Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.Konsep Keuangan Daerah
Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, keuangan daerah
adalah “Semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala
sesuatu, baik uang maupun barang yang dijadikan milik daerah berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban daerah tersebut”.Dari uraian di atas, dapat diambil kata kunci
dari keuangan daerah adalah hak dan kewajiban. Hak merupakan hak daerah untuk mencari
sumber pendapatan daerah berupa pungutan pajak daerah, retribusi daerah atau sumber
penerimaan lain-lain yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan kewajiban adalah kewajiban daerah untuk mengeluarkan uang dalam rangka
melaksanakan semua urusan pemerintah di daerah (Mamesah, 1995:5).
Salah satu faktor penting untuk melaksanakan urusan rumah tangga daerah adalah
kemampuan keuangan daerah. Dengan kata lain faktor keuangan merupakan faktor yang
mempengaruhi tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi. Sehubungan
dengan pentingnya posisi keuangan daerah ini Pamudji dalam Kaho (2007:138-139)
menegaskan:
“Pemerintah daerah tidak akan dapat melaksanakan fungsinya dengan efektif dan efisien
tanpa biaya yang cukup untuk memberikan pelayanan dan pembangunan Dan keuangan
inilah merupakan dalam satu dasar kriteria untuk mengetahui secara nyata kemampuan
daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri”.
Sementara itu, untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan sendirinya
daerah membutuhkan sumber keuangan yang cukup pula. Lains dalam Kaho (2007:139-140)
merinci ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh daerah untuk memperoleh keuangannya,
antara lain:
1) Daerah dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah yang sudah direstui oleh
Pemerintah Pusat;
2) Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar uang atau Bank
atau melalui pemerintah pusat;
3) Daerah dapat ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut daerah,
misalnya sekian persen dari pendapatan sentral tersebut (melalui bagi hasil);
4) Pemerintah daerah dapat menambah tarif pajak setral tertentu; dan
5) Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari Pemerintah Pusat.
Dalam melaksanakan keuangan daerah perlu dibuatkan suatu perencanaan agar
seluruh kegiatan yang akan dilaksanakan dapat dikelola dengan baik. Bentuk perencanaan
keuangan daerah inilah yang dikenal dengan istilah Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), sebagaimana telah digariskan dalam Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. APBD
adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan
daerah.Seperti halnya dalam kebijakan APBN, jika Pemerintah daerah menetapkan bahwa
kebijakan anggarannya bersifat ekspansif, artinya APBD akan diprioritaskan untuk
menstimulasi perekonomian daerah melalui pengeluaran pembangunan (development
budget). Sebaliknya, jika pemerintah daerah menetapkan kebijakan APBD bersifat kontraksi,
maka APBD kurang dapat diharapkan untuk menggerakkan perekonomian daerah, karena
anggaran pembangunan jumlahnya relatif kecil dibandingkan dengan belanja rutin daerah
(Saragih, 2003:82).
Menurut Mamesah (1995:16) APBD sebagai sarana atau alat utama dalam
menjalankan otonomi daerah yang nyata dan bertanggung jawab, karena fungsi APBD adalah
sebagai berikut:
1) Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat dari daerah yang
bersangkutan;
2) Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi;
3) Memberikan isi dan arti tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah
khususnya, karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah;
4) Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah dengan cara
yang lebih mudah dan berhasil guna; dan
5) Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah dalam batas-batas tertentu.
Pengelolaan keuangan daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan desentralisasi diatur
secara mendetail dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (yang
kemudian dilengkapi dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007)
menyatakan bahwa dalam pelaksanaan desentralisasi daerah, pemerintah daerah berhak
menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah, yang komponen-komponennya
sebagaimana tertuang dalam struktur APBD antara lain terdiri dari:
2.Pendapatan Daerah
Pendapatan Daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang diakui sebagai penambah
nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Pendapatan Daerah bersumber dari:
A.Pendapatan Asli Daerah;
Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar Pemerintah Daerah dalam
mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah (Widjaja, 1998:42). Definisi
lain seperti dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah merupakan
penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut
berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dan tentunya pendapatan tersebut diperoleh dari hasil yang berada dalam wilayahnya sendiri.
Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Sumber PAD antara lain terdiri dari:
1) Hasil pajak daerah, yaitu pungutan yang dilakukan oleh pemerintah Daerah kepada
semua obyek pajak, seperti orang/badan, benda bergerak/tidak bergerak;
2) Hasil retribusi daerah, yaitu pungutan yang dilakukan sehubungan dengan suatu
jasa/fasilitas yang berlaku oleh Pemerintah Daerah secara langsung dan nyata;
3) Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, antara lain:
a) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD;
b) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN;
c) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha
masyarakat;
4) Lain-lain PAD yang sah, antara lain:
a) Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;
b) Jasa giro;
c) Pendapatan bunga;
d) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah;
e) Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah;
f) Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;
g) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;
h) Pendapatan denda pajak;
i) Pendapatan denda retribusi;
j) Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;
k) Pendapatan dari pengembalian;
l) Fasilitas sosial dan fasilitas umum;
m) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan
n) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Pemberian sumber PAD bagi daerah ini bertujuan untuk memberikan kewenangan
kepada Pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan
potensi Daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
Menurut Mahi (2000:58), pendapatan asli daerah belum bisa diandalkan sebagai sumber
pembiayaan utama otonomi daerah kabupaten/kota disebabkan oleh beberapa hal berikut.
1) Relatif rendahnya basis pajak/retribusi daerah.
2) Perannya yang tergolong kecil dalam total penerimaan daerah.
3) Kemampuan administrasi pemungutan di daerah masih rendah.
4) Kemampuan perencanaan dan pengawasan keuangan yang lemah.
B.Dana Perimbangan
Dana Perimbangan dikeluarkan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara
Pemerintah dan Pemerintahan Daerah dan antar-Pemerintah Daerah. Pasal 10, UU No. 33
Tahun 2004 mengatur tentang Dana Perimbangan yang setiap tahun ditetapkan untuk menjadi
hak Pemerintah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari:
1) Dana Bagi Hasil, bagian Daerah bersumber dari penerimaan pajak dan penerimaan dari
sumber daya alam;
a) Dana Bagi Hasil Pajak yang bersumber dari:
- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);
- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);
- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri dan PPh Pasal 21.
b) Dana Bagi Hasil Bukan Pajak yang bersumber dari sumber daya alam, berasal dari:
- kehutanan;
- pertambangan umum;
- perikanan;
- pertambangan minyak bumi;
- pertambangan gas bumi; dan
- pertambangan panas bumi.
Pembagian Dana Bagi Hasil dibagi menurut persentase yang berbeda-beda pada setiap
sumber Dana Bagi Hasil yang diatur dalam pasal 12 sampai dengan pasal 21.
2) Dana Alokasi Umum;
Besarnya Persentasi Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya
26% dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. DAU tersebut
dibagi atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal adalah kebutuhan fiskal
dikurangi dengan kapasitas fiskal Daerah. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji
Pegawai Negeri Sipil Daerah.
3) Dana Alokasi Khusus.
Besaran Dana Alokasi Khusus (DAK) ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK
dialokasikan kepada Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan
urusan Daerah. Pemerintah menetapkan kriteria DAK yang meliputi kriteria umum, kriteria
khusus, dan kriteria teknis. Kriteria umum ditetapkan dengan mempertimbangkan
kemampuan Keuangan Daerah dalam APBD. Kriteria khusus ditetapkan dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik Daerah. Kriteria teknis
ditetapkan oleh kementerian negara/departemen teknis.
C.Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
Kelompok lain-lain pendapatan daerah yang sah bertujuan memberi peluang kepada
Daerah untuk memperoleh pendapatan selain Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan
dan Pinjaman Daerah. Lain-lain pendapatan daerah yang sah ini terdiri atas:
1) Hibah, adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing,
badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional, badan/lembaga dalam negeri/perorangan,
baik dalam bentuk devisa, rupiah, maupun barang dan/atau jasa termasuk tenaga ahli dan
pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali dan bersifat tidak mengikat.
2) Dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan korban/kerusakan akibat
bencana alam.
3) Dana bagi hasil pajak dari provinsi kepada kabupaten/kota.
4) Dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan oleh pemerintah.
5) Bantuan keuangan dari provinsi atau dari pemerintah daerah lainnya.
D.Belanja
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang
mengurangi ekuitas dana, dan merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan
tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan terdiri atas belanja urusan wajib dan belanja
urusan pilihan. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup:
1) Pendidikan;
2) Kesehatan;
3) Pekerjaan umum;
4) Perumahan rakyat;
5) Penataan ruang;
6) Perencanaan pembangunan;
7) Perhubungan;
8) Lingkungan hidup;
9) Pertanahan;
10) Kependudukan dan catatan sipil;
11) Pemberdayaan perempuan;
12) Keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
13) Sosial;
14) Tenaga kerja;
15) Koperasi dan usaha kecil menengah;
16) Penanaman modal;
17) Kebudayaan;
18) Pemuda dan oleh raga;
19) Kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
20) Pemerintahan umum;
21) Kepegawaian;
22) Pemberdayaan masyarakat dan desa;
23) Statistik;
24) Arsip; dan
25) Komunikasi dan informatika.
Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup:
1) Pertanian;
2) Kehutanan;
3) Energi dan sumber daya mineral;
4) Pariwisata;
5) Kelautan dan perikanan;
6) Perdagangan;
7) Perindustrian; dan
8) Transmigrasi.
Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pada
masing-masing pemerintah daerah dan klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan
disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Sedangkan
belanja menurut kelompok belanja, terdiri dari:
1) Belanja tidak langsung. Kelompok belanja tidak langsung ini tidak terkait langsung
dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung terbagi menurut
jenis belanja yang terdiri dari:
a) Belanja pegawai;
b) Bunga;
c) Subsidi;
d) Hibah;
e) Bantuan sosial;
f) Belanja bagi hasil;
g) Bantuan keuangan; dan
h) Belanja tidak terduga.
2) Belanja langsung. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung dari suatu
kegiatan dibagi menurut jenis belanja yang terdiri atas:
a) Belanja pegawai;
b) Belanja barang dan jasa; dan
c) Belanja modal.
E.Pembiayaan
Pembiayaan daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah meliputi semua transaksi
keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus.
Apabila APBD diperkirakan surplus diutamakan untuk membayar pokok utang, penyertaan
modal (investasi) daerah, pemberian pinjaman kepada pemerintah pusat/pemerintah daerah
lain, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. Sementara itu, jika APBD
diperkirakan defisit maka ditetapkan pembiayaan untuk menutup defisit tersebut yang
diantaranya dapat bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran
sebelumnya, pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan,
penerimaan pinjaman, dan penerimaan kembali pemberian pinjaman atau penerimaan
piutang.
Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan.
Penerimaan pembiayaan mencakup:
1) Sisa lebih perhitungan anggaran Daerah;
2) Penerimaan pinjaman Daerah;
Pinjaman Daerah bertujuan memperoleh sumber pembiayaan dalam rangka penyelenggaraan
urusan Pemerintahan Daerah. Pinjaman Daerah bersumber dari:
a) Pemerintah;
b) Pemerintah Daerah lain;
c) Lembaga keuangan bank;
d) Lembaga keuangan bukan bank; dan
e) Masyarakat berupa Obligasi Daerah.
3) Penerimaan kembali pemberian pinjaman;
4) Pencairan dana cadangan daerah;
5) Penerimaan piutang; dan
6) Hasil penjualan kekayaan Daerah yang dipisahkan.
Sedangkan pengeluaran pembiayaan mencakup:
1) Pembentukan dana cadangan;
2) Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah;
3) Pembayaran pokok utang; dan
4) Pemberian pinjaman daerah.
