Penanganan pasien kompromis medis FIX.docx
Post on 02-Jan-2016
605 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemeriksaan objektif secara lengkap, termasuk pencatatan riwayat fisik pasien baik
secara lokal maupun sistemik selayaknya dilakukan sebagai konsiderasi tersendiri dalam
penanganan pasien, khususnya pada pasien yang akan diberikan perawatan dental yang
bersifat ekstensif atau surgikal. Pencatatan riwayat medik secara lengkap ini bermanfaat
sebagai data dasar kondisi umum pasien yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
apakah terdapat masalah spesifik yang nantinya akan menghambat atau menjadi konsiderasi
khusus dalam perawatan atau prosedur anestesi. Mengingat pentingnya pengetahuan akan
penanganan pasien kompromis medis, dalam makalah ini akan dijabarkan penjelasan
mengenai beberapa penyakit sistemik dan kaitannya dengan penanganan pasien khususnya
dalam ruang lingkup bedah mulut.
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bagian dari pemenuhan tugas akademis, khususnya dalam departemen
Bedah Mulut FKG UI
2. Sebagai salah satu syarat dalam pendidikan profesi dokter gigi, khususnya dalam
stase Bedah Mulut RSCM
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung
Jenis penyakit kardiovaskuler bukanlah jenis penyakit yang jarang terjadi. Tidak sedikit
pula dari pasien-pasien dengan kelainan kardiovaskuler ini yang membutuhkan perawatan
dental.1 Pasien dengan berbagai bentuk penyakit jantung sangat rentan terhadap berbagai
keadaan fisik dan emosi yang mungkin terjadi selama prosedur dental.2 berikut merupakan
jenis penyakit jantung yang sering terjadi dan banyak kaitannya dengan prosedur dental :
2.1.1 Infective Endocarditis
Infective Endocarditis (IE) adalah infeksi mikrobial pada permukaan endotelial
dari jantung atau katup jantung yang terjadi paling sering pada pasien dengan kelainan
jantung kongenital.2 Istilah IE digunakan karena pada dasaranya dapat disebabkan oleh
berbagai mikroorganisme seperti halnya fungi dan bakteri. Beberapa sumber lain
menyebut penyakit ini dengan istilah bacterial endocarditis (BE) karena paling sering
disebabkan oleh bakteri.2 Penyebab dominan IE disebabkan oleh bakteri streptococci ,
khususnya jenis viridans streptococci serta staphylococci dengan tingkat dominansi 30-
40%.2 Meskipun IE dapat terjadi pada jaringan endotel normal, namun frekuensi
terjadinya IE lebih tinggi pada permukaan yang abnormal atau pada bagian artifisial.
Permukaan abnormal tersebut merupakan habitat baik bagi perlekatan bakteri.3
Normalnya, ketika bakteri memasuki aliran darah, secara cepat akan dibasmi oleh
sirkulasi leukosit. Namun, jika terdapat defek kardiak yang bisa terkolonisasi, IE bisa
berkembang. Adapun sumber bakteremia dapat berasal dari operasi jantung, katerisasi
intravena dan adiksi intravena. Bakteremia pada IE bisa dideteksi di >80 orang pasca
ekstraksi.1
Dalam rongga mulut, bakteri biasanya secara konstan terbasmi oleh saliva. Namun
biasanya jumlah bakteri patogen meningkat pada pasien dengan OH buruk, yang banyak
terdapat pada poket periodontal. Adanya pergerakan gigi dalam soket berulang-ulang
mengkompres dan menarik atau memecah bakteri sehingga bakteri terdorong masuk ke
dalam aliran darah.1 disebutkan, 15% kasus IE dihubungkan dengan prosedur dental,
dimana faktor pemicu IE 95% berasal dari kasus ekstraksi.1
IE telah diklasifikasikan berdasarkan berbagai term. Berdasarkan kecepatan onset
dan durasi simtom untuk penegakan diagnosis, IE dibagi menjadi akut dan kronis.
Berdasarkan mikroorganisme penyebab, IE dibedakan menjadi streptococcal
2
endocarditis, staphilococcal endocarditis, dan candidal endocarditis. Berdasarkan tipe
katup yang terinfeksi, IE diklasifikasikan menjadi native valve endocarditis (NTE) dan
prosthetic valve endocarditis (PVE). Sedangkan berdasarkan sumber infeksi, IE
dibedakan menjadi community acquired endocarditis, hospital acquired endocarditis,
dan intravenous drug user.2
Keadaan umum pada bacterial endocarditis adalah demam, anemia, kultur bakteri
(+), dan murmur pada jantung.2 Gejala dari penyakit ini berupa lemah, berat badan turun,
lelah, demam yang meningkat pada sore dan malam hari, meriang, berkeringat pada
malam hari, anoreksia, dan arthalgia (nyeri pada sendi). Petechiae muncul pada kulit dan
jaringan mukosa.1 Untuk penegakan diagnosa, tanda-tanda klinis ini dibagi menjadi
tanda mayor dan tanda minor. Kultur darah positif dan keterlibatan endocardial (seperti
technocardiografi dan regurgitasi kutup) merupakan tanda mayor sedangkan demam,
fenomena vaskular, fenomena imunologi, bukti keterlibatan mikrobial (selain kultur
darah positif) merupakan tanda minor. OS akan didiagnosa IE jika memiliki dua tanda
mayor, atau satu tanda mayor dan tiga tanda minor, atau kelima tanda minor.2
Gambar 2.1 Ptechiae pada pasien IE2
Pasien dengan kelainan jantung, baik kongenital, demam reumatik, dll sebaiknya
mendapatkan antibiotic profilaksis sebelum dilakukannya prosedur dental yang eksesif,
terutama ekstraksi, scalling, dan operasi periodontal.1 Dijelaskan lebih lanjut antibiotik
profilaksis ini dapat menurunkan jumlah bakteri patogen, terutama yang terdapat pada
gingiva atau poket periodontal, namun belum ada kepastian mengenai seberapa efektif
penggunaan antibiotik ini dalam mencegah endocarditis.1 Berikut merupakan protokol
antibiotik untuk pencegahan endokarditis yang berasal dari prosedur dental :3
3
- Dengan anestesi lokal atau tanpa anestesi
Oral amoxicilin 3 g satu jam sebelum prosedur. Jika alergi terhadap penicilin
atau telah meminum lebih dari satu agen pada bulan sebelumnya, berikan oral
clindamycin 600 mg satu jam sebelum prosedur. Atau jika pasien terdiagnosa
endocarditis, berikan amoxicilin 1 g dan gentamycin 120 mg yang keduanya
diberikan secara intravena ketika memulai prosedur, kemudian berikan oral
amoxilin 500 mg enam jam setelah prosedur dental.
