam tubuh yang dapat dikeluarkan. Selama waktu tertentu
pemejanan dapat terjadi hanya sekali atau beberapa kali (Henry, 1997). Pada
dasarnya setelah zat beracun masuk kedalam tubuh, suatu ketika dapat
terdistribusi kedalam cairan ekstrasel dan intrasel. Berdasarkan atas sifat dan
tempat kejadiannya, mekanisme aksi toksik zat kimia dibagi menjadi dua, yakni
mekanisme luka intrasel dan ekstrasel (Donatus, 1990a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
3. Wujud efek toksik
Beberapa racun diubah oleh tubuh menjadi zat-zat kimia yang lain, yang
disebut metabolit dan kemungkinan dapat bersifat kurang beracun atau malah
lebih beracun dari senyawa aslinya. Metabolit lebih mudah dikeluarkan dari tubuh
daripada senyawa aslinya. Perubahan racun menjadi metabolit sebagian besar
terjadi di hati (Henry, 1997). Pada dasarnya merupakan perubahan biokimia,
fungsional, dan struktural, namun tidak berarti bahwa efek toksik zat beracun
sepenuhnya dapat terpisah dengan tegas kedalam tiga jenis wujud dasar efek
toksik itu (Donatus, 1990a).
Zat kimia dapat menimbulkan efek lokal maupun sistemik pada tubuh
efek lokal hanya terbatas pada sebagian dari organ tubuh yang terkena racun,
misalnya, kulit, mata saluran nafas atau usus, contoh efek lokal adalah munculnya
bintik-bintik merah pada kulit, kulit terasa terbakar, mata berair, dan iritasi pada
tenggorokan yang dapat menyebabkan batuk. Beberapa jenis racun dapat
menyebabkan efek lokal tapi sebagian tidak menimbulkan efek lokal efek sistemik
merupakan efek yang lebih umum yang terjadi setelah racun diabsorbsi. Beberapa
jenis racun dapat menyebabkan efek lokal maupun sistemik (Henry, 1997). Jenis
efek toksik berdasarkan perubahan biokimia, meliputi jenis wujud efek toksik
yang berkaitan dengan respon dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap
luka sel, akibat antaraksi antara zat beracun dan tempat aksi tertentu, yang
sifatnya terbalikkan. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini diantaranya
perubahan respirasi sel, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
gangguan pasok energi. Sianida misalnya mampu menghambat rantai transport
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
elektron (Donatus, 1990a).
Jenis efek toksik berdasarkan perubahan fungsional meliputi jenis wujud
efek toksik yang berkaitan dengan antaraksi zat beracun dengan reseptor atau
tempat aktif enzim yang sifatnya terbalikkan sehingga dapat mempengaruhi
fungsi homeostasis tertentu. Termasuk dalam jenis wujud efek toksik ini
diantaranya anoksia, gangguan pernafasan, gangguan sistem saraf, hiper atau
hipotensi, hiper atau hipoglikemia, perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit,
perubahan kontraksi atau relaksasi otot atau hipo/hiperemi. Hal tersebut dapat
terjadi karena hambatan enzim yang secara normal bertanggung jawab terhadap
penawaracunan neurotransmitter itu (Donatus, 1990a).
Efek toksik berdasarkan perubahan struktural, meliputi jenis wujud efek
toksik yang berkaitan dengan perubahan morfologi sel yang akhirnya terwujud
sebagai kekacauan struktural yang terdapat tiga respon histopatologi dasar sebagai
tanggapan terhadap adanya luka sel, yakni degenerasi, profilerasi dan inflamasi
atau perbaikan. Pada perubahan struktural ini bersifat tak terbalikkan, misalnya
degenerasi lemak (Donatus, 1990a).
4. Sifat efek toksik
Pada dasarnya hanya terdapat dua jenis sifat efek toksik zat beracun,
yakni terbalikkan atau tak terbalkkan. Ciri khas dari wujud efek toksik yang
terbalikkan yaitu : (1) bila kadar racun yang ada pada tempat aksi atau reseptor
tertentu telah habis, maka reseptor tersebut akan kembali ke kedudukan semula
(2) efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal, dan (3) ketoksikan
racun bergantung pada takaran serta kecepatan absorpsi, distribusi, dan eliminasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
racunnya. Ciri khas dari wujud efek toksik yang tak terbalikkan yaitu : (1)
kerusakan yang terjadi sifatnya menetap (2) pemejanan berikutnya dengan racun
akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama sehingga memungkinkan
terjadinya penumpukan efek toksik dan (3) pemejanan dengan takaran yang
sangat kecil dalam jangka panjang akan menimbulkan efek toksik yang seefektif
dengan yang ditimbulkan oleh pemejanan racun dengan takaran besar dalam
jangka pendek (Donatus, 1990a). Racun yang tidak berubah (masih dalam bentuk
utuhnya) maupun bentuk metabolitnya biasanya dikeluarkan melalui urin, feses,
atau keringat, atau udara yang dihembuskan saat bernafas. Mekanisme perubahan
racun dari darah ke urin terjadi di ginjal dan mekanisme perubahan racun dari
darah ke gas yang dihembuskan saat bernafas terjadi di paru-paru. Racun yang
terdapat di feses mungkin melewati usus tanpa diabsorpsi oleh pembuluh darah
yang ada diusus atau jika diabsorpsi maka akan dikembalikan lagi ke usus (Henry,
1997).
B. Masuknya Racun ke dalam Tubuh
Racun dapat masuk ke dalam tubuh diantaranya melalui :
1. Melalui mulut karena tertelan (ingesti). Sebagian keracunan terjadi melalui
jalur ini anak-anak sering menelan racun secara tidak sengaja dan orang dewasa
terkadang bunuh diri dengan menelan racun. Saat racun tertelan dan mulai
mencapai lambung, racun dapat melewati dinding usus dan masuk kedalam
pembuluh darah, semakin lama racun tinggal di dalam usus maka jumlah yang
masuk ke pembuluh darah juga semakin besar dan keracunan yan terjadi semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
parah (Henry, 1997).
Jika seseorang muntah setelah menelan racun maka racun dapat
dikeluarkan dari tubuh sebelum racun mencapai peredaran darah. Jadi jika pasien
keracunan tidak muntah maka perlu dipaksa untuk mutah. Ada 2 macam cara
yang lain untuk menghambat masuknya racun ke peredaran darah, yaitu dengan
pemberian arang aktif yang dapat mengikat racun sehingga tidak melewati
dinding usus, atau dengan pemberian laksatif sehingga racun dapat dikeluarkan
dari saluran pencernaan dengan lebih cepat, racun yang tidak dapat menembus
dinding usus dan mencapai sistem peredaran darah, tidak akan memberikan efek
pada tubuh. Racun akan melewati saluran pencernaan dan keluar melalui feses
(Henry, 1997).
2. Melalui paru-paru karena terhirup melalui mulut atau hidung (inhalasi). Racun
yang berbentuk gas, uap, debu, asap atau spray dapat terhirup melalui mulut dan
hidung dan masuk ke paru-paru. Hanya partikel-partikel yang sangat kecil yang
dapat melewati paru-paru. Partikel-partikel yang lebih besar akan tertahan
dimulut, tenggorokan dan hidung dan mungkin dapat tertelan. Racun yang dapat
sampai ke paru-paru akan masuk ke peredaran darah dengan sangat cepat karena
tempat pertukaran udara di paru-paru memiliki dinding yang tipis dan banyak
terdapat aliran darah (Henry, 1997).
3. Melalui kulit yang terkena cairan atau spray. Orang yang bekerja dengan zat-
zat kimia seperti pestisida dapat teracuni jika zat kimia tersemprot atau terciprat
ke kulit mereka atau jika pakaian yang mereka pakai terkena pestisida. Kulit
merupakan barier yang melindungi tubuh dari racun, meskipun beberapa racun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
dapat masuk melalui kulit. Racun lebih cepat melewati kulit yang hangat, basah
atau berkeringat dibanding dengan kulit yang dingin atau kering dan lebih cepat
melewati kulit yang terluka atau terbakar daripada kulit yang utuh (Henry, 1997).
C. Efek Racun pada Tubuh
Racun memiliki efek, diantaranya :
1. Efek lokal
a. Pada kulit
Zat kimia dapat merusak kulit, menyebabkan kulit menjadi kemerahan atau
berbintik-bintik merah, nyeri, bengkak, berair atau seperti terbakar. Zat kimia
yang bersifat iritan, menyebabkan gatal, rasa seperti terbakar, nyeri, saat terkena
langsung tapi tidak menimbulkan rasa seperti terbakar apabila langsung dicuci.
Beberapa zat iritan tidak menimbulkan efek pada saat pertama mengenai kulit,
tapi setelah kontak berikutnya dapat menyebabkan kemerahan atau berbintik-binti
merah. Zat kimia yang bersifat korosif atau kausatik menyebabkan rasa nyeri
seperti terbakar dengan lebih cepat dan merusak kulit, menyebabkan kulit berair
dan berubah warna menjadi abu-abu atau kecoklatan (Henry, 1997).
b. Pada mata
Zat iritan atau korosif dapat menyebabkan nyeri yang hebat pada mata
dengan sangat cepat dan menyebabkan cacat pada mata hingga kebutaan. Mata
tampak merah dan berair (Henry, 1997).
c. Pada usus
Zat iritan atau korosif dapat merusak mulut dan tenggorokan atau bagian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
dalam usus nyeri pada perut, muntah dan diare, dan muntahan serta fesesnya
mungkin mengandung darah. Jika tenggorokan terasa terbakar, kemungkinan akan
terjadi peradangan dengan cepat sehingga menyebabkan orang tidak dapat
bernafas (Henry, 1997).
d. Pada saluran pernafasan dan paru-paru
Beberapa gas dan uap dapat menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan
dan saluran pernafasan bagian atas dan dapat menyebabkan batuk dan susah
bernafas. Beberapa gas dan uap dapat merusak paru-paru dengan mekanisme
tertentu sehingga menyebabkan paru-paru terisi air. Hal ini dapat terjadi segera
setelah seseorang menghirup zat tersebut atau dapat juga terjadi hingga 48 jam
kemudian. Orang dengan paru-paru terisi air tidak dapat bernafas dengan baik.
Beberapa gas dapat menyebabkan udem pada paru-paru, juga dapat mengiritasi
hidung, tenggorokan dan saluran pernafasan atas, dan dapat menyebabkan batuk
serta menyebabkan susah bernafas. Saat orang mulai batuk dan susah bernafas,
mereka harus dijauhkan dari gas tersebut dengan cepat dan dibawa ke udara
terbuka, jika memungkinkan (Henry, 1997).
Beberapa gas, seperti karbon monoksida, tidak memiliki efek pada hidung
dan tenggorokan. Gas beracun yang tidak menimbulkan batuk atau tidak
menghambat saluran pernafasan sangat berbahaya, karena kita tidak menyadari
sebenarnya kita sedang menghirup racun (Henry, 1997).
e. Melalui injeksi pada kulit
Racun dapat diinjeksikan masuk kedalam kulit melalui jarum suntik, selama
proses pentatoan, atau gigitan atau sengatan hewan beracun seperti serangga, ikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
atau ular. Racun yang tersuntik kedalam pembuluh darah menimbulkan efek yang
sangat cepat. Racun yang tersuntik kebawah kulit atau otot harus melewati
beberapa lapis jaringan sebelum mencapai pembuluh darah, sehingga aksinya
lebih lambat (Henry, 1997).
f. Pada bagian yang terinjeksi
Racun iritan yang terinjeksi ke kulit, seperti racun dari sengat serangga dan
gigitan ular, dapat menyebabkan nyeri dan bengkak ditempat yang terkena
(Henry, 1997).
2. Efek sistemik
Ada beberapa cara sehingga racun dapat menyebabkan sakit :
a. Merusak organ-organ seperti otak, saraf, jantung, hati, paru-paru, ginjal
atau kulit. Sebagian besar racun memiliki efek yang lebih besar pada satu atau dua
organ dibanding organ yang lain. Organ yang terkena efek lebih besar disebut
sebagai organ sasaran
b. Memblok hubungan antar saraf
c. Menghentikan kerja tubuh sama sekali, misalnya menghentikan
pemasokan energi atau oksigen (Henry, 1997).
3. Efek pada bayi yang masih dalam kandungan
Beberapa racun dapat menyerang bayi yang masih dalam kandungan, hal ini
lebih sering terjadi pada trimester pertama kehamilan, saat mulai terjadi
pembentukan sistem saraf dan pembentukan organ-organ utama. Bagian dari bayi
yang lebih mudah terserang adalah tulang, mata, telinga, mulut dan otak. Jika
kerusakan yang ditimbulkan sangat parah, maka bayi akan berhenti berkembang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
dan mati. Ada beberapa racun yang hanya menyerang bayi tanpa menimbulkan
efek pada ibunya. Hal ini sangat berbahaya karena ibu tidak mengetahui bahwa
bayinya terkena racun (Henry, 1997).
Jika seorang ibu hamil mengkonsumsi alkohol atau merokok selama
kehamilannya maka dapat membahayakan bayinya. Obat-obatan juga dapat
membahayakan bayi yang masih dalam kandungan. Wanita hamil sebaiknya tidak
mengkonsumsi obat-obatan kecuali yang diresepkan oleh dokter (Henry, 1997).
D. Penanganan Keracunan
Pada umumnya para pakar sependapat bahwa penanganan keracunan
bahan berbahaya akut, dibagi dalam tiga tahap tindakan, yakni : tindakan terapi
suportif, penyidikan jenis racun penyebab, dan terapi antidot (Donatus, 1997).
1. Terapi suportif
Pada dasarnya merupakan tindakan pertolongan pertama, ditujukan untuk
memperbaiki kondisi dan menyelamatkan jiwa penderita. Tindakan ini akan
memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan peredaran darah, sehingga
penderita selamat serta menjadi lebih mudah dan kooperatif untuk menjalani
terapi antidot berikutnya. Memperhatikan tujuan dan fungsi terapinya, jelas bahwa
terapi suportif harus dilakukan dengan cepat atau sesegera mungkin (Donatus,
1997).
2. Penyidikan jenis racun penyebab
Merupakan tindakan penting yang ditujukan untuk menentukan pilihan
tindakan terapi antidot. Tindakan ini dilakukan dengan cara :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
a. Wawancara dengan penderita atau penghantar.
b. Pemeriksaan gejala-gejala keracunan yang ada secara sistematis.
c. Pemeriksaan wadah dan sisa bahan penyebab yang dicurigai,
muntahan, air kencing, atau darah penderita. Pengiriman bahan yang diperoleh
pada butir c ke laboratorium (Donatus, 1997).
