KOHESI GRAMATIKAL PADA KUMPULAN CERKAK KIDUNG …
Post on 24-Oct-2021
31 Views
Preview:
Transcript
i
KOHESI GRAMATIKAL PADA KUMPULAN CERKAK
KIDUNG WENGI ING GUNUNG GAMPING
KARYA ST. IESMANIASITA
SKRIPSI
Disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Laras Pamujo
NIM 122160076
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2017
ii
iii
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama mahasiswa : Laras Pamujo
NIM : 122160076
Program Studi : Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa
Menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
sendiri, bukan plagiat orang lain, baik sebagian maupun seluruhnya. Pendapat atau
temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan
kode etik ilmiah.
Apabila terbukti/dapat dibuktikan bahwa skripsi ini adalah hasil plagiat, saya
bersedia bertanggung jawab secara hukum yang diperkarakan oleh Universitas
Muhammadiyah Purworejo.
Purworejo, September 2017
Yang membuat pernyataan,
Laras Pamujo
v
MOTO DAN PERSEMBAHAN
MOTO
1. “Hai orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu,
sesungguhnya Allah beserta orang orang yang sabar‖
(Qs. Al-Baqarah: 153)
2. “Dan orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang
paling baik akhlaknya”( HR.Ahmad )
PERSEMBAHAN
Puji syukur Alhamdulillah penulis persembahkan
skripsi ini kepada:
1. Orang tua tercinta Bapak Baiman Jati
Sucipto dan Ibu Pasini yang senantiasa
memberikan doa, semangat, serta bantuan
secara materil sehingga terselesaikannya
skripsi ini.
2. Adikku tercinta Nuri Yatulfadilah yang
selalu memberi motivasi dan semangat.
3. Semua teman-teman PBSJ angkatan 2012,
khususnya kelas C yang telah memberi
semangat, saran dan rasa kebersamaannya
untuk sama-sama berjuang.
vi
PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt. atas
limpahan rahmat, karunia, dan hidayah-Nya skripsi ini dapat penulis selesaikan.
Skripsi ini penulis susun untuk mengungkap Kohesi Gramatikal yang terkandung
dalam kumpulan cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmaniasita.
Keberhasilan dalam pelaksanaan penelitian ini tidak lepas dari bantuan,
bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-
tingginya kepada:
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Purworejo, Drs. H. Supriyono, M.Pd
yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu
di lembaga pendidikan tinggi ini;
2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Yuli Widiyono, M.Pd dan
selaku pembimbing II yang telah memberikan perhatian dan dorongan,
membimbing, mengarahkan, memotivasi dengan penuh kesabaran dan
tidak mengenal lelah, serta mengoreksi skripsi ini dengan penuh ketelitian
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
3. Ketua Program Setudi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Bapak
Rochimansyah, M. Pd, yang telah memberikan dorongan dan nasehat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
vii
4. Drs. H. Bagiya, M.Hum. selaku pembimbing I yang telah memberikan
perhatian dan dorongan, membimbing, mengarahkan, memotivasi dengan
penuh kesabaran dan tidak mengenal lelah, serta mengoreksi skripsi ini
dengan penuh ketelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;
5. Bapak dan ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa,
yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis, sehingga dapat
menjadi bekal penulis dalam menyusun skripsi in;.
6. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Purworejo yang telah memberikan dukungan dan semangat hingga
terselesaikannya skripsi ini;
7. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak yang telah membantu
dalam proses penyusunan skripsi ini.
Penulis hanya dapat berdoa semoga Allah Swt. memberikan balasan yang
berlipat ganda atas budi baik yang telah diberikan. Semoga skripsi ini bermanfaat
bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Purworejo, 18 Agustus 2017
Penulis,
Laras Pamujo
viii
ABSTRAK
Laras Pamujo 2017. ―Kohesi Gramatikal pada Kumpulan Cerkak Kidung Wengi
Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita.‖ Skripsi. Pendidikan Bahasa dan
Sastra Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) jenis penanda kohesi
gramatikal yang terdapat dalam Kumpulan Cerkak Kidung Wengi Ing Gunung
Gamping, (2) penggunaan bentuk Kohesi Gramatikal pada Kumpulan Cerkak
Kidung Wengi Ing Gunung Gamping.
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data dalam
penelitian ini berupa kutipan-kutipan kalimat yang terdapat dalam Kumpulan
Cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping. Sumber data dalam penelitian ini
adalah Kumpulan Cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping.. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pustaka, simak dan teknik
catat. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dan menggunakan alat
kertas pencatat data. Dalam analisis data digunakan metode analisin isi atau
konten. Dalam penyajian data penelitian ini digunakan untuk mengklasifikasikan
wujud penanda kohesi gramatikal dan penggunaan kohesi gramatikal.
Berdasarkan hasil analisis data terdapat penanda kohesi gramatikal dan
wujud penggunaan penanda kohesi gramatikal dalam Kumpulan Cerkak Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping: 1) Penanda kohesi gramatikal a) Pengacuan
(referensi) dibagi menjadi: pengacuan persona: aku , -ku, dheweke, -mu, kowe, -
ne, lan dak-, pengacuan demonstratif waktu: bengi, maghrib, sore, esuk, jam
sepuluh, rong taun, pengacuan demontratif tempat: omah, padesan, sumur,
pelataran, dalan, kuburan, rumah sakit, kali, pengacuan komparatif: kaya lan plek,
b) Penyulihan (subtitusi) yang dibagi menjadi: subtitusi nominal: Mas Mono –
Kamasku, Mayor–Perwira, Subtitusi verbal: lunga–budhal, subtitusi frasa: dhisik
kae–kapungkur kui, subtitusi klausal: kekasih–pahlawaning ati kang uga
pahlawaning negara, c) pelesapan (elipsis): uki, layang, d) perangkaian
(konjungsi) yang di bagi menjadi: sebab akibat: sebab, merga, mula, pertentangan
: nanging, kelebihan: malah, pengecualian: kejaba, konsesif: senajan, tujuan:
supaya, penambahan: lan, uga, pilihan: utawa, harapan: pangarep-arep, urutan:
banjur, waktu: sawise, syarat: yen, umpama, cara: kanti; (2) penggunaan bentuk
kohesi gramatikal yang paling dominan secara umum adalah pengacuan
(referensi) dan perangkaian (konjungsi).Pengacuan sendiri berjumlah 127 penanda
sedangkan perangkaian berjumlah 75 penanda, sedangkan untuk penggunaan
penanda paling sedikit adalah penyulihan (subtitusi) dan pelesapan (elipsis) lebih
tepatnya pada penanda subtitusi dan elipsis masing masing dari penanda tersebut
haya memiliki 9 penanda.
Kata kunci: kohesi gramatikal, kumpulan cerkak
ix
SARIPATI
Laras Pamujo 2017. ―Kohesi Gramatikal pada Kumpulan Cerkak Kidung Wengi
Ing Gunung Gamping.karya St. Iesmaniasita‖ Skripsi. Pendidikan Bahasa dan
Sastra Jawa. Universitas Muhammadiyah Purworejo.
Panaliten punika gadhah ancas kangge ngandharaken : (1) wujudipun
kohesi gramatikal salebeting Kumpulan Cerkak Kidung Wengi Ing Gunung
Gamping, (2) ginanipun wujud kohesi gramatikal ing Kumpulan Cerkak Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping.
Jinis panaliten inggih punika deskriptif kualitatif. Dhata wonten panaliten
inggih punika kutipan-kutipan ukara ing Kumpulan Cerkak Kidung Wengi Ing
Gunung Gamping. Sumber dhata inggih punika Kumpulan Cerkak Kidung Wengi
Ing Gunung Gamping. Teknik pangumpulan dhata ngginakaken teknik pustaka, teknik simak, lan cathet. Instrumen panaliten inggih punika panaliti ingkang
ngginakaken cathetan. Teknik analisis dhata ingkang diginaaken wonten peneitian
niki inggih punika teknik analisis isi atau konten. Wonten ing penelitian puniko
supados mengklasifikasikan wujudipun penanda kohesi gramatikal lan
keginaanipun kohesi gramatikal.
Kasilipun analisis dhata kawontenan panandha kohesi gramatikal lan
keginaanipun wonten ing Kumpulan Cerkak Kidung Wengi Ing Gunung
Gamping : 1) Penanda kohesi gramatikal a) Pengacuan (referensi) ingkang
kaperang wonten: pengacuan persona: aku , -ku, dheweke, -mu, kowe, -ne, lan
dak-, pengacuan demonstrative waktu: bengi, maghrib, sore, esuk, jam sepuluh,
rong taun, pengacuan demontratif temapat: omah, padesan, sumur, pelataran,
dalan, kuburan, , rumah sakit, kali , pengacuan komparatif : kaya lan plek, b)
Penyulihan (subtitusi) ingkang kaperang wonten: subtitusi nominal: Mas Mono –
Kamasku, Mayor -- Perwira, Subtitusi verbal: lunga – budhal, subtitusi frasa:
dhisik kae – kapungkur kui, subtitusi klausal: kekasih – pahlawaning ati kang uga
pahlawaning negara, c) pelepasan (elipsis): uki, layang, d) perangkaian
(konjungsi) ingkang kaperang wonten: sebab akibat: sebab, merga, mula,
pertentangan : nanging, kelebihan: malah, pengecualian: kejaba, konsesif: senajan,
tujuan: supaya, penambahan: lan, uga, pilihan: utawa, harapan: pangarep-arep,
urutan: banjur, waktu: sawise, syarat: yen, umpama, cara: kanti; (2) penggunaan
bentuk kohesi gramatikal ingkang paling dominan secara umum inggih punika
pengacuan (referensi) dan perangkaian (konjungsi).Pengacuan menika cacahe 127
penanda lan perangkaian punika cacahe 75 penanda, sedangkan untuk penggunaan
penanda paling sedikit adalah penyulihan (subtitusi) dan pelepasan (elipsis) lebih
tepatnya pada penanda subtitusi dan elipsis masing masing dari penanda tersebut
haya memiliki 9 penanda.
Tembung wos: kohesi gramatikal, kumpulan cerkak
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ iv
MOTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
PRAKATA ...................................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
SARIPATI ....................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 5
C. Batasan Masalah.......................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ....................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI ............................ 9
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 9
B. Kajian Teori ................................................................................ 10
1. Bahasa ................................................................................... 11
2. Wacana .................................................................................. 14
3. Kohesi Gramatikal .............................................................. 19
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 25
A. Jenis Penelitian ...................................................................... 25
B. Subjek dan Objek Penelitian ................................................. 25
C. Instrumen Penelitian.............................................................. 26
xi
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 27
E. Keabsahan Data ..................................................................... 28
F. Teknik Analisis Data ............................................................. 29
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA .................... 31
A. Penyajian Data ........................................................................ 31
1. Pengacuan (referensi) ......................................................... 31
2. Penyulihan (subsitusi) ........................................................ 57
3. Pelesapan (elipsis) .............................................................. 60
4. Perangkaian (konjungsi)..................................................... 62
B. Pembahasan Data ..................................................................... 80
1. Bentuk Kohesi Gramatikal ................................................. 80
a. Pengacuan (referensi) .................................................. 80
b. Penyulihan (subsitusi) ................................................. 82
c. Pelesapan (elipsis) ...................................................... 82
d. Perangkaian (konjungsi) .............................................. 83
2. Penggunaan Penanda Kohesi Gramatikal .......................... 83
a. Pengacuan (referensi) .................................................. 84
b. Penyulihan (subsitusi) ................................................. 136
c. Pelesapan (elipsis) ....................................................... 141
d. Perangkaian (konjungsi) .............................................. 145
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 180
A. Simpulan .................................................................................... 180
B. Saran .......................................................................................... 182
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 183
LAMPIRAN .................................................................................................... 184
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Pencata data kohesi gramatikal ..................................................... 26
Tabel 2. Penyajian Data Penanda Pengacuan Persona .............................. 31
Tabel 3. Penyajian Data Penanda Pengacuan Demontratif ........................ 39
Tabel 4. Penyajian Data Penanda Pengacuan Komparatif ......................... 55
Tabel 5. Penyajian Data Penanda Subtitusi Nominal.................................. 57
Tabel 6. Penyajian Data Penanda Subtitusi Verbal .................................... 58
Tabel 7. Penyajian Data Penanda Subtitusi Frasal ..................................... 58
Tabel 8. Penyajian Data Penanda Subtitusi Klausal ................................... 59
Tabel 9. Penyajian Data Penanda Elipsis ................................................... 60
Tabel 10. Penyajian Data Penanda Konjungsi .............................................. 62
Tabel 11. Penyajian Data Bentuk Pengacuan Persona ................................. 80
Tabel 12. Penyajian Data Bentuk Pengacuan Demonstratif ......................... 81
Tabel 13. Penyajian Data Bentuk Pengacuan Koperatif ............................... 82
Tabel 14. Penyajian Data Bentuk Penyulihan ............................................... 82
Tabel 15. Penyajian Data Bentuk Elipsis....................................................... 82
Tabel 16. Penyajian Data Bentuk Konjungsi ................................................. 83
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi ......... 184
Lampiran 2. Kartu Bimbingan Skripsi .......................................................... 185
Lampiran 3. Surat Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi ........ 190
Lampiran 4. Sinopsis .................................................................................... 191
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Bahasa dan manusia itu tidak dapat terpisahkan, baik dari segi tulisan
maupun lisan. Dalam kehidupan manusia, bahasa secara umum adalah alat
komunikasi yang disampaikan seseorang ke orang lain agar bisa mengetahui
apa yang menjadi maksud dan tujuannya. Bahasa merupakan alat komunikasi
yang sangat sempurna dibandingkan dengan alat komunikasi lain seperti
tanda-tanda lalu lintas, poster, baliho dan lain-lain. Bahasa memang belum
dapat dikatakan alat yang mutlak sempurna, namun bila dilihat dari segi
peranannya dalam masyarakat, bahasa sudah dapat dianggap sebagai alat
komunikasi yang sangat ampuh.
Bahasa dalam istilah linguistik adalah satuan lambang bunyi arbitrer
yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja sama,
berinteraksi dan mengidentifikasi diri. Bahasa dapat digunakan dengan saling
memahami atau saling mengerti akan penggunaan sumber daya bahasa yang
dimiliki. Sebagai alat komunikasi, bahasa juga mengalami perubahan karena
terjadinya perkembangan bahasa dari masa ke masa. Bahasa digunakan
sebagai media dalam berkomunikasi dan berinteraksi sosial di masyarakat. Hal
tersebut dapat diaktualisasikan dengan wujud konkret yang berupa karya
sastra.
2
Sastra secara etimologi diambil dari bahasa-bahasa barat (Eropa)
seperti literature (Bahasa Inggris), literature (Bahasa Perancis), literatur
(Bahasa Jerman), dan literatuur (Bahasa Belanda). Semuanya berasal dari kata
litteratura (Bahasa Latin) yang sebenarnya tercipta dari kata grammatika
(Bahasa Yunani). Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan
kata ―littera‖ dan ―gramma‖ yang berarti huruf (tulisan atau litter). Dijelaskan
juga, sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta yang
merupakan gabungan dari kata sas dan mendapat akhiran tra, dimana kata sas
dalam kata kerja tuturan berarti mengarahkan, mengajarkan, memberi
petunjuk atau intruksi. Kata sastra tersebut mendapat akhiran tra yang biasa
digunakan untuk menunjukan alat atau sarana, sehingga sastra berarti alat
untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran. Sebuah kata lain yang
diambil dari bahasa Sansekerta adalah kata ‗pustaka‘ yang secara luas berarti
buku (Teeuw, 2015: 20-21). Karya sastra terdiri dari beberapa bentuk, salah
satunya adalah sastra tulis yang disebut wacana.
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap dan tertinggi atau terbesar di
atas kalimat atau klausa dengan kohesi dan koherensi yang tinggi dan
berkesinambungan, yang mampu mempunyai awal dan akhir yang nyata, serta
disampaikan secara lisan maupun tertulis (Tarigan, 2009: 26). Dalam wacana,
penanda kohesi dan koherensi berpengaruh terhadap suatu kejelasan hubungan
antara bentuk bahasa yang satu dengan yang lain. Selain itu, kohesi dan
koherensi merupakan aspek keutuhan wacana yang membangun dari segi
3
makna dalam sebuah wacana. Salah satu wujud wacana yang di dalamnya
terdapat penanda kohesi dan koherensi adalah cerkak atau cerpen.
Cerpen atau cerita pendek merupakan cerita fiksi dalam bentuk tulisan
atau kata-kata yang mempunyai unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik dan
ekstrinsik. Cerpen merupakan karya sastra berbentuk prosa yang memiliki
ciri-ciri panjang cerita maksimal sepuluh ribu kata, terdiri dari satu konflik,
tokoh tidak mengalami perubahan nasib, dan habis dibaca sekali duduk.
Cerpen yang terdiri dari beberapa judul dan dibukukan disebut dengan
kumpulan cerpen atau antologi cerpen.
Kumpulan cerkak ―Kidung Wengi ing Gunung Gamping‖ karya St.
Ismaniasita merupakan suatu karya hasil cipta sastra yang ditulis dengan
bahasa Jawa ngoko. Teks cerkak tersebut diteliti supaya pesan yang
terkandung dalam teks dapat diketahui. Kumpulan cerkak tersebut terdiri dari
delapan judul diantaranya menceritakan tentang percintaan sepasang kekasih
yang kisahnya sangat rumit, salah satu di antaranya adalah cerkak yang
berjudul ―Kembang Melati Segagang‖ yang menceritakan tentang kisah
percintaan Ukiyati dan Anwar yang berakhir dengan menyedihkan. ―Kembang
Melati Segagang‖ yang menceritakan hubungan Anwar dengan Ukiyati.
Setelah sekian lama bersama Ukiyati merasa bosan dengan Anwar karena
Anwar bersifat tempramen, mudah emosi dan suka curiga terhadap Ukiyati.
Akhirnya Ukiyati memutuskan hubungan dengan Anwar meski cicin sudah
melingkar dijari manisnya. Setelah keduanya berpisah, Anwar meminta
kepada ibunya menjual padi untuk berkuliah di Oxford Inggris, sedangkan Uki
4
berpacaran dengan Rukmono, pria yang selalu dekat dengannya. Kedekatan
mereka berlanjut ke jenjang pernikahan, tetapi keduanya berpisah karena
Rukmono divonis mengidap penyakit sipilis. Tak lama setelah itu Ukiyati
sakit keras, sehingga bapak dan ibu Anwar pergi menjenguknya. Tiba-tiba
Ukiyati menghampiri Sit, adik Anwar dalam mimpi. Kedatangannya
bermaksud untuk meminta maaf atas kesalahannya dimasa lalu. Kemudian Sit
terbangun dan mendapatkan kabar bahwa Ukiyati telah meninggal dunia.