- Anestesi umum ( tanpa risiko khusus)
Amoxicilin 1 g secara intravena ketika memulai prosedur, kemudian amoxicilin
500 mg enam jam setelah prosedur dental. Alternatif lainnya adalah oral
amoxicilin 3 g empat jam sebelum memulai prosedur, dan oral amoxicilin 3 g
segera setelah prosedur atau oral amoxicilin 3 g dan oral proberecid empat jam
sebelum prosedur dental.
- Anestesi umum (dengan anestesi khusus)
Pasien dengan katup buatan atau positif terdiagnosis IE dengan risiko tinggi,
berikan amoxicilin 1 g dan gentamycin 120 mg yang keduanya diberikan secara
intravena ketika memulai prosedur, kemudian berikan oral amoxilin 500 mg
enam jam setelah prosedur dental.
- Anestesi umum (pada kondisi tidak cocok dengan penicilin)
Pasien-pasien yang tidak cocok dengan penicilin membutuhkan antibitik dari
golongan yang berbeda. Alternatif yang dapat digunakan diantaranya
vancomycin 1 g secara intravena minimal 100 menit sebelum, gentamycin 120
mg yang diberikan secara intravena pada saat prosedur atau 15 menit
sebelumnya. Atau teicoplanin 400 mg dan gentamycin 120 mg yang keduanya
diberikan secara intravena pada saat prosedur atau 15 menit sebelumnya. Atau
clindamycin 300 mg yang diberikan secara intravena minimal sepuluh menit
saat prosedur atau 15 menit sebelumnya, yang dilanjutkan dengan intravena
clindamycin 150 mg enam jam setelah prosedur dental.
2.1.2 Angina Pectoris dan Miocardial Infarction
Angina pectoris biasanya dideskripsikan sebagai tekanan yang sakit, berat, dan
sesak di region dada bagian tengah.2 Rasa sakit ini dapat menyebar ke lengan kiri
maupun kanan yang dapat menjalar ke leher, atau rahang bawah yang juga hadir pada
pasien MI.1 Durasi sakitnya bertahan 5-15 menit yang dapat dihentikan atau dipersingkat
4
durasinya dengan menggunakan nitroglycerin.2 Mual dengan frekuensi yang sering,
bahkan terkadang shock atau hilang kesadaran ditambah gejala-gejala diatas merupakan
gejala klinis dari MI.1 Rata-rata mortalitas pasien angina sekitar 4% per tahun, prognosis
tergantung pada derajat penyempitan pembuluh darah koroner.4
Angina pectoris, yang merupakan tanda simtomatik dari miocardial infarction
(MI), terklasifikasi menjadi stable angina dan unstable angina. Stable angina
didefinisikan sebagai rasa sakit yang dapat diprediksi kemunculan kembalinya, dan
konsisten dalam selang waktu tertentu, sedangkan un stable angina didefinisikan sebagai
rasa sakit dengan onset baru, yang meningkat dalam frekuensi tertentu, yang lebih intens
dari sebelumnya, yang lebih mudah dipicu dibanding sebelumnya atau bahkan muncul di
saat beristirahat.2 Stable angina dapat dipicu oleh aktifitas fisik seperti berjalan,dll,
makan, atau stres yang kemudian mereda jika faktor pemicunya dihilangkan dan
beristirahat total. Sedangkan unstable angina bahkan tidak mereda dengan nitrogliceryn
dan sering berkembang menjadi MI dalam waktu yang singkat.2
Untuk mencegah terjadinya angina pectoris selama perawatan dental adalah dengan
meminimalisir tingkat stress pada pasien sehingga kebutuhan oksigen jantung dapat
terpenuhi. Pengurangan jangka waktu perawatan dan meminimalisir nyeri selama
perawatan dental merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan guna mencegah
angina pectoris. Selain itu, penggunaan nitroglycerin sebagai premedikasi 5 menit
sebelum prosedur dental dilakukan, juga dianjurkan pada pasien yang mengalami
episode angina lebih dari seminggu sekali dan pada pasein yang memiliki ketakutan
tinggi terhadap prosedur dental.5
Adapun konsiderasi dental dari angina pectoris adalah :2
- Short appointment di pagi hari
- Posisi dental unit senyaman mungkin
- Pretreatment tanda vital
- Sediakan nitroglycerine, sedasi oral, sedasi nitrous oxide, atau oksigen
- Anestesi lokal yang baik
- Pembatasan jumlah vasokonstriktor
- Penghindaran penggunaan epinefrin dan anticholergic
- Post op pain control yang efektif
Jika terjadi kekambuhan Angina pectoris selama prosedur dental :1
- Berikan pasien obat anti anginal mereka, biasanya 0,5 mg gliceryl trinitrate
sublingual, atau
5
- Gliceryl trinitrate spray 400 mg (lebih cepat meredakan)
- Jika tidak terjadi perbaikan selama 3 menit, kemungkinan pasien mengidap MI,
yang kemudian diberikan perawatan yang sesuai.