3. Terapi antidot
Merupakan tata cara yang secara khusus ditujukan untuk membatasi
intensitas (kekuatan) efek toksik zat kimia atau menyembuhkan efek toksik yang
ditimbulkannya, sehingga bermanfat dalam mencegah timbulnya bahaya lebih
lanjut. Berarti, sasaran terapi antidot adalah pengurangan intensitas efek toksik,
lantas, bagaimana cara penatalaksanaannya? (Donatus,1997).
Seperti telah diungkapkan, keberacunan (intensitas efek toksik) suatu
bahan berbahaya di antaranya ditentukan oleh keberadaan bahan berbahaya di
tempat kerja yang melebihi harga KTM-nya lebih lanjut, keadaan ini bergantung
pada keefektifan absorpsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi bahan berbahaya
terkait.
Perlu dicatat, strategi terapi antidot mana yang akan diambil, sepenuhnya
bergantung pada pengetahuan atau informasi tentang rentang waktu antara saat
pemejanan bahan berbahaya, saat timbulnya gejala-gejala toksik, dan saat
penderita siap menjalankan terapi. Karena pengetahuan ini diperlukan untuuk
memprakirakan dominasi tahapan nasib bahan berbahaya di dalam tubuh. Misal
bahan berbahaya diprakirakan sudah terabsorpsi sempurna, maka tindakan
penghambatan absorpsi sudah tidak diperlukan. Dalam hal ini, mungkin yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
diperlukan penghambatan distribusi atau peningkatan eliminasinya. Masalahnya
sekarang, bagaimana tata cara pelaksanaan masing-masing strategi tersebut
(Donatus, 1997)?
Ketiga strategi dasar terapi antidot tersebut dapat dikerjakan dengan
metode yang tak khas atau metode yang khas. Dimaksud dengan metode tak khas
ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian besar zat beracun.
Metode khas ialah metode yang hanya digunakan bila zat beracunnya telah
tersidik jati dirinya serta zat antidotnya tersedia (Donatus, 1997).
E. Evaluasi Kondisi Darurat dan Perawatannya
Ketika merawat orang pada kasus keracunan, diperlukan ulasan yang cepat
untuk menentukan langkah yang tepat dan membutuhkan perawatan untuk
menyelamatkan penderita. Berikut adalah daftar langkah-langkah untuk
menangani orang yang keracunan (Olson, 2007).
1. Jalur udara.
a. Assessment.
Faktor yang secara umum dapat menyebabkan kematian akibat overdosis
obat atau keracunan adalah terhambatnya jalur pernafasan, yang disebabkan oleh
lidah yang lunak, penarikan nafas pada paru-paru yang terisi oleh zat-zat dalam
lambung, atau pernafasan yang terhenti (Olson, 2007).
b. Perawatan.
Mengoptimalkan posisi jalur udara, dan memberikan intubasi endotrakeal
bila diperlukan (Olson, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2. Pernapasan.
Selama terdapat masalah dengan jalur udara, gangguan pernafasan
merupakan penyebab utma kematian pada pasien yang keracunan atau overdosis
obat. Pasien mungkin akan mengalami komplikasi seperti : gagal nafas, hipoksia,
atau bronkospasm (Olson, 2007).
3. Sirkulasi.
a. Dugaan awal dan perawatannya.
1) Periksa tekanan darah dan denyut nadi dan ritmenya.
2) Mulai memonitor elektrokardiografik (ECG) secara terus-menerus.
3) Lancarkan jalur vena.
4) Perhatikan peredaran darahnya.
5) Berikan infuse intravena.
6) Pada pasien yang sakit serius (seperti : pasien yang memiliki hipotensi,
kejang, koma), gunakan Foley cateter pada kandung kemihnya, periksa urin untuk
tes toksikologi, amati urin setiap jam.
b. Hambatan AV dan bradikardi.
c. Pemanjangan interval QS
d. Takikardi.
e. Aritmia ventricular.
f. Hipotensi.
g. Hipertensi (Olson, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
4. Mengubah status mental.
a. Koma dan pingsan
1) Pemeriksaan. Penurunan tingkat kesadaran merupakan komplikasi
umum yang paling serius dari overdosis obat atau keracunan: koma dan pingsan
merupakan akibat adanya depresi pada sistem otak, yang disebabkan karena agen
antikolinergik, obat-obat simpatolitik, depresan, atau toksin yang menyebabkan
hipoksia seluler; koma kadang-kadang merupakan suatu gejala setelah obat atau
toksin menyebabkan hilang kesadaran; koma mungkin juga disebabkan oleh
adanya luka pada otak dengan infark atau perdarahan di otak (Olson, 2007).
2) Komplikasi koma sering ditandai dengan depresi respiratori yang
merupakan penyebab utama kematian. Kondisi lain yang dapat menandai atau
bersamaan dengan koma meliputi hipotensi, hipotermia, hipertermia dan
rhabdomyolisis (Olson, 2007).
3) Diagnosis lain : trauma di kepala atau perdarahan di intracranial;
ketidaknormalan jumlah glukosa, natrium atau elektrolit lain didalam darah;
hipoksia; hipotiroid; kerusakan hati atau ginjal; hipertermi atau hipotermi (Olson,
2007).
4) Terapi : pertahankan jalur nafas dan penggunaan ventilator jika perlu
pemberian oksigen tambahan; berikan dekstrosa, tiamin, dan nalokson; normalkan
suhu tubuh; jika ada kemungkinan trauma pada sistem saraf pusat atau kecelakaan
pada pembuluh darah otak, perlu adanya CT Scan; jika diduga meningitis atau
ensepalitis, perlu adanya terapi antibiotik (Olson, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
b. Kejang
1) Pemeriksaan. Kejang merupakan penyebab utama kematian pada
overdosis obat atau keracunan. Umumnya kejang biasanya menjadi hilang
kesadaran, sering juga bersamaan dengan lidah yang tergigit dan pengekuaran
urin berlebihan (Olson, 2007).
2) Komplikasi. Kejang dapat menyebabkan masalah pada saluran nafas,
dapat juga menyebabkan asidosis, hipertermia, rhabdomyolysis, dan kerusakan
otak (Olson, 2007).
3) Diagnosis lain : adanya gangguan metabolisme yang serius (misal
hipoglikemia, hiponatremia, hipokalemia, atau hipoksia); trauma pada kepala;
epilepsi idiopathik; penarikan alkohol atau obat hipnotik sedatif; hipertermia;
infeksi pada susunan saraf pusat; febrile kejang pada anak-anak (Olson, 2007).
4) Terapi : pertahankan saluran nafas tetap terbuka dan jika perlu,
gunakan ventilator berikan oksigen tambahan; berikan nalokson jika kejang dapat
menyebabkan hipoksia; perlu pemeriksaan apakah terjadi hipoglikemia dan
berikan dekstrosa dan tiamin jika koma; gunakan satu atau lebih antikonvulsan
(misal : diazepam, lorazepam, midazdam, fenobarbital, propofol dan fenitoin);
segera periksa temperatur melalui rectal atau belakang telinga dan turunkan
temperatur secara cepat jika diatas 400C; gunakan antidot spesifik jika tersedia
(piridoksin, untuk keracunan INH, pralidoksim atau atropin atau keduanya untuk
keracunan insektisida organofosfat atau karbamat) (Olson, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
F. Asas Umum Terapi Antidot
Pada umumnya, para pakar sependapat bahwa tindakan pertama yang
sebaiknya dilakukan atas penderita keracunan akut zat kimia ialah terapi suportif,
yakni memelihara fungsi vital seperti pernafasan dan sirkulasi. Tindakan
selanjutnya yang umum dilakukan meliputi upaya membatasi penyebaran racun
dan meningkatkan pengakhiran aksi racun (Donatus, 2001).
Ketoksikan racun sebagian besar ditentukan oleh keberadaan (lama dan
kadar) racun (bentuk senyawa utuh atau metabolitnya) di tempat aksi tertentu di
dalam tubuh. Keberadaan racun tersebut ditentukan oleh keefektifan absorpsi,
distribusi dan eliminasinya. Jadi, pada umumnya intensitas efek toksik pada
efektor berhubungan erat dengan keberadaan racun di tempat aksi dan takaran
pemejanannya (Donatus, 2001).
Takrif terapi antidot yang dinyatakan oleh Loomis (1978). Tujuan terapi
antidot ialah untuk membatasi intensitas efek toksik racun, sehingga bermanfaat
untuk mencegah timbulnya efek berbahaya selanjutnya. Dengan demikian, jelas
bahwa sasaran terapi antidot ialah intensitas efek toksik racun (Donatus, 2001).
Pada dasarnya dalam praktek toksikologi klinik, terapi antidot dapat
dikerjakan dengan metode yang tak khas atau yang khas. Dimaksud dengan
metode tak khas ialah metode umum yang dapat diterapkan terhadap sebagian
besar racun. Metode khas, ialah metode yang hanya digunakan bila senyawa yang
kemungkinan bertindak sebagai penyebab keracunan telah tersidik, serta zat
antidotnya ada (Donatus, 2001).
Asas umum yang mendasari terapi antidot tersebut meliputi sasaran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
strategi dasar, cara, dan pilihan terapi antidot. Sasaran terapi antidot ialah
penurunan atau penghilangan intensitas efek toksik racun. Intensitas efek ini
ditunjukkan oleh tingginya jarak antara nilai ambang toksik (KTM) dan kadar
puncak racun dalam plasma atau tempat aksi tertentu. Strategi dasar terapi antidot
meliputi penghambatan absorpsi dan distribusi (translokasi), peningkatan
eliminasi, dan atau penaikkan ambang toksik racun dalam tubuh (Donatus, 2001).
G. Asam Sianida
Asam sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu
kesehatan serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida sering
dijumpai di dalam kacang almond, daun salam, cherry, ubi. Di dalam koro atau
tanaman dari keluarga kacang-kacangan dan ketela pohon (Utama, 2006). Sianida
merupakan senyawa kimia yang toksik dan memiliki beragam kegunaan, termasuk
sintesis senyawa kimia, analisis laboratorium, dan pembuatan logam. Nitril
alifatik (acrylonitrile dan propionitrile digunakan dalam produksi plastic yang
kemudian dimetabolisme menjadi sianida. Obat vasodilator seperti nitroprusida
melepaskan sianida pada saat terkena cahaya ataupun pada saat metabolisme.
Sianida yang berasal dari alam (amigdalin dan glikosida sinogenik lainnya) dapat
ditemukan dalam biji aprikot, singkong, dan banyak tanaman lainnya, beberapa
diantaranya dapat berguna, tergantung pada keperluan ethnobotanikal.
Acetonitrile, sebuah komponen pada perekat besi, dapat menyebabkan kematian
pada anak-anak (Olson, 2007).
Sianida merupakan racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dan tak berwarna, yaitu hidrogen sianida (HCN) atau sianogen khlorida (CNCl)
atau berbentuk kristal seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida
(KCN) (Utama, 2006). Hidrogen sianida merupakan gas yang mudah dihasilkan
dengan mencampur asam dengan garam sianida dan sering digunakan dalam
pembakaran plastik, wool, dan produk natural dan sintetik lainnya. Keracunan
hidrogen sianida dapat menyebabkan kematian, dan pemaparan secara sengaja
dari sianida (termasuk garam sianida) dapat menjadi alat untuk melakukan
pembunuhan ataupun bunuh diri (Olson, 2007).
Akibat racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan cara masuk
tubuh, lewat pernapasan atau pencernaan. Racun ini menghambat sel tubuh
mendapatkan oksigen sehingga yang paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Paparan dalam jumlah kecil mengakibatkan napas cepat, gelisah, pusing, lemah,
sakit kepala, mual dan muntah serta detak jantung meningkat. Paparan dalam
jumlah besar menyebabkan kejang, tekanan darah rendah, detak jantung
melambat, kehilangan kesadaran, gangguan paru serta gagal napas hingga korban
meninggal (Utama, 2006).
Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai sianida yaitu :
1. Kondisi pemejanan
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan kondisi pemejanan sianida antara lain:
a. Jenis pemejanan : akut dan kronis
b. Jalur pemejanan : inhalasi, mata, dan saluran pencernaan
c. Lama, kekerapan : akut atau berulang
d. Takaran atau dosis :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
1) Dosis letal dari sianida adalah : asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000
mg.min/m3, dan untuk sianogen klorida sekitar 11,000 mg.min/m3 (Meredith,
1993).
2) Terpapar hidrogen sianida meskipun dalam tingkat rendah (150-200 ppm)
dapat berakibat fatal. Tingkat udara yang diperkirakan dapat membahyakan hidup
atau kesehatan adalah 50 ppm. Batasan HCN yang direkomendasikan pada daerah
kerja adalah 4.7 ppm (5 mg/m3 untuk garam sianida). HCN juga dapat diabsorpsi
melalui kulit (Olson, 2007).
3) Ingesti pada orang dewasa sebanyak 200 mg sodium atau potassium
sianida dapat berakibat fatal. Larutan dari garam sianida dapat diabsorpsi melalui
kulit (Olson, 2007).
4) Keracunan sianida akut biasanya jarang terjadi dengan infusi nitroprusida
(pada kecepatan infuse yang normal) atau setelah ingesti dari amigdalin (Olson,
2007).
e. Saat pemejanan : makanan, rokok, lingkungan industri, bunuh diri,
kesengajaan (Meredith, 1993).
2. Mekanisme efek toksik
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Sianida memiliki afinitas tinggi terhadap ion besi pada sitokrom
oksidase, metalloenzim respirasi oksidatif akhir pada mitokondria. Fungsinya
dalam rantai transport elektron dalam mitokondria, mengubah produk katabolisme
glukosa menjadi ATP. Enzim ini merupakan katalis utama yang berperan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
penggunaan oksigen di jaringan. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan
menghambat sitokrom oksidase pada bagan sitokrom a3 dari rantai transport
elektron. Ion hidrogen yang secara normal akan bergabung dengan oksigen pada
ujung rantai tidak lagi tergabung (incorporated). Hasilnya, selain persediaan
oksigen kurang, oksigen tidak bisa digunakan, dan molekul ATP tidak lagi
dibentuk. Ion hidrogen incorporated terakumulasi sehingga menyebabkan
acidemia (Meredith, 1993).
Sianida dapat menyebabkan sesak pada bagian dada; berikatan dengan
sitokrom oksidase, dan kemudian memblok penggunaan oksigen secara aerob.
