LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEGIATAN PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT … · 2021. 4. 7. · LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 2 Jenderal Kesehatan Masyarakat mengusulkan
Post on 19-Jul-2021
8 Views
Preview:
Transcript
LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA KEGIATAN PEMBINAAN GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 i
LAPORANAKUNTABILITASKINERJAKEGIATANPEMBINAANGIZIMASYARAKATTAHUN2020DIREKTORATGIZIMASYARAKATTAHUN2020
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 ii
Pengantar
Salah satu sasaran pokok pembangunan kesehatan yang tercantum dalam RPJMN Tahun 2020-2024 adalah meningkatnya status gizi masyarakat dengan sasaran indikator menurunnya prevalensi stunting dan wasting pada balita masing-masing menjadi 14% dan 7% di tahun 2024. Dalam rangka mencapai sasaran tersebut Kementerian mengembangkan indikator kinerja program dan indikator kinerja kegiatan yang tercantum dalam Kesehatan Permenkes Nomor 21 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024.
Mengacu pada Permenkes Nomor 25 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Gizi Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, evaluasi, dan pelaporan di bidang gizi masyarakat. Dalam melaksanakan tugas tersebut telah ditetapkan 3 (tiga) indikator kinerja gizi yang dituangkan dalam Perjanjian Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020.
Sepanjang tahun anggaran 2020 Direktorat Gizi Masyarakat telah melaksanakan berbagai kegiatan mulai dari perencanaan sampai implementasi kegiatan dengan berbagai sumber anggaran sebagai upaya untuk mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan. Sebagai wujud pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintah yang baik dan akuntabel Direktorat Gizi Masyarakat menyusun laporan pertanggungjawan kinerja Tahun 2020 sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Kami berharap Laporan Akuntabilitas Kinerja yang disusun oleh Direktorat Gizi Masyarakat dapat bermanfaat sebagai bahan evaluasi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Direktorat Gizi Masyarakat, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta, 28 Januari 2021 Direktur Gizi Masyarakat
DR. Rr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 iii
Ikhtisar Eksekutif
Direktorat Gizi Masyarakat telah melaksanakan beberapa kegiatan yang bersifat teknis maupun dukungan manajemen dalam rangka mendukung tercapainya sasaran strategis meningkatnya kesehatan ibu, anak dan gizi masyarakat yang diukur melalui pencapaian beberapa indikator terkait gizi. Sebagai wujud pertanggungjawaban atas pelaksanaan kegiatan sepanjang tahun anggaran 2020, telah disusun laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dengan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
Tahun 2020 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana Pembangunan jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dan Rencana Strategis Kementerian Kesehaatan Tahun 2020-2024 sehingga pencapaian kinerja kegiatan tahun ini sangat penting sebagai titik tolak untuk keberhasilan pencapaian tahun kinerja di tahun berikutnya. Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat pada tahun 2020 diukur melalui pencapaian 7 (tujuh) indikator gizi yang tercantum dalam perjanjian kinerja tahun 2020 dan RPJMN dan Renstra 2020-2024 sebagai berikut:
Tabel Realisasi Capaian Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020
No Indikator Kinerja Target Realisasi %
Realisasi
1. Persentase bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif
40% 66,1% 165,25
2. Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi
51% 51,6 % 102,17
3. Persentase Puskesmas mampu melaksanakan tata laksana balita gizi buruk
10% 10,4% 104
4. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
16% 9,7% 164,94
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 iv
Pencapaian kinerja indikator persentase bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif melebihi target yang ditetapkan dengan realisasi 66,1% dibandingkan dengan target 40% di tahun 2020. Realisasi ini dihitung berdasarkan laporan rutin yang menunjukkan dari 3.194.661 bayi usia, 6 bulan yang direcall (ditanyakan apakah bayi masih diberikan ASI Eksklusif dalam 24 jam terakhir) terdapat 2.110.471 bayi usia kurang dari 6 bulan yang masih diberikan ASI Eksklusif. Capaian ini sudah memenuhi target tahun 2020 yaitu sebesar 40%.
Realisasi indikator kinerja persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi juga mencapai target yang ditetapkan yaitu 51,6% dibandingkan target tahun 2020 sebesar 51%. Dari laporan rutin tahun 2020 diketahui bahwa 265 kabupaten/kota dilaporkan telah melaksanakan surveilans gizi dibandingkan dengan jumlah seluruh kabupaten/kota (514 kab/kota).
Indikator kinerja persentase puskesmas mampu tata laksana balita gizi buruk menunjukkan telah mencapai target yang ditetapkan, yaitu mencapai 10,4% dibandingkan dengan target sebesar 10%. Capaian tersebut dihitung dari laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat yang menunjukkan dari 10.134 puskesmas terdapat 1.052 puskesmas yang mampu tata laksana balita gizi buruk.
Pencapaian indikator kinerja persentase ibu hamil kurang energi kronik (KEK) telah melampaui target yang ditetapkan, yaitu 9,7% dibandingkan dengan target tahun 2020 sebesar 16%. Diketahui bahwa data laporan rutin tahun 2020 yang terkumpul dari 34 provinsi menunjukkan dari 4.656.382 ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA), diketahui sekitar 451.350 ibu hamil memiliki Lila kurang dari 23,5 cm (mengalami risiko KEK).
Tabel Realisasi Capaian Indikator Kinerja Gizi Yang tercantum dalam RPJMN dan Renstra Tahun 2020-2024
No Indikator Kinerja Target Realisasi %
Realisasi
1. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
16% 9,7% 164,94
2. Persentase balita stunting 24,1% 11,6% 207,75
3. Persentase balita wasting 8,1% 5,3% 152,83
4. Jumlah balita yang mendapatkan suplementasi gizi mikro
90000
balita
89.840
balita 99,82
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 v
Sementara, capaian 2 dari 3 indikator kinerja terkait gizi yang tercantum dalam
RPJMN dan Resntra Tahun 2020-2024 juga mencapai target yang telah ditetapkan di tahun 2020, hanya 1 indikator yang tidak mencapai target yaitu indikator jumlah balita yang mendapatkan suplementasi gizi mikro.
Pencapaian indikator persentase balita stunting telah melampaui target yang ditetapkan yaitu 11,6% dibandingkan dengan target sebesar 24,1%. Laporan rutin dari 34 provinsi menunjukkan bahwa dari 11.499.041 balita yang diukur status gizinya berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) terdapat 1.325.298 balita dengan TB/U kurang dari -2 SD atau dapat dikatakan 11,6% balita mengalami stunting.
Pencapaian indikator balita wasting telah melampaui target yang telah ditetapkan yaitu 5,3% dari target tahun 2020 sebesar 8,1%. Dari data laporan rutin diketahui terdapat 612.592 balita yang mengalami wasting dari 11.453.789 balita yang diukur berat badan dan tinggi/panjang badannya.
Pencapaian indikator kinerja jumlah balita yang mendapatkan suplementasi gizi mikro tidak mencapai target yang telah ditetapkan. Laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat menunjukkan bahwa dari 90.000 target balita hanya 89.840 balita yang mendapat suplementasi gizi mikro berupa Taburia karena sebanyak 9.600 sachet taburia untuk 160 balita dijadikan buffer stock pusat untuk mengantisipasi adanya permintaan dari daerah atau hal lain yang diperlukan, seperti keperluan uji laboratorium dan sebagainya.
Beberapa upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi tantangan terutama terkait dengan situasi pandemi yang berpotensi menghambat pencapaian target indikator diantaranya adalah: 1. Menyusun pedoman, modul dan media KIE modifikasi pelayanan gizi di masa
pandemi 2. Digitalisasi kegiatan: Diseminasi, Sosialisasi, edukasi melalui media daring
(medsos, seminar/workshop dan pertemuan daring) 3. Penguatan e monev dan sistem Pencatatan pelaporan secara elektronik 4. Penguatan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk meningkatkan
capaian indikator kinerja gizi
Demikian secara ringkas gambaran isi dari Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Gizi Tahun 2020, diharapkan laporan ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi perbaikan kebijakan perbaikan gizi dan juga untuk perencanaan dan pelaksanaan kegiatan perbaikan gizi masyarakat yang lebih baik di masa yang akan datang.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 vi
Daftar Isi Halaman Judul i
Pengantar ii
Ikhtisar Eksekutif iii
Daftar Isi vi
Daftar Gambar vii
I Pendahuluan 1
1. Latar Belakang 1
2. Maksud dan Tujuan 3
3. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi 3
4. Isu Strategis 5
5. Sistematika Laporan Kinerja 9
II Perencanaan Kinerja 11
1. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun
2020-2024
12
2. Rencana Aksi, Rencana Kerja dan Anggaran 13
3. Perjanjian Kinerja Tahun 2020 17
III Akuntabilitas Kinerja 19
1. Capaian Kinerja 19
2.
3.
Realisasi Anggaran
Analisis Efisiensi
59
63
IV Penutup 65
Lampiran
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 vii
Daftar Gambar Gambar 1 Struktur Organisasi Direktorat Gizi Masyarakat 4 Gambar 2 Bagan Global Nutrition Targets 2025 dan Global
NonCommunicable Disease Targets for 2025 7 Gambar 3 Bagan 17 Tujuan Sustainable Development Goal’s 8 Gambar 4 Tabel Indikator dan Definisi Operasional dalam RPJMN dan
Renstra Kemenkes 2020-2024 14 Gambar 5 Tabel Target Indikator Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat
Tahun 2020-2024 16 Gambar 6 Dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2020 Direktorat Gizi
Masyarakat 17 Gambar 7 Tabel Realisasi Capaian Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020 20 Gambar 8 Grafik Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang
mendapatkan ASI Eksklusif berdasarkan Provinsi Tahun 2020 22 Gambar 9 Contoh Media KIE tentang pentingnya menyusui di masa
pandemic Covid-19 25 Gambar 10 Grafik Persentase Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans
Gizi berdasarkan Provinsi Tahun 2020 29 Gambar 11 Grafik Persentase Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans
Gizi berdasarkan Provinsi Tahun 2020 34 Gambar 12 Grafik Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik
berdasarkan Propinisi Tahun 2020 39 Gambar 13 Tabel Realisasi Capaian Indikator Kinerja Gizi
yang tercantum dalam RPJMN dan Renstra Tahun 2020-2024 44 Gambar 14 Bagan Penyebab Masalah Gizi 45 Gambar 15 Grafik Capaian dan Target Prevalensi Stunting 46 Gambar 16 Grafik Persentase Balita Stunting Berdasarkan Provinsi Tahun
2020 48 Gambar 17 Grafik Persentase Balita Wasting Berdasarkan Provinsi Tahun
2020 53 Gambar 18 Tabel Sasaran Distribusi Taburia 57 Gambar 19 Grafik Jumlah Balita yang Mendapat Taburia 57 Gambar 20 Tabel Rincian Anggaran Rencana Kerja Direktorat Gizi
Masyarakat Tahun 2020 61 Gambar 21 Tabel Realisasi Anggaran Berdasarkan Indikator Kinerja
Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020 62 Gambar 22 Tabel Efisiensi Anggaran Berdasarkan Indikator Kinerja
Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020 64
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
1
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024 adalah mewujudkan
masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan
pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan terbangunnya struktur
perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah
yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing.
Pembangunan Indonesia tahun 2020-2024 ditujukan untuk membentuk sumber
daya manusia yang berkualitas, berdaya saing, sehat, cerdas, adaptif, inovatif,
terampil dan berkarakter. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024 telah mengarusutamakan Sustainable Development
Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dimana Target-target
dari 17 SDGs beserta indikatornya telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan
dalam 7 agenda pembangunan Indonesia ke depan.
Pada agenda ke 3 Pembangunan Nasional; meningkatkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan berdaya saing; sektor kesehatan harus fokus
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan
semesta dengan penekanan pada penguatan pelayanan kesehatan dasar
(Primary Health Care) dengan mendorong peningkatan upaya promotif dan
preventif didukung oleh inovasi dan pemanfaatan teknologi. Strategi yang
digunakan untuk mencapai hal tersebut adalah peningkatan kesehatan ibu,
anak, dan KB dan kesehatan reproduksi, percepatan perbaikan gizi,
peningkatan pengendalian penyakit, pembudayaan perilaku hidup sehat
melalui gerakan masyarakat hidup sehat, serta penguatan sistem kesehatan
dan pengawasan obat dan makanan.
Secara bersamaan, Kementerian Kesehatan menyusun Rencana Strategis
(Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2020-2024, dimana Direktorat
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
2
Jenderal Kesehatan Masyarakat mengusulkan 4 (empat) Indikator Kinerja
Program (IKP) dan 20 (dua puluh) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK).
Upaya perbaikan gizi masyarakat bertujuan meningkatkan mutu gizi perseorangan
dan masyarakat. Peningkatan mutu gizi yang dimaksud dilakukan melalui perbaikan
pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi, dan dan mutu pelayanan gizi
dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi untuk peningkatan akses
(Undang-undang Kesehatan Nomor 36 tahun 2009 Bab VIII pasal 141). Dalam rangka
menindaklanjuti amanah tersebut, maka Kementerian Kesehatan mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi.
Keberhasilan kinerja Direktorat Gizi Masyarakat dapat diukur melalui hasil capaian
dari indikator kegiatan yang sudah ditetapkan. Dalam pelaksanaan tugas untuk
mencapai target indikatornya, Direktorat Gizi Masyarakat dituntut untuk
menyelenggarakannya sesuai prinsip-prinsip good governance. Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, menyatakan salah satu azas penyelenggaraan good
governance adalah azas akuntabilitas. Azas ini bermakna bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu wujud
akuntabilitas tersebut adalah melalui penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja.
Laporan Akuntabilitas Kinerja juga merupakan pelaksanaan amanat peraturan
perundang-undangan terkait, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah, serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negera dan
Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja,
Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Pemerintah. Laporan
Akuntabilitas Kinerja ini juga merupakan bentuk pertanggungjawaban dan media
komunikasi Direktorat Gizi Masyarakat atas pelaksanaan tugas dan fungsinya selama
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
3
tahun 2020 sekaligus menjadi alat atau bahan evaluasi guna peningkatan kinerja
Direktorat Gizi Masyarakat di masa depan.
2. Maksud dan Tujuan
Laporan Kinerja (LKj) Direktorat Gizi Masyarakat merupakan bentuk
pertanggungjawaban tertulis atas pelaksanaan tugas dan fungsi serta pengelolaan
sumber daya dalam pelaksanaan program kegiatan yang sudah diamanahkan dan
disepakati yang membuat tingkat keberhasilan, hambatan dan berbagai terobosan
yang dilakukan oleh Direktorat Gizi Masyarakat dalam mewujudkan sasaran, tujuan
visi dan misi organisasi sesuai dengan peraturat perundang-undangan yang berlaku
periode Januari-Desember 2020.
3. Tugas, Fungsi dan Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015, tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat
Bina Gizi berubah nama menjadi Direktorat Gizi Masyarakat, yang merupakan bagian
dari Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat.
Tugas Direktorat Gizi Masyarakat adalah menyiapkan perumusan dan
melaksanakan kebijakan, dan menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria, dan
pemberian bimbingan teknis dan supervisi, serta pemantauan, evaluasi, dan pelaporan
di bidang gizi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Gizi Masyarakat
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
1) penyiapan perumusan kebijakan di bidang peningkatan mutu dan kecukupan gizi,
kewaspadaan gizi, penanggulangan masalah gizi dan pengelolaan konsumsi gizi;
2) penyiapan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan mutu dan kecukupan gizi,
kewaspadaan gizi, penanggulangan masalah gizi dan pengelolaan konsumsi gizi;
3) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang
peningkatan mutu dan kecukupan gizi, kewaspadaan gizi, penanggulangan
masalah gizi dan pengelolaan konsumsi gizi;
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
4
4) penyiapan pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang peningkatan mutu
dan kecukupan gizi, kewaspadaan gizi, penanggulangan masalah gizi dan
pengelolaan konsumsi gizi;
5) pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang peningkatan mutu dan kecukupan
gizi, kewaspadaan gizi, penanggulangan masalah gizi dan pengelolaan konsumsi
gizi; dan
6) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga direktorat.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, Direktur Gizi Masyarakat dibantu
oleh 4 pejabat eselon III (Kepala Sub Direktorat), 9 pejabat eselon IV (Kepala Seksi),
dan kelompok jabatan fungsional, seperti yang tergambar pada bagan struktur
organisasi Direktorat Gizi Masyarakat di bawah ini:
Gambar 1
STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT
Struktur organisasi Direktorat Gizi Masyarakat di atas didukung oleh sumber daya
sebanyak 55 orang pegawai negeri sipil (PNS) dan 11 orang Pegawai Pemerintah Non
Pegawai Negeri (PPNPN) yang memiliki kompetensi di berbagai bidang selain gizi dan
kesehatan antara lain ekonomi, statistik, manajemen, keuangan dan komputer.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
5
4. Isu Strategis
Double-Burden of Malnutrition (Beban Ganda Gizi)
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2018 dan Survey Status Gizi
Balita Indonesia (SSGBI) Tahun 2019 menunjukkan adanya perbaikan beberapa
indikator gizi, seperti penurunan prevalensi underweight, wasting, stunting dan
overweight pada balita. Namun jika capaian indikator status gizi balita tersebut
dibandingkan dengan ambang batas masalah kesehatan masyarakat menurut WHO
maka Indonesia masih termasuk negara dengan kategori masalah gizi yang cukup
tinggi.