Konsiderasi dental pada MI :2
- Identifikasi dan perawatan dari penyakit yang bersangkutan
- Kurangi faktor risiko (hipertensi, merokok, dll)
- Aplikasi metode nonfarmakologik dengan perhatian khusus pada modifikasi
gaya hidup
- Aplikasikan manajemen farmakologis (penggunaan nitrat, beta blocker,
calcium channel blocker, dll)
- Revaskularisasi dengan teknik berbasis kateter perkutaneous atau coronary
bypass surgery.
Jika terjadi kekambuhan MI selama prosedur dental :1
- Posisikan pasien senyaman mungkin yang memudahkan ia bernafas. Hindari
posisi datar, terutama jika terjadi kerusakan ventrikular dan oedema
pulmonary
- Hubungi ambulans perawatan intensif
- 50/50 nitrous oxide dan oxygen dari anestesi umum untuk meredakan sakit dan
kepanikan
- Berikan oral aspirin 150 mg sesegera mungkin
2.2 Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah secara persisten yang dapat menjadi
berbahaya jika terus meningkat dan tidak dirawat. Pada umumnya, tekanan darah meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Tekanan diastole yang lebih dari 90 mmHg dan sistole
yang lebih dari 140 mmHg merupakan keadaan yang tidak normal.3
6
2.2.1 Klasifikasi Hipertensi6
2.2.2 Etiologi
Lebih dari 90 % penyebab hipertensi tidak diketahui yang kemudian disebut juga
dengan primary, idiopathic, atau essential hipertention. 1-2 % pasien yang mengidap
hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui disebut dengan secondary hypertenition.3
faktor gaya hidup yang dapat meningkatkan tekanan darah adalah stress, obesitas,
konsumsi garam, merokok, alcohol, dan obat-obatan. Selain itu juga terdapat factor yang
dapat menurunkan tekanan darah.3
7
2.2.3 Tanda dan Gejala2
2.2.3.1Tanda awal
Peningkatan tekanan darah
Penyempitan arteriol retina
Hemoragi retina
2.2.3.2 Tanda lanjut
Papilledema (pembengkakan diskus optic yang diasosiasikan dengan
peningkatan tekanan intracranial)
Pembesaran jantung ventrikel kiri
Hematuria(darah pada urin)
Proteinuria
Gagal jantung kongestif
Angina pectoris
Gagal ginjal
2.2.4 Gejala2
Sakit kepala
Pandangan kabur
Telinga berdenging
Pusing
Lemah
8
Kesemutan pada tangan dan kaki
2.2.5 General Management
Emosi, ketakutan, dan kecemasan dapat meningkatkan output katekolamin dan
tekanan darah. Terapi Antihipertensi diindikasikan bila tekanan sistol 200 mmHg keatas
dan diastole 110 mmHg keatas. Terapi tersebut bisa diberikan pada kondisi dibawah itu
jika ada komplikasi seperti diabetes atau penyakit ginjal. Tujuan pemberian obat
antihipertensi adalah dapat digunakan pada dosis minimum, tekanan darah mencapai
<140/80 mmHg, dan dengan efek samping minimal.3
Obat antihipertensi kadang dapat menyebabkan efek samping seperti xerostomia,
pembengkakan kelenjar saliva, lichenoid reaction, erithema multiforme, angioedema,
pembengkakan gingiva, atau parastesia. 7
Obat Antihipertensi3
GRUP MACAM EFEK MANIFESTASI ORAL
Alpha-adrenergic blocker
DoxazosinTerazosin
Trombositopenia Dry mouth
Angiotensin-convrting enzyme inhibitors
CaptoprilEnalaprilPerindopril
Dosis awal dpt menyebabkan penurunan tekanan darah yang drastis.Merusak fngsi ginjal, terutama jika NSAIDs juga diberikan Angiodema
Burning sensation/ulser/loss of tasteAngiodemaSinusitisLichenoid reactions
Angiotensin II receptor blokers
Candesartan Losartan
Facial flushing Taste disturbancesGag reflexDry mouthLichenoid reactions
Beta-adrenorecepor blockers
Atenolol Propranolol
Dapat menyebabkan bronkoplasma Kontraindikasi pada astma Dihindari pada gagal jantung Otot lemah Gangguan tidur
Dry mouthLichenoid reactionsparastesia
9
Calsium-channel blockers
Amlodipine Diltiazem Nifedipine verapamil
Sakit kepala Pembengkakan kaki
Gingival hyperplasia (nifedepine)Salivation (nicardipine)angioedema
Centrally acting antihypertensives
Clonidine Guanabenz Guanfacine Methydopa
Cass effectsHalmolysis hepatitis
Dry mouth
Potassium-channel blockers
Nicorandil Nyeri kepala Ulserasi
diuretics Bendroflumethiaziade Indapamide Furosemide Amiloride spironolactane
Hipovolaemia Electrolyte changes
ulserasi
2.2.6. Dental Management
Hal yang perlu diperhatikan pada pasien hipertensi sebelum melakukan perawatan
dental :7
Minimalisasi stress/kecemasan
Hubungan baik dengan pasien
Appoinment pendek di pagi hari
Premedikasi dengan sedative
Penggunaan oksigen/nitrous oxide selama prosedur
Penggunaan local anastesi yang memadai, epinephrine dapat digunakan dalam
jumlah yang tidak besar
Hentikan perawatan pada pasien dengan tekanan darah lebih dari 179/109
mm/Hg
Bagi sebagian besar pasien, prosedur tindakan dalam bidang kedokteran gigi sering
menyebabkan stress dan kecemasan yang dapat memicu peningkatan pelepasan endogen