Sianida yang tidak berikatan akan akan didetoksifikasi melalui metabolisme
menjadi tiosianat yang merupakan senyawa yang lebih nontoksik yang akan
diekskresikan melalui urin (Olson, 2007). Hiperlaktamia terjadi pada keracunan
sianida karena kegagalan metabolisme energi aerob. Selama kondisi aerob, ketika
rantai transport elektron berfungsi, laktat diubah menjadi piruvat oleh laktat
dehidrogenase mitokondria. Pada proses ini, laktat menyumbangkan gugus
hidrogen yang akan mereduksi nikotinamid adenin dinukleotida (NAD) menjadi
NADH. Piruvat kemudian masuk dalam siklus asam trikarboksilat dengan
menghasilkan ATP. Ketika sitokrom a3 dalam rantai transport elektron dihambat
oleh sianida, terdapat kekurangan relatif NAD dan dominasi NADH,
menunjukkan reaksi balik, sebagai contoh : piruvat dirubah menjadi laktat
(Meredith, 1993).
3. Wujud efek toksik
Setelah terpejan sianida, gejala yang paling cepat muncul adalah iritasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
pada lidah dan membran mukus serta suara desir darah yang tidak teratur. Gejala
dan tanda awal yang terjadi setelah menghirup HCN atau menelan garam sianida
adalah kecemasan, sakit kepala, mual, bingung, vertigo, dan hypernoea, yang
diikuti dengan dyspnoea, sianosis, hipotensi, bradikardi, dan sinus atau aritmea
AV nodus (Meredith, 1993). Onset yang terjadi secara tiba-tiba dari efek toksik
yang pendek setelah pemaparan sianida merupakan tanda awal dari keracunan
sianida. Symptomnya termasuk sakit kepala, mual, dyspnea, dan kebingungan.
Syncope, koma, respirasi agonal, dan gangguan kardiovaskular terjadi dengan
cepat setelah pemaparan yang berat (Olson, 2007).
Dalam keracunan stadium kedua, tampak kecemasan berlebihan, koma,
dan terjadi konvulsi, kejang, nafas tersengal-sengal, kolaps kardiovaskular, kulit
menjadi dingin, berkeringat, dan lembab. Nadi menjadi lemah dan lebih cepat.
Tanda terakhr dari toksisitas sianida meliputi hipotensi, aritmia kompleks, gagal
jantung, udem pada paru-paru dan kematian (Meredith, 1993).
Warna merah terang pada kulit atau tidak terjadinya sianosis, jarang
terjadi dalam keracunan sianida. Secara teoritis tanda ini dapat dijelaskan dengan
adanya kandungan yang tinggi dari oksihemoglobin, dalam venus return, tetapi
dalam keracunan berat, gagal jantung dapat dicegah. Kadang-kadang sianosis
dapat dikenali apabila pasien memiliki bintik merah muda terang (Meredith,
1993).
4. Sifat efek toksik
Terbalikkan (reversible) dan tidak terbalikkan (irreversible) (Meredith,
1993).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
5. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan pada riwayat pemaparan atau
tampaknya gejala dan tanda keracunan. Asidosis laktat parah biasanya terjadi
dengan pemaparan yang signifikan. Tingkat saturasi oksigen vena dapat
memperlihatkan penghambatan konsumsi oksigen selular. Cara klasik dengan
mengenali bau kacang almond boleh digunakan ataupun tidak, karena vairiasi
genetik dalam kemampuan untuk mengenali baunya (Olson, 2007).
a. Tingkat spesifik.
Penentuan keracunan sianida tidak dapat digunakan dalam keadaan
darurat, karena tidak dapat menunjukkan terapi tahap awal. Selanjutnya, penderita
harus diinterpretasikan penyebabnya karena beragam komplikasi faktor teknis.
1) Tingkat darah lebih tinggi dari 0.5-1 mg/L.
2) Untuk perokok tingkat darahnya di atas 0.1 mg/L.
3) Infus nitroprusida yang cepat dapat menaikkan tingkat darah setinggi 1 mg/L,
disertai dengan metabolik asidosis.
b. Penelitian lainnya di laboratorium.
Penelitian laboratorium meliputi elektrolit, glukosa, serum laktat, gas
darah arteri, campuran saturasi oksigen vena, dan karboksihemoglobin (bila
pasien terpapar secara inhalasi) (Olson, 2007).
H. Antidotum Sianida
Diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama sesuai dengan meaknisme
aksi utamanya, yaitu : detoksifikasi dengan sulfur untuk membentuk ion tiosianat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
yang lebih tidak toksik, pembentukan methemoglobin dan kombinasi langsung.
Pengobatan pasti dari intoksikasi sianida berbeda pada beberapa negara, tetapi
hanya satu metode yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Keamanan
dan kemanjuran dari tiap-tiap antidotum masih menjadi perdebatan yang
signifikan. Dan tidak terdapat konsensus antar seluruh negara untuk pengobatan
intoksikasi sianida (Meredith, 1993).
1. Pembentukan methemoglobin
Methemoglobin sengaja diproduksi untuk bersaing dengan sianida di
tempat ikatan pada sistem sitokrom oksidase. Sianida mempunyai ikatan khusus
dengan ion besi pada sistem sitrokrom oksidase, sianida dalam jumlah yang cukup
besar akan berikatan dengan ion besi pada senyawa lain, seperti methemoglobin.
Jika produksi methemoglobin cukup maka gejala keracunan sianida dapat teratasi.
Methemoglobinemia dapat diproduksi dengan pemberian amil nitrit secara
inhalasi dan kemudian pemberian natrium nitrit secara intravena. Kira-kira 30%
methemoglobinemia dianggap optimum dan jumlahnya dijaga agar tetap di bawah
40% senyawa lain seperti 4-DMAP dapat memproduksi methemoglobin secara
lebih cepat (Meredith, 1993).
Apabila methemoglobin tidak dapat mengangkut cukup oksigen maka
molekul hemoglobin menjadi tidak berfungsi. Produksi methemoglobinemia lebih
dari 50% dapat berpotensi fatal. Methemoglobinemia yang berlebih dapat
dibalikkan dengan metilen biru, terapi yang digunakan pada methemoglobinemia,
dapat menyebabkan terlepasnya kembali ion sianida mengakibatkan keracunan
sianida. Sianida bergabung dengan methemoglobin membentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
sianmethemoglobin. Sianmethemoglobin berwarna merah cerah, berlawanan
dengan methemoglobin yang berwarna coklat (Meredith, 1993).
Gambar 1. Penggantian sianida dari sitrokrom a3 oksidase oleh methemoglobin
a. Peralatan antidotum sianida. Sekarang ini, Amerika Serikat
mendukung penggunaan kombinasi nitrit dan tiosulfat untuk pengobatan pada
keracunan sianida. Natrium nitrit (10 ml pada larutan 3%) digunakan secara
intravena dan dilanjutkan dengan pemberian natrium tiosulfat (50 ml pada larutan
25%) secara intravena. Natrium nitrit seharusnya diberikan 2,5-5 ml permenit
hingga 2-3 menit. Natrium tiosulfat harus diberikan secara cepat setelah natrium
nitrit dengan dosis 12,5 mg pada larutan 25% hingga 10 menit (Meredith, 1993).
b. Amil nitrit. Hanya dapat memproduksi kira-kira 5% methemoglobin
dan tidak cukup untuk digunakan sebagai terapi tunggal. Dosis amil nitrit yang
dapat meningkatkan produksi methemoglobin sering berhubungan dengan
terjadinya hipotensi. Sebenarnya, amil nitrit telah dihapus di Amerika Serikat
karena pembentukan methemoglobin yang tidak dapat diprediksi dan
berhubungan dengan vasodilatasi yang dapat menyebabkan hipotensi. amil nitrat
juga dapat menyebabkan vasodilatasi yang dapat membalikkan efek awal sianida
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
yang dapat menyebabkan vasokonstriksi (Meredith, 1993).
c. Natrium nitrit. Merupakan obat yang paling sering digunakan untuk
keracunan sianida. Dosis awal standart adalah 3% larutan natrium nitrit 10 ml,
memerlukan waktu kira-kira 12 menit untuk membentuk kira-kira 40%
methemoglobin. Dosis awal untuk natrium tiosulfat adalah 50 ml. Penggunaan
natrium nitrat tidak tanpa risiko karena bila berlebihan dapat mengakibatkan
methemoglobinemia yang dapat menyebabkan hipoksia atau hipotensi, untuk itu
maka jumlah methemoglobin harus dikotrol. Penggunaan natrium nitrit tidak
direkomendasikan untuk pasien yang memiliki kekurangan glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6DP) dalam sel darah merahnya karena dapat menyebabkan
reaksi hemolisis yang serius (Meredith, 1993).
d. 4-DMAP. Merupakan senyawa pembentuk methemoglobin dengan
efek yang cepat saat melawan sianida. 4-DMAP merupakan antidot yang lebih
cepat dari pada nitrat dan toksisitasnya lebih rendah. Pada manusia, injeksi
intravena dengan dosis 3 mg/kg dapat memproduksi 15% methemoglobin dalam
waktu 1 menit (Meredith, 1993).
Gambar 2. 4-DMAP (4-dimethylaminophenol)
4-DMAP harus digunakan dengan tiosulfat untuk mengubah ikatan
sianida dengan methemoglobin menjadi tiosianat. 4-DMAP dapat menyebabkan
nekrosis pada area yang diinjeksi setelah pemberian secara IM dan dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
menyebabkan nyeri, demam, dan meningkatkan enzim-enzim otot. Terapi
menggunakan 4-DMAP dapat menyebabkan hemolisis meskipun pada dosis
terapi, tetapi lebih sering terjadi pada pengobatan yang overdosis. Pengobatan
dengan 4-DMAP dikontraindikasikan pada pasien yang kekurangan G6DP
(Meredith, 1993).
Senyawa lain yang juga merupakan pembentuk methemoglobin adalah p-
aminoheptanoilfenon (PAHP), p-aminopropiofenon (PAPP), dan p-
aminooktanoilfenon (PAOP). PAHP merupakan fenon yang paling aman.
Senyawa-senyawa tersebut mengurangi jumlah sianida dalam sel darah merah.
Efek PAPP secara khusus dapat meningkat dengan adanya tiosulfat (Meredith,
1993).
2. Detoksifikasi sulfur
Setelah methemoglobin dapat mengurangi gejala yang ditimbulkan pada
keracunan sianida, sianida dapat diubah menjadi tiosianat dengan menggunakan
natrium tiosulfat.
Gambar 3. Pengubahan sianmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rhodanase dan tiosulfat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Pada proses kedua membutuhkan donor sulfur agar rodanase dapat
mengubah sianmethemoglobin menjadi tiosianat karena donor sulfur endogen
biasanya terbatas. Ion tiosianat kemudian diekskresikan melalui ginjal (Meredith,
1993).
3. Kombinasi langsung
Ada 2 macam mekanisme yang berbeda dari kombinasi langsung dengan
sianida yang sering digunakan, yaitu kombinasi dengan senyawa kobalt dan
kombinasi dengan hidroksobalamin (Meredith, 1993).
a. Hidroksikobalamin (vitamin B12a). Merupakan prekursor dari
sianokobalamin (vitamin B12). Penggunaan hidroksikobalamin sebagai
pencegahan pada pemberian natrium nitroprusid jangka panjang sama efektifnya
untuk pengobatan pada keracunan sianida akut selama lebih dari 40 tahun.
Senyawa ini bereaksi langsung dengan sianida dan tidak bereaksi dengan
hemoglobin untuk membentuk methemoglobin (Meredith, 1993).
Hidroksikobalamin bekerja baik pada celah intravaskular maupun di
dalam sel untuk menyerang sianida. Hal ini berlawanan dengan methemoglobin
yang hanya bekerja sebagai antidot pada celah vaskular. Pemberian natrium
tiosulfat meningkatkan kemampuan hidroksikobalamin untuk mendetoksifikasi
keracunan sianida (Meredith, 1993).
Sianokobalamin adalah kombinasi hidrosikobalamin dan sianida. Dosis
minimal sebesar 2.5 gram pada dewasa diperlukan untuk menetralkan dosis letal
sianida. Hidroksikobalamin tidak menimbulkan komplikasi yang serius. Beberapa
pasien dapat mengalami urtikaria, tapi sangat jarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Gambar 4. (dimethyl-5,6-benzimadazolyl) hydroxocobamide
Hidroksikobalamin tidak tekanan darah atau menurunkan kemampuan
darah untuk mengangkut oksigen. Takikardi dan hipertensi dapat terjadi pada
dosis terapi yang tinggi. Munculnya warna merah muda pada membran mukosa,
kulit, dan urin terjadi pada kebanyakan pasien segera setelah pemberian
hidroksokobalamin. Warna ini akan hilang setelah 24-48 jam setelah obat
diekskresikan melalui urin (Meredith, 1993).
b. Dikobalt-EDTA. Bentuk garam dari kobalt bersifat efektif untuk
mengikat sianida. Kobalt-EDTA lebih efektif sebagai antidot sianida
dibandingkan dengan kombinasi nitrat-tiosulfat. Senyawa ini mengkelat sianida
menjadi kobaltisianida. Efek samping dari dikobalt-EDTA adalah reaksi
anafilaksis, yang dapat muncul sebagai urtikaria, angiodema pada wajah, leher,
dan saluran nafas, dispnea, dan hipotensi. Dikobalt-EDTA juga dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
menyebabkan hipertensi dan dapat menyebabkan disritmia jika tidak ada sianida
saat pemberian dikobalt-EDTA. Pemberian obat ini dapat menyebabkan kematian
dan toksisitas berat dari kobalt terlihat setelah pasien sembuh dari keracunan
sianida (Meredith, 1993).
Gambar 5. Dicobalt-EDTA
I. Natrium Tiosulfat
Berupa hablur besar, tidak berwarna, atau serbuk hablur kasar.
Mengkilap dalam udara lembab dan mekar dalam udara kering pada suhu lebih
dari 33°C. Larutannya netral atau basa lemah terhadap lakmus. Sangat mudah
larut dalam air dan tidak larut dalam etanol (Anonim, 1995).
Sodium tiosulfat merupakan donor sulfur yang mengkonversi sianida
menjadi bentuk yang lebih nontoksik, tiosianat, dengan enzyme sulfurtransferase,
yaitu rhodanase. Tidak seperti nitrit, tiosianat merupakan senyawa nontoksik, dan
dapat diberikan secara empiris pada keracunan sianida. Penelitian dengan hewan
uji menunjukkan kemampuan sebagai antidot yang lebih baik bila dikombinasikan
dengan hidroksokobalamin (Olson, 2007).
