OPTIMALISASI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT Gracilaria sp.) … · 8 Angka kecukupan gizi anak usia sekolah dasar 16 9 Kandungan dan kontribusi zat gizi mie terpilih per takaran saji (100
Post on 14-Mar-2019
222 Views
Preview:
Transcript
OPTIMALISASI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT
(Gracilaria sp.) PADA MIE BASAH SEBAGAI PANGAN
FUNGSIONAL TINGGI SERAT DAN SUMBER IODIUM
RAFSAN SYABANI CHOLIK
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Optimalisasi
Penggunaan Rumput Laut (Gracilaria sp.) pada Mie Basah sebagai Pangan
Fungsional Tinggi Serat dan Sumber Iodium adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
„ Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Rafsan Syabani Cholik
NIM I14110112
ABSTRAK
RAFSAN SYABANI CHOLIK. Optimalisasi Penggunaan Rumput Laut
(Gracilaria sp.) pada Mie Basah sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat dan
Sumber Iodium. Dibimbing oleh LEILY AMALIA.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan formulasi mie berbahan
dasar tepung terigu dengan penambahan rumput laut Gracilaria sp. sebagai
pangan fungsional tinggi serat dan iodium. Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan faktor berupa
jenis formula. Penentuan formula terbaik dilakukan dengan menggunakan uji
hedonik dan persentase penerimaan. Mie basah dengan penambahan rumput laut
sebanyak 10% merupakan formula terpilih. Produk mie terpilih dilakukan uji
proksimat meliputi kadar air, abu, lemak, protein dan karbohidrat. Secara berturut-
turut hasilnya sebesar 65.96%, 0.25%, 0.31%, 4.8%, 28.69%. Kadar serat pangan
terpilih sebesar 5.86% dan kadar iodium 0.23 mcg/g. Uji sifat fisik menunjukkan
nilai kekerasan sebesar 917 gf. Uji daya terima konsumen dilakukan kepada 31
responden. Hasilnya adalah 93.3% responden menyatakan sangat suka dan dapat
menerima produk mie basah terpilih dengan baik.
Kata kunci: Iodium, mie basah, rumput laut Glacilaria sp, serat
ABSTRACT
RAFSAN SYABANI CHOLIK. Optimalization of Seaweed on Wet Noodles as
Functional Food High of Fiber and Iodine Sources. Supervised by LEILY
AMALIA.
The purpose of this study was to find formula of noodles made from fluor
added with seaweed as a functional food high of fiber and iodine. Experimntal
design used in this study was a completely randomized design with the formula as
the treatment factor. The best noodles was chosen based on hedonic test and
considered of adding seaweed. Noodle with addition of Gracilaria 10% was the
best formula. The proximate analysis of the chosen wet noodles product resulted
in 65.96%, 0.25%, 0.31%, 4.80% and 28.69% for water, ash, fat, protein, and
carbohydrate content respectively. The total dietery fiber and iodine was found
out to be 5.86% and 0.23 mcg/g. The acceptance test was done towards 31
respondents (elementary school students) and 93.3% of them showed fondness
and could accept the chosen noodle product well.
Keywords: iodine, wet noodles, Gracilaria sp. seaweed, fiber
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
OPTIMALISASI PENGGUNAAN RUMPUT LAUT
(Gracilaria sp.) PADA MIE BASAH SEBAGAI PANGAN
FUNGSIONAL TINGGI SERAT DAN SUMBER IODIUM
RAFSAN SYABANI CHOLIK
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul Skripsi : Optimalisasi Penggunaan Rumput Laut (Gracilaria sp.) pada Mie
Basah sebagai Pangan Fungsional Tinggi Serat dan Sumber Iodium
Nama : Rafsan Syabani Cholik
NIM : I14110112
Disetujui oleh
Leily Amalia Furkon, STP, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari-Maret 2015 adalah
Optimalisasi Penggunaan Rumput Laut (Gracilaria sp.) sebagai Pangan
Fungsional Tinggi Serat dan Sumber Iodium.
Penulis menyadari bahwa pembuatan karya tulis ini tidak akan berhasil
tanpa dukungan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang tua dan keluarga besar penulis yang telah memberikan motivasi,
perhatian, dan dukungan baik moril dan materil.
2. Ibu Leily Amalia STP, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan memberikan masukan bagi penulis selama pelaksanaan
penelitian
3. Bapak Yayat Heryatno, SP, MPS selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini sebaik mungkin.
4. Bapak Prof. drh. M. Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD selaku dosen
pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberi banyak saran
dan masukan dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ibu Rizky, Teh Santi, Ibu Susi, Ibu Ine atas bantuannya dalam proses
penelitian.
6. Sahabat-sahabat dan rekan-rekan seperjuangan tercinta yang selalu
memberikan bantuan dan motivasinya dalam menjalani penelitian dan
skripsi: Natasha Fredlina Ginting, Elma Alfiah, Yuda Pramadhan,
Kustarto Rifki Taufani, M. Iqbal, Laorensia Oktavia Rajuni, M. Fahmi
Arsyada, Annisa Kirana Nusanti, Adhe Fadhillah Putri, Annisa Prisillia
Alifasari, Mesa Shelviani, Ahsan Saifurrohman, PPG HIMAGIZI 2013,
BEM FEMA 2014, Keluarga Prabu KKP CILACAP 2014, Keluarga
Pondok Gizi, Keluarga Anti Wacana, Keluarga JAKUZI, dan Keluarga
Tapak Suci IPB.
7. Rekan-rekan Gizi Masyarakat 48 seperjuangan yang penuh semangat, serta
warga gizi lainnya dan semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu
persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2015
Rafsan Syabani Cholik
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODE 3
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 3
Bahan dan Alat 3
Tahapan Penelitian 3
Rancangan Percobaan 6
Pengolahan dan Analisis Data 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Pembuatan Bubur Rumput Laut Gracilaria sp. 7
Analisis Kimia Rumput Laut Gracilaria sp. 8
Formulasi Pembuatan Mie Basah Rumput Laut 10
Uji Organoleptik Mie Basah Rumput Laut 10
Penentuan Formula Mie Rumput Laut Terpilih 12
Uji Sifat Fisik Produk Mie Rumput Laut Terpilih 13
Kandungan Zat Gizi Mie Rumput Laut Terpilih 13
Daya Terima Sasaran terhadap Produk 15
Kontribusi Terhadap AKG Anak Sekolah Dasar (6-12 tahun) 16
Estimasi Harga Mie per Takaran Saji 17
SIMPULAN DAN SARAN 18
Simpulan 18
Saran 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 21
DAFTAR TABEL
1 Komposisi mie basah (modifikasi Bogasari 2011) 4
2 Formulasi mie rumput laut 6 3 Kandungan kimia rumput laut Gracilaria sp. 8 4 Formulasi mie rumput laut Gracilaria sp. 10 5 Nilai modus hasil uji hedonik (kesukaan) 10 6 Nilai modus hasil uji mutu hedonik 11
7 Kandungan gizi mie basah 11 8 Angka kecukupan gizi anak usia sekolah dasar 16 9 Kandungan dan kontribusi zat gizi mie terpilih per takaran saji (100
gram) terhadap AKG anak usia 6-12 tahun 17 10 Estimasi harga mie per takaran saji (155 gram) 17
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahap penelitian 4 2 Tahap-tahap pembuatan mie campuran rumput laut (Bogasari 2011) 5
3 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap atribut warna, aroma, rasa,
tekstur aftertaste, dan keseluruhan mie basah 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Prosedur analisis fisik 21 2 Prosedur analisis kimia 21
3 Lembar uji organoleptik 23 4 Uji hedonik, mutu hedonik, uji anova 27
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang mengalami
permasalahan gizi ganda, yaitu gizi lebih dan gizi kurang. Tingginya angka
kelebihan berat badan dan obesitas di Indonesia diakibatkan oleh tingginya
konsumsi makanan berlemak dan rendahnya konsumsi serat. Menurut Hardinsyah
(2011) asupan rata-rata energi dari lemak di Indonesia sebesar 29.1% melebihi
anjuran Depkes (2004) yang seharusnya <25% dari asupan energi. Penelitian
Depkes (2008) menunjukkan bahwa rata-rata asupan serat penduduk Indonesia
sekitar 10.7 gram per hari jauh dibawah anjuran konsumsi serat sehari, yaitu
sebanyak 20-35 gram.
Selain itu, tingginya angka status gizi kurang menjadi penghambat dalam
pembentukan SDM yang berkualitas. Gangguan akibat kekurangan iodium
(GAKI) merupakan masalah gizi yang dijumpai hampir diseluruh negara di dunia,
baik di negara berkembang termasuk di Indonesia maupun negara maju. Negara
dengan wilayah yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan memiliki potensi
timbulnya GAKI. Akibat yang ditimbulkan oleh masalah ini salah satunya adalah
gondok yang jika tidak ditangani sejak dini maka akan berpengaruh pada kualitas
SDM yang rendah (Depkes 2014).
Survei nasional pada tahun 2003 menunjukkan angka GAKI di Indonesia
pada anak sekolah berkisar 11.1%. Survei nasional evaluasi GAKI menunjukkan
bahwa 35.8% kabupaten di Indonesia termasuk dalam kategori endemik ringan,
13.1% kabupaten termasuk dalam kategori endemik sedang, dan 8.2% kabupaten
termasuk dalam kategori endemik berat (Bappenas 2004).
Berbagai upaya telah dilakukan dalam upaya mengatasi masalah GAKI di
Indonesia, salah satunya adalah fortifikasi garam dengan iodium. Namun,
produksi garam beriodium dianggap belum optimal karena sebagian besar
dilakukan disekitar pesisir pantai sehingga masyarakat yang tinggal di
pegunungan kesulitan untuk mendapatkan garam beriodium dan mengakibatkan
tingginya angka GAKI di daerah pegunungan. Tingginya penduduk Indonesia
menjadi tantangan bagi stakeholder untuk menciptakan diversifikasi pangan yang
aman, sehat dan bergizi dalam upaya untuk mengurangi masalah gizi di Indonesia.