Menurut Saragih (2003:82), apapun komposisi dari APBD suatu daerah tentu harus
disesuaikan dengan perkembangan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Setiap
daerah tidak harus memaksakan diri untuk menggenjot pengeluaran tanpa diimbangi dengan
kemampuan pendapatannya, khususnya kapasitas PAD. Dikhawatirkan jika pemerintah
daerah menetapkan kebijakan defisit pada APBD-nya, maka sumber pembiayaan untuk
menutupi sebagian atau seluruh defisit anggaran berasal dari pinjaman atau utang.
Oleh sebab itu, masih menurut Saragih (2003:82), yang lebih aman adalah tidak mendesain
anggaran daerah yang ekspansif tanpa diimbangi dengan kemampuan pendapatannya. Bisa-
bisa keuangan pemerintah daerah bangkrut hanya karena mengikuti ambisi untuk menggenjot
pengeluaran, baik rutin maupun pembangunan. Upaya yang dapat dilakukan untuk
menciptakan struktur APBD yang baik adalah dengan memperkecil (didasari efisiensi dan
efektivitas) belanja rutin daerah pada pos-pos yang tidak perlu dan mendesak. Hal inilah yang
mendorong perubahan paradigma penganggaran dari yang berbasis line item (tradisional) ke
arah penganggaran berbasis kinerja. Artinya, penganggaran berbais kinerja ini melihat
penilaian kinerja lembaga berdasarkan besarnya dana yang terserap dari suatu program atau
kegiatan. Setiap rupiah yang dikeluarkan harus dapat menghasilkan (yield) nilai tambah bagi
perekonomian daerah atau kemakmuran masyarakat yang diindikasikan melalui target yang
bersifat kuantitatif. Selanjutnya dalam proses penganggarannya, sistem ini juga menghendaki
dipertimbangkannya beberapa fungsi, yakni fungsi alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
BAB II
PEMBAHASAN
1.Desentralisasi Fiskal
Otonomi daerah dan termasuk di dalamnya desentralisasi fiskal mengharuskan daerah
mempunyai kemandirian keuangan yang tinggi. Beberapa daerah dengan sumber daya yang
dimiliki mampu menyelenggarakan otonomi daerah, namun tidak tertutup kemungkinan ada
beberapa daerah akan menghadapi kesulitan dalam menyelenggarakan tugas desentralisasi,
mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki (Bappenas, 2003:1).
`Menurut Saragih (2003:83), yang dimaksud dengan desentralisasi fiskal adalah suatu
proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan
yang lebih rendah, untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik,
sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Dan dalam
pelaksanaannya, prinsip money should follow function merupakan salah satu prinsip yang
harus diperhatikan dan dilaksanakan.
Desentralisasi Fiskal dalam otonomi daerah ditujukan untuk menciptakan
kemandirian daerah. Sidik (2002:1) menyatakan bahwa dalam era ini, pemerintah daerah
diharapkan mampu menggali dan mengoptimalkan potensi (keuangan lokal), khususnya
pendapatan asli daerah. Pemerintah daerah diharapkan mampu mengurangi ketergantungan
terhadap pemerintah pusat mengingat ketergantungan semacam ini akan mengurangi
kreatifitas lokal untuk mengambil kebijakan terkait dengan penerimaan lokal yang lebih
efisien.Menurut Sidik (2002:2), ada tiga sumber daya yang harus mampu dikelola oleh
pemerintah daerah guna mencapai tujuan yang telah ditentukan, yakni pengelolaan atas
pegawai, keuangan, dan kelembagaan. Kemampuan pemerintah daerah untuk menyediakan
layanan publik dan menjalankan pembangunan sangat tergantung pada kemampuan
keuangannya. Tanpa uang, pemerintah daerah tidak dapat membayar pegawai, perlengkapan
dan peralatan, serta berbagai kontrak penyediaan layanan lokal, dan lain sebagainya.
Desentralisasi fiskal dan devolusi tampak sebagai dua sisi yang berbeda dari satu koin mata
uang yang sama sehingga desentralisasi fiskal menuntut adanya devolusi, dan begitu pula
sebaliknya.
Menurut Muluk (2005), desentralisasi fiskal pada dasarnya berkaitan dengan dua hal
pokok, yakni kemandirian daerah dalam memutuskan pengeluaran guna menyelenggarakan
layanan publik dan pembangunan, dan kemandirian daerah dalam memperoleh pendapatan
untuk membiayai pengeluaran tersebut. Selain persoalan desentralisasi fiskal, daerah pada
dasarnya juga menghadapi persoalan internal yang menyangkut kesanggupan daerah
mengelola keuangan daerahnya berdasarkan prinsip 5E, yakni: efficient, effective, economic,
equal, excellent.
2.Potensi Fiskal
Potensi fiskal merupakan kemampuan daerah dalam menghimpun dana melalui
sumber-sumber yang sah. Potensi fiskal daerah tercermin dari Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Salah satu wujud desentralisasi fiskal adalah pemberian sumber-sumber penerimaan bagi
daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri sesuai potensinya masing-masing
(Firmansyah, 2006:41).
Menurut Halim, (2002:320) upaya peningkatan pendapatan daerah tidak terlepas dari
2 (dua) hal pokok, yaitu:
A. Potensi sumber-sumber PAD,
terdiri dari:
1. Potensi sumber daya alam
Potensi sumber daya alam adalah kekayaan alam yang dimiliki atau ditemukan di
daerah yang pengelolaanya dikuasai oleh daerah. Sumber daya alam terdiri dari sumber daya
alam yang tidak dapat diperbaharui, sumber daya alam yang dapat diperbaharui, dan sumber
daya alam yang dapat pulih. Secara teoritis, sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
akan berkurang potensinya sesuai jumlah penggalian dan pengolahannya yang pada
gilirannya cepat lambat potensinya akan habis. Contohnya bahan tambang galian golongan C.
Yang patut diperhatikan adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui, yang
mana sangat memerlukan sebuah kebijakan dalam pemanfaatannya. Bila dimanfaatkan secara
benar akan memberikan keuntungan pada masa sekarang dan yang akan datang.
Pemanfaatannya harus disertakan dengan konservasi atau pelestarian, terutama melalui usaha
budidaya. Contohnya adalah sumber daya hasil hutan, perkebunan, pertanian, peternakan dan
perikanan.
Selanjutnya sumber daya alam yang dapat pulih adalah sumber daya alam yang
potensinya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi lingkungan atau musim. Contohnya
adalah potensi air bawah tanah dan air permukaan. Pada musim kemarau, potensinya dapat
menyusut karena berbagai sifat seperti pengeboran, penguapan atau perembesan. Khusus bagi
sumber daya alam kelompok ini yang patut diperhatikan adalah menghindari terjadinya
pencemaran.
2. Potensi sumber daya manusia
Potensi sumber daya manusia dapat dilihat dari kuantitas maupun kualitasnya.
Kualitas sumber daya manusia tercermin dari jumlah penduduk secara kuantitas SDM cukup
besar, namun dilihat dari kualitasnya relatif masih rendah. Kualitas SDM yang masih rendah
ini diukur dari tingkat pendidikan (angka melek huruf dan lama sekolah) dan derajat
kesehatannya (usia harapan hidup), serta daya beli masyarakat. Dewasa ini, ukuran yang
digunakan untuk menentukan kualitas SDM diantaranya adalah Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI).
3. Potensi sumber daya buatan
Potensi sumber daya buatan adalah seluruh hasil karya manusia dalam wujud fisik,
seperti prasarana dan sarana produksi, perhubungan (transportasi dan komunikasi),
bangunan/gedung dan lain-lain. Hampir seluruh potensi sumber daya buatan yang dibangun
oleh Pemerintah, swasta maupun masyarakat merupakan potensi daerah yang dapat
dikembangkan sebagai sumber pendapatan asli daerah. Potensi jenis ini tampaknya relatif
lebih mudah untuk dikembangkan karena potensinya dapat dijadikan objek pajak daerah
ataupun retribusi daerah.
4. Potensi sumber daya kelembagaan
Yang dimaksud sumber daya kelembagaan adalah hasil karya manusia non-fisik
berupa organisasi pemerintahan, kemasyarakatan, perusahaan, peraturan perundang-
undangan maupun nilai-nilai yang menjadi pedoman masyarakat dalam berperilaku.