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya
menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini
memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia substansi ini tebatas.
Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena
sulfur hanya akan masuk ka mitokondria secara perlahan. Natrium tiosulfat
mungkin muncul sendiri pada kasus keparahan ringan sampai sedang, sebaiknya
diberikan bersama antidot lain dalam kasus keracunan parah. Ini juga merupakan
pilihan antidot saat diagnosis intoksikasi sianida tidak terjadi, misalnya pada
kasus penghirupan asap rokok. Natrium tiosulfat diasumsikan secara intrinsik
nontoksik tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida, tiosianat dapat
menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal. Pemberian natrium
tiosulfat 12.5 g i.v. biasanya diberikan secara empirik jika diagnosis tidak jelas
(Meredith, 1993).
Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida.
Antidot ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25 % larutan. Tidak ada efek samping
yang ditimbulkan oleh tiosulfat, namun tiosianat memberikan efek samping
seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan dan disfungsi pada SSP. Dosis
untuk anak-anak didasarkan pada berat badan (Meredith, 1993).
1. Indikasi
a. Dapat diberikan sendiri ataupun dikombinasikan dengan nitrit atau
hidroksokobalin pada pasien keracunan sianida akut.
b. Perawatan secara empiris pada keracunan sianida berhubungan dengan
inhalasi.
c. Profilaksis selama infus nitroprusida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
d. Ekstravasasi dari mechlorethamin.
e. Ingesti garam bromat (Olson, 2007).
2. Kontraindikasi
Tidak diketahui kontraindikasinya (Olson, 2007).
3. Efek samping
a. Infus intravena dapat menyebabkan rasa terbakar, kejang otot dan gerakan
tiba-tiba, dan mual dan muntah.
b. Penggunaan pada wanita hamil.
Kategori C berdasarkan FDA (Olson, 2007).
4. Interaksi obat
Tiosulfat dapat menurunkan konsentrasi sianida pada beberapa metode
(Olson, 2007).
5. Dosis dan cara pemberian
a. Untuk keracunan sianida.
Berikan 12.5 g (50 mL dari 25% larutan) secara IV pada 2.5-5 mL/menit.
Dosis untuk pediatrik sebesar 400 mg/kg (1.6 mL/kg dari 25% larutan) sampai 50
mL. Setengah dosis awal sebaiknya diberikan setelah 30-60 menit bila diperlukan
(Olson, 2007).
b. Untuk profilaksis selama infuse nitroprusida.
Tambahan 10 mg tiosulfat pada tiap milligram nitroprusida pada larutan
intravena dikatan dapat menjadi efektif, namun data kompatibilitasnya tidak
tersedia (Olson, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
6. Formulasi
Parenteral, sebagai komponen pada paket antidot sianida, sodium tiosulfat,
25% larutan, 50 mL. juga tersedia dalam bentuk ampuldan vial yang berisi 2.5
g/10 mL atau 1 g/10 mL (Olson, 2007).
J. Natrium Nitrit
Nitrit menyebabkan methemoglobin dengan sianida membentuk
substansi nontoksik sianmethemoglobin. Methemoglobin tidak mempunyai
afinitas lebih tinggi pada sianida daripada sitokrom oksidase, tetapi lebih potensial
menyebabkan methemoglobin daripada sitokrom oksidase. Efek samping dari
penggunaan nitrit meliputi pembentukan formasi methemoglobin, vasodilatasi,
hipotensi, dan takikardi. Mencegah pembentukkan formasi yang cepat, monitoring
tekanan darah, dan pemberian dosis yang tepat akan mengurangi terjadinya efek
samping. Ketika dilakukan terapi dengan nitrit, lihat konsentrasi hemoglobin.
Tetapi jangan menunda terapi ketika menunggu hasil pengukuran kadar
hemoglobin (Meredith, 1993).
Sodium nitrit injeksi dan amil nitrit dalam bentuk ampul untuk inhalasi
merupakan komponen dari antidot sianida. Kegunaan nitrit sebagai antidot sianida
bekerja dalam dua cara, yaitu : nitrit mengoksidasi hemoglobin, yang kemudian
akan mengikat sianida bebas, dan cara yang kedua yaitu meningkatkan
detoksifikasi sianida endothelial dengan menghasilkan vasodilasi. Inhalasi dari
satu ampul amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin sekitar 5%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Pemberian dosis tunggal nitrit secara intravena dapat menghasilkan tingkat
methemoglobin sekitar 20-30% (Olson, 2007).
1. Kontraindikasi
Nitrit dikontraindikasikan untuk : pasien dengan methemoglobinemia (>40%),
hipotensi berat, pemberian pada pasien yang keracunan karbonmonoksida (Olson,
2007).
2. Efek samping
Nitrit memiliki efek samping yaitu :
a. Sakit kepala, kemerahan pada muka, kepusingan, mual, muntah, takikardi, dan
berkeringat. Efek samping ini dapat juga dijadikan tanda keracunan sianida.
b. Pemberian secara intravena dapat menyebabkan hipotensi.
c. Methemoglobinemia berlebihan dan fatal dapat terjadi.
d. Penggunaan pada kehamilan (Olson, 2007).
3. Interaksi obat
a. Hipotensi dapat menjadi parah apabila nitrit diberikan bersamaan dengan
alkohol atau vasodilator atau agen antihipertensi lainnya.
b. Metilen biru sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang keracunan sianida
karena dapat membalikkan induksi methemoglobinemia oleh nitrit dan secara
teori menghasilkan pelepasan ion bebas sianida.
c. Ikatan dari methemoglobin pada sianida (sianomethemoglobin) dapat
menurunkan tingkat methemoglobin bebas (Olson, 2007).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
4. Dosis dan metode pemberian
a. Amil nitrit dalam bentuk ampul.
Gunakan 1 atau 2 ampul pada kain kasa, pakaian, atau spons dan letakkan di
bawah hidung penderita, yang sebaiknya dihirup dalam-dalam selama 30 detik.
Diamkan 30 detik, kemudian ulangi lagi (Olson, 2007).
b. Sodium nitrit parenteral.
1) Dewasa.
Berikan 300 mg sodium nitrit (10 mL dari 3% larutan) IV selama 3-5
menit (Olson, 2007).
2) Anak-anak.
Berikan 0.15-0.33 mL/kg sampai batas maksimum sebesar 10 mL. Dosis
pada anak-anak sebaiknya dihitung berdasarkan konsentrasi hemoglobin bila
diketahui. Bila diduga mengalami anemia atau hipotensi, awali dengan dosis
rendah, diencerkan dalam 50-100 mL saline, dan berikan selama 5 menit (Olson,
2007).
3) Oksidasi dari hemoglobin menjadi methemoglobin terjadi dalam 30 menit.
Bila tidak terjadi apa-apa dalam 30 menit, setengah dosis IV dari sodium nitrit
perlu diberikan (Olson, 2007).
5. Formulasi
a. Amil nitrit.
Komponen dari antidot sianida, 0.3 mL dalam ampul (Olson, 2007).
b. Sodium nitrit parenteral.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Komponen dari antidot sianida, 300 mg dalam 10 mL pelarut steril (3%)
(Olson, 2007).
K. Landasan Teori
Sianida merupakan senyawa racun yang dapat mengganggu kesehatan
serta mengurangi bioavailabilitas nutrien di dalam tubuh. Sianida merupakan
racun yang bekerja cepat, berbentuk gas tak berbau dan tak berwarna, yaitu
hidrogen sianida (HCN) atau sianogen klorida (CNCl) atau berbentuk kristal
seperti sodium sianida (NaCN) atau potasium sianida (KCN). Akibat yang
ditimbulkan oleh racun sianida tergantung pada jumlah paparan dan rute
pemejanan. Racun ini menghambat sel tubuh mendapatkan oksigen sehingga yang
paling terpengaruh adalah jantung dan otak.
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrognase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah
mengubahnya menjadi tiosianat oleh rhodanase, walaupun sulfurtransferase yang
lain, seperti beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Nitrit
menyebabkan methemoglobin, dengan sianida membentuk substansi nontoksik
sianmethemoglobin.
Dari penelitian Djunarko, 2007, diketahui bahwa penggunaan natrium
nitrit pada keracunan sianida akut dengan dosis tinggi dapat memperparah
keadaan, sedangkan apabila digunakan pada dosis rendah natrium nitrit belum
dapat menolong kondisi keracunan sianida akut, untuk itu perlu dikombinasikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
dengan natrium tiosulfat yang lebih aman dari natrium nitrit sehingga diperoleh
dosis efektif. Natrium tiosulfat dan natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme
yang sinergis jika dikombinasikan untuk antidotum keracunan sianida akut.
Natrium tiosulfat akan bekerja dengan mekanisme mempercepat eliminasi,
sedangkan natrium nitrit akan bekerja dengan mekanisme hambatan bersaing.
Jadi untuk menangani keracunan sianida akut dapat digunakan natrium
tiosulfat dan natrium nitrit dan penderita keracunan dapat ditolong dengan cepat.
L. Hipotesis
Meningkatnya dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan
natrium nitrit dapat meningkatkan penawaracunan sianida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Dalam penelitian uji antidot kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit
pada kasus keracunan akut-oral sianida pada mencit jantan galur swiss
mempunyai variabel utama dan pengacau.
1. Variabel utama
Variabel utama dalam penelitian adalah dosis natrium tiosulfat dan
natrium nitrit pada mencit.
Variabel utama dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Variabel bebas : dosis natrium tiosulfat, sejumlah mg natrium tiosulfat tiap kg
berat badan mencit.
b. Variabel tergantung : keadaan/waktu kembalinya kondisi mencit ke keadaan
semula (dalam detik) dari gejala efek toksik yang timbul meliputi : jantung
berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati.
Kriteria uji antidot yang dapat ditunjukkan dengan jumlah hewan uji yang
kembali ke kondisi normal setelah pemejanan racun dan antidotnya, gejala-gejala
toksik, dan mekanisme kematian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
2. Variabel pengacau
a. Terkendali :
1) Umur : 60-90 hari ( 2- 3 bulan )
2) Berat badan : 20- 30 gram
3) Jenis kelamin : Jantan
4) Galur : Swiss
5) Jalur pemberian : Oral (sianida), i.p (natrium thiosulfat), i.p (natrium
nitrit)
6) Frekuensi perlakuan : Satu kali
b. Tak terkendali :
Jumlah asupan makanan dan minuman yang diterima hewan uji.
3. Definisi operasional
a. Kondisi semula mencit adalah keadaan mencit yang sehat sebelum pemejanan
KCN.
b. Gejala efek toksik yang timbul adalah munculnya jantung berdebar, hilang
kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati setelah pemejanan KCN.
c. Pengamatan jantung berdebar dilakukan hanya dengan melihat secara langsung
perubahan pada bagian dada mencit, yang ditandai dengan timbulnya ritme
yang lebih kencang dari keadaan normal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
C. Bahan Penelitian
Bahan atau materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Racun yang dipejankan adalah larutan kalium sianida (KCN) (E.Merck,
Darmstadt, Germany). Bahan tersebut diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan antidot yang digunakan adalah natrium tiosulfat (E.Merck, Darmstadt,
Germany) dan natrium nitrit (E.Merck, Darmstadt, Germany). Bahan tersebut
diperoleh dari Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Bahan pelarut adalah aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
4. Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit jantan yang
diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Penelitian (UPHP), Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
D. Alat dan Instrumen Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Neraca atau timbangan elektrik (Mettler Toledo Tipe AB 204, Switzerland)
2. Alat-alat gelas
3. Jarum tuberkulin (preparat oral) yang digunakan untuk pemberian larutan
sianida secara per-oral
4. Spuit intraperitonial
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan larutan dan penetapan dosis KCN
Larutan KCN 0,104% dibuat dengan cara melarutkan 0,104 gram KCN
ditambah aquadest hingga 100 ml. Dengan menggunakan nilai konversi dosis dari
manusia 70 Kg ke mencit dengan berat badan 20 gram sebesar 0.0026, maka
didapatkan nilai dosis KCN secara peroral pada mencit 20 gram sebesar :
= 200 x 0.0026
= 0.52 mg/20 gram BB mencit
= 26 mg/KgBB mencit.
Dosis KCN dipilih berdasarkan dosis letal oral KCN yang sudah dikonversikan ke
dosis letal oral mencit yaitu sebesar 26 mg/KgBB.
2. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium tiosulfat
Larutan natrium thiosulfat 18.72% v/v (dosis 0.468 mg/kg BB) dibuat
dengan cara melarutkan 18.72 mg natrium tiosulfat ditambah aquadest hingga
1000 ml. Dosis natrium tiosulfat dipilih berdasarkan hasil orientasi yang sudah
pernah dilakukan yaitu sebesar 1125 mg/kg BB. Dosis 1125 mg/kg BB diturunkan
dengan faktor perkalian 7 kalinya, maka diperoleh dosis 160.720 mg/KgBB,
22.960 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB dan 0.468 mg/KgBB.
3. Pembuatan larutan dan penetapan dosis natrium nitrit
Larutan natrium nitrit 0.112% dibuat dengan cara melarutkan 0.112 gram
natrium nitrit ditambah aquadest hingga 100 ml. Dosis natrium nitrit dipilih
berdasarkan hasil orientasi yang sudah pernah dilakukan yaitu sebesar 28
mg/KgBB.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
4. Pengelompokkan hewan uji
Hewan uji sebanyak 42 ekor dikelompokkan secara acak menjadi 7
kelompok, kelompok I diberi bahan pelarut yang digunakan yaitu aquadest,
kelompok II diberi larutan KCN, kelompok III diberi larutan Na2S2O3 dosis
160.72 mg/KgBB dan NaNO2 dosis 62.460 mg/KgBB sebagai kontrol antidotnya,
kelompok IV diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/KgBB dan sesaat setelahnya
diberikan antidotum Na2S2O3 dosis 0.468 mg/kgBB + NaNO2 dosis 62.460
mg/KgBB, kelompok V diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/KgBB dan sesaat
setelahnya diberikan antidotum Na2S2O3 dosis 3.279 mg/KgBB + NaNO2 dosis
62.460 mg/KgBB, kelompok VI diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/KgBB dan
sesaat setelahnya diberikan antidotum Na2S2O3 dosis 22.960 mg/KgBB + NaNO2
dosis 62.460 mg/KgBB, kelompok VII diberi perlakuan KCN dosis 26 mg/KgBB
dan sesaat setelahnya diberikan antidotum Na2S2O3 dosis 160.72 mg/KgBB +
NaNO2 dosis 62.460 mg/KgBB. Peringkat kelompok VII ini merupakan
kelompok yang diberi dosis tertinggi antidotum Na2S2O3.