St. Iesmaniasita sebenarnya adalah nama samaran, sedangkan nama
aslinya ialah Sulistyo Utami. Beliau dilahirkan di Terusan Mojokerto pada
tanggal 18 Maret 1933. Beberapa karya sastranya meliputi cerkak, geguritan,
dan esai mengenai kasusastraan Jawa. Adapun buku kumpulan hasil karyanya
adalah ―Kidung Wengi ing Gunung Gamping‖, ―Kringet Saka Tangan
Prakosa‖, ―Buku Kalimput Ing Pendhut‖, dan ―Geguritan‖.
Berdasarkan uraian di atas dapat di kemukaan bahwa Kumpulan
cerkak kidung wengi ing gunung gamping ini dipilih menjadi objek penelitian
karena di dalam kumpulan cerkak tersebut banyak terdapat contoh dari kohesi,
khususnya kohesi gramatikal. Aspek-aspek gramatikal yang digunakan oleh
pengarang dalam cerkak tersebut dapat berfungsi dengan baik, sehingga
kumpulan cerkak kidung wengi ing gunung gamping dapat menjadi wacana
yang padu dan sistematis. Misalnya penggunaan referensi persona –e ‗-nya‘,
deweke ‗dia‘, aku ‗aku‘.
Peneliti tertarik untuk mengkaji kohesi gramatikal dalam kumpulan
cerkak “Kidung Wengi Ing Gunung Gamping” karya St. Iesmaniasita karena
5
di dalam kumpulan cerkak tersebut mengandung kohesi gramatikal dalam
membangun keutuhan wacana dan membentuk cerita yang padu, oleh karena
itu penulis ingin mengetahui bagaimana bentuk kohesi gramatikal yang
terdapat di dalam kumpulan cerkak tersebut. Kohesi gramatikal di antaranya
pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelepasan (elipsis), dan
konjungsi (konjungtion). Selain itu kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing
Gunung Gamping‖ karya St. Iesmaniasita memiliki delapan judul yang sangat
menarik untuk di baca dan tokoh tokoh yg terdapat dalam cerkak tersebut
memiliki watak teladan yang dapat member motivasi bagi pembaca.
Bertumpu pada hal tersebut, peneliti tertarik menganalisis kohesi gramatikal
yang bertujuan untuk meneliti dan memahami lebih dalam tentang bentuk dan
jenisnya.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, muncul beberapa
permasalahan yang dapat di identifikasikan sebagai berikut:
1. Bahasa digunakan sebagai media dalam berkomunikasi dan berinteraksi
sosial di masyarakat. Bahasa dapat digunakan dengan saling memahami
atau saling mengerti akan penggunaan sumber daya bahasa yang dimiliki.
2. Karya sastra terdiri dari beberapa bentuk, salah satunya adalah sastra tulis
yang disebut wacana. Dalam wacana, penanda kohesi dan koherensi
berpengaruh terhadap suatu kejelasan hubungan antara bentuk bahasa yang
satu dengan yang lain.
6
3. Kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St.
Iesmaniasita terdiri dari 8 judul cerkak, dimana masih banyak masyarakat
belum mengenal terhadap bahasa yang digunakan, sehingga tidak semua
masyarakat bisa memahami isi teks dan naskah. Penelitian mengenai
bahasa dan isi teks penting diteliti.
4. Kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St.
Iesmaniasita memuat kohesi gramatikal. Oleh karena itu, harus ada analisis
lebih jauh mengenai kohesi gramatikal yang bertujuan untuk memahami
kumpulan cerkak tersebut.
5. Terdapat bentuk penanda kohesi leksikal di dalam kumpulan cerkak
―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖karya St. Iesmaniasita yang
berguna membangun keutuhan dari segi bentuk, sehingga perlu analisis
kohesi leksikal.
6. Terdapat bentuk penanda koherensi dalam kumpulan cerkak ―Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St. Iesmaniasita yang merupakan
sarana keutuhan wacana dari segi makna, hal tersebut perlu di analisis
membantu memahami kumpulan cerkak tersebut.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dimaksudkan untuk menghindari penguraian
yang terlalu luas dan memudahkan dalam pembahasan masalah. Untuk itu
peneliti membatasi permasalahan dalam penelitian ini meliputi membaca,
menulis, menganalisis bentuk dan penggunaan penanda kohesi gramatikal
7
yang terdapat dalam kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖
Karya St. Iesmaniasita.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam
kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St.
Iesmaniasita?
2. Bagaimana penggunaan bentuk penanda kohesi gramatikal dalam
kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St.
Iesmaniasita?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis membuat judul analisis kohesi dalam kumpulan cerkak
“Kidung Wengi Ing Gunung Gamping” sebagai berikut:
1. mendeskripsikan bentuk kohesi gramatikal yang terdapat dalam kumpulan
cerkak “Kidung Wengi Ing Gunung Gamping” karya St. Iesmaniasita,
2. mendeskripsikan penggunaan bentuk kohesi gramatikal yang terdapat
dalam kumpulan cerkak “Kidung Wengi Ing Gunung Gamping” karya St.
Iesmaniasita.
8
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara
praktis maupun teoritis. Manfaat penelitian ini antara lain dijelaskan sebagai
berikut.
1. Manfaat Teoretis
a. Dapat memberikan manfaat pengembangan keilmuan sastra,
khususnya sastra Jawa.
b. Dapat membantu pengembangan apresiasi sastra Jawa, dan membantu
pengembangan metode penelitian sastra.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat meningkatkan ilmu dan menambah wawasan serta cakrawala
baru bagi para pembacanya.
b. Dapat memberikan perhatian dalam peningkatan pelestarian naskah
berbahasa Jawa.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan kajian secara kritis terhadap kajian terdahulu
sehingga diketahui perbedaan yang khas antara bagian yang terdahulu dengan
kajian yang akan dilakukan. Terdapat penelitian yang relevan dengan
penelitian ini yaitu dilakukan oleh:
1. Rohadi Alfaris (2015) ―Analisis Kohesi Gramatikal dan Leksikal dalam
novel Dokter Wulandari karya Yunani‖ Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purworejo
Dalam penelitian ini dikaji jenis kohesi gramatikal dan leksikal.
Penanda kohesi gramatikal yang ditemukan meliputi pengacuan
(referensi), penyulihan (subtiusi), pelepasan (elipsis), dan perangkaian
(konjungsi). Penanda kohesi leksikal yang ditemukan meliputi repetisi
(pengulangan), sinonimi (persamaan kata), kolokasi (sanding kata) dan
hiponim (hubungan atas-bawah).
Penelitian ini mempunyai persamaan dan perbedaan dengan penelitian
yang dilakuan peneliti. Persamaannya yaitu sama-sama mengkaji kohesi
gramatikal, sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan
oleh Rohadi Alfaris mengkaji kohesi gramatikal dan leksikan dalam novel
Dhokter Wulandari, sedangkan peneliti mengkaji kohesi gramatikal dalam
10
kumpulan cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmaniasita.
2. Joni Fajar (2014) ―Analisis Kohesi Gramatikal dalam Cerbung Kucing
Siluman Majalah Jaya Baya Edisi 15 Juli- 16 September 1990 karya
Soemarno Whd‖ Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Muhammadiyah Purworejo
Dalam penelitian yang kedua ini ditemukan kohesi gramatikal berupa
a) pengacuan, b) penyulihan, c) pelepasan, d) konjungsi. Penelitian ini
memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang diteliti oleh
peneliti. Persamaannya ialah sama-sama mengkaji tentang kohesi
gramatikal, sedangkan perbedaannya terletak pada objek penelitian,
penelitian yang di lakukan oleh Joni Fajar Arif Prasetyo mengkaji wacana
berupa cerbung Kucing Siluman Majalah Jaya Baya Edisi 15 Juli- 16
September 1990 karya Soemarno Whd, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti mengkaji wacana berupa kumpulan cerkak Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita.
B. Kajian Teori
Kajian teoritis merupakan penjabaran kerangka teoritis yang berisi
beberapa kumpulan materi dari berbagai sumber untuk dijadikan sebagai
acuan pokok dalam membahas masalah yang diteliti. Teori yang menjadi
acuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
11
1. Bahasa
a. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling praktis dan
efektif digunakan dibandingkan dengan alat komunikasi yang lain
seperti tanda-tanda lalu lintas, morse, bendera, dan sebagainya. Bahasa
merupakan sebuah alat dan proses, seperti yang dikemukakan oleh
Abdul Chaer (2002: 30) ―Bahasa adalah alat verbal yang digunakan
untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses
penyampaian informasi dalam berkomunikasi itu‖. Dengan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, manusia akan lebih
mudah berinteraksi dengan manusia lain
Untuk dapat menggunakan bahasa diwajibkan mengetahui
berbagai prinsip bahasa serta ciri-ciri yang dimiliki bahasa tersebut
(Tarigan, 2009: 2), sehingga bahasa dapat disederhanakan dalam
bentuk lambang. Kridalaksana menambahkan (2008: 24) bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat
untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Secara
tidak langsung bahasa memiliki peran yang sangat penting dalam
masyarakat sebagai alat komunikasi dan sebagai identitas sosial bagi
masyarakat penggunanya, sehingga bahasa bersifat dinamis atau
berkembang seiring dengan perkembangan zaman.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa bahasa
sistem lambang bunyi yang berperan penting dalam masyarakat.
12
Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi yang dinamis dalam
masyarakat, baik antarindividu maupun antarkelompok.
b. Fungsi Bahasa
Manusia menggunakan bahasa sebagai sarana komunikasi.
Bahasa juga sebagai pembeda antara manusia dengan makhluk hidup
lainnya. Fungsi bahasa menurut MAK Halliday dalam Tarigan (2009:
6-8) menyebutkan bahwa ada tujuh fungsi bahasa, yaitu:
1) fungsi instrumental, berfungsi menghasilkan kondisi-kondisi
tertentu yang menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu,
2) fungsi regulasi, berfungsi sebagai pengawas, pengendali atau
pengatur peristiwa atau berfungsi untuk mengendalikan serta
mengatur orang lain,
3) fungsi pemerian atau representasi, berfungsi untuk membuat
pernyataan-pernyataan, menyampaikan fakta-fakta dan
pengetahuan, menjelaskan atau melaporkan realitas yang
sebenarnya sebagaimana yang dilihat atau yang dialami,
4) fungsi interaksi, berfungsi menjamin serta memantapkan ketahanan
dan kelangsungan komunikasi serta menjalin interaksi sosial,
5) fungsi perorangan, fungsi ini memberi kesempatan kepada seorang
pembicara untuk mengekspresikan perasaan, emosi, pribadi, serta
reaksi-reaksinya yang mendalam,
13
6) fungsi heuristik. Fungsi ini melibatkan pengunaan bahasa untuk
memperoleh ilmu pengetahuan untuk mempelajari seluk beluk
lingkungan,
7) fungsi imajinatif, melayani penciptaan gagasan-gagasan yang
bersifat imajinatif.
Selain itu, Halliday juga memaparkan tiga fungsi lain dari bahasa
yang sering disebut dengan metafungsi. Ketiga metafungsi tersebut
antara lain fungsi ideasional, fungsi interpersonal, dan fungsi tekstual.
Fungsi ideasional berkaitan dengan peranan bahasa untuk
mengungkapkan ide, gagasan, isi pikiran, dan untuk merefleksikan
realitas pengalaman partisipasinya. Fungsi interpersonal berkaitan
dengan peranan bahasa untuk membangun dan memelihara hubungan
sosial, mengungkapkan peranan-peranan sosial dan peranan-peranan
komunikasi yang diciptakan oleh bahasa itu sendiri. Fungsi tekstual
berkaitan dengan peranan bahasa untuk membentuk berbagai mata
rantai kebahasaan dan unsur situasi bahasa yang digunakan oleh para
penggunanya dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Berdasarkan uraian di atas, bahasa merupakan sarana komunikasi
dalam bermasyarakat. Selain itu bahasa memiliki beberapa fungsi, seperti
fungsi instrumental, fungsi regulasi, fungsi pemerian, fungsi interaksi,
fungsi perorangan, fungsi heuristik, dan fungsi imajinatif.
14
2. Wacana
a. Pengertian wacana
Mulyana (2005: 3) menyatakan bahwa kata wacana berasal dari
Bahasa Sansekerta, yaitu wac/wak/vak, yang mempunyai arti berkata
atau berucap. Sedangkan menurut Kridalaksana dalam Kamus
Linguistik (2009: 259) wacana (discourse) adalah satuan bahasa
terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal
tertinggi atau terbesar. Wacana berbentuk novel, buku, seri,
ensiklopedia, dan sebagainya dalam bentuk karangan yang utuh.
Kemudian Tarigan (2009: 26) menambahkan bahwa selain menjadi
satuan bahasa terlengkap, wacana juga memiliki koherensi dan kohesi
tinggi yang berkesinambungan yang mempunyai awal dan akhir yang
nyata disampaikan secara lisan atau tertulis.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Sumarlam (2009: 11)
berpendapat wacana memiliki unsur pembentuk berupa kalimat-
kalimat yang memiliki persyaratan gramatikal dan persyaratan lainnya.
Persyaratan gramatikal tersebut dapat diwujudkan menjadi lisan
maupun tulisan. Tujuannya agar makna yang terkandung di dalamnya
dapat dipahami secara utuh oleh pembaca atau penulis. Dengan begitu
unsur utama pembentuk wacana adalah aspek gramatikal yang
terkandung di dalamnya.
Dari beberapa uraian di atas, dapat di simpulkan bahwa wacana
merupakan satuan bahasa terlengkap yang berupa kalimat yang kohesif
15
dan koherensinya tinggi, yang membentuk suatu makna yang utuh baik
berbentuk lisan maupun tulisan. Untuk membentuk wacana yang
kohesif dan koheren diperlukan aspek gramatikal sebagai unsur
pembentuk utamanya.
b. Jenis-Jenis wacana
Wacana dibagi menjadi beberapa jenis. Jenis wacana
diklasifikasikan berdasarkan sarana yang digunakan, bahasa yang
digunakan, bentuk wacana, dan cara penyampaian wacana itu sendiri
(Chaer, 2012: 272).
Menurut Tarigan (2009: 49-52) wacana berdasarkan sarana yang
digunakan terdiri dari wacana tulis dan wacana lisan. Wacana tulis
adalah wacana yang sarana penyampaiannya dengan media tulis, dan
untuk memahami isi wacana tersebut para penikmat wacana
diharuskan untuk membacanya. Wacana lisan adalah wacana dengan
sarana penyampaiannya menggunakan media lisan, para penikmat
wacana dapat menyimak atau mendengarkan untuk memahami wacana
tersebut.
Berdasarkan bahasa yang digunakan sebagai sarana untuk
mengungkapkannya, wacana diklasifikasikan menjadi:
a. wacana bahasa nasional (bahasa Indonesia), jika dilihat dari ragam
bahasa dapat berupa wacana bahasa Indonesia ragam baku dan
wacana bahasa Indonesia ragam tak baku
16
b. wacana bahasa lokal atau daerah (bahasa Jawa, Bali, Sunda,
Madura, dan sebagai). Wacana bahasa Jawa jika dilihat dari ragam
bahasanya dapat berupa ragam ngoko, krama, dan campuran dari
keduanya
c. wacana bahasa internasional (Inggris)
d. wacana bahasa lainnya, seperti bahasa Belanda, Jerman, Perancis,
dan sebagainya (Sumarlam, 2009: 15).
Wacana berdasarkan bentuknya dibagi menjadi wacana prosa,
wacana puisi, dan wacana drama (Tarigan, 2009: 49). Sumarlam
(2009: 17) menjelas bahwa wacana prosa adalah wacana yang
disampaikan dalam bentuk prosa atau gancaran, baik lisan seperti
pidato, khotbah, dan kuliah maupun tertulis seperti cerita pendek,
cerita bersambung, novel, artikel dan undang-undang; wacana puisi
adalah wacana yang disampaikan dalam bentuk puisi atau geguritan,
baik lisan seperti deklamasi puisi dan lagu-lagu maupun tertulis seperti
syair; dan wacana drama adalah wacana yang disampaikan dalam
bentuk drama atau dialog, baik lisan seperti percakapan antartokoh
dalam drama maupun tertulis seperti naskah sandiwara.
Berdasarkan cara penuturannya, wacana dibedakan menjadi
wacana pembeberan dan wacana penuturan (Tarigan, 2009: 49).
Harimurti Kridalaksana dalam bukunya Kamus Linguistik Edisi
Keempat (2009: 259) memaparkan bahwa wacana pembeberan
(expository discourse) merupakan wacana yang berorientasi pada
17
pokok pembicaraan sehingga tidak mementingkan waktu dan penutur,
dan bagian-bagiannya diikat secara logis; sedangkan wacana penuturan
(narrative discourse) merupakan wacana yang berorientasi pada
pelaku sehingga mementingkan urutan waktu dan penuturnya dalam
waktu tertentu, dan bagian-bagiannya diikat oleh kronologi.
Selain jenis-jenis wacana di atas, Sumarlam (2009: 17) membagi
wacana dari cara dan tujuan pemaparannya dalam lima macam yaitu
wacana narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Wacana
narasi atau wacana pencitraan adalah wacana yang mementingkan
urutan waktu, berorientasi pada pelaku dan seluruh bagiannya diikat
secara kronologis. Wacana deskripsi adalah wacana yang bertujuan
melukiskan, menggambarkan atau memerikan sesuatu secara apa
adanya. Wacana eksposisi atau wacana pembeberan adalah wacana
yang tidak mementingkan pelaku dan waktu, berorientasi pada pokok
pembicaraan dan bagian-bagiannya diikat secara logis. Wacana
argumentasi adalah wacana yang berisi gagasan-gagasan yang
dilengkapi dengan data-data sebagai bukti yang bertujuan untuk
meyakinkan pembaca. Wacana persuasi adalah wacana yang padat dan
menarik pembaca dengan tujuan mengajak atau memberi nasihat pada
para pembacanya.