Indikator prevalensi ibu hamil kurang energi kronik (KEK) juga mengalami
penurunan yang cukup signifikan, yaitu 24,2% tahun 2013 menjadi 17,3% tahun 2018.
Kondisi sebaliknya ditunjukkan prevalensi anemia pada ibu hamil yang mengalami
peningkatan cukup tinggi dari 37,1% (Riskesdas 2013) menjadi 48,9% (Riskesdas
2018). Kekurangan zat gizi besi menjadi penyebab utama anemia di Indonesia.
Anemia gizi besi berdampak negatif pada pertumbuhan dan perkembangan balita,
menurunnya produktifitas pada orang dewasa dan menurunnya fungsi kognitif pada
wanita. (WHO, 2019). Anemia pada ibu hamil akan meningkatkan risiko kematian ibu
akibat perdarahan dan melahirkan bayi lahir dengan berat lahir rendah.
Disisi lain, Riskesdas 2018 menunjukkan terjadinya prevalensi overweight dan
penyakit tidak menular yang terkait gizi di Indonesia, seperti obesitas, diabetes, dan
hipertensi pada kelompok dewasa. Obesitas sentral pada kelompok umur > 18 tahun
mengalami peningkatan dari 26,6% pada tahun 2013 menjadi 31% pada 2018. Begitu
pula dengan prevalensi diabetes dan hipertensi yang mengalami peningkatan dari
6,9% dan 25,8 pada tahun 2013 menjadi 10,9% dan 34,1% pada tahun 2018.
Tingginya masalah kurang gizi, defisiensi gizi mikro dan masalah gizi lebih pada
saat yang sama menempatkan Indonesia menjadi negara yang mengalami masalah
beban ganda gizi (double burden of malnutrition). Masalah beban ganda gizi dapat
terjadi di suatu wilayah, keluarga bahkan di tingkat individu. Beban ganda gizi yang
terjadi pada kelompok anak-anak maupun dewasa akan menimbulkan tantangan yang
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
6
cukup berat terhadap laju pembangunan suatu negara karena akan berdampak pada
meningkatnya pembiayaan kesehatan, menurunkan produktifitas dan laju
pertumbuhan ekonomi, serta berpotensi terhadap penurunan kualitas sumber daya
manusia.
Hasil studi global burden of diseases tahun 2013 menyatakan bahwa pola makan
merupakan faktor risiko yang paling dominan terhadap terjadinya masalah penyakit
tidak menular yang berdampak pada menurunnya kualitas hidup seseorang yang
diukur melalui DALYs Loss (Disability Adjusted Life Years Loss). Semakin tinggi angka
DALYs maka semakin buruk status kesehatannya.
Global Nutrition Target
Mengingat diperlukannya aksi global untuk mengatasi masalah double burden of
malnutrition di seluruh dunia, sidang WHA (World Health Assembly) tahun 2012
mengadosi Resolusi 65.6 tentang Comprehensive Implementation Plan on Maternal,
Infant and Young Child Nutrition yang memuat 6 target gizi (Global Nutrition Target)
sebagai acuan bagi komunitas global untuk memprioritaskan perbaikan gizi pada
wanita, bayi dan anak.
Target yang ditetapkan tersebut terdiri dari: 1) menurunkan prevalensi stunting
balita sampai 40%; 2) menurunkan prevalensi berat bayi lahir rendah (BBLR) sebesar
30%; 3) menurunkan prevalensi wasting menjadi kurang dari 15%; 4) menurunkan
prevalensi anemia pada wanita usia subur sebanyak 50%; 5) tidak ada kenaikan
prevalensi overweight pada balita; 6) meningkatkan cakupan ASI Eksklusif pada bayi
usia 0-6 bulan menjadi 50%.
Selain itu, untuk meningkatkan upaya dalam target pencapaian dan meningkatkan
sinergitas lintas program, WHO Global Action Plan for the Prevention and Control of
Non Communicable Diseases 2013 -2020 menambahkan 3 target penyakit tidak
menular terkait gizi, yaitu: 1) Menurunkan rata-rata konsumsi garam/sodium pada
masyarakat sebanyak 30%; 2) Menurunkan prevalensi hipertensi sampai 25%; 3)
mencegah kenaikan prevalensi diabetes dan obesitas.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
7
Gambar 2 Bagan Global Nutrition Targets 2025 dan Global NonCommunicable
Disease Targets for 2025
Sustainable Development Goals (SDGs)
Mengakhiri kelaparan atau perbaikan gizi merupakan salah satu unfinished
agenda di akhir agenda pembangunan global Milenium Development Goals (MDGs).
Oleh karena itu pada agenda pembangunan global tahun 2015-2030 perbaikan gizi
menjadi salah satu tujuan dari 17 tujuan global, yaitu tujuan 2 (2nd goal) yang bertujuan
untuk mengkahiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi
masyarakat serta mengatasi segala bentuk masalah gizi.
Pencapaian goal 2 setidaknya akan berkontribusi terhadap pencapaian agenda
pembangunan berkelanjutan (SDGs) karena terkait erat dengan 12 goals lainnya,
seperti goal 3 yang bertujuan untuk memastikan tercapainya kesehatan dan
kesejahteraan pada semua kelompok usia.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
8
Gambar 3 Bagan 17 Tujuan Sustainable Development Goal’s
Komitmen Indonesia untuk berkontribusi terhadap agenda pembangunan global
tersebut tertuang dalam RPJMN tahun 2020-2024, diantaranya dengan menetapkan
perbaikan gizi masyarakat sebagai salah satu major project.
Program Nasional Konvergensi Percepatan Penurunan Stunting
Penanggulangan stunting menjadi salah satu prioritas dala pembangunan
kesehatan yang tercantum dalam dokumen RPJMN 2020-2024. Mulai tahun 2017,
pemerintah di bawah koordinasi Wakil Presiden meluncurkan Program Nasional
konvergensi Percepatan Penurunan Stunting. Program ini menjadi prioritas nasional
yang mengharuskan seluruh Kementerian dan Lembaga terkait serta pemerintah
daerah di berbagai tingkatan untuk fokus mengimplementasikan intervensi gizi spesifik
dan sensitif di wilayah yang sudah ditetapkan menjadi lokus prioritas. Di tahun 2020,
telah ditetapkan sebanyak 260 kabupaten/kota prioritas stunting, dimana setiap
kabupaten tersebut harus menetapkan masing-masing 10 desa prioritas.
Merujuk pada faktor penyebab terjadinya stunting yang multifactor maka upaya
penurunan stunting tidak semata tugas sektor kesehatan tetapi harus melibatkan aksi
multisektoral. Intervensi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan, dengan sasaran
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
9
kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang terdiri dari ibu hamil, bayi, ibu
menyusui dan anak di bawah usia dua tahun, sementara intervensi sensitif dilakukan
oleh seluruh pemangku kepentingan dengan sasaran masyarakat umum. Terdapat
lima pilar penanganan stunting yang tercantum dalam Strategi Nasional Penurunan
Stunting, yakni komitmen politik, kampanye dan edukasi, konvergensi program, akses
pangan bergizi, dan monitoring progam.
5. Sistematika Laporan Kinerja
Sistematika penulisan laporan akuntabilitas kinerja Direktorat Gizi Masyarakat ini
adalah sebagai berikut:
Kata Pengantar
Ringkasan Eksekutif
Daftar Isi, yang meliputi:
Bab I Pendahuluan
Menyajikan tentang penjelasan umum Direktorat Gizi Masyarakat, dengan
menekankan kepada aspek strategis Direktorat Gizi Masyarakat serta permasalahan
utama yang sedang dihadapi Direktorat Gizi Masyarakat dan sistematika penulisan
laporan.
Bab II Perencanaan Kinerja
Menguraikan ringkasan singkat atau ikhtisar perjanjian kinerja Direktorat Gizi
Masyarakat tahun 2019.
Bab III Akuntabilitas Kinerja
Diuraikan hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis capaian kinerja, termasuk di
dalamnya menguraikan secara sistematis keberhasilan dan kegagalan,
hambatan/kendala dan permasalahan yang dihadapi serta langkah-langkah antisipatif
yang akan diambil, serta akuntabilitas keuangan yang memuat pagu dan realisasi
anggaran kegiatan yang dilaksanakan, dikaitkan dengan tingkat capaian setiap
sasaran strategis dan indikator kinerja yang telah ditetapkan.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
10
Bab IV Penutup
Mengemukakan simpulan umum atas capaian kinerja serta langkah di masa
mendatang yang akan dilakukan untuk meningkatkan kinerja Direktorat Gizi
Masyarakat.
Lampiran
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 11
BAB II PERENCANAAN KINERJA
1. Visi dan Misi
Visi Kementerian Kesehatan merupakan visi Presiden Republik Indonesia yaitu
“Mendorong Indonesia lebih produktif, berdaya saing dan fleksibilitas dalam
menghadapi tantangan global yang dinamis dan penuh risiko”. Visi tersebut
diwujudkan melalui 5 (lima) Misi yaitu:
1. Mempercepat dan melanjutkan pembangunan infrastruktur
2. Pembangunan sumber daya manusia (SDM) diantaranya dengan menjamin
kesehatan ibu hamil dan anak usia sekolah
3. Undang investasi seluas-luasnya untuk membuka lapangan pekerjaan
4. Reformasi birokrasi
5. APBN yang fokus dan tepat sasaran
Visi tersebut kemudian yang mendasari penyusunan RPJMN 2020-2024 yang
memuat proyek prioritas startegis (major project) yang harus dilaksanakan dalam
kurun lima tahun ke depan. Percepatan penurunan angka kematian ibu dan stunting
menjadi salah satu major project yang harus dilaksanakan dan dicapai dalam kurun
waktu lima tahun ke depan. Targetnya adalah menurunnya prevalensi stunting balita
hingga 14% di tahun 2024.
Agar target penurunan stunting tercapai dan pemasalahan gizi ganda dapat
terdapat tercapai, maka ditetapkan arah dan kebijakan percepatan perbaikan gizi
masyarakat yang mencakup:
1) Percepatan penurunan stunting dengan peningkatan efektivitas intervensi
spesifik, perluasan dan penajaman intervensi sensitif secara terintegrasi
2) Peningkatan jaminan asupan gizi makto dan mikro terutama pada ibu hamil
dan anak dengan usia di bawah dua tahun termasuk peningkatan intervensi
yang bersifat life saving dengan didukung bukti yang kuat (evidence-based
policy) termasuk fortifikasi pangan
3) Pengautan advokasi, komunikasi sosial dan perubahan perilaku hidup sehat
terutama mendorong pemenuhan gizi seimbang berbasis konsumsi pangan
(food-based aaporach)
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 12
4) Penguatan sistem surveilans gizi
5) Peningkatan pengetahuan ibu dan keluarga khususnya pengasuhan, tumbuh
kembang dan gizi
6) Peningkatan komitmen dan pendampingan bagi daerah dalam intervensi
perbaikan gizi dengan strategi sesuai kondisi setempat
7) Respon cepat perbaikan gizi dalam kondisi darurat
2. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024
Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pokok pembangunan
kesehatan yang tecantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian Kesehatan menyusun
Rencana Strategis Kementerian Keseahtan Tahun 2020-2024 yang diterbitkan melalui
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2020. Renstra Kemenkes mencakup
8 (delapan) sasaran strategis, yaitu:
1. Meningkatnya kesehatan ibu, anak dan gizi masyarakat
2. Meningkatnya ketersediaan dan mutu fasyankes dasar dan rujukan
3. Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit serta pngelolaan
kedaruratan kesehatan masyarakat
4. Meningkatnya akses, kemandirian dan mutu kefarmasian dan alat kesehatan
5. Meningkatnya pemenuhan SDM kesehatan dan kompetensi sesuai standar
6. Terjaminnya pembiayaan kesehatan
7. Meningkatnya sinergisme pusat dan daerah serta meningkatnya tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih
8. Meningkatnya efektivitas pengelolaan penelitian dan pengembangan
kesehatan dan sistem informasi kesehatan untuk pengambilan keputusan
Sasaran strategis yang terkait langsung dengan Direktorat Gizi Masyarakat adalah
sasaran strategis 1, yaitu meningkatnya kesehatan ibu, anak dan gizi masyarakat.
Renstra Kemenkes 2020-2024 mencantumkan pencapaian sasaran strategis
meningkatnya gizi masyarakat dilaksanakan melalui strategi:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 13
1) Peningkatan cakupan ASI Eksklusif
2) Peningkatan gizi remaja dan ibu hamil
3) Peningkatan efektifitas intervensi spesifik, perluasan dan penajaman intervensi
sensitif secara terintegrasi sampai tingkat desa
4) Peningkatan cakupan dan mutu intervensi spesifik mulai dari remaja, ibu hamil,
bayi dan anak balita
5) Penguatan kampanye nasional dan strategi komunikasi untuk perubahan
perilaku sampai pada keluarga
6) Penguatan puskesmas dalam penanganan balita gizi buruk dan wasting
7) Penguatan sistem surveilans gizi
8) Pendampingan ibu hamil untuk menjadi asupan gizi yang berkualitas
9) Pendampingan baduta untuk mendapatkan ASI eksklusif, makanan
pendamping ASI dan stimulasi perkembangan yang adekuat
10) Promosi pembudayaan hidup sehat, melalui edukasi dan literasi kesehatan
11) Revitalisasi posyandu, posbindu, UKS dan UKBM lainnya untuk edukasi
kesehatan, skrining dan deteksi dini kasus.
12) Mendorong pelabelan pangan, kampanye makan ikan, makan buah dan sayur,
serta kampanye diet seimbang (isi piringku)
3. Rencana Aksi, Rencana Kerja dan Anggaran
Tujuan pembinaan gizi masyarakat adalah untuk meningkatkan cakupan, kualitas
dan kesadaran gizi keluarga dalam upaya meningkatkan status gizi masyarakat
dengan prioritas pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK), remaja puteri serta
usia produktif. Pendekatan siklus kehidupan (life circle approach) dalam implementasi
perbaikan gizi masyarakat diharapkan dapat memiliki daya ungkit yang signifikan
terhadap pencapaian kinerja kegiatan.
Dalam rangka mencapai tujuan pembinaan gizi dan mensinergikan arah dan
kebijakan gizi yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024 maka Direktorat Gizi
Masyarakat melakukan penajaman dengan menetapkan sasaran strategis
Direktorat Gizi Masyarakat sebagai berikut:
1) Meningkatkan status gizi kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan (ibu
hamil, bayi, ibu menyusui, dan baduta) dan remaja
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 14
2) Mengatasi permasalahan kekurangan zat gizi mikro
3) Meningkatkan akses terhadap pelayanan manajemen terpadu tata laksana
gizi buruk
4) Meningkatkan kapasitas fasyankes dan tenaga kesehatan untuk pelayanan
gizi yang berkualitas
5) Meningkatkan kesadaran gizi masyakarat melalui pendidikan gizi,
kampanye dan komunikasi perubahan perilaku
6) Meningkatkan respon cepat penanganan gizi pada situasi bencana
7) Meningkatkan sistem monitoring, evaluasi dan surveilans
8) Menguatkan penyusunan regulasi dan kebijakan gizi dengan dukungan
bukti-bukti ilmiah terkini (evidence-based decision making)
9) Meningkatkan advokasi, koordinasi dan kerja sama dengan lintas program
dan sektor terkait
Agar arah kebijakan dan sasaran strategis yang telah ditetapkan dapat terukur
maka ditetapkan indikator kinerja. Direktorat gizi masyarakat sebagai unit teknis yang
bertanggungjawab terhadap bidang gizi mengampu 7 (tujuh) indikator kinerja yang
tercantum dalam RPJMN 2024 dan Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2020-
2024.
Di dalam tabel di bawah ini menjelaskan indikator kinerja beserta definisi
operasional untuk masing-masing indikator seperti yang tercantum dalam surat
Keputusan Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Nomor: HK.02.02/I/836/2020
tentang Pedoman Indikator Program Kesehatan Masyarakat dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan Rencana Strategi Kementerian
Kesehatan Tahun 2020-2024.
Gambar 4 Tabel Indikator dan Definisi Operasional dalam RPJMN dan Renstra
Kemenkes 2020-2024
No Indikator Definisi Operasional
1
Persentase bayi kurang
dari 6 bulan mendapat ASI
eksklusif
Bayi usia 0 bulan 5 bulan 29 hari yang diberi
ASI saja tanpa makanan atau cairan lain
kecuali obat, vitamin dan mineral berdasarkan
recall 24 jam
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 15
2
Persentase
kabupaten/kota yang
melaksanakan
surveilans gizi
Kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans
gizi adalah kabupaten/kota yang minimal 70%
dari jumlah Puskesmas melakukan kegiatan
pengumpulan data, pengolahan dan analisis
data, serta diseminasi informasi
3
Persentase puskesmas
mampu tatalaksana gizi
buruk pada balita
Puskesmas mampu melakukan tatalaksana gizi
buruk pada balita adalah Puskesmas dengan
kriteria:
1) Mempunyai tim asuhan gizi terlatih, terdiri dari
dokter, bidan/perawat, dan tenaga gizi
2) Memiliki Standar Prosedur Operasional
tatalaksana gizi buruk pada balita
Standar prosedur: SPO tatalaksana gizi buruk,
Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana Balita
Gizi Buruk
Standar sarana/fasilitas: alat antropometri,
aplikasi ePPGBM
Standar tenaga: tim asuhan gizi terlatih
4
Persentase ibu hamil
Kurang Energi Kronik
(KEK)
Ibu hamil dengan risiko Kurang Energi Kronis
(KEK) yang ditandai dengan ukuran Lingkar
Lengan Atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm
5 Persentase Balita Stunting
Anak umur 0 sampai 59 bulan dengan kategori
status gizi berdasarkan indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan
menurut Umur (TB/U) memiliki Z-score kurang
dari -2 SD
6 Persentase Balita Wasting
Anak umur 0 sampai 59 bulan dengan kategori
status gizi berdasarkan indeks Berat Badan
menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat
Badan menurut Tinggi Badan menurut Umur
(BB/TB) memiliki Z-score kurang dari -2 SD
7
Jumlah balita
mendapatkan
suplementasi gizi mikro
Balita usia 6-59 bulan dengan kategori berat
badan kurang (BB/U < -2 SD) yang mendapat
suplementasi Taburia
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 16
Indikator kinerja Direktorat Gizi Masyarakat juga telah dilengkapi dengan target yang
harus dicapai per tahun seperti yang tercantum pada tabel di bawah ini:
Gambar 5 Tabel Target Indikator Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020-2024
No Indikator Kinerja Target
2020 2021 2022 2023 2024
1 Persentase bayi usia
kurang dari 6 bulan
mendapat ASI eksklusif 40 45 50 55 60
2
Persentase
kabupaten/kota yang
melaksanakan
surveilans gizi
51 70 90 100 100
3 Persentase puskesmas
mampu tatalaksana gizi
buruk pada balita
10 20 30 45 60
4 Persentase ibu hamil
Kurang Energi Kronik
(KEK)
16 14,5 13 11,5 10
5 Persentase Balita
Stunting 24,1 21,1 18,4 16 14
6 Persentase Balita
Wasting 8,1 7,8 7,5 7,3 7
7 Jumlah balita
mendapatkan
suplementasi gizi mikro
90.000 140.000 190.000 240.000 290.000
Implementasi strategi dan pencapaian target indikator kinerja yang telah
ditetapkan akan dilaksanakan melalui 4 (empat) strategi operasional sebagai
berikut:
1. Peningkatan kapasitas SDM
2. Peningkatan kualitas layanan
3. Penguatan edukasi
4. Penguatan Manajemen Intervensi Gizi di Puskesmas dan Posyandu
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
17
4. Perjanjian Kinerja Tahun 2020
Direktorat Gizi Masyarakat berkomitmen untuk mewujudkan manajemen
pemerintah yang efektif, transparan dan akuntabel serta berorientasi hasil. Oleh
karena itu, dalam rangka mewujudkan target akhir kinerja Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan, maka ditetapkanlah target kinerja tahun 2020 ke dalam
dokumen Perjanjian Kinerja.
Perjanjian Kinerja Tahun 2020 Direktorat Gizi Masyarakat memuat 4 indikator
kinerja yang menjadi bagian dari indikator Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun
2020. Sasaran kegiatan, indikator kinerja dan target yang dimuat dalam Perjanjian
Kinerja Tahun 2020 Direktorat Gizi Masyarakat dapat dilihat pada dokumen berikut ini:
Gambar 6
Dokumen Perjanjian Kinerja Tahun 2020 Direktorat Gizi Masyarakat
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
18
Perjanjian Kinerja tahun 2020 Direktorat Gizi Masyarakat juga mencantumkan pagu
alokasi anggaran untuk kegiatan pembinaan gizi masyarakat sebesar Rp.
574.183.643.000,-. (lima ratus tujuh puluh empat milyar seratus delapan puluh tiga juta
enam ratus empat puluh tiga ribu rupiah).
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 19
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA
Tahun 2020 merupakan tahun pertama dalam pelaksanaan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 dan Rencana
Strategis Kementerian Kesehatan 2020-2024, sehingga pencapaian tahun ini akan
menjadi titik tolak untuk pencapaian di tahun-tahun berikutnya.
Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan antara realisasi dengan
target dari masing-masing indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian
kinerja. Hasil pengukuran kinerja memberikan gambaran pencapaian masing-masing
indikator untuk ditindaklanjuti dan dijadikan acuan dalam perencanaan kegiatan di
masa yang akan datang untuk mencapai target yang telah ditetapkan.
Capaian kinerja Direktorat Gizi Masyarakat pada tahun 2020 akan diuraikan
menurut indikator kinerja kegiatan yang tercantum dalam perjanjian kinerja (4
indikator), dilengkapi dengan indikator kinerja gizi yang tercantum dalam dokumen
RPJMN Tahun 2020-2024 (3 indikator).
A. Capaian Kinerja
Perjanjian Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020 memuat 4 (empat)
indikator yang harus dicapai, yaitu:
1. Persentase bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif
2. Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi
3. Persentase Puskesmas mampu melaksanakan tata laksana balita gizi buruk
4. Persentase ibu hamil kurang energi kronik (KEK)
Realisasi capaian indikator kinerja (IKK) Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020
berdasarkan laporan rutin dapat dilihat pada tabel berikut:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 20
Gambar 7 Tabel Realisasi Capaian Indikator Kinerja Kegiatan (IKK)
Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020
No Indikator Kinerja Target Realisasi %
Realisasi
1 Persentase bayi kurang
dari 6 bulan mendapat
ASI eksklusif
40% 66,1% 165,25
2
Persentase
kabupaten/kota
melaksanakan surveilans
gizi
51% 51,6 % 102,17
3
Persentase Puskesmas
mampu melaksanakan
tata laksana balita gizi
buruk
10% 10,4% 104
4 Persentase ibu hamil
kurang energi kronik
(KEK)
16% 9,7% 164,94
Dari tabel di atas terlihat bahwa 4 (empat) Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat
Gizi Masyarakat Tahun 2020 melampaui target yang ditetapkan.
Penjelasan capaian kinerja masing-masing indikator diuraikan sebagai berikut:
1. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif
Memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan
seorang anak merupakan bagian dari pelaksanaan standar emas pemberian
makanan bayi dan anak (PMBA) yang direkomendasikanoleh WHO dan UNICEF.
ASI mengandung zat gizi lengkap yang dibutuhkan oleh seorang bayi dan juga
mudah dicerna oleh perut bayi yang kecil dan sensitif. Hanya memberikan ASI saja
sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan zat gizi bayi di bawah usia enam
bulan. Lancet 2013 juga menyatakan bahwa pemberian ASI Eksklusif pada bayi
usia kurang dari 6 bulan dapat menurunkan risiko bayi untuk mengalami stunting.
Indikator bayi usia kurang 6 bulan mendapat ASI Eksklusif merupakan salah satu
indikator yang selalu digunakan untuk mengukur kinerja kegiatan gizi masyarakat.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 21
Indikator ini tercantum pada Renstra Kementerian Kesehatan periode 2020-2024
juga menjadi salah satu indkator kinerja kegiatan pada Renstra periode
sebelumnya (2015-2019) indikator ini sudah menjadi Indikator Kinerja Kegiatan
(IKK) Direktorat Gizi Masyarakat.
Definisi Operasional
Definisi operasional bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah bayi
usia 0 bulan 5 bulan 29 hari yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain
kecuali obat, vitamin dan mineral berdasarkan recall 24 jam.
Cara Perhitungan
Perhitungan persentase bayi usia kurang 6 bulan mendapatkan ASI Eksklusif
menggunakan formulasi sebaga berikut:
Analisa target dan capaian serta Penyajian Data
Berdasarkan laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat tahun 2020, capaian
indikator bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif sebesar 59,1%, dari
2.110.471 bayi usia kurang dari 6 bulan yang masih mendapat ASI Eksklusif
dibandingkan 3.194.661 jumlah bayi usi kurang dari 6 bulan yang direcall 24 jam
terakhir (ditanyakanapakah masih diberikan ASI Eksklusif dalam 24 jam terakhir).
Capaian ini sudah memenuhi target tahun 2020, yaitu sebesar 40%. Berdasarkan
distribusi provinsi, capaian terendah pada Provinsi Gorontalo (34%) dan tertinggi
NTB (87,2%). Sementara itu provinsi yang telah mencapai target sebanyak 32
provinsi dan yang belum mencapai target hanya 2 provinsi, seperti yang tergambar
pada grafik di bawah ini:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 22
Gambar 8 Grafik Persentase Bayi Usia Kurang dari 6 Bulan yang mendapatkan
ASI Eksklusif berdasarkan Provinsi Tahun 2020
Faktor keberhasilan
a. Upaya yang telah dilakukan dalam mendukung ibu menyusui agar bayi usia
kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif telah dilakukan sejak lama.
Kebijakan tentang pemberian ASI Eksklusif tertuang dalam UU Nomor 36
Tahun 2019 tentang Kesehatan pasal 128 ayat 1, Peraturan Pemerintah Nomor
33 Tahun 2012 tentang Pemberian ASI Eksklusif, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus
Menyusui dan/atau Memerah Air Susu Ibu, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 39 Tahun 2013 tentang Susu Formula Bayi dan Produk Bayi lainya, dan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 41 Tahun 2014 tentang Pedoman Gizi
Seimbang. Selain itu di beberapa provinsi juga telah mempunyai kebijakan
terkait ASI Eksklusif melalui Peraturan Daerah, Peraturan Bupati, dan lainnya
yang sejenis.
b. Sosialisasi terkait menyusui setiap tahun dilakukan melalui Pekan Menyusui
Dunia kepada seluruh lintas program dan lintas sektor, akademisi, lembaga
swadaya masyarakat, penggiat ASI dan masyarakat umum. Selain itu,
peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam konseling pemberian makan
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 23
bayi dan anak (PMBA) telah dilakukan sejak tahun 2018. Sampai dengan tahun
2019 telah dilatih konselor PMBA (end user) melalui dana dekonsentrasi
sebanyak 1.563 orang yang terdiri dari nutrisionis dan bidan serta fasilitator
sebanyak 139 orang. Sedangkan di tingkat pusat telah dilatih fasilitator
sebanyak 84 orang, dimana peserta berasal dari Direktorat Gizi Masyarakat,
Direktorat Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi, Widyaiswara,
Poltekkes dan Badan Litbang Kemenkes. Konselor tersebut diharapkan dapat
memberikan konseling terkait PMBA yang salah satunya adalah praktik
pemberian ASI yang dilakukan pada saat kunjungan pemeriksaan kehamilan,
kelas ibu hamil, penyuluhan di tempat kerja maupun saat kunjungan rumah.
c. Dukungan juga diperoleh dari lintas program dan lintas sektor dalam
percepatan peningkatan cakupan ASI Eksklusif. Saat ini sudah banyak ditemui
tempat-tempat khusus menyusui/memerah ASI di tempat-tempat umum seperti
bandara, pelabuhan, rumah sakit, pusat perbelanjaan, perkantoran pemerintah
dan swasta serta pabrik. Selain itu promosi susu pengganti ASI untuk bayi di
bawah usia 1 tahun sudah tidak ditemui lagi di media elektronik (TV dan radio).
Hal ini menunjukan besarnya dukungan lintas sektor terhadap program ASI
Eksklusif.
d. Pencatatan dan pelaporan terkait ASI Eksklusif sudah cukup baik. Catatan
tentang pemberian ASI Eksklusif dapat dilakukan pada KMS yang terdapat
pada buku KIA, selain itu petugas kesehatan juga telah mencatat cakupan ASI
eksklusif melalui aplikasi ePPGBM.
Faktor penghambat Pada awal tahun 2020 dunia dilanda pandemi Covid-19, tidak terkecuali Indonesia.
Adanya pembatasan aktivitas sosial berskala besar yang dimaksudkan untuk
mengurangi dan memutus rantai penularan Covid-19 berdampak pada
pelaksanaan pelayanan kesehatan di puskesmas, posyandu, kelas ibu, dan lain-
lain. Sebagian besar aktivitas posyandu ditunda, termasuk penimbangan,
penyuluhan dan konseling. Kondisi pandemi juga berpengaruh kepada aturan dan
kebijakan di rumah sakit terkait pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD),
pemberian ASI secara langsung serta rooming-in pada bayi baru lahir. Hal ini
disesuaikan dalam rangka menghindari penularan Covid-19 pada bayi baru lahir.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 24
Kegiatan-kegiatan
a. Sosialisasi terkait menyusui setiap tahun dilakukan melalui Pekan Menyusui
Dunia kepada seluruh lintas program dan lintas sektor, akademisi, lembaga
swadaya masyarakat, penggiat ASI dan masyarakat umum.
b. Pelaksanaan rangkaian webinar tentang pentingnya tetap menyusui di masa
pandemi Covid-19 dan tentang praktik pemberian makanan pendamping ASI
(MPASI) sehat
c. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam konseling pemberian makan
bayi dan anak (PMBA) telah dilakukan sejak tahun 2018. Sampai dengan tahun
2019 telah dilatih konselor PMBA (end user) melalui dana dekonsentrasi
sebanyak 1.563 orang yang terdiri dari nutrisionis dan bidan serta fasilitator
sebanyak 139 orang. Sedangkan di tingkat pusat telah dilatih fasilitator
sebanyak 84 orang, dimana peserta berasal dari Direktorat Gizi Masyarakat,
Direktorat Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi, Widyaiswara,
Poltekkes dan Badan Litbang Kemenkes. Konselor tersebut diharapkan dapat
memberikan konseling terkait PMBA yang salah satunya adalah praktik
pemberian ASI yang dilakukan pada saat kunjungan pemeriksaan kehamilan,
kelas ibu hamil, penyuluhan di tempat kerja maupun saat kunjungan rumah.
d. Penyusunan media KIE untuk konseling dan penyuluhan pada masa pandemi
yang ditujukan kepada kepada ibu hamil dan menyusui yang membutuhkan.
e. Pelaksanaan modifikasi layanan konseling PMBA melalui tele-konseling atau
kunjungan ke rumah jika memungkinkan. Penyesuaian metode layanan
tersebut dilakukan agar layanan konseling PMBA pada masa pandemi tetap
dapat dilakukan untuk mendukung pemberian ASI yang sangat penting untuk
memberikan kekebalan tubuh pada bayi, juga agar target cakupan ASI
Eksklusif dapat tercapai.
Alternatif solusi
Merespon kondisi pandemi Covid-19 dan pembatasan sosial berskala besar,
Direktorat Gizi Masyarakat telah melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka
meningkatkan cakupan ASI Ekskslusif. Diantaranya, diantaranya adalah:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 25
a. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat melalui daring berupa webinar
dalam rangka pekan menyusui sedunia, webinar tentang pentingnya tetap
menyusui di masa pandemi Covid-19 dan tentang praktik pemberian makanan
pendamping ASI (MP-ASI) sehat.
b. Membuat pedoman pelayanan gizi dan panduan gizi seimbang di masa
pandemi Covid-19 serta poster dan booklet terkait menyusui dimasa Pandemi
Covid-19. Pedoman Pelayanan Gizi di masa pandemi tersebut memberikan
panduan kepada dinas kesehatan dan puskesmas untuk tetap memberikan
pelayanan gizi termasuk konseling kepada ibu hamil dan menyusui yang
membutuhkan, melalui tele-konseling atau kunjungan ke rumah jika
memungkinkan, sesuai aturan pemda setempat terkait pembatasan sosial.
c. menyusun media informasi KIE digital terkait menyusui, webinar dan tele-
konseling diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa
memberikan ASI sangat penting terutama di masa pandemi ini untuk
memberikan kekebalan tubuh pada bayi, serta tercapainya target cakupan ASI
Eksklusif.
Gambar 9 Contoh Media KIE tentang pentingnya menyusui di masa pandemic Covid-19
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 26
d. Mengembangkan pelatihan jarak jauh. Diawali dengan penyusunan modul dan
kurikulum Pelatihan Jarak Jauh (PJJ) PMBA pada tahun 2020 melalui dana
UNICEF dan akan dilanjutkan dengan finalisasi, ujicoba dan pelatihan bagi
pelatih dan fasilitator pada tahun 2021.
e. Update modul dan kurikulum konseling menyusui. Penyusunan modul dan
kurikulum akan disesuaikan dengan panduan dari BPPSDM Kesehatan supaya
dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. Dengan adanya modul dan kurikulum
konseling menyusui yang update, diharapkan dapat menjadi bahan ajar
pelatihan konseling menyusui yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kapasitas tenaga kesehatan khususnya nutrisionis dan bidan dalam
memberikan konseling terkait menyusui kepada ibu menyusui.
2. Persentase Kabupaten/Kota melaksanakan Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans gizi adalah kegiatan yang dilakukan untuk memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan kegiatan program gizi. Tujuan Kegiatan ini adalah
untuk menghasilkan informasi yang cepat akurat dan berkelanjutan mengenai
status gizi serta determinan masalah gizi, Kabupaten/kota melaksanakan
surveilans gizi adalah kabupaten/kota yang melaksanakan unsur surveilans gizi
yaitu pengumpuan data, pengolahan dan analisis serta diseminasi secara berkala.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 27
Pengumpulan data yang dilakukan bersumber dari kegiatan pemantauan
pertumbuhan rutin setiap bulan di posyandu serta seluruh pelayanan gizi yang
diberikan kepada masing-masing individu. Kemudian data tersebut dianalisis untuk
menjadikan informasi dengan berbagai bentuk penyajian agar data menjadi mudah
dipahami. Data yang telah dianalisis kemudian di diseminasikan baik dalam bentuk
sosialisasi maupun advokasi kepada pimpinan untuk selanjutnya menjadi dasar
dalam penyusunan perencanaan dan kebijakan baik lintas program maupun sektor
terkait. Dalam penguatan kegiatan surveilans gizi digunakan aplikasi pencatatan
dan pelaporan gizi berbasis eketronik yaitu Sistem Informasi Gizi Terpadu (Sigizi
Terpadu).
Untuk menilai suatu kabupaten/kota telah melaksanakan surveilans gizi juga
didasarkan pada ketiga unsur tersebut. Kabupaten/kota dinyatakan telah
melakukan surveilans apabila minimal 70% puskesmas yang ada di wilayah kerja
kabupaten/kota telah melaksanakan pengumpulan data dari hasil pemantauan
pertumbuhan dan dientri kedalam aplikasi Sigizi Terpadu minimal sebanyak 60%.
Data tersebut selanjutnya dapat dianalisis menjadi informasi yang diperlukan untuk
menentukan intervensi segera apabila balita terdeteksi mengalami risiko gagal
tumbuh. Selain data hasil pemantauan pertumbuhan, data terkait pelayanan gizi
juga dientry ke dalam sistem informasi tersebut. Puskesmas melaksanakan
analisis data apabila melakukan identifikasi pada balita bermasalah gizi yaitu gizi
buruk dengan melakukan investigasi atau penyelidikan epidemiologi meliputi
faktor-faktor determinan penyebab masalah gizi buruk pada balita yang kemudian
di entri kedalam Sigizi Terpadu.
Data yang sudah dianalisis untuk menghasilkan informasi untuk kemudian
dilakukan diseminasi kepada pengambil kebijakan ditingkat desa/kelurahan,
kecamatan, seluruh lintas program dan sektor terkait serta advokasi untuk
pimpinan. Kegiatan ini harus dilakukan secara terus menerus mengikuti siklus
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring evaluasi di dalam suatu program.
Puskesmas dinyatakan telah melakukan diseminasi apabilan telah menyusun
rencana kegiatan dan diupload kedalam Sigizi Terpadu.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 28
Definisi Operasional
Kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi adalah kabupaten/kota yang
minimal 70% dari jumlah puskesmas melakukan kegiatan pengumpulan data,
pengolahan dan analisis data, serta diseminasi informasi
1. Pengumpulan data adalah puskesmas di wilayah kerja kabupaten/kota
melakukan entry data sasaran balita dan ibu hamil serta data pengukuran
melalui Sistem Informasi Gizi Terpadu, rerata setiap bulan mencapai minimal
60% sasaran ibu hamil dan balita
2. Pengolahan dan analisis data adalah puskesmas di wilayah kerja
kabupaten/kota melakukan konfirmasi dan identifikasi penyebab masalah gizi
pada seluruh balita gizi buruk
3. Diseminasi informasi adalah puskesmas di wilayah kerja Kabupaten/Kota
melakukan penyusunan rencana kegiatan berdasarkan hasil surveilans gizi dan
di-upload ke dalam sistem setiap triwulan
Cara Perhitungan
Persentase ibu hamil kurang energi kronik dihitung dengan menggunakan
formulasi sebagai berikut:
Analisa target dan capaian serta Penyajian Data
Berdasarkan laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat tahun 2020, capaian
indikator kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi sebesar 51,6%. Capaian ini
sudah memenuhi target tahun 2020, yaitu sebesar 51%, namun disparitas capaian
masih cukup tinggi antar provinsi. Berdasarkan distribusi provinsi, capaian
terendah pada Provinsi Kalimantan Utara dan Papua karena belum ada satupun
kabupaten/kota di provinsi tersebut yang melaksanakan surveilans gizi sedangkan
capaian tertinggi adalah Provinsi Kep Bangka Belitung dan Sumatera Barat
masing-masing 100%, seperti yang tergambar pada grafik di bawah ini:
Persentase Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans Gizi
=
Jumlah Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans Gizi
X 100% Jumlah Kabupaten/Kota
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 29
Gambar 10 Grafik Persentase Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans Gizi
berdasarkan Provinsi Tahun 2020
Faktor Keberhasilan
Faktor-fakor yang menjadi keberhasilan dalam pencapaian pelaksanaan
surveilans gizi di kabupaten/kota antara lain:
1. Orientasi peningkatan kapasitas tenaga
Orientasi pemanfaatan dan analisis data bagi tenaga gizi merupakan kegiatan
yang dilakukan rutin dalam 3 tahun terakhir. Hal ini dilakukan untuk
menyegarkan dan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan tenaga gizi
secara bertahap. Pada masa pandemi kegiatan orientasi tetap dilaksanakan
melalui daring.
2. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara mandiri dan kunjungan
rumah.
Kegiatan pemantauan pertumbuhan yang dilakukan di posyandu terhenti
selama masa pandemi, namun pelayanan tetap dilakukan melalui kunjungan
rumah. Orang tua dan pengasuh tetap melakukan pemantauan tumbuh
kembang balita dirumah dengan mengacu pada buku KIA. Jika ada masalah
kesehatan dan gizi seperti menurunnya nasfu makan atau anak tidak mau
menyusu maka orang tua dapat segera membawa anak ke pelayanan
kesehatan atau dilakukan kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan secara
terjadwal. Informasi determinan masalah gizi dapat diketahui dan menjadi
bagian dari kegiatan analisis dalam surveilans gizi.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 30
3. Penyediaan alat antropometri melalui Dana Alokasi Khusus
Dalam upaya pemenuhan antropometri kit di lokus stunting (260 kab/kota) telah
disediakan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. sedangkan pemenuhan
antropometri di posyandu diupayakan melalui dana desa.
4. Penguatan Sistem Informasi Gizi Terpadu
Optimalisasi kegiatan surveilans gizi salah satunya dilakukan melalui
penguatan Sistem Informasi Gizi Terpadu. Data yang terkumpul dientri
kedalam system tersebut untuk kemudian dianalisis secara sederhana untuk
menghasilkan informasi status gizi dan capaian kinerja gizi secara real time
untuk intervensi segera.
Faktor Penghambat
Indikator persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi sudah
mencapai target namun disparitas capaian masih cukup tinggi. Pada provinsi yang
belum mencapai target tantangan dalam pelaksanaan surveilans gizi yaitu:
1. Masih rendahnya ketersediaan, distribusi dan kapasitas tenaga pelaksana
surveilans gizi.
Kegiatan surveilans gizi meliputi pengumpulan data, pengolahan, konfirmasi
untuk mengetahui determinan masalah gizi pada masing-masing balita, analisis
data dan diseminasi merupakan rangkaian yang cukup komprehenship
membutuhkan waktu khusus dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Tenaga
gizi yang belum tersedia di setiap puskesmas menjadi kendala dalam
pelaksanaan surveilans gizi. Pelaksanaan surveilans gizi membutuhkan
keterampilan dalam pengumpulan dan entry data melalui aplikasi, analisis dan
penyajian data, bahkan harus mampu mendiseminasikan hasil analisis data
baik untuk advokasi maupun sosialisasi, sehingga seorang tenaga pengelola
gizi harus mempunyai kapasitas yang baik.
2. Ketersediaan antropometri yang belum mencukupi
Pengumpulan data status gizi dilakukan melalui pengukuran berat badan dan
tinggi badan serta Lingkar Lengan Atas (LiLA). Distribusi antropomentri dari
pusat tidak dapat memenuhi sampai ke posyandu, sehingga daerah harus
mengupayakan ketersediaan antropometri secara mandiri. Selain itu untuk
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 31
kebutuhan entri data dan analisis juga membutuhkan komputer. Dengan
demikian dukungan sarana prasarana sangat penting dalam kegiatan
surveilans gizi
3. Pandemi COVID-19
Pemantauan pertumbuhan dan kegiatan gizi berbasis masyarakat terhambat
dalam pelaksanaannya karena pandemi COVID-19, terutama dengan adanya
peberlakuan pembatasan sosial. Kegiatan posyandu selama pandemi
dihentikan sesuai zona, sehingga data pemantauan pertumbuhan tidak dapat
dikumpulkan. Meski upaya modifikasi program telah dilakukan namun kesiapan
implementasi masing-masing daerah masih berbeda-beda.
Kegiatan-kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk menunjang tercapainya kegiatan
surveilans gizi
1. Orientasi tenaga pengelola gizi
Kegiatan orientasi bagi tenaga pengelola gizi dilakukan sampai tingkat
puskesmas. Pada tahun 2020 kegiatan orientasi mengambil tema analisis dan
pemanfaatan data. Diharapkan tenaga gizi dapat melakukan analisis data dan
menyajikan serta mengintepretasikan dengan benar sehingga hasil surveilans
gizi dapat dimanfaatkan oleh pengambil keputusan sehingga dapat
memperbaiki kinerja program di tahun mendatang
2. Monitoring dan evaluasi kegiatan surveilans gizi
Kegiatan monitoring pelaksanaan surveilans gizi dilakukan secara berkala
setiap triwulan untuk mengetahui progress pelaksanaan pengumpulan, analisis
dan penyusunan rencana kegiatan berdasarkan hasil analisis. Bagi provinsi
dengan capaian rendah dilakukan monev secara intensif.
3. Diseminasi
Kegiatan diseminasi dilakukan secara berjenjang di pusat dan daerah dengan
melibatkan lintas program dan lintas sektor terkait. Tujuan diseminasi adalah
untuk memberikan informasi masalah gizi sekaligus solusi dan kegiatan
perbaikan yang harus dilakukan. Diharapkan melalui diseminasi ini kebijakan
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 32
yang yang ditetapkan oleh pemerintah daerah menjadi tepat baik secara
program maupun sasaran.
4. Pedoman Pelaksanaan Surveilans Gizi
Kegiatan surveilans gizi mengacu pada pedoman pelaksanaan surveilans gizi
yang disusun oleh Direktorat Gizi Masyarakat bersama pakar gizi. Pedoman
berisi tahap kegiatan surveilans gizi dan seluruh indikator kinerja program gizi.
Alternatif Solusi
Untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh berberapa wilayah yang belum
mencapai target, perlu dilakukan:
1. Peningkatan kapasitas petugas
Kegiatan orientasi harus tetap dilakukan sampai pada tenaga pengelola gizi
puskesmas karena pelaksanaaan surveilans gizi tepatnya pada langkah
pengumpulan data banyak dilakukan oleh tenaga gizi di Puskesmas. Oleh
karena itu peningkatan kapasitas untuk penyegaran pengetahuan harus terus
dilakukan.
2. Penyediaan alat antropometri
Upaya pemenuhan alat antropometri melalui APBN dan DAK Fisik pada daerah
lokus menjadi solusi yang sangat baik mengingat antropometri merupakan
sarana prasarana yang paling utama dalam kegiatan surveilans gizi. Untuk
pemenuhan antropometri di posyandu tenaga gizi harus dapat menyedikan
informasi dan mengadvokasi kepada pemerintah daerah agar pemanfataan
dana desa untuk kesehatan menjadi lebih optimal termasuk penyediaan
antropometri. Oleh karena itu kegiatan surveilans gizi harus dilakukan dengan
baik
3. Kunjungan rumah
Dalam optimalisasi kegiatan surveilans gizi dimasa pandemi saat posyandu
dihentikan adalah melakukan kunjungan rumah yang dilakukan dengan
prioritas kunjungan. Saat melakukan kunjungan rumah tenaga kesehatan dapat
langsung melakukan kajian determinana masalah gizi pada balita yang
dikunjungi sehingga kegiatan surveilans gizi dalam langkah analisis dapat
dicapai.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 33
4. Media daring
Edukasi dan konseling pada sasaran dimasa pandemi dapat dilakukan melalui
media daring. Perlu disusun media KIE yang menarik dengan durasi yang
singkat namun padat, agar pesan dapat sampai kepada sasaran.
3. Persentase Puskesmas Mampu Tata Laksana Balita Gizi Buruk
Prevalensi gizi buruk di Indonesia termasuk dalam kategori serius menurut WHO
karena angkanya masih cukup tinggi, yaitu 10,2%, dengan 3,5% diantaranya
termasuk kategori gizi buruk (Riskesdas, 2018).
Balita dengan status gizi buruk berisiko lebih tinggi untuk mengalami stunting dan
berkaitan erat dengan risiko kematian pada balita sehingga penting sekali agar
penanganan kasus balita gizi buruk dilakukan sedini mungkin dengan pelayanan
yang standar sesuai dengan pedoman.
