ADMINISTRASI KEUANGAN DAERAH
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa terpanjatkan ke Hadirat-Nya, atas
berkat, rahmat, dan bimbingan-Nya, penulis telah dapat
menyelesaikan Tugas ini. Penulis menyadari bahwa selama dalam
penyusunan tugas ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan
dorongan baik moril maupun materil dari berbagai pihak, semoga
Tuhan melipat gandakan kebaikannya. Pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya dan sekaligus penghargaan
kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas masih banyak
kekurangan baik dari segi cara penulisan maupun materi kajiannya.
Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik ataupun masukan
yang bersifat membangun untuk perbaikan tugas kedepan. Akhir kata,
semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak
dan semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk, ilmu yang
bermanfaat, serta ridha-Nya kepada kita. Amin Ya Rabbal
aalamin.
Bandung, September 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HalamanKATA PENGANTARiDAFTAR ISIii
BAB I PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang 11.2. Perumusan Masalah
21.3. Tujuan Penulisan 3
BAB II PEMBAHASAN 42.1. Pengertian Keuangan Daerah42.1.1. Sistem
Informasi Keuangan Daerah 52.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD)62.2.1. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah72.2.2.
Prinsip-Prinsip Anggaran Daerah82.2.3 Struktur Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah92.3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD)102.3.1.Tahap Persiapan dan Penyusunan Anggaran
(Budget Preparation)102.3.2. Tahap Ratifikasi Anggaran112.3.3.
Tahap Pelaksanaa Anggaran (Budget Implementation)112.3.4. Tahap
Pelaporan dan Evaluasi Anggaran12
2.4. Pelaksanaan, Penatausahaan APBD132.4.1.Pelaksanaan
APBD132.4.2.Penatausahaan Keuangan Daerah162.5. Akuntansi Keuangan
Daerah172.6. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
212.7. Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti
Rugi212.7.1.Penyelesaian Kerugian Daerah222.7.2.Pengenaan Ganti
Kerugian Negara/Daerah232.8. Tata Cara Penyelesaian Kerugian
Keuangan Daerah24
BAB III KESIMPULAN25
REFERENSI26A. Buku 26B. Perundang-Undangan 27C. Internet 28
BAB IPENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah
adanya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju, keadilan,
pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan
daerah serta antar daerah. Keadaan tersebut hanya akan tercapai
apabila daerah dapat mengelola pemerintahannya dengan diantaranya
adalah Administrasi Keuangan. Sistem pengelolaan Keuangan yang baik
akan memberikan manfaat pada efektivitas pelayanan public dengan
pemberian pelayanan yang tepat sasaran, meningkatkan mutu pelayanan
publik, biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan
penghematan dalam penggunaan resources, alokasi belanja yang lebih
berorientasi pada kepentingan publik, dan meningkatkan public costs
awareness sebagai akar pelaksanaan pertanggung jawaban
publik.Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi yang sekarang
ini dinikmati pemeirntah daerah Kabupaten dan Kota, memberikan
jalan bagi pemerintah daerah untuk melakukan pembaharuan dalam
sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Kemunculan
UU No. 22 dan 25 tahun 1999 telah melahirkan paradigma baru dalam
pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Dalam pengelolaan
keuangan daerah, paradigma baru tersebut berupa tuntutan untuk
melakukan pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada
kepentingan publik (public oriented). Hal tersebut meliputi
tuntutan kepada pemerintah daerah untuk membuat laporan keuangan
dan transparansi informasi anggaran kepada publik.1.2. Perumusan
Masalah Belajar dari pengalaman internasional, pelaksanaan otonomi
daerah tidak selalu harus dibiayai oleh pendapatan yang berasal
dari daerah itu sendiri. Namun, secara pasti dapat dikatakan bahwa
apabila semakin maju industri suatu negara maka pelaksanaan
demokrasi akan semakin baik. Penyelenggaraan pemerintahan yang
semakin demokratis akan tercermin dalam pelaksanaan otonomi daerah
yang semakin besar. Pelaksanaan otonomi yang semakin besar tersebut
dari aspek keuangan tercermin dari expenditure ratio yang cenderung
semakin besar. Dengan demikian, keberhasilan pelaksanaan otonomi
daerah dalam suatu negara tidak selalu harus diukur dari besarnya
peranan PAD untuk membiayai seluruh aktivitas pemerintahan daerah.
Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi fiskal, kebijakan di
bidang pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) juga perlu diatur
dengan Undang-undang sesuai dengan amanat UUD 1945. Untuk
menghindari high cost economy, telah diterbitkan UU Nomor 18 Tahun
1997 tentang PDRD, kemudian sejalan dengan pelaksanaan otonomi
daerah, telah direvisi dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentag PDRD.
Prinsip-prinsip yang dianut dalam UU 34/2000 bukan berarti
dimaksudkan untuk menghambat pelaksanaan otonomi daerah tetapi
implementasi sistem perpajakan dan retribusi yang baik dan bersifat
universal. Sesuai dengan UU 25/1999, perimbangan Keuangan antara
Pusat dan Daerah dilakukan melalui Dana Perimbangan (DP) yang
terdiri dari: a) Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
Pajak Penghasilan (PPh) Perseorangan, dan Sumber Daya Alam (SDA);
b) Dana Alokasi Umum (DAU); c) Dana Alokasi Khusus(DAK).
Pelaksanaan otonomi Daerah secara efektif telah dimulai sejak
Januari 2001. Dari sisi keuangan negara hal tersebut telah membawa
konsekuensi kepada perubahan peta pengelolaan fiskal yang cukup
mendasar. Sebagaimana diketahui dalam APBN tahun 2001, total dana
yang didaerahkan melalui Dana Perimbangan (DP) adalah sebesar
Rp81,67 triliun. Pembayaran tunggakan pinjaman Pemda dan BUMD pada
dasarnya merupakan kewajiban daerah sebagai pihak yang memperoleh
manfaat dari pinjaman tersebut.
1.3. Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini
adalah : 1. Menjelaskan pengertian administrasi keuangan daerah,
hubungan keuangan daerah dengan keuangan pusat, serta pengurusan
keuangan daerah2. Menjelaskan pengertian APBD, fungsi dan prinsip
anggaran daerah, struktur APBD, sumber-sumber penerimaan daerah,
belanja daerah, serta pembiayaan daerah3. Memahami siklus anggaran,
khususnya proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan
hingga penetapan APBD4. Memahami proses pelaksanaan, penatausahaan,
pelaporan dan pertanggungjawaban APBD5. Menjelaskan pengertian
penggantian kerugian daerah.
BAB IIPEMBAHASAN
2.1. Pengertian Keuangan DaerahPengertian keuangan daerah
sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai
berikut : Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan
barang yang dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan
pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.Menurut UU No. 17 tahun 2003
Keuangan Daerah/Negara adalah semua dan kewajiban Daerah/Negara
yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa
uang maupun berupa barang yang dapay dijadikan milik negara/daerah
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.Adapun
ruang lingkup keuangan daerah meliputi: 1. hak daerah untuk
memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan
pinjaman; 2. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan
pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga; 3.
penerimaan daerah;4. pengeluaran daerah; 5. kekayaan daerah yang
dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga,
piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang,
termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan 6.
kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan
umum. Rangka
2.1.1. Sistem Informasi Keuangan Daerah Sistem Informasi
Keuangan Daerah (SIKD) adalah suatu fasilitas yang diselenggarakan
oleh Menteri Keuangan untuk mengumpulkan, melakukan validasi,
mengolah, menganalisis data, dan menyediakan informasi keuangan
daerah dalam rangka merumuskan kebijakan dalam pembagian dana
perimbangan, evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan Rancangan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) serta memenuhi
kebutuhan lain, seperti statistik keuangan negara.SIKD ini
diselenggarakan oleh pemerintah pusat. Sumber informasi bagi sistem
informasi keuangan daerah terutama adalah laporan informasi APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) UU Nomor 25 Tahun
1999, yaitu: informasi mengenai pengelolaan keuangan daerah dan
informasi mengenai kinerja keuangan daerah dari segi efisiensi dan
efektivitas keuangan dalam rangka desentralisasi.Tujuan
penyelenggaraan SIKD adalah:a. membantu Menteri Keuangan dalam
merumuskan kebijakan keuangan daerah;b. membantu menyediakan data
dan informasi kepada Sekretariat Bidang Perimbangan Keuangan Pusat
dan Daerah (PKPD) pacla Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah;c.
membantu Menteri Keuangan dan instansi terkait IainnYa dalam
melakukan evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan RAPBN, dan
kebutuhan lain seperti statistik keuangan negara;
d. membantu pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakar
keuangan dan menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dar Belanja
Daerah (RAPBD), pemerintahan, dan pembangunan di Daerah.