5. Penanganan hewan uji
Hewan uji yang akan digunakan diletakkan dalam wadah dan diberi sekam
serta makanan dan minuman. Hewan uji yang sudah digunakan dan masih hidup
diletakkan di wadah yang berbeda dari hewan uji yang belum digunakan untuk
penelitian.
6. Pengamatan
Pengamatan dilakukan mulai dari pemberian antidot Na2S2O3 dan NaNO2
hingga 3 jam pengamatan. Jika hewan uji sampai 3 jam pengamatan tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
mengalami kematian maka pengamatan dilanjutkan hingga 1 x 24 jam dari waktu
pemberian antidot. Kriteria klinik pengamatan meliputi :
a. pengamatan fisik terhadap gejala-gejala toksik. Pengamatan harus dilakukan
mulai dari timbulnya gejala efek toksik yang berupa jantung berdebar, hilang
kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati setelah pemejanan KCN.
b. kematian hewan uji pada masing-masing kelompok.
F. Analisis Hasil
1. Uji penyebaran data menggunakan metode Shapiro-Wilk untuk melihat
kenormalannya.
2. Uji adanya perbedaan data tiap kelompok menggunakan metode Kruskal
Wallis.
3. Uji adanya perbedaan yang bermakna atau perbedaan yang tidak bermakna
tiap kelompok menggunakan metoda Mann Whitney.
4. Pada uji statistik, Hnull berbunyi : mean waktu (dalam detik) timbulnya gejala
akibat keracunan sianida akut mulai dari jantung berdebar, hilang kesadaran,
gagal nafas, kejang, dan mati antar kelompok perlakuan tidak berbeda.
5. Secara kualitatif diamati dosis yang memiliki persentase kehidupan sebesar
100% untuk menentukan dosis efektifnya.
6. Pengamatan persentase kehidupan tiap kelompok perlakuan secara kualitatif
untuk melihat hubungan antara dosis kombinasi natrium tiosulfat dan natrium
nitrit dengan efek penawaran racun dan sifat terbalikkan natrium tiosulfat dan
natrium nitrit pada keracunan sianida pada mencit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Dosis Efektif Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit sebagai
Antidotum Sianida
Hasil pengamatan gejala, mekanisme, wujud, sifat, dan efek dari
keracunan sianida pada mencit dapat dilihat pada tabel I. Dari data pada tabel I
terlihat jelas bahwa waktu timbulnya efek toksik sampai kematian subyek uji
mencit karena perlakuan sianida dosis 26 mg/KgBB peroral (setara dengan dosis
letal pada manusia, 200 mg) sangat cepat, rata-rata 321.17 detik.
Keracunan sianida berarti meningkatkan keberadaan zat beracun sianida
di sel sasaran, di mana terjadi translokasi sianida dari jalan masuk ke tempat
reseptornya. Hal ini menyebabkan perubahan sianida menjadi produk aktif yang
stabil, sehingga dapat menimbulkan gejala efek toksik mulai dari jantung
berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, kejang bahkan sampai mematikan.
Keadaan ini mengakibatkan gejala efek toksik yang dapat teramati mulai
bisa diukur waktunya sejak mencit kehilangan kesadaran, gagal nafas, kejang
sampai saat kematian. Mekanisme yang memperantarai keracunan adalah sianida
bereaksi dengan sejumlah enzim yang mengandung logam, seperti feri sitokrom
oksidase. Karena metabolisme aerob tergantung pada sistem enzim ini, maka
jaringan tidak dapat lagi menggunakan oksigen dan jaringan itu mengalami
hipoksia. Sianida menyebabkan hipoksia seluler dengan menghambat sitokrom
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Tabel I. Hasil pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap 7 kelompok perlakuan
Hal yang diamati (dalam detik) Jantung berdebar
Hilang kesadaran Gagal nafas Kejang Mati Kelompok
X ± 2 SE X ± 2 SE X ± 2 SE X ± 2 SE X ± 2 SE
Persentase kehidupan
(%)
Persentase kehidupan
(%)*
Kontrol negatif
aquadest
Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak mati 100 100
Kontrol positif sianida
(26 mg/KgBB)
Terjadi cepat
sekali(a)
77.50 ± 17.77(b)
157.50 ± 30.45(b)
258.33 ± 74.05(b)
321.17 ± 85.09(b) 0 0
Kontrol positif
Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.460
mg/KgBB)
Tidak terjadi
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak
mati(a) 100 100 (tanpa Na-Nitrit)
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.460
mg/KgBB)
12.00 ± 4.29(a)
99.00 ± 9.72(b)
128.33 ± 8.68(b)
120.50 ± 25.43(b)
14598.50 ±
14360.31(b) 16.67 0 (tanpa
Na-Nitrit)
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.460
mg/KgBB
42.67 ± 19.29(b)
386.00 ± 224.24(b)
526.67 ± 331.35(b)
325.83 ± 142.23(b)
43646.17 ±
19122.65(a) 50 33.33(tanpa
Na-Nitrit)
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.460
mg/KgBB)
56.67 ± 23.81(b)
39.00 ± 24.73(a)
27.00 ± 27.00(a)
27.83 ± 27.83(a)
Tidak mati(a) 100 33.33(tanpa
Na-Nitrit)
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.460
mg/KgBB)
21.00 ± 2.92(b)
Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak terjadi Tidak
mati(a) 100 100 (tanpa Na-Nitrit)
Ket : (a) = berbeda tidak bermakna terhadap kontrol negatif (pelarut/aquadest) (b) = berbeda bermakna terhadap kontrol negatif (pelarut/aquadest) (*) = diadaptasi dari penelitian Sudarmono (2008)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
oksidase pada bagian sitokrom a3 dari rantai transport elektron. Ion hidrogen yang
secara normal akan bergabung dengan oksigen pada ujung rantai tidak lagi
tergabung. Hasilnya, selain persediaan oksigen kurang, oksigen tidak bisa
digunakan, dan molekul ATP tidak lagi dibentuk, sehingga dapat terjadi gagal
nafas, kejang dan akhirnya mematikan.
Wujud efek toksik sianida merupakan perubahan biokimia karena adanya
hambatan respirasi sel dan gangguan pasok energi dari sianida di dalam sel yang
juga dipengaruhi oleh keadaan biologis. Meskipun demikian berdasarkan
mekanisme dan efek toksik yang timbul selama pemberian sianida maka
kemungkinan lain terjadi wujud toksik berupa udem pada paru yang diduga
sebagai perubahan fungsional pernafasan dan pemicu kematian.
Dosis atau takaran sianida sebesar 26 mg/KgBB peroral pada mencit
menentukan sifat efek toksik sianida yaitu sifat yang tidak terbalikkan karena
keberadaan sianida pada dosis tersebut potensi ketoksikannya tinggi sampai
berakibat fatal.
Pemberian antidot untuk keracunan sianida dalam penelitian ini
menggunakan kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit. Sebagai antidotum,
natrium tiosulfat memiliki jarak ketoksikan dosis yang lebih lebar bila
dibandingkan dengan natrium nitrit (dosis yang besar sampai 1125 mg/KgBB
yang pernah dicobakan tidak memberikan efek kematian pada hewan uji). Dosis
yang dipilih berdasarkan dosis terapi antidotum yang akan digunakan dalam
penelitian penawaracunan sianida dengan jalur pemberian secara intraperitoneal.
Pada penelitian ini dosis natrium tiosulfat yang dipilih berdasarkan orientasi, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dosis kedua yang tidak menyebabkan kematian pada subyek uji mencit (22.960
mg/KgBB sebagai kontrol positif natrium tiosulfat).
Dari hasil penelitian didapatkan pada natrium tiosulfat dosis 22.960
mg/KgBB secara intraperitoneal pada mencit tidak ditemukan adanya kematian,
namun masih ditemukan adanya gejala efek toksik yang memperantarainya
seperti: jantung berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas dan kejang. Respon untuk
jantung berdebar sebesar 33.33%, dilihat dari hewan uji yang mengalami jantung
berdebar pada natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB sebanyak 2 ekor dari total
6 hewan uji. Pada gejala efek toksik gagal nafas dan kejang masing-masing
responnya sebesar 16.67%. Pada natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB, dari hasil
penelitian menunjukkan tidak teramatinya gejala efek toksik baik itu jantung
berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas maupun kejang. Dari sini diperoleh
kombinasi yang tepat untuk kontrol positif yaitu natrium tiosulfat dosis 22.960
mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB.
Pada kelompok kontrol positif kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960
mg/KgBB dan natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB secara intraperitoneal
didapatkan hasil seperti tersaji pada tabel I.
Hasil yang diperoleh dari kontrol positif antidotum dapat dilihat pada
tabel I. Dari data pada tabel I diketahui bahwa perlakuan dengan menggunakan
Na-tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan Na-nitrit 62.460 mg/KgBB secara
intraperitonial tidak menunjukkan gejala efek toksik apapun. Keberadaan (takaran
dan lama) natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
secara intraperitoneal pada mencit ternyata tidak menimbulkan adanya gejala efek
toksik dan kematian.
Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mencari kisaran dosis
natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit yang mempunyai
potensi sebagai antidotum sianida. Dosis intraperitoneal natrium tiosulfat yang
dipilih sebagai antidotum sianida diberikan sesaat setelah pemberian sianida
secara oral 26 mg/KgBB berurutan sebesar : 0.468 mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB,
22.960 mg/KgBB dan 160.720 mg/KgBB.
Natrium nitrit sendiri dipilih dosis 62.460 mg/KgBB sebagai dosis yang
akan dikombinasikan dengan natrium tiosulfat pada ke-empat peringkat dosisnya.
Pemberian natrium nitrit ini dilakukan secara intraperitonial sesaat setelah
pemberian natrium tiosulfat. Pemberian natrium nitrit hanya satu peringkat dosis
karena hasil penelitian sebelumnya menunjukkan apabila natrium nitrit diberikan
dalam dosis yang lebih besar maka gejala efek toksik akan tetap muncul hingga
kematian, demikian pula sebaliknya bila natrium nitrit diberikan dalam dosis yang
lebih kecil. Hal ini disebabkan karena jika terlalu besar, natrium nitrit dapat
berefek toksik, sedangkan jika terlalu kecil natrium nitrit belum dapat mencegah
gejala efek toksik yang ditimbulkan akibat pemberian sianida secara peroral dosis
26 mg/KgBB. Dan dosis 62.460 mg/KgBB merupakan dosis natrium nitrit yang
paling efektif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
1. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung
berdebar.
Hasil pengamatan terhadap gejala dari keracunan sianida pada 7
kelompok perlakuan seperti tertera pada tabel I. Pada gejala jantung berdebar,
sianida memiliki nilai mean ± 2.00 SE yang berbeda tidak bermakna bila
dibandingkan dengan kontrol negatif, dalam hal ini berupa pelarut yang
digunakan yaitu aquadest (dapat dilihat pada tabel I), sedangkan pada gejala
toksik yang lainnya seperti : hilang kesadaran, gagal nafas, kejang, dan mati
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna dengan kelompok kontrol negatif
secara statistik. Hal ini dapat dilihat dengan jelas pada tabel I.
Kontrol negatif digunakan sebagai pembanding karena dianalogkan pada
kontrol negatif hewan uji berada pada kondisi yang normal dan tidak terpapar
sianida, yang dipaparkan pada kelompok kontrol negatif hanyalah pelarut yang
berupa aquadest. Adanya perbedaan yang tidak bermakna pada gejala jantung
berdebar antara kelompok sianida dan kelompok kontrol negatif dikarenakan pada
kelompok sianida, sianida akan langsung diabsorbsi dalam saluran pencernaan
dan segera didistribusikan ke seluruh bagian tubuh, sehingga sianida akan dengan
cepat diubah menjadi produk aktif yang stabil dan segera berikatan dengan
reseptornya. Setelah sianida berikatan dengan reseptornya, maka sianida akan
menyebabkan hipoksia seluler dan menyebabkan hilang kesadaran, gagal nafas,
kejang, dan mati.
Demikian juga halnya pada kelompok perlakuan kontrol positif yaitu
kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tabel II. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik jantung berdebar
Kelompok Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB) Kontrol aquadest BTB BTB BTB BB BB BB
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
BTB BTB BTB BB BB BB
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BTB BTB BB BB BB
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BTB BTB BTB BB BTB
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB
BB BB BB BTB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BB BB BB BB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BB BB BB BTB BTB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
62.460 mg/KgBB tidak ditemukan adanya gejala jantung berdebar. Pada
kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif jika dibandingkan
hasilnya juga menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Jadi, dapat ditarik
kesimpulan bahwa baik itu kontrol negatif maupun kontrol positif tidak
berpengaruh terhadap gejala jantung berdebar.
Dari tabel I juga terlihat bahwa pada kelompok kontrol sianida tidak
menunjukkan adanya gejala jantung berdebar. Dari sini dapat disimpulkan bahwa
sianida tidak menyebabkan jantung berdebar. Namun, apabila kita melihat
kelompok perlakuan berikutnya maka akan terlihat perbedaan yang bermakna
apabila hewan uji yang sesaat setelah dipaparkan sianida diberikan antidot yang
berupa kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit. Terlihat pada tabel I harga
X ± 2.00 SE pada kelompok yang sesaat setelah dipaparkan sianida diberikan
antidot berupa kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit mulai dari natrium
tiosulfat dengan dosis 3.279 mg/KgBB hingga dosis 160.720 mg/KgBB
menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan kelompok sebelumnya. Dari sini
dapat kita tarik kesimpulan bahwa gejala jantung berdebar dipicu oleh kenaikan
dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit.
Keadaan hewan uji dengan gejala jantung berdebar yang menunjukkan
perbedaan yang bermakna dengan adanya peningkatan dosis natrium tiosulfat
diperjelas dengan gambar grafik X ± 2.00 SE untuk gejala efek toksik berupa
jantung berdebar.
Jantung berdebar dapat terjadi pada keracunan sianida, karena pada
keracunan sianida terjadi kegagalan pembentukan ATP. Adanya penurunan ATP
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
menyebabkan peningkatan konsentrasi Na+ di dalam sel di mana menghambat
pengeluaran Ca2+. Akibat adanya peningkatan konsentrasi Ca2+ di dalam sel
meningkatkan kontraksi otot jantung. Peningkatan kontraksi otot jantung
menyebabkan jantung berdebar.