Sumarlam (2009: 17) menambahkan jenis wacana dari sifat atau
jenis pemakaiannya yang terdiri dari wacana monolog dan wacana
dialog. Wacana monolog (monologue discourse) adalah wacana yang
18
dilakukan seorang diri sehingga ermasuk komunikasi tidak interaktif,
sedangkan wacana dialog (dialog discourse) adalah wacana yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih secara langsung sehingga
termasuk komunikasi interaktif.
Dari penjabaran di atas dapat diambil kesimpulan bahwa jenis-jenis
wacana dapat dikelompokkan berdasarkan sarana, bahasa yang
digunakan, bentuk, cara penyampaian, dan tujuan penyampaian
wacana tersebut, serta sifat atau jenis pemakaiannya. Wacana
berdasarkan sarana yang digunakan, yaitu wacana tulis dan lisan.
Wacana berdasarkan bahasa yang digunakan dibagi menjadi wacana
bahasa nasiona, wacana bahasa lokal atau daerah, wacana bahasa
internasional, dan wacana bahasa lainnya. Wacana dari bentuknya
dibedakan menjadi wacana prosa, puisi, dan wacana drama. Wacana
berdasarkan cara penyampaian dan tujuannya dibagi menjadi wacana
narasi, deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Wacana
berdasarkan sifat atau jenis pemakaiannya dibagi menjadi wacana
monolog dan wacana dialog.
3. Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal adalah kohesi dalam wacana yang berkaitan dengan
aspek bentuk sebagai struktur lahir wacana (Sumarlam, 2009: 23). Aspek
gramatikal tersebut meliputi pengacuan (referensi), penyulihan
(substitution), pelepasan (ellipsis), perangkaian (conjunction).
19
a. Pengacuan (referensi)
Pengacuan atau referensi adalah ―salah satu jenis kohesi gramatikal
yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual
lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya‖
(Sumarlam, 2009: 23). Menurut Kridalaksana (2008: 208), referensi
merupakan hubungan antara referen dengan lambang yang dipakai
untuk mewakilinya yang terbagi atas dua jenis, yaitu endofora (di
dalam teks) dan eksofora (di luar teks).
Referensi endofora terbagi dalam dua jenis, yaitu anaforis
(anaphora) dan kataforis (cataphora) (Mulyana, 2005: 16). Pengacuan
anafora adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual
tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya,
atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu, sedangkan
pengacuan kataforis adalah salah satu kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang
mengikutinya, mengacu pada unsur yang baru disebutkan kemudian.
Satuan lingual tersebut dapat berupa persona (kata ganti orang),
demonstratif (kata ganti penunjuk), dan komparatif (satuan lingual
yang berfungsi membandingkan unsur yang satu dengan unsur yang
lain) ( Sumarlam, 2009: 24). Dengan demikian, jenis kohesi gramatikal
pengacuan tersebut dibagi menjadi tiga macam, yaitu: (l) pengacuan
persona, (2) pengacuan demonstratif, dan (3) pengacuan komparatif.
20
1) Pengacuan persona
Pengacuan persona meliputi kata ganti orang (pronomina
persona) pertama, yakni saya atau aku, kata ganti orang kedua
(kamu, engkau, anda, kalian), dan kata ganti orang ketiga (dia,
mereka) (Mulyana, 2005: 18). Pronomina-pronomina tersebut
merupakan pronomina bebas, selain itu terdapat pronomina-
pronomina terikat, seperti ku-, kau-, dan di- yang disebut
pronomina terikat lekat kiri, dan –ku, -mu, -nya yang disebut
pronomina terikat lekat kanan (Sumarlam, 2009: 24).
2) Pengacuan demonstratif
Pengacuan demonstratif disebut juga kata ganti penunjuk
(Mulyana, 2005: 18). Menurut Sumarlam (2009: 25) kata ganti
penunjuk dibagi menjadi dua macam, yaitu pronomina
demonstratif waktu (temporal) dan pronomina demonstratif tempat
(lokasional). Kemudian Sumarlam (2009: 25-26) menjelaskan
bahwa pronomina demonstratif waktu mengacu pada waktu kini
(kini, sekarang, saat ini), lampau (kemarin, dulu), akan datang
(besok, … depan, … yang akan datang), dan netral (pagi, siang,
sore, pukul 12), sedangkan pronomina demonstratif tempat
mengacu pada lokasi dekat dengan penutur (sini, ini), agak dekat
dengan penutur (situ, itu), jauh dengan penutur (sana), dan
menunjukkan decara eksplisit (Sala, Yogya).
21
3) Pengacuan komparatif
Pengacuan komparatif (perbandingan) adalah salah satu jenis
kohesi gramatikal yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih
yang mempunyai kemiripan segi bentuk, sikap, sifat, watak,
perilaku, dan sebagainya (Sumarlam, 2009: 27). Kata-kata yang
termasuk dalam pengacuan komparatif antara lain seperti,
bagaikan, sama, identik, serupa, dan sebagainya (Mulyana, 2005:
18)
b. Penyulihan (Substitusi)
Penyulihan (sibtitusi) adalah proses hasil penggantian unsur bahasa
oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh
unsur-unsur pembeda atau menjelaskan suatu struktur tertentu
(Kridalaksana, 2008: 229). Dilihat dari segi satuan lingualnya,
substitusi dapat dikelompokkan menjadi substitusi nominal, verbal,
frasa, dan klausa (Sumarlam, 2009: 28).
1) Substitusi nominal
Substitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang
berkategori verbal atau kata benda dengan satuan lingual lain yang
juga berkategori kata benda (Sumarlam, 2009: 28)
2) Substitusi verbal
Substitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang
berkategori verbal atau kata kerja dengan satuan lingual lainnya
yang juga berkategori kata kerja (Sumarlam, 2009: 29).
22
3) Substitusi frasal
Substitusi frasal adalah ―penggantian satuan lingual tertentu
yang berupa kata atau frasa dengan satuan lingual lainnyayang
berupa frasa‖ (Sumarlam, 2009: 29).
4) Situasi klausal
Situasi klausal merupakan ―penggantian satuan lingual tertentu
yang berupa klausa atau kalimat dengan satuan lingual lainnya
yang berupa kata atau frasa‖ (Sumarlam, 2009: 30).
Tarigan (2009:96) menyatakan bahwa substitusi merupakan
hubungan gramatikal, lebih bersifat hubungan kata dan makna.
Substitusi dalam bahasa Indonesia dapat bersifat nominal, verbal,
klausal, atau campuran misalnya satu, sama, seperti itu,
sedemikian rupa, demikian, begitu, melakukan hal yang
sama.Subsitusi lebih mengemukakan hubungan kata-kata (baik
gramatikal maupun leksikal),sedangkan referensi mengemukakan
hubungan makna. Dengandemikian, subsitusi adalah hubungan antar
unsur linguistik, misalnya hubungan antar kata, frase, atau klausa.
Dari beberapa pengertian subtitusi di atas penulis menyimpulkan
subtitusi merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
penggantian unsur kata atau frasa tertentu. Unsur-unsur yang terdapat
dalam subtitusi antaralain subtitusi nominal, subtitusi verbal, dan
subtitusi klausal.
23
c. Pelesapan (elipsis)
Pelepasan (elipsis) atau pelesapan adalah proses penghilangan kata
atau satuan kebahasaan lain, yang merupakan penggantian unsur
kosong (zero), yaitu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja
dihilangkan atau disembunyikan (Mulyana, 2005: 28). Unsur yang
dilesapkan dapat berupa kata, frasa, klausa, atau kalimat (Sumarlam,
2009: 30).
Mulyana (2005: 28) menyatakan bahwa tujuan penggunaan elipsis
adalah agar bahasa yang digunakan menjadi lebih singkat, padat, dan
mudah dimengerti. Kemudian Sumarlam (2009: 30) menjabarkan
fungsi pelesapan dalam wacana adalah (a) menghasilkan kalimat yang
efektif, (b) efisiensi, untuk mencapai nilai ekonomis dalam pemakaian
bahasa, (c) mencapai aspek kepaduan wacana, (d) mengaktifkan
pikiran pendengar maupun pembaca terhadap hal-hal yang tidak
diungkapkan dalam satuan bahasa, dan (e) untuk kepraktisan
berbahasa.
d. Perangkaian (Konjungsi)
Konjungsi adalah penghubungan unsur satu dengan unsur lain
dalam wacana, yang berupa unsur kata, frasa, klausa, kalimat, dan
dapat juga berpa unsur yang lebih besar (Sumarlam, 2009: 32).
Mulyana (2005: 29) menambahkan bahwa konjungsi (kata sambung),
atau yang sering disebut dengan sarana perangkaian unsur-unsur
kewacanaan adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi
24
sebagai penghubung atau perangkai antara kata dengan kata,frasa
dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan
seterusnya.
Menurut Mulyana (2005: 29) jenis konjungsi antara lain: a)
konjungsi adservatif, misalnya kata namun dan tetapi, b) konjungsi
klausal, misalnya kata sebab dan karena, c) konjungsi korelatif,
misalnya kata apalagi dan demikian juga, d) konjungsi subordinatif,
misalnya kata meskipun dan kalau, dan e) konjungsi temporal,
misalnya kata sebelumnya, sesudahnya, lalu, dan kemudian. Dilihat
dari segi makna, perangkaian unsur dalam wacana mempunyai
bermaca-macam makna, antara lain: a) makna sebab akibat (sebab,
karena, maka, makanya), b) makna pertentangan (tetapi, namun), c)
kelebihan/eksesif (malah), d) perkecualian/ekseptif (kecuali), e)
konsesif (walaupun, meskipun), f) tujuan (agar, supaya), g)
penambahan/aditif (dan, juga, serta), h) pilihan/alternatif (atau, apa), i)
harapan/optatif (moga-moga, semoga), j) urutan/sekuensial (lalu, terus,
kemudian), k) perlawanan (sebaliknya), l) waktu (setelah, sesudah,
usai, selesai), m) syarat (apabila, jika (demikian)), n) cara (dengan
(cara), begitu), dan o) makna lainnya (yang ditemukan dalam tuturan).
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang
dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah
disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian
(Arikunto, 2010: 3). Ismawati (2011: 112) menjelaskan bahwa penelitian
deskriptif kualitatif digambarkan melalui kata-kata atau kalimat yang dipisah-
pisahkan menurut kategorinya untuk memperoleh kesimpulan. Penelitian ini
menggunakan penelitian deskriptif kualitatif karena data yang dikaji dan
diteliti dalam kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya
St. Iesmaniasita merupakan kohesi gramatikal. Di samping itu, peneliti juga
menerapkan penelitian wacana yang berhubungan dengan kohesi gramatikal
B. Subjek dan Objek Penelitian
1. Subjek penelitian
Menurut Azwar (2013: 24-35), subjek penelitian adalah sumber data
utama penelitian, yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel
yang diteliti. Sumber data ini diperoleh dari kumpulan cerkak ―Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping‖ Karya St. Iesmaniasita yang diterbitkan
oleh Balai Pustaka Jakarta pada tahun 1958.
26
2. Objek penelitian
Arikunto (2010: 161) menjelaskkan bahwa objek penelitian adalah hal
yang dijadikan peneliti sebagai titik perhatian dari suatu penelitian. Dari
penjelasan di atas, maka objek penelitian ini adalah satuan gramatikal
berupa kalimat yang mengandung kohesi gramatikal dalam kumpulan
cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St. Iesmaniasita.
C. Instrumen Penelitian
Arikunto (2010: 203) menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah
fasilitas-fasilitas yang digunakan peneliti untuk mempermudah dalam
mengumpulkan. Instrumen dalam penelitian ini berupa tabel pencatat data
yang berfungsi untuk mencatat kutipan dari kumpulan cerkak ―Kidung Wengi
Ing Gunung Gamping‖ karya St. Iesmaniasita. Tabel pencatat data yang
digunakan sebagai instrumen penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel I
Pencatat data kohesi gramatikal dama kumpulan cerkak Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping Dening St. Iesmaniasita
No Penanda Kohesi Wujud Penanda Kutipan Terjemahan
1
2
Keterangan:
1. Bagian kolom pertama adalah No. yang menunjukan nomor kohesi
gramatikal dalam Kumpulan Cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung
Gampin‖ karya St. Iesmaniasita.
27
2. Kolom kedua adalah kolom penanda kohesi gramatikal yang menunjukan
kohesi gramatikal yang ditemukan dalam Kumpulan Cerkak ―Kidung
Wengi Ing Gunung Gampin‖ karya St. Iesmaniasita.
3. Kolom ketiga adalah wujud penanda yang menunjukan data wujud
penanda kohesi gramatikal yang di temukan dalam Kumpulan Cerkak
―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St. Iesmaniasita.
4. Kolom keempat deskripsi kalimat dalam cerbung, yang menunjukan
paparan kutipan kalimat beserta artinya yang mengandung kohesi
gramatikal dalam Kumpulan Cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung
Gamping‖ karya St. Iesmaniasita.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa teknik dalam
mengumpulkan data. Teknik yang digunakan antara lain teknik pustaka, teknik
simak, dan teknik catat.
Menurut Subroto (1992: 41) Teknik pustaka adalah mempergunakan
sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Dalam metode teknik pustaka
penulis mencari data dari buku-buku penunjang tentang menganalisis kohesi
gramatikal pada kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖
karya St. Iesmaniasia.
Teknik menyimak adalah mengadakan penyimakan terhadap pemakaian
Bahasa lisan yang bersifat sepontan dan megadakan catatan data relevan yang
sesuai dengan sasaran dan tujuan penelitian. Dengan demikian peneliti
28
membaca kumpulan cerkak dengan teliti dan mencari data yang di perlukan
dalam penelitian(Subroto, 1992 : 42).
Langkah-langkah pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah
1. Membaca dengan teliti cerkak ―Kdung Wengi Ing Gunung Gamping‖
karya St. Iesmaniasita yang akan digunakan sebagai sumber data
2. Mencari unsur-unsur pembangunnya seperti referensi, subtitusi, ellipsis,
dan konjungsi
3. Mengklasifikasikan atau mengelompokan tiap tiap unsur
4. Mencatat klasifikasi itu dalam tabel pencatat data yang telah disediakan.
E. Keabsahan Data
Menurut Moleong (2015: 324), keabsahan data merupakan pemeriksaan
agar data tersebut menjadi lebih akurat. Sugiyono (2012: 263) berpendapat
bahwa uji keabsahan ditekankan pada uji validitas. Penelitian kualitatif
dinyatakan valid apabila tidak ditemukan perbedaan antara apa yang dilaporan
penelitian dengan apa yang terjadi pada objek data penelitian. Sesuai kriteria
keabsahan data yang digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu kredibilitas
atau kepercayaan (credibility). Untuk mencapai tingkat kepercayaan yang
diharapkan, peneliti menggunakan metode meningkatkan ketekunan sebagai
uji validitasnya. Selanjutnya Sugiyono (2012: 270) meningkatkan ketekunan
berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat, mendalam, dan
berkesinambungan.
29
Langkah-langkah yang ditempuh untuk menguji keabsahan data atau
meningkatkan kepercayaan dalam penelitian Analisis Kohesi gramatikal
dalam Kumpulan Cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gampin‖ karya St.
Iesmaniasita sebagai berikut: 1) melakukan pengecekan ulang serta
pengamatan lebih mendalam terhadap analisis jenis, bentuk dan penggunaan
kohesi gramatikal dalam Kumpulan Cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung
Gampin‖ karya St. Iesmaniasita, 2) melakukan pembuktikan keabsahan data
dengan membaca serta menyimak beberapa teori maupun referensi seputar
kohesi gramatikal apabila ditemukan kenyataan ganda dalam tahap analisis
data untuk menunjukkan serta meningkatkan derajat keterpercayaan.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam analisis kohesi
gramatikal dalam cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St.
Iesmaniasita adalah analisis konten. Menurut Ismawati (2011: 81), analisis
konten adalah sebuah teknik untuk membuat referensi-referensi dengan
mengidentifikasikan secara sistematik dan objektif karakteristik-karakteristik
dalam sebuah teks.
Langkah-langkah yang harus dilakukan peneliti dalam menganalisis
sebuah data dengan menggunakan analisis konten sebagai berikut: a) memilih
teks yang akan dianalisis, b) perhatikan tujuan penelitian yang ingin dicapai,
c) mendeskripsikan isi secara objektif, sistematik, dan kualitatif sehingga
ditemukan karakteristk-karakteristik khusus, 4) membuat referensi-referensi.
30
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan
langkah langkah sebagai berikut:
1. memilih data dari kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung
Gamping‖ karya St. Iesmanasita,
2. menentukan tujuan analisis yang akan dicapai, yaitu berupa analisis kohesi
gramatikal dalam kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung
Gamping‖ karya St. Iesmaniasita,
3. mendeskripsikan suatu data, yaitu dengan menganalisis kohesi gramatikal
yang dibagi menjadi empat bagian yaitu pengacuan (referensi), penyulihan
(substitusi), pelepasan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi) di dalam
kumpulan cerkak ―Kidung Wengi Ing Gunung Gamping‖ karya St.
Iesmaniasita,
4. Membuat kesimpulan dari data yang sudah dianalisis.
31
BAB IV
PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN DATA
A. Penyajian Data
Penyajian data dalam penelitian ini digunakan untuk mengklasifikasian
bentuk penanda kohesi gramatikal dan penggunaan bentuk penanda kohesi
gramatikal pada kumpulan Cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping Karya
St. Iesmaniasita. Berikut ini penyajian hasil analisis data yang telah peneliti
lakukan sebagai berikut.
1. Penanda Kohesi Gramatikal Pengacuan (referensi)
Bentuk kohesi gramatikal pengacuan diklasifikasikan menjadi tiga
macam, yaitu (1) Pengacuan Persona, (2) Pengacuan Demonstratif, dan (3)
Pengacuan Komparatif. Di bawah ini disajikan data yang menunjukan kohesi
gramatikal pengacuan pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gampin karya
St.Iesmaniasita.
Tabel 2
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal Pengacuan Persona
No Penanda
Kohesi
Wujud
Penanda
Kutipan Terjemahan
1 Pengacuan
a. Pengacuan
Persona
Aku
„saya‟
“Aku ringkih banget
Sit. Krungu kandane
Uki mangkono mau,
aku ngguju ketjut.
Kelingan sepira
laraning atiku bareng
liburan aku mulih lan
meruhi daupe Uki
karo
Rukmono.”(Cerkak
KMS, Hal 12)
‗Saya lemah sekali
Sit. Mendengar
katanya Uki seperti
itu tadi, saya
tertawa sedih.