cathecolamine yang selanjutnya dapat meyebabkan peningkatan tekanan darah pasien
saat berobat. Tekanan darah harus dikontrol sebelum perawatan dental dan sebelumnya
harus meminta pendapat dokter. Pasien paling baik dirawat pada pagi hari. Pasien dengan
hipertensi terkontrol harus mendapat perawatan dental dengan cepat, meminimalkan
stress.3
10
Blood Pressure
(sistole,diastole)
ASA
grade
Hypertensi
on stage
Consideraton
< 140, < 90 I - Routine dental care
140-159,90-99 II 1 Recheck BP before starting
Routine dental care
160-179, 95-109 III 2 Recheck BP before starting
Medical advice before routine dental care
Restrict use epinephrine
Sedasi bila perlu
>180,>110 IV 3 Recheck BP after 5 mins quick rest
Only emergency care until BP controlled
Medical advice before routine dental care
Avoid vasocostrictor
Pemberian sedative perioral (benzodiazepine 5 mg) malam sebelum tidur dan 1 jam
sebelum tindakan perawatan cukup membantu mengurangi stress. Penggunaan sedasi
dengan N2O dapat menurunkan tekanan darah sistole dan diastole sampai 10-15 mmHg
kira-kira 10 menit setelah pemberian dan selanjutnya diberikan anestesi local dengan
atau tanpa vasokonstriktor.7
2.3 Diabetes Mellitus
2.3.1Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kompleks metabolik dan komponen vaskular
yang dikarakteristikkan oleh hiperglikemi dan komplikasi meliputi penyakit
mikrovaskular ginjal dan mata serta variasi neuropati klinis.2 PERKENI (Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia) menggunakan klasifikasi diabetes menurut American Diabetes
Association (ADA) pada tahun 1997 yang mengklasifikasikan diabetes berdasarkan
penyebabnya:5
1. Diabetes Tipe 1
11
Diabetes tipe ini disebabkan oleh adanya kerusakan sel pankreas (sel𝛽
penghasil insulin) pada pankreas. Umumnya menjurus pada kekurangan
insulin absolut/mutlak. Hal ini disebabkan oleh mediasi imun dan idiopatik.
Jika disebabkan mediasi imun, akan ditemukan kehadiran antibodi insulin atau
islet cells yang mengidentifikasi proses autoimun yang mengarah ke destruksi
sel 𝛽 pankreas. Jika tidak ditemukan kehadiran islet cells tersebut (tidak ada
bukti keterlibatan autoimun) maka tergolong dalam penyebab idiopatik.
2. Diabetes Tipe 2
Diabetes tipe ini disebabkan penyebab yang bervariasi, terutama resistensi
insulin (jumlah insulin banyak namun tidak dapat berfungsi), kekurangan
insulin relatif, atau gangguan sekresi insulin.
3. Diabetes Tipe Lain
Jenis diabetes ini disebabkan penyebab yang bervariasi, seperti penyakit
pankreas atau endokrinopati, defek genetik kerja insulin, malnutrisi, atau
dicetuskan oleh zat kimia atau obat-obatan.
4. Diabetes Gestasional
Diabetes ini merupakan kondisi diabetes sementara yang dialami pada masa
kehamilan akibat tingginya konsumsi gula, makan yang tidak seimbang, juga
kehadiran resistensi insulin pada beberapa kasus. Pada umumnya, keadaan
pasien kembali normal pasca melahirkan.
2.3.2 Gejala dan Tampakan Klinis Diabetes Tipe I dan Tipe II2
12
2.3.3 Diagnosis
Telah dijabarkan sebelumnya bahwa hampir sekitar 50% kasus diperkirakan belum
terdiagnosa. Salah satu peran dokter gigi di bidang ini adalah sebagai frontliner dalam
mendeteksi riwayat diabetes melitus pasien.1 Berikut adalah jabaran mengenai cara
mendiagnosa diabetes mellitus, baik pada pasien yang telah terkonfirmasi maupun pada
pasien yang belum terdiagnosa diabetes melitus.
Kriteria diagnosa diabetes melitus :2
1. Gejala diabetes dan kadar gula darah sewaktu 200 g/dL atau lebih
2. Kadar glukosa puasa 126 mg/dL atau lebih
13
3. Kadar glukosa 2 jam 200 mg/dL atau lebih (tes ini tidak direkomendasikan untuk
digunakan secara rutin dalam klinik)
2.3.4.Treatment Pasien DM2
Diabetes Tipe 1
- Menjaga pola makan dan aktivitas fisik
- Insulin : baik konvensional, injeksi multipel, infus berkelanjutan, transplantasi
pankreas
Diabetes Tipe 2
- Menjaga pola makan dan aktivitas fisik
- Agen hipoglikemik oral
- Insulin ditambah agen hipoglikemik oral
- Insulin saja
2.3.5 Infeksi dan Kesulitan Regenerasi
Penyakit diabetes sangat erat kaitannya dengan turunnya kekebalan tubuh terhadap
suatu infeksi. Pada penderita diabetes mellitus kadar glukosa dalam darah tinggi, sehingga
merupakan media yang cocok bagi perkembangan kuman pada daerah luka tersebut.3 Dalam
susunan darah, kapasitas fagositosis berkurang yang menyebabkan tidak efisiennya
pembunuhan kuman sehingga penderita mudah terserang infeksi yang serius.1
Pada dasarnya, penderita diabetes lebih mudah mengalami infeksi, sehingga tindakan
sekecil apapun yang melukai organ atau jaringan dapat menimbulkan resiko infeksi.
Beberapa faktor yang memudahkan terjadinya infeksi:5
- Faktor metabolik
- Glikogen di hati menurun
- Dehidrasi akibat hiperglikemia dan poliurea
- Faktor imunologik
- Sifat fagositosis leukosit menurun
- Pembentukan antibodi menurun
- Turunnya daya tahan tubuh
- Faktor angiopati diabetika
- Mikroangiopati diabetika : angiopati yang terjadi pada kapiler dan arteriol. Disfungsi
endotel dan agregasi trombosit yang meningkat merupakan penyebabnya
14
- Makroangiopati diabetika : penebalan basement membran. Pengendapan fibrin pda
dinding pembuluh darah dan hilangnya elastisitas dinding arteri, karena terjadinya
proses sclerosis pada arteriolnya sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah
arteriol. Hialinisasi menyebabkan pembuluh darah menjadi kaku dan mudah pecah
sehingga mudah terjadi kebocoran yang mengakibatkan keluarnya protein-protein
dan butir-butir darah yang mengarah pada penurunan pertahanan jaringan setempat
dan berkurangnya pasokan nutrisi dan oksigen ke jaringan sehingga menghambat
penyembuhan luka
- Faktor neuropati diabetika : menyebabkan turunnya refles saraf otonom, sensorik, dan
motorik sehingga timbul rasa parestesi, mukosa mulut yang kering, dan gerak otot yang
lamban. Kesulitan regenerasi dan mudahnya infeksi disebabkan terjadi kelainan pada
membran basalis antara lain berkurangnya multiplikasi fibroblas yang mengakibatkan
terhambatnya jaringan granulasi dan penurunan kemampuan regenerasi jaringan,
menurunnya kapasitas sintesa kolagen dan meningkatnya kadar glikoprotein di
membran basalis
2.3.6. Dental Manajemen2
15
2.4 Asma
2.4.1Definisi
Asma merupakan penyakit inflamasi kronis pada sistem pernafasan yang berkaitan
dengan peningkatan hiperresponsifitas pada jalur nafas yang menghasilkan episode
rekuren sesak nafas, batuk, dan wheezing.2 Adapun alergen yang sering kali memicu
asma adalah infeksi pada saluran pernapasan atas, adanya aktivitas fisik yang berlebihan,
udara dingin, medikasi (salisilat, NSAIDs, Cholenergic drugs, beta-adrenergic blocking
drugs), zat-zat kimia, asap, dan status emosional yang tinggi seperti panik, gugup, dan
stress.1
2.4.2 Etiologi
Pada dasarnya penyebab pasti asma tidak sepenuhnya dimengerti, namun asma
terjadi karena banyak faktor pemicu. Berdasarkan faktor-faktor pemicunya, asma terbagi
menjadi beberapa, yakni:3
1. Allergic Asthma (Ekstrinsik),
Merupakan respon inflamasi berlebihan yang dipicu oleh alergen musiman yang
dihirup seperti serbuk sari, debu, serangga, dll. Jenis alergi ini memiliki
prevalensi sebesar 35%, dan banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.
Pada jenis alergi ini, ditemukan skin test yang positif pada alergen yang
bervariasi, sensitisasi yang dimediasi oleh IgE ketika terpajan oleh alergen, dan
ada hubungan dengan hadirnya riwayat alergi pada keluarga penderita.
16
2. Intrinsic Asthma
Jenis alergi ini terjadi sekitar 30% dari kasus alergi yang muncul dan cenderung
terjadi pada middle aged adults. Penyebabnya bisa berupa peningkatan status
emosional, peningkatan asam gastroesophageal, dll. Biasanya ditemukan level
IgE normal dan nonresponsif terhadap skin test.
3. Asma karena penggunaan obat-obatan dan zat makanan berupa kacang, stroberi,
dll.
4. Exercise Induced Asthma.
Pada dasarnya, patogenesis dari penyakit ini belum jelas diketahui, namun
beberapa ahli meyakini disebabkan karena adanya perubahan termal selama
inhalasi udara yang cenderung lebih dingin dari suhu di dalam tubuh yang
mengiritasi mukosa dan menimbulkan reaksi hiperactivity pada jalur napas.
Jenis alergi ini banyak terjadi pada anak-anak dan dewasa muda karena
tingginya level aktivitas fisik mereka.
5. Infectious Asthma
Jenis alergi ini terjadi karena adanya peningkatan konstriksi bronkial dan
peningkatan resistensi jalur napas karena respon inflamasi bronkus terhadap
infeksi. Causative agents yang dapat menyebabkan infectious asthma biasanya
berupa virus, bakteri, dermatologic fungi (Trychophytan).
2.4.3 Tanda dan Gejala Klinis1,2,3
- Respon berlebihan pada jalur napas yang episodik. Biasanya semakin parah
pada malam hari atau bergantung pada terpaparnya causative agents pada
penderita.
- Sulit bernafas yang bersifat episodik reversibel (dyspnea)
- Wheezing
- Batuk parah di malam hari
- Sesak napas
- Onset terjadi tiba-tiba, dengan puncaknya sekitar 10-15 menit.
2.4.4 Klasifikasi Asma berdasarkan Onsetnya beserta Medikasinya2
17
18
2.4.5 Dental Manajemen2
2.4.6 Manajemen ketika terjadi Serangan Asma1,2,3
- Kenali tanda dan gejala klinis secepat mungkin, berikan inhaler sedini mungkin.
- Jenis inhaler yang paling efektif dan bronkodilaator yang paling cepat
merupakan jenis short acting beta2 adrenergic agonist inhaler (Vertolin,
Provotil) yang diadministrasikan sejak pertama kali gejala klinis asma muncul.
Jika tidak ada, beri beta2 agonist (Salmeterol) dan Kortikosteroid yang dapat
membantu menghambat respon asma.
- Jika saat dental treatment terjadi serangan asma parah, injeksikan epinefrin (0,3-
0,5ml) dengan perbandingan 1:1000 pada subkutan karena merupakan agent
pereda asma paling poten dan cepat.
2.4.7 Komplikasi Oral dan Manifestasinya
Pada penderita asma, biasanye terbentuk perilaku bernapas lewat mulut (mouth
breather) yang menyebabkan terjadinya perubahan beberapa fungsi pernapasan seperti
19
meningkatkan panjang upper anterior dan total anterior fasial, palatal yang lebih dalam,
overjet yang lebih luas, dan prevalensi crossbites yang lebih tinggi.3
Dari segi medikasi, khususnya beta2 adrenergic agonist inhaler dapat menurunkan
salivary flow hingga 20-35% sehingga meningkatkan risiko karies dan gingivitis. Selain
itu, beta2 adrenergic agonist dapat meningkatkan asam lambung sehingga dapat
menyebabkan erosi enamel sehingga perlu diwaspadai dalam pemberian obat-obatan
yang bersifat asam.2 Sedangkan inhaler untuk penderita asma mengandung
antileukotienes dan theaphylire yang menimbulkan rasa sakit kepala yang frekuentif.
Oleh karenanya, operator dental perlu berhati-hati dalam mendiagnosa pasien dengan
keluhan mengarah ke orofacial pain.3
2.5 Kehamilan (Pregnancy)
2.5.1 Perubahan Fisiologis
Meskipun tidak termasuk dalam jenis keadaaan medically compromised, namun
pasien hamil memiliki konsiderasi manajemen tersendiri bagi operator dental. Dokter
gigi harus mampu menjaga kesehatan gigi dan mulut pasien hamil tanpa membahayakan
janin yang sedang berkembang di dalamnya, mengingat praktik dokter gigi juga
melibatkan elemen-elemen yang berbahaya seperti radiasi dan administrasi obat. Berikut
merupakan keadaaan fisiologis yang normal terjadi selama kehamilan:2
- Endocrine changes, merupakan hasil dari peningkatan produksi hormon
maternal dan placental, serta dari aktivitas modifikasi organ target.
- Selama masa trimester pertama, cenderung terjadi fatigue yang dapat
berdampak ke sisi psikologis, serta kemungkinan sincope dan hipertensi
meningkat.
- Selama masa trimester kedua, pasien akan merasa sense of well being, namun
tekanan darah cenderung rendah, yakni 100/70 mmHg atau lebih rendah.
- Selama masa trimester ketiga, kecenderungan fatigue meningkat kembali,
memiliki rasa ketidaknyamanan (discomfort), mild deppression, terjadi
perubahan kardiovaskular, tekanan darah meningkat hingga 40%, cardiac
output meningkat hingga 30-40%, RBC volume meningkat hingga 15-20%.
- Pada masa late pregnancy, pasien biasanya mengalami fenomena supine
hypotension syndrome, dengan gejala berupa penurunan tekanan darah,
bradycardia, berkeringat, nausea, lemah, sesak napas ketika berada dalam posisi
supin, bahkan hilang kesadaran. Simtom ini disebabkan kurangnya arus balik
20
vena ke jantung akibat kompresi vena cafa inferior dari gravid uterus.
Penanganan pasien ini dilakukan dengan memposisikan pasien ke arah kiri yang
akan menjauhkan uterus dari vena caca inferior. Ketika pasien sudah diposisikan
ke posisi ini, biasanya tekanan darah pasien cepat kembali ke normal. Untuk
menghindari sindrom ini, sebaiknya dental treatment dilakukan dalam posisi
duduk.b
- Selain perubahan endokrin, pada pasien hamil biasanyaterjadi perubahan darah,
diantara anemia akibat peningkatan volume darah yang lebih cepat dari massa
sel darah merah, penurunan nilai hematokrit, penurunan nilai hemoglobin,
sehingga perlu penambahan folat dan zat besi. Selain itu, terjadi juga terjadi
peningkatan jumlah sel darah putih karena terdapat peningkatan jumlah
neutrofil. Oleh karenanya, perlu berhati-hati ketika membaca interpretasi blood
count ketika terjadi proses infeksi.
- Selama proses kehamilan, dominansi sistem imun berganti dari sel T helper 1 ke
sel T helper 2 yang mengakibatkan kondisi imunosupresan.