Peningkatan Na+ disebabkan karena pemberian natrium tiosulfat dan
natrium nitrit. Namun, setelah sampai pada keadaan jenuh maka Na+ akan
dikeluarkan dari sel dan keadaan normal dapat tercapai.
2. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran.
Selanjutnya kita melihat gejala efek toksik yang berikutnya yaitu hilang
kesadaran. Pada kasus hilang kesadaran dapat terlihat secara statistik
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kontrol sianida dengan
kontrol positif dan kontrol negatif. Hal ini menandakan bahwa sianida berpotensi
menimbulkan gejala hilang kesadaran.
Dari tabel I kita juga melihat bahwa dengan meningkatnya dosis natrium
tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium nitrit sebagai antidot pada
pemaparan sianida maka perbedaannya menjadi tidak bermakna. Dari sini dapat
kita simpulkan bahwa kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit dengan dosis
yang tepat dapat memperbaiki keadaan hilang kesadaran akibat keracunan sianida.
Pada kelompok VII (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium
tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
menunjukkan hasil statistik yang sama dengan kelompok I (kontrol
negatif/aquadest) dan kelompok III (kontrol positif/kombinasi natrium tiosulfat
dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) yang dapat dilihat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
dari tabel I. Hal ini menunjukkan bahwa antidot pada kelompok VII (sianida
dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720
mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) sangat berpotensi menghilangkan
gejala hilang kesadaran akibat dari keracunan sianida.
Pada kelompok VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium
tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
menunjukkan hasil statistik yang berbeda tidak bermakna terhadap ke-6 kelompok
lainnya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa antidot pada kelompok VI (sianida
dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan
natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) dapat memperbaiki gejala hilang kesadaran
namun tidak lebih baik jika dibandingkan dengan antidot pada kelompok VII
(sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720
mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB). Dari hasil pengamatan pada
hewan uji 2 dari 6 replikasi pada kelompok VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan
kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB) menunjukkan gejala hilang kesadaran, sedangkan 4 lainnya tidak.
Mekanisme terjadinya hilang kesadaran diawali dengan timbulnya
hipoksia yang kemudian menyebabkan hiperlaktemia. Hiperlaktemia terjadi
karena kegagalan metabolisme energi secara aerob. Hiperlaktemia berarti terjadi
peningkatan perubahan asam piruvat menjadi asam laktat, di mana peningkatan
asam laktat mengakibatkan timbulnya manifestasi lemas. Bila keadaan ini terjadi
secara terus menerus maka dapat menyebabkan hilangnya kesadaran akibat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Tabel III. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik hilang kesadaran
Kelompok Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB) Kontrol aquadest BB BTB BB BB BTB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
BB BB BTB BTB BTB BB
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BB BB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BTB BB BB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
penumpukan asam laktat. Dengan adanya natrium tiosulfat sebagai donor sulfur
maka eliminasi sianida akan dipercepat dan keadaan hipoksia dapat dikurangi,
sehingga hiperlaktemia juga dapat dikurangi dan keadaan hilang kesadaran dapat
kembali ke keadaan normal. Natrium nitrit akan mengoksidasi hemoglobin
menjadi methemoglobin yang akan berikatan dengan sianida sehingga respirasi
dapat berjalan kembali. Dengan kembalinya respirasi ini, maka hiperlaktemia
dapat dihindari dan keadaan normal dapat tercapai.
3. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas.
Pengamatan gejala yang berikutnya, yaitu gejala gagal nafas akibat
keracunan sianida. Secara statistik, kelompok II (kontrol sianida) menunjukkan
perbedaan yang bermakna dengan kelompok I (kontrol negatif/aquadest) dan III
(kontrol positif/kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB). Hal ini menunjukkan bahwa sianida sangat berpotensi
menimbulkan gejala gagal nafas. Pada kelompok VII (sianida dosis 26 mg/KgBB
dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium nitrit
62.460 mg/KgBB) menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap
kelompok I (kontrol negatif/aquadest) dan III (kontrol positif/kombinasi natrium
tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB). Dari data
tersebut dapat kita simpulkan bahwa antidot pada kelompok VII (sianida dosis 26
mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB) memberikan potensi yang sangat baik dalam hal
mengurangi gejala gagal nafas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Demikian halnya dengan antidot pada kelompok VI (sianida dosis 26
mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB) juga menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna
terhadap kelompok I (kontrol negatif/aquadest) dan III (kontrol positif/kombinasi
natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB).
Hal ini menunjukkan bahwa antidot pada kelompok VI (sianida dosis 26
mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB) sudah berpotensi mengurangi gejala gagal nafas akibat
keracunan sianida. Namun pada 6 kali replikasi ada 1 yang teramati gejala gagal
nafas. Dari hasil pengamatan tersebut dapat kita tarik kesimpulan bahwa antidot
pada kelompok VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat
dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) sudah berpotensi
mencegah terjadinya gagal nafas, meskipun tidak sebaik antidot pada kelompok
VII (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720
mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB).
Pada antidot pada kelompok IV (sianida dosis 26 mg/KgBB dan
kombinasi natrium tiosulfat dosis 0.468 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB) dan V (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat
dosis 3.279 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) menunjukkan hasil
statistik berbeda bermakna terhadap kelompok I (kontrol negatif/aquadest) dan III
(kontrol positif/kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB). Data tersebut menunjukkan bahwa antidot pada
kelompok IV (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Tabel IV. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik gagal nafas
Kelompok Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB) Kontrol aquadest BB BTB BB BB BTB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
BB BB BTB BTB BB BB
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BB BB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB
BB BTB BB BTB BB BB
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BTB BTB BB BTB
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BTB BB BB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
0.468 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) dan V (sianida
dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 3.279 mg/KgBB dan
natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) belum berpotensi untuk mengurangi gejala gagal
nafas akibat keracunan sianida.
Terjadinya gagal nafas ini diakibatkan karena terjadi hipoksia pada tingkat
sel. Hipoksia terjadi karena terhambatnya rantai transport elektron dari sitokrom
oksidase ke molekul oksigen pada bagian sitokrom a3 oleh sianida pada
mitokondria. Dengan adanya antidot berupa kombinasi natrium tiosulfat dan
natrium nitrit maka natrium tiosulfat akan menjadi donor sulfur untuk
biotransformasi sianida menjadi tiosianat dengan bantuan sulfurtransferase
(misalnya : rhodanese) selanjutnya tiosianat ini akan dieliminasi melalui urin,
dengan adanya eliminasi ini maka sianida yang berada dalam tubuh akan
berkurang dan hambatan sitokrom a3 oleh sianida juga akan berkurang dan
keadaan normal dapat tercapai kembali. Untuk natrium nitrit akan bekerja dengan
mengoksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin yang akan bekerja dengan
mekanisme hambatan bersaing di mana sianida tidak lagi berikatan dengan
sitokrom a3 melainkan berikatan dengan methemoglobin dan akan membentuk
sianmethemoglobin dan respirasi dapat berjalan kembali ke keadaan normal.
4. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik kejang
Gejala efek toksik yang berikutnya adalah kejang. Pada kasus ini, dari
tabel V yang menunjukkan perbedaan tidak bermakna terhadap kelompok I
(kontrol negatif/aquadest) adalah kelompok III (kontrol positif/kombinasi natrium
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB), VI (sianida
dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan
natrium nitrit 62.460 mg/KgBB), dan VII (sianida dosis 26 mg/KgBB dan
kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB).
Pada gejala kejang, secara statistik kelompok III (kontrol
positif/kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit
62.460 mg/KgBB), VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium
tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) dan VII
(sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720
mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) menunjukkan perbedaan yang
tidak bermakna terhadap kelompok I (kontrol negatif/aquadest). Dari data pada
tabel I sudah terlihat bahwa antidot pada kelompok VI (sianida dosis 26
mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB) dan VII (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi
natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
sudah dapat mengurangi gejala kejang akibat keracunan sianida.
Pada kelompok IV (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium
tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) dan V
(sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 3.279
mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) belum berpotensi mengurangi
gejala kejang karena secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna
terhadap kelompok I (kontrol negatif).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
Tabel V. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek
toksik kejang
Kelompok Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB) Kontrol aquadest BB BTB BB BB BTB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
BB BB BTB BTB BB BB
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BB BB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BB BTB BB BTB BTB BB
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB
BB BTB BB BTB BB BB
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BTB BTB BB BTB
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BTB BB BB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Kejang disebabkan karena keadaan depolarisasi yang terus menerus di
dalam sel. Sianida menghambat transfer elektron pada rantai transfer elektron di
dalam mitokondria sehingga menyebabkan kegagalan sintesis ATP. ATP
digunakan untuk menggerakan transporter ion seperti Na+, K+-ATPase dalam
membran plasma, Ca2+-ATPase di dalam plasma dan membran retikulum
endoplasma, dan H+-ATPase dalam membran lisosom. Karena ATP tidak
terbentuk maka terjadi penumpukan Na+ di dalam sel sehingga menyebabkan
depolarisasi terus menerus yang dapat menyebabkan kejang.
Dengan adanya tiosulfat, maka tiosianat akan terbentuk dan dieliminasi
melalui urin. Dengan berkurangnya sianida dari dalam tubuh maka sintesis ATP
dapat berjalan kembali dan Na+ dapat ditransportkan ke luar sel, sehingga
penumpukkan Na+ dapat dikurangi dan keadaan normal dapat tercapai kembali.
Natrium nitrit akan mengoksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin
yang akan berikatan dengan sianida melalui mekanisme hambatan bersaing.
Dengan demikian maka hambatan sianida pada transfer elektron dalam rantai
transfer elektron di dalam mitokondria akan berkurang dan sintesis ATP dapat
berjalan kembali maka penumpukkan Na+ dapat dikurangi dan keadaan normal
dapat tercapai.
5. Perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati.
Gejala terakhir dari keracunan sianida adalah mati. Jika sudah sampai pada
tahap ini maka korban tidak tertolong lagi. Dari tabel I, terlihat bahwa pada
kelompok III (kontrol positif/kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB
dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB), V (sianida dosis 26 mg/KgBB dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
kombinasi natrium tiosulfat dosis 3.279 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB), VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis
22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB), dan VII (sianida dosis 26
mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB) menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap
kelompok I (kontrol negatif/aquadest). Data tersebut menunjukkan bahwa antidot
pada kelompok V (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat
dosis 3.279 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB), VI (sianida dosis 26
mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium
nitrit 62.460 mg/KgBB), dan VII (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi
natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
berpotensi mengurangi kematian akibat keracunan sianida.
Antidot pada kelompok IV (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi
natrium tiosulfat dosis 0.468 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
menunjukkan perbedaan yang bermakna terhadap kelompok I (kontrol
negatif/aquadest) dan perbedaan tidak bermakna terhadap kelompok II (kontrol
sianida). Dari hasil pengamatan fisik terlihat bahwa 3 dari 6 hewan uji yang
diamati mengalami sianosis yang ditandai dengan tubuh berwarna kebiruan dan
kaku, yang berarti respon hewan uji terhadap sianosis sebesar 50%. Data ini
menunjukkan bahwa antidot pada kelompok IV (sianida dosis 26 mg/KgBB dan
kombinasi natrium tiosulfat dosis 0.468 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB) belum berpotensi mencegah kematian akibat keracunan sianida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Antidot pada kelompok V (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi
natrium tiosulfat dosis 3.279 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna terhadap kelompok I (kontrol
negatif/aquadest) namun juga menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna
terhadap kelompok II (kontrol sianida). Dari hasil pengamatan saat penelitian
terlihat bahwa pada kelompok V (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi
natrium tiosulfat dosis 3.279 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
terdapat 3 hewan uji yang mengalami kematian, sedangkan 3 lainnya tidak. Hal
ini berarti respon hewan uji terhadap kematian sebesar 50%. Data ini
menunjukkan bahwa antidot pada kelompok V (sianida dosis 26 mg/KgBB dan
kombinasi natrium tiosulfat dosis 3.279 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB) sudah berpotensi mencegah terjadinya kematian namun belum sebaik
pada kelompok VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat
dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) dan VII (sianida
dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dan
natrium nitrit 62.460 mg/KgBB). Pada pengamatan fisik terlihat tidak adanya
hewan uji yang mati pada kelompok VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan
kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB) dan VII (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi natrium tiosulfat
dosis 160.720 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB), hal ini berarti
respon hewan uji terhadap kematian sebesar 0%. Dari data tersebut dapat
disimpulkan bahwa pada kelompok VI (sianida dosis 26 mg/KgBB dan kombinasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Tabel VI. Hasil perbandingan antar kelompok pada gejala efek toksik mati
Kelompok Kontrol aquadest
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB) Kontrol aquadest BB BTB BB BTB BTB BTB
Kontrol sianida
(26 mg/KgBB)
BB BB BTB BTB BB BB
Kontrol Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BB BTB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat
(0,468 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BB BTB BB BTB BB BB
Sianida + Tiosulfat
(3.279 mg/KgBB)
+ Nitrit (62.46
mg/KgBB
BTB BTB BTB BTB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat (22.960
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BTB BB BTB BTB
Sianida + Tiosulfat (160.720
mg/KgBB) + Nitrit (62.46
mg/KgBB)
BTB BB BTB BB BTB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB)
sudah berpotensi mencegah kematian akibat keracunan sianida.
Sianida akan menghambat sitokrom oksidase pada sitokrom a3 yang
akan mengakibatkan hipoksia selular. Apabila hal ini terjadi, maka oksigen tidak
akan berguna lagi dan molekul ATP tidak akan dibentuk. Dengan tidak
terbentuknya ATP maka kegiatan dalam sel tidak akan berjalan dan hal ini akan
menyebabkan kematian. Dengan adanya natrium tiosulfat, maka sianida akan
dirubah menjadi tiosianat melalui enzim rhodanese. Semakin cepat eliminasi ini
akan menurunkan jumlah sianida dalam tubuh, sehingga hambatan pada sitokrom
oksidase berkurang dan ATP terbentuk kembali dan kematian dapat dihindari.
Natrium nitrit akan mengoksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin yang akan
berikatan dengan sianida. Dengan adanya methemoglobin ini maka hambatan
sianida pada sitokrom a3 dapat dihindari dan kematian dapat dihindari.