Teringat betapa
sakitnya hatiku
ketika liburan, saya
pulang dan melihat
sosok Uki dengan
Rukmono.‘
32
Aku
„Saya‟
Aku
„Saya‟
Aku
„saya‟
Dak-
„saya‟
Aku
„saya‟
Aku
„saya‟
-ku
„saya‟
“Aku ja ngono uga
Sit. Wiwit tjilik
krasan ana ing
omahmu. Nanging
ah, wis ta Sit, pantjen
aku ora kuwat kena
ing tjoba.” (Cerkak
KMS, Hal 13)
“Bareng tekan
lawang aku mengo.
Karepku Uki arep
dakplajoni, dakgered
mlebu
ngomah.”(Cerkak
KMS, Hal 15)
“Aku nangis. Wulan
kepungkur nangisi
mas Anwar, saiki ju
Uki.” (Cerkak KMS,
Hal 16)
“Arep daksapa,
deweke isih nangis.
Mula aku mung
meneng bae.
Dakenteni kareben
meneng olehe nangis
disik.” (Cerkak
WIPK, Hal 20)
“Aku tansah
kelingan wong-
tuwaku sing ngrumati
wiwit aku durung
bisa apa-apa bijen.”
(Cerkak WIPK, Hal
23)
“Adat pangundangku
mas Tok. Prija
memaniking ing atiku
sing wis ditolak
panglamare dening
wong tuwaku.” (Cerkak
WIPK, Hal 25)
‗Saya ya seperti itu
juga Sit. Dari kecil
betah ada di
rumahmu. Tetapi
ah, sudah ya Sit,
memang saya tidak
kuat terkena
cobaan ini.‘
‗Ketika sampai
pintu saya
menoleh. Inginku,
Uki akan saya
kejar, saya tarik
masuk rumah.‘
‗Saya menangis.
Bulan yang lalu
menangisi mas
Anwar, sekarang
mbak Uki.‘
‗Mau saya sapa,
dia masih
menangis. Jadi
saya hanya diam
saya. Saya tunggu
agar menangisnya
diam dulu.‘
‗Saya selalu ingat
orang tuaku yang
merawat dari saya
belum bisa apa-apa
dulu.
‗Panggilanku
biasanya mas Tok.
Laki-laki kesetiaan
hatiku yang sudah
ditolak lamarannya
oleh orang tuaku.
33
Dheweke
„dia‟
-Mu
„kamu‟
Dheweke
„Dia‟
Dheweke
„Dia‟
Dheweke
„Dia
“Diah, let wetara
wulan mas Tok kirim
lajang jen wis teka
saka operasi. Deweke
wis bali karo anak
buahe ana ing kutaku
sing disik kae.”
(Cerkak WIPK, Hal
26)
“Lan saiki wis, An,
An, mas Tok
kepenging weruh
sliramu urip kang
betjik, kang mulja.
Mula kudu
dakaturake bali.”
(Cerkak WIPK, Hal
29)
“Mas Tok kang
mung kari tanganne
kiwa kang isih ana
drijine, isih panggah
njekeli pustule.
Nanging deweke wis
ora ndeleng Danu.”
(Cerkak WIPK, Hal
36)
“Kantjaku ing kapal.
Djenenge Udiman.
Ja ngono Ming,
deweke persis kowe.
Senenge matja.”
(Cerkak LIP, Hal
37)
“Krungu wangsulan
mangkono mau
Mirjani ora
sumambung. Deweke
tumungkul. Krungu
betjiking sikepe
mitrane mau menjang
‗Diah, setelah
beberapa bulan
mas Tok mengirim
surat kalau sudah
selesai dari operasi.
Dia sudah pulang
dengan anak
buahnya yang ada
di kotaku dulu itu.‘
‗Dan sekarang
sudah, An, An,
mas Tok ingin
melihat kamu
hidup yang baik,
yang mulia. Jadi
harus saya antar
pulang.‘
‗Mas Tok yang
hanya tinggal
tangan kirinya
yang masih ada
jarinya, masih bisa
memegang
pistolnya. Tetapi
dirinya sudah tidak
melihat Danu.‘
‗Temanku di kapal,
namanya Udiman.
Ya seperti itu
Ming, dirinya
mirip kamu.
Sukanya
membaca.‘
‗Mendengar
jawaban seperti itu
tadi Mirjani tidak
memahami.
Dirinya menunduk.
Mendengar sikap
baik mitranya tadi
34
Aku
„Saya‟
Aku
„saya‟
Dheweke
„Dia‟
Aku
„saya‟
Deweke
„Dia‟
awake selawase iki.”
(Cerkak LIP, Hal
39)
“Kabungahan apa
Frits?. Aku dewe ora
tau bisa nuduhake.
Ora bisa Ming. Bab
kuwi korumangsani
dewe.” (Cerkak LIP,
Hal 41)
“Krungu tjritane
Mirjani mangkono
mau Frits undjal
ambegan gede,
bandjur. Aku, aku
satemene kepengin
urip karo segara
Ming.‖ (Cerkak LIP,
Hal 43)
“Karotengah sasi
sabandjure, Mirjani
pantjen ninggalake
kutane. Mejang tanah
pegunungan.
Nanging ora ana
rame-rame ing
omahe, sadurunge
deweke budal mau”
(Cerkak LIP, Hal
43)
“Frits, aku luput.
Apuranen ja, jen
kowe bisa aweh
pangapura. Frits,
temenan goroh
sakabehing tjritaku
dek anu kae.”
(Cerkak LIP, Hal
44)
“Ah, deweke dewe
ngerti jen
kepada dia selama
ini.‘
‗Kebahagiaan apa
Frits? Saya sendiri
tidak pernah bisa
memberitahu.
Tidak bisa Ming.
Bab itu kamu pikir
sendiri.‘
‗Mendengar
ceritanya Mirjani
seperti itu, Frits
mengambil nafas
penuh, kemudian
saya, saya
sebenarnya ingin
hidup dengan laut
Ming.‘
‗Satu setengah
bulan setelahnya,
Miryani memang
meninggalkan
kotanya. Ke tanah
pegunungan.
Tetapi tidak ada
keramaian di
rumahnya, sebelum
pergi tadi.‘
‗Frits, saya salah.
Maafkan ya, kalau
kamu bisa
memberi maaf
Frits, memang
bohong semua
ceritaku waktu itu.‘
‗Ah, dia sendiri
mengerti kalau
35
Aku
„saya‟
Deweke
„Dia‟
Kowe
„Kamu‟
Deweke
„Dia‟
pungkasaning
kahanan mau
nrenjuhake atine,
nguwek-uwek
pangrasane, kuwi
dudu karepe
Mirjani.” (Cerkak
LIP, Hal 45)
“Wis, mengko aku
ora susah ko-enteni.
Dahara disik bae.
Tjelatune Surjatinah
marang Wisnu ing
sawidjining dina.”
(Cerkak Gerimis,
Hal 48)
“Ora suwe mobil budal.
Wisnu kari, sanadjan
atine ora pati seneng
ditinggal sing wadon
sekalijan karo
Hardiman mau, deweke
singsot-singsot lirih
mlebu ngomah.”
(Cerkak Gerimis, Hal
48)
“Tenan lho Jati.
Kandaku bijen kae
tenan. Mung kowe
wanita sing daktresnani
ing alam padang iki.
Swarane Hardiman
melas-alis.” (Cerkak
Gerimis, Hal 49)
“Ah Wisnu, Wisnu.
Ora. Deweke ora bisa
njukupi kabutuhanku.
Ora ngerti kekarepane
wong wadon.”
(Cerkak Gerimis, Hal
51)
keadaan tadi
menyedihkan
hatinya, merobek-
robwk rasanya, itu
bukan keinginan
Mirjani.‘
‗Sudah nanti, saya
tidak sudah kamu
tunggu. Makanlah
saja dulu. Katanya
Surjatinah kepada
Wisnu pada hari
itu.‘
‗Tidak lama mobil
keluar. Wisnu
walaupun hatinya
tidak begitu senang
ditinggal
perempuan
bersama dengan
Hardiman tadi,
dirinya bersiul-siul
pelan masuk
rumah.‘
‗Benar Jati. Kataku
dulu itu benar.
Hanya kamu
wanita yang saya
cintai di dunia ini.
Suaranya
Hardiman kasihan‘
‗Ah Wisnu, Wisnu.
Tidak. Dirinya tidak
bisa menyukupi
kebutuhanku. Tidak
mengerti keinginan
seorang wanita.‘
36
Kowe
„Kamu‟
Aku
„saya‟
-ne
„Nya‟
Deweke
„Dia‟
Kowe
„Kamu‟
Kowe
„kamu‟
“Rama. Apa Jati?
Suwe kowe ora
ngrewes aku.
Omongku babarpisan
ora ko-paelu.”
(Cerkak Gerimis,
Hal 52)
“Dene ambegane
Surjatinah wis ora
tata maneh.
Pandelenge saja
klepjur-klepjur.
Dadane sesak, kaja
arep petjah-petjaha.”
(Cerkak Germis,
Hal 54)
“Kala semana
Karlina wis njelehake
tase ing medja.
Deweke uga bandjur
melu njedaki sing
lara njawang
praupan lantjip sing
lagi lumah-lumah ing
amben.” (Cerkak
LKW, Hal 60)
“Iki mau kowe repot
ta? Ora. Wangsulane
Karlina marang
Adrijanto kang wis
bali lungguhan ing
pendapa maneh.”
(Cerkak LKW, Hal
79)
“Hm, nanging kowe
kepengin nggambar
aku tenanan ta?
Karlina mantuk karo
mesem. Lan
Adrijanto. Besuk bae
jen wis kari
‗Bapak. Apa jati?
Lama kamu tidak
mendengarkanku.
Perkataanku sama
sekali tidak kamu
perhatikan.
‗Dan nafasnya
Surjatinah sudah
tidak tertata lagi.
Penglihatannya
tambah tidak jelas.
Dadanya sesak,
seperti akan pecah-
pecah
‗Waktu itu Karlina
sudah menaruh
tasnya di meja. Dia
juga langsung ikut
mendekati yang
sakit melihat wajah
tirus yang sedang
tiduran di tempat
tidur.
‗Ini tadi kamu
repot ya? Tidak.
Jawabnya Karlina
kepada Adrijanto
yang sudah pulang
duduk di rumah
lagi.‘
‗Hm, tetapi kamu
ingin menggambar
saya beneran ya?
Karlina
mengangguk
sambil tersenyum.
Dan Adrijanto.
37
Aku
„saya‟
‟
-mu
„mu‟
Kowwe
„Kamu
-mu
„mu‟
djenengku dik Lien.”
(Cerkak LKW, Hal
81)
“Aku ki rak ora
ngerti bu. Kena apa
aku ora bisa ngedohi
mas Ri. Kaja iki mau.
Ora bisa jen aku ora
arep nemoni.
Tjelatune Karlina
nalika wiwit mlebu
omah maneh karo
ibune.” (Cerkak
LKW, Hal 83)
“Bingungmu ketara
tenan Ina, ing wektu
kari-kari iki. Aku…
aku wedi jen tenan-
tenan aku ora bisa
uwal maneh saka
deweke.” (Cerkak
LKW, Hal 84)
“Kowe ora pareng
sering-sering metu
ing wajah wengi.
Delengen awakmu,
kuru banget ngono.
Adrijanto ngguju.
Bandjur tjelatu jen
ana ngomah ora ana
inspirasi apa-apa.”
(Cerkak LKW, Hal
98)
“Wis ta nduk adja
nemen-nemen olehmu
nggagas Krisno,
mangkono pangarih-
arihe marang Ila
kalasemana.” (Cerkak
Djugrug, Hal 117)
Besok saja kalau
sudah tinggal
namaku dek Lien.‘
‗Saya ini tidak
mengerti bu.
Kenapa saya tidak
bisa menjauhi mas
Ri. Seperti ini tadi.
Tidak bisa kalau
saya tidak
menemui. Katanya
Karlina ketika
masuk rumah lagi
dengan ibunya.‘
‗Bingungmu
kelihatan sekali
Ina, di waktu yang
tinggal segini.
Saya… saya takut
sekali kalau saya
tidak bisa putus
lagi dengan
dirinya.‘
‗Kamu tidak boleh
sering-sering
keluar malam di
waktu malam.
Lihatlah badanmu,
kurus sekali seperti
itu. Adrijanto
tertawa kemudian
berkata kalau di
rumah tidak ada
inspirasi apa-apa.‘
‗Sudah ya nak,
kamu jangan
terlalu memikirkan
Krisno, seperti itu
mengarahkan
kepada Ila waktu
itu.‘
38
Deweke
„Dia‟
Aku
„saya‟
-ne
„nya‟
Aku
„saya‟
-ku
„-ku‟
Aku
„saya‟
Dak-
„Saya‟
“Mung djugruge Ila,
deweke ora ngerti
marang paraning
duwit sing dianggo
sing lanang. Duwit
ma ewu-ewu.”
(Cerkak Djugrug,
Hal 121)
“Aku manggon ing
djalan Kusumu
Bangsa. Nomere ora
susah kok-weruhi.
Mung setitik omah-
oamh ing djalan
Kusuma Bangsa
mau.” (Cerkak ISR,
Hal 134)
“Merga weruh aku
lagi nisik klambine
Nanto karo gujon,
nalika deweke lagi
bae teka.” (Cerkak
ISR, Hal 135)
“Aku kepetuk maneh
karo deweke sawise
patang taun luwih
pepisahan. Asmana
Wisnukuncara.”(Cer
kak ISW, Hal 138)
“Atiku kaja ndjerit-
ndjerit mrentah
supaja aku mandeg
lan bali marani mas
Nu.” (Cerkak ISW,
Hal 140)
“Kondure mas Nu
ing bengi iku,
dakuntapake karo
ejang nganti tekan
‗Terjatuhnya Ila,
dirinya tidak
mengerti dari mana
asalnya uang yang
dipakai suaminya.
Uang beribu-ribu.‘
‗Saya bertempat di
jalan Kusuma
Bangsa. Nomernya
tidak usah kamu
ketahui. Hanya
sedikit rumah-
rumah yang di
jalan Kusuma
Bangsa itu.‘
‗Karena melihat
saya sedang
menjahit bajunya
Nanto sambil
tertawa, ketika dia
baru saja datang.‘
‗Saya bertemu lagi
dengan dirinya
setelah empat
tahun lebih
berpisah. Namanya
Wisnukuncara.‘
‗Hatiku seperti
berteriak-teriak
menyuruh agar
saya berhenti dan
pulang
menghampiri mas
Nu.‘
‗Pulangnya mas
Nu di malam itu,
saya diantar sama
simbah sampai
39
dalan gede.
Langkahe cepet
ngungkurake aku.”
(Cerkak ISW, Hal
146)
jalan besar.
Langkahnya cepat
membelakangiku.‘
Tabel 3
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal Pengacuan Demonstratif
(Penunjukkan)
No Penanda
Kohesi
Wujud
Penanda
Kutipan Terjemahan
1 Pengacuan
a. Demonstr
atif
Waktu
Bengi
„Malam‟
Maghrib
„maghrib
‟
Bengi
„Malam‟
“Dalan tjijut. Jen
bengi ngene, mung
krasa bledug sing
kesarug sikil bandjur
mlebu sadjrone
sepatu. Nanging jen
awan, iki kawuwunan
ulekan sing katut
mumbul dening angin
sing tumijup‖ (KMS,
Hal 7)
“Tekan omah wis
maghrib ju. Sepi.
Mung kari mbok Tun
sing tunggu omah.
Djare ibu karo bapak
lagi ana ke..o lagi
njang omahmu Uki.”
(KMS, Hal 9)
“Wis bengi. Ajo Sit
dakterke bali.
Mengko diadjeng-
adjeng ibu-bapak.
Ajo Sit karo ngadeg
lan nggered
tanganku.” (KMS,
Hal 14)
‗Jalan sempit.
Kalau malam
seperti ini, hanya
terasa debu yang
terkena kaki
kemudian masuk
ke dalam sepatu.
Tetapi jika siang,
ini kejatuhan
tumbukan yang
ikut melompat oleh
angin yang
meniup.‘
‗Sampai rumah
sudah maghrib
mbak. Sepi. Hanya
tinggal bu Tun
yang tunggu
rumah. Katanya
ibu dengan bapak
sedang ada.. o
sedang ke
rumahmu Uki.‘
‗Sudah malam.
Ayo Sit aku antar
pulang. Nanti
ditunggu-tunggu
ibu-bapak. Ayo Sit
dengan berdiri dan
menarik tanganku.‘
40
Sore
„Sore‟
Esuke
„Besok-
nya‟
Sorene
„Sorenya
Bengi
„Malam‟
Esuk
„Besok
“Dumadakan Diah,
dumadakan ing
sawidjining sore
nalika aku lagi bae
mulih saka rumah
sakit, saka ratan aku
weruh jeep kang dak-
enggo minggat kae
ana ngisor wit
klengkeng ngarep
omah.” (WIPK, Hal
27)
“Esuke, mas Tok isih
mbanjuriake
pandjaluke sing
wingi. Lan aku bosen
ngrungokake.”
(WIPK, Hal 31)
“Wiwitan aku dewe
ja ngira kaja
pangiramu kuwi
Diah. Sorene aku
tekan ngomah,
pasurjane mas Tok
sangsaja peteng.”
(WIPK, Hal 32)
“Bengi iku bapak
pijambak kang
ngeterake aku mulih.
Sadalan-dalan tansah
ndangu aku.”
(WIPK, Hal 36)
“Mati neng kali.
Wingi esuk wis
dientasake sing wajib
majit kang kumampul
satjedake rolak ing
M. sawidjining
wanita. Dene ali-ali
barlejan kang isih
‗Tiba-tiba Diah,
tiba-tiba di waktu
sore ketika aku
sedang pulang dari
rumah sakit, dari
halaman rumah
aku melihat jeep
yang aku pakai
kabur itu ada
dibawah pohon
kelengkeng depan
rumah.‘
‗Paginya, mas Tok
masih meneruskan
keinginan yang
kemarin. Dan aku
bosan
mendengarkan.‘
‗Dari saya sendiri
ya mengira seperti
perkiraanku itu
Diah. Sorenya aku
sampai rumah,
mukanya mas Tok
terlihat sedih.‘
‗Malam itu bapak
sendiri yang
mengantar aku
pulang.
Disepanjang jalan
berbicara
denganku.‘
‗Mati di sungai.