Mie merupakan makanan yang digemari mulai anak-anak sampai orang
dewasa, karena rasanya yang enak, praktis, mengeyangkan dan dapat
dikombinasikan dengan berbagai makanan sebagai pelengkap. Data World Instan
Noodles Association (WINA) menunjukkan bahwa Indonesia menjadi negara
dengan hasil penjualan mie terbanyak kedua setelah China, dimana mie terjual
sekitar 14.1 miliar bungkus, sedangkan di China sekitar 44.03 miliar bungkus per
tahun. Terdapat beberapa jenis mie yang beredar dipasaran saat ini yaitu mie
kering, mie basah, mie segar, dan mie instan. Mie basah merupakan jenis mie
dengan kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebanyak 52% sehingga memiliki daya
simpan yang cukup singkat (40 jam pada suhu 28-30o C) (Suyanti 2008).
Menurut Dirjen Perikanan Budidaya (2014), rumput laut merupakan
komoditas unggulan yang dipanen dari laut dan dapat digunakan untuk industri
makanan, kosmetik, farmasi, tekstil, kertas dan lain-lain. Produksi rumput laut di
2
Indonesia meningkat setiap tahunnya dengan jumlah dari 3.504.200 ton (2011)
menjadi 10 juta ton (2014) atau meningkat sebanyak 32%. Daerah penghasil
rumput laut terbesar di Indonesia adalah Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur,
Bali, Sulawesi Tengah, dan Nusa Tenggara Barat. Tingginya produksi rumput laut
menjadi peluang bagi pemerintah Indonesia dalam pembangunan industri
pengolahan rumput laut di Indonesia. Tetapi, teknologi yang dimiliki masih
terbatas untuk membangun industri pengolahan agar.
Pemanfaatan rumput laut merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
daya guna dan nilai ekonomis dari rumput laut. Salah satu usaha diversifikasi
pangan laut dalam meningkatkan kualitas gizi adalah dengan memanfaatkan
rumput laut jenis Gracilaria sp. menjadi mie basah. Mie basah merupakan hasil
pengolahan dari bahan dasar tepung yang dicampur dengan bahan tambahan
lainnya.
Selain itu, komposisi utama dari rumput laut adalah karbohidrat, yang
sebagian besar kandungannya terdiri atas polimer polisakarida yang berbentuk
serat. Penambahan rumput laut pada pembuatan mie basah diharapkan dapat
meningkatkan kandungan iodium dan serat dalam mie basah (Wirjatmadi et al.
2002).
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Mendapatkan formula terbaik mie basah yang merupakan campuran tepung
terigu dan bubur rumput laut sebagai upaya peningkatan kandungan iodium dan
serat pada mie basah.
Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah
1. Membuat formulasi mie basah dengan bahan dasar tepung terigu
dengan menambahkan bubur rumput laut sebagai sumber iodum dan
serat.
2. Melakukan uji organoleptik produk mie basah dengan campuran bubur
rumput laut untuk mendapatkan formula terbaik.
3. Menganalisis sifat fisik serta kandungan gizi (proksimat) dan serat
produk terpilih mie basah berbasis tepung terigu dengan campuran
bubur rumput laut.
4. Menganalisis kontribusi kandungan gizi produk terpilih mie basah
berbasis tepung terigu dengan campuran bubur rumput laut terhadap
AKG (Angka Kecukupan Gizi) anak usia sekolah.
5. Menganalisis daya terima formula mie terpilih kepada kelompok
sasaran.
6. Menganalisis biaya pembuatan mie rumput laut.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi positif terhadap
masyarakat, pemerintah dan perusahaan yang bergerak dibidang industri pangan.
3
Selain itu, diharapkan penelitian ini mampu memberikan alternatif solusi untuk
menanggulangi permasalahan GAKI di Indonesia, khususnya bagi masyarakat
yang tinggal di daerah pegunungan.
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan mulai dari bulan Januari
2015 sampai april 2015, bertempat di laboratorium Kulinari dan Dietetik,
Departemen Gizi masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Analisis fisik dilakukan di Laboratorium Kimia Pasca Panen Cimanggu. Analisis
proksimat dilakukan di Laboratorium PAU Teknologi Pangan, Institut Pertanian
Bogor, sementara analisis kadar serat dan iodium dilakukan di Laboratorium
Kimia Pasca Panen Cimanggu. Uji organoleptik dilakukan di Laboratorium
Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor. Uji daya terima dilakukan kepada siswa/i SD kelas III
SDN Suka Asih 1, Kabupaten Tangerang.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung.
Bahan utama adalah tepung terigu (hard fluor) dan rumput laut. Rumput laut
didapatkan dari penjual rumput laut di kabupaten Pemalang. Bahan pendukung
yang digunakan adalah air, garam, dan telur. Bahan kimia yang digunakan adalah
aquades, HCl, NaOH, H2SO4, HNO3, alkohol, lugol/iodium dan bahan-bahan
untuk analisis proksimat.
Alat-alat yang digunakan untuk membuat mie instan antara lain adalah
wadah plastik, pengaduk, sendok, mixer, alat pencetak mie, timbangan dan
kompor. Alat-alat yang digunakan dalam analisis kandungan gizi diantaranya
cawan alumunium, cawan porselin, oven, tanur, desikator, kondensor, soxhlet,
labu kjedahl, alat destilasi, labu erlenmeyer, labu takar, gelas ukur, hotplate, buret,
pipet, kertas saring, dan penjepit. Selain itu, untuk uji organoleptik mie instan
menggunakan kuesioner, pulpen, air putih, dan piring.
Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian terdiri atas perancangan formula mie instan, uji
organoleptik, pembuatan mie instan dengan campuran bubur rumput laut, uji
organoleptik pada mahasiswa terhadap mie instan, serta analisis siat fisik dan
kimia produk terpilih.
4
Formulasi mie instan
Formula terpilih
Pembuatan mie instan dengan campuran bubur rumput laut
Justifikasi peneliti
Uji organoleptik
Formula terpilih
Analisis kimia Analisis fisik
Kekerasan
Analisis proksimat Analisis iodium Analisis serat
Rasa Aroma Tekstur Warna
Rumput laut Gracillaria sp.
Direndam air 3x24 jam
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Pembuatan mie basah dengan campuran bubur rumput laut
Mie basah dibuat dengan meminimalisasi penggunaan bahan tambahan
pangan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain, tepung terigu tinggi protein, air,
telur, dan garam non iodium. Komposisi masing-masing bahan disajikan dalam
tabel berikut ini.
Tabel 1 Komposisi mie basah (modifikasi Bogasari 2011)
Bahan Berat (g)
Tepung terigu tinggi protein 100
Telur ayam 20
Air 20
Garam non iodium 10
x
5
Pencampuran bahan-bahan dengan penambahan bubur rumput laut sebesar
0%, 10%, 20%, dan 30% dari total tepung
Pengadukan
Pembentukan lembaran
Penipisan lembaran
Pembentukan dan pemotongan pita-
pita mie
Perebusan
Bubur Rumput Laut
Mie Basah Matang
x
Gambar 2 Tahap-tahap pembuatan mie campuran rumput laut
(Bogasari 2011)
Metode pembuatan pada mie basah mengacu pada Bogasari (2011).
Pembuatan mie basah dilakukan dengan menimbang terigu, mencampurkan semua
bahan-bahan dan aduk sampai kalis. Proses selanjutnya adalah pembentukan
lembaran, penipisan lembaran, dan pemotongan lembaran adonan.
Uji organoleptik
Pengujian organoleptik merupakan proses mengidentifikasi dan
menginterpretasi atribut-atribut produk melalui panca indera. Pengujian berupa uji
hedonik (kesukaan) dan uji mutu penggunaan rumput laut yang ditambahkan pada
produk mie basah. Uji organoleptik dilakukan kepada 35 orang panelis semi
terlatih untuk mendapatkan formula terpilih. Atribut yang menjadi penilaian
dalam menentukan formula terbagi menjadi 5 atribut, yaitu warna, aroma, rasa,
tekstur, dan aftertaste. Penentuan formula terpilih dilakukan dengan pembobotan
terhadap produk yang dibuat oleh peneliti, berdasarkan harapan umum masyarakat
terhadap kualitas suatu mie, yaitu 10% aftertaste, 15% untuk warna dan aroma,
dan 30% untuk rasa dan tekstur. Hasil pembobotan selanjutnya diuji secara
statistik dengan menggunakan uji Duncan. Kuesioner organoleptik disajikan pada
lampiran 3.
6
Uji sifat fisik mie rumput laut terpilih
Sifat fisik mie rumput laut diujikan pada formula terpilih. Analisis fisik
yang dilakukan meliputi analisis kekerasan dengan menggunakan texture analyzer
XT-2i yang dinyatakan dalam satuan gf (gram force).
Uji sifat kimia rumput laut dan mie rumput laut formula terpilih
Analisis kimia rumput laut dan mie rumput laut dilakukan pada formula
terpilih meliputi: uji kadar air (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 1995), kadar
protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), kadar karbohidrat by
difference, kadar serat makanan metode enzimatik (Hellendoorn et al. 1975), dan
kadar iodium metode Atomic Absorbsion Spectrofotometry (AAS).
Uji daya terima mie rumput laut ke anak sekolah
Menurut Setyaningsih (2010) uji daya terima terhadap konsumen dilakukan
kepada minimal 30 orang. Uji daya terima dilakukan terhadap siswa kelas III di
SDN Suka Asih 1 berjumlah 31 anak dengan menggunakan kuesioner yang diisi
secara mandiri. Metode yang digunakan adalah menilai kesukaan panelis (Singh-
Ackbarali & Maharaj 2013) dan menilai sisa produk yang tidak dapat dihabiskan
(Comstock et al. 1979).