Jumlah kasus gizi buruk yang dilaporkan dan yang mendapat perawatan masih
rendah, dikarenakan:
a. Terbatasnya akses layanan kesehatan
b. Belum banyak fasilitas kesehatan yang melakukan pelayanan balita sakit
secara terintegrasi sehingga kasus gizi buruk tidak terdeteksi
c. Ketidakmampuan pemberi layanan dalam tata laksana gizi buruk
d. Pelaporan yang tidak lengkap
e. Rendahnya kesadaran keluarga untuk membawa balita gizi buruk ke tempat
pelayanan Kesehatan
Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan perlu memiliki kapasitas
yang memadai dalam memberikan layanan tata laksana gizi balita gizi buruk baik
dari sisi sumber daya manusia maupun dari sisi sarana dan prasarana.
Definisi Operasional
Puskesmas mampu melakukan tatalaksana gizi buruk pada balita Balita Gizi buruk
adalah balita usia 0-59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk atau indeks Berat
Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan
(BB/TB) dengan nilai Z-score kurang dari -3 SD atau Lingkar Lengan Atas kurang
dari 11,5 cm. Puskesmas dengan kriteria:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 34
1) Mempunyai Tim Asuhan Gizi Terlatih, terdiri dari dokter, bidan/perawat dan
tenaga gizi
2) Memiliki Standar Prosedur Operasiona ltata laksana gizi buruk pada balita
Cara Perhitungan
Perhitungan persentase puskesmas mampu tata laksana gizi buruk menggunakan
formulasi sebagai berikut:
% 𝑃𝑢𝑠𝑘𝑒𝑠𝑚𝑎𝑠 𝑀𝑎𝑚𝑝𝑢 𝑇𝑎𝑡𝑎 𝐿𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎 𝐺𝑖𝑧𝑖 𝐵𝑢𝑟𝑢𝑘 =
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑠𝑘𝑒𝑠𝑚𝑎𝑠𝑀𝑎𝑚𝑝𝑢 𝑇𝑎𝑡𝑎 𝐿𝑎𝑘𝑠𝑎𝑛𝑎 𝐺𝑖𝑧𝑖 𝐵𝑢𝑟𝑢𝑘
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑃𝑢𝑠𝑘𝑒𝑠𝑚𝑎𝑠× 100
Analisa target dan capaian serta Penyajian Data
Dari hasi laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat diketahui terdapat 1.052
puskesmas yang mampu tatalaksana gizi buruk dibanding dengan jumlah seluruh
puskesmas yang ada (10.134 puskesmas), capaian indikator peresentase mampu
tata laksana balita gizi buruk tahun 2021 mencapai 10,4% dan melampaui target
yang ditetapkan. Provinsi dengan capaian tertinggi adalah Sulawesi Barat
sementara 21 provinsi lainnya tidak mencapai target bahkan 12 provinsi
diantaranya belum memiliki puskesmas yang mampu tata laksana balita gizi buruk.
Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena provinsi tersebut belum memiliki tim
asuhan gizi yang terlatih. Tim asuhan gizi terdiri dokter, ahli gizi, bidan/perawat.
Gambar 11 Grafik persentase puskesmas yang mampu tatalaksana gizi buruk
berdasarkan Provinsi Tahun 2020
- - - - - - - - - - - - 0.2 0.7 0.8 1.3 1.7 4.7
7.4 7.5 9.7 10.4 10.6 11.3 12.0
28.1 30.2
37.0 38.0 44.3 44.4 44.8
49.2
86.0
101.1
-
20.0
40.0
60.0
80.0
100.0
120.0
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 35
Faktor Keberhasilan
Sehubungan dengan pandemi Covid-19 yang menyebabkan banyaknya
perubahan pada sistem pelayanan Kesehatan, keterbatasan akses dan di prediksi
berdampak pada capaian target Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), khususnya IKK
Persentase Puskesmas mampu Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita. Upaya yang
dilakukan untuk mendukung pencapaian target dan kualitas IKK tersebut diatas,
antara lain:
1. Diluncurkannya Pedoman Pelayanan Gizi pada Masa Pandemi sebagai acuan
puskesmas untuk memdodifikasi pelayanan gizi pada masa pandemi
2. Adanya sosialisasi SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk sebagai
upaya agar puskesmas dapat tetap melakukan tata laksana balita gizi buruk
pada masa pandemi walaupun belum mendapatkan pelatihan
3. Diselenggarakannya webinar terkait gizi buruk untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat dan tenaga kesehatan pentingnya deteksi dini dan penanganan
segera balita gizi buruk pada masa pandemi
Faktor Penghambat
Indikator Puskesmas Mampu Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita tidak mencapai
target yang diharapkan dikarenakan antara lain:
a. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 tahun 2020 dan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosisl Berskala
Besar (PSBB) yang menyebabakan perubahan dan penyesuaian pada sistem
pelayanan kesehatan.
b. Situasi pandemi menyebabkan adanya refocusing anggaran dan tertundanya
beberapa rencana kegiatan yang bersifat tatap muka, diantaranya adalah
kegiatan workshop Pencegahan dan Tata Laksana Balita Gizi Buruk Angkatan
3 dengan 11 provinsi sebagai peserta yaitu Aceh, Kepulauan Riau, Kepulauan
Bangka Belitung, DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara dan Sulawesi Barat
tidak terlaksana.
c. Pada masa pandemi Covid-19 (tahun 2020-2021) pelatihan Pencegahan dan
Tata Laksana Balita Gizi Buruk (end user) tidak dapat dilaksanakan terkait
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 36
efisiensi/refocusing anggaran baik di Pusat, Dekonsentrasi Provinsi, DAK Non
Fisik maupun APBD.
Kegiatan-kegiatan
a. Menyusun contoh 5 SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada
Balita sesuai Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita,
Kemenkes 2019, meliputi:
1) Deteksi Dini dan Rujukan Balita Gizi Buruk atau yang Berisiko Gizi Buruk
2) Penetapan dan Klasifikasi Balita Gizi Buruk di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
3) Tata Laksana Balita Gizi Buruk di Layanan Rawat Inap
4) Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita usia 6-59 Bulan di Layanan Rawat
Jalan
5) Tata Laksana Balita Gizi Buruk di Layanan Rawat Inap
6) Tata Laksana Gizi Buruk Pasca Rawat Inap pada Bayi Usia kurang dari 6
bulan dengan Berat Badan kurang dari 4 kg di Layanan Rawat Jalan
b. Melakukan sosialisasi contoh SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk
pada Balita secara daring dengan mengundang fasilitator, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota lokus stunting terpilih serta
perwakilan dari puskesmas dan rumah sakit, lintas program terkait dan mitra
pembangunan (WHO dan UNICEF).
c. Diharapkan setelah sosialisasi contoh SOP Pencegahan dan Tata Laksana
Gizi Buruk pada Balita tersebut, Puskesmas dapat membuat SOP yang
disesuaikan dengan kondisi yang ada di Puskesmas dan wilayah.
d. Menyusun Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
di Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan.
e. Melakukan sosialisasi Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk
pada Balita di Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan secara daring
dengan mengundang fasilitator, Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota lokus stunting terpilih serta perwakilan dari puskesmas dan
rumah sakit, lintas program terkait dan mitra pembangunan (WHO dan
UNICEF).
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 37
f. Menyusun media KIE, poster Cegah Gizi Buruk pada masa pandemi Covid 19,
kerjasama dengan UNICEF.
g. Pengembangan pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada
Balita dengan metode pelatihan daring/e-learning bekerjasama dengan
PPSDM, SEAMEO dan UNICEF.
h. Direktorat Gizi Masyarakat telah melakukan review dan mengajukan usulan
penyesuaian indikator kinerja, salah satu diantaranya adalah Indikator
Persentase Puskesmas Mampu Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita dan
mengajukan revisi target RPP/Renja mengacu pada hasil penyesuaian APBNP
Tahun 2020 melalui:
1) Surat Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Nomor
PR.01.05/3.3/1963/2020 tanggal 19 Mei 2020 perihal Usulan Revisi
Indikator Renja dan Target RKP dan Renja.
2) Surat Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Nomor
PR.01.05/1/1474/2020 tanggal 26 Mei 2020 tentang Usulan Revisi Indikator
Renja dan Target RKP dan Renja.
Alternatif Solusi
a. Bila pandemi telah berakhir dan kondisi pembatasan sudah ditiadakan maka
pelatihan Pencegahan dan Tata Laksana Balita Gizi Buruk dapat
diselenggarakan kembali baik secara konvensional maupun e-learning
sehingga perhitungan target IKK akan disesuaikan kembali sesuai dengan
definisi operasional sebelumnya, yaitu dengan memperhitungkan ketersediaan
tim asuhan gizi terlatih di Puskesmas.
b. Penyesuaian definisi operasional indikator selama pada masa pandemi Covid-
19 menjadi pelaksanaan yang bertahap yang dimulai dari pemenuhan
tersedianya SOP Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di Puskesmas. Definisi
operasional ini akan disesuaikan dengan kondisi yang ada yaitu kondisi
pandemi dan adaptasi kebiasaan baru (pasca pandemi).
c. Monitoring dan evaluasi terhadap implementasi dan capaian IKK ini akan terus
dilakukan di setiap tingkat administrasi.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 38
4. Persentase Bumil Kurang Energi Kronik (KEK)
Gizi ibu hamil merupakan salah satu fokus perhatian kegiatan perbaikan gizi
masyarakat karena dampaknya yang signifikan terhadap kondisi janin yang
dikandungnya. Masalah gizi yang sering ditemui pada ibu hamil adalah masalah
kurang energi kronik (KEK). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menunjukkan prevalensi risiko KEK pada ibu hamil (15-49 tahun) masih cukup
tinggi yaitu sebesar 17,3%. Persentase ibu hamil KEK diharapkan dapat turun
sebesar 1,5% setiap tahunnya.
Definisi Operasional
Definisi operasional indikator Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
adalah Ibu hamil dengan risiko Kurang Energi Kronik (KEK) yang ditandai dengan
ukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA) kurang dari 23,5 cm
Cara Perhitungan
Persentase ibu hamil kurang energi kronik dihitung dengan formulasi sebagai
berikut:
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐼𝑏𝑢 𝐻𝑎𝑚𝑖𝑙 𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐾𝐸𝐾 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑏𝑢 ℎ𝑎𝑚𝑖𝑙 𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐾𝐸𝐾
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐼𝑏𝑢 ℎ𝑎𝑚𝑖𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑘𝑢𝑟 𝐿𝑖𝐿𝐴× 100%
Analisa target dan capaian serta Penyajian Data
Berdasarkan sumber data laporan rutin tahun 2020 yang terkumpul dari 34 provinsi
menunjukkan dari 4.656.382 ibu hamil yang diukur lingkar lengan atasnya (LiLA),
diketahui sekitar 451.350 ibu hamil memiliki LilA kurang dari 23,5 cm (mengalami
risiko KEK). Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase ibu
hamil dengan risiko KEK tahun 2020 adalahsebesar 9,7% sementara target tahun
2020 adalah 16%. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pencapaian target ibu
hamil KEK tahun ini telah melampaui target Renstra Kemenkes tahun 2020. Data
ini diambil per tanggal 20 Januari 2021. Jika capaian tersebut dibandingkan
dengan ambang batas menurut WHO, maka persentase bumil KEK di Indonesia
termasuk masalah kesehatan masyarakat kategori ringan (< 10 %).
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 39
Gambar 12 Grafik Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik
berdasarkan Propinisi Tahun 2020
Grafik di atas menunjukkan bahwa hanya 3 provinsi yang persentase ibu hamil
KEK nya masih di atas 16%, sementara 31 provinsi lainnya sudah mencapai target
yang diharapkan. DKI Jakarta adalah provinsi dengan persentase Ibu Hamil KEK
yang paling rendah yaitu 4% sedangkan provinsi dengan Ibu Hamil KEK tertinggi
adalah Nusa Tenggara Timur (24,5%).
Faktor Keberhasilan
Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan pencapaian target adalah:
a. Dukungan kebijakan yang responsif terhadap perubahan yang terjadi.
Termasuk situasi pandemi yang melanda dunia termasuk Indonesia pada awal
tahun 2020.
1) Surat Edaran Dirjen Kesmas Nomor: HK.02.02/V/393/2020 tentang
Pelayanan Gizi dalam Pandemi COVID-19
2) Direktorat Gizi Masyarakat menyusun Buku Pedoman Pelayanan Gizi pada
Masa Pandemi dan beberapa pedoman pelaksanaan intervensi gizi dalam
konteks situasi pandemi. Pedoman-pedoman tersebut dapat digunakan
sebagai acuan bagi petugas gizi di daerah untuk melakukan modifikasi
4.0 4.4
5.6 6.4
7.2 7.2
8.3 8.4 8.5 8.6 8.8 8.9 9.4 9.7 9.7 9.8
10.5 10.7 11.0 11.3 11.6 11.8 12.1 12.8 13.0
13.8 14.0 14.7 14.8 14.9 15.0 15.3
16.3
19.6
24.3
-
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 40
layanan gizi pada masa pandemi. Hasil survey cepat Dampak Pandemi
terhadap Pelayanan Gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dilakukan
oleh Direktorat Gizi Masayrakat dan UNICEF menunjukkan bahwa sekitar
56,6% puskesmas yang menjadi responden (2.296 puskesmas) melakukan
modifikasi layanan gizi dengan mengintegrasikan pemberian makanan
tambahan ibu hamil dengan pemberian TTD pada ibu hamil.
b. Penguatan surveilans gizi dengan meningkatkan deteksi dini masalah gizi
pada ibu hamil, sehingga dapat segera ditindaklanjuti dengan pelayanan gizi
yang dibutuhkan untuk memperbaiki kondisi gizi ibu hamil tersebut.
c. Integrasi kegiatan dengan lintas program untuk meningkatkan kualitas dan
cakupan pelayanan gizi pada ibu hamil termasuk ibu hamil pekerja. Gerakan
Pekerja Perempuan Sehat Produktif (GP2SP) adalah upaya pemerintah,
masyarakat maupun pengusaha untuk menggalang dan berperan serta, guna
meningkatkan kepedulian dalam upaya memperbaiki kesehatan dan status
gizi pekerja perempuan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas kerja
dan meningkatkan kualitas generasi penerus. Kegiatan utama GP2SP
diantaranya adalah perusahaan menyediakan ruang ASI, mengadakan kelas
ibu hamil, cek kesehatan secara berkala dan memperhatikan gizi pekerja
hamil dan menyusui di tempat kerja. Pada tahun 2018, dari 3.041 perusahaan
dengan pekerja perempuan lebih dari 100 orang, sudah sekitar 448 (14,7%),
naik sekitar 2% dari tahun sebelumnya, perusahaan yang sudah
melaksanakan GP2SP.
d. Dukungan intervensi gizi sensitif seperti Program Keluarga Harapan, yaitu
program bantuan tunai bersyarat dari Kementerian Sosial yang menyasar
keluarga yang memiliki ibu hamil, balita dan anak sekolah. Program ini
memasukkan indikator pemeriksaan kehamilan sebagai salah satu syarat
bagi keluarga agar dapat terus menerima bantuan ini.
Faktor Penghambat
Beberapa faktor penghambat pencapaian target adalah:
a. Tingkat kepatuhan dalam melaporkan capaian indikator ibu hamil KEK secara
rutin setiap bulan masih rendah. Hal ini terjadi karena proses pelaporan yang
lambat dari mulai tingkat posyandu sampai tingkat provinsi.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 41
b. Ketersediaan dan kualitas SDM
1) Ketidakmerataan distribusi tenaga gizi di satu kabupaten/kota, dimana satu
puskesmas bisa terdapat lebih dari 1 tenaga gizi dan satu puskesmas
lainnya tidak terdapat tenaga gizi.
2) Tenaga gizi di puskesmas kerap kali tidak memiliki latar belakang
Pendidikan gizi, sehingga kondisi ini selain menjadi salah satu kendala
dalam menyediakan pelayanan gizi yang berkualitas bagi masyarakat juga
menghambat proses pelaporan capaian kegiatan gizi.
3) Tenaga gizi di puskesmas seringkali merangkap pekerjaan administrasi dan
keuangan, sehingga tidak maksimla dalam mengerjakan pekerjaan
utamanya.
c. Berdasarkan Riskesdas 2018, masih tingginya prevalensi Ibu hamil KEK pada
WUS usia 15-19 tahun dan 20-24 tahun (33.5% dan 23.3%). Kehamilan di usia
dini dapat meningkatkan risiko kekurangan gizi dikarenakan pada usia remaja
masih terjadi pertumbuhan fisik.
d. Prevalensi KEK pada Remaja puteri (usia 15-19 tahun) sebesar 36,3%. KEK
pada kelompok remaja memiliki risiko tinggi untuk mengalami KEK pada masa
kehamilan. Seperti diketahui bahwa KEK terjadi karena kurangnya asupan
makanan dalam jangka waktu yang lama.
e. Pengetahuan tentang asupan makanan bergizi untuk ibu hamil serta budaya
yang melestarikan pantangan makanan tertentu bagi ibu hamil masih menjadi
kendala. Budaya yang berlaku di beberapa daerah, makanan yang dipantang
adalah makanan yang bergizi tinggi seperti ikan dan telur.
f. Berdasarkan laporan rutin Direktorat Kesehatan Keluarga, jumlah ibu hamil
yang memperoleh pelayanan antenatal sesuai standar (K4) baru mencapai
58,98% dengan target 2020 yaitu 80%.
g. Adanya pandemi COVID-19 sejak awal tahun 2020 hingga saat ini serta
kebijakan PSBB dan sebagainya yang menyebabkan terjadinya perubahan dan
penyesuaian pada sistem pelayanan kesehatan termasuk akses ke pelayanan
kesehatan.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 42
Kegiatan-kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai target indikator tersebut adalah:
a. Pemberian makanan tambahan untuk ibu hamil KEK bertujuan untuk
menambah asupan kalori dan protein ibu hamil KEK. Berdasarkan laporan
rutin diketahui bahwa cakupan pemberian makanan tambahan (MT) bagi ibu
hamil KEK telah mencapai target di tahun 2020, yaitu sebesar 86,1% dari
target 80%. (Laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat). Salah satu upaya
yang telah dilakukan untuk meningkatkan daya terima makanan tambahan
ibu hamil dengan menambah pilihan rasa krim biskuit menjadi 3 rasa
(strawberry, nanas, lemon).
b. Penguatan koordinasi pusat dan daerah dalam meningkatkan sinergitas
pelaksanaan program gizi. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan adalah
Pertemuan Persiapan Suplementasi Gizi antara Pusat dan Daerah serta
monitoring evaluasi pemberian Makanan Tambahan di tingkat Puskesmas.
c. Orientasi Proses Asuhan Gizi Puskesmas untuk meningkakan kapasitas
tenaga gizi dalam melakukan asuhan gizi untuk individu maupun masyarakat
dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan gizi di puskesmas tetap
dilaksanakan melalui daring.
d. Peningkatan kapasitas tenaga gizi melalui pelatihan dan orientasi terkait
seperti pelatihan PMBA yang sudah dilaksanakan pada tahun 2019 untuk end
user 1.563 orang dan TOT sebanyak 139 orang yang tersebar di 34 Provinsi.
Pada tahun 2020 telah direncanakan pelatihan PMBA namun dibatalkan
akibat pandemic COVID-19.
e. Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan gizi untuk menjaga kualitas dan
cakupan pelayanan kesehatan dan gizi di puskesmas pada masa pandemi
melalui serial webinar gizi berseri. Tahun 2020 Direktorat Gizi Masyarakat
telah melaksanakan 10 seri webinar gizi berseri. Materi webinar mencakup
isu-isu gizi dan kaitannya dengan situasi pandemi Covid-19.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 43
Alternatif Solusi
Dengan masih terdapatnya beberapa permasalahan maka alternatif solusi yang
dapat dilakukan adalah:
a. Penguatan kualitas pelayanan dan integrasi program terutama dengan
program kesehatan keluarga, contohnya integrasi konseling dan penyuluhan
gizi untuk ibu hamil pada saat pemeriksaan kehamilan ataupun di kelas ibu
hamil.
b. Penyediaan dan peningkatan media edukasi gizi untuk ibu hamil, baik melalui
media visual dan elektronik.
c. Perluasan sasaran edukasi gizi sejak dari hulu (calon ibu), dimulai dari
peningkatan edukasi gizi pada remaja putri dan calon pengantin agar
memahami pentingnya gizi baik pada usia mereka.
d. Peningkatan pemanfaatan pangan lokal untuk Makanan Tambahan ibu hamil
KEK melalui pendidikan gizi yang mengkombinasikan kegaitan untuk
meningkatkan pengetahuan gizi ibu hamil juga meningkatkan kemampuan
ibu hamil agar mengkonsumi makanan bergizi sesuai kebutuhan pada masa
hamil.
e. Penguatan manajemen data rutin mulai dari pengumpulan, analisis, dan
pemanfaatan data/ informasi.
Sementara itu, terdapat beberapa indikator gizi yang tercantum dalam RPJMN dan
Renstra 2020-2024 tetapi tidak menjadi indikator kinerja kegiatan yang dicantumkan di
dalam Perjanjian Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat.
Persentase balita stunting adalah indikator gizi yang tercantum di dalam Renstra 2020-
2024 dan menjadi salah satu indikator kinerja tingkat kementerian. Sedangkan
indikator Persentase Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK) menjadi salah satu
indikator kinerja program (eselon 1). Dua indikator kinerja lainnya, yaitu persentase
balita wasting dan jumlah balita mendapatkan suplementasi zat gizi mikro menjadi
bagian dari indikator yang tercantum dalam matriks sasaran perbaikan gizi masyarakat
dalam lampiran RPJMN 2020-2024.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 44
Gambar 13 Tabel Realisasi Capaian Indikator Kinerja Gizi
yang tercantum dalam RPJMN dan Renstra Tahun 2020-2024
No Indikator Kinerja Target Realisasi %
Realisasi
1. Persentase balita
stunting 24,1% 11,6% 207,75
2. Persentase balita
wasting 8,1% 5,3% 152,83
3. Jumlah balita yang
mendapatkan
suplementasi gizi mikro
90.000
balita
90.000
balita 100
Tabel 3.6 menunjukkan bahwa 2 dari 3 indikator kinerja gizi yang menjadi bagian dari
sasaran indikator RPJMN dan Renstra 2020-2024 telah melampaui target yang
ditetapkan dan terdapat 1 (satu) indikator yaitu jumlah balita yang mendapatkan
suplementasi zat gizi mikro tidak mencapi target yang diharapkan.
Penjelasan capaian masing-masing indikator dapat dilihat pada uraian di bawah ini:
1. Persentase Balita Stunting
Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak akibat dari kekurangan gizi
kronis sehingga tinggi badan anak terlalu pendek untuk usianya. Stunting biasanya
terjadi karena kekurangan gizi pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan yang
akan bedampak pada perkembangan kognitif, pertumbuhan dan metabolisme yang
bersifat menetap sampai dewasa.
Merujuk pada Bagan Penyebab Masalah Gizi UNICEF dan WHO Framework on
Stunting Determinants diketahui bahwa penyebab masalah gizi termasuk stunting
sangat multifaktor, meliputi penyebab langsung dan penyebab tidak langsung.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 45
Gambar 14 Bagan Penyebab Masalah Gizi
Asupan makanan yang tidak adekuat serta penyakit infeksi merupakan penyebab
langsung terjadinya masalah gizi. Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa sekitar
33,9% bayi usia kurang dari 6 bulan tidak menapatkan ASI Eksklusif dan hanya
sekitar 46% anak usia 6-23 bulan yang mendapatkan makanan pendamping ASI
yang adekuat dari segi frekuensi dan keragaman makanan. Penyebab tidak
langsung masalah gizi meliputi rendahnya ketahanan pangan tingkat rumah
tangga, rendahnya akses terhadap akses sanitasi dan air bersih serta rendahnya
akes terhadap pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Riskesdas 2018 prevalensi stunting mengalami perbaikan dalam 5
(lima) tahun terakhir ini, yaitu menurun dari 37,2% tahun 2013 menjadi 30,8%
(2018) dan turun menjadi 27,67% (SSGBI, 2019). Namun demikian, stunting masih
menjadi masalah gizi masyarakat, karena menurut WHO prevalensi masih diatas
20% (kategori tinggi).
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 46
Gambar 15 Grafik Capaian dan Target Prevalensi Stunting
Pencegahan stunting pada balita menjadi salah satu program prioritas nasional
dalam rangka mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas dan
berdaya saing tinggi. Indikator penurunan stunting pada balita menjadi salah satu
sasaran utama pembangunan nasional yang tercantum dalam RPJMN 2020-2024.
Sesuai arahan Presiden, rata-rata penurunan stunting diharapkan dapat mencapai
2,7% per tahun sehingga prevalensi stunting di tahun 2024 mencapai 14%.
Definisi operasional indikator Persentase Balita Stunting adalah Anak umur 0
sampai 59 bulan dengan kategori status gizi berdasarkan indeks Panjang Badan
menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) memiliki Z-score
kurang dari -2 SD.
Perhitungan persentase balita stunting menggunakan formulasi sebagai berikut:
Persentase 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 𝑆𝑡𝑢𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔 = Jumlah balita pendek
Jumlah balita yang diukur
panjang/tinggi badan
× 100%
Analisa target dan capaian serta Penyajian Data indikator persentase balita
stunting adalah sebagai berikut:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 47
1) Baseline prevalensi stunting yang dijadikan dasar perhitungan target
penurunan prevalensi stunting per tahun adalah data survey, yaitu Riskesdas
2018 dan SSGBI 2019. Tingginya komitmen pemerintah untuk menurunkan
prevalensi stunting menjadikannya sebagai salah satu prirotas nasional,
sehingga pencapaian harus dipantau setiap tahun. Balitbangkes
mendapatkan mandat untuk memantau kemajuan pencapaian target per
tahun prevalensi stunting melalui pelaksanaan Survei Status Gizi Balita
Indonesia. Namun karena situasi pandemi COVID-19 maka pelaksanaan
SGBI tahun 2020 tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Mengacu pada
protokol kesehatan yang menganjurkan pembatasan kontak fisik maka
pengukuran anthropometri pada balita tidak dilakukan sehingga data status
gizi balita untuk tahun 2020 dari ahsil survey tidak bisa didapatkan. SSGBI
tahun 2020 difokuskan pada pengkajian determinan status gizi balita
Indonesia.
2) Disisi lain, Laporan Rutin Sigizi terpadu dan ePPGBM juga memasukkan
indikator persentase balita stunting sehingga data tersebut sementara dapat
digunakan untuk memberikan gambaran progress pencapaian target
penurunan stunting.
3) Target prevalensi stunting pada Balita untuk tahun 2020 adalah 24,1%
(5.543.000 Balita), sementara laporan ePPGBM Sigizi (per tanggal 20 Januari
2021) dari 34 provinsi menunjukkan bahwa dari 11.499.041 balita yang diukur
status gizinya berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) terdapat
1.325.298 balita dengan TB/U kurang dari -2 SD atau dapat dikatakan 11,6%
balita mengalami stunting. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa
indikator persentase balita stunting melampaui target yang telah ditetapkan.
Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pencapaian persentase stunting
tahun ini on track.
4) Gambaran persentase balita stunting untuk setiap provinsi dapat dilihat pada
grafik di bawah ini:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 48
Gambar 16
Grafik Persentase Balita Stunting Berdasarkan Provinsi
Tahun 2020
Dari grafik tersebut terlihat bahwa provinsi dengan persentase balita stunting
terendah adalah Kepulauan Bangka Belitung sebesar 4.6%, sementara Nusa
Tenggara Timur adalah provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi, yaitu
24,2%. Kondisi tersebut sejalan dengan hasil survey Riskesdas tahun 2018 yang
menunjukkan bahwa provinsi Kepulauan Bangka Belitung termasuk ke dalam
provinsi dengan prevalensi balita stunting terendah begitu pula dengan provinsi
NTT yang masuk dalam kelompok provinsi dengan persentase balita stunting yang
cukup tinggi.
Faktor Keberhasilan
a. Direktorat Gizi Masyarakat sudah melaksanakan program perbaikan gizi
masyarakat sesuai dengan rekomendasi Lancet 2013 yaitu intervensi gizi spesifik
yang langsung menyasar kelompok 1000 HPK yang terbukti efektif dapat mencegah
terjadinya stunting jika cakupannya mencapai minimal 90%. Intervensi gizi spesifik
meliputi: seplementasi zat gizi mikro pada ibu hamil, pemberian makanan tambahan
untuk ibu hamil dengan masalah gizi, konseling dan promosi PMBA (Pemberian
Makan Bayi dan Anak), suplementasi zat gizi mikro pada balita, penanganan anak
dengan masalah gizi akut (gizi buruk), dan pemantauan pertumbuhan. Selain itu,
4.6 5.0 5.4 6.1 6.3 6.8 7.2 7.2 7.4 7.4
8.2 9.4 9.7
11.0 11.0 11.6
12.2 12.2 12.5 13.8 13.9 14.3 14.7 15.1
16.2 16.6 16.6 17.4 17.7 18.2
19.5 20.4
22.4 23.4
24.2
-
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 49
Lancet 2018 juga merekomendasikan intervensi gizi sensitif yang menyasar
populasi umum.
b. Dukungan kegiatan dari lintas program dan lintas sektor berupa kegaitan intervensi
gizi sensitif di lokus stunting (260 Kab/Kota) di tahun 2020. Konvergensi kegiatan
di lokasi yang sama memberikan dampak yang signifikan terhadap capaian
program gizi di wilayah tersebut. Kegiatan intervensi gizi sensitif yang dilakukan
oleh sektor non kesehatan ditujukan untuk mengatasi masalah tidak langsung dari
masalah gizi, diantaranya adalah peningkatan ketahanan pangan tingkat rumah
tangga (pertanian), peningkatan akses sanitasi dan air bersih (PUPR dan
Kesehatan), perlindungan sosial (sosial), peningkatan partisipasi belajar terutama
pada perempuan (pendidikan).
c. Penguatan strategi operasional untuk meningkatkan kualitas dan cakupan
intervensi spesifik yang dilakukan oleh Direktorat Kesehatan maka diterapkan 4
strategi operasional yang mencakup peningkatan kapasitas SDM, peningkatan
kualitas layanan, penguatan edukasi gizi, dan penguatan manajemen intervensi gizi
di puskesmas dan posyandu.
d. Dukungan kebijakan yang responsif terhadap perubahan yang terjadi. Termasuk
situasi pandemi yang melanda dunia termasuk Indonesia pada awal tahun 2020.
- Surat Edaran Dirjen Kesmas Nomor: HK.02.02/V/393/2020 tentang Pelayanan
Gizi dalam Pandemi COVID-19
- Direktorat Gizi Masyarakat menyusun Buku Pedoman Pelayanan Gizi pada Masa
Pandemi dan beberapa pedoman pelaksanaan intervensi gizi dalam konteks situasi
pandemi. Pedoman-pedoman tersebut dapat digunakan sebagai acuan bagi
petugas gizi di daerah untuk melakukan modifikasi layanan gizi pada masa
pandemi. Hasil survey cepat Dampak Pandemi terhadap Pelayanan Gizi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang dilakukan oleh Direktorat Gizi Masyarakat dan UNICEF
menunjukkan bahwa sekitar 56.6% puskesmas yang menjadi responden (2.296
puskesmas) melakukan modifikasi layanan gizi dengan mengintegrasikan
pemberian makanan tambahan ibu hamil dengan pemberian TTD pada ibu hamil.
Faktor Penghambat
Beberapa hal yang menjadi penghambat dalam melaksanakan kegiatan yang
berkontribusi terhadap pencapaian target pencegahan stunting antara lain:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 50
1) Situasi pandemi menyebabkan terjadinya gangguan layanan gizi terutama di
fasilitas pelayanan kesehatan dan posyandu karena adanya pembatasan
mobilitas masyarakat untuk mencegah terjadinya penularan virus Covid-19
sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 tahun 2020 dan
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB).
2) Studi yang dilakukan oleh Balitbangkes terkait Dampak Pandemi terhadap
Pelayanan Kesehatan menunjukkan bahwa hanya 19.2% puskesmas yang
tetap melaksanakan posyandu. Sementara pelaksanaan pemantauan
pertumbuhan dilakukan di posyandu.
3) Keterbatasan kompetensi tenaga kesehatan dalam melakukan pengukuran
dan menginput pelaporan hasil pengukuran kedalam aplikasi ePPGBM.
4) Keterbatasan alat antropometri di Posyandu dan Puskesmas.
Kegiatan-Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan adalah:
1) Menyusun NSPK dan media KIE yang mendukung agar target yang telah
ditetapkan dapat tercapai. NSPK dan media KIE antara lain:
a. Pedoman Pemantauan Pertumbuhan
b. Pedoman Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi
c. Panduan Sistem Informasi Gizi
d. Panduan Pemantauan Pertumbuhan bagi Kader Posyandu
e. Pedoman Penanggulangan Stunting bagi Dinas Kesehatan, Puskesmas
dan Buku Saku bagi Kader Posyandu
f. Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
g. Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di
Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan
h. SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
i. Media KIE terkait pemantauan pertumbuhan dan pelayanan kesehatan di
Posyandu dan Puskesmas pada masa pandemi COVID 19.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 51
2) Melakukan sosialisasi peraturan dan pedoman antara lain:
a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar
Antropometri Anak.
b. Pedoman Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi
c. Panduan Sistem Informasi Gizi
d. Panduan Pemantauan Pertumbuhan bagi Kader Posyandu
e. Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
f. Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di
Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan
g. SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
h. Media KIE terkait pemantauan pertumbuhan dan pelayanan kesehatan di
Posyandu dan Puskesmas pada masa pandemi COVID 19
3) Pemberian MT tambahan untuk untuk ibu hamil KEK dan balita balita gizi
kurang
4) Peningkatan kompetensi tenaga kesehatan dan kader posyandu untuk
meningkatkan kualitas intervensi gizi spesifik, contohnya melalui Pelatihan
Pemberian Makan Bayi dan Anak, Pelatihan Tata Laksana Anak Gizi Buruk
5) Penguatan intervensi suplementasi gizi mikro diantaranya dengan pemberian
tablet tambah darah untuk ibu hamil dan vitamin A serta taburia untuk balita
6) Penguatan koordinasi lintas program dan lintas sektor terkait untuk
meningkatkan konvergensi implementasi intervensi gizi spesifik dan intervensi
gizi sensitive di seluruh tingkatan pemerintahan sampai ke tingkat masyarakat.
Alternatif Solusi
1) Penguatan kualitas pelayanan dan integrasi program terutama untuk mengatasi
penyebab langsung masalah gizi, misal kegiatan terintegrasi dengan program
TBC dalam mengendalikan risko TBC terhadap terjadinya masalah gizi dengan
meningkatkan asupan anak yang terkena TBC ataupun anak yang berisiko
terkena TBC karena ada anggota keluarganya yang menderita TBC.
2) Peningkatan pemanfaatan pangan lokal untuk Makanan Tambahan balita gizi
kurang melalui pendidikan gizi yang mengkombinasikan kegiatan untuk
meningkatkan pengetahuan gizi ibu hamil juga meningkatkan kemampuan ibu
hamil agar mengkonsumi makanan bergizi sesuai kebutuhan pada masa hamil.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 52
3) Penyediaan dan peningkatan media edukasi gizi untuk ibu hamil, baik melalui
media visual dan elektronik.
4) Penguatan surveilans gizi termasuk manajemen data rutin mulai dari
pengumpulan, analisis, dan pemanfaatan data/informasi.
2. Persentase Balita Wasting
Wasting atau gizi kurang pada balita merupakan masalah gizi akut yang disebabkan
karena kurangnya asupan gizi dan/atau tingginya insiden penyakit infeksi seperti
diare. Wasting dapat menurunkan fungsi kekebalan tubuh sehingga meningkatkan
risiko penyakit infeksi yang diderita semakin parah dan durasinya menjadi lebih
lama. Kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko kematian pada balita.
Prevalensi wasting di Indonesia semakin membaik kondisinya dalam lima tahun
terakhir ini berdasarkan hasil Riskesdan 2018 karena terjadi penururan dari 12,1%
menjadi 10,2%. Namun menurut kriteria WHO untuk proporsi status gizi buruk
(severe wasting) dan status gizi kurang (wasting) pada balita berdasarkan hasil
Riskesdas 2018, Indonesia masih termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat
kategori “serius” karena prevalensinya masih lebih dari 10%.
Pencegahan dan penanggulangan balita wasting (gizi kurang dan gizi buruk)
merupakan salah satu kegiatan gizi esensial untuk pencegahan stunting, Anak yang
mengalami wasting berisiko tinggi untuk menjadi stunting jika tidak ditangani dengan
baik.
Definisi operasional
Balita wasting adalah anak umur 0 sampai 59 bulan dengan kategori status gizi
berdasarkan indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat
Badan menurut Tinggi Badan menurut Umur (BB/TB) memiliki Z-score kurang dari
-2 SD
Cara perhitungan
Persentase balita wasting dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai
berikut:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 53
% 𝐵𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎 𝑊𝑎𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 = Jumlah balita gizi kurang
Jumlah balita yang diukur berat badan dan panjang/
𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑏𝑎𝑑𝑎𝑛
× 100%
Analisa target dan capaian serta Penyajian Data
Sama halnya dengan penghitungan persentase balita stunting, sumber data untuk
menghitung persentase balita wasting didapatkan dari data rutin yang di entry di
sistim informasi gizi terpadu eppgbm (electronic pencatatan dan pelaporan gizi
berbasis masyarakat). Dari data tersebut diketahui bahwa dari 11.453.789 balita
yang diukur berat badan dan tinggi/panjang badannya terdapat 612.592 balita yang
mengalami wasting (5,3%). Kondisi ini menunjukkan bahwa pencapaian persentase
balita wasting pada tahun ini on track atau tercapai karena melampaui target yang
telah ditetapkan (8,1%).
Gambar 17
Grafik Persentase Balita Wasting Berdasarkan Provinsi Tahun 2020
Grafik di atas menggambarkan bahwa 19 provinsi memiliki persentase balita
wasting di atas rata-rata nasional dan 3 provinsi di antaranya memiliki persentase
di atas target, yaitu provinsi Aceh, Papua dan Papua Barat.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 54
Faktor Keberhasilan
a. Menyusun NSPK dan media KIE yang mendukung agar target yang telah
ditetapkan dapat tercapai. NSPK dan media KIE antara lain:
• Pedoman Pemantauan Pertumbuhan
• Pedoman Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi
• Panduan Sistem Informasi Gizi
• Panduan Pemantauan Pertumbuhan bagi Kader Posyandu
• Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
• Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di
Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan
• SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
• Media KIE terkait pemantauan pertumbuhan dan pelayanan di Posyandu
dan Puskesmas pada masa pandemi COVID 19.
b. Melakukan sosialisasi peraturan dan pedoman antara lain:
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar
Antropometri Anak.
• Pedoman Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi
• Panduan Sistem Informasi Gizi
• Panduan Pemantauan Pertumbuhan bagi Kader Posyandu
• Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
• Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di
Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan
• SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
• Media KIE terkait pemantauan pertumbuhan dan pelayanan di Posyandu
dan Puskesmas pada masa pandemi COVID 19
Kegiatan-kegiatan
a. Pemantauan pertumbuhan setiap bulan pada seluruh sasaran Balita di
wilayah kerja Puskesmas baik di Posyandu maupun di fasilitas Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD).
b. Hasil pengukuran dicatat dan dientry oleh tenaga kesehatan di Puskesmas
kedalam aplikasi ePPGBM untuk mengetahui status gizi balita berdasarkan
indeks BB/PB atau BB/TB.
c. Rekapitulasi laporan dilakukan setiap bulan.
d. Pemantauan pertumbuhan di bulan Februari dan Agustus.
e. Survei Status Gizi Indonesia.
f. Menyusun dan mensosialisasikan Pedoman Pemantauan Pertumbuhan
sesuai dengan situasi sebelum, setelah dan pada masa pandemi Covid 19.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 55
g. Sosialisasi peraturan dan pedoman terkait antara lain:
• Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Standar
Antropometri Anak.
• Pedoman Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi
• Panduan Sistem Informasi Gizi
• Panduan Pemantauan Pertumbuhan bagi Kader Posyandu
• Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
• Buku Saku Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita di
Layanan Rawat Jalan bagi Tenaga Kesehatan
• SOP Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
Alternatif solusi
a. Monitoring dan evaluasi terhadap implementasi dan capaian indikator
dilakukan di setiap tingkat administrasi.
b. Bila pandemi telah berakhir dan kondisi pembatasan sudah ditiadakan maka
pelatihan pemantauan pertumbuhan dapat diselenggarakan kembali baik
secara konvensional maupun e-learning.
c. Penguatan kader Posyandu dan tenaga kesehatan Puskesmas dalam
pemantauan pertumbuhan dan pelayanan kesehatan.
d. Intervensi diberikan kepada balita wasting dan severe wasting ditemukan
sesuai Pedoman Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita.
3. Jumlah Balita Mendapatkan Suplementasi Zat Gizi Mikro
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai tiga masalah gizi pada
balita (triple burden) yaitu stunting dan wasting, overweight, serta defisiensi zat gizi
mikro, termasuk anemia. Data Riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa anemia
pada kelompok umur balita (0-59 bulan) sebesar 38,5% dan tergolong tinggi.
Asupan bahan makanan lokal yang dikonsumsi masyarakat masih rendah akan
kandungan zat gizi mikro, sesuai dengan Hasil Survey Diet Total tahun 2014
menunjukkan bahwa asupan protein hewani dan zat gizi mikro penduduk di
Indonesia masih rendah.
Salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan zat gizi mikro pada bayi usia di atas
6 bulan yaitu melalui pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI). Namun ada
beberapa kendala yang menyebabkan pemberian MP-ASI menjadi tidak optimal,
antara lain kurangnya variasi dalam pemilihan jenis makanan maupun jumlahnya.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 56
Pemberian multivitamin dan mineral yang ditambahkan pada makanan dalam
bentuk bubuk tabur gizi atau Taburia merupakan salah satu upaya untuk mengatasi
defisiensi zat gizi mikro pada balita. Suplementasi zat gizi mikro berupa Taburia
dipandang perlu dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi mikro pada
balita karena periode usia tersebut merupakan periode emas untuk tumbuh
kembang anak terutama pada usia 0-2 tahun.
Taburia yang merupakan multi zat gizi mikro berisi 12 (dua belas) macam vitamin
dan 4 (empat) macam mineral yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang
balita dan mencegah terjadinya anemia.
Definisi operasional
Balita usia 6-59 bulan dengan kategori berat badan kurang (BB/U < -2 SD) yang mendapat suplementasi Taburia.
Cara perhitungan
Jumlah balita yang mendapat Taburia di 40 kabupaten/kota lokus di 10 provinsi di Indonesia.
Analisa target dan capaian serta Penyajian Data
Sesuai dengan indikator RPJMN Tahun 2020-2024, target jumlah balita yang
mendapat suplementasi gizi mikro sebanyak 90.000 pada tahun 2020 dengan
sasaran balita (usia 6-59 bulan) dengan status gizi berat badan kurang (BB/U < -2
SD) di 40 kabupaten/kota lokus stunting tahun 2020 terpilih yang ada di 10 provinsi.
Pemilihan kabupaten/kota berdasarkan persentase balita dengan indikator BB/U
<-2 SD (Riskesdas 2018) yang diurutkan dari jumlah absolut tertinggi ke terendah,
kemudian diambil 40 kabupaten/kota dengan jumlah terbanyak.
Setiap balita sasaran mendapat Taburia sebanyak 60 sachet yang diberikan
selama 4 bulan atau tiap bulan masing-masing balita mendapat 15 sachet Taburia.
Taburia diberikan setiap 2 hari sekali sebanyak 1 sachet dan dihabiskan sekaligus
pada saat balita makan. Pemberian Taburia dihentikan bila balita sasaran diketahui
berat badannya sudah baik (BB/U -2 SD sd 1 SD).
Pengadaan Taburia pada tahun 2020 sebanyak 5.400.000 sachet untuk 90.000
balita. Sasaran distribusi Taburia dapat dilihat pada tabel berikut:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 57
Gambar 18 Tabel Sasaran Distribusi Taburia
No. Provinsi Jumlah Balita Sasaran
Jumlah Taburia
1. Sumatera Utara 7.310 438.600
2. Riau 3.010 180.600
3. Sumatera Selatan 1.660 99.600
4. DKI Jakarta 3.060 183.600
5. Jawa Barat 33.540 2.012.400
6. Jawa Tengah 11.020 661.200
7. Jawa Timur 12.730 763.800
8. Banten 9.940 596.400
9. Nusa Tenggara Barat 5.780 346.800
10. Nusa Tenggara Timur 1.950 117.000
INDONESIA 90.000 5.400.000
Gambar 19 Grafik Jumlah Balita yang Mendapat Taburia
Berdasarkan tabel dan grafik di atas, diketahui bahwa balita yang mendapat
suplementasi gizi mikro berupa Taburia berjumlah 90.000 orang yang tersebar di
10 provinsi. Pemilihan kabupaten/kota berdasarkan persentase balita gizi kurang
dengan indikator BB/U <-2 SD dan BB/U <-3 SD (Data IPKM 2018 per Kab/Kota)
2,9
80
2,4
60
1,8
70
1,5
90
1,4
20
1,6
60
3,0
60
6,3
50
4,4
30
3,0
00
2,5
30
2,5
20
2,5
20
2,3
60
2,0
60
1,6
80
1,6
50
1,5
20
1,4
70
1,4
50
4,4
00
2,0
40
1,7
40
1,7
60
2,4
90
2,0
50
1,8
10
1,6
30
1,5
50
1,4
90
3,0
60
2,4
60
2,0
10
1,9
20
1,8
10
1,4
70
2,6
10
1,6
60
1,5
10
1,9
50
160
90,0
00
KO
TA
ME
DA
N
DE
LI
SE
RD
AN
G
LA
NG
KA
T
RO
KA
N H
UL
U
KA
MP
AR
KO
TA
PA
LE
MB
AN
G
KO
TA
JA
KA
RT
A …
BO
GO
R
BE
KA
SI
BA
ND
UN
G
KA
RA
WA
NG
SU
KA
BU
MI
GA
RU
T
CIR
EB
ON
KO
TA
DE
PO
K
KO
TA
BA
ND
UN
G
CIA
NJ
UR
BA
ND
UN
G B
AR
AT
TA
SIK
MA
LA
YA
IND
RA
MA
YU
TA
NG
ER
AN
G
PA
ND
EG
LA
NG
SE
RA
NG
LE
BA
K
BR
EB
ES
GR
OB
OG
AN
KE
BU
ME
N
JE
PA
RA
CIL
AC
AP
PA
TI
JE
MB
ER
MA
LA
NG
KO
TA
SU
RA
BA
YA
SID
OA
RJ
O
PA
SU
RU
AN
BA
NG
KA
LA
N
LO
MB
OK
T
IMU
R
LO
MB
OK
T
EN
GA
H
LO
MB
OK
B
AR
AT
TIM
OR
TE
NG
AH
…
BU
FF
ER
S
TO
CK
…
IND
ON
ES
IA
Balita Mendapat Taburia
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 58
kemudian diurutkan dari jumlah absolut tertinggi ke terendah, lalu diambil 40 besar
yang tertinggi.
Faktor Keberhasilan
1. Tersedianya pedoman dan media KIE yang mendukung agar target yang telah
ditetapkan dapat tercapai, yaitu:
c. Buku Panduan Manajemen Pemberian Taburia
d. Buku Apa dan Mengapa tentang Taburia-Panduan Praktis Bagi Kader
e. Poster Taburia
f. Video Taburia
2. Komitmen para pakar untuk mengikuti pertemuan update panduan Taburia
yang dilakukan secara daring pada saat awal penetapan status pandemi Covid-
19 di Indonesia.
3. Dukungan dari mitra pembangunan dalam melakukan kajian dan penyusunan
naskah akademik terkait Rekomendasi Penyempurnaan Standar Formulasi
dan Kemasan Bubuk Tabur Gizi.
Faktor Penghambat
1. Pengadaan Taburia dimulai kembali pada tahun 2020 setelah beberapa tahun
tidak ada pengadaan untuk taburia. Oleh karena itu membutuhkan waktu untuk
mengumpulkan dokumen dan kajian terdahulu secara cepat dan tepat.