Kemarin pagi
sudah diangkat
sama yang ber
wajib mayat
terapung di dekat
tanggul di M. salah
satu wanita.
41
‟karote-
ngah sasi
„Satu
setengah
bulan‟
Malem
minggu
„Malam
minggu‟
Minggu
ngarep
„Minggu
depan‟
Sasi
kepumgk
ur
„Bulan
lalu‟
kantil ing drijine,
mawa tjiri, Adijanto”
(WIPK, Hal 36)
“Karotengah sasi
sabandjure, Mirjani
pantjen ninggalake
kutane. Mejang tanah
pegunungan.
Nanging ora ana
rame-rame ing
omahe, sadurunge
budal mau” (LIP,
Hal 43)
“Sabandjure Wisnu
tjelatu, Sing ngati-ati
lho. Dalane adate
rame jen malem
minggu tanggal
enom ngene.”
(Gerimis, Hal 48)
“Jati, minggu
ngarep aku arep
menjang Singagapur,
kandane karo
ngurangi bantering
lakune mobil.”
(Gerimis, 49)
“Wisnujati, o
Wisnujati getihe
anake dewe. Botjah
sing dadi memaniking
atine sawatara sasi
kepungkur,
sadurunge kelu ing
budjukane Hardiman.
Eluhe dleweran.”
(Gerimis, Hal 51)
Dengan cincin
berlian yang masih
terpasang di
jarinya, dengan ciri
Adiyanto‘
‗Satu setengah
bulan setelahnya,
Mirjani memang
meninggalkan
kotanya. Ke tanah
pegunungan.
Tetapi tidak ada
keramaian di
rumahnya, sebelum
keluar tadi.‘
‗Setelah Wisnu
berkata. Yang hati-
hati lho. Jalan
biasanya ramai
kalau malam
minggu tanggal
muda seperti ini.‘
‗Jati, minggu
depan saya akan ke
Singapura, katanya
sambil mengurangi
cepat jalan mobil.
‗Wisnuyati, o
Wisnuyati anak
darah dagingnya
sendiri. Anak yang
menjadi hatinya
setia sekitar bulan
yang lalu,
sebelumnya
menunduk di
bujukannya
Hardiman. Air
matanya
bercucuran.‘
42
Jam
sepuluh
„jam
sepuluh‟
Patang
wulan
„Empat
bulan‟
Kalih
tengah
„Dua
setengah‟
Kalih
minggu
„Dua
minggu‟
Esuk
sore
„Besok
sore‟
“Dene ing sadjroning
omah kalasemana,
Wisnu dikut karo
anake kang motah-
kepijer. Djerit-djerit
sekajange wiwit djam
sepuluh mau.”
(Gerimis, Hal 54)
“Patang wulan sing
kepungkur, nalika
deweke mentas bae
nampa title doktere,
ja wis ana pitakonan
apa saguh jen
ditugaske ing
Pantiroga ing kuta
Rembang.” (LKW,
Hal 56)
“O nggih ndara. Ti…
tijang mondok sing
onten ngrija kula.
Sakit radi sanget.
Sampun kalih tengah
taun.” (LKW, Hal
58)
“Kula teng mriki
dereng kalih minggu
kok mbok. Dos
dereng apal kalih
kawontenan teng
mriki.” (LKW, Hal
58)
“Dadia esuk sore jen
weteng kula kotong
nika, ning jen gus Ri
saras nggih taksih
saged binger manah
kula.” (LKW, Hal
61)
‗Dan di dalam
rumah waktu itu,
Wisnu ribut
dengan anaknya
yang bandel
Berteriak-teriak
sekencang-
kencangnya dari
jam sepuluh tadi.‘
‗Empat bulan yang
lalu, ketika dirinya
selesai menerima
title dokternya, ya
sudah ada
pertanyaan apa
sanggup kalau
ditugaskan di
Pantiroga di kota
Rembang.‘
‗O ya tuan. O…
orang mondok
yang ada dirumah
saya. Sakit agak
parah. Sudah dua
setengah tahun.‘
‗Saya disini belum
dua minggu kok
bu. Jadi belum
ingat dengan
keadaan disini.‘
‗Jadi pagi sore
kalau perut saya
tidak ada isinya itu,
di gus Ri sehat ya
masih bisa senang
hati saya.‘
43
Wengi
„Malam‟
Esuk
„Besok‟
Djam
telu
„Jam
tiga‟
Bengi
„Malam‟
Bar
maghrib
„Habis
magrib‟
Welasan
taun
„Belasan
tahun
Likuran
taun
„Puluhan
tahun‟
Rong
taun
„Dua
taun
“Nganti ing sawidjining
wengi deweke mung
turu ing kursi djaba.
Lawang wis kantjingan
kabeh.” (LKW, Hal
97)
“Wusana, esuke isih
djam telu penak-penake
wong mungker ing
paturon, Adrijanto
ninggalake omah mau.”
(LKW, Hal 111)
“Bengi iki wis sepi
banget. Ora ana
angin sing sumilir ing
ndjaba. Kekajon
pada kaku ndjegreg.”
(Djugrug, Hal 116)
“Sawenehing prija
kuru, mangling ing
djendela wiwit bar
maghrib mau. Rambute
ora dinata madul-
madul.” (Djugrug, Hal
116)
“Welasan taun, o
malah wis likuran taun
kang kepungkur. Nalika
anjar-anjaran ketemu
bapake Ila ing kantor
surat kabare.”
(Djugrug, Hal 118)
“Nganti rong taun
sawise patemon mau,
deweke temen-temen
dipasrahake dening
wong tuwane marang
prija mau.”
(Djugrug, Hal 118)
‗Sampai di salah
satu malam dirinya
hanya tidur di kursi
luar. Pintu sudah
dikunci semua.‘
‗Terakhir, paginya
masih jam tiga
sedang enak-enaknya
orang mantap dengan
tidurnya, Adrijanto
tadi meninggalkan
rumah/‘
‗Malam ini sudah
sepi sekali. Tidak
ada angin yang
bertiup di luar.
Pepohonan kaku
sekali.‘
‗Ada laki-laki kurus,
melihat di jendela
dari habis maghrib
tadi. Rambutnya
tidak ditata
berantakan.‘
‗Belasan tahun, o
sudah puluhan tahun
yang lalu. Ketika
baru-barunya
bertemu bapaknya Ila
di kantor surat
kabarnya.‘
‗Sampai dua tahun
setelah pertemuan
tadi, dirinya serius
diserahkan oleh
orang tuanya
kepada laki-laki
tadi.‘
44
‟esuke
„Besok-
nya‟
Djam 3
„Jam 3‟
Patang
dina
„empat
hari‟
Wengi
„Malam‟
Esuk
sore
„Besok
sore‟
Rina
wengi
„Tengah
malam‟
“Esuke Ila tilik
menjang
pakundjaran. Idjen
bae, ora kaja adate
karo ibune.”
(Djugrug, Hal 120)
“Dumadakan deweke
kaget krungu
kumlonenge lontjeng
kang nuduhake jen
wektu wis djam 3.”
(Djugurg, Hal 124)
“Nganti patang dina
olehe nglatjak sing
wadon, meksa ora
ketemu. Bali mulih
Ila panggah isih
durung teka.”
(Djugrug, Hal 125)
“Bijen ing
sawidjining wengi
sing kaja iki, ana
sawenehing djedjaka
sing pinuju dolan
menjang omahe
sawidjining kenja.”
(ISR, Hal 134)
“Malah kalasemana
lemu-lemu
ngrempojok lan kerep
kembang. Esuk-sore
olehku ndelengi.”
(ISW, Hal 144)
“Rina wengi. Nganti
awakku kuru. Raiku
putjet. Apa maneh jen
krungu lagune
dinjanjekake.” (ISW,
Hal 150)
‗Paginya Ila ke
penjara. Sendiri
saja, tidak seperti
biasanya dengan
ibunya.‘
‗Tiba-tiba dirinya
terkejut mendengar
bunyi lonceng
yang menandakan
kalau waktu sudah
jam 3.‘
‗Sampai empat hari
melacak istrinya,
memaksa tidak
bertemu. Ila pulang
tetap masih belum
datang.‘
‗Dulu di suatu
malam yang seperti
ini, seorang jejaka
yang bermain
menuju rumahnya
salah satu wanita.‘
‗Waktu itu besar-
besar
menggerombol dan
sering berbunga.
Pagi-sore saya
lihat.‘
‗Siang-malam.
Sampai badanku
kurus. Mukaku
pucat. Apalagi
kalau mendengar
lagunya
dinyanyikan.‘
45
Pengacuan
a. Demonstr
atif
Tempat
Tlatah
„tempat‟
Omah
„Rumah‟
Pasuketa
n
sanding
galengan
„Rumput
dekat
tanggul‟
Sumur
„Sumur
Tengah
sawah
„Tengah
sawah‟
Kamare
„Kamarn
ya‟
“Nanging tlatah iku
wis dadi pasabanku
wiwit tjilik bijen.
Wiwit ana ing
sekolahan angka
loro.” (Cerkak
KMS, Hal 7)
“Tekan omah wis
maghrib ju. Sepi.
Mung kari mbok Tun
sing tunggu omah.
Djare ibu karo bapak
lagi ana ke..o lagi
njang omahmu Uki.”
(KMS, Hal 9)
“Deweke ngadjak
lungguh ana ing
pasuketan sading
galengan. Aku mung
manut. Ana
regemaning
tangane.” (KMS,
Hal 10)
“Oh, melatimu
sanding sumur kae
ora ana sing mekar
Sit?” (KMS, Hal 10)
“Olehe tjetjaturan
seru, sadjake arep
nguwasani sepining
wengi ing tengah
sawah iki.” (KMS,
Hal 12)
“Lan aku weruh mas
Anwar nangis nganti
kamisesegen ing
kamare diarih-arih
ibu.” (KMS, Hal 12)
‗Tetapi tempat itu
sudah menjadi
tempat bermain
dari kecil dulu.
Dari sekolah kelas
dua.‘
‗Sampai rumah
sudah maghrib
mbak. Sepi. Hanya
tinggal bu Tun
yang tunggu
rumah. Katanya
ibu dengan bapak
sedang ada.. o
sedang ke
rumahmu Uki.‘
‗Dia mengajak
duduk di
rerumputan dekat
tanggul. Aku hanya
nurut. Ada yang
menggenggam
tangannya.‘
‗Oh, melatimu
dekat sumur itu
tidak ada yang
mekar Sit?‘
‗Dengan berbicara
keras, sapertinya
akan menguasai
sepinya malam ing
tengah sawah ini.‘
‗Dan aku melihat
mas Anwar
menangis sampai
menangis-nangis di
kamarnya.‘
46
Padesan
„Pedesa-
an‟
Pelatar-
an
„Halam-
an
rumah‟
Omah
„Rumah‟
Dalan
„jalan‟
Kuburan
„Kuburan
‟
Tanggul
„Tanggul
‟
Omah
Padjang-
an
„Rumah
untuk
jaga‟
“Esuke ibu
ngujangake pari akeh
banget. Kanggo
wuwuh sanguine mas
Anwar ninggalaken
padesan, ninggalake
Tanah Air.”(KMS,
Hal 12)
“Lan aku kaya
disurung.
Djumangkah
ninggalake plataran.
Lampu ing omah isih
kekentjaran.” (KMS,
Hal 15)
“Gandane kembang
kambodja tekan
irungku. Merga
sakiwane dalan kang
bakal dakliwati mau
papan kuburan.”
(WIPK, Hal 18)
“Sabab aku wis kerep
liwat kene karo pak
Saerum ing bengi
kaja iki, perlu
menjang tanggul,
ngirim bapak kang
lagi djaga.” (WIPK,
Hal 19)
“Lagi enak-enake
aku djumangkah
nudju menjang omah
padjagan, dadak aku
weruh regemenging
wong kang tetenguk
pinggir kali kono.”
(WIPK, Hal 19)
‗Paginya ibu
menjual padi
banyak sekali.
Untuk menambah
bekal mas Anwar
meninggalkan
pedesaan,
meninggalkan
Tanah Air.‘
‗Dan aku seperti
didorong.
Melangkah
meninggalkan
halaman rumah.
Lampu di rumah
masih terang.‘
‗Baunya bunga
kamboja sampai
hidungku. Karena
disamping kiri
jalan yang akan
aku lewati tadi
tempat kuburan.‘
‗Sebab aku sudah
sering lewat sini
dengan pak
Saerum di malam
seperti ini, perlu ke
tanggul, mengirim
bapak yang sedang
menjaga.‘
‗Sedang enak-
enaknya aku
melangkah menuju
rumah untuk jaga,
tiba-tiba aku
melihat sosok
orang yang tiba-
tiba muncul di
pinggir sungai itu.‘
47
Kota B
„kota B‟
Rumah
sakit
„Rumah
sakit‟
Ratan
„jalan‟
Eper buri
„Teras
belakan‟
Djawa
barat
„jawa
barat‟
“Aku arep kanda jen
pak likku sing ana ing
kuta B kae kerep
takon bab kowe. Jen
pak likku kepengin
banget tepung.”
(WIPK, Hal 22)
“Dumadakan Diah,
dumadakan ing
sawidjining sore
nalika aku lagi bae
mulih saka rumah
sakit, saka ratan aku
weruh jeep kang dak-
enggo minggat kae
ana ngisor wit
klengkeng ngarep
omah.” (WIPK, Hal
27)
“Aku terus lumaju
memburi merga
kelingan jen mas Tok
karemane lenggahan
ing emper buri kambi
mirsani obah-
obahing
kekembangan
tanduranku ing latar
mburi.” (WIPK, Hal
28)
“Mung sawetara dina
deweke bisa melu
tugas neng Djawa
Barat. Bandjur tatu-
tatu abot sawise
nganakake operasi.
Lan mas Tok dirawat
ing rumah sakit
Magelang.” (WIPK,
Hal 30)
‗Aku sering bicara
kalau pak likku
yang berada di kota
B itu sering
bertanya tentang
kamu. Kalau pak
likku ingin sekali
bertemu.‘
‗Tiba-tiba Diah,
tiba-tiba di waktu
sore ketika aku
sedang pulang dari
rumah sakit, dari
halaman rumah
aku melihat jeep
yang aku pakai
kabur itu ada
dibawah pohon
kelengkeng depan
rumah.‘
‗saya lalu berlari
kebelakang karena
teringat kalau mas
Tok sukanya
duduk di teras
belakang sambil
melihat gerak-
gerakan tanaman
bunga dihalaman
belakang.‘
‗Hanya beberapa
hari dirinya bisa
ikut tugas di Jawa
Barat. Kemudian
luka berat setelah
melakukan operasi.
Dan mas Tok
dirawat di rumah
sakit Magelang.‘
48
Ruang
tengah
„Ruang
tengah‟
Warung
„Warung‟
Kali
„Sungai‟
Watuka-
rang
„Batu
kanang‟
Pesisir
„Pantai‟
Kutane
„kotan-
nya‟
“Tangi-tangi bareng
lampu wis pada
disumedi lan aku
krungu gremenging
wong tjetjaturan ing
ruang tengah.”
(WIPK, Hal 32)
“Dene Danu bandjur
mudun lan menjang
warung kang isih
kekentjar damare.”
(WIPK, Hal 34)
“Mati neng kali.
Wingi esuk wis
dientasake sing wajib
majit kang kumampul
satjedake rolak ing
M.” (WIPK, Hal 36)
“Nek mangkono
dakmulih bae ja?
Tjelatu mangkono
mau Mirjani karo
ngadeg, bandjur
djumangkah
ninggalake
watukarang papan
panggonane pada
lungguh sasuwene
mau.” (LIP, Hal 37)
“Bandjur ing
sadjroning mlaku-
mlaku urut pasisir
mau, sing ana mung
sawidjining lagu sing
njanjekake kanggo
swara alus.” (LIP,
Hal 40)
“Karotengah sasi
sabandjure, Mirjani
pantjen ninggalake
‗Bangun-bangun
saat lampu sudah
dinyalakan dan aku
samar-samar
mendengar orang
berbicara di ruang
tengah.‘
‗Dan Danu
kemudian turun
dan ke warung
yang masih nyala
lampunya.‘
‗Mati di sungai.
Kemarin pagi
sudah diangkat
pada yang berwajib
mayat yang
terapung dekat
rolak di M.‘
‗Kalau seperti itu
saya pulang saja
ya? Bicara seperti
tadi Mirjani
dengan berdiri,
kemudian jalan
meninggalkan
watukarang tempat
untuk duduk
berlama-lama‘
‗Kemudian di saat
jalan-jalan lewat
pantai tadi, yang
ada hanya salah
satu lagu yang
dinyanyikan
dengan suara
halus.‘
‗Satu setengah
bulan setelah
Mirjani memang
49
Tanah
pagunu-
ngan
„Tanah
pegunu-
ngan‟
Pelatara-
ne
„Halaman-
nya‟
Daleme
pak like
„rumah
pakdenya
‟
Omah
gedong
„Rumah
gedung‟
Lawang
djero
„Pintu
dalam‟
kutane. Mejang
tanah pegunungan.
Nanging ora ana
rame-rame ing
omahe, sadurunge
budal mau” (LIP,
Hal 43)
“Ana ing kana,
manggon ing omah
sing tjekli
satengahing persil
kopi. Platarane
kebak kekembangan
maneka warna.”
(LIP, Hal 43)
“Pak lik, bu lik apa
dene adi-adine kerep
ngadjak dolan
menjang papan sing
edi-edi sesawangane.
Mirjani manggon ing
daleme pak like.”
(LIP, Hal 43)
„Lan bareng tekan
penering omah gedong
kuna kang ora sepira
padanging lampune jen
ditanding karo
padanging omah-omah
ing kiwa tengene,
deweke menggok.”
(Gerimis, Hal 46)
“Lan saka lawang
djero, djumedul wong
sing menganggon
toga-putih.
Kedombjoran marani
sing mandeg ana ing
tengah latar.”
(Gerimis, Hal 46)
meninggalkan
kotanya. Pergi ke
tanah pegunungan.
Tetapi tidak ada
ramai-rami di
rumahnya, sebelum
tadi keluar.‘
‗Ada di sana
tinggal dirumah
yang kecil tetapi
bagus setengahnya
tanah yang disewa
untuk kopi.
Halamannya penuh
bunga-bunga
beraneka warna.‘
‗Pak Lik, bu lik
jika adik-adiknya
sering mengajak
bermain ke tempat
yang bagus-bagus
pemandangannya.