Keberadaan sumber daya kelembagaan ini tidak dapat diabaikan dalam kaitannya
dengan upaya peningkatan PAD, sebab sumber daya kelembagaan inilah yang dapat
melaksanakan operasional kegiatan untuk meningkatkan PAD tersebut. Di sini sistem
manajemen pemerintahan, khususnya yang menangani tentang keuangan daerah sangat
penting dalam melaksanakan dan menopang penggalian sumber-sumber keuangan maupun
pemanfaatannya.
Dalam hal ini, peranan organisasi pengelola dinilai sangat penting. Sebagai organisasi
pengelola PAD adalah Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) yang secara khusus dan bersama-
sama instansi terkait bertugas untuk melakukan pendataan, penagihan, dan penyetoran PAD.
Dipenda sebagai organisasi pengelola PAD mempunyai tugas antara lain meningkatkan PAD.
B. Faktor-faktor pendukung
Potensi sumber-sumber PAD adalah seluruh obyek yang dapat memberikan kontribusi
terhadap jumlah PAD. Sementara faktor pendukungnya adalah kemampuan penyelenggara
administrasinya. Ukuran yang dapat digunakan untuk pengukuran perekonomian daerah
adalah rata-rata pendapatan per-kapita atau rata-rata daya beli penduduk di daerah tersebut.
Dengan kata lain tergantung tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Faktor pendukung yang
lain adalah:
1) Letak geografis wilayah;
2) Kesuburan tanah;
3) Kekayaan hasil-hasil tambang;
4) Jumlah penduduk; dan
5) Usaha-usaha ekonomi produktif sebagai lapangan kerja dan berusaha.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pendapatan Asli Daerah merupakan modal dasar Pemerintah Daerah dalam
mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah. Pemberian sumber PAD
bagi daerah ini bertujuan untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk
mendanai pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan potensi Daerah sebagai perwujudan
desentralisasi. Menurut Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004, Sumber PAD antara lain
terdiri dari:Hasil pajak daerah,Hasil retribusi daerah,Hasil pengelolaan kekayaan
daerah,Lain-lain PAD yang sah, antara lain(Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak
dipisahkan),(Jasa giro),(Pendapatan bunga),Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah),
(Penerimaan komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau
pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah),(Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar
rupiah terhadap mata uang asing),(Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan),(Pendapatan denda pajak),(Pendapatan denda retribusi),(Pendapatan hasil eksekusi
atas jaminan),(Pendapatan dari pengembalian),(Fasilitas sosial dan fasilitas umum),
(Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan),(Pendapatan dari
angsuran/cicilan penjualan).
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.Konsep Keuangan Daerah....................................................................................... 1
2. Pendapatan Daerah................................................................................................. 4
A.Pendapatan Asli Daerah.................................................................................. 4
B.Dana Perimbangan........................................................................................... 6
C.Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah........................................................... 8
D.Belanja............................................................................................................. 9
E.pembiayaan...................................................................................................... 13
BAB II
PEMBAHASAN
1.Desentralisasi Fiskal................................................................................................ 16
2.Potensi Fiskal.......................................................................................................... 17
A.Potensi Sumber-sumber PAD.......................................................................... 18
1.Potensi Sumber Daya Alam........................................................................ 18
2.Potensi Sumber Daya Manusia.................................................................... 19
3.Potensi Sumber Daya Buatan...................................................................... 19
4.Potensi Sumber Daya Kelembagaan............................................................ 19
B.Faktor-faktor Pendukung................................................................................. 20
BAB III
PENUTUP......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA
MAKALAH
ADMINISTRASI KEUANGAN NEGARA DAN DAERAH
DI SUSUN OLEH :
RAMASYAFARDINIM : E01109068
ILMI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2013
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Umum Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 08/BM/05. Direktorat
Jenderal Prasarana Wilayah, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.2009,
Pedoman Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bidang Jalan No. 010/BM/2009.
Direktorat Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Sistem Manajemen Mutu PT. Jasa Duta Mandiri.
top related