Mengapa Semakin Banyak Jumlah Alumni Akuntansi Tidak ...
Post on 09-Dec-2016
227 Views
Preview:
Transcript
MENGAPA SEMAKIN BANYAK JUMLAH ALUMNI AKUNTANSI
TIDAK SEBANDING DENGAN PERTUMBUHAN KANTOR AKUNTAN
PUBLIK (PERSEPSI MAHASISWA AKUNTANSI TERHADAP
PROFESI AKUNTAN PUBLIK SETELAH UU NO. 5 TAHUN 2011
TENTANG AKUNTAN PUBLIK)
Pigo Nauli Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
Email: pigonauli@yahoo.com
Sudrajat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
Neny Desriani Fakultas Ekonomi IBI DARMAJAYA
Email: Nine_da@yahoo.com
ABSTRACT
The Objective of this study is to examine the perception of undergraduate student majoring in
Accounting about UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. It also to know perception of
undergraduate student majoring in accounting about public accountant roles in graft prevention and
anothers roles. Respondents consist of 283 students of accounting major.
For the objectives of the study, a structured questionnaire was utilized. Third different groups of
question were asked to the respondent. The format was a type of likert scale for the measurenment of
the thought and perceptions of the respondents. All data were processed previously with validity and
reliability test.
The result of this research indicate that undergraduate students in accounting major have positive
perception about UU No. 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik and public accountant roles in graft
prevention and anothers roles. Findings of the study are interesting themselves, and also might be very
interesting for particular people to make comparative studies.
Keywords: Public accountant, students’ perception, graft prevention
I. PENDAHULUAN
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rasa keingintahuan peneliti mengenai mengapa pertumbuhan
Kantor Akuntan Publik (KAP) tidak seiring dengan pertumbuhan industri. Secara logika semakin
tumbuhnya dunia industri yang berkewajiban untuk menginformasikan laporan keuangan yang
auditabel, maka peran KAP menjadi penting, dan menjadi potensi penghasilan pada sektor usaha jasa
seperti KAP. Khususnya di Lampung, tempat domisili peneliti, sepanjang pengetahuan penulis, sejak
Tahun 2000 hanya ada 3 KAP yang beroperasi di wilayah Lampung, yaitu: KAP Weddi dan Rekan,
Nurdiono dan Rekan, dan Zubaidi Indra dan Rekan. Namun dalam perkembangannya hanya KAP
Weddie dan Rekan yang hingga sekarang masih aktif dan eksis diantara KAP lainnya. Demikianpun
secara usia personal auditornya, Auditor yang membuka jasa KAP di Lampung pada saat sekarang
sudah memasuki rata-rata usia di atas 50 Tahun. Penulis mencoba membayangkan jika tidak ada
regenerasi dalam kurun waktu yang lebih pendek pada waktu yang akan datang, maka sudah dapat
dipastikan keberadaan KAP akan semakin sedikit.
Penulis juga mencoba mengkonfirmasi fenomena ini untuk beberapa daerah lain khususnya di
wilayah Sumatera: Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumatera Utara, dan Jambi. Hasilnya menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan dalam jumlah KAP yang masih aktif dan beroperasi di masing-masing
wilayah kerjanya, yaitu memilik jumlah KAP yang relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah unit
usaha atau entitas bisnis yang ada. Hal ini pun diperkuat secara nasional mengenai proses penyusunan
RUU Akuntan Publik yang dibahas di forum DPR RI. Salah satu permasalah Akuntan Publik yang
tercantum dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) panja RUU Akuntan Publik disebutkan bahwa
Indonesia mengalami krisis Akuntan Publik (www.iapi.or.id).
Apakah diberlakukannya UU No. 5 Tahun 2011 sebagai salah satu solusi untuk memenuhi
kebutuhan akan kekurangan jumlah profesi akuntan yang semakin tidak diminati oleh sarjana
Akuntansi? Karena ketentuan yang dikembangkan dalam UU tersebut adalah bahwa yang berhak
untuk mendapatkan gelar akuntan adalah siapapun, tidak mesti sarjana S1 Akuntansi, tetapi juga
lulusan non Akuntansi (Teknik, Pertanian, Sosial, Hukum) diperbolehkan untuk mendapatkan gelar
akademik setelah syarat-syarat lainnya dipenuhi.
Berdasarkan rumusan UU No.5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik dalam penjelasan pasal 6
dapat disarikan beberapa ketentuan terbaru yang membedakan dengan peraturan- peraturan
sebelumnya sehingga seseorang dapat diproses menjadi Akuntan Publik, yaitu sebagai berikut:
Sebelum UU AP Sesudah UU AP
S1 Akuntansi PTN dan PTS S1/DIV/Setara Akuntansi dan Non
Akuntansi PTN dan PTS
Mengikuti Program Pendidikan Profesi
Akuntan (PPAk) Pendidkan Profesi Akuntan Publik dari
PTN dan PTS kemudian Ujian Serifikasi
AP (IAPI)
Register Negara Akuntan (Kemenkeu)
Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP)
dari IAPI
Izin Akuntan Publik (Kemenkeu) Izin Akuntan Publik (Kemenkeu)
Fenomena ini menarik untuk diteliti, apakah penyebabnya sehingga pertumbuhan KAP tidak
sebanding dengan pertumbuhan jumlah alumni akuntansi? Fenomena ini semakin menarik, ketika
melihat pertumbuhan lulusan (alumni) Akuntansi semakin besar yang dihasilkan dari pergutuan tinggi
negeri maupun swasta. Idealnya semakin banyak alumni Akuntansi maka pertumbuhan akuntan
eksternal yang berprofesi sebagai auditor mejadi lebih banyak. Atau mungkin kencenderungan
mahasiswa Akuntansi untuk berprofesi sebagai auditor eksternal tidak semenarik profesi akuntan
lainnya seperti bankir, auditor internal, controller, akuntan pemerintah, akuntan pendidik dan beberapa
profesi lainnya. Fenomena ini diperkuat dengan hasil tracer study yang dilaukan oleh Jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung hasilnya menunjukkan sebgai berikut.
Tabel 1.