Dari hasil penelitian ini tingkat keracunan sianida dosis 26 mg/KgBB
terparah yaitu kematian, sudah dapat dicegah dengan antidot natrium tiosulfat
dosis 22.960 mg/KgBB yang dikombinasikan dengan natrium nitrit dosis 62.460
mg/KgBB, meskipun pada pengamatan secara fisik saat penelitian masih
ditemukan adanya hewan uji yang mengalami gejala keracunan seperti jantung
berdebar, hilang kesadaran, gagal nafas, dan bahkan kejang. Namun setelah
ditunggu beberapa saat, terlihat hewan uji mengalami kondisi kembali ke keadaan
sehat yang ditandai dengan membaliknya tubuh hewan uji setelah hilang
kesadaran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
B. Hubungan Dosis Kombinasi antara Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit
dengan Efek Penawaran Racun
Pada penelitian ini, digunakan 4 peringkat dosis natrium tiosulfat (0.468
mg/KgBB, 3.279 mg/KgBB, 22.960 mg/KgBB, dan 160.720 mg/KgBB) dan dosis
efektif natrium nitrit (62.460 mg/KgBB mencit). Pada tabel I terlihat bahwa
dengan meningkatnya dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan
natrium nitrit maka akan meningkatkan persentase kehidupan. Dengan
membandingkan penelitian Soedarmono (2008) seperti pada tabel I, maka hasil
dari kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit dikatakan lebih baik karena
pada dosis 22.960 mg/KgBB sudah menunjukkan persentase kehidupan sebesar
100%. Pada penelitian Soedarmono (2008) tersebut persentase kehidupan sebesar
100% baru dicapai pada dosis 160.720 mg/KgBB, jadi penggunaan natrium
tiosulfat 22.960 mg/KgBB yang dikombinsikan dengan natrium nitrit 62.460
mg/KgBB dapat meningkatkan keefektifan terapi antidot pada keracunan sianida
akut dimana penderita harus segera ditolong.
Keefektifan tersebut terjadi karena adanya mekanisme yang sinergi pada
kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit, di mana natrium tiosulfat akan
bekerja dengan mekanisme percepatan eliminasi, sedangkan natrium nitrit bekerja
dengan mekanisme hambatan bersaing (penghambatan distribusi). Hal ini tentu
berbeda apabila natrium tiosulfat diberikan tanpa kombinasi dengan natrium nitrit
di mana hanya akan terjadi satu mekanisme penawaracunan saja yaitu percepatan
eliminasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
Pada dasarnya penatalaksanaan keracunan sianida dengan dosis 26
mg/KgBB adalah cepat penanganan (antidotum diberikan sesaat) dan tepat
antidotum dan tepat jalur pemejanan (intraperitoneal) sangat menentukan
keberhasilan terapi keracunan di samping pemilihan strategi terapi antidotumnya.
Dari hasil penelitian ini maka kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit dapat
dinyatakan mempunyai potensi sebagai antidotum sianida dosis 26 mg/KgBB
peroral pada mencit.
Mekanisme aktivitas antidotum
Rhodanese
Na2S2O3 + CN- --> SCN- + Na2SO3.
Rute utama detoksifikasi sianida dalam tubuh adalah mengubahnya
menjadi tiosianat oleh rhodanese, walaupun sulfurtransferase yang lain, seperti
beta-merkaptopiruvat sulfurtransferase, dapat juga digunakan. Reaksi ini
memerlukan sumber sulfan sulfur, tetapi penyedia endogen substansi ini terbatas.
Keracunan sianida merupakan proses mitokondrial dan penyaluran intravena
sulfur hanya akan masuk ke mitokondria secara perlahan.
Natrium tiosulfat merupakan komponen kedua dari antidot sianida.
Antidot ini diberikan sebanyak 50 ml dalam 25% larutan. Tidak ada efek samping
yang ditimbulkan oleh tiosulfat. Namun tiosianat memberikan efek samping
seperti gagal ginjal, nyeri perut, mual, kemerahan, dan disfungsi pada SSP. Dosis
untuk anak-anak didasarkan pada berat badan (Kerns et al., 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Pemberian natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB intraperitoneal
menyebabkan pembentukan methemoglobin dengan cara mengembangkan
perubahan besi fero dalam hemoglobin menjadi besi feri. Natrium nitrit akan
mengoksidasi sebagian hemoglobin (methemoglobin), sehingga dalam aliran
darah akan terdapat ion ferri, yang oleh ion sianida akan diikat menjadi sian
methemoglobin. Ini akan menyebabkan enzim pernafasan yang terblok (reaksi
kompetitif) akan bergenerasi lagi (sifat terbalikkan).
Reaksinya adalah sebagai berikut
Sianida
+
Hemoglobin (Fe ++ ) nitrit metheboglobin ( Fe +++ )
Sianmethemoglobin
Hasil terapi dengan pemberian natrium nitrit secara teoritis akan menurunkan
level methemoglobin sebanyak 20 – 30%.
Meskipun demikian gejala efek toksik pada beberapa kelompok hewan
uji pada penelitian ini banyak yang tidak teramati, bisa disebabkan oleh karena
cepatnya terjadi kematian hewan uji tanpa melewati/memperlihatkan tanda-tanda
gejala keracunan sianida, ataupun pada beberapa kelompok masih bertahan hidup
hingga waktu pengamatan selesai (24 jam). Dengan adanya hewan uji yang
kembali ke keadaan normal (hilangnya gejala efek toksik) maka dapat dikatakan
bahwa kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
62.460 mg/KgBB merupakan pilihan antidot yang baik dalam menangani
keracunan sianida dosis 26 mg/KgBB secara peroral. Hal ini sesuai sifatnya di
mana saat kadar racun sianida habis, reseptor kembali, artinya apabila sianida
dosis 26 mg/KgBB dalam tubuh sudah menurun bahkan sudah habis, maka
reseptor yang mulanya berikatan dengan sianida akan kembali ke reseptor semula
dan berfungsi seperti semula. Efek toksik juga cepat kembali normal, di mana
sianida dosis 26 mg/KgBB peroral sangat cepat menimbulkan efek toksik, namun
secara cepat normal kembali atau sangat cepat pergi dari reseptor sasaran dengan
adanya kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit
dosis 62.460 mg/KgBB secara intraperitoneal.
Gambar 6. Pengubahan cyanmethemoglobin menjadi tiosianat oleh rodhanase dan tiosulfat (Cyanide Toxicity Review, 2003)
C. Sifat Terbalikkan Kombinasi Natrium Tiosulfat dan Natrium Nitrit pada
Keracunan Sianida
Kombinasi natrium tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit
dosis 62.460 mg/KgBB secara intraperitoneal pada hewan uji terbukti merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
salah satu metode khas mempercepat eliminasi (gambar 12) sianida dengan
mengkonversi sianida dengan bantuan rhodanase menjadi tiosianat (Na2S2O3
sebagai donor sulfur) yang kurang toksik.
Natrium tiosulfat bekerja dengan mempercepat perubahan sianida dengan
bantuan rhodanase menjadi tiosianat [SCN]- yang bersifat kurang toksik. Selain
itu, tiosianat berbentuk ion sehingga dapat lebih mudah untuk diekskresikan. Hal
ini dapat mempercepat keluarnya sianida dari tubuh. Seperti yang tampak pada
gambar 12, garis putus-putus menunjukkan keadaan awal, sebelum adanya
percepatan eliminasi. Setelah adanya percepatan eliminasi maka waktu
eliminasinya menjadi lebih cepat (kurva bergeser ke kiri) dan toksisitasnya juga
menjadi berkurang (daerah di atas KTM menjadi lebih kecil).
(Cp)
KTM
t
Gambar 7. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu strategi terapi keracunan mempercepat eliminasi (Donatus, 1997)
Potensi natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB intraperitoneal pada
mencit terbukti merupakan salah satu metode khas penghambatan distribusi
(gambar 13) sianida dengan pembentukan produk sianmethemoglobin yang
Kadar racun dalam darah sebelum dipercepat eliminasinya
Kadar racun dalam darah setelah dipercepat eliminasinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
kurang toksik dengan cara hambatan bersaing proses metabolisme sianida. Garis
putus-putus menunjukkan keadaan awal di mana distribusi racun tidak dihambat,
sedangkan garis lurus menunjukkan keadaan racun yang sudah dihambat
distribusinya, jadi, ketika natrium tiosulfat dan natrium nitrit dikombinasikan
maka akan terjadi dua strategi terapi keracunan yaitu mempercepat eliminasi dan
menghambat distribusi. Apabila kedua kurva hipotesis yang melukiskan hubungan
antara kadar racun di dalam darah atau tempat aksi lawan waktu strategi terapi
mempercepat eliminasi dan penghambatan distribusi digabungkan, maka akan
diperoleh kurva dengan durasi efek toksik yang cepat dan intensitas yang lebih
kecil, dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa kombinasi natrium tiosulfat
dan natrium nitrit dapat dijadikan pilihan antidot pada keracunan sianida secara
peroral.
Gambar 8. Kurva hipotesis yang melukiskan hubungan antara kadar racun
di dalam darah atau di tempat aksi lawan waktu strategi terapi keracunan penghambatan distribusi (Donatus, 1997)
KTM
t
Cp Kadar racun dalam darah sebelum dihambat distribusinya
Kadar racun dalam darah setelah dihambat distribusinya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Dosis kombinasi yang dapat digunakan yaitu natrium tiosulfat dosis
22.960 mg/KgBB dengan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB secara i.p. atau natrium
tiosulfat dosis 160.720 mg/KgBB dengan natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB
secara i.p. Dosis yang terpilih pada penelitian ini yaitu kombinasi natrium
tiosulfat dosis 22.960 mg/KgBB dengan natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB
secara i.p. Dosis tersebut dipilih karena dengan peringkat dosis tersebut sudah
menunjukkan respon hewan uji terhadap kematian sebesar 0%. Tiosulfat sendiri
secara intrinsik nontoksik, tetapi produk detoksifikasi yang dibentuk dari sianida,
tiosianat, dapat menyebabkan toksisitas pada pasien dengan kerusakan ginjal.
Penggunaan natrium nitrit hanya menggunakan 1 peringkat dosis (62.460
mg/KgBB) saja dikarenakan pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa
hubungan antara dosis natrium nitrit dengan efek pengawaracunan sianida dosis
26 mg/KgBB peroral adalah tidak berbanding lurus antara dosis antidotum
natrium nitrit dengan keberhasilan terapi keracunan sianida. Jadi, ketika dosis
natrium nitrit terlalu tinggi ataupun terlalu rendah tidak menunjukkan adanya
perbaikan pada gejala efek toksik yang ditimbulkan. Dan dari penelitian
sebelumnya diperoleh dosis terpilih yang paling baik dalam menangani keracunan
sianida adalah dosis 62.460 mg/KgBB (Djunarko, 2007).
Pada gejala keracunan sianida terlihat adanya gejala kejang, dan
kemungkinan kondisi tersebut dapat diperbaiki dengan penambahan
antikejang/sedatif. Kemungkinan dengan adanya sedatif, maka gejala kejang dapat
dihindari dan pasien dapat diselamatkan dengan lebih baik lagi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
Berikut tersaji data hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik
sianida terhadap kelompok kontrol (tabel IX). Dari tabel tersebut akan semakin
jelas terlihat bahwa dengan meningkatnya dosis natrium tiosulfat yang
dikombinasikan dengan natrium nitrit dosis 62.460 mg/KgBB, maka akan
semakin meningkat pula keberhasilan terapi keracunan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Tabel VII. Hasil perbandingan pengamatan gejala efek toksik sianida terhadap kelompok kontrol
Keterangan dari tabel IX : Kelompok I : kontrol negatif (pelarut/aquadest) Kelompok II : kontrol sianida dosis 26 mg/KgBB Kelompok III : kontrol positif (natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB) Kelompok IV : sianida + natrium tiosulfat 0.468 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB Kelompok V : sianida + natrium tiosulfat 3.279 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB Kelompok VI : sianida + natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB Kelompok VII : sianida + natrium tiosulfat 160.720 mg/KgBB + natrium nitrit 62.460 mg/KgBB
Jantung berdebar Hilang kesadaran Gagal nafas Kejang Mati Kelom pok I II III I II III I II III I II III I II III
I BTB BTB BB BTB BB BTB BB BTB BB BTB
II BTB BTB BB BB BB BB BB BB BB BB
III BTB BTB BTB BB BTB BB BTB BB BTB BB
IV BTB BTB BTB BB BTB BB BB BTB BB BB BTB BB BB BTB BB V BB BB BB BB BTB BB BB BTB BB BB BTB BB BTB BTB BTB VI BB BB BB BTB BTB BTB BTB BB BTB BTB BB BTB BTB BB BTB VII BB BB BB BTB BB BTB BTB BB BTB BTB BB BTB BTB BB BTB
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan data, analisis statistik dan evaluasi hasil penelitian yang
telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa potensi natrium tiosulfat sebagai
antidotum keracunan sianida pada mencit jantan galur Swiss adalah :
1. Dosis kombinasi yang efektif sebagai antidot keracunan sianida adalah
natrium tiosulfat 22.960 mg/KgBB dan natrium nitrit 62.460 mg/KgBB
secara i.p.
2. Peningkatan dosis natrium tiosulfat yang dikombinasikan dengan natrium
nitrit dosis 62.460 mg/KgBB akan meningkatkan efek penawaran racun pada
keracunan sianida pada mencit.