Kontribusi zat gizi mie terhadap AKG anak usia sekolah (6-12 tahun)
Penentuan takaran saji dilakukan untuk mengetahui kontribusi zat gizi mie
rumput laut bagi anak usia sekolah. Perhitungan kontribusi zat gizi dilakukan
dengan cara membagi jumlah zat gizi yang disediakan oleh satu takaran saji mie
rumput laut dengan kecukupan zat gizi untuk anak usia sekolah dikali dengan
100%. Angka kecukupan gizi mengacu pada AKG 2013.
Perhitungan biaya pembuatan mie rumput laut
Perhitungan biaya pembuatan mie rumput laut mengacu pada penelitian
Dewi (2014) dengan menggunakan data harga bahan baku sebagai biaya variabel
dan biaya operasional.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) faktor tunggal, yaitu penambahan rumput laut Gracilaria sp.sebanyak 0%,
10%, 20%, dan 30% dari total tepung yang digunakan dengan dua kali ulangan.
Persentase penambahan bubur rumput laut mengacu pada Wirjatmadi et al. (2002).
Proses dari formulasi mie rumput laut dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2 Formulasi mie rumput laut
Formula Tepung Terigu (Hard Fluor)
(g)
Rumput Laut
(g)
Presentase
(%)
F0 100 0 0
F1 100 10 10
F2 100 20 20
F3 100 30 30
7
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL). Bentuk umum dari model linier dapat ditulis sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + Ɛij
Keterangan:
Yijk = Nilai pengamatan respon karena pengaruh konsentrasi atau proporsi
penambahan bubur rumput laut terhadap mie taraf ke-i pada percobaan
ke-k dengan tingkat adisi pada ulangan ke-j.
µ = rataan sebenarnya
i = banyaknya taraf tingkat penambahan bubur rumput laut (i=0%, 10%,
20%, 30%)
j = banyaknya ulangan (j=1,2)
αi =pengaruh tingkat penambahan bubur rumput laut ke-i
βj = pengaruh komposisi mie pada kelompok ke-j
Ɛij = galat pada komposisi mie level ke-i pada ulangan ke-j
Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SPSS
16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007. Data hasil uji organoleptik dianalisis
secara deskriptif dan statistik berdasarkan modus dan persentase penerimaan
panelis pada masing-masing taraf perlakuan. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov
menunjukkan data uji organoleptik tidak menyebar normal, sehingga data
dianalisis dengan menggunakan uji Kruskal Wallis untuk mengetahui mean rank
produk. Selanjutnya produk terpilih ditentukan dengan menggunakan atribut
keseluruhan. Atribut keseluruhan dianalisis dengan menggunakan uji ANOVA
dengan mempertimbangkan data yang diperoleh menyebar normal. Hasil sidik
ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05) sehingga dilakukan uji
lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata antara formula mie basah.
Selanjutnya, data hasil uji sifat fisik, kimia, perhitungan kontribusi AKG, dan
perhitungan biaya dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Bubur Rumput Laut Gracilaria sp.
Rumput laut dalam penelitian ini digunakan sebagai nilai tambah
kandungan gizi pada mie basah, yaitu serat dan iodium. Rumput laut yang
digunakan adalah Gracilaria sp. yang diperoleh dari kabupaten Pemalang.
Menurut Hambali et al. (2004) rumput laut memiliki banyak manfaat karena
mengandung alginat, agar-agar, karagenan, dan zat-zat lain yang kaya akan
iodium, kalium, dan sodium. Tahap awal pembuatan bubur rumput laut adalah
dengan melakukan pencucian, perendaman dan penirisan. Rumput laut yang
masih kering dipisahkan dari kotoran dan batu kerikil kemudian dilakukan
pencucian. Rumput laut yang telah dibersihkan kemudian direndam. Hal ini
8
dilakukan untuk mengurangi bau amis yang terdapat pada rumput laut. Tahap
selanjutnya adalah penirisan dan pembuatan bubur rumput laut dengan
menggunakan blender untuk memudahkan proses pencampuran antara rumput
laut dengan adonan mie.
Analisis Kimia Rumput Laut Gracilaria sp.
Menurut Salamah et al. (2006), komposisi kimia dari rumput laut bervariasi
dari setiap spesies. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi budidaya dan musim panen.
Faktor lain yang mempengaruhinya adalah konsentrasi karbondioksida (CO2),
suhu, tekanan udara, dan intensitas sinar matahari. Komposisi kimia dalam
rumput laut bervariasi baik intraspesies maupun interspesies. Hasil analisis
kemudian dibandingkan dengan penelitian Chaidir (2007), Ito & Hori (1989).
Tabel 3 Kandungan kimia rumput laut Gracilaria sp. Komposisi Hasil Analisis Chaidir (2007) Ito&Hori (1989)
Kadar air (%bb) 89.30 89.91 80-90
Kadar abu (%bk) 4.20 8.09 10-50
Kadar lemak (%bk) 3.08 11.05 0.2-3.8
Kadar protein (%bk) 10.46 0.31 5-35
Kadar karbohidrat (%bk) 79.30 79.08 35-74
Serat kasar (%bk) 2.80 - -
Serat Pangan (%bb) 10.27 9.76 -
Iodium (mcg/g) 14.58 29.96 9.4-72.2
Kadar air
Kadar air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya simpan bahan
tersebut. Kadar air dipengaruhi oleh proses penyimpanan bahan mulai dari waktu
pemanenan sampai bahan diolah menjadi produk. Semakin tinggi kadar air suatu
bahan pangan maka semakin tinggi kemungkinan bahan tersebut untuk mengalami
kerusakan. Hal ini disebabkan karena adanya mikroorganisme seperti kapang dan
berbagai jenis kutu yang dapat merusak produk (Syarief dan Halid 1993).
Kadar air merupakan komponen tertinggi pada rumput laut, yaitu sebanyak
89.30% (%bb). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chaidir
(2007), yaitu 89.91% sedangkan menurut Suyanti (2008), mie basah merupakan
jenis mie dengan kadar air yang cukup tinggi, yaitu sebanyak 52% sehingga
memiliki daya simpan yang cukup singkat (40 jam pada suhu 28-30o
C).
Tingginya kadar air disebabkan karena tidak ada proses penghilangan air yang
dilakukan untuk mengurangi kadar air pada produk.
Kadar abu
Kadar abu dalam bahan pangan menunjukkan kandungan mineralnya.
Berdasarkan hasil analisis, kadar abu pada mie sebesar 4.20% (%bk) sedangkan
kadar mie yang dilakukan oleh Chaidir (2007) sebesar 8.09%. Menurut penelitian
Ito & Hori (1989) kadar abu pada rumput laut berkisar antara 10-50. Hasil
kandungan abu pada hasil analisis lebih kecil dikarenakan rumput laut analisis
diambil dari hasil budidaya bukan dari laut secara langsung.
9
Kadar lemak
Berdasarkan analisis kadar lemak rumput laut sebesar 3.08 (%bk). Menurut
Ito & Hori (1989), kadar lemak rumput laut berkisar antara 0.2-3.8%. Hal ini
menunjukkan kadar lemak hasil analisis sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Ito & Hori (1989).
Kadar lemak pada bahan pangan mempengaruhi daya simpannya. Semakin
tinggi kadar lemak, maka daya simpannya semakin rendah. Tingginya kadar
lemak dapat menyebabkan ketengikan dalam bahan pangan. Ketengikan terjadi
karena molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh
mengalami oksidasi.
Kadar protein
Kandungan protein pada rumput laut dipengaruhi oleh jenis dan daerah
tumbuhnya. Bahkan pada jenis rumput laut yang sama dapat ditemukan
kandungan protein yang berbeda. Hal ini dikarenakan kondisi perairan tempat
tumbuhnya bibit rumput laut yang ditana. Berdasarkan Tabel 2, kadar protein hasil
analisis adalah 10.46% (%bk) sedangkan menurut penelitian Ito & Hori (1989)
kadar protein rumput laut berkisar anatara 5-35%. Hal ini menunjukkan
kesesuaian hasil analisis dengan peneltian yang dilakukan oleh Ito & Hori (1989).
Kadar karbohidrat
Hasil analisis kadar karbohidrat rumput laut sebesar 79.30% (%bk)
sedangkan penelitian Ito & Hori (1989) menunjukkan kadar karbohidrat rumput
laut berkisar antara 35-74%. Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan by
difference.
Kadar serat
Serat pangan merupakan senyawa yang tidak dapat diserap tubuh tetapi
memiliki manfaat dalam membantu proses perncernaan makanan. Serat pangan
merupakan salah satu komponen penyusun karbohidrat dimana pada rumput laut
komponen terbesarnya adalah gumi. Hasil analisis kadar serat pangan pada
rumput laut sebesar 10.27% (bb) sedangkan penelitian Chaidir (2007)
menunjukkan kadar serat pangan sebesar 9.76%. Kadar serat pangan pada rumput
laut bergantung pada spesies dan tempat hidup dari rumput laut tersebut.
Kadar iodium
Iodium merupakan salah satu trace element yang terdapat pada rumput laut.
Kandungan iodium tumbuhan laut berkisar antara 0.7-4.5 g/kg. Jika dibandingkan
dengan tumbuhan darat, kandungan iodium rumput laut sekitar 2400 sampai
155000 kali lebih banyak (Rai 1996). Berdasarkan AKG (2004), kecukupan
iodium perhari untuk anak umur 0-12 tahun adalah 90-120 ug/hari. Hasil analisis
iodium rumput laut sebesar 14.58 mcg/g sedangkan penelitian menurut Ito&Hori
(1989) menunjukkan kadar iodium rumput laut berkisar 9.4-72.2 mcg/g.