2.2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah
suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui
oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1
butir 8 tentang Keuangan Negara). Semua Penerimaan Daerah dan
Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD.
Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan
pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan Dekonsentrasi atau
Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua
Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Pemungutan semua penerimaan Daerah bertujuan
untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula
semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan
sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar
pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi
kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan
daerah.
2.2.1. Fungsi-Fungsi Anggaran DaerahBerbagai fungsi APBN/APBD
sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, yaitu :1. Fungsi OtorisasiAnggaran daerah
merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada
tahun yang bersangkutan.2. Fungsi PerencanaanAnggaran daerah
merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada
tahun yang bersangkutan.3. Fungsi PengawasanAnggaran daerah menjadi
pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah
daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.4. Fungsi
AlokasiAnggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan
pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perekonomian.5. Fungsi DistribusiAnggaran daerah harus
mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan6. Fungsi
StabilisasiAnggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi
alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental
perekonomian.
2.2.2. Prinsip-Prinsip Anggaran DaerahPrinsip-prinsip dasar
(azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang
berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana
bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, yaitu :1. KesatuanAzas ini menghendaki agar
semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu
dokumen anggaran.2. UniversalitasAzas ini mengharuskan agar setiap
transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen
anggaran.3. TahunanAzas ini membatasi masa berlakunya anggaran
untuk suatu tahun tertentu4. SpesialitasAzas ini mewajibkan agar
kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas
peruntukannya.5. AkrualAzas ini menghendaki anggaran suatu tahun
anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau
menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang seharusnya diterima,
walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas6.
KasAzas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada
saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah
Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja
berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15
dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambatlambatnya
dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan
dan pengukuran berbasis kas.
2.2.3 Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja DaerahStruktur
APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:1. Pendapatan
DaerahPendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui
Rekening Kas Umum Daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang
merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu
dibayar kembali oleh Daerah. Pendapatan daerah terdiri atas:a.
Pendapatan Asli Daerah (PAD);b. Dana Perimbangan; danc. Lain-lain
pendapatan daerah yang sah.Pendapatan daerah, selain PAD dan Dana
Perimbangan, adalah Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang
meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang
ditetapkan oleh pemerintah. Hibah yang merupakan bagian dari
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah merupakan bantuan berupa uang,
barang, dan/atau jasa yang berasal dari pemerintah, masyarakat, dan
badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat.
2. Belanja DaerahKomponen berikutnya dari APBD adalah Belanja
Daerah. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas
Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan
kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah. Belanja daerah
dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari
urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan
perundang-undangan.Belanja daerah diklasifikasikan menurut
organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja.
Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan
organisasi pemerintahan daerah.
2.3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
(APBD)APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1
(satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai
dengan tanggal 31 Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam
pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan
kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran.Pada dasarnya,
siklus anggaran terdiri atas empat tahap, yaitu:1. Tahap persiapan
dan penyusunan anggaran;2. Tahap ratifikasi;3. Tahap implementasi;
dan4. Tahap pelaporan dan evaluasi.
2.3.1. Tahap Persiapan dan Penyusunan Anggaran (Budget
Preparation)Pada tahap persiapan dan penysuunan anggaran dilakukan
taksiran pengeluaran atas dasar taksiran pendapatan yang tersedia.
Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan adalah
sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulku
dilakukan penaksiran pendapatan secara lebih akurat. Selain itu,
harus disadari adanya masalah yang cukup berbahaya jika anggaran
pendapatan diestimasi pada saat bersamaan dengan pembuatan
keputusan tentang anggaran pengeluaran.Dalam persoalan estimasi,
yang perlu mendapat perhatian adalah terdapatnya faktor uncertainty
(tingkat ketidakpastian) yang cukup tinggi. Oleh sebab itu manajer
keuangan publik harus memahami betul dalam menentukan besarnya
suatu mata anggaran. Besarnya suatu mata anggaran sangat tergantung
pada teknik dan sistem anggaran yang digunakan. Besarnya mata
anggaran pada suatu anggaran yang menggunakan line-item budgeting.
Akan berbeda pada performance budgeting, input-output budgeting,
program budgeting, atau zero based budgeting.
2.3.2. Tahap Ratifikasi AnggaranTahap berikutnya, adalah budget
ratification. Tahap ini merupakan tahap yang melibatkan proses
politik yang cukup rumit dan cukup berat. Pimpinan eksekutif
(kepala daerah) dituntut tidak hanya memiliki managerial skill
namun juga harus mempunyai political skill, salesmanship, dan
coalition building yang memadai, integritas dan kesiapan mental
yang tinggi dan eksekutif sangat penting dalam tahap ini. Hal
tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus
mempunyai kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang
rasional atas segala pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan
dari pihak legislatif.
2.3.3. Tahap Pelaksanaa Anggaran (Budget Implementation)Setelah
anggaran disetujui oleh legislatif, tahap berikutnya adalah
pelaksanaan anggaran. Dalam tahap ini, hal terpenting yang harus
diperhatikan oleh manajer keuangan publik adalah dimilikinya sistem
(informasi) akuntansi dan sistem pengendalian manajemen. Manajer
keuangan publik dalam hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan
sistem akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan dan
pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan bahkan dapat
diandalkan untuk tahap penyusunan anggaran periode berikutnya.
Sistem akuntansi yang digunakan hendaknya juga mendukung
pengendalian anggaran.
2.3.4. Tahap Pelaporan dan Evaluasi AnggaranTahap terakhir dari
siklus anggaran asalah pelaporan dan evaluasi anggaran. Tahap
persiapan, ratifikasi, dan implementasi anggaran terkait dengan
aspek operasional anggaran, sedangkan tahap pelaporan dan evaluasi
terkait dengan aspek akuntabilitas. Apabila pada tahap implementasi
telah didukung dengan sistem akuntansi dan sistem pengendalian
manajemen yang baik, maka pada tahap pelaporan dan evaluasi
anggaran biasanya tidak akan menemui banyak masalah.Penyusunan APBD
berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan
bernegara. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah. Dalam
menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan
adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang
cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah Pada akhir
pemelajaran ini peserta dapat memahami siklus anggaran, khususnya
proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan rancangan hingga
penetapan APBD.Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin
kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya.
Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan
pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian
kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut:1.
Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah
didanai dari dan atas beban APBD.2. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah
didanai dari dan atas beban APBN.3. Penyelenggaraan urusan
pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada
kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD
provinsi.4. Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang
penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban
APBD kabupaten/kota.
Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik
dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang
berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan
pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran
belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban
pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan.
2.4. Pelaksanaan, Penatausahaan APBD2.4.1. Pelaksanaan APBDSemua
penerimaan daerah dan pengeluaran daerah dalam rangka pelaksanaan
urusan pemerintahan daerah dikelola dalam APBD.Pelaksanaan APBD
meliputi pelaksanaan anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan.
Penjelasan berikut ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 58
Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Pengeluaran dapat
dilakukan jika dalam keadaan darurat, yang selanjutnya diusulkan
dalam rancangan perubahan APBD dan/atau disampaikan dalam laporan
realisasi anggaran. Kriteria keadaan darurat ditetapkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.Pelaksanaan Anggaran oleh
Kepala SKPD dilaksanakan setelah Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD
(DPA-SKPD) ditetapkan oleh PPKD dengan persetujuan Sekretaris
Daerah. Proses penetapan DPA-SKPD adalah sebagai berikut. APBD
ditetapkan, memberitahukan kepada semua kepala SKPD agar menyusun
rancangan DPA-SKPD.Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut
dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan
dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD dilarang digunakan
langsung untuk membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek
harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1(satu) hari
kerja oleh Bendahara Penerimaan dengan didukung oleh bukti yang
lengkap.Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum
daerah. SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang
ditetapkan dalam peraturan daerah. SKPD yang mempunyai tugas
memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada
penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan
tersebut.Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus
segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi
milik/asset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah.
Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan
ganti rugi dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada
rekening penerimaan yang bersangkutan untuk pengembalian penerimaan
yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan
penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada
rekening belanja tidak terduga. Jumlah belanja yang dianggarkan
dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran
belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja
jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup
tersedia dalam APBD. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran
atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah
ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran belanja daerah menggunakan
prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap pengeluaran harus
didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang
diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang
mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan
peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam
lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk belanja
yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.Pembayaran
atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan Dana
(SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), atau
dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Khusus untuk biaya
pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah dibebankan
dalam APBD. Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan
kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang
obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan
memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan. Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan
oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan
pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum
Daerah.Untuk pencairan dana cadangan, pemindahbukuan dari rekening
dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan
rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang
ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana
cadangan yang berkenaan mencukupi. Pemindahbukuan tersebut paling
tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk
mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai
dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan
dana cadangan. Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke
rekening kas umum daerah tersebut dilakukan dengan surat perintah
pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.Penjualan
kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas penjualan
kekayaan daerah didasarkan pada bukti penerimaan yang sah.
Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang
akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan
yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan. Penerimaan
pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah.
Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada
perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian
pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi
tanggungan pihak peminjam.Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan
mencakup pelaksanaan pembentukan dana cadangan, penyertaan modal,
pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. Jumlah
pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana cadangan
dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah yang
ditetapkan dalam peraturan daerah. Pemindahbukuan jumlah pendapatan
daerah yang disisihkan yang ditransfer dari rekening kas umum
daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah
pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD.
2.4.2. Penatausahaan Keuangan DaerahPengguna anggaran/kuasa
pengguna anggaran, bendahara penerimaan, bendahara pengeluaran dan
orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/barang/kekayaan
daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Penerimaan daerah disetor ke rekening kas umum
daerah pada bank pemerintah yang ditunjuk dan dianggap sah setelah
kuasa BUD menerima nota kredit. Bendahara penerimaan wajib
menyelenggarakan penatausahaan terhadap seluruh penerimaan dan
penyetoran atas penerimaan yang menjadi tanggung jawabnya.
Bendahara penerimaan pada SKPD wajib mempertanggungjawabkan secara
administratif atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya
dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada
pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran melalui PPK-SKPD paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Disamping pertanggungjawaban
secara administratif, Bendahara penerimaan pada SKPD wajib
mempertanggung jawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang
yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan
pertanggungjawaban penerimaan kepada PPKD selaku BUD paling lambat
tanggal 10 bulan berikutnya.
2.5. Akuntansi Keuangan DaerahPelaksanaan otonomi daerah yang
mendukung efisiensi penggunaan keuangan negara dapat dilihat dari
sisi pelaksanaan fungsi pelayanan pemerintahan yang bersifat lokal.
Sebelum otonomi daerah dilaksanakan, fungsi pemerintahan yang
bersifat lokal (seperti pembangunan prasarana yang manfaatnya hanya
bersifat lokal) sering dikelola oleh instansi Pusat. Hal ini sering
memberikan dampak biaya yang relatif lebih besar daripada apabila
fungsi tersebut dilaksanakan oleh Pemda. Konsep good governance di
bidang dana perimbangan sebagaimana diatur melalui PP Nomor 104
Tahun 2000 paling tidak dapat dilihat dalam proses pengambilan
keputusannya. Perumusan alokasi dana perimbangan telah melibatkan
pihak universitas/pakar, kemudian sebelum ditetapkan dengan
Keppres, setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari DPOD
yang mayoritas anggotanya berasal dari Pemda. Kemudian selanjutnya
produk dari keputusan tersebut dapat diketahui semua lapisan
masyarakat. Implementasi prinsip-prinsip good governance
pengelolaan keuangan daerah dalam kaitannya dengan kebijakan
desentralisasi fiskal telah diatur dalam PP 105/2000 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagai derivasi
atau penjelasan lebih lajut dari UU 25/1999. PP tersebut telah
mengatur secara tegas mengenai pengelolaan keuangan daerah, yaitu :
Pengaturan : Pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah, sedangkan mengenai sistem dan prosedurnya
(penatausahaan) diatur dengan peraturan kepala daerah; Perencanaan
: Penganggaran berdasarkan pendekatan kinerja. Ke depan
penganggaran harus diarahkan pada unified budget, sehingga tidak
akan ada lagi dikhotomi antara anggaran rutin dan pembangunan yang
selama ini sering tumpang tindih. Pelaksanaan : Penatausahaan
berdasarkan standar akuntansi keuangan pemerintah daerah yang
berlaku. Selama ini, pencatatan keuangan daerah bersifat pembukuan
tunggal (single entry) dan berbasis kas (cash basis). Ke depan akan
di arahkan pada pembukuan berpasangan (double entry) dan secara
bertahap akan mengarah pada basis akrual (acrual basis).