Hasil Tracer Study yang dilakukan oleh Jurusan Akuntansi Universitas Lampung
No Profesi Jumlah Persentase
1 KAP 3 2,6
2 Akuntan Pemerintah (PNS, BPK) 35 30,2
3 Perbankan 19 16,4
4 Akuntan Perusahaan 22 19,2
5 Lainnya 37 31,9
Jumlah 116 100
Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa pilihan profesi alumni Akuntansi cenderung lebih
sedikit untuk berprofesi sebagai auditor yang bekerja pada KAP. Penulis mencoba untuk menulusuri
hasil-hasil penelitian yang secara substansi terkait dengan permasalahan penelitian di atas, hasilnya
adalah penelitian yang dilakukan oleh Pakdemir (2011) mengenai persepsi mahasiswa Akuntansi
terhadap profesi-auditor eksternal di Turki. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa 64 % dari 588
responden mengungkapkan bahwa profesi akutan dipandang tidak terlalu penting (not important),
mahasiswa Akuntansi memandang Akuntansi sebagai matakuliah yang membosankan (negative and
boring class). Penelitian serupa juga dilakukan oleh beberapa pemerhati Akuntansi meneliti mengenai
persepsi mahasiswa Akuntansi terhadap profesi Akuntansi (Fisher and Murphy, 1995), (Well, 2005),
(Colemen and Kreuze, and Langsam, 2005), (Bymee and Wilis, 2005).
Penelitian-penelitian tesebut menarik untuk diteliti ulang di Indonesia secara lebih mendalam.
Karena Pemerintah Indonesia kemudian megeluarkan UU No. 5 Tahun 2011 tentang profesi Akuntan
Publik. Undang-undang ini mengatur praktik Akuntan Publik dalam menjalankan fungsi dan
tanggungjawabnya, utamanya dalam memberikan jasa assurance. Selain itu UU ini pun memberikan
garis penegas kepada siapapun yang ingin berprofesi sebagai auditor harus memenuhi syarat dan
kriteria yang berlaku. Pasal 6 menyebutkan bahwa untuk mendapatkan ijin menjadi Akuntan Publik
seseorang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Memiliki sertifikat tanda lulus ujiian profesi Akuntan Publik yang sah
b. Berpengalaman praktik memberikan jasa sebgaimana dimaksud dalam pasal 3
c. Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
d. Memiliki NPWP
Selain undang-undang tersebut pemerintah melalui kementrian keuangan mengatur secara lebih
rinci mengenai aturan terkait. Disahkannya UU No 5 ini tidak terlepas dari beberapa persolan yang
dihadapi profesi akuntan secara umum. Sebelum diterbitkannya UU tersebut, pemerintah telah
melakukan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh panja RUU Akuntan Publik komisi XI DPR RI.
Diantara permasalahan dalam profesi Akuntan Publik adalah semakin krisisnya jumlah kantor
Akuntan Publik (www. iapi.or.id).
Persepsi merupakan suatu proses individu dalam memilih, mengelola, dan menginterpretasikan
suatu rangsangan yang diterimanya ke dalam suatu penilaian terkait apa yang ada disekitarnya
(Schiffman dan Kanuk, 2010). Persepsi akan mendorong seseorang berniat untuk melakukan sesuatu,
termasuk keinginan seseorang untuk memilih pilihan profesi akuntan yang akan diambilnya.
Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, penulis ingin menelusuri sejauhmana persepsi
mahasiswa program S1 Akuntansi terhadap profesi Akuntansi saat ini. Salah satu hal yang menarik
adalah ingin melihat kecenderungan pilihan profesi akuntan yang akan dipilih oleh lulusan Akuntansi.
Apakah dengan dikeluarkannya UU No 5 Tahun 2011 akan mempengaruhi persepsi mahasiswa
Akuntansi terhadap profesi akuntan khususnya Akuntan Publik, sehingga menjadi semakin tumbuh
suburnya keinginan alumni Akuntansi untuk berprofesi sebagai auditor ataukah semakin menyurutkan
langkah untuk mengambil profesi akuntan. Berdasarkan latar belakang tersbut judul penelitian adalah
“Mengapa semakin Banyak Jumlah Alumni Akuntansi Tidak Sebanding dengan Pertumbuhan
KAP (Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Profesi Akuntan Publik Setelah UU No . 5
Tentang Akuntan Publik)”
II. STUDI LITERATUR
Pertumbuhan dan pengembangan Akuntansi semakin tinggi diperkuat dengan semakin globalnya
pertumbuhan dunia bisnis, sehingga semakin mendekatkan pengusaha akan jasa akuntan dalam
menopang struktur keberlangsungan usaha. Pertumbuhan dan perkembangan baik jumlah dan kualitas
akuntan akan sangat bergantung pada institusi pendidikan yang men-create profesi tersebut
(Steadman and Green, 1995). Perguruan tinggi sebagai institusi dengan kewajiban utamanya
memberikan jasa pendidikan (teaching), pengabdian kepada masyarakat dan penelitian (research)
bertanggungjawab penuh untuk menghasilkan akuntan-akuntan yang handal dan mampu menghadapi
tantangan globalisasi.
Untuk tujuan tersebut maka bagaimanakah usaha seharusnya yang dilakukan perguruan tinggi
dalam mempersiapkan alumninya untuk mampu memenuhi standar dalam memenuhi syarat sebagai
Akuntan Publik bersertifikat (Yucel et al, 2012). Beberapa peneliti telah melakukan perubahan dalam
proses pembelajaran Akuntansi bagi mahasiswa diantaranya dengan pendekatan menekankan pada
aspek praktek (Haman et al., 2010), pembelajaran studi kasus (Campbell and Lewiss, 1991; Stewart
and Daugherty, 1993), dan berbagai metoda yang kemudian sering diupayakan sebagai teknologi
pendidikan seperti: student center learning (SCL), technology assisted learning, dan beberapa metoda
lainnya.
Persoalan yang terjadi tidak semata-mata dilihat dari proses pembelajaran yang telah diprogram
dalam perguruan tinggi saja, akan tetapi juga harus membangun match and link antara dunia akademis
dan praktisi, bahwa dunia pendidikan harus ditopang dengan kekuatan sosial masyarakat profesi yang
menjadi salah satu pilihan karir setelah lulus, sehingga alumni Akuntansi mampu mengetahui secara
riil dunia profesi mereka (Yucel et al., 2012). Oleh karena itu pendidikan akuntansi harus ditopang
dengan praktikum dan mendekatkan mahasiswa akuntansi dengan tenaga professional, sehingga
pembelajaran dapat lebih interaktif dan mahasiswa lebih awal mengenali profesi akuntan secara jelas.