10
Formulasi Pembuatan Mie Basah Rumput Laut
Mie basah umumnya terbuat dari tepung gandum (tepung terigu), air, dan
garam dengan atau tanpa penambahan garam alkali. Terigu merupakan bahan
utama dalam pembuatan mie basah. Fungsi terigu adalah sebagai bahan
pembenrtuk struktur, karbohidrat, sumber protein dan pembentuk sifat kenyal
gluten. Garam berfungsi memberikan rasa, memperkuat tekstur dan mengikat air
(Astawan 2006). Formulasi penambahan rumput laut mengacu pada Wirjatmadi et
al. (2002), yaitu 0%, 10%, 20%, dan 30% dari total tepung.
Tabel 4 Formulasi mie rumput laut Gracilaria sp.
Komponen (g) Satuan Formulasi
F0 F1 F2 F3
Bubur rumput laut Glacilaria sp. % tepung 0 10 20 30
Tepung terigu tinggi protein Gram 100 100 100 100
Telur Gram 20 20 20 20
Air Ml 20 20 20 20
Garam non iodium Gram 10 10 10 10
Minyak Gram 10 10 10 10
Uji Organoleptik Mie Basah Rumput Laut
Pengujian sifat organoleptik dilakukan untuk memilih formula terbaik.
Penilaian dilakukan melalui uji hedonik (kesukaan) dan mutu hedonik panelis
terhadap atribut warna, tekstur, rasa, aroma dan aftertaste dengan tingkat
penambahan rumput laut sebesar 0% (F0), 10% (F1), 20% (F2), 30% (F3).
Metode penilaian menggunakan skala skor dengan skala penilaian berkisar dari
angka 1 sampai angka 7. Semakin tinggi nilai yang diberikan panelis, maka
semakin suka panelis terhadap produk mie basah. Panelis dianggap suka terhadap
produk jika nilai kesukaan yang diberikan lebih besar atau sama dengan 4.00.
Tabel 5 Nilai modus hasil uji hedonik (kesukaan)
Atribut Modus
F0 (0%) F1 (10%) F2 (20%) F3 (30%)
Warna 5 (37.1%)a
4 (41.4%)b
3 (27.1%)c
3 (35.7%)c
Aroma 5 (47.1%)a
5 (47.1%)a
5 (52.9%)a
4 (37.1%)a
Rasa 5 (41.4%)a
5 (41.4%)a,b
4 (38.6%)b,c
5 (30.0%)c
Tekstur 5 (51.4%)a
5 (48.6%)a
5 (35.7%)a,b
5 (44.3%)b
Aftertaste 5 (62.9%)a
5 (37.1%)b
5 (44.3%)b
5 (42.9%)b
Ket: Skala 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=cukup suka, 5=suka,
6=sangat suka, 7=sangat suka sekali. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan
perbedaan yang nyata (p<0.05)
Uji mutu hedonik dilakukan untuk mengetahui secara spesifik mutu
makanan. Menurut Rahayu (1998) uji mutu hedonik adalah uji hedonik yang lebih
spesifik untuk suatu jenus mutu tertentu.
11
Tabel 6 Nilai modus hasil uji mutu hedonik
Atribut Modus
F0 (0%) F1 (10%) F2 (20%) F3 30%)
Warna 5(40.0%)a
3(52.9%)b
3(48.6%)b
3(40.0%)b
Aroma 4(77.1%)a
4(64.3%)a
4(55.7%)a
4(51.4%)a
Rasa 4(78.6%)a
3(44.3%)b
4(35.7%)b
4(31.4%)a,b
Tekstur 4(64.3%)a
4(42.9%)a
4(45.7%)b
4(35.7%)a,b
Aftertaste 4(60.0%)a
4(35.7%)a,b
5(32.9%)b
4(28.6%)b
Ket: Warna 1=Kuning kecoklatan sangat pucat, 7=Sangat kuning pekat, Aroma 1 =Sangat tidak
tercium sekali, 7=Sangat kuat tercium sekali, Rasa 1=sangat kuat, 7=sangat lemah Huruf ,
Tekstur1 = Sangat lembek, 7= keras, Aftertaste 1= Sangat tidak terasa sekali, 7= sangat terasa
sekali. Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Warna
Warna merupakan atribut sensori pertama yang dapat diterima/dilihat
langsung oleh panelis (Winarno 2008). Berdasarkan hasil uji hedonik, rata-rata
modus penilaian atribut warna panelis berada pada nilai 3 untuk F2 dan F3.
Modus penilaian untuk F1 adalah 4. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
penambahan jumlah rumput laut memberikan perbedaan yang nyata (p<0.05)
terhadap penerimaan panelis pada warna mie basah. Hasil uji mutu hedonik
menunjukkan rata-rata modus penilaian atribut warna panelis berada pada nilai 3
untuk F1, F2, dan F3, sedangkan F0 bernilai 5. Hasil uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa penambahan jumlah rumput laut memberikan perbedaan
yang nyata (p<0.05) terhadap kualitas warna mie basah.
Aroma
Aroma merupakan atribut organoleptik yang dapat dinilai melalui indra
penciuman (Meilgaard et al. 1999). Berdasarkan atribut aroma, modus penilaian
panelis pada umumnya berada pada nilai 5 untuk F1 dan F2. Modus penilaian
atribut aroma berada pada nilai 4 untuk F3. Hasil uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa penambahan jumlah rumput laut tidak memberikan
perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada aroma mie
basah. Hasil uji mutu hedonik menunjukkan rata-rata modus penilaian atribut
aroma panelis berada pada nilai 4 untuk F0, F1, F2, dan F3. Hasil uji Kruskal
Wallis menunjukkan bahwa penambahan jumlah rumput laut tidak memberikan
perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap kualitas aroma mie basah.
Rasa
Rasa merupakan atribut penilaian makanan yang melibatkan panca indera
lidah. Rasa makanan dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup cecap yang
terletak pada papila (Mervina 2009). Berdasarkan hasil uji hedonik, rata-rata
penilaian berada pada 5 untuk F1 dan F3 sementara untuk F2 bernilai 4. Hasil uji
Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan jumlah rumput laut memberikan
pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa mie basah.
Hasil uji mutu hedonik menunjukkan bahwa rata-rata penilaian atribut rasa panelis
berada pada nilai 4 untuk F0, F2, dan F3 sementara F1 bernilai 3. Hasil uji
Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan jumlah rumput laut tidak
memberikan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap kualitas rasa mie basah.
12
Tekstur
Menurut Setyaningsih et al. (2010) tekstur memiliki sifat kompleks dan
terkait dengan struktur bahan yang terdiri dari tiga elemen, yaitu mekanik
(kekerasan, kekenyalan), geometrik (berpasir, beremah), dan mouthfeel
(berminyak,berair). Berdasarkan atribut tekstur, rata-rata modus penilaian untuk
F1, F2, dan F3 adalah 5. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
penambahan jumlah rumput laut tidak memberikan perbedaan yang nyata
(p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada mie basah. Berdasarkan uji mutu
hedonik, rata-rata penilaian atribut tekstur berada pada nilai 4 untuk F0, F1, F2,
dan F3. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa penambahan jumlah rumput
laut memberikan perbedaan yang nyata (p<0.05) terhadap kualitas tekstur pada
mie basah.
Aftertaste
Aftertaste adalah sensasi yang tertinggal setelah makanan atau minuman
tertelan seluruhnya (Setyaningsih 2010). Berdasarkan atribut aftertaste, rata-rata
modus penilaian untuk F1, F2, dan F3 adalah 5. Hasil uji Kruskal Wallis
menunjukkan bahwa penambahan jumlah rumput laut memberikan perbedaan
yang nyata (p>0.05) terhadap penerimaan panelis pada mie basah. Berdasarkan uji
mutu hedonik, rata-rata penilaian atribut aftertaste berada pada nilai 4 untuk F0,
F1 dan F3 sementara F2 bernilai 5. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa
penambahan jumlah rumput laut tidak memberikan pengaruh yang nyata (p>0.05)
terhadap kualitas aftertase mie basah.
Penentuan Formula Mie Rumput Laut Terpilih
Formula terpilih mie rumput laut ditentukan berdasarkan pembobotan yang
dibuat oleh peneliti dengan mempertimbangkan aspek penerimaan oleh panelis.
Atribut rasa dan tekstur mie formula terpilih masing-masing diberikan bobot 30%.
Menurut Setyaningsih (2010) rasa merupakan penentu penerimaan produk. Oleh
karena itu, rasa diberikan bobot tertinggi, yaitu 30%. Atribut warna dan aroma
masing-masing diberikan bobot 15%, dan aftertaste diberikan bobot 10%. Tingkat
persentase kesukaan panelis dari tertinggi hingga terendah, yaitu 93.4%(F0),
85.4% (F1), 78.1% (F2), dan 64.6% (F3).
Gambar 1 Persentase tingkat kesukaan panelis terhadap atribut
warna, aroma, rasa, tekstur aftertaste, dan keseluruhan mie basah
93 85
78
65
00
20
40
60
80
100
f0 f1 f2 f3
f0
f1
f2
f3
13
Hasil sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh nyata (p<0.05)
penambahan rumput laut terhadap kesukaan panelis berdasarkan atribut
keseluruhan. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perbedaan jumlah
penambahan bubur rumput laut pada F0 (0%) dan F1 (10%) tidak berpengaruh
nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis. Oleh karena itu, formula mie
basah terpilih adalah F1 (10%).
Uji Sifat Fisik Produk Mie Rumput Laut Terpilih
Analisis uji kekerasan pada produk terpilih dilakukan dengan menggunakan
metode texture analyzer. Ekafitri (2009) menjelaskan bahwa kekerasan
merupakan salah satu parameter yang mendukung mutu mie basah. Nilai
kekerasan pada produk mie basah dipengaruhi oleh rasio amilosa dan amilopektin
tepung terigu dan proses gelatinisasi.