Mirjani bertempat
di rumahnya Pak
Liknya.‘
‗Dan ketika sampai
ke arah rumah
gedung kuna yang
tidak begitu terang
lampunya kalau
dilawan dengan
terangnya rumah-
rumah di kanan-
kirinya dia berbelok.‘
‗Dan dari pintu
dalam, tiba-tiba
orang yang
memakai toga-
putih kebesaran
mendekat berhenti
di tengah
halaman.‘
50
Kantorku
„Kantor-
ku‟
Omah
„Rumah‟
Kantor
„Kantor‟
Dance
hall
„dance
hall‟
Irama
foxtrot
„Irama
foxtrot‟
Singapu-
ra
„Singapu-
ra‟
Pelatara
ning
omah
„Halam-
an
rumah‟
Regol
„Rumah
“Lan maneh, isih
kesel kok aku. Kowe
ora weruh, pegawean
ing kantorku mau
ngudubillah akehe.”
(Gerimis, Hal 48)
“Lan mengko jen
kowe gelem, terus
menjang Calcutta
pisan. Karo ngurus
dagangan sing
takbutuhake. Rak
penak ta katimbang
utek-utek ing omah
lan ing kantor.”
(Gerimis, Hal 49)
“Mengkono
sabandjure. Nganti
menggok ing Dance
Hall. Lelorone
mudun, marani irama
foxtrot sing sadjak
ngawe-awe.”
(Gerimis, Hal 50)
“Kelakon Surjatinah
nuruti karepe dewe
lan kekarepane
Hardiman. Ing
Singgapur uripe
mung sarwa mewah.”
(Gerimis, Hal 50)
“Lan nalika
Surjatinah metu saka
plataraning omah-
kuna mau, kahanan
sakiwa tengen wis
sepi.” (Gerimis. Hal
52)
“Pastur mau mung
njawang saka regol,
‗Dan lagi, saya
masih lelah. Kamu
tidak melihat,
pekerjaan di
kantorku tadi
sangat banyaknya.‘
‗Dan nanti kalau
kamu mau, lalu ke
Calcutta sekali.
Sambil mengurus
dagangan yang
saya butuhkan.
Gampang kan dari
pada utak-atik di
rumah dan di
kantor.‘
‗Dan selanjutnya.
Sampai belok di
Dance Hall.
Keduanya turun,
mendekat Irama
Foxtrot yang
seperti melambai-
lambai.‘
‗Surjatinah tercapai
menuruti keinginan
sendiri dan
keinginan
Hardiman. Di
Singapura
hidupnya hanya
serba mewah.‘
‗Dan ketika
Suryatinah keluar
dari halaman
rumah-kuna tadi.
Keadaan kiri kanan
sudah sepi.‘
‗Pastur tadi hanya
melihat dari rumah
51
kecil‟
Pantiro-
ga
„Pantiro-
ga‟
Kuta
Rembang
„Kota
Rembang
‟
Pagunu-
ngan
„Pegunun
gan‟
Patama-
nan
„Taman
sana‟
Omah
„Rumah‟
Perengin
g puntuk
„Pinggir
gunung‟
merga deweke ora
gelem arep diterake
bali.” (Gerimis, Hal
52)
“Patang wulan sing
kepungkur, nalika
deweke mentas bae
nampa title doktere,
ja wis ana pitakonan
apa saguh jen
ditugaske ing
Pantiroga ing kuta
Rembang.” (LKW,
Hal 56)
“Saiki wis kelakon
njambut gawe ing
kuta tjilik ing
pegunungan. Sing
adoh karo kuta
Rembang.” (LKW,
Hal 56)
“Sore iku, nalika
deweke lagi
ngematake edine
kembang anggrek
sing kesorotan thahja
surja pungkasan, sing
wis arep surup,
ndadak ana wong
teka ing patamanan
kono.” (LKW, Hal
57)
“Lan Karlina
menggok menjang
omah mentjil ing
perenging puntuk.
Dudu gedong. Malah
prasasat gubug.”
(LKW, Hal 59)
kecil, karena
dirinya tidak mau
akan diantar
pulang.‘
‗Empat bulan yang
lalu, ketika dia
selesai menerima
title dokternya, ya
sudah ada
pertanyaan apa
sanggup kalau
ditugaskan di
Pantiroga di kota
Rembang.‘
‗Sekarang sudah
terlaksana bekerja
di kota kecil di
pegunungan. Yang
jauh dengan kota
Rembang.‘
‗Sore ini, ketika
dirinya sedang
mengamati
bagusnya bunga
anggrek yang
terpancarkan
cahaya matahari
yang terakhir, yang
sudah akan
terbenam, tiba-tiba
ada orang tiba di
taman sana.‘
‗Dan Karlina
berbelok ke rumah
terpencil di pinggir
gunung yang
tinggi. Bukan
bangunan. Malah
seperti gubug.‘
52
Bandung
„Bandung‟
Sekolah-
an
„Sekolah‟
Amben
„Tempat
tidur‟
Ruang
tengah
„Ruang
tengah‟
Kantor
surat
kabare
„Kantor
surat
kabarnya
‟
“Budale Karlina
menjang Bandung,
mung diterake Tanto.
Barengan Hari
Subroto, mahasiswa
tjalon insinjut
pertambangan.”
(LKW, Hal 91)
“Mula saiki malih
ing sekolahan
ngadepi murid-
muride ora krasan.
Ambijantu
ngrampungake
urusan administrasi
ja wegah.” (LKW,
Hal 96)
“Deweke ndeprok ing
ngarep amben mau.
Ing djaba angin isih
midid.” (LKW, Hal
114)
“Dene ing ruang
tengah, sawidjining
ibu sing wis tua
mangku dondoman
sanding lampu
limalas wat, bola-bali
njawang prija sing
mangling ing
djendela mau.”
(Djugrug, Hal 116)
“Welasan taun, o
malah wis likuran
taun kang kepungkur.
Nalika anjar-anjaran
ketemu bapake Ila
ing kantor surat
kabare.” (Djugrug,
Hal 118)
‗Perginya Karlina
ke Bandung, hanya
diantarkan Tanto.
Bersama Hari
Subroto,
mahasiswa calon
institut
pertambangan.‘
‗Jadi sekarang
kembali ke
sekolahan
menghadapi murid-
muridnnya tidak
betah. Membantu
menyelesaikan
urusan administrasi
ya tidak mau.‘
‗Dirinya bersimpuh
di depan tempat
tidur tadi. Di luar
angin masih
berhembus.‘
‗Dan diruang
tengah, salah satu
ibu yang sudah tua
memangku jahitan
dekat lampu lima
belas wat, tiap kali
melihat laki-laki
yang melihat di
jendela tadi.‘
‗Belasan tahun, o
malah sudah
puluhan tahun
yang lalu. Ketika
baru-barunya
bertemu bapaknya
Ila di kantor surat
kabarnya.‘
53
Pakun-
djaran
„Penjara‟
Pakun-
djaran
„Penjara‟
Gunung
kendeng
„Gunung
kendeng‟
Dipan
„Tempat
tidur‟
Kamar
kerdjane
„Kamar
kerjanya‟
Pinggir
sawah
„Pinggir
sawah‟
Daleme
Bulike
„Rumahn
ya bude‟
kebon „Kebun‟
“Esuke Ila tilik
menjang
pakundjaran. Idjen
bae, ora kaja adate
karo ibune.”
(Djugrug, Hal 120)
“Kang ngira jen
lumebune Krisno
menjang ing
pakundjaran kuwi
sabab-sababe kaja
dek bapakne
dikundjara
bijen.”(Cerkak
Djugrug, Hal 121)
“Kanti pangarep-
arep bisa keslamur
perihing atine
sadjroning dadi guru
ing sekolahan sing
mentjil adoh, ing
gunung Kendeng.”
(Djugrug, Hal 125)
“Ora antarane suwe
wis lejeh-lejeh ing
dipan kang uga ana
ing kamar-kerdjane
kono.” ( ISR, Hal
128)
“Deweke lagi ngadeg
pinggir sawah. Ing
ngiringane daleme
bulike, mung keletan
kebon brambang sing
ora sepira ambane
lan pager pete.”
(ISR, Hal 128)
‗Paginya Ila
menjenguk ke
penjara. Sendiri
saja, tidak seperti
biasa dengan
ibunya.‘
‗Yang mengira
kalau masuknya
Krisno ke penjara
itu sebab-sebabnya
seperti waktu
bapaknya di
penjara dulu.‘
‗Dengan berharap
bisa terhibur
perihnya dalam
hati menjadi guru
di sekolahan yang
terpencil jauh, di
gunung Kendeng.‘
‗Tidak berjarak
lama sudah
bersantai-santai di
tempat tidur yang
juga ada di kamar
kerjanya sana.‘
‗Dia sedang berdiri
pinggir sawah. Di
pinggir rumahnya
buliknya, hanya
berjarak kebun
bawang merah
yang tidak begitu
lebar dan pagar
petai.‘
54
Pasukke-
tan
galengan
„Rumput
tanggul‟
Modjo-
kerto
„mojokert
o‟
Djalan
Kusuma
„Jalan
Kusuma‟
Took-
toko
„Toko-
toko‟
Plataran
„Halama
n‟
Daleme
edjang
„rumahny
a eyang‟
“Kanggo narik
pantalone menduwur.
Lan deweke bandjur
lungguh ing
pasuketan galengan. Sirahe nekluk.” (ISR,
Hal 130)
“Neng Modjokerto,
wangsulane karo
mesem. Lan
sabandjure, kowe
kepengin dolan njang
ngomahku? Aku
manggon ing djalan
Kusuma
Bangsa.”(ISR, Hal
134)
“Bareng wis oleh
kurang luwih
rongpuluh langkahku
lakuku, tekan ing
ngarepe toko-toko.”
(ISW, Hal 140)
“Tekan plataran,
(ing kuta iki aku ana
daleme ejang) kira-
kira wis djam sanga.
Lampu ing pandapa
tjahjane katon surem
tekan ing plataran.”
(ISW, Hal 143)
“Ana daleme ejang
mung sawengi iku.
Esuke bali mulih,
menjang enggonku
mulang. Ing desa sepi
satengahing sawah.”
(ISW, Hal 147)
‗Untuk menarik
celananya ke atas,
dan dia kemudian
duduk di
rerumputan
tanggul, kepalanya
menunduk.‘
‗Di Modjokerto,
jawabanya dengan
senyum. Dan
selanjutnya, kamu
ingin bermain ke
rumahku? Saya
bertempat di jalan
Kusuma Bangsa.‘
‗Ketika sudah
kurang lebih dua
puluh langkahku
berjalan, sampai di
depan toko-toko.‘
‗Sampai halaman,
(di kota ini saya
ada di rumah
simbah) kira-kira
sudah jam
Sembilan. Lampu
di pendopo
cahayanya terlihat
suram sampai
halaman.‘
‗Dirumahnya
simbah hanya
semalam. Paginya
pulang, ke
tempatku
mengajar. Di desa
sepi pada tengah-
tengah sawah.‘
55
Pondok-
an
„pndok‟
Desa
„Desa‟
“Durung sawulan
aku kepethuk mas Nu
mau, sawidjining
dina aku kedajohan
rajine mas Nu karo
ibune. Rawuh ing
pondokan ing desa.”
(ISW, Hal 147)
‗Belum sebulan
saya bertemu mas
Nu tadi, salah
suatu hari saya di
datangi adiknya
mas Nu dengan
ibunya. Datang di
pondokan di desa.‘
Tabel 4
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal PengacuanKomparatif
(Perbandingan)
No Penanda
Kohesi
Wujud
penanda
Kutipan Terjemahan
1 Pengacuan
a. Komparat
if
Plek
„Persis‟
Kaja
„Seperti‟
Kaja
„Seperti‟
Kaja
„Seperti‟
“Omonganmu kuwi.
Karo solah-
tingkahmu kok plek
temen karo mas
Anwar.”(Cerkak
KMS, Hal 11)
“Sit, apa ja bisa atiku
bali kaja dek anu
kae? Abjor tjahja
kaja langit iki?”
(Cerkak KMS, Hal
11)
“Kaja ing wektu-
wektu kang uwis, jen
banyu gede ngene
bapak mesti djaga.”
(Cerkak WIPK, Hal
19)
“Aku sakloron nangis
kaja botjah tjilik.
Mung bareng wis
mari, aku lagi bisa
matur mas Tok jen
wiwit wektu iku,
deweke kang nduweni
‗Perkataanmu itu
dengan tingkah
lakuku sama persis
dengan mas
Anwar.‘
‗Sit, apa bisa
hatiku kembali
seperti waktu dulu
itu? Terlihat
sorotan cahaya
seperti langit ini?‘
‗Seperti di waktu-
waktu yang lalu,
kalau air besar
seperti ini bapak
pasti jaga.‘
‗Saya menangis
seperti anak kecil.
Ketika sudah
sembuh, saya baru
bisa berkata ke mas
Tok jika waktu itu,
dia yang saya
56
Kaja
„Seperti‟
Kaja
„Seperti‟
Kaja
„Seperti‟
aku lair batin.”
(Cerkak WIPK, Hal
25)
“Aku jen ndeleng
banjo segara kaja
matja elegy Frits.”
(Cerkak LIP, Hal
41)
“Ora kaja saben
dinane bijen. Botjah
kang kawit tjilik bijen
kae meneng, saiki
kadang katon saja
tikel antenge.”
(Cerkak LKW, Hal
76)
“Mas Kris, aku
kepengin setyaituhu
marang
pandjenengan. Aku
kaja wanita bangsaku
kepengin bekti ing
guru-laki.” (Cerkak
Djugrug, Hal 123)
punya lahir batin.‘
‗Saya kalau
melihat air pantai
seperti melihat
Frits.‘
‗Tidak seperti di
setiap harinya dulu.
Anak yang dari
kecil itu diam.
Sekarang kadang
terlihat tambah
lebih pendiam.‘
‗Mas Kris, saya
ingin setia
kepadamu. Saya
seperti wanita
bangsaku ingin
berbakti dengan
suaminya.‘
57
2. Penanda Kohesi Gramatikal Penyulihan (Subtitusi)
Dilihat dari segi satuan lingualnya, subtitusi dapat dibedakan menjadi
subtitusi nominal, verbal, frasal dan klausal. Di bawah ini disajikan data
yang menunjukan kohesi gramatikal penyulihan (subtitusi) pada cerkak
Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita.
Tabel 5
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal Penyulihan (Substitusi) Nominal
No Penanda
Kohesi
Wujud
Penanda
Kutipan Terjemahan
1 Subtitusi
Nominal
Mas
mono-
kamasku
Aku-
-ku
Mayor-
Perwira
Yu
andah-
Deweke
Iki dudu dwek ku,
ning jase mas mono,
kamasku sing ora tau
bisa kasil
tentamene.WIPK,
Hal. 20
Diah mung kuwi
wangsulanku. Aku
pancen gugup, lan
nutuh awak ku sewe
geneya aku mau kok
nunggoni wong
nangis iki.(WIPK,
Hal 21)
aku tanpa daya, sirah
daksendekake ing
pundake mayor seng
nyetiri
jeep.Sawijining
perwira sing wis bisa
ngrebut atiku.
(WIPK, Hal 24)
Yu andah ora
ngruwes marang
tetembungku mau.
Deweke terus bae
olehe mbanjurake
ukarane (WIPK, Hal
27)
‗ini bukan milikku,
tapi jasnya mas
mono, kakakku
yang tidak pernah
bias memperoleh
penghasilan ‘
‗Diah Cuma itu
pembicaraanku.
Saya memang
gugup dan
menyesali diri
sendiri dikarenakan
menunggu orang
yang menangis‘
‗Aku tanpa daya,
kepala bersandar
dipundak mayor
yang mengendarai
jeep. Satu-satunya
perwira yang bisa
merebut hatiku ‘
‗yu andah tidak
memperhatikan
pembicaraanku
tadi. Dianya terus
membicarakan
perkataannya‘
58
Tabel 6
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal Penyulihan (Substitusi) Verbal
No Penanda
Kohesi
Wujud
Penanda
Kutipan Terjemahan
1 Subtitusi
Verbal
Mingseg-
mingseg-
Tangise
Lunga-
Budal
“Uki mingseg-
mingseg krungu
omonganku ma..mau
Omong lirih-lirih ing
antarane tangise ”
(KMS, Hal 14)
Buktine ing
sewijineng bengi seng
sepi kaya waktu iki,
aku wis lunga saka
ngomah tanpa pamit.
Ah, iseh terang kabeh
kedadean mau. Aku
budal lewat jendela
kamar, banjur jeep
kang wis sumadiya
mabur ngingngatake
aku saka astane
wongtuaku. (WIPK,
Hal 24
‗uki menangis
keras mendengar
perkataanku tadi
bicara pelan-pelan
di antara
tangisnya‘
‗Buktinya di suatu
malam yang sepi
seperti waktu ini,
saya sudah pergi
dari rumah tanpa
pamit,ahh, masih
jelas kejadian tadi,
saya terus lewat
jendela kamar,
kemudian jeep
yang sudah siap
membawa kabur
aku dari kedua
tangan orang
tuaku.‘
Tabel 7
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal Penyulihan (Substitusi) Frasa
No Penanda
Kohesi
Wujud
Penanda
Kutipan Terjemahan
1 Subtitusi
Frasa
Disik
kae-
kepung-
kur kuwi
“Bab-bab sing disik
kae wes ra perlu
maneh. Wes ta
pupusen yen kabeh
mau wis
k…pangeran.
Lalekna kaya
kulawargaku kang
ngaleake kaanan-
kaanan seng
kapungkur kuwi”
(KMS, HAL14)
‗Bab-bab yang
dulu itu tidak perlu
lagi. Saudah saya
putuskan semisal
semua
nitu…pangeran.
Lupakan seperti
keluargaku yang
melupakan
kejadian-kejadian
yang sudah terjadi
59
Lagu-
lagu saka
radio-
lagu-lagu
kuwi
Lagu-lagu saka
radio kang
gemontang ing ruang
tengah uga sangsaya
lamat-lamat teka
ngenangi kendangan
kuping. Lan aku terus
nglangkahake sikil.
Pancene aku ora
seneng lagu-lagu
kuwi .(WIPK, Hal
17)
Lagu-lagu dari
radio yang
bersuara di
ruangan tengah
menjadi melambat
mengenai gendang
telinga. San aku
terus
melangkahkan
kaki. Karena aku
tidak menyukai
lagu-lagu tersebut‘
Tabel 8
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal Penyulihan (Substitusi) Klausa
No Penanda
Kohesi
Wujud
Penanda
Kutipan Terjemahan
1 Subtitusi
Klausal
Kekasih-
Pahlawaning
ati kang uga
pahlawaning
bangsa
Kabejan ketemu
kekasih kang wis
wewulanan ora
nyembangi lan uga
ora aweh lajang.