2. Proses pengadaan membutuhkan waktu yang lebih lama karena adanya
perubahan spesifikasi ukuran kemasan tersier dan quartener.
3. Berdasarkan hasil uji laboratorium menunjukkan adanya penurunan kualitas
Taburia kurang dari masa kadaluarsanya yaitu 2 tahun sehingga diperlukan
kajian lebih lanjut disamping kegiatan yang harus terus berjalan.
Kegiatan-kegiatan
1. Pemantauan pertumbuhan setiap bulan pada seluruh sasaran Balita di wilayah
kerja Puskesmas.
2. Hasil pengukuran dicatat dan dientry oleh tenaga kesehatan di Puskesmas
kedalam aplikasi Sigizi Terpadu untuk mengetahui status gizi balita
berdasarkan indeks BB/U.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 59
3. Pencatatan dilakukan setiap saat balita diberikan taburia sedangkan
rekapitulasi laporan dilakukan setiap bulan.
4. Menyusun dan mensosialisasikan Pedoman Pemantauan Pertumbuhan sesuai
dengan situasi sebelum, setelah dan pada masa pandemi Covid 19.
5. Menyusun, mensosialisasikan, dan mendistribusikan buku panduan dan media
KIE terkait Taburia ke 40 kabupaten/kota dan 10 provinsi sasaran penerima
Taburia.
6. Melaksanakan pertemuan pembahasan draf naskah akademik terkait
Rekomendasi Penyempurnaan Standar Formulasi dan Kemasan Bubuk Tabur
Gizi.
Alternatif solusi
1. Monitoring dan evaluasi terhadap implementasi dan capaian indikator
dilakukan di setiap tingkat administrasi.
2. Bila pandemi telah berakhir dan kondisi pembatasan sudah ditiadakan maka
pelatihan pemantauan pertumbuhan dapat diselenggarakan kembali baik
secara konvensional maupun e-learning.
3. Penguatan kader Posyandu dan tenaga kesehatan Puskesmas dalam
pemantauan pertumbuhan dan pelayanan kesehatan.
4. Peningkatan sosialisasi pemberian Taburia melalui media sosial secara massif.
5. Penyediaan Taburia untuk buffer stock pusat dapat menggunakan dana lain
atau pada saat optimalisasi anggaran.
B. Realisasi Anggaran
Dalam rangka mewujudkan target sasaran strategisnya, Direktorat Gizi Masyarakat
pada tahun 2020 mempunyai pagu awal sebesar Rp 574.183.643.000,- melalui DIPA
dengan nomor: SP DIPA-024.03.1.466034/2020 tanggal 12 November 2019. Sampai
dengan periode yang berakhir 31 Desember 2020, Direktorat Gizi Masyarakat telah
melakukan 7 (tujuh) kali revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dari DIPA
awal yaitu:
1. Tanggal 27 Februari 2020 (revisi 1) merupakan revisi Pejabat Perbendaharaan
yaitu Bendahara Pengeluaran dan Pejabat Penandatangan SPM.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 60
2. Tanggal 12 Mei 2020 (revisi 2) merupakan revisi efisiensi anggaran sesuai dengan
surat Menteri Keuangan Nomor: S-302/MK.02/2020 tanggal 15 April 2020 tentang
Langkah-Langkah Penyesuaian Belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran
2020 dan surat Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor :
PR.04.02/I/1380/2020 tanggal 27 April 2020 tentang Usulan Revisi Anggaran
Kementerian Kesehatan dalam APBN-P TA 2020 serta surat Direktur Jenderal
Kesehatan Masyarakat Nomor : PR.04.02/I/429/2020 tanggal 27 April 2020
tentang Distribusi Pagu Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat 2020 setelah
penyesuaian. Revisi tersebut mengakibatkan perubahan pagu anggaran dengan
pagu awal sebesar Rp.574.183.643.000,- setelah revisi terakhir menjadi sebesar
Rp.440.760.213.000,-. Revisi tersebut antara lain berupa pengurangan pagu
belanja barang sebesar Rp.133.273.430.000,- dan pengurangan pagu belanja
modal sebesar Rp.150.000.000,-.
3. Tanggal 27 Agustus 2020 (revisi 3) merupakan revisi halaman III DIPA (Rencana
Penarikan Dana).
4. Tanggal 13 Oktober 2020 (revisi 4) merupakan revisi penambahan volume output
MT Bumil KEK (dari 387.700 ibu hamil menjadi 492.700 ibu hamil) dan MT Balita
Kurus (dari 693.000 balita menjadi 882.000 balita).
5. Tanggal 2 November 2020 (revisi 5) merupakan revisi realokasi anggaran dari
Satuan Kerja Direktorat Gizi Masyarakat ke Sekretariat Jenderal Kemenkes
sebesar Rp.17.786.000.000,-. Dengan adanya revisi ini maka pagu akhir berubah
menjadi Rp. 422.974.213.000,-.
6. Tanggal 30 November 2020 (revisi 6) merupakan revisi pencatatan penerimaan
Hibah Langsung Luar Negeri dalam bentuk uang sebesar Rp.975.671.000,-.
Dengan adanya revisi ini maka pagu akhir berubah menjadi Rp. 423.949.884.000,-
7. Tanggal 28 Desember 2020 (revisi 7) merupakan revisi pemutakhiran data POK.
Dengan demikian pagu akhir yang dimiliki Direktorat Gizi Masyarakat adalah
sebesar Rp. 423.949.884.000,-.
Anggaran sebesar Rp 423.949.884.000,- dibagi dalam 10 (sepuluh) kategori dengan
rincian sebagai berikut:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 61
Gambar 20 Tabel Rincian Anggaran Rencana Kerja Direktorat Gizi Masyarakat
Tahun 2020
Sasaran Strategis Indikator Kinerja Anggaran (Rp)
Meningkatnya
perbaikan gizi
masyarakat
Persentase bayi kurang dari 6
bulan mendapat ASI eksklusif
13.200.000
Persentase kabupaten/kota
melaksanakan surveilans gizi
3.723.310.000
Persentase Puskesmas mampu
melaksanakan tata laksana
balita gizi buruk
1.253.000.000
Persentase ibu hamil Kurang
Energi Kronik (KEK)
185.583.940.000
Persentase balita stunting 12.052.894.000
Persentase balita wasting 212.757.300.000
Jumlah balita yang
mendapatkan suplementasi
gizi mikro
4.514.000.000
Sub Total 419.897.644.000
Realisasi penyediaan layanan
operasional dan pemeliharaan
kantor
432.120.000
Jumlah layanan internal 1.040.000.000
Layanan dukungan manajemen
Satker
2.580.120.000
Sub Total 4.052.240.000
TOTAL
ANGGARAN
423.949.884.000
Alokasi anggaran sebesar Rp 419.897.644.000,- atau 99,04% dari total pagu
anggaran yang diemban oleh Direktorat Gizi Masyarakat direncanakan akan
digunakan langsung untuk mendukung 7 (tujuh) indikator kinerja kegiatan yang
diperjanjikan. Sementara itu 0,96% (Rp 4.052.240.000,-) digunakan untuk kegiatan
dukungan manajemen yang terbagi kedalam 3 (indikator) indikator seperti pada tabel
di atas. Tingkat capaian sasaran strategis diperoleh dengan realisasi anggaran
sebagai berikut:
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 62
Gambar 21 Tabel Realisasi Anggaran Berdasarkan Indikator Kinerja
Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020
Sasaran
Strategis Indikator Kinerja Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) % Reaalisasi
Meningkatnya
perbaikan gizi
masyarakat
Persentase bayi
kurang dari 6 bulan
mendapat ASI eksklusif
13.200.000 13.200.000 100
Persentase
kabupaten/kota
melaksanakan
surveilans gizi
3.723.310.000 3.306.050. 272 88,79
Persentase Puskesmas
mampu melaksanakan
tata laksana balita gizi
buruk
1.253.000.000 1.247.960.470 99.60
Persentase ibu hamil
Kurang Energi Kronik
(KEK)
185.583.940.000 185.434.437.578 99,92
Persentase balita
stunting 12.052.894.000 10.879.828.158 88,61
Persentase balita
wasting 212.757.300.000 210.298.119.674 98,84
Jumlah balita yang
mendapatkan
suplementasi gizi mikro
4.514.000.000 4.419.859.136 97,91
Sub Total 419.897.644.000 415.599.455.288 98,98
Realisasi penyediaan
layanan operasional
dan pemeliharaan
kantor
432.120.000 386.040.000 89,34
Jumlah layanan internal 1.040.000.000 1.015.610.625 97,65
Layanan dukungan
manajemen Satker 2.580.120.000 2.169.281.091 84,08
Sub Total 4.052.240.000 3.570.931.716 88,12
TOTAL
ANGGARAN
423.949.884.000 418.970.387.004 98,83
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa realisasi anggaran yang mendukung
langsung pencapaian tujuh indikator kinerja kegiatan perbaikan gizi mencapai 98,98%,
sementara itu jika dihitung dari total pagu anggaran Direktorat Gizi Masyarakat pada
tahun 2020, realisasi tujuh indikator kinerja kegiatan perbaikan gizi sebesar 98,83%.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 63
Sampai dengan tanggal 31 Desember 2020, Direktorat Gizi Masyarakat sudah
mampu merealisasikan belanja secara bruto sebesar Rp.418.970.387.004,- (98,83%)
dari total anggaran. Sisa anggaran yang tidak terealisasi sebesar Rp.4.979.496.996,-
(1,17%) terdiri dari :
1. Sisa anggaran pengadaan Makanan Tambahan Ibu Hamil KEK dan Balita Kurus
sebesar Rp.298.295.283,-
2. Sisa anggaran pengadaan Media KIE terkait gizi, stunting, covid 19 dsb sebesar
Rp.547.032.014,-
3. Sisa anggaran kegiatan pendampingan monitoring dan evaluasi pemberian
Bantuan Pangan Tunai (BPT) sebesar Rp.1.636.826.626,-;
4. Sisa anggaran dari kegiatan-kegiatan swakelola seperti pertemuan-pertemuan,
rapat-rapat koordinasi, bimtek dan monev, dsb sebesar Rp.2.497.343.073,-.
C. Analisis Efisiensi
Dalam rangka mendukung pelaksanaan kegiatan Direktorat Gizi Masyarakat, maka
telah terjadi efisiensi anggaran pada kegiatan Pengadaan Makanan Tambahan Ibu
Hamil KEK dan Balita Kurus, pelaksanaan konseling menyusui dan pelaksanaan
pelatihan tatalaksana anak gizi buruk. Persentase efisiensi sumber daya biaya dapat
dihitung dengan rumus:
Persentase efisiensi Biaya = 100% - [𝑅𝑒𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎/𝑇𝑎𝑟𝑔𝑒𝑡 𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑥 100%]
Gambar 22 Tabel Efisiensi Anggaran Berdasarkan Indikator Kinerja
Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Realisasi Kinerja
Realiasi Keuangan Efisiensi
(%) Anggaran Realisasi %
Meningkatnya Perbaikan Gizi Masyarakat
Persentase bayi kurang dari 6 bulan mendapat ASI eksklusif
165,25 13.200.000 13.200.000 100,00 0,00
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020 64
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
Realisasi Kinerja
Realiasi Keuangan Efisiensi
(%) Anggaran Realisasi %
Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi
101,18 3.723.310.000 3.306.050.272 88,79 11,21
Persentase Puskesmas mampu melaksanakan tata laksana balita gizi buruk
104,00 1.253.000.000 1.247.960.470 99,60 0,40
Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK)
60,63 185.583.940.000 185.434.437.578 99,92 0,08
Persentase balita stunting
48,13 12.052.894.000 10.879.828.158 90,27 9,73
Persentase balita wasting
65,43 212.757.300.000 210.298.119.674 98,84 1,16
Jumlah balita yang mendapatkan suplementasi gizi mikro
99,82 4.514.000.000 4.419.859.136 97,91 2,09
Berdasarkan tabel di atas, Direktorat Gizi Masyarakat sepanjang Tahun Anggaran
2020 telah melaksanakan efiesiensi pada alokasi anggaran namun tetap menjaga
kualitas kegiatan sehingga tetap mencapai target indikator kinerja yang telah
ditetapkan.
Efisiensi dilakukan terutama karena adanya perubahan metode pertemuan dan
pelatihan dari tatap muka (luring) menjadi online (daring) akibat dari situasi pandemi.
Perubahan tersebut dapat menghemat anggaran menjadi lebih efisein namun tetap
efektif karena target kinerja masih dapat tercapai.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
65
BAB IV PENUTUP
Perjanjian Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat Tahun 2020
menetapkan 4 (empat) indikator kinerja kegiatan yang meliputi: 1) persentase
bayi usia kurang dari 6 bulan mendapatkan ASI Eksklusif; 2) persentase
kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi; 3) persentase puskesmas
mampu tata laksana balita gizi buruk; 4) persentase ibu hamil kurang energi
kronik (KEK). Selain itu, RPJMN Tahun 2020-2024 dan Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 memuat 3 (tiga) indikatopr terkait
gizi yaitu: 1) persentase balita stunting; 2) persentase balita wasting; 3)
jumlah balta mendapatkan suplementasi gizi mikro.
Dalam rangka mencapai target yang telah ditetapkan di atas,
Direktorat Gizi Masyarakat mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp
574.183.643.000,-. (lima ratus tujuh puluh empat milyar seratus delapan
puluh tiga juta enam empat puluh tiga ribu rupiah) setelah efisiensi menjadi
Rp 43.949.884.000,- (empat ratus dua puluh tiga milyar semblian ratus empat
puluh sembilan juta delapan ratus delapan puluh empat ribu rupiah). Dengan
realisasi sebesar 98,836% dari total pagu anggaran terlihat cukup relevan
dengan tercapainya 6 (enam) dari 7 (tujuh) indikator kinerja kegiatan yang
telah ditetapkan. TIdak tercapainya 1 (satu) indikator yaitu jumlah balita
mendapatkan suplementasi gizi berupa taburia dikarenakan adanya alokasi
taburia untuk buffer-stock yang akan digunakan untuk keperluan uji
laboratorium dan antisipasi jika ada daerah di luar lokus yang membutuhkan.
Untuk meningkatkan capaian indikator kinerja dan mengatasi faktor-
faktor penhambat yang telah teridentifikasi, Direktorat Gizi Masyarakat akan
melakukan upaya perbaikan sebagai berikut:
1) Penguatan kualitas pelayanan dan integrasi program terutama untuk
mengatasi penyebab langsung masalah gizi, misal kegiatan terintegrasi
dengan program TBC dalam mengendalikan risko TBC terhadap
terjadinya masalah gizi dengan meningkatkan asupan anak yang terkena
TBC ataupun anak yang berisiko terkena TBC karena ada anggota
keluarganya yang menderita TBC.
LAPORAN KINERJA DIREKTORAT GIZI MASYARAKAT TAHUN 2020
66
2) Peningkatan pemanfaatan pangan lokal untuk Makanan Tambahan
balita gizi kurang melalui pendidikan gizi yang mengkombinasikan
kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan gizi ibu hamil juga
meningkatkan kemampuan ibu hamil agar mengkonsumi makanan
bergizi sesuai kebutuhan pada masa hamil.
3) Penyediaan dan peningkatan media edukasi gizi untuk ibu hamil, baik
melalui media visual dan elektronik.
4) Penguatan surveilans gizi termasuk manajemen data rutin mulai dari
pengumpulan, analisis, dan pemanfaatan data/ informasi.
Pencapaian kinerja kegiatan sangat dipengaruhi oleh perencanaan,
pelaksanaan dan monitoring kegiatan yang berkualitas dan akuntabel. Hal
tersebut diharapkan dapat menjadi acuan bagi Direktorat Gizi Masyarakat
dalam penyelenggaraan kegiatannya melalui peningkatan kapasitas tenaga
gizi dan kesehatan, peningkatan pendidikan gizi, peningkatan kualits program
dan penguatan manajemen gizi di puskesmas.
Kami berharap Laporan Akuntabilitas Kinerja Direktorat Gizi Masyarakat
ini dapat bermanfaat bagi penyusunan Kegiatan Pembinaan Gizi d
Masyarakat di masa yang akan datang dalam rangka mewujudkan
Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan.
top related