Progam semacam ini dengan sendirinya akan membentuk persepsi, karakter alumni Akuntansi
terhadap profesi akuntan. Penelitian yang dilakukan oleh Schoellman, 2011 mengungkapkan bahwa
bahwa pendidikan formal mampu menopang 10-20 % tingkat perbedaan masing-maisng tenaga kerja
dalam merespon kerja yang menjadi bagaian pekerjaannya.
Persepsi merupakan proses kognitif yang dipergunakan seseorang untuk menafsirkan dan
memahami dunia sekitarnya, sedangkan menurut Robbin, 1993:
“Perception can be defined as a process by which individual organize and interpret their sensory
impression in order to give meaning to their invorenment”
Proses pembentukan persepsi dipengaruhi oleh:
1. Faktor perhatian dari luar, melalui intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan, dan gerakan
2. Faktor dari dalam (internal set factors), yaitu factor dari dalam diri seseorang yang memiliki
proses persepsi antara lain proses belajar, motivasi dan kepribadian (kiryanto dkk., 2001)
Proses pendidikan akuntansi akan dapat dipersepsikan secara parallel dengan praktik akuntansi,
termasuk di dalamnya profesi akuntan publik. Akuntan publik merupakan seseorang yang diberikan
ijin oleh lembaga berwenang untuk menggunakan gelar akuntan publik dan mempraktekkan akuntansi
publik. Di Indonesia, ijin sebagai akuntan publik dapat diberikan setelah lulus ujian sertifikasi
Akuntan Publik (USAP).
III. METODA PENELITIAN
Penelitian ini ingin megetahui persepsi mahasiswa akuntansi terhadap profesi akuntan setelah
diterapkan kebijakan UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Selanjutnnya juga ingin melihat
secara umum profesi akuntan dimata mahasiswa akuntansi. Untuk mencapai tujuan tersebut instrumen
penelitian berupa kuisioner telah dikembangkan, sebagia n konten diadopsi dari penelitian Pekdemir,
2011. Sebagian lain dikembangkan peneliti untuk mengukur persepsi dan pandangan mahasiswa
terhadap salah satu peraturan yang dipasalkan dalam UU No 5 Tahun 2011. Kuisioner menggunakan 5
(lima) poin skala likert dengan skala sebagai berikut 1. Sangat tidak setuju, 2. Tidak Setuju, 3. Netral,
4. Setuju, 5 Sangat Tidak Setuju). Bagian pertama dari kuisioner berkaitan dengan data demografi
responden, bagian kedua berkaitan dengan persepsi mahasiswa terhadap profesi Akuntan Publik,
bagian ketiga mengeksplorasi persepsi mahasiswa terhadap peran Akuntan Publik teramsuk juga
melihat keterkaitannya dengan tidakan pencegahan terhadp tindak pidana korupsi, dan bagian bagian
terakhir berkaitan dengan persepsi mahasiswa Akuntansi berkaitan dengan UU No. 5 Tahun 2011
tentang Akuntan Publik.
Pengumpulan Data
Peneliti menyebarkan kuisioner kepada mahasiswa Akuntansi yang berada di Kota
Bandarlampung, dengan sebaran: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung, Sekolah Tinggi
Ilmu Ekonomi Lampung (STIE Lampung), dan Fakultas Ekonomi Informatics and Business Institute
(IBI) Darmajaya. Kuisioner yang disebar sebanyak 300, dari total kuesioner yang disebar 291
kuisioner dikembalikan. Setelah dilakukan seleksi atas kuesioner, sebanyak 283 kuesioner yang dapat
diolah karena 8 responden tidak menjawab dengan sempurna setiap pertanyaan yang diajukan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini menggunakan SPSS for windows versi 17. Analisis frekuensi, mean dan deviasi
standar dihitung untuk tiap-tiap variabel yang diukur. Koefisien vaiditas dan reliabilitas menggunakan
analisis faktor dan cronbach alpha. Uji valditas menunjukkan bahwa semua pertanyaan menunjukkan
koefisien factor analysis di atas 0,06, sementara koefisien cronbach alpha untuk menguku reliabilitas
instrumen menunjukkan 0.7.
Hasil survey menunjukkan beberapa ringkasan sebagai berikut: 1). Data demografi responden,
termasuk juga preferensi pilihan karir profesi akuntan, 2). Persepsi mahasiswa terhadap profesi
auditor, 3) Persepsi mahasiswa terhadap peran auditor terutama tanggapan mahasiswa akuntansi
terhadap kompetensi auditor terhadap pencegahan tindak pidana korupsi, dan 4) Persepsi mahasiswa
terhadap Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
Demografi responden terdiri dari 100 responden adalah mahasiswa Universitas Lampung
(35,3%), 94 mahasiswa berasal dari Fakultas Ekonomi Informatics and Business Institute Darmajaya
Lampung (33,2%), dan 89 responden berasal dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lampung (31,4%)
dapat dilihat pada tabel 2
Tabel 2
Kampus Responden
Kampus Frekuensi %
Universitas Lampung 100 35,3
IBI Darmajaya 94 33,2
STIE Lampung 89 31,4
Total 283 100
63,6% responden atau sebanyak 180 mahasiswa akuntansi adalah perempuan, sisanya adalah
laki-laki (tabel2). Hasil ini memperkuat penelitian-penelitian sebelumnya bahwa perempuan
cenderung lebih berminat untuk melanjutkan jenjang pendidikan tinggi pada program S1 Akuntansi
(Nauli, 2011; Pekdemir and Pekdemir, 2011)
Tabel 3
Jenis Kelamin Responden
Kampus Frekuensi %
Laki-Laki 103 36,3
Perempuan 180 63,6
Total 283 100
148 responden adalah mahasiswa akuntansi yang berusia di bawah 20 tahun (51,9%), 122
responden berusia antara 20 sampai dengan 24 tahun (43,1%), sedangkan sisanya (4,6) berusia di atas
24 tahun (tabel 4)
Tabel 4
Usia Responden
Usia Frekuensi %
-20 Tahun 148 52,3
20-24 Tahun 122 43,1
20+ Tahun 13 4,6
Tahun 283 100
98 responden (34,6%) mahasiwa akuntansi adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) pada
program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), 116 responden (41%) adalah lulusan SMA pada Program IPS,
67 responden (23,7%) adalah lulusan Sekolah Mnenengah Kejuruan (SMK), sisanya adalah lulusan
dari program lainnya (tabel 5). Hasil ini menunjukkan bahwa program S1 Akuntansi menjadi pilihan
favorit bagi siswa-siswi SMA, karena bukan hanya pelajar dari program IPS saja, sebagai jurusan yang
linier dengan Akuntansi, namun juga pelajar IPA dan SMK. Khusus SMK, peneliti menduga 27%
mahasiswa yang berasal dari program SMK menunjukkan bahwa target pendidikan SMK kurang tepat
sasaran, karena tujuan untuk menjadi tenaga teknis (clerk) pada dunia kerja tidak tercapai, karena
dapat dilihat dari data bahwa mahasiswa akuntansi sebanyak hampir 24 persen berasal dari siswa-siswi
SMK.