Pertanggungjawaban : Pertanggungjawaban keuangan kepala daerah
terdiri dari Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD, Laporan
Aliran Kas, dan Neraca.
Selanjutnya PP 11/2001 tentang Informasi Keuangan Daerah yang
merupakan produk hukum lain yang diamanatkan oleh UU 25/1999,
menyatakan perlunya suatu sistem informasi keuangan daerah. Sebagai
dokumen publik informasi tentang keuangan daerah dapat diketahui
oleh masyarakat secara terbuka. Untuk memudahkan masyarakat
mendapatkan informasi mengenai penggunaan dana yang diperoleh dari
masyarakat melalui pajak dan retribusi, perlu adanya suatu sistem
informasi keuangan daerah (SIKD). Melalui SIKD, informasi tidak
lagi ditujukan hanya untuk konsumsi lokal dan nasional, tetapi
sudah menjadi kebutuhan dan tuntutan internasional sebagaimana
dijabarkan dalam Government Financial Statistics (GFS) yang
dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF) dimana Indonesia
juga sebagai salah satu anggota Untuk melakukan penyusunan laporan
keuangan, Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah
daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan. Sistem
akuntansi pemerintah daerah dilaksanakan oleh Satuan Kerja
Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai entitas pelaporan dan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas
akuntansi.Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian
prosedur mulai dari proses pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam rangka
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara
manual atau menggunakan aplikasi komputer. Proses tersebut
didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal dan buku besar, dan
apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu.
Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya
meliputi:1. prosedur akuntansi penerimaan kas;2. prosedur akuntansi
pengeluaran kas;3. prosedur akuntansi aset tetap/barang milik
daerah; dan4. prosedur akuntansi selain kas.Sistem akuntansi
pemerintahan daerah disusun dengan berpedoman pada prinsip
pengendalian intern sesuai dengan peraturan pemerintah yang
mengatur tentang pengendalian internal dan peraturan pemerintah
tentang standar akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi
pemerintahan daerah dilaksanakan oleh PPKD. Sistem akuntansi SKPD
dilaksanakan oleh PPKSKPD. PPK-SKPD mengkoordinasikan pelaksanaan
sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran.Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, entitas pelaporan menyusun laporan keuangan yang meliputi:1.
laporan realisasi anggaran;2. neraca;3. laporan arus kas; dan4.
catatan atas laporan keuangan.Dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBD, entitas akuntansi menyusun laporan keuangan yang
meliputi:1. laporan realisasi anggaran;2. neraca; dan3. catatan
atas laporan keuangan.
2.6. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah
Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif,
transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan
dan kepatutan. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah
dalam tahun anggaran tertentu. Ketentuan ini berarti, bahwa APBD
merupakan rencana pelaksanaan semua pendapatan daerah dan semua
belanja daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dalam tahun
anggaran tertentu. Dengan demikian, pemungutan semua penerimaan
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi bertujuan untuk
memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Semua pengeluaran
daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan
dalam APBD, sehingga APBD menjadi dasar bagi kegiatan pengendalian,
pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah.Semua penerimaan daerah
dan pengeluaran daerah dalam rangka desentralisasi dicatat dan
dikelola dalam APBD. Semua penerimaan daerah dan pengeluaran daerah
yang tidak berkaitan dengan pelaksanaan dekosentrasi atau tugas
pembantuan merupakan penerimaan dan pengeluaran dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. APBD, Perubahan APBD, dan Perhitungan
APBD ditetapkan dengan peraturan daerah dan merupakan dokumen
daerah.