3. Sifat dari pemberian antidot kombinasi natrium tiosulfat dan natrium nitrit
adalah terbalikkan.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang uji daya antidotum natrium
tiosulfat dosis 3.279 mg/KgBB ditambah dengan pemberian zat anti kejang
(misalnya diazepam), mengingat bahwa biasanya kasus keracunan sianida
diperantarai dengan adanya kejang sehingga diperlukan adanya penambahan
senyawa anti kejang disini untuk mengurangi terjadinya gejala efek toksik yang
memperantarai terjadinya keracunan sianida.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1987a, Anatomi dan Fisiologi Modul Swa-Instruksional Sistem Pernafasan dan Sistem Kardiovaskular, diterjemahkan oleh Andy Santosa Augustinus, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Anonim, 1987b, Anatomi dan Fisiologi Modul Swa-Instruksional Sistem Perkemihan dan Sistem Pencernaan, diterjemahkan oleh Andy Santosa Augustinus, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Anonim, 1995a, Farmakologi dan Terapi, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Anonim, 1995b, Farmakope Indonesia IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2000, Gali Data : Sianida, http://www.minergynews.com/forum.shtml, diakses pada 28 September 2007
Ariens, E.J., Mutschler, E., Simonis, A.M., 1986, Toksikologi Umum Pengantar, diterjemahkan oleh Yoke R, Wattimena, Mathilda B Widianto, Elin Yulinah Sukandar, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta
ATSDR, 1997, Toxicological profile for cyanide. Atlanta, GA, US Department of Health and Human Services, Public Health Service, Agency for Toxic Substances and Disease Registry
Bergman,A.R., Adel, K.A., and Paul, M.H.J.R., 1996, Histology, W.B. Saunders Company, USA
Blanc, P., Hogan, M., Malin, K., Hryhorczuk, D., Hessl, S., & Bernard, B., 1985, Cyanide intoxication among silver reclaiming workers, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Clarke, E.G.C and Clarke, M.L., 1975, Veterinary Toxicology, Low Price Edition,
The English Language Book Society and Bailliere Tindall
Djunarko, I., 2007, Potensi Natrium Nitrit Sebagai Antidotum untuk Keracunan Sianida pada Mencit, Laporan Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Donatus, I.A., 1990, Audiovisual Toksikologi Dasar, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Jurusan Kimia Farmasi Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada
Donatus, I.A., 1997, Makalah Penanganan dan Pertolongan Pertama Keracunan Bahan Berbahaya, Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Donatus, I.A., 2001, Toksikologi Dasar, Laboratotium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Evans, C.L., 1964, Cobalt compounds as antidots for hydrocyanic acid, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, Antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Ganong, W.F., 1995, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (Review of medical Physiology), Edisi 14, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Henry, J.A., H.M., Wiseman, 1997, Management of Poisoning : A handbook for health care workers, World Health Organization, Geneva
Kalmus, H., & Hubbard, D.J., 1960, The chemical senses in health and disease, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, Antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Kerns, W., Isom, G., Kirk, M. A., 2002, Goldfrank’s Toxicologic Emergencies Chapter 98, 7th edition, Mc Grow-Hill, USA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Kirk, R.I.,& Stenhouse, N.S., 1953, Ability to smell solutions of potassium cyanide, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Loomis, I.A., 1978, Essentiale of Toxycologi, diterjemahkan oleh Imono Argo Donatus, Toksikologi Dasar, Edisi III, IKIP Semarang Press, Semarang
Lu, F.C., 1995, Toksikologi Dasar : Asas, Organ Sasaran dan Penilaian Resiko, diterjemahkan oleh Edi Nugroho, Edisi II, UI Press, Jakarta
Meredith, T.J., 1993, Antidots for Poisoning by Cyanide, http://www.inchem.org/, diakses pada 28 September 2007
Naughton, M., 1974, Acute cyanide poisoning, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, Antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Olson, K. R., 2007, Poisoning and Drug Overdose, 2nd edition, 145-147, Prentice-Hall International Inc., USA
Simeonova, F.P., 2004. Concise International Chemical Assessment Document 61, Hydrogen Cyanide and Cyanides: human health aspects. UNEP-ILO-WHO, Geneva, http://www.inchem.org, diakses tanggal 28 September 2007
Sudarmono, Andrew Arief, 2008, Dosis Efektif Natrium Tiosulfat Sebagai Antidotum Keracunan Sianida Pada Mencit Jantan Galur Swiss, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Takano, T., Miyzaki, Y., Nashimoto, I., & Kobayashi, K., 1980, Effect of hyperbaric oxygen on cyanide intoxication: in situ, changes in intracellular oxidation reduction, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, Antidots for Poisoning by Cyanide, diakses tanggal 28 September 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Tintinalli, Judith. E., 1996, Emergency Medicine : A comprehensive study guide, 4th Ed., Mc Graw Hill, United States of America
Utama, Harry Wahyudhy, 2006, Keracunan Sianida, http://klikharry.wordpress.com/about/, diakses pada 28 September 2007
Vick, J.A. & Froelich, H.L., 1985, Studies on cyanide poisoning, In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, Antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
Weger, N., 1968 [Aminophenols as antidots to prussic acid], In http://www.inchem.org/documents/antidot/antidot/ant02.htm, Antidots for Poisoning by Cyanide, Diakses tanggal 28 September 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
Lampiran 1. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian sianida secara peroral, aquadest secara peroral, Na-tiosulfat + Na-nitrit secara intraperitonial
Sianida
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I 0.00 96.00 166.00 178.00 211.00 II 0.00 114.00 141.00 133.00 190.00 III 0.00 60.00 86.00 93.00 120.00 IV 0.00 116.00 120.00 180.00 240.00 V 0.00 79.00 132.00 546.00 626.00 VI 0.00 0.00 300.00 420.00 540.00
rata-rata 0.00 77.50 157.50 258.33 321.17 SD 0.00 43.52 74.59 181.40 208.43 SE 0.00 17.77 30.45 74.06 85.09
Aquadest
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati II 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati III 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati IV 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati V 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati VI 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati
rata-rata 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati SD 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 SE 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Na-tiosulfat + Na-nitrit
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati II 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati III 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati IV 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati V 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati VI 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati
rata-rata 0.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati SD 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 SE 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
Lampiran 2. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian Sianida + Na-tiosulfat 0.468 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat 3.279 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat 22.960 mg/KgBB + Na-nitrit, Sianida + Na-tiosulfat 160.720 mg/KgBB + Na-nitrit
Sianida+Na-tiosulfat 0.468 mg/kg + Na-Nitrit
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I 0.00 134.00 146.00 146.00 153.00 II 0.00 111.00 134.00 0.00 Tidak mati III 27.00 108.00 157.00 182.00 239.00 IV 18.00 93.00 119.00 135.00 259.00 V 13.00 67.00 114.00 125.00 242.00 VI 14.00 81.00 100.00 135.00 298.00
rata-rata 12.33 99.67 128.50 120.50 14598.50 SD 10.53 23.81 21.27 62.28 35175.44 SE 4.29 9.72 8.68 25.43 14360.31
Sianida+Na-tiosulfat 3.279 mg/kg
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I 137.00 1446.00 2146.00 0.00 2291.00 II 42.00 90.00 132.00 654.00 Tidak mati III 14.00 531.00 545.00 866.00 Tidak mati IV 19.00 63.00 112.00 137.00 197.00 V 26.00 103.00 127.00 188.00 Tidak mati VI 18.00 83.00 98.00 110.00 189.00
rata-rata 42.67 386.00 526.67 325.83 43646.17 SD 47.26 549.27 811.64 348.39 46840.74 SE 19.29 224.24 331.35 142.23 19122.65
Sianida+Na-tiosulfat 22.960 mg/kg + Na-nitrit
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I 81.00 124.00 0.00 167.00 Tidak mati II 165.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati III 11.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati IV 30.00 110.00 162.00 0.00 Tidak mati V 21.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati VI 32.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati
rata-rata 56.67 39.00 27.00 27.83 Tidak mati SD 58.32 60.58 66.14 66.14 0.00 SE 23.81 24.73 27.00 27.00 0.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
Lampiran 3. Data waktu (detik) timbulnya gejala efek toksik akibat pemberian Sianida + Na-tiosulfat 160.720 mg/KgBB + Na-nitrit
Sianida+Na-tiosulfat 160.720 mg/kg + Na-nitrit
mencit jantung
berdebar hilang
kesadaran gagal nafas kejang mati I 15.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati II 25.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati III 29.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati IV 27.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati V 19.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati VI 11.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati
rata-rata 21.00 0.00 0.00 0.00 Tidak mati SD 7.16 0.00 0.00 0.00 0.00 SE 2.92 0.00 0.00 0.00 0.00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
Lampiran 4. Hasil analisis data penelitian dengan program SPSS Tests of Normalityb,c,d,e,f,g,h,i,j,k,l,m,n,o,p,q
.206 6 .200* .914 6 .463
.339 6 .030 .669 6 .003
.331 6 .039 .792 6 .050
.212 6 .200* .935 6 .619
.188 6 .200* .879 6 .264
.147 6 .200* .985 6 .972
.363 6 .013 .684 6 .004
.407 6 .002 .667 6 .003
.288 6 .131 .823 6 .093
.170 6 .200* .975 6 .924
.353 6 .018 .628 6 .001
.492 6 .000 .496 6 .000
.334 6 .035 .841 6 .133
.362 6 .014 .779 6 .038
.320 6 .054 .840 6 .131
.492 6 .000 .496 6 .000
.318 6 .058 .836 6 .121
.491 6 .000 .497 6 .000
.319 6 .056 .691 6 .005
perlakuanSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (0.468 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (3.279 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (22.960 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (160.720 mg/kgBB) + NitritKontrol Sianida 26 mg/KgSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (0.468 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (3.279 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (22.960 mg/kgBB) + NitritKontrol Sianida 26 mg/KgSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (0.468 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (3.279 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (22.960 mg/kgBB) + NitritKontrol Sianida 26 mg/KgSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (0.468 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (3.279 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (22.960 mg/kgBB) + NitritKontrol Sianida 26 mg/KgSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (0.468 mg/kgBB) + NitritSianida (26mg/kg BB) +Tiosulfat (3.279 mg/kgBB) + Nitrit
jantung_berdebar
hilang_kesadaran
gagal_nafas
kejang
mati
Statistic df Sig. Statistic df Sig.Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
This is a lower bound of the true significance.*.
Lilliefors Significance Correctiona.
jantung_berdebar is constant when perlakuan = Kontrol Aquades. It has been omitted.b.
jantung_berdebar is constant when perlakuan = Kontrol Sianida 26 mg/Kg. It has been omitted.c.
jantung_berdebar is constant when perlakuan = Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/Kg) + Nitrit (62.46 mg/kg BB). It has beenomitted.
d.
hilang_kesadaran is constant when perlakuan = Kontrol Aquades. It has been omitted.e.
hilang_kesadaran is constant when perlakuan = Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/Kg) + Nitrit (62.46 mg/kg BB). It has beenomitted.
f.
hilang_kesadaran is constant when perlakuan = Sianida (26mg/kg BB) + Tiosulfat (160.720 mg/kg BB) + Nitrit. It hasbeen omitted.
g.
gagal_nafas is constant when perlakuan = Kontrol Aquades. It has been omitted.h.
gagal_nafas is constant when perlakuan = Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/Kg) + Nitrit (62.46 mg/kg BB). It has beenomitted.
i.
gagal_nafas is constant when perlakuan = Sianida (26mg/kg BB) + Tiosulfat (160.720 mg/kg BB) + Nitrit. It has beenomitted.
j.
kejang is constant when perlakuan = Kontrol Aquades. It has been omitted.k.
kejang is constant when perlakuan = Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/Kg) + Nitrit (62.46 mg/kg BB). It has been omitted.l.
kejang is constant when perlakuan = Sianida (26mg/kg BB) + Tiosulfat (160.720 mg/kg BB) + Nitrit. It has beenomitted.
m.
mati is constant when perlakuan = Kontrol Aquades. It has been omitted.n.
mati is constant when perlakuan = Kontrol Tiosulfat (22.960 mg/Kg) + Nitrit (62.46 mg/kg BB). It has been omitted.o.
mati is constant when perlakuan = Sianida (26mg/kg BB) + Tiosulfat (22.960 mg/kg BB) + Nitrit. It has been omitted.p.
mati is constant when perlakuan = Sianida (26mg/kg BB) + Tiosulfat (160.720 mg/kg BB) + Nitrit. It has been omitted.q.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Kruskal-Wallis Test
Test Statisticsa,b
32.771 27.651 32.287 28.658 29.1456 6 6 6 6
.000 .000 .000 .000 .000
Chi-SquaredfAsymp. Sig.
jantung_berdebar
hilang_kesadaran gagal_nafas kejang mati
Kruskal Wallis Testa.
Grouping Variable: perlakuanb.
Mann-Whitney Test
Ranks
6 6.50 39.006 6.50 39.00
12
perlakuanKontrol AquadesKontrol Sianida 26 mg/KgTotal
jantung_berdebarN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
18.00039.000
.0001.000
1.000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
jantung_berdebar
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: perlakuanb.
Ranks
6 6.50 39.00
6 6.50 39.00
12
perlakuanKontrol AquadesKontrol Tiosulfat (22.960 mg/Kg) + Nitrit(62.46 mg/kg BB)Total
jantung_berdebarN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Test Statisticsb
18.00039.000
.0001.000
1.000a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
jantung_berdebar
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: perlakuanb.
Ranks
6 4.50 27.00
6 8.50 51.00
12
perlakuanKontrol AquadesSianida (26mg/kg BB)+ Tiosulfat (0.468mg/kg BB) + NitritTotal
jantung_berdebarN Mean Rank Sum of Ranks
Test Statisticsb
.00021.000-3.077
.002
.002a
Mann-Whitney UWilcoxon WZAsymp. Sig. (2-tailed)Exact Sig. [2*(1-tailedSig.)]
jantung_berdebar
Not corrected for ties.a.
Grouping Variable: perlakuanb.
Ranks
6 3.50 21.00
6 9.50 57.00
12
perlakuanKontrol AquadesSianida (26mg/kg BB)+ Tiosulfat (22.960mg/kg BB) + NitritTotal
jantung_berdebarN Mean Rank Sum of Ranks
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi berjudul ’’Dosis Efektif
Kombinasi Natrium Nitrit Dan Natrium Tiosulfat
Sebagai Antidot Keracunan Sianida Akut Pada Mencit
Jantan Galur Swiss’’ memiliki nama lengkap Libertus
Tintus Hardiyanto, merupakan anak pertama dari
pasangan Ignasius Sigid Pangestu Widodo dan Maria
Sriyani.
Awal pendidikannya ditempuh di TK Xaverius
Metro (1991-1992). Selanjutnya penulis menempuh pendidikannya di SD
Xaverius Metro (1992-1993); SDN II Farol, Atambua (1993-1996); SD Xaverius
Metro (1996-1998); SMP Xaverius Metro (1998-2001). Masa SMA ditempuhnya
di SMA Stella Duce Bantul (2001-2004). setelah lulus dari pendidikan di tingkat
SMA, penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2004-2008).
Selama menjalani pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta, penulis banyak mengikuti kegiatan non akademis,
diantaranya : UKF Sepakbola, UKF Basket, Sie Kesekretariatan Titrasi, Sie P3K
Titrasi, Sie Dampok Titrasi, Sie Konsumsi PEC, Sie Perlengkapan PP, Sie
Perlengkapan Pelepasan Wisuda, dan berbagai kegiatan lainnya yang masih dalam
lingkup Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
top related