Tabel 5
Jurusan Pada Jenjang SMA
Jurusan SMA Frekuensi %
IPA 98 34,6
IPS 116 41
SMK 67 23,7
Lainnya 2 0,7
Jumlah 283 100
Intensi atas pilihan karir dari keseluruan responden dapat dilihat pada tabel 6 dan tabel 7. Tabel 6
menunjukkan intensi awal mahasiswa atas pilihan karir akuntan setelah mereka lulus pada program S1
Akuntansi di semester awal (semester 2 dan 4), hasilnya menunjukkan sebagai berikut:
Tabel 6
Pilihn Profesi Akuntan di Semester Awal
Pilihan Profesi Frekuensi %
Auditor (KAP) 68 24
PNS 78 27,6
Analisis Sistem Informasi 20 7,1
Banker 59 20,8
Pialang 11 3,9
Forensik 20 7,1
Lain 16 5,7
Belum Memilih 4 1,4
Jumlah 283 100
Data menunjukkan bahwa keinginan mahasiswa akuntansi untuk menjadi akuntan pemerintah
sangat tinggi, mengalahkan intensi untuk menjadi auditor yang bekerja di KAP atau menjadi banker.
Fenomena ini harus ditangkap sebagi suatu hal yang harus diperhatikan oleh dunia praktisi dan
akademisi, mengapa? Karena, persoalan yang dihadapi bangsa ini adalah kasus-kasus korupsi yang
kebanyakan dilakukan pada sektor pemerintahan. Dengan menyediakan SDM akuntan yang
berkompetensi diharapkan mampu menekan laju tindak pidana korupsi. Selanjutnya adalah bahwa
intensi Auditor berada pada urutan kedua, hasil ini memang sangat berbeda dengan fakta di lapangan.
Hasil tacer study yang dilakukan oleh Universitas Lampung pada Tahun 2012 terhadap alumni
akuntansi, menunjukkan bahwa hanya 2% dari 100 alumni Unila yang bekerja pada KAP. Hal ini
menjadi menarik untuk dikaji, mungkinkah proses pembelajaran mempengaruhi pilihan mahasiswa
terhadap profesi akuntan, karena fakta-fakta tersebut menjadi suatu bahan evaluasi bagi proses
pembelajaran akuntansi.
Yang sangat menarik adalah preferensi responden terhadap pilihan karir akuntan sebagai akuntan
forensik. Pilihan ini berada pada pilihan favorit ketiga, penulis menduga bahwa ini pilihan profesi
terbaru yang sedang menjadi isu menarik dalam perkembangan akuntansi (Sanchez, 2012; Carpenter et
al., 2011; Elitas et al., 2011)
Tabel 7 menunjukkan pilihan profesi di semester akhir. Tabel ini hanya menyajikan mahasiswa
yang duduk di semester akhir, yaitu responden di semester 6 dan semester 8. Responden diminta untuk
mengisi 2 pilihan profesi akuntan saat mereka masuk di program S1 Akuntansi dan juga mengisi
pilihan profesi akuntan ketika mereka duduk di semester akhir.
Tabel 7
Pilihn Profesi Akuntan di Semester Awal dan Semester Ahir
Pilihan Profesi Frekuensi
Semester Awal Semester Akhir
Auditor (KAP) 9 12
PNS 24 26
Akuntansi Manajemen 4 6
Banker 18 11
Pialang 1 1
Forensik 2 4
Lain 3 1
Jumlah 61 61
Kedua pertanyaan ini sengaja diajukan untuk melihat adakah perbedaan pilihan profesi di
semester awal dan semester akhir. Dengan mengunakan uji paired sample t test didapat hasil bahwa
tidak ada perbedaan pilihan profesi antara mahasiswa semester awal dan semester akhir. Analisis
dilakukan dengan membandingkan responden yang berada di semester akhir sebanyak 61 responden
dari 283 responden. Hasil ini dapat dianalisis pada tabel 8 bahwa preferensi mahasiwa terhadap pilihan
profesi karir akuntan tidak berbeda antara saat diawal perkuliahan dengan diakhir perkuliahan,
beberapa kemungkinan yang diduga oleh penulis diantaranya adalah bahwa proses perkuliahan tidak
berdampak besar terahadap pilihan profesi mahasiswa, pengajar bukan dari kalangan praktisi
langsung, belum atau jarangnya diadakan seminar-seminar terkait dengan profesi akuntan di
lingkungan kasmpus, dan pembeljaran yang masih mengedapakan aspek teoritis dibandingkan praktik.
Tabel 9 menunjukkan pihak yang paling mempengaruhi pilihan profesi akuntan bagi responden.
Keluarga paling dominan mempengaruhi pilihan profesi responden sebesar 56,2 %, selanjutnya
pengalaman bekerja (31%), lingkungan masyarakat/sosial (8,1%), dan lingkungan kampus atau
sekolah (7,1%). Hasil ini memberikan bukti bahwa peran kampus tidak signifikan dalam memberikann
dukungan kuat kepada mahasiswa dalam menentukan pilihan profesi, mungkinkah kampus tidak
memberikan gambaran peluang, tantangan dari masing-masing profesi akuntan sehingga mahasiswa
tidak mampu mengeksplorasi lebih jauh tentang profesi akuntan dan masih mengandalkan informasi
dari keluaraga (orang tua, kakak, paman) dalam menentukan pilihan profesi akuntan. Organisasi
akuntan (IAI, IAPI) hanya mempengaruhi 0,4% dari responden terhadap pilihan profesi akuntan, hasil
Tabel 8
Uji Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std. Dev Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of
Lower Upper
Pair pro 1-2 .328 2.039 .261 -.194 .850 1.256 60 .214
ini menjadi masukan bahwa lembaga profesi atau organisasi akuntan belum banyak melakukan
sosialisasi kepada mahasiswa mengenai profesi akuntan secara keseluruhan.
Tabel 9
Pihak yang paling berpengaruh terhadap pilihan profesi
Lingkungan Frekuensi %
Keluarga 158 56,2
Kampus atau sekolah 20 7,1
Masyarakat/Sosial 23 8,1
Media Pemberitaan 16 5,7
Organisasis akuntansi 1 0,4
Pengalaman Akademis 23 8,1
Pengalaman Bekerja 31 11
Lainnya 10 3,5
Persepsi Dan Pendapat Responden Tehadap Profesi Akuntan Untuk mengeksplorasi persepsi dan pendapat responden mengenai profesi Akuntan Publik, 16
pertanyaan ditanyakan kepada responden. Seluruh pertanyaan dibagi kedalam 3 kelompok pertanyaan.
Grup pertanyaan pertama mengeksplorasi persepsi dan pandangan responden mengenai prilaku
Akuntan Publik adalah profesi yang dekat dengan aktivitas yang cenderung membosankan. Pertanyaan
pertama dari grup petama adalah mengenai profesi Akuntan Publik adalah profesi yang lekat dengan
aktivitas membaca buku. Aktivitas ini sebagai personifikasi bahwa pekerjaan Akuntan Publik adalah
pekerjaan yang membosankan.
Tabel 10
Pertanyaan 1
Pesepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 23 8.1
Tidak Setuju 125 44.2
Netral 83 29.3
Setuju 42 14.8
Sangat Setuju 10 3.5
Total 283 100.0
Pertanyaan kedua mengenai pekerjaan Akuntan Publik selalu membosankan sehingga membuat
mereka tidak nyaman. 60 % responden menjawab tidak setuju, 33% netral, dan 7 % responden
menjawab profesi Akuntan Publik adalah profesi yang membosankan
Tabel 11
Pertanyaan 2
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 34 12.0
Tidak Setuju 136 48.1
Netral 93 32.9
Setuju 17 6.0
Sangat Setuju 3 1.1
Tabel 11
Pertanyaan 2
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 34 12.0
Tidak Setuju 136 48.1
Netral 93 32.9
Setuju 17 6.0
Sangat Setuju 3 1.1
Total 283 100.0
Mean 2,36
Deviasi Standar 0,810
Pertanyaan ketiga mengenai pekerjaan Akuntan Publik akan selalu berhubungan dengan angka-
angka dan hitung-menghitung. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 71% responden menjawab
bahwa profesi akuntan sangat dekat dengan dunia hitung-menghitung yang menunjukkan bahwa
aktivitas ini adalah aktivitas yang perlu keseriusasan, ketelitian dan kecermatan.
Tabel 12
Pertanyaan 3
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 9 3.2
Tidak Setuju 26 9.2
Netral 47 16.6
Setuju 152 53.7
Sangat Setuju 49 17.3
Total 283 100.0
Mean 3,73
Deviasi Standar 0,960
Pertanyaan keempat mengenai orang-orang yang bekerja di sekitar Akuntan Publik adalah juga
orang-orang yang membosankan. Hasil menunjukkan bahwa 66% responden mepersepsi bahwa orang-
orang yang bekerja pada lingkungan Akuntan Publik tidak menyetujui bahwa mereka bagian dari
orang-orang yang membosankan, dan hanya 7,8 % yang mempersepsi bahwa orang-orang yang
bekerja di lingkungan Akuntan Publik adalah orang-orang yang membosankan
Tabel 13
Pertanyaan ke-4
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 51 18.0
Tidak Setuju 137 48.4
Netral 73 25.8
Setuju 13 4.6
Sangat Setujju 9 3.2
Total 283 100.0
Mean 2,27
Deviasi Standar 0,917
Pertanyaan kelima pada tabel 14 mengenai Akuntan Publik bekerja secara legal untuk klien dalam
hal mendapatkan uang yang lebih. Hasil pada tabel menunjukkan bahwa 37 % responden tidak setuju
bahwa Akuntan Publik bekerja secara legal untuk klien dalam hal mendapatkan uang yang lebih. 37,5
% responden menjawab netral, dan 32,5% menjawab setuju bahwa Akuntan Publik bekerja secara
legal untuk mendapatkan uang yang lebih.
Tabel 14
Pertanyaan ke-5
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 19 6.7
Tidak Setuju 68 24.0
Netral 104 36.7
Setuju 69 24.4
Sangat Setuju 23 8.1
Total 283 100.0
Mean 3,03
Deviasi Standar 1,039
Pertanyaan keenam mengenai Akuntan Publik secara umum bekerja pada tempat kerja yang sempit,
aksesnya dibatasi, dan berada lingkungan yang menjenuhkan. 61 % responden menyatkan tidak
menyetujui pernyataan ini, 26 % menyatakn netral, dan 12,2 % menyatakan setuju.
Tabel 15
Pertanyaan ke-6
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 48 17.0
Tidak Setuju 124 43.8
Netral 73 25.8
Setuju 29 10.2
Sangat Setuju 8 2.8
Total 282 99.6
Secara keseluruhan analisis pada grup pertama pertanyaan mengungkapkan bahwa profesi
Akuntan Publik, bukanlah profesi yang membosankan dan menjenuhkan dimata mahasiswa. Persepsi
responden mengenai bahwa profesi akuntan publik bukanlah profesi yang membosankan merupakan
modal dasar bagi intitusi profesi ataupun institusi akademik untuk mendorong pertumbuhan jumlah
akuntan publik.
Grup pertanyaan kedua mengeksplorasi persepsi dan pandangan responden mengenai peran
Akuntan Publik adalah sebagai profesi yang diangga penting. 5 pertanyaan yang harus dijawab
responden dengan melihat peran Akuntan Publik dalam hal: pengambilan keputusan ekonomi,
memperkuat kualitas informasi, mewujudkan stabilitas keuangan, dan pencegahan pada tindak pidana
korupsi.
Pertanyaan ketujuh pada grup pertanyaan kedua mengenai jasa Akuntan Publik digunakan oleh
stakeholders dalam pengambilan keputusan ekonomi.
Tabel 16
Pertanyaan ke-7
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 7 2.5
Tidak Setuju 16 5.7
Netral 83 29.3
Setuju 142 50.2
Sangat Setuju 35 12.4
Total 283 100.0
Mean 3,64
Deviasi Standar 0,861
Pertanyaan kedelapan pada grup pertanyaan kedua mengenai Akuntan Publik beperan dalam
peningkatan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan atau laporan keuangan perusahaan (entitas
bisnis). Hasil pada tabel 17 menunjukkan bahwa 80% responden menyetujui bahwa akuntan publik
dapat berperan dalam peningkatan kualitas dan kredibilitas informasi keuangan.
Tabel 17
Pertanyaan ke-8
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 8 2.8
Tidak Setuju 13 4.6
Netral 33 11.7
Setuju 161 56.9
Sangat Setuju 68 24.0
Total 283 100.0
Mean 3,95
Deviasi Standar 0,892
Pertanyaan kesembilan pada grup pertanyaan kedua mengenai Akuntan Publik merupakan salah
satu profesi penunjang dalam mewujudkan stabilitas sistem keuangan yang merupakan salah satu
syarat terwujudnya pasar yang efesien. Hasil pada tabel 18 menunjukkan bahwa 72% responden
menyetuji bahwa akuntan publik sebagai profesi yang dapat menunjang dalam mewujudkan stabilitas
sistem keuangan yang merupakan salah satu syarat terwujudnya pasar yang efesien.
Tabel 18
Pertanyaan ke-9
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 4 1.4
Tidak Setuju 7 2.5
Netrral 64 22.6
Setuju 155 54.8
Sangat Setuju 53 18.7
Total 283 100.0
Pertanyaan kesepuluh pada grup pertanyaan kedua mengenai Akuntan Publik sangat berperan
dalam mengurangi atau menghambat tindak pidana korupsi. 17% responden menjawab tidak setuju,
29% menjawab netral, dan 54% menjawab setuju bahwa profesi akuntan dapat berperan dalam
mengurangi atau menghambat tidak pidana korupsi.
Tabel 19
Pertanyaan ke-10
Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 10 3.5
Tidak Setuju 38 13.4
Netral 82 29.0
Setuju 96 33.9
Sangat Setuju 57 20.1
Total 283 100
Secara keseluruhan persepsi mahasiswa mengenai peran Akuntan Publik secara relatif masih
memandang profesi akuntan sebagai profesi yang berperan baik dan positif. Persepsi ini membuktikan
bahwa mahasiswa akuntansi masih memiliki nilai keyakinan pribadi bahwa profesi akuntan sangat
relevan pada kebutuhan industri usaha.
Grup pertanyaan ketiga mengeksplorasi persepsi dan pandangan responden mengenai UU No.5
tentang Akuntan Publik. Sebagai undang-undang baru mengenai profesi Akuntan Publik yang dibuat
sebagai pengganti atau penyempurna aturan-aturan sebelumnya, UU ini perlu untuk disosialisasikan
kepada seluruh lapisan masyarakat. Mahasiswa dipandang penting untuk memahami isi dan aturan
yang tercantum dalam UU tersebut, karena mahasiswa akuntansi adalah generasi penerus utama
profesi Akuntan Publik. Dalam penjelasan pasal 6 mengenai perizinan Akuntan Publik bahwa yang
berhak menyandang gelar Akuntan Publik bukan hanya dari alumni akuntansi saja tetapi juga seluruh
jenjang strata 1 pada seluruh jurusan dengan syarat dan kreteria yang harus terpenuhi. Hal ini diduga
mempengaruhi persepsi mahasiswa terhadap profesi akuntan.
Pertanyaan kesebelas pada grup pertanyaan ketiga ingin mengukur persepsi dan opini mahasiswa
akuntansi mengenai minat mahasiswa akuntansi untuk menjadi Akuntan Publik setelah UU No.5
Tahun 2011. Tabel menunjukkan bahwa niat mahasiswa setelah UU No.5 Tahun 2011, sebanyak 62 %
tidak menyetujui bahwa mereka semakin tidak berniat untuk menjadi Akuntan Publik, 33, 6 % netral,
3,6 % menyetujui bahwa dengan terbitnya UU No. 5 Tahun 2011 akan menyurutkan mereka untuk
menjadi Akuntan Publik karena semakin bertarung di pasar tenaga kerja.
Tabel 20
Pertanyaan 11
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 61 21.6
Tidak Setuju 115 40.6
Netral 95 33.6
Setuju 7 2.5
Sangat Setuju 5 2
Total 281 100
Pertanyaan keduabelas pada grup pertanyaan ketiga untuk mengukur persepsi atau opini
responden mengenai kesempatan responden untuk menjadi Akuntan Publik setelah UU No. 5 Tahun
2011. 28% responden menjawab menyetujui bahwa penerapan UU No. 5 Tahun 2011 akan
mempersempit peluang mereka untuk berprofesi sebagai Akuntan Publik, sementara 41 %
menganggap bahwa penerapan UU No. 5 Tahun 2011 tidak akan mempengaruhi kesempatan mereka
untuk menjadi Akuntan Publik.
Tabel 21
Pertanyaan ke-12
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 23 8.1
Tidak Setuju 93 32.9
Netral 87 30.7
Setuju 67 23.7
Sangat Setuju 13 4.6
Total 283 100
Pertanyaan ketigabelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai kompetensi profesi Akuntan
Publik alumni S1 akuntansi sama dengan S1 non akuntansi. Tabel menunjukkan bahwa 58,6 %
responden menyatakan tidak setuju bahwa kompetensi yang dimiliki alumni akuntansi sama dengan
non akuntansi ketika berpraktek sebagai Akuntan Publik. Sementara 15% responden menyatakan
setuju bahwa kompetensi Akuntan Publik lulusan S1Akuntansi sama dengan lulusan non Akuntansi.
Tabel 22
Pertanyaan ke-13
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 59 20.9
Tidak Setuju 108 38.2
Netral 73 25.8
Setuju 36 12.7
Sangat Setuju 7 2.5
Total 283 100
Pertanyaan keempatbelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai persespsi responden mengenai
kompetensi alumni akuntansi sebagai Akuntan Publik lebih baik dibandingkan dengan alumni non
Akuntansi. Tabel ini menunjukkan bahwa 16 % tidak menyetujui bahwa kompetensi lulusan
Akuntansi lebih baik dibandingkan dengan lulusan non Akuntansi jika berpraktik sebagai Akuntan
Publik. Sementara 60,5 % menyetujui kompetensi Akuntan Publik lulusan S1 Akuntansi lebih baik
dibandingkan dengan lulusan non akuntansi
Tabel 23
Pertanyaan Ke-14
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 8 2.8
Tidak Setuju 31 11.0
Netral 73 25.8
Setuju 108 38.2
Sangat Setuju 63 22.3
Total 283 100.0
Pertanyaan kelimabelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai Praktik Akuntan Publik akan
semakin baik jika UU No. 5 diterapkan. 27 % responden menyatakan tidak setuju dengan penerapan
UU N0. 5 Tahun 2011 akan berdampak semakin baiknya praktik Akuntan Publik, sementara 36,5 %
menyetujui bahwa UU No. 5 Tahun 2011
Tabel 24
Pertanyaan ke-15
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 29 10.2
Tidak Setuju 47 16.6
Netral 103 36.4
Setuju 86 30.4
Sangat Setuju 18 6.4
Total 282 100
Pertanyaan keenambelas pada grup pertanyaan ketiga mengenai praktik Akuntan Publik yang
bersertifikat CPA lebih baik dibandingkan Akuntan Publik yang tidak bersertifikat CPA. Hasilnya
menunjukkan bahwa 51% meyetujui, 16% responden tidak menyetujui, sementara 34% menjawab
netral.
Tabel 25
Pertanyaan ke-16
Persepsi Frekuensi Persentase
Sangat Tidak Setuju 8 2.8
Tidak Setuju 39 13.8
Netral 91 32.2
Setuju 90 31.8
Sangat Setuju 55 19.4
Total 283 100.0
V. SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN
Hasil penelitian ini menjadi hal penting bagi pemerhati akuntansi bahwa persepsi mahasiswa
akuntantasi terhadap profesi akuntan khususnya auditor eksternal dalam banyak pertanyaan memiliki
persepsi positif, mahasiswa akuntansi masih berpersepsi bahwa jasa auditor masih digunakan dalam
proses pengembalian keputusan ekonomi, jasa auditor masih dipercaya dalam peningkatan kredibilitas
informasi keuangan atau laporan keungan, termasuk juga dalam hal mewujudkan stabilitas sistem
keuangan yang dipercaya sebagai syarat terwujudnya pasar yang efesien.
Persepsi mahasiswa akuntansi mengenai profesi auditor dapat mengurangi atau mencegah tindak
pidana korupsi masih dipandang sangat baik yaitu sebanyak 54 % mahasiwa akuntansi memandang
bahwa profesi akuntan mampu untuk mengurangi tindak pidana korupsi. Hasil ini memberikan
masukan bagi pemerhati akuntansi bahwa pandangan ini sebagai modal besar bangsa Indonesia,
ditengah-tengah banyak kasus korupsi yang melanda bangsa ini, Auditor sebagai profesi yang dapat
diharapkan memberikan konstribusi bagi penyelesaian kasuss korupsi. Kualitas lulusan program S1
diharapkan menjadi modal sumber daya manusia (SDM) untuk menjadi auditor yang memiliki
kompetensi sehingga setiap lini bangsa memiliki peran dalam mengentaskan atau mencegah tindak
pidana korupsi
UU No.5 Tahun 2011 tentan Akuntan Pubik, sebagai UU baru hadir dalam rangka memberikan
pedoman bagi pelasananan profesi auditor. UU ini diharapkan mampu mnejadi pegangan,
mengokokohkan eksistensi auditor dalam hal operasional pengelolaan kantor akuntan publik mulai
dari perijinan hingga penutupan kantor akuntan publik (KAP). Sebelum disahkannya UU No 5 Tahun
2011, peraturan tertinggi yang yang ada baru selevel keputusan menteri baik yang dikeluarkan oleh
menteri keuangan maupun kementrian lain yang terkait. Salah satu poin yang berbeda berdasarkan
ketentuan dalam UU No 5 Tahun 2011mengenai perizinan Akuntan Publik, dalam penejelasan pasal 6
adalah bahwa yang dapat berprofesi sebgai auditor tidak harus dari lulusan pada program S1
Akuntansi tetapi juga dari seluruh program S1 yang ada di perguruan tinggi, setelah syarat dan
ketentuan lain dipenuhi. Perbedaan ini secara langsung akan berdampak pada persepsi mahasiswa
terhadap pilihan profesi akuntan. Hasil survey menunjukkan bahwa responden (62 %) tidak
menyetujui semakin tidak berniat berprofesi sebagai auditor. Hasil ini memberikan informasi positif
bahwa semakin luasnya resapan kesempatan kerja menjadi Akuntan Publik, karena dimungkinkannya
program non akuntansi untuk berprofesi sebagai akuntan publik, tidak menyurutkan mahasiswa
akuntansi untuk berprofesi sebagai akuntan publik. Fenomena ini akan memperkaya ruang selektif
calon akuntan publik sehingga input-input Akuntan Publik akan lebih baik. Pernyataan ini diperkuat
dengan hasil pertanyaan ke 12 yang mengunkgapkan bahwa 41 % persepsi responden untuk menjadi
Akuntan Publik tidak dipengaruhi oleh UU No 5 tahun 2011.
Pertanyaan ke-13 dan ke-14 mengungkapkan bahwa Responden tidak menyetujui bahwa
kompetensi akuntan lulusan non akuntansi sama atau jauh lebih baik dibandingkan dengan lulusan
akuntansi. Hail ini menunjukkan bahwa persepsi responden memiliki tingkat percaya diri bahwa
kompetensi yang dimiliki oleh lulusan akuntansi akan lebih baik dibandingkan dengan lulusan non
akuntansi. Sementara responden mengungkapkan bahwa akuntan publik yang mendapatkan sertifikat
CPA akan berpraktik lebih baik dibandingkan dengan dengan Akuntan Publik yang tidak bersertifikat
CPA.
Penelitian ini memberikan data dan bukti empiris bahwa proses pendidikan akuntan yang
bermuara pada program pendidikan S1 Akuntansi harus dikelola dengan baik, agar jangan sampai
mahasiswa yang mengambil progam tersebut tidak memahami akan profesi akuntan. Proses
pendidikan harus melibatkan akademisi dan praktisioner supaya lebih mendekatkan proses pendidikan
dengan praktik ril profesi akuntan. Selanjutnya, seyogiyanya lingkungan pendidikan yang dilalui oleh
mahasiswa akuntansi mempengaruhi pilihan profesi mahasiswa setelah lulus nanti, bukan keluarga,
karena kemungkinan informasi yang diberikan oleh pihak yang tidak secara langsung terlibat pada
lingkungan profesi ini tidak selengkap yang terlibat langsung dengan lingkungan profesi akuntan
Data demografi responden menunjukkan bahwa sebagian besar pilihan profesi responden adalah
sebagai akuntan pemerintah baik yang bekerja pada pemerintahan daerah, departemen, maupun
lembaga pemerintah. Fenomena ini sebaiknya menjadi acuan dalam penguatan kurikulum akuntan
sektor publik, alumni akuntansi yang bekerja pada sektor publik diharapkan mampu meningkatkan
kinerja untuk meningkatkan kualitas informasi keuangan yang diterbitkan oleh institusi tempat mereka
bekerja, dan diharapakan menekan kasus-kasus korupsi yang dominan terjadi pada sektor publik.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa persespsi mahasiswa akuntansi terhadap profesi
akuntansi tidaklah negatif, namun fakta di lapangan pertumbuhan kantor akuntan publik tidak
sebandingkan dengan pertumbuhan dunia usaha, hal ini patut untuk dicari melalui penelitian
selanjutnya faktor-faktor apa yang dapat mempengaruhi pilihan akhir mahhasiswa sehingga
diharapkan dapat mencari solusi atas kemungkinan-kemungkinan negatif yang menyurutkan alumni
akuntansi untuk berprofesi sebagai akuntan publik. Penulis menduga faktor yang sangat dominan
mempengaruhi alumni akuntansi untuk berprofesi menajadi akuntan publik adalah regulasi pemerintah
yang memberikan syarat yang terlalu memberatkan calon akuntan publik, terutama persyaratan untuk
mengikuti program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) yang dinilai terlalu mahal. Namun faktor ini
perlu unutk diuji dalam penelitian-penelitan selanjutnya.
Hasil penelitian membuktikan bahwa persepsi responden terhadap UU No 5 Tahun 2011 positif,
bahwa mahasiswa akuntansi tidak melihat UU ini sebagai penghambat pilihan profesi mereka sebagai
calon akuntan publik, walaupun semakin diperluasnya kesempatan menjadi akuntan publik untuk
jurusan non akuntansi
DAFTAR PUSTAKA
Bymee, M. and Wilis, P. (2005), Irish Secondary Students’ Perception of The Work and Acountant
and The Accounting Profession, “?” Accounting Education: an International Journal: Vol. 14
(4) Desember 2005
Campbell, J. and Lewis, W. (1991) Using cases in accounting classes, Issues in Accounting Education,
6(2), 276–823
Carpenter, T.D., Cindy Durtschi, and Lisa Milici Gaynor. 2011. The Incremental Benefits of a
Forensic Accounting Course on Skepticm and Froud-Related Judgment. Issues in Accounting
Education. Vol. 26 (1): 1-21.
Colemen, M., Kreuze, J., and Langsam, S. (2004). The New Scarlet Letter: Student Perception of The
Accounting Profession after Enron: Journal of Education For Business: Vol 79 (3), Januari-
Febuari 2004
Elitas, C., Mehtap Karakoc, and M. Emre Gorgulu. Stance of Accounting Instructors to Forensic
Accountancy Profession: Example of Turkey. International Journal of Business and Social
Science. Vol. 2 (10): 224-241
Fisher, R. and Murphy, V. (1995). A Pariah Profession? Some student Perception of Accounting and
Accountancy. The CPA Journal online.
Haman, J, Donald, J. and Birt, J (2010). Expectations and Perceptions Of Overseas Students İn A Post-
Graduate Corporate Accounting Subject: A Research Note. Accounting Education: an
International Journal, 19(6), 619-631.
Kiryanto, dkk. 2001. Pengaru Persepsi manager atas Informasi Akuntansi Keuangan terhadap
Keberhasilan Perusahaan Kecil. Journal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.4 No. 2
Nauli, P., and Sony Warsono bin Hardono. 2011 Prosiding 4A. Bali Indonesia
Pekdemir, I. and Recep P. (2011). "Business School students' Perception and Opinions on The
Proffessional Accountancy of Turkey." Prosiding 4A. Bali Indonesia
Robbins, Stephen, P.1993. Organizational Behaviour. Sixth Edition. Prentice-Hall International Inc
Sanchez, M. 2012. The Role of The Forensic Accountant in a Medicare Froud Identity Theft Case.
Global Journal of Business Research. Vol. 2(3):85-92
Steadman, M.E. & Green, R.F., (1995). Implementing Accounting Education Change Managerial
Auditing Journal, 10(3), 3 – 7
Stewart, J. and Dougherty, T. (1993). Using Case Studies In Teaching Accounting: A
Quasiexperimental Study, Accounting Education: An International Journal, Vol. 2 (1), 1–10.
UU No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik Republik Indonesia
Well, P and Fieger P. (2005). High Schoo Teacher, Perception of Accounting ; An International Study.
AFAANZ Conference, Melbourne, July 2005
www.iapi.com.
Yucel, E., Mehlica S., and Adam C. (2012). Accounting Education in Turkey and Professional
Accountant Candidates Expectations from Accounting Education: Uludag University
Application." Business & Economics Research Journal 3(1): 91-108.
top related