2.7. Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti RugiKetentuan
mengenai penyelesaian maupun pengenaan ganti kerugian negara/daerah
diatur dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2004 tentang
Keuangan Negara, Bab XI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, serta dalam Bab V Undang- Undang Nomor 15
Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara.
2.7.1. Penyelesaian Kerugian DaerahPenyelesaian kerugian daerah
adalah sebagai berikut :a. Setiap kerugian negara/daerah yang
disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang
harus segera diselesaikan sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.b. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan
kewajiban yang dibebankan kepadanya secara langsung merugikan
negara, wajib menggantikan kerugian tersebut.c. Setiap pimpinan
kementrian negara/lembaga/kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dapat segera melakukan tuntutan ganti rugi setelah
mengetahui bahwa dalam kementrian negara/lembaga/SKPD yang
bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari pihak
manapun.d. Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan
langsung atau oleh kepala SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan
diberitahukan kepada BPK selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah kerugian daerah itu diketahui.e. Segera setelah kerugian
daerah diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang nyatanyata melanggar hukum dapat segera
dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa
kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti
kerugian daerah dimaksud.f. Jika surat keterangan tanggung jawab
mutlak (SKTJM) tidak mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin
pengembalian kerugian daerah, maka gubernur/bupati/walikota yang
bersangkutan segera mengeluarkan surat keputusan pembebanan
penggantian kerugian sementara kepada yang bersangkutan.g.
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh
BPK. Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur
pidana, maka BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.h. Pengenaan ganti kerugian
negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tatacara tuntutan ganti kerugian
negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.i. Bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang telah
ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan
sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.j. Putusan pidana tidak
membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
2.7.2. Pengenaan Ganti Kerugian Negara/DaerahTatacara tuntutan
ganti kerugian negara/daerah maupun pengenaan ganti kerugian
negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat
lain diatur dengan peraturan pemerintah yang merupakan petunjuk
pelaksanaan ketiga paket undang-undang di atas. Ketentuan tersebut
diharapkan dapat digunakan oleh pihakpihak yang terkait dalam
menangani dan menyelesaikan kerugian negara/daerah yang semakin
hari semakin bertambah besar, sehingga dapat diantisipasi
terjadinya kerugian daerah, dicegah penyelesaian kerugian daerah
yang berlarut-larut, serta dipercepat proses pemulihan kerugian
daerah maupun diperkecil terjadinya kerugian daerah.
2.8. Tata Cara Penyelesaian Kerugian Keuangan DaerahPenyelesaian
kerugian keuangan daerah melalui upaya damai dilakukan apabila
penggantian kerugian keuangan daerah dilakukan secara tunai
sekaligus dan angsuran dalam jangka waktu selambatlambatnya 2 (dua)
tahun dengan menandatangani Surat Keterangan Tanggung jawab Mutlak
(SKTJM).Penyelesaian kerugian keuangan daerah melalui proses
Tuntutan Perbendaharaan dilakukan apabila upaya damai yang
dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran tidak berhasil.
Proses penuntutannya merupakan kewenangan kepala daerah melalui
Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti
Rugi Keuangan dan Barang Daerah (Majelis Pertimbangan). Apabila
pembebanan perbendaharaan telah diterbitkan, kepala daerah
melakukan eksekusi keputusan dimaksud dan membantu proses
pelaksanaan penyelesaiannya.Penyelesaian kerugian keuangan daerah
melalui proses Tuntutan Ganti Rugi dilakukan apabila upaya damai
yang dilakukan secara tunai sekaligus atau angsuran tidak
berhasil.