Berdasarkan analisis, hasil uji kekerasan (hardness) pada produk mie
rumput laut terpilih sebesar 917.00 gf. Nilai ini lebih rendah dari hasil penelitian
Rianto (2006) terhadap mie basah standar yang dibuat dengan formulasi 100%
terigu, 30% air, garam 1% dan 0.3% baking powder yang memiliki nilai
kekerasan sebesar 2388.70 gf. Kekerasan yang tinggi diperkirakan akibat
kandungan protein (gluten) yang tinggi. Nilai kekerasan mie hasil formulasi dalam
penelitian ini yang lebih rendah dari nilai kekerasan mie dengan tepung terigu
diduga karena keberadaan tepung rumput laut yang bersifat koloidal dan mengikat
air di dalamnya. Keberadaan air dalam koloid menyebabkan produk mie hasil
formulasi memiliki karakteristik yang lembek.
Namun demikian, nilai kekerasan mie hasil penelitian ini lebih tinggi
dibandingkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ekafitri (2009) terhadap
kekerasan mie basah pada beberapa varietas jagung menunjukkan nilai kekerasan
berkisar antara 73.25-248.88 gf. Nilai yang lebih rendah ini diakibatkan karena
tepung jagung tidak memiliki gluten seperti terigu yang mampu membentuk
adonan yang lengket dan elastis dengan penambahan air (Fadlillah 2005).
Kandungan Zat Gizi Mie Rumput Laut Terpilih
Kandungan gizi mie rumput laut formula terpilih dibandingkan dengan mie
sesuai dengan standar SNI, yaitu kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein,
kadar karbohidrat, kadar serat pangan total, dan kadar iodium.
14
Tabel 7 Kandungan gizi mie rumput laut terpilih
Komponen Satuan Mie Terpilih SNI (%bb)
Air %bb 65.96 20-35
Abu %bb 0.25 Maks. 3
Lemak %bb 0.31 -
Protein %bb 4.8 Min. 3
Karbohidrat %bb 28.69 -
Serat Pangan Total %bb 5.86 -
Iodium mcg/g (bb) 0.23 -
*Sumber: SNI Mie 01-2987-1992; bb: basis basah; bk: basis kering
Kadar air
Kadar air merupakan komponen yang memberikan pengaruh terhadap daya
tahan produk selama penyimpanan. Berdasarkan analisis, kadar air produk mie
terpilih (F1) sebesar 65.96% (%bb). Nilai ini lebih tinggi dari kadar air SNI 01-
2987-1992 pada mie basah yang berkisar antara 20-35 %bb. Kadar air yang tinggi
diakibatkan karena adanya proses perebusan pada pembuatan mie basah,
sedangkan kadar air SNI merujuk pada kadar air dengan proses pengukusan.
Menurut Nugrahani (2002) kadar air pada mie yang sudah mengalami proses
perebusan memiliki kadar air sekitar 60-70% atau setara dengan dua kali lipat dari
batas maksimum (35%). Hal ini dikarenakan penyerapan air yang meningkat saat
proses perebusan.
Kadar abu
Kadar abu merupakan unsur mineral yang tertinggal setelah proses
pemanasan dengan suhu tinggi sampai bebas dari unsur karbon. Kadar abu dapat
diartikan sebagai komponen yang tidak mudah menguap, tetap tinggal dalam
pembakaran dan pemijaran senyawa organik (Soebito 1988). Kadar abu rumput
laut tergantung pada tempat dimana bibit rumput laut tumbuh. Berdasarkan tabel 7
kadar abu yang dimiliki oleh mie basah rumput laut sebesar 0.25 (%bb). Hal ini
sudah sesuai dengan SNI Mie dimana kadar abu pada mie basah maksimal sebesar
3 (%bb).
Kadar protein
Kadar protein merupakan salah satu makronutrien yang berperan dalam
pembentukan biomolekul dan juga dapat dipakai sebagai sumber energi. Protein
adalah sumber-asam-asam amino yang mengandung C, H, O, dan N (Winarno
2008). Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar protein mie basah adalah 4.8
(%bb) sedangkan menurut SNI kadar protein pada mie minimal 3. Kadar protein
pada mie basah rumput laut sesuai dengan mie pada umumnya.
Kadar karbohidrat
Kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan metode by difference
sehigga kadar karbohidrat pada mie dipengaruh oleh kadar zat gizi yang
terkandung dalam mie basah, seperti air, abu, lemak, dan protein. Kadar
karbohidrat merupakan kompone kedua terbesar setelah kadar air. Hal ini dapat
dilihat pada tabel 7. Kadar karbohidrat analisis sebesar 28.69 (%bb) sedangkan
15
menurut SNI tidak ada batasan untuk kadar karbohidrat pada mie basah sehigga
mie basah rumput laut ini dapat dikatakan telah sesuai dengan mie basah pada
umumnya.
Kadar serat
Menurut Muchtadi et al. (1992) serat dapat dibedakan menjadi 2, yaitu
crude fiber (serat kasar) yang disusun oleh selulosa dan lignin, serat dietary fiber
(serat makanan) yang komponen utamanya sebagian besar ditemukan pada
struktur dinding sel tanaman seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan pektin.
Berdasarkan kelarutan, serat diklasifikasikan menjadi serat larut dan tidak larut.
Serat larut berfungsi dalam memperlambat pengosongan lambung, meningkatkan
waktu transit melalui usus dan mengurangi penyerapan beberapa at gizi
sedangkan serat tak larut berfungsi untuk memperpendek waktu transit dan
memperbesar massa feses. Serat larut memiliki kemampuan menahan air sehingga
dapat membentuk cairan kental yang menyebabkan makanan lebih lama tertahan
di lambung sehingga rasa kenyang setelah makan menjadi lebih panjang. Serat
tidak larut memiliki manfaat untuk melancarkan pembuangan sisa makanan secara
alami.
Hasil analisis kadar serat pangan total mie basah terpilih adalah 5.86%
(%bb). Penelitian Chaidir (2007) menunjukkan bahwa minuman yang diberikan
penambahan rumput laut memiliki kadar serat lebih tinggi 1.12% dari kandungan
serat pada minuman berserat komersil sedangkan menurut SNI tidak ada batasan
kadar serat untuk mie basah pada umumnya sehingga mie basah rumput laut telah
sesuai dengan mie basah pada umumnya.
Kadar iodium
Menurut Siswono (2002) iodium merupakan mineral yang terdapat di alam,
baik tanpa maupun dengan air. Iodium merupakaan zat gizi mikro yang
diperlukan tubuh membentuk hormon tiroksin yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan fisik serta kecerdasan. Iodium didalam tubuh masuk ke aliran
darah dan diserap oleh kelenjar gondok. Iodium kemudian diubah menjadi tiroksin.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar iodium pada produk mie formula
terpilih adalah 0.23 mcg. Jika dibandingkan dengan kadar iodium gracilaria sp.
kadar iodium produk berkurang sebanyak 82.4%. Penurunan iodium terjadi karena
terdapat proses perebusan dengan suhu 100o C pada pengolahan mie basah.
Naufalin et al. menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu dan waktu pemasakan
maka tingkat kehilangan iodium semakin meningkat. Selain itu, berkurangnya
kadar iodium yang sangat tinggi dikarenakan pada proses persiapan sampel
rumput laut direndam selama 3 hari dengan pergantian air setiap 9 jam. Hal ini
menyebabkan iodium terbuang.
Daya Terima Sasaran terhadap Produk
Formula mie rumput laut yang terpilih kemudian diuji penerimaan berupa
tingkat kesukaan sasaran terhadap produk yang dihasilkan (Singh-Ackbarali dan
Maharaj 2013) dan proporsi mie yang dapat dihabiskan oleh konsumen sasaran
(Comstock et al. 1979). Hasil uji daya terima konsumen menunjukkan 93.3%
16
responden menyatakan sangat suka dan 6.7% responden menyatakan suka pada
produk yang disajikan. Menurut Setyaningsih (2010), produk pangan diterima
oleh konsumen jika jumlah persentase konsumen yang menolak produk urang dari
50%. Hal ini menunjukkan bahwa produk mie rumput laut terpilih (F1) termasuk
dalam produk pangan yang dapat diterima oleh konsumen.
Jumlah mie rumput laut yang disajikan sebanyak 1 mangkok kecil (100
gram). Sebanyak 96.7% responden mampu menghabiskan satu porsi mie yang
disajikan dan hanya 3.3% responden yang tidak dapat menghabiskan makanan
(sisa ¼ porsi). Metode Comstock (1979), penerimaan makanan termasuk dalam
kategori tinggi jika mampu dihabiskan lebih dari ¾ porsi. Hal ini menunjukkan
bahwa produk mie terpilih dapat diterima dengan kategori yang tinggi.
Kontribusi terhadap AKG Anak Sekolah Dasar (6-12 tahun)
Menurut Almatsier (2004), angka kecukupan gizi (AKG) merupakan
rekomendasi asupan berbagai zat gizi esensial yang perlu dipertimbangkan
berdasarkan pengetahuan ilmiah agar asupan zat gizi tersebut cukup memadai
untuk memenuhi kebutuhan gizi pada semua orang sehat. Produk pangan dapat
memberikan kontribusi gizi dengan menghitung kontribusinya terhadap AKG.