- Pada sistem pernapasan, terjadi penurunan volume pernapasan yang diakibatkan
oleh pembengkakan uterus dan peningkatan kebutuhan paru akan oksigen
2.5.2 Manajemen dan Konsiderasi Dental2
21
2.5.3 Treatment Timing2
2.5.4 Dental Radiographs pada Pasien Kehamilan1,2
- Radiasi sebaiknya dihindari selama masa kehamilan, terutama masa trimester
pertama karena berbahaya ke perkembangan janin
- Penanganan radiografi dental yang aman dilakukan dengan fast exposure
technique (high speed, digital imaging), menggunakan apron protektif, dll.b
- Kadar radiasi yang mampu diterima seorang ibu hamil berkisar 5-10 cGy.
Namun berdasarkan penelitian beberapa ahli, demi mencegah terjadinya
abnomali congenital sebaiknya kadar maksimal yang terpajan pada pasien ibu
hamil maksimal sebesar 1 cGy, meskipun diketahui sangat jarang kejadian
abnomali kongenital akibat paparan radiasi (9 dalam 1 juta kasus). Adapun
gambaran paparan radiasi dari masing-masing treatment radiografi : Ro thorax
0,008 cGy, Ro Tulang Kepala 0,004 cGy, Panoramik 0,00001 cGy, yang juga
setara dengan 18 difoto untuk radiograf intraoral.
2.5.5 Administrasi Obat2
Seperti halnya pemeriksaan radiografi, pemberian obat pada pasien ibu hamil
masih kontroversi hingga saat ini. Beberapa ahli khawatir akan risiko obat yang masuk
akan melewati placenta, bersifat toksik atau teratogenic terhadap janin. Selain itu, jenis
obat yang kebanyakan menekan sistem pernapasan seperti golongan benzodiazepin dapat
menyebabkan maternal hipoksia, yang selanjutnya menyebabkan hipoksia, injuri, bahkan
kematian janin.b Idealnya, sebaiknya tidak ada obat yang diadministrasikan selama masa
kehamilan, terutama selama masa trimester pertama. Namun, hal ini tentu sulit untuk
dijaga mengingat ketidakmungkinan memastikan pasien bumil terlepas dari
kebutuhannya akan obat-obatan. Oleh karena itu, terdapat beberapa obat yang
berdasarkan riset sering diresepkan dan relatif aman, seperti berikut:
22
23
2.6 Hepatitis
Hepatitis merupakan inflamasi pada organ hati yang merupakan akibat dari berbagai \hal
seperti obat, racun, dan berbagai infeksi. Banyak virus penyebab hepatitis seperti virus
hepatitis A, B, C, D, E, dan G, akan tetapi hepatitis B dan C lebih berhubungan dengan
pelayanan kesehatan.3
2.6.1Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, biasanya penyakit ini ditemukan
pada kondisi sosioekonomi dan lingkungan miskin. Penyakit ini biasa menyerang pada
usia anak-anak dan terdapat pada daerah endemic, penyebaran penyakit ini melalui
faeco-oral dengan konsumsi air atau makanan yang sudah terkontaminasi dan ikan
mentah. Gejala klinis dari penyakit ini sama seperti hepatitis tipe lainnya yaitu sakit pada
otot, arthalgia, lelah, mual, muntah, sakit pada abdomen, kehilangan nafsu makan,
demam, jaundice (kuning), dan gatal-gatal.3
24
Tidak ada resiko penularan penyakit hepatitis A terhadap perawatan dental selama
perawatan dental tersebut dilakukan dengan benar.3
2.6.2 Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B dan merupakan penyakit yang serius.
Penyakit ini menginfeksi seumur hidup, mengakibatkan sirosis hati, kanker hati, gagal
hati. Hepatitis B menginfeksi secara endemic terutama pada kondisi sosioekonomi
lemah. Penyebaran hepatitis B melalui parenteral (melalui darah, pemberian obat
melalui intravena, tato), seksual, dan perinatal. Hepatitis B dapat menular antara pasien
dan petugas kesehatan/ dental. Kontrol infeksi dan imunisasi dapat mencegah infeksi
pada petugas kesehatan dan dokter gigi.3
2.6.2.1 Tampilan Klinis
Periode inkubasi virus hepatitis B sekitar 2-6 bulan. Pada periode
prodromal (1-2 minggu) dikarakteristikan dengan adanya anoreksia, malaise, dan
mual. Jaundice terlihat jelas secara klinis, tinja terlihat pucat, dan urin menjadi
gelap karena bilirubinuria. Selain itu pasien juga mengalami nyeri otot, arthalgia,
demam, dan ruam. Komplikasi dari hepatitis B berupa carrier state, infeksi kronis,
sirosis, kanker hati, polyarteritis nodosa, atau kematian.c Kelompok resiko tinggi
Hepatitis B :3
Pasien (hemophilia, talasemia) yang menerima transfusi darah
Pasien yang menerima hemodialisis pada penyakit ginjal
Pasien imunosupresan atau imunosufisien (terinfeksi HIV, post transplantasi)
Orang dengan pekerjaan yang mengenai darah manusia (petugas pelayanan
kesehatan, petugas laboratorium, dokter bedah)
Pengguna obat-obatan intravena
Individu dengan aktivitas seksual bergantii pasangan tanpa pengaman
Pasien dari benua afrika atau asia
Menggunakan tato dan akupuntur
Individu yang baru melakukan perjalan dari daerah terinfeksi virus hepatitis B.
Pasien dengan kelainan tertentu seperti sindrom down, polyarteitis nodosa
Istri/suami pasien hepatitis
Pasien dengan penyakit liver kronik
Kontak dengan alat-alat non steril pasien hepatitis B
Bayi yang ibunya terinfeksi virus hepatitis B
2.6.2.2 Dental aspect3
25
Pasien dengan normal platelet count dan normal prothrombin times dapat
diberikan perawatan dental. Saliva yang berasal dari rongga mulut dapat
mengandung virus hepatitis B sehingga menjadi sumber penularan non-parenteral.