BAB IIIKESIMPULAN
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai
dengan uang, termasuk segala bentuk kekayaan yang berhubungan
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Pengelolaan Keuangan
Daerah kemudian adalah seluruh kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan Administrasi Keuangan
daerah merupakan salah satu perhatian utama para pengambil
keputusan di pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Sejalan dengan hal tersebut, berbagai perundang-undangan dan produk
hukum telah ditetapkan dan mengalami perbaikan atau penyempurnaan
untuk menciptakan sistem pengelolaan anggaran yang mampu memenuhi
berbagai tuntutan dan kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya
semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi, dan
akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan pada
umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah. Secara garis besar,
pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu
manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah. Kedua
komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah
daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.
REFERENSI
A. Buku 1. Ahmad Yani, S.H., M.M., Ak., Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Divisi Buku Perguruan
Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cetakan kedua, April,
2004.2. Anwar Sulaiman H., Drs., Manajemen Aset Daerah, STIA-LAN,
20003. Arifin P. Soeria Atmadja, Dr., Mekanisme Pertanggungjawaban
Keuangan Negara, PT Gramedia, Jakarta, 1986.4. Badan Pemeriksa
Keuangan, Petunjuk Pelaksanaan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan
Ganti Rugi, 1976.5. BPKP, Pedoman Penanganan Penggantian Kerugian
Negara, 1993.6. Darise, Nurlan, Pengelolaan Keuangan Daerah,
Jakarta, Penerbit PT Indeks, 2006.7. __________, Pengelolaan
Keuangan Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Jakarta,
Penerbit PT Indeks, 2007.8. Devas, Nick, et al., Keuangan
Pemerintah Daerah di Indonesia, Jakarta, Penerbit Universitas
Indonesia, 1989.9. Dian Puji N. Simatupang, S.H., M.H., Determinasi
Kebijakan Anggaran Negara Indonesia, Studi Yuridis, Papas Sinar
Sinanti, Jakarta 2005.10. Gade, Muhammad. 1998. Akuntansi
Pemerintahan. Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.11. Goedhart C., Dr., Garis-Garis
Besar Ilmu Keuangan Negara, Terjemahan oleh Ratmoko, S.H., Penerbit
Jembatan, Jakarta, 1981.12. Hadi, M., Administrasi Keuangan RI,
Jakarta, 1981.13. Halim, Abdul (editor), Bunga Rampai Manajemen
Keuangan Daerah, Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 2001.14. Halim, Abdul,
Akuntansi Sektor Publik, Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta,
Penerbit Salemba Empat, 2002.15. Kansil CST, Prof. Drs., S.H.dan
Kansil Christine S.T., S.H., M.H. 2001. Kitab Undang-Undang Otonomi
Daerah 1999 2001; Kitab 2. Jakarta: PT Pradnya Paramita.16.
Mardiasmo, Prof., Dr., MBA., Ak., Akuntansi Sektor Publik, Penerbit
ANDI Yogyakarta, 2004.17. Modul Sistem Administrasi Keuangan Daerah
II , Edisi Keempat, 2004.18. Modul-Modul Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.19. Pendapatan Nasional. Edisi ke-5.
Yogyakarta: Penerbit Liberty.20. Rasul Sjahrudin, Dr., SH.,
Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran Dalam
Perspektif UU No. 17 Tahun 2003, PNRI, Jakarta 2003.21. Sugijanto,
Drs., Ak., dkk., Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi Non Laba,
Pusat Pengembagan Akuntansi FE-UI, Jakarta, 1995.
B. Perundang-Undangan 1. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13
Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.2. Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Ganti Rugi
dan Tuntutan Perbendaharaan Keuangan dan Barang Daerah.3. Peraturan
Pemerintah No. 14 tahun 2005 tentang Tata Cara Penghapusan Piutang
Negara/Daerah.4. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan.5. Peraturan Pemerintah No. 56 Tahun
2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah.6. Peraturan
Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggung
Jawaban Keuangan Daerah.7. Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001
tentang Pajak Daerah.8. Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2001
tentang Retribusi Daerah.9. Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah.10.
Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara.11. Undang-Undang No. 17 Tahun 1997
tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.12. Undang-Undang No. 19
Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.13.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.14.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
C. Internet 1. www.pusdiklatwas.bpkp.go.id2.
www.depdagri.go.id3. www.docstoc.com4. www.radioprssni.com5.
www.setneg.go.id