Kabegjan ketemu
pahlawan ati kang
uga pahlawan
bangsa kang wis
mari anggone
nindaake kewajiban
kanggo Negara.
(WIPK, Hal 28)
‗Kebetulan
bertemu kekasih
yang sudah
berbulan-bulan
tidak bertemu dan
tidak memberi
kabar. Kebetulan
bertemu pahawan
hati yang juga
pahlawan bangsa
yang sudah selesai
menjalankan
kewajiban negara‘
60
3. Penanda Kohesi Gramatikal Pelesapan (elipsis)
Di bawah ini disajikan data yang menunjukkan kohesi gramatikal
pelesapan (elipsis) pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya
St. Iesmaniasita
Tabel 9
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal Pelesapan (Elipsis)
No Penanda
Kohesi
Wujud
penanda Kutipan Terjemahan
1 Elipsis Uki
„Uki‟
Lajang
„layang‟
Kapalku
„kapalku‟
Deweke
„Dia‟
“Uki sing dakadep
saiki wis adoh
banget sungsate karo
sing dek bijen kae.
Swarane,
tjahjaning mripate,
lagejane, ah kabeh
mung nggambarake
urip sing pait, sing
dialami sasuwene
iki.” (Cerkak KMS,
Hal 10)
“Lajange mas Tok
teka maneh. Ngandakake jen
deweke gerah rada
banget.” (Cerkak
WIPK, Hal 26)
“O ja, kapalku saiki
ngganti Ming.
Gede lan katon
gagah-m entereng.
Dadi ja seneng
banget ngemudeni.”
(Cerkak LIP, Hal
39)
“Ah WIsnu, Wisnu.
Ora. Deweke ora
bisa njukupi
‗Uki yang
didepannya
sekarang sudah
jauh berbeda
dengan yang dulu.
Suara, cahaya
matanya, tingkah
lakunya, ah semua
hanya
menggambarkan
hidup yang pahit,
yang sudah di
alami selama ini.‘
‗Suratnya mas Tok
datang lagi.
mengatakan kalau
dia sakit agak
parah.‘
‗O ya, kapalu
sekarang ganti
Ming. Besar dan
terlihat gagah
perkara. Jadi ya
senang sekali saat
mengendarainya.‘
‗Ah Wisnu,
Wisnu. Tidak. Dia
tidak bisa
61
Ibune
„ibunya‟
Adriyanti
„Adriyanto‟
Mantune
„manantu
nya‟
Nggambar
„menggam
bar‟
kabutuhanku. Ora
ngerti kekarepane
wong
wadon.”(Cerkak
Gerimis, Hal 51)
“Ibune ngguju
maneh krungu
wangsulan mang
kono mau.
Nanging guju iki dudu
guju sing bening kaja
adate jen penggalihe
padang kae.”
(Cerkak LKW, Hal
76)
“Adrijanto sumurup
terang. Ora mung
awake bae sing
sehat.Nanging uga gujune ,bisa seru
lan wetune gampang
banget.” (Cerkak
LKW, Hal 105)
“Mantune sing
sawise teka weruh
sing wadon ora ana,
ora suwe bandjur
budal nggoleki.
Nganti patang dina
olehe nglatjak sing
wadon, meksa ora
ketemu” (Cerkak
Djugrug, Hal 125)
“Wis lawas olehe
kepengin nggambar
pemandangan ing
wajah bengi. Lan iki
sawidjining
kesempatan sing apik banget.”
(Cerkak ISR, Hal
129)
menyukupi
kebutuhanku.
Tidak mengerti
keinginan wanita.‘
‗Ibunya tertawa
lagi mendengar
jawaban seperti
itu. Tetapi tertawa
ini bukan tertawa
yang senang
seperti biasanya
kalau hatinya
sedang senang.‘
‗Adrijanto masuk.
Tidak hanya
badannya saja
yang sehat. Tetapi
juga tertawanya
bisa keras dan
keluar mudah
sekali.‘
‗Menantunya
setelah datang
melihat istriya
tidak ada. Tidak
lama kemudian
keluar mencarinya.
Sampai empat hari
mencari istrinya,
tetapi tidak
bertemu.‘
‗Sudah lama ingin
menggambar
pemandangan di
waktu malam. Dan
sekarang salah satu
kesempatan yang
bagus sekali.‘
62
Mas Nu
„Mas Nu‟
“Mas Nu bandjur
mendel bareng
miring panugelku
mau. Maneh
mirsani aku nganti
suwe, kaja lagi bae
kepetuk mau.”
(Cerkak ISW, Hal
140)
‗Mas Nu kemudian
diam ketika
mendengar
perkataanku tadi.
Melihatku sampai
lama, seperti baru
saja bertemu tadi.
4. Penanda Kohesi Gramatikal Perangkaian (konjungsi)
Di bawah ini disajikan data yang menunjukan kohesi gramatikal
Perangkaian (konjungsi)pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping
karya St. Iesmaniasita.
Tabel 10
Sajian Data Penanda Kohesi Gramatikal perangkaian (konjungsi)
No Penanda
Kohesi
Wujud
Penanda
Kutipan Terjemahan
1 Konjungsi
a. Sebab-
akibat
Sebab-
sebabe
„Sebab-
sebabnya
‟
Sebab
„Sebab‟
Merga
„Karena‟
“Disik ta, mengko
disik. Aku rak ora
ngerti sabab-sababe
sing satemene
lungane Rukmono.”
(Cerkak KMS, Hal
14)
―Langkahku adjeg
bae. Sabab aku wis
kerep liwat kene karo
pak Saerum ing bengi
kaja iki, perlu
menjang tanggul,
ngirim bapak kang
lagi djaga.” (Cerkak
WIPK, Hal 19)
“Pantjene ibu ora
pati marengake aku
‗Nanti dulu, saya
kan tidak mengerti
sebab-sebab
kepergian
Rukmono yang
sebenarnya.‘
‗Langkahku diam
saja. Sebab saya
sudah sering lewat
sini dengan pak
Saerum di malam
seperti ini, untuk
pergi ke tanggul
mengant bapak
yang sedang jaga.‘
‗Memang ibu tidak
begitu
63
Sebab
„Sebab‟
Merga
„Karena‟
Mula
„oleh‟
Merga
„Karena‟
melu pak Saerum,
ning merga saka
adrengku, ibu ora
saged menggak
kekarepanku.”
(Cerkak WIPK, Hal
19)
“Lagi enak-enake
aku djumangkah
nudju menjang omah
padjagan, dadak aku
weruh regemenging
wong kang tetenguk
pinggir kali kono.
Kang uga enggal
dakparani, sabab aku
wis tepung akeh karo
punggawane bapak.”
(Cerkak WIPK, Hal
19)
“Lajange mas Tok
teka maneh.
Ngandakake jen
deweke gerah rada
banget. Lan ngarep-
arep tekaku, merga
djare ora ana lija
mung sing tansah
katon ing mripate.”
(Cerkak WIPK, Hal
26)
“Kaget banget aku
Diah. Mula enggal
takon kesalahan sing
daktindakake lan isih
durung dakweruhi.”
(Cerkak WIPK, Hal
29)
“Frits, aku tau
krungu jen pelaut
mengizinkan saya
itu pak Saerum,
tetapi karena
keinginanku, ibu
tidak bisa
menghalangi
keinginanku.‘
‗Sedang enak-
enaknya saya
melangkah menuju
rumah jaga, tiba-
tiba saya melihat
sosok orang yang
melamun dipingir
sungai. Lalu saya
langsung
menghampiri,
sebab saya sudah
banyak bertemu
dengan aparatnya
bapak,‘
‗Suratnya mas Tok
datang lagi.
Mengatakan kalau
dia sakit agak
parah. Dan
mengaharap
kedatanganku,
sebab katanya
tidak ada yang lain
terlihat di
matanya.‘
‗Terkejut sekali
saya Diah. Oleh
karena itu langsung
bertanya kesalahan
yang saya lakukan
dan masih belum
saya ketahui.‘
‗Frits, saya pernah
mendengar kalau
64
Merga
„Karena‟
Sebab-
sebabe
„sebab-
sebabnya
‟
Merga
„Karena‟
Sebab
„Sebab‟
kuwi… jen djiwane
pelaut kuwi, sing
akeh-akeh wis…
merga kekerepen
kesepen ing
satengahing segara.”
(Cerkak LIP, Hal
39)
“Marga wong sing
kaja kowe mesti
luwih bisa
ngrasakake
katimbang
didongengi.”
(Cerkak LIP, Hal
41)
“Frits, jen kowe
kepengin meruhi
sabab-sababe ngene,
kowe weruh ibuku?
Pandjenengane saged
nggudjeng lan mesem
jen ngendikan karo
kowe.” (Cerkak LIP,
Hal 44)
“Kadang kala ja
kalimput ing kelalen.
Nanging jen wis
eling, luwih becik
njuwuna pangapura
marang Gusti, merga
Pandjenengane sing
nitahake kowe ing
alam padang iki.”
(Cerkak Gerimis,
Hal 53)
“Kowe saiki arang,
ora tau mjang
enggonku dik Lien.
Sabab, sing dadi ora
ala-ala kok mas.
Apik-apik kabeh.”
pelaut itu.. kalau
jiwanya pelaut itu,
kebanyakan sudah..
sebab sering
kesepian di tengah
laut.‘
‗Sebab orang yang
seperti kamu pasti
lebih bisa
merasakan
daripada di
dongengi.‘
‗Frits, kalau kamu
ingin melihat
sebab-sebab seperti
ini, kamu melihat
ibuku? Dia bisa
tertawa dan
senyum kalau
berbicara
denganmu.‘
‗Biasanya ya lupa,
tetapi kalau sudah
ingat, lebih baik
mintalah ampun
kepadaTuhan,
karena Dia yang
menyuruh kamu di
alam ini.‘
‗Kamu sekarang
jarang, tidak
pernah ke
tempatku dik Lien.
Karena yang jadi
tidak jelek-jelek
65
Merga
„Karena‟
Merga
„Karena‟
Merga
„Karena‟
(Cerkak LKW, Hal
80)
“Pantjene Adrijanto
kepengin enggal-
enggal kirim lajang.
Nanging marga
kelingan sikepe
Karlina sing
diweruhi, mula
kekarepan mau
tansah dialang-
alangi dewe.”
(Cerkak LKW, Hal
93)
“Olehe medarake
ukara-ukara iki,
marga panganggepe
marang mantune
kang wus kaja
marang anake
dewe.” (Cerkak
Djugrug, Hal 119)
“Ija dik Tik. Sareh
sambunge Retnadi,
malah mripate katja-
katja bae kala
samana. Merga
weruh aku lagi sibuk
nisik klambine Nanto
karo gujon nalika
deweke lagi bae
teka.” (Cerkak SIR,
Hal 135)
kok mas, bagus-
bagus semua.‘
‗Memang
Adrijanto ingin
cepat-cepat kirim
surat tetapi karena
teringat melihat
sikapnya Karlina,
oleh karena itu
keinginan tadi
selalu di haling-
halangi sendiri.‘
‗Dengan
menjelaskan
kalimat-kalimat
ini, karena
menganggap jika
menantunya sudah
seperti anaknya
sendiri.‘
‗Iya dik Tik.
Sambungnya
Retnadi, malah
matanya berkaca-
kaca terus waktu
itu. Karena
melihaku sedang
sibuk menjahit
bajunya Nanto
sambil tertawa-
tawa ketika dia
baru saja datang.‘
b. Pertentan
gan Nanging
„Tetapi‟
“Wis mati Uki, nalika
kapale ana
satengahing samodra
Hindia. Nanging
omongku babarpisan
ora direwes.”
(Cerkak KMS, Hal
15)
‗Sudah mati Uki,
ketika kapalnya
ada ditengah
samudra Hindia.
Tetapi bicaraku
sama sekali tidak
di perhatikan.‘
66
Nanging
„Tetapi‟
Nanging
„Tetapi‟
Nanging
„Tetapi‟
Nanging
„Tetapi‟
Nanging
„Tetapi‟
“Gage-gage aku arep
matur bapak mlebu
ngomah. Nanging
kesandung djeglongan
plesteran. Bandjur
tiba…” (Cerkak KMS,
Hal 16)
“Lan wektu iku
dewekan liwat kono.
Nanging ja ora ana
apa-apa, ora ana
kaja kandane kantja-
kantjaku botjah
kene.” (Cerkak
WIPK, Hal 19)
“Aku tansah kelingan
ibuku. Aku tansah
kelingan bapak lan…
Nanging saiki adja
susah-susah ju An?
Mengko njare njang
omahku ja? Ah, ibu
mestine rena banget
bisa tetepungan karo
sampejan.” (Cerkak
WIPK, Hal 23)
“Ah, kuwi soal
kapribaden satemene.
Nanging aku ora
arep membela diri
lho. Bisa kopikirake
dewe apa ja kabeh
ngono, kaja
pangiramu kuwi.”
(Cerkak LIP, Hal
39)
“Putusan iki,
senadjan abot tiba
menjang kowe,
nanging isih luwih
‗Ketika saya mau
berkata bapak
masuk rumah.
Tetapi tersandung
lubang lantai
kemudian jatuh.‘
‗Dan waktu itu
sendirian lewat
situ. Tetapi ya
tidak ada apa-apa,
tidak ada seperti
perkataan teman-
temanku yang
disini.‘
‗Saya selalu ingat
ibuku.saya selalu
ingat bapak dan…
Tetapi sekarang
jangan susah-susah
mbak An? Nanti
tidur di rumahku
ya? Ah, ibu
pastinya senang
sekali bisa bertemu
denganmu.‘
‗Ah, itu soal
kepribadian
sebenarnya. Tetapi
saya tidak akan
membela diri lho.
Bisa kamu pikirkan
sendiri apa ya
semua seperti itu,
seperti
perkiraanmu itu.‘
‗Putusan ini,
walaupun berat
untuk kamu, tetapi
67
Nanging
„Tetapi‟
Nanging
„Tetapi‟
Nanging
„Tetapi‟
Nanging
„Tetapi‟
abot maneh menjang
aku Frits.” (Cerkak
LIP, Hal 44)
“Bijen, deweke ja
nate ngruntuhake
eluh. Uga ing
ngarepane pastur iki.
Nanging eluhe kala
semana eluh-
kabegdjan.” (Cerkak
Gerimis, Hal 47)
“Pantjene Adrijanto
kepengin enggal-
enggal kirim lajang.
Nanging marga
kelingan sikepe
Karlina sing
diweruhi, mula
kekarepan mau
tansah dialang-
alangi dewe.”
(Cerkak LKW, Hal
93)
“Ila kaget krungu
pitakon iki.
Rumangsa kaja oleh
dalan arep
ngandakake tjritane
mau. Nanging
djebulane sing
kewetu mung. Ah,
mas, pandjenengane
iku kok aneh.”
(Cerkak Djugrug,
Hal 122)
“Dalemmu sing saiki
neng ngendi? Adoh ju
Ret. Ija, ija. Nanging
senadjan adoha kae,
rak ana ta djenenge
kutane?” (Cerkak
ISR, Hal 134)
masih lebih berat
lagi ke saya Frits.‘
‗Dulu, dia ya
pernah meneteskan
air mata di depan
pastur ini. Tetapi
air matanya waktu
itu air mata
keberuntungan.‘
‗Memang
Adrijanto ingin
cepat-cepat
mengirim surat
tetapi karena
teringat melihat
sikapnya Karlina,
oleh karena itu
keinginan tadi
selalu di haling-
halangi sendiri.‘
‗Ila terkejut
mendengar
pertanyaan ini.
Merasa seperti
mendapat jalan
akan mengatakan
ceritanya tadi.
Tetapi ternyata
yang keluar hanya.
Ah, mas, kamu itu
kok aneh.‘
‗Rumahmu yang
sekarang dimana?
Jauh Ret. Iya, iya.
Tetapi walaupun
jauh, ka nada nama
kotanya?‘
68
Nanging
„Tetapi‟
“Aku tumungkul ora
wani njawang mas
Nu. Nanging kowe
rak ora bakal
nglalekake aku ta
Sit? Aku gedeg.”
(Cerkak ISW, Hal
146)
‗Saya menunduk
tidak berani
melihat mas Nu.
Tetapi kamu tidak
bisa melupakanKU
Sit? Saya
menggelengkan
kepala.‘
c. Kelebi-
han Malah
„Malah‟
Malah
„Malah‟
Malah
„Malah‟
Malah
„Malah‟
“O, satemene dek
bijen tuwuh idaman
subur ing
kulawagaku marang
kanja iki. Malah
babarpisan aku ora
njana jen bakale
ngene kedadejane.
Sesambungane Uki
karo masku Anwar
pedot. (Cerkak
KMS, Hal 11)
“Jen liburan sing
mentas iki aku ja
dolan rana. Malah
bandjur lara panas
neng kana. Bandjur
diopname, nadjan
mung rong dina.”
(Cerkak WIPK, Hal
22)
“Adine kantjane
mulang sing manise
ora kurang saka
Karlina. Malah
kepara ngluwihi.”
(Cerkak LKW, Hal
106)
“Ah gampang bu.
Aku mengko rak
nggambar maneh.
Malah-malah sing
tikeltekuk edine.”
(Cerkak Djugrug,
„O, sebenarnya
ketika dulu tumbuh
subur idaman
keluargaku kepada
wanita ini. Malah
sama sekali saya
tidak menyangka
kalau akan seperti
ini kejadiannya.
Bersama Uki
dengan masku
Anwar putus.‘
‗Kalau liburan
yang ini saya
bermain ke sana.
Malah disana sakit
panas kemudian di
opname. Walaupun
hanya dua hari.‘
‗Adiknya
temannya
mengajar, manis
tidak kurang dari
Karlina. Malah
terlihat lebih
manis.‘
‗Ah gampang bu.
Saya nanti
menggambar lagi.
Malah lebih
bagus.‘
69
Malah
„Malah‟
Hal 124)
“Anggrek iku ja wis
pating tjrantel.
Malah kalasemana
lemu-lemu
ngrempojok lan kerep
kembang.” (Cerkak
ISW, Hal 144)
‗Anggrek itu ya
sudah
menggantung.