Akan tetapi resiko penularannya sangat kecil, kecuali jika terdapat kontak misalnya
pada keluarga dan anak-anak, atau melalui kontak seksual. Virus hepatitis B juga
dapat ditularkan melalui gigitan manusia.
Bahaya utama penyebaran virus hepatitis B adalah melalui tusukan jarum
suntik yang merupakan bahaya terbesar bagi dokter bedah mulut dan
periodontologis. Oleh karena itu, untuk pencegahan dilakukan tindakan berupa
kontrol infeksi dan imunisasi melawan hepatitis B.
Dokter gigi yang sedang sakit terserang hepatitis harus menghentikan
praktek dentalnya sampai benar-benar sembuh. Pengecekan HBeAg dapat
mengindikasikan apakah seseorang terjangkit hepatitis B atau tidak. Dokter gigi
dengan HBeAD yang positif atau HBeAG yang negative tetapi memiliki lebih dari
1000 virus hepatitis B permilimeter darah harus menghentikan prakteknya.
2.6.3 Hepatitis C
Virus hepatitis C diidentifikasi melalui post transfuse non A non B hepatitis. Orang
dapat beresiko tinggi terkena virus hepatitis C yaitu dengan menerima donor darah yang
pendonor yang kemudian positif terserang hepatitis C, diinjekksi obat-obatan terlarang,
menerima donor darah atau transplantasi organ sebelum tahun 1992, renal dialysis
jangka panjang, atau memiliki penyakit hati.3 Perbedaan antara hepatitis B dan C: 1
Tidak menyebar luas
Sedikit yang tertular melalui jarum suntik
Rentan terhadap antiseptic
Jarang tertular pada dokter gigi
Mild hepatitis
Belum ada vaksin hepatitis C
Infeksi bertahan 80%
Infeksi menjadi kronis aktif hepatitis
Beresiko tinggi terkena sirosis dan kanker hati.
2.6.3.1 Dental aspects
26
Hepatitis C dapat menular kepada pasien dan petugas di fasilitas kesehatan.
Virus hepatitis C ditemukan pada saliva dan infeksi terdapat pada gigitan manusia.
Virus hepatitis C juga dapat ditularkan melalui injuri jarum suntik. Petugas
kesehatan yang terkena sumber positif hepatitis C harus segera mengecek apakah
tertular virus hepatitis C. Petugas yang terinfeksi virus hepatitis C harus
menghentikan segala tindakan dentalnya.3
2.6.4 Tindakan pencegahan dasar penularan virus hepatitis1
Perlakukan semua pasien sebagai sumber infeksi
Gunakan sarung tangan pada saat perawatan dental
Cegah terjadinya cidera akibat jarum suntik
Gunakan kacamata pelindung untuk proteksi mata
Gunakan instrument sekali pakai dan diautoklaf
Imunisasi hepatitis B
2.6.5 Sterilisasi dan Disinfeksi Virus Hepatitis1
Sterilisasi
Autoklaf pada suhu 134 oC selama 3 menit
Uap panas dengan suhu 160 oC selama 1 jam
Disinfeksi
Sodium hypoclorite, 1% of freshly diluted stock solution (0,1% + detergen untuk
disinfeksi permukaan)
BAB III
KESIMPULAN
27
Penanganan pasien kompromis medis prosedur dental, khususnya dalam ruang lingkup
bedah mulut memerlukan konsiderasi tersendiri, baik dari segi manajemen pasien,
komunikasi, teknik perawatan, administrasi obat, hingga radiografis. Konsiderasi didasarkan
tidak hanya pada kelainan fisilogis yang terbentuk sebagai konsekuensi medis dari penyakit-
penyakit tertentu yang diderita pasien, melainkan juga penting bagi pihak operator, yakni
untuk mengidentifikasi apakah terdapat masalah spesifik yang nantinya akan menghambat
atau menjadi pertimbangan khusus selama prosedur perawatan atau prosedur-prosedur
penunjang lainnya, seperti anestesi, radiografi, dll.
Pada akhirnya, pengetahuan dasar akan beberapa kelainan sistemik, terutama dengan
tingkat epidemiologis yang tinggi atau yang memiliki implikasi khusus pada prosedur-
prosedur dental yang tergolong eksesif, penting untuk dimiliki oleh setiap dokter gigi
mengingat implikasi keberlanjutannya terhadap pasien dan keberlangsungan praktik sehari-
hari.
DAFTAR PUSTAKA
28
1 : Cawson R, Odell E. Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 8th edition.
2008. London: Churcill Livingstone Elsevier
2 : Little JamesW, dkk. Dental management of the Medically Compromised Patient, 7th ed.
2007. Philadelphia : Mosby
3 : Coult Hard, Paul, dkk. Oral and Maxillofacial Surgery, Radiology, and Oral medicine
Vol. I. 2003. Philadelphia : Churcill Livingstone
4 : Scully C. Medical Problems in Dentistry 6th edition. 2010. London: Churchill Livingstone
Elsevier
5 : Malamed, SF. Medical Emergencies in the Dental Office. 6th ed. Missouri : Mosby. 2007
6 : The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004 [5/13/2012]; Available from:
http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/jnc7full.pdf.
7 : Rahajoe P. Pengelolaan Pasien Hipertensi untuk Perawatan di Bidang Kedokteran Gigi.
Maj Ked Gi. 2008;15:75-80
29
top related