Takaran saji yang digunakan sebanyak 100 gram mie rumput laut dan 1
buah telur atau setara dengan 55 gram. Berdasarkan tabel 9 terlihat bahwa
kontribusi mie rumput laut tertinggi tanpa telur terdapat pada anak usia 6 tahun
dengan kontribusi terhadap energi, protein, lemak, karbohidrat, serat dan iodium
berturut-turut adalah 8.55%, 13.71%, 0.50%, 13.045, 26.63%, dan 19.10%
sedangkan mie yang ada dipasaran berkontribusi terhadap energi, protein, lemak,
karbohidrat, serat dan iodium berturut-turut adalah 22.5%, 25.71%, 24.19%,
20.90%, 9.09%, dan 0%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi energi, protein,
lemak, dan karbohidrat pada mie rumput laut lebih rendah tetapi memiliki
kontribusi serat dan iodium yang lebih tinggi dibandingkan mie pasaran dengan
angka kecukupan gizi (AKG) umur 6 tahun. Rendahnya kontribusi energi, protein,
lemak dan karbohidrat dikarenakan penambahan rumput laut pada adonan
mempengaruhi jumlah tepung terigu yang digunakan sehingga tepung terigu yang
digunakan lebih sedikit dibandingkan dengan tepung terigu di pasaran.
Kandungan zat gizi per takaran penyajian dan perhitungan kontribusi terhadap
AKG per sajian disajikan pada Tabel 9.
Tabel 8 Angka kecukupan gizi anak usia sekolah dasar
Usia
(tahun)
Jenis
Kelamin
Angka Kecukupan Gizi
Energi
(kal)
Protein
(gram)
Lemak
(gram)
KH
(gram)
Serat
(gram)
Iodium
(mcg/hari)
6 L dan P 1 600 35 62 220 22 120
7-9 L dan P 1 850 49 72 254 26 120
10-12 L 2 100 56 70 289 30 120
10-12 P 2 000 60 67 275 28 120
17
Tabel 9 Kandungan dan kontribusi zat gizi mie terpilih per takaran saji (100
gram) terhadap AKG anak usia 6-12 tahun
Zat Gizi Kandungan gizi
per takaran saji
Kontribusi terhadap AKG (%)
6 thn 7-9 thn 10-12 thn
(L)
10-12 thn
(P)
Tanpa telur
Energi 136.75 8.55 7.39 6.51 6.84
Protein 4.80 13.71 9.80 8.57 8.00
Lemak 0.31 0.50 0.43 0.44 0.46
Karbohidrat 28.69 13.04 11.29 9.92 10.43
Serat 5.86 26.63 22.53 19.53 20.92
Iodium 0.23 19.10 19.10 19.10 19.10
Penambahan telur
Energi 211.75 13.23 11.44 10.08 10.58
Protein 11.80 33.71 24.08 21.07 19.66
Lemak 5.31 8.56 7.37 7.58 7.92
Karbohidrat 28.69 13.04 11.29 9.92 10.43
Serat 5.86 26.63 22.53 19.53 20.92
Iodium 0.23 19.10 19.10 19.10 19.10
Estimasi Harga Mie per Takaran Saji
Mie basah dengan tambahan rumput laut 10% dibuat dari bahan dasar
tepung terigu tinggi protein, air, gula, telur, rumput laut segar, dan minyak.
Penentuan harga jual produk dilakukan dengan kalkulasi biaya bahan baku dan
biaya produksi berupa biaya sumber energi serta biaya upah pekerja (Dewi 2014).
Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa total biaya produksi mie rumput laut
dengan tambahan bakso per takaran saji adalah sebesar Rp 4 977 yang dibulatkan
menjadi Rp 5 000. Harga mie basah yang berada dipasaran berkisar Rp 6 000
sampai Rp 8 000. Jika dibandingkan dengan mie rumput laut harga jual produk
lebih murah 17-38% atau selisih harga sebesar Rp 1 000 – Rp 3 000 per takaran
saji. Namun demikian, produk mie rumput laut memiliki keunggulan lain
dibandingkan dengan produk yang ada dipasaran, yaitu mie rumput laut diperkaya
dengan kandungan mineral iodium dan serat yang baik untuk kesehatan.Estimasi
harga jual mie rumput laut dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10 Estimasi harga mie per takaran saji (155 gram)
Bahan Pangan Harga Jumlah Bahan Biaya
Tepung Terigu 12 000/kg 100 g 1 200
Telur 18 000/kg 20 g 360
Garam 2 000/200 g 10 g 100
Rumput Laut 3 000/kg 10 g 30
Air 3 000/L 20 g 60
Minyak 12 000/kg 10 g 120
Telur 18 000/kg 55 g 990
Total biaya bahan pangan 2 860
18
Bahan Pangan Harga Jumlah Bahan Biaya
Listrik dan kompor 10% 286
Kemasan dan promosi 20% 572
Pegawai 15% 429
Laba 20% 830
Harga jual/takaran saji 4 977
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil uji proksimat menunjukkan bahwa rumput laut Gracilaria sp.
memiliki kadar air sebesar 89.30 (%bb), karbohidrat 79.30 (%bk), protein 10.46
(%bk), abu 4.20 (%bk), lemak 3.08 (%bk), dan serat pangan total 10.27 (%bb).
Kandungan iodium pada rumput laut adalah 14.58 mcg/g. Formula rumput laut
dilakukan dengan penambahkan 0% (F0), 10% (F1), 20% (F2), dan 30% (F3) dari
total tepung yang digunakan. Berdasarkan hasil pembobotan dari atribut
keseluruhan produk yang terpilih adalah mie basah dengan penambahan 10% (F1).
Hasil uji proksimat produk terpilih menunjukkan bahwa mie basah rumput
laut memiliki kadar air 65.96 (%bb), abu 0.25 (%bb), lemak 0.31 (%bb), protein
4.80 (%bb), karbohidrat 28.69 (%bb), dan serat pangan 5.86 (%bb). Kandungan
iodium produk adalah 0.23 mcg/g. Hasil analisis sifat fisik (kekerasan) produk
terpilih adalah 917 gf. Hasil uji daya terima produk menunjukkan bahwa sebanyak
93.3% responden menyatakan sangat suka dan 6.7% menyatakan suka. Sebanyak
96.7% responden mampu menghabiskan 1 porsi mie basah yang disajikan.
Kontribusi energi dan zat gizi 1 takaran saji (100 g) terhadap AKG anak usia 6-12
tahun tergolong rendah, yaitu energi 6.51-8.55%, protein 8.00-13.71%, lemak
0.43-0.50%, dan karbohidrat 9.92-11.29% sedangkan kontribusi serat dan iodium
terhadap AKG berturut-turut adalah 19.53-26.63% dan 19.10%. Oleh karena itu,
produk mie basah dapat dijadikan sebagai produk sumber iodium dan serat.
Saran
Produk mie basah memiliki kelebihan dalam memenuhi asupan serat dan
iodium sehingga perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai bioavailabilitas
mineral dan intervensi untuk mengetahui penyerapannya didalam tubuh. Selain itu,
produk mie basah memiliki kekurangan dalam daya simpan yang rendah (24-36
jam) sehingga aspek daya simpan perlu dianalisis untuk mendukung keamanan
produk.
Tabel 10 Estimasi harga mie per takaran saji (155 gram) (lanjutan)
19
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Umum.
AOAC Association of Official Analytical Chemist. 1995. Official Method of
Analysis of Association of Official Analytical Chemist Ed ke-14. AOAC inc,
Airlington.
Astawan M. 2006. Membuat Mie dan Bihun. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
[BAPPENAS RI] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik
Indonesia. 2004. Pemetaan GAKI di Indonesia [Internet]. [diunduh 5 Januari
2015]. Tersedia pada:
http://kgm.bappenas.go.id/document/makalah/23_makalah.pdf.
Bangun AP. 2003. Vegetarian: pola hidup sehat berpantang daging. Jakarta (ID):
AgroMedia.
Bogasari. 2011. Mie telor [Internet]. [diunduh 31 Maret 2015]. Tersedia
pada:www.bogasari.com.
Chaidir A. 2007. Kajian rumput laut sebagai sumber serat alternatif untuk
minuman berserat [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB
Comstock EM, Symington LE, Chmielinski, McGuire JS. 1979. Plate waste
inschool feeding programs: individual and aggregate measures.Massachutes
(US): Food Science Laboratory.
[DEPKES] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Pedoman Umum
Gizi Seimbang (PUGS). Jakarta (ID): Depkes
_______. 2008. Kegemukan Akibat Kurang Serat. Jakarta (ID): Depkes.
_______. 2014. Gangguan Akibat Kekurangan Iodium [Internet]. [diunduh 22
September 2014]. Tersedia pada: http://www.bp2gaki.litbang.depkes.go.id/.
Dewi HN. 2014. Formulasi Kudapan PMT-AS RILGUT Risoles Berbasis Pati
Garut dengan Penambahan Tepung Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
sebagai Sumber Zat Gizi Mikro. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[DIRJEN RI] Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2014. Perkembangan
Rumput Laut Indoensia [Internet]. [diunduh 9 Desember 2014]. Tersedia
pada: http://www.djpb.kkp.go.id/berita.php?id=933.
Ekafitri R. 2009. Karakteristik Tepung Lima Varietas Jagung Kuning Hibrida dan
Potensinya untuk Dibuat Mie Jagung.[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Fadlillah HN. 2005. Verifikasi formulasi mie jagung instan dalam rangka
pengendalian skala [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gibney M, Barrie M. Margetts, John MK, Lenore A. 2005. Gizi Kesehatan
Masyarakat. Jakarta (ID): EGC.
Hambali E, Suryani A, Wadli. 2004. Membuat Aneka Olahan Rumput Laut.
Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hardinsyah. 2011. Analisis konsumsi lemak, gula, dan garam penduduk
Indonesia. Gizi Indonesia 2011, 32(2):92-100
20
Meilgaard M, Civille GV, Carr T.1999. Sensory Evaluation Techniques 3rd
Edition. London: CRC Press.
Muchtadi D, Palupi NS, Astawan M. 1992. Metode Kimia Biokimia dan Biologi
dalam Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. IPB: Bogor.