Malah waktu itu
rimbun
menggerombol dan
sering bebrbunga.‘
d. Pengecua
lian Kedjaba
„Kecuali‟
Kedjaba
„Kecuali‟
“Dene sadjroning
lumaku, sing katon
ana ing mripat ora
ana lija kedjaba
Wisnu lan
Wisnujati.” (Cerkak
Gerimis, Hal 52)
“Temene kedjaba
musik ing seni-
sungging Karlina ja
nduweni bakat. Tapi
kekarepen mupuk
kaprigelane
njerokake kwas ing
sanduwuring kertas
utawa kanvas.”
(Cerkak LKW, Hal
79)
‗Dan di dalam
langkahku yang
terlihat di mata
tidak ada yang
lainnya kecuali
Wisnu dan
Wisnujati.‘
‗Sebenarnya
kecuali musik di
seni-sungging
Karlina ya
mempunyai bakat.
Tetapi keinginan
ditumbuhkan
keahliannya di
kuas pada kertas
atau kanvas.‘
e. Konsesif Nadjan
„Walaupun‟
Senadjan
„Walau-
pun‟
“Sakabehing
ngendikane ora
dakrewes, nadjan
ngendikane jen Danu
kuwi ja prija sing
betjik, ja mung sedela
njenggol ing kuping.”
(Cerkak WIPK, Hal
31)
“Putusan iki,
senadjan abot tiba
menjang kowe,
nanging isih luwih
abot maneh menjang
aku Frits.” (Cerkak
LIP, Hal 44)
‗Semua perkataan
tidak di dengarkan,
walaupun
perkataannya kalau
Danu itu ya lelaki
yang baik, ya hanya
sedikit menyentuh
telinga.‘
‗Putusan ini,
walaupun berat
untukmu, tetapi
masih lebih berat
lagi ke saya Frits.‘
70
Senadjan
„Walau-
pun‟
Senadjan
„Walau-
pun‟
Nanging
„Tetapi‟
“Ora suwe mobil
budal. Wisnu kari,
sanadjan atine ora
pati seneng ditinggal
sing wadon sakalijan
karo Hardiman mau,
deweke singsot-singsot
lirih mlebu ngomah.”
(Cerkak Gerimis,
Hal 48)
“Djer rina wengi
trjitane prija sing
diadep iki isih
panggah ngisi atine.
Ora tau ontjat.
Senadjan isining
lajang sing ditampa
dek anu kae banget
natoni atine.”
(Cerkak LKW, Hal
102)
“Dalemmu sing saiki
neng ngendi? Adoh ju
Ret. Ija, ija. Nanging
senadjan adoha kae,
rak ana ta djenenge
kutane?” (Cerkak
ISR, Hal 134)
‗Tidak lama mobil
keluar. Wisnu
walaupun hatinya
tidak begitu senang
di tinggal oleh
istrinya bersama
Hardiman. Dia
bersiul-siul pelan
masuk rumah.‘
‗Setiap siang malam
ceritanya lelaku
yang di hadapan ini
masih tetap mengisi
hatinya. Walaupun
isi surat yang
diterima waktu itu
sangat melukai
hatinya.‘
‗Rumahmu yang
sekarang dimana?
Jauh Ret. Iya, iya.
Tetapi walaupun
jauh, ka nada nama
kotanya?‘
f. Tujuan Supaja
„Seperti‟
“Tangise Wisnujati
keprungu
tjumengkling banter,
kaja-kaja ngundang
deweke supaja bali.”
(Cerkak Gerimis,
Hal 51)
‗Tangisnya
Wisnujati
terdengar keras
sekali, seperti
memanggil dia
agar pulang.‘
g. Penamba
han Lan
„Dan‟
“Lan sawise
sawatara suwene
mung meneng,
kawetu pitakonku
marang deweke, lha
kowe njang ngendi”
(Cerkak KMS, Hal
9)
‗Dan setelah
lamanya hanya
diam, keluar
pertanyaanku
kepada dirinya,
kamu mau
kemana?‘
71
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
“Nalika iku mung
Rukmono sing tjedak
lan pinter nglipur
atiku. Ati sing sasat
saben dina ditatoni
dening prija sing
daktresnani wutuh-
wutuh.” (Cerkak
KMS, Hal 13)
“Lan wektu iku
dewekan liwat kono.
Nanging ja ora ana
apa-apa, ora ana
kaja kandane kantja-
kantjaku botjah
kene.” (Cerkak
WIPK, Hal 19)
“Aku, aku ja tau
menjang kuta B.
Kandaku. Lan aku
kanda sabandjure jen
aku ing kuta B, aku
duwe pak lik neng
kana.” (Cerkak
WIPK, Hal 22)
“Kaja Dewi
Anggrahini kang uga
mung bisa ngenger
marang Prabu
Palgunadi.” (Cerkak
WIPK, Hal 25)
“Lajange mas Tok
teka maneh.
Ngandakake jen
deweke gerah rada
banget. Lan ngarep-
arep tekaku, merga
djare ora ana lija
mung sing tansah
katon ing mripate.”
(Cerkak WIPK, Hal
Ketika itu hanya
Rukimono yang
dekat dan pintar
menghibur hatiku.
Hati yang setiap
hari di tanya oleh
lelaki yang saya
dicintai
sepenuhnya.‘
‗Dan waktu itu dia
lewat situ. Tetapi
ya tidak ada apa-
apa, tidak ada
seperti perkataan
teman-temanku
yang disini.‘
‗Saya, saya ya
pernah ke kota B.
jawabku. Dan
setelah itu saya
menjawab kalau
saya di kota B,
saya punya palik di
sana.‘
Seperti Dewi
Anggrahini yang
juga hanya bisa
ngenger kepada
Prabu Palgunadi.‘
‗Suratnya mas Tok
datang lagi.
Mengatakan kalau
dia sakit agak
parah. Dan
mengharap
kedatanganku
karena katanya
tidak ada lainnya
yang selalu tampak
72
Uga
„Juga‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
26)
“Bapak-ibu lan
sedulur-sedulurku
uga ora pertjaja
marang trjitaku.
Dene pandjenengane
uga kena ora
pertjaja.” (Cerkak
WIPK, Hal 36)
“Mirjani meneng
bae. Lan ja wis ora
ngambali njanjian
mau maneh.”
(Cerkak LIP, Hal
40)
“Karepku tjritaku lan
kabehing omongku
kae bisa ngedohake
atimu saka aku.
Nanging njatane
kowe malah nekad.”
(Cerkak LIP, Hal
44)
“Kelakon Surjatinah
nuruti karepe dewe
lan kekarepane
Hardiman. Ing
Singgapur uripe
mung sarwa mewah.”
(Cerkak Gerimis,
Hal 50)
“Lan nalika
Surjatinah metu saka
plataraning omah-
kuna mau, kahanan
sakiwa tengene wis
sepi.” (Cerkak
Gerimis, Hal 52)
matanya.‘
Bapak-ibu,
saudara-saudaraku
juga tidak percaya
kepada ceritaku.
Kalau dia juga
boleh tidak
percaya.
‗Mirjani diam saja.
Dan sudah tidak
mengulangi lagi
nyanyian lagi.‘
‗Keinginanku
bercerita dan
semua
pembicaraanku itu
bisa menjauhkan
hatimu dariku.
Tetapi kenyataanya
kamu malah
nekad.‘
‗Surjatinah
akhirnya menuruti
semua
keinginannya
sendiri dan
keinginan
Hardiman. Di
Singapura
hidupnya serba
mewah.‘
Dan ketika
Surjatinah keluar
dari halaman
rumah-kuno tadi,
keadaan kanan
kirinya sudah sepi.‘
73
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
Lan
„Dan‟
“Kowe anakku Ina.
Lan aku, tresnaku
tanpa ukuran marang
ramamu. Karlina
bandjur noleh
njawang ibune, sing
mentas dirungu
pangandikane mau.”
(Cerkak LKW, Hal
88)
“Apa lagi iki pirsa
aku ki sapa. Rak wis
tetaunan kita urip
bebarengan? Lan
Krisno mung bisa
tumungkul. Dene Ila
welas banget marang
sing lanang.”
(Cerkak Djugrug,
Hal 122)
“Wis lawas olehe
kepengin nggambar
pemandangan ing
wajah bengi. Lan iki
sawidjining
kesempatan sing apik
banget.” (Cerkak
ISR, Hal 129)
“Aku kepethuk maneh
karo deweke, sawise
patang taun luwih
pepisahan. Asmane
Wisnukuntjara. Lan
pengundangku kaja
pangundange adi-
adine marang
deweke.” (Cerkak
ISW, Hal 138)
‗Kamu anakku Ina.
Dan kasihku ini
tanpa ukuran
kepada bapakmu.
Karlina kemudian
menoleh melihat
ibunya yang
mendengar
pembicaraan tadi.‘
‗Apa baru ini tahu
saya ini siapa.
Sudah bertahun-
tahun kita hidup
bersama? Dan
Krisno hanya bisa
menunduk. Ila
kasiha sekali
kepada suaminya.‘
‗Sudah lama ingin
menggambar
pemandangan di
malam hari. Dan
ini salah satu
kesempatan yang
bagus sekali.‘
‗Saya bertemu lagi
dengan dia, sete;ah
empat tahun lebih
berpisah. Namanya
Wisnukuntjara.
Dan panggilanku
seperti panggilan
adik-adiknya
kepada dia.‘
h. Pilihan Utawa
„Atau‟
“Bandjur kelingan
jen adoh karo pamili,
para mitra, lan kowe.
Utawa jen pinudju
‗Kemudian teringat
kalau jauh dari
keluarga, teman
kerja, dan kamu
74
Utawa
„Atau‟
padang rembulan
kae. Kabeh
penumpang kapal wis
pada turu mung aku
dewe sing njawang
endahing tjahjane
rembulan tiba ing
banjo segara.”
(Cerkak LIP, Hal
40)
“Temene kedjaba
musik ing seni-
sungging Karlina ja
nduweni bakat. Tapi
kekarepen mupuk
kaprigelane
njerokake kwas ing
sanduwuring kertas
utawa kanvas.”
(Cerkak LKW, Hal
79)
atau jika terang
bulan itu. Semua
penumpang kapal
sudah tidur hanya
saya sendiri yang
melihat keindahan
cahaya rembulan
datang dari air
laut.‘
‗Sebenarnya
kecuali seni musik,
menggambar
Karlina ja
mempunyai bakat.
Tetapi keinginan
memupuk
keahlianya
menggunakan kuas
di atas kertas atau
kanvas.
i. Harapan Pangare
p arep
„Mengha
rap‟
“Kanti pangarep-
arep bisa keslamur
perihing atine
sadjroning dadi guru
ing sekolahan sing
mentjil adoh, ing
gunung Kendeng.”
(Djugrug, Hal 125)
‗Dengan
mengharap bisa
terhibur perihnya
hati ketika menjadi
guru disekolahan
yang sangat jauh,
di gunung
Kendeng.‘
j. Urutan Ndjur
‟Kemudian‟
Bandjur
„Kemudian‟
“Ning kowe rak ja
ndjur nikah karo
Rukmono wekasane?
Aku ringkih banget
Sit.” (Cerkak KMS,
Hal 12)
“Lamat-lamat
bandjur keprungu
swarane kentongan
ditabuh ambal-
ambalan.” (Cerkak
KMS, Hal 14)
‗Tetapi kamu ya
kemudian menikah
dengan Rukmono
waktu itu? Saya
lemah sekali Sit.‘
‗Samar-samar
kemudian
mendengar suara
kenthongan di
pukul perlahan-
lahan.‘
75
Bandjur
„Kemudian‟
Bandjur
„Kemudian‟
Bandjur
„Kemudian‟
Bandjur
„Kemudian‟
Bandjur
„Kemudian‟
“Gage-gage aku arep
matur bapak mlebu
ngomah. Nanging
kesandung
djeglongan plesteran.
Bandjur tiba…”
(Cerkak KMS, Hal
16)
“Jen liburan sing
mentas iku aku ja
dolan rana. Malah
bandjur lara panas
neng kana. Bandjur
opname ing kana,
nadjan mung rong
dina.” (Cerkak
WIPK, Hal 22)
“Lan mas Tok
dirawat ing rumah
sakit Magelang.
Bandjur bali
menjang kutaku sing
disik kae sawise
waras lan wis tjatjad
mau.” (Cerkak
WIPK, Hal 30)
“Kaja sawenehing
wirama sing bandhur
nguwasani atine
Mirjani. Bandjur ing
sadjroning mlaku-
mlaku urut pasisir
mau, sing ana mung
sawidjining lagu sing
njanjekake nganggo
swara alus.”
(Cerkak LIP, Hal
40)
“Dadane Surjatinah
kaja didodog. Sakala
ilang kekuwatane,
‗Tiba-tiba saya
ingin berkata
bapak masuk
rumah. Tetapi
tersandung lubang
lantai. Kemudian
jatuh.‘
‗Kalau liburan saya
bermain ke sini.
Malam kemudian
sakit panas di sana.
Kemudian opname
di sana. Walaupun
hanya dua hari.‘
‗Dan mas Tok
dirawat di rumah
sakit Magelang.
Kemudian pulang
ke kotaku yang
dulu situ setelah
sehat dan sudah
cacat itu.‘
‗Seperti salah satu
irama yang
kemudian
menguasai hatinya
Mirjani. Kemudian
jalan-jalan di
sepanjang jalan
pantai, yang ada
hanya salah satu
lagu yang di
nyanyikan dengan
suara halus.‘
‗Dadanya
Surjatinah seperti
di pukul. Tiba-tiba
76
Bandjur
„Kemudian‟
Bandjur
„Kemudian‟
Bandjur
„Kemudian‟
bandjur ambruk ing
sangarepe regol.
Deweke semaput.”
(Cerkak Gerimis,
Hal 53)
“Adrijanto bandjur
ndjundjungi kursi-
kursi mau telu
didjedjer. Lampu 60
watt sing madangi,
diranggeh bandjur
diputer.” (Cerkak
LKW, Hal 97)
“Ju Ret? Kowe
nangis? Kareben dik.
Pantjen eluhku
gampang mili.
Tjelatu mangkono
mau karo ngusapi
raine nganggo katju
biru. Bandjur
njdupuk kanvas sing
isih resik.” (Cerkak
SIR, Hal 132)
“Mas Nu undjal
ambegan. Bandjur
senden maneh. Angin
kadang-kadang isih
sumilir, saka kulon.”
(Cerkak SIW, Hal
146)
hilang
kekuatannya,
kemudian jatuh di
depan rumah kecil.
Dia pingsan.‘
‗Adrijanto
kemudian
mengangkat kursi-
kursi tadi tiga
berjejeran. Lampu
60 watt yang
menerangi, di
pegang, kemudian
di putar.
‗Mbak Ret? Kamu
menangis? Biarkan
dik. Memang air
mataku gampang
menetes. Perkataan
seperti itu sambil
mengusap
mukanya dengan
kacu biru.
Kemudian
mengambil kanvas
yang masih bersih.‘
‗Mas Nu
mengambil nafas
kemudian
bersandar lagi.
Angin kadang-
kadang masih
bertiup dari barat.‘
k. Waktu Sawise
„Setelah‟
“Lan sawise
sawatara suwene
mung meneng,
kawetu pitakonku
marang deweke, lha
kowe njang ngendi”
(Cerkak KMS, Hal
9)
‗Dan setelah
lamanya hanya
diam, keluar
pertanyaanku
kepada dia. Lha
kamu pergi
kemana?‘
77
Sawise
„Setelah‟
Let
„Setelah‟
“Ora antara suwe
aku wis tekan
tanggul, sawise
ngliwati pategalan
kang ora sepira
ambane.” (Cerkak
WIPK, Hal 19)
“Diah, let wetara
wulan mas Tok kirim
lajang jen wis teka
saka operasi. Deweke
wis bali karo anak
buahe ana ing kutaku
sing disik kae.”
(Cerkak WIPK, Hal
26)
‗Tidak lama saya
sudah sampai
tanggul. Setelah
melewati
perkebunan yang
tidak begitu lebar.‘
‗Diah, setelah
beberapa bulan
mas Tok mengirim
surat kalau sudah
sampai dari
operasi. Dia sudah
pulang dengan
bersama anak
buahnya yang ada
di kota dulu itu.‘
l. Syarat Jen
„Kalau‟
Jen
„Kalau‟
Jen
„Jika‟
“Malah babarpisan
aku ora njana jen
bakale ngene
kedadejane.
Sesambungane Uki
karo masku Anwar
pedot.” (Cerkak
KMS, Hal 11)
“Aku ngerti jen kowe
tansah repot karo
buku-buku sing
kokadepi. Lan embuh
Sit.” (Cerkak KMS,
Hal 13)
“Ju… aku arep
kanda jen pak likku
sing ana ing kuta B
kae kerep takon bab
kowe. Jen pak likku
kae kepengin banget
tepung. Jen anyar iki
pak likku matur
bapak lan ejang, jen
arep nglamar
‗Malah sama sekali
saya tidak mengira
kalau seperti ini
kejadiannya.
Hubungan Uki
dengan mas Anwar
putus.‘
‗Saya mengerti
kalau kamu selalu
repot dengan buku-
buku yang saya
hadapi. Dan tidak
tahu Sit.‘
‗Mbak.. saya mau
berbicara jika pak
Likku yang ada di
kota B itu sering
bertanya
tentangmu. Jika
Pak Likku itu ingin
sekali bertemu.
Jika baru saja ini
pak Likku
78
Jen
„Jika‟
umpama
„Kalau‟
Jen
„Jika‟
Jen
„Jika‟
Jen
„Jika‟
punggawa rumah-
sakit ing kuta B kang
asmane Andah
Susilah.” (Cerkak
WIPK, Hal 23)
“Mung bareng wis
mari, aku lagi bisa
matur mas Tok jen
wiwit wektu iku,
deweke kang nduweni
aku lair batin.”
(Cerkak WIPK, Hal
25)
“Upama kembang
isih wutuh madune.
An, sliramu kudu
dakterake bali
menjang rama
ibumu.” (Cerkak
WIPK, Hal 29)
“Frits, aku tau
krungu jen pelaut
kuwi… jen djiwane
pelaut kuwi, sing
akeh-akeh wis…
merga kekerepen
kesepen ing
satengahing segara.”
(Cerkak LIP, Hal
39)
“Ah Ming, jen
kanggo kowe, aku
saguh korban apa
bae kang bisa
dakkurbanake.”
Cerkak LIP, Hal 43)
“Jