makalah pajak uas
Post on 13-Jul-2016
45 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
TUGAS MAKALAH HUKUM PAJAK UAS
Nama : Vicky Qinthara
NPM : 2013200108
Kelas : A
Dosen : Dr. Oyok Abuyamin
Fakultas Hukum
Universitas Katolik Parahyangan Bandung 2016
DAFTAR ISI
Daftar Isi …….............................................................................................................................1
Pengantar……………………………………………………………….......................................... 2
Bab I: Hak dan Kewajiban ……………………………………………………………………...3
Bab II: Tata Cara Penagihan Pajak Daerah dengan Surat Paksa ………………..16
Bab III: Upaya Hukum Keberatan Pajak…………………………………………………...18
Bab IV: Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi …………………..24
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………..25
1
PENGANTAR
Indonesia adalah Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945, pemungutan pajak di Indonesia harus berdasarkan Undang-
Undang, tidak boleh dilakukan dengan sewenangwenang. Dasar pemungutan
pajak ditetapkan dalam Pasal 23 Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang
berbunyi: “Segala Pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang.”
Alinea keenam memori penjelasan menyatakan bahwa: “Oleh karena penetapan
belanja mengenai hak Rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala
tindakan yang menempatkan beban kepada Rakyat, sebagai pajak dan lain-
lainnya, harus ditetapkan dengan Undang-Undang yaitu dengan persetujuan
DPR.” Tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pajak, sebagai pencerminan
kewajiban di bidang perpajakan berada pada masyarakat wajib pajak sendiri.
Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan
peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan tersebut, sudah sepantasnya
apabila masyarakat dan aparat perpajakan mengerti peraturan perundang-
undangan perpajakan, sehingga masyarakat Wajib Pajak mengerti dan sadar
serta patuh melaksanakan kewajiban perpajakannya, aparat pajak mampu
membina, meneliti dan mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan Wajib
Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Aparatur pajak sebagai pembina,
peneliti dan pengawas dan penerap sanksi perpajakan dituntut lebih mengerti
dan memahami serta menguasai Hukum Pajak, agar dalam pelaksanaan tugasnya
berjalan dengan baik, menjamin kepastian hukum kepada para Wajib Pajak.
Dalam rangka mengantarkan para peserta diklat dilingkungan Direktorat Jendral
Pajak maka disusunlah Makalah Hukum Pajak ini.
2
BAB I
HAK DAN KEWAJIBAN PAJAK
Dalam tiap-tiap masyarakat, ada hubungan antara manusia dengan
manusia, dan selalu ada peraturan yang mengikatnya yaitu hukum.
Hukum mengatur tentang hak dan kewajiban manusia. Hak untuk memperoleh
gaji / upah dari pekerjaan membawa kewajiban untuk menghasilkan atau untuk
bekerja.
Demikian juga dengan pajak, hak untuk mencari dan memperoleh
penghasilan sebanyak-banyaknya membawa kewajiban menyerahkan sebagian
kepada negara dalam bentuk iuran untuk membantu negara dalam
meningkatkan kesejahteraan umum. Begitu pula hak untuk memperoleh dan
memiliki gedung, mobil dan barang lain membawa kewajiban untuk
menyumbang kepada negara.
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan
peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan
kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional.
Sesuai falsafah undang-undang perpajakan, membayar pajak bukan hanya
merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk
ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan
pembangunan nasional.
Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan
kewajiban kenegaran di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat
sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem
self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Pemerintah
dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, sesuai dengan fungsinya berkewajiban
melakukan pembinaan/penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan. Dalam
3
melaksanakan fungsinya tersebut, Direktorat Jenderal Pajak berusaha sebaik
mungkin memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Dari definisi yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa ciri-
ciri pajak adalah :
1. Merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi
atau badan (wajib pajak) yang bersifat memaksa, yang mengandung pengertian
bahwa kalau wajib pajak itu tidak mau membayar pajak yang dibebankan
kepadanya, maka hutang pajak itu dapat ditagih secara paksa, misalnya dengan
penyitaan.
2. Pajak dipungut berdasar peraturan perundangan yang berlaku.
3. Pajak dipungut oleh pemerintah, baik pusat (pajak pusat) maupun daerah
(pajak daerah).
4. Pajak tidak menimbulkan adanya kontra prestasi dari pemerintah secara
langsung.
5. Pajak dipungut untuk membiayai pengeluaran pemerintah/penyelenggaraan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
6. Pajak berfungsi sebagai pengatur anggaran negara.
Sehubungan dengan adanya ciri-ciri di atas, maka pajak berbeda dengan
retribusi. Pada retribusi pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata
oleh si pembayar untuk memperoleh suatu prestasi tertentu dari pemerintah,
misalnya pembayaran karena pemberian suatu izin oleh pemerintah, retribusi
parkir atau retribusi sampah.
Jenis dan macam pajak yang berlaku di Indonesia.
1. Berdasarkan lembaga pemungutannya
Penggolongan pajak berdasarkan lembaga pemungutannya di Indonesia dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Pajak Pusat dan Pajak Daerah. Pajak Pusat
adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini
sebagian besar dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan.
4
Sedangkan Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah baik di tingkat Propinsi maupun Kabupaten/Kota.
Segala pengadministrasian yang berkaitan dengan pajak pusat, akan
dilaksanakan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan
Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) dan Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak serta di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak. Untuk
pengadministrasian yang berhubungan dengan pajak derah, akan dilaksanakan
di Kantor Dinas Pendapatan Daerah atau Kantor Pajak Daerah atau Kantor
sejenisnya yang dibawahi oleh Pemerintah Daerah setempat.
Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi :
1. Pajak Penghasilan ( PPh )
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak. Yang
dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam
bentuk apapun. Dengan demikian maka penghasilan itu dapat berupa
keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
2. Pajak Pertambahan Nilai ( PPN )
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean (dalam wilayah Indonesia). Orang Pribadi,
perusahaan, maupun pemerintah yang mengkonsumsi Barang Kena Pajak atau
Jasa Kena Pajak dikenakan PPN. Pada dasarnya, setiap barang dan jasa adalah
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-
undang PPN.
3. Pajak Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM )
5
Selain dikenakan PPN, atas pengkonsumsian Barang Kena Pajak tertentu yang
tergolong mewah, juga dikenakan PPnBM. Yang dimaksud dengan Barang Kena
Pajak yang tergolong mewah adalah :
a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; atau
b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; atau
c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi; atau
d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status; atau
e. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat, serta
mengganggu ketertiban masyarakat.
4. Bea Meterai
Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti
surat perjanjian, akta notaris, serta kwitansi pembayaran, surat berharga, dan
efek, yang memuat jumlah uang atau nominal diatas jumlah tertentu sesuai
dengan ketentuan.
5. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Pertambangan dan Perhutanan
(PBB P3)
PBB adalah pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan
atau bangunan. PBB merupakan Pajak Pusat namun demikian hampir seluruh
realisasi penerimaan PBB diserahkan kepada Pemerintah Daerah baik Propinsi
maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun
Kabupaten/Kota antara lain meliputi :
1. Pajak Propinsi
a. Pajak Kendaraan Bermotor ;
b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bemotor;
d. Pajak Air Permukaan;.
e. Pajak Rokok.
6
2. Pajak Kabupaten/Kota:
a. Pajak Hotel;
b. Pajak Restoran;
c. Pajak Hiburan;
d. Pajak Reklame;
e. Pajak Penerangan Jalan;
f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan;
g. Pajak Parkir.
h. Pajak Air
i. Pajak sarang Burung Walet
j. Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perdesaan dan Perkotaan (PBB P2)
k. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan
2. Berdasarkan pembayarnya, Pajak dapat dibagi dua golongan, yaitu :
1. Pajak langsung ialah pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan
tidak dilimpahkan kepada orang lain. Misalnya : pajak seorang pengusaha
dibayar dari pendapatan atau labanya sendiri sehingga pada dasarnya pajak ini
tidak menaikkan harga barang yang diproduksi oleh pengusaha itu.
Contoh pajak langsung : pajak penghasilan, pajak kekayaan, pajak rumah tangga,
pajak perseroan, pajak bumi dan bangunan dan sebagainya.
2. Pajak tidak langsung ialah pajak yang dibayar oleh si wajib pajak tetapi oleh
wajib pajak ini dibebankan kepada orang lain yang membeli barang-barang yang
dihasilkan olehnya. Pajak ini akhirnya dapat menaikkan harga, karena
dibebankan kepada pembeli dan karena itu hanya dibayar kalau terjadi transaksi
yang menimbulkan pajak tersebut. Misalnya : pajak pertambahan nilai, pajak
penjualan, pajak pembangunan, bea materai, bea balik nama dan sebagainya.
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
7
Kewajiban pajak itu timbul setelah memenuhi dua syarat, yaitu :
a. Kewajiban pajak subyektif ialah kewajiban pajak yang melihat orangnya.
Misalnya : semua orang atau badan hukum yang berdomisili di Indonesia
memenuhi kewajiban pajak subyektif.
b. Kewajiban pajak obyektif ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal-hal
yang dikenakan pajak. Misalnya : orang atau badan hukum yang memenuhi
kewajiban pajak kekayaan adalah orang yang punya kekayaan tertentu, yang
memenuhi kewajiban pajak kendaraan ialah orang yang punya kendaraan
bermotor dan sebagainya.
Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu
antara keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka
Undang-Undang Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai hak dan kewajiban Wajib Pajak.
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK ADALAH :
A. KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban
untuk mendaftarkan diri ke KPP atau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat
tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikanNomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Disamping melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat
dilakukan melalui e-registration (e-reg), yaitu suatu cara pendaftaran NPWP
melalui media elektronik on-line (internet).
Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi
persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha
orang pribadi atau badan tersebut melakukan penyerahan barang kena pajak
atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto (omzet)
melebihi Rp. 4.800.000.000,- setahun. Wajib Pajak yang tidak memenuhi
8
persyaratan tersebut, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP.
Bagi pengusaha yang telah diukuhkan sebagai PKP, diwajibkan untuk memungut
PPN dari setiap pembeli/pemakai jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN
yang sudah dipungut, kemudian dilaporkan dalam laporan bulanan (SPT Masa)
dan apabila ternyata ada PPN yang harus disetor ke bank atau kantor pos, maka
harus disetor terlebih dahulu sebelum dilaporkan ke ke KPP tempat Wajib Pajak
tersebut terdaftar. KPP atau KP2KP akan melakukan penelitian mengenai
keberadaan dan kegiatan usaha di tempat usaha Wajib Pajak yang telah
dikukuhkan sebagai PKP tersebut.
B. KEWAJIBAN PEMBAYARAN, PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN, DAN
PELAPORAN PAJAK
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban
perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib
melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
C. KEWAJIBAN DALAM HAL DIPERIKSA
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap
Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan
fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak.
Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah :
1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan
waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
2. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
Menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara
9
elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus
untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk
mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik.
3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang
perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan.
4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan.
5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik
khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
D. KEWAJIBAN MEMBERI DATA
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan
data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat
Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah
Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan
sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang
berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah,
lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal
Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi
atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha,
penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi
mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu
kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang
disampaikan kepada instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data
dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana
10
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang
dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak
lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan
perpajakan) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan
atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
HAK WAJIB PAJAK ADALAH :
A. HAK ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari
jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau
dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib
Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12
(dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan
untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini
dilakukan tanpa pemeriksaan.
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak melalui dua cara :
1. Melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
2. Dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak.
Apabila Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan
pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima
bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
11
B. HAK DALAM HAL WAJIB PAJAK DILAKUKAN PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN
Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan menguji
kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal
Pajak.
Dalam hal dilakukan pemeriksaan, Wajib Pajak berhak :
- Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
- Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
- Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
- untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu
yang ditentukan.
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan
di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor.
Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal
Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan
Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang
dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal
Laporan Hasil Pemeriksaan.
C. HAK UNTUK MENGAJUKAN KEBERATAN, BANDING & PENINJAUAN
KEMBALI
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak,
maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan
pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak
12
tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan
tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut
maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke
Mahkamah Agung.
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis
ketetapan yag dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping
itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya
sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.
D. HAK-HAK WAJIB PAJAK LAINNYA
- Hak Kerahasiaan Bagi Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas
segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal
Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain
yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan
kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan,
pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu
pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang
dilaporkan oleh Wajib Pajak;
Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan
yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka
kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils
13
dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak
tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
- Hak Untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
menunda pembayaran pajak.
- Hak Untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan
penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.
- Hak Untuk Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan
besarnya angsuran PPh Pasal 25.
- Hak Untuk Pengurangan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang
ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya
serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib
Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.
Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang
sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk
pengurangan PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor
Dinas Pendapatan Kota/kabupaten setempat.
- Hak Untuk Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
pembebasan atas pemotongan/ pemungutan Pajak Penghasilan.
- Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh
dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam
14
jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak
tanggal permohonan.
- Hak Untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau
dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima
oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
- Hak Untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu
diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang
dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal
Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang
penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan
yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat
mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan
bahan baku.
15
BAB II
TATA CARA PENAGIHAN PAJAK DAERAH
DENGAN SURAT PAKSA
Surat Paksa
Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya
penagihan pajak. Surat Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak dua puluh
satu hari setelah Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis
diterbitkan. Ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa, yaitu :
a. Apabila Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak sampai
dengan tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan Surat Teguran
atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis.
b. Bahwa terhadap Penanggung Pajak telah dilakukan penagihan
seketika dan sekaligus.
c. Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
Di dalam undang-undang penagihan telah dijelaskan bahwa Surat Paksa yang
diterbitkan oleh Pejabat (Kepala Kantor Pelayanan Pajak / Kepala Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan ) mempunyai kekuatan eksekutorial dan
kedudukan hukium yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Mengingat hal itu, maka pemberitahuan
Surat Paksa kepada Penanggung Pajak oleh Jurusita Pajak harus dilaksanakan
dengan membacakan isi Surat Paksa dan kedua belah pihak menandatangani
Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa sebagai pernyataan bahwa Surat Paksa
telah diberitahukan.
Adapun tata cara penyampaian Surat Paksa oleh Jurusita Pajak, yaitu
Berdasarkan Pasal 10 ayat (3) undang-undang menegaskan bahwa untuk
menyampaikan surat paksa kepada orang pribadi, Jurusita Pajak harus
menyerahkan kepada :
a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha atau tempat lain
yang memungkinkan,
16
b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang
bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung
Pajak yang bersangkutan tidak dijumpai,
c. Salah seorang ahli waris atau yang mengurus harta peninggalannya,
apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum
dibagi,
d. Para ahli waris, apabila Wajib Pajak telah meninggal dunia dan
harta warisan telah dibagi.
Serta Pasal 10 ayat (4) undang-undang menegaskan bahwa penyampaian Surat
Paksa untuk Wajib Pajak badan, disampaikan oleh Jurusita Pajak kepada :
a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab,
pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang
bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain
yang memungkinkan, atau
b. Pegawai tetap di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang
bersangkutan apabila Jurusita Pajak tidak dapat menjumpai salah
seorang sebagaimana dimaksud dalam huruf a.
17
BAB III
UPAYA HUKUM KEBERATAN PAJAK
KEBERATAN, BANDING, GUGATAN DAN PENINJAUAN KEMBALI
TATA CARA PENGAJUAN KEBERATAN
Yang Dimaksud Dengan “Keberatan”
Keberatan adalah cara yang ditempuh oleh wajib Pajak jika merasa tidak/kurang
puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas
pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga.
Dalam pelaksanaan ketentua peraturan perundang-undangan perpajakan
kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak (WP) merasa kurang/ tidak puas atas
suatu ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya atau atas pemotongan/
pemungutan oleh pihak ketiga. Dalam hal ini WP dapat mengajukan keberatan.
Hal-hal yang Dapat Diajukan Keberatan
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB);
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);
5. Pemotongan atau Pemungutan oleh pihak ketiga
Ketentuan Pengajuan Keberatan
Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat
WP terdaftar, dengan syarat:
1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
18
2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan
disertai alasan-alasan yang jelas.
3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/
masa pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat,
dianggap bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses.
Mulai 1 Januari 2008 dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat
ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang harus dibayar paling
sedikit sejumlah yang disetujui
Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat
keberatan disampaikan.
Jangka Waktu Pengajuan Keberatan
Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal
SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/
pemungutan oleh pihak ketiga.
1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka
waktu 3 (tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN
atau sejak dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai
saat keberatan diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.
2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos
tercatat), jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT,
SKPLB, SKPN atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak
ketiga sampai dengan tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos
dan Giro.
Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi
syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika
“dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan
oleh Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
19
Penyelesaian Keberatan
Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan
sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas
keberatan yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat
dan Direktorat Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan
yang diajukan tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah
pajak terhutang.
Permintaan Penjelasan/Pemberian Keterangan Tambahan
1. Untuk keperluan pengajuan keberatan WP dapat meminta penjelasan/
keterangan tambahan dan Kepala KPP wajib memberikan penjelasan
secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar pengenaan, pemotongan, atau
pemungutan.
2. WP dapat menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis
sebelum surat keputusan keberatannya diterbitkan.
Surat Keputusan Keberatan
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap
surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak
ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
Banding
SK Keberatan tidak dapat menjadi Wajib Pajak puas. Masih ada satu kesempatan
lagi bagi Wajib Pajak untuk menguji pendapatnya, yaitu melalui proses banding
ke Pengadilan Pajak.
Tata Cara Pengajuan Permohonan Banding
20
Apabila WP tidak atau belum puas dengan keputusan yang diberikan atas
keberatan, WP dapat mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak, dengan
syarat:
1. Tertulis dalam bahasa Indonesia,
2. Dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan atas keberatan diterima.
3. Alasan yang jelas.
4. Dilampiri salinan Surat Keputusan atas keberatan.
5. Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding,
6. Jumlah pajak yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50%.
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar pajak dan
pelaksanaan penagihan pajak. Putusan Pengadilan Pajak bukan merupakan
keputusan Tata Usaha Negara.
Imbalan Bunga
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau
seluruhnya, sepanjang utang pajak sebagaimana dimaksud dalam SKPKB dan
SKPKBT telah dibayar yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka
kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga
sebesar 2% (dua persen) sebulan, paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal pembayaran pajak sampai dengan diterbitkannya
Keputusan Keberatan atau Putusan Banding.
Gugatan
Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada PP
terhadap :
1. Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
2. Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP;
3. Keputusan pembetulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 UU KUP
yang berkaitan dengan STP;
21
4. Keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 yang berkaitan dengan
STP;
Jangka Waktu Pengajuan Gugatan
1. Gugatan terhadap angka 1 diajukan paling lambat 14 hari sejak
pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan atau
Pengumuman Lelang;
2. Gugatan terhadap angka 2, 3, dan 4 diajukan paling lambat 30 hari sejak
tanggal diterima Keputusan yang digugat.
Peninjauan Kembali
Apabila pihak yang bersangkutan tidak/belum puas dengan putusan Pengadilan
Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat mengajukan Peninjauan Kembali
kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan
satu kali
Alasan-alasan Peninjauan Kembali
1. Putusan Pengadilan Pajak didasarkan pada kebohongan atau tipu
muslihat;
2. Terdapat bukti tertulis baru penting dan bersifat menentukan;
3. Dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut.
4. Ada suatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan
sebab-sebabnya;
5. Putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku.
Jangka Waktu Peninjauan Kembali
1. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud
dalam angka 1 dan 2 diajukan paling lambat 3 bulan sejak diketahuinya
kebohongan atau tipu muslihat atau ditemukan bukti tertulis baru;
2. Permohonan Peninjauan Kembali dengan alasan sebagaimana dimaksud
dalam angka 3, 4, dan 5 diajukan paling lambat 3 bulan sejak putusan
dikirim oleh Pengadilan Pajak.
22
Putusan Banding
Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang
berisi jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon
banding.Putusan Banding merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan
hukum tetap, serta bukan Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding,
jika dibuatkan prosentase Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan
Banding berpihak ke Wajib Pajak. Apabila pengajuan keberatan atau
permohonan banding diterima sebagian atau seluruhnya maka kelebihan
pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% sebulan,
untuk selama-lamanya 24 bulan.
23
BAB IV
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi
Administrasi
Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi merupakan layanan
penyelesaian permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi
berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut
dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya.
Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan berdasarkan
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud diatas meliputi:
1. sanksi administrasi yang tercantum dalam surat ketetapan pajak, kecuali
sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar yang diterbitkan berdasarkan ketentuan Pasal 13A Undang-Undang
KUP;
2. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang
terkait dengan penerbitan surat ketetapan pajak, kecuali sanksi
administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak yang diterbitkan
berdasarkan Pasal 25 ayat (9) dan Pasal 27 ayat (5d) Undang-Undang
KUP; atau
3. sanksi administrasi yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak selain
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf b.
Ketentuan terkait tata cara penyampaian permohonan pengurangan atau
penghapusan sanksi administrasi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor PMK-8/PMK.03/2013.
24
DAFTAR PUSTAKA
H. Bohari, SH., M.S., Pengantar Hukum Pajak, Jakarta : P.T. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Drs. C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1989.
Prof. H. A. M. Effendy, SH., Pengantar Tata Hukum Indonesia, Semarang :
1994.
Dr. Oyok Abuyamin Bin H. Abas Z., Perpajakan, Bandung: 2016
25
top related