Naufalin R, Sustriawan B, Arsil P. 2004. Fortifikasi iodium dalam gula kelapa :
pengaruh saat fortifikasi dan sumber iodium. Jurnal Teknol dan Indrustri
Pangan. 17(3):227-231
Nugrahani MD. 2002. Perubahan Karakteristik dan Kualitas Protein pada Mie
Basah Matang yang Mengandung Formaldehid dan Boraks. [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rahayu WP. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor
Rianto BF. 2006. Desain proses pembuatan dan formulasi mie basah berbahan
baku tepung jagung [Skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Salamah E, Anna CE, Yuni R. 2006. Pemanfaatan Gracilaria sp. dalam
pembuatan permen jelly. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 9(1): 38-46.
Setyaningsih D, Apriyantono A, Puspita SM. 2010. Analisis Sensori untuk
Indrustri Pangan dan Agro. Bogor (ID): IPB Press
Singh-ackbarali D, Maharaj R. 2013. Sensory evaluation as a tool in determining
acceptability of innovative products developed by undergraduate students in
food science and technology at the university of Trinidad and Tobago. Jct.
3(1):10-27.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Mie Basah (SNI-01-2987-1992). Jakarta
(ID): Dewan Standarisasi Nasional.
Soebito S. 1988. Analisis Farmasi. Yogyakarta (ID): UGM Press
Suyanti. 2008. Membuat Mie Sehat Bergizi & Bebas Pengawet. Jakarta (ID):
Niaga Swadaya.
Syarief R dan Halid D. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Argan: Jakarta.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
_________. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.
Wirjatmadi, B., M. Adriani dan S. Purwati. 2002. Pemanfaatan Rumput Laut
(Euchema cottonii) dalam Meningkatkan nilai Kandungan Serat dan Iodium
Tepung Terigu dalam Pembuatan Mi Basah. [Skripsi]. Surabaya (ID):
Universitas Air Langga.
21
LAMPIRAN
Lampiran 1 Prosedur analisis sifat fisik
1. Uji kekerasan (Giantine 2007)
Pengukuran kekenyalan mie basah dilakukan dengan menggunakan
stevens LFRA Texture Analyzer. Jarak probe dikalibrasi sesuai dengan tinggi mie
basah. Mie yang akan diukur kekerasannya diletakkan dibawah probe, lalu tekan
“Start”. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan dapat dilihat pada layar
texture analyzer.
Lampiran 2 Prosedur analisis kimia
1. Kadar Air (AOAC 1995)
Sampel sebanyak lima gram dikeringkan selama 15 jam dalam oven 1050C
sampai beratnya konstan. Kadar air dihitung dengan rumus :
Kadar Air (%) = A – B x 100%
D
Keterangan :
A = Berat wadah dan sampel awal
B = Berat dan sampel setelah dikeringkan
D = Berat sampel
2. Kadar Abu Metode Gravimetri (AOAC 1995)
Cawan kosong dipanaskan dalam oven kemudian didinginkan dalam
desikator selama 30 menit. Sampel ditimbang kurang lebih 3 g dan diletakkan
dalam cawan, kemudian dibakar dalam kompor listrik sampai tidak berasap.
Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur. Pengabuan dilakukan dalam dua
tahap, tahap pertama pada pada suhu sekitar 450˚C dan tahap kedua pada suhu
550˚C, pengabuan dilakukan sekitar 2-3 jam. Cawan kemudian didinginkan dalam
desikator, setelah dingin cawan kemudian ditimbang. Persentase dari kadar abu
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
Abu (%) = Bobot abu (g) X 100%
Bobot sampel (g)
3. Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 1995)
Kadar protein dalam sampel dianalisis dengan menggunakan metode
Kjeldahl yang merupakan analisis kadar total N. Sejumlah sampel 0.3 g
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan dengan katalis secukupnya
dan 25 ml H2SO4 pekat. Campuran dipanaskan dalam pembakar Bunsen. Sampel
didestruksi hingga jenuh dan berwarna hijau kekuningan. Labu destruksi
didinginkan dan larutan dimasukkan ke dalam labu penyuling kemudian
diencerkan dengan 300 ml air yang tidak mengandung N dan ditambahkan dengan
NaOH 33%. Labu penyuling dipasang dengan cepat di atas alat penyuling
sehingga 2/3 cairan dalam labu penyuling yang menguap ditangkap oleh larutan
H2SO4 dalam erlenmeyer dititar dengan menggunakan larutan NaOH 0.3 N (Z ml)
sampai terjadi perubahan warna menjadi kehijauan kemudian dibandingkan
dengan titar blanko (Y ml)
% N = (Y – Z) x NaOH x 0,014 x 100%
22
gram contoh
% Protein = % N x 6.25 (faktor koreksi)
4. Kadar Lemak (AOAC 1995)
Labu lemak terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C, dan
didinginkan dalam desikator serta dihitung beratnya. Contoh sebanyak 5 gram
dalam bentuk kering dibunngkus dalam kertas saring, kemudian dimasukkan ke
dalam alat ekstrasi soxhlet. Alat kondensor diletakkan di atas dan labu lemak
secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut
yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Labu lemak yang berisi
lemak hasil ekstrasi dikeringkan dalam oven bersuhu 1050C untuk mengeluarkan
sisa pelarut hingga mencapai berat yang konstan, kemudian didinginkan dalam
desikator. Labu lemak kemudian ditimbang dan berat lemak dapat diketahui.
Kadar lemak (% bb) = Berat lemak (gram) x 100%
Berat contoh (gram)
5. Kadar Karbohidrat (Winarno 1997)
Kadar karbohidrat ditentukan by difference yaitu hasil pengurangan dari
100 % dengan kadar air, kadar protein, kadar lemak, dan kadar abu, sehingga
kadar karbohidrat tergantung karbohidrat sangat berpengaruh kepada faktor
kandungan zat gizi lainnya. Penentuan dengan cara ini kurang akurat dan
merupakan pertimbangan kasar sebab karbohidrat dihitung termasuk serat kasar
yang tidak menghasilkan energi. Serat kasar adalah fraksi karbohidrat yang sukar
dicerna.
Karbohidrat (%) = 100% - % kadar (air + protein + lemak + abu)
6. Kadar Serat Makanan (SNI 01-2973-1992)
Contoh yang telah bebas dari lemak ditimbang dengan teliti 2-5 g,
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 750 ml. Kemudian ditambahkan
dengan 100 ml H2SO4 1.25 %, dididihkan selama 30 menit menggunakan
pendingin tegak. Setelah itu ditambahkan lagi 200 ml NaOH 3.25% dan
dididihkan lagi selama 30 menit.
Larutan dalam keadaan panas disaring menggunakan corong Buchner
berisi kertas saring (telah dikeringkan pada suhu 1050C selama 30 menit) yang
telah diketahui bobotnya (c). Kertas saring dicuci berturut-turut dengan air panas,
H2SO4 1.25%, air panas dan alkohol 96%. Kertas saring dan isinya diketahui
bobotnya (a), lalu dikeringkan pada 1050C selama 1 jam hingga bobot tetap (b).
Kadar serat kasar (%) = a – b – c x 100
gram contoh
Keterangan : z
a = Bobot cawan + kertas saring +sampel
b = Bobot abu +cawan
c = Bobot kertas saring
7. Kadar Iodium, Metode Spektrofotomentri (Raghuramulus et al. 1983)
Penetapan kadar iodium dilakukan dengan metode spektrofotometri.
Prinsipnya adalah asam arserin (AsO33-
) mereduksi Ce4+
(kuning) menjadi Ce3+
(tidak berwarna) dengan katalisator iodide.Apabila konsentrasi iodida bertambah
23
maka daya reduksi ion Ce4+
menurun.Sisa Ce4+
yang tidak tereduksi diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 405 nm.
Contoh (dalam bentuk padat) sebanyak 2-5 g ditambahkan dengan 2 ml
larutan campuran NaOH 2% dan KNO3 1% dipanaskan dalam oven pada suhu
105 0C selama kurang lebih 24 jam. Setelah itu sampel langsung diabukan dalam
tanur pada suhu 550 0C selama 6 jam. Ekstrak abu dilarutkan dengan aquades
hingga volume manjadi 50 ml. Jika contoh berupa cairan maka langsung
ditepatkan volumenya menjadi 50 ml dengan aquades. Penetapan iodium
dilakukan dengan larutan contoh dipipet sebanyak 0.25 ml, kemudian
ditambahkan 0.75 ml larutan perklorat dan dipanaskan pada alat drybath selama
kira-kira 1 jam sampai volumenya menjadi setengah dari volume semula lalu
didinginkan. Setelah dingin, volume sampel ditetapkan menjadi 1 ml dengan
aquades, ditambahkan 3.5 ml larutan asam arsenit dan didiamkan selama 15
menit. Setelah itu ditambahkan 0.5 ml Ce (IV) NH4SO4 dikocok dan diukur
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 405 nm.
Hasil pembacaan absorbansi selanjutnya dikonversi dengan menggunakan
rumus berikut :
Kadar Iodium (µg/g) = (
)
Lampiran 3 Lembar uji organoleptik Mie basah
Panelis yang terhormat,
Saya Rafsan Syabani Cholik (I14110112), mahasiswa
Departemen Gizi Masyarakat IPB. Saat ini saya sedang
melakukan penelitian yang berjudul “OPTIMALISASI
PENGGUNAAN RUMPUT LAUT (Euchema cottonii sp.)
PADA MIE BASAH SEBAGAI PANGAN FUNGSIONAL
TINGGI SERAT DAN SUMBER IODIUM”. Demi
tercapainya hasil penelitian yang diharapkan, mohon
kesediaan dari saudara/i untuk berpartisipasi
memberikan penilaian terhadap produk penelitian saya
yang terdiri dari uji mutu hedonik (deskripsi
karakteristik) dan uji hedonik (deskripsi kesukaan).
Anda diharapkan untuk membaca dan memahami
terlebih dahulu lembar uji organoleptik ini hingga
selesai.
Nama Panelis : Tanggal Pengujian :
Jenis Kelamin : Departemen :
Dihadapan Anda disajikan 4 contoh Mie dengan Penambahan Rumput
Laut. Anda diminta untuk menilai mutu hedonik dan hedonik setiap contoh
tersebut dengan aturan sebagai berikut.
1. Tulis skala yang tepat yang menggambarkan persepsi Anda pada tabel mutu
hedonik dan hedonik yang disediakan.
24
2. Silahkan berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai contoh
berikutnya.
3. Mohon tidak membandingkan antar contoh saat anda melakukan penilaian
dengan tidak mengingat contoh sebelumnya ketika melakukan penilaian
terhadap contoh selanjutnya.
4. Tolong perhatikan keterangan skala dan footnote yang terdapat pada atribut-
atribut tertentu.
Bogor, Januari 2015
( )
Hedonik
Penilaian Anda dengan skala: 1-7
KodeContoh Penilaian terhadap Atribut
Warna Aroma Rasa Tekstur Aftertaste
745
589
913
425
Keterangan Skala
Skala Atribut
Warna Aroma Rasa Tekstur Aftertaste
1 Sangat tidak suka
2 Tidak suka
3 Agak tidak suka
4 Cukup suka
5 Suka
6 Sangat suka
7 Sangat suka sekali
25
Komentar:.................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................
Hedonik
Penilaian Anda dengan skala: 1-7
Kode Contoh Penilaian terhadap Atribut
Warna Aroma Rasa Tekstur Aftertaste
817
349
606
134
Keterangan Skala
Skala Atribut
Warna Aroma Rasa Tekstur Aftertaste
1 Sangat tidak suka
2 Tidak suka
3 Agak tidak suka
4 Cukup suka
5 Suka
6 Sangat suka
7 Sangat suka sekali
Komentar:.................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
........................................................................
Mutu Hedonik
Kode
Contoh
Penilaian terhadap Atribut
Warna
Permukaan Aroma Rasa Tekstut Aftertaste
a)
745
589
913
425 a)
Aftertaste adalah apapun rasa yang tertinggal setelah Mie + Rumput Laut tertelan.
Keterangan Skala:
Skala Atribut
26
Warna
Permukaan Aroma Rasa Tekstur Aftertaste
1
Kuning
kecoklatan sangat
pucat
Sangat tidak
tercium sekali Sangat kuat Sangat lembek
Sangat tidak
terasa sekali
2 Kuning
kecoklatan pucat
Sangat tidak
tercium Kuat Lembek
Sangat tidak
terasa
3 Kuning coklat
agak pucat Tidak tercium Agak kuat Agak kenyal Tidak terasa
4
Kuning
kecoklatan Khas
Produk
Normal Khas
Mie Normal Kenyal
Netral Khas
Produk
5 Agak kuning Kuat Tercium Agak lemah Sangat kenyal Terasa
6 Kuning Pekat Sangat Kuat
Tercium Lemah Agak keras Sangat terasa
7 Sangat Kuning
Pekat
Sangat kuat
Tercium
sekali
Sangat
lemah Keras
Sangat terasa
sekali
Komentar:.................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.........................................................
Mutu Hedonik
Kode
Contoh
Penilaian terhadap Atribut
Warna
Permukaan Aroma Rasa Tekstut Aftertaste
a)
817
349
606
134 a)
Aftertaste adalah apapun rasa yang tertinggal setelah Mie + Rumput Laut tertelan.
Keterangan Skala:
Skala
Atribut
Warna
Permukaan Aroma Rasa Tekstur Aftertaste
1
Kuning
kecoklatan sangat
pucat
Sangat tidak
tercium sekali Sangat kuat Sangat lembek
Sangat tidak
terasa sekali
2 Kuning
kecoklatan pucat
Sangat tidak
tercium Kuat Lembek
Sangat tidak
terasa
3 Kuning coklat
agak pucat Tidak tercium Agak kuat Agak kenyal Tidak terasa
4
Kuning
kecoklatan Khas
Produk
Normal Khas
Mie Normal Kenyal
Netral Khas
Produk
5 Agak kuning Kuat Tercium Agak lemah Sangat kenyal Terasa
27
6 Kuning Pekat Sangat Kuat
Tercium Lemah Agak keras Sangat terasa
7 Sangat Kuning
Pekat
Sangat kuat
Tercium
sekali
Sangat
lemah Keras
Sangat terasa
sekali
Komentar:.................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
Terima kasih Anda telah berpartisipasi dalam penilaian organoleptik produk
penelitian saya.
Hormat saya,
Rafsan Syabani Cholik
Lampiran 4 uji hedonik, mutu hedonik, uji anova
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
warna 280 4.0214 1.34120 1.00 7.00
aroma 280 4.3607 .85628 1.00 6.00
rasa 280 4.3750 1.08364 1.00 7.00
tekstur 280 4.5071 1.07094 1.00 7.00
aftertaste 280 4.4286 1.04482 1.00 7.00
sampel 280 5.7225E2 243.04042 134.00 913.00
Ranks
Sampel N Mean Rank
warna 134 35 103.89
349 35 154.84
425 35 90.16
589 35 135.56
606 35 114.37
745 35 198.09
817 35 203.06
913 35 124.04
Total 280
aroma 134 35 145.36
28
349 35 144.40
425 35 110.74
589 35 140.49
606 35 147.64
745 35 148.30
817 35 144.40
913 35 142.67
Total 280
rasa 134 35 132.43
349 35 143.01
425 35 99.19
589 35 159.50
606 35 134.81
745 35 159.80
817 35 171.21
913 35 124.04
Total 280
Tekstur 134 35 129.89
349 35 139.61
425 35 112.37
589 35 160.54
606 35 140.53
745 35 156.74
817 35 158.90
913 35 125.41
Total 280
aftertaste 134 35 133.29
349 35 114.01
425 35 117.20
589 35 145.89
606 35 139.57
745 35 176.80
817 35 157.37
29
913 35 139.87
Total 280
Test Statisticsa,b
warna aroma rasa tekstur aftertaste
Chi-Square 68.768 6.591 22.119 12.811 17.900
Df 7 7 7 7 7
Asymp. Sig. .000 .473 .002 .077 .012
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: sampel
Uji Mutu Hedonik
Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
warna 280 3.3750 1.35946 1.00 7.00
aroma 280 3.9000 .84072 1.00 7.00
rasa 280 3.8893 1.02926 1.00 7.00
tekstur 280 3.7786 1.03742 1.00 6.00
aftertaste 280 4.0857 1.02992 1.00 7.00
sampel 280 5.7225E2 243.04042 134.00 913.00
Ranks
Sampel N Mean Rank
warna 134 35 124.71
349 35 120.49
425 35 116.73
589 35 131.89
606 35 115.94
745 35 189.60
817 35 202.60
30
913 35 122.04
Total 280
aroma 134 35 156.81
349 35 144.01
425 35 123.41
589 35 126.73
606 35 144.64
745 35 134.47
817 35 148.61
913 35 145.30
Total 280
Rasa 134 35 144.31
349 35 121.33
425 35 145.51
589 35 121.00
606 35 134.73
745 35 164.64
817 35 162.23
913 35 130.24
Total 280
Tekstur 134 35 152.76
349 35 133.87
425 35 137.07
589 35 110.84
606 35 178.10
745 35 127.99
817 35 137.10
913 35 146.27
Total 280
aftertaste 134 35 149.80
349 35 142.09
425 35 160.06
589 35 130.93
31
606 35 149.91
745 35 119.30
817 35 111.73
913 35 160.19
Total 280
Test Statisticsa,b
warna aroma rasa tekstur aftertaste
Chi-Square 48.505 6.405 11.978 16.432 13.538
df 7 7 7 7 7
Asymp. Sig. .000 .493 .101 .021 .060
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: sampel
Duncan
sampel N
Subset for alpha = 0.05
1 2 3
4 2 64.6450
3 2 78.1450
2 2 85.4300 85.4300
1 2 93.4300
Sig. 1.000 .136 .110
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 25 Januari 1994 dari ayah
Sutarman dan ibu Nunung Nurhayati. Penulis adalah putra kedua dari tiga
bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA Negeri Cahaya Madani Banten
Boarding School dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB dan diterima di
Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Analisis
Zat Gizi Mikro pada tahun ajaran 2013/2014, asisten praktikum Analisis Zat Gizi
Makro tahun ajaran 2014/2015. Tahun 2013 penulis aktif sebagai staf Peduli
Pangan dan Gizi Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi dan staf Creative Learning
Club. Tahun 2014 penulis aktif sebagai Ketua Departemen Pengembangan
Sumber Daya Mahasiswa BEM FEMA IPB kabinet Mozaik Toska. Bulan Juli-
Agustus 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Praktik di Kampung Laut,
Cilacap. Bulan Oktober-November 2014 penulis melaksanakan Internship
Dietetic di RS Pantai Indah Kapuk. Bulan Maret 2015 penulis berkesempatan
menjadi ahli gizi dalam acara Sarapan Sehat Nasional di Bandung.
Penulis juga aktif mengikuti kepanitiaan selama masa perkuliahan.
Beberapa kepanitiaan yang pernah diikuti adalah ketua acara Nutrition Fair 2014,
staf Asosiasi Institusi Perguruan Tinggi Gizi Indonesia 2015, dan Liaison Officer
International Symphosium Food and Nutrition yang dilaksanakan di Balai Kartini
tahun 2015.
Penulis juga aktif mengikuti lomba. Beberapa prestasi yang diraih oleh
penulis antara lain Juara 1 Olimpiade Biologi Tingkat Kabupaten 2010, Juara 1
Lomba Kesenian Rampak Bedug Tingkat Nasional 2011, Juara 1 Lomba Cepat
Tepat Biologi 2011, Juara 3 Singing Competition Solo Putra Tingkat Fakultas
2014, dan Semifinalis Health Agent Award Nutrifood 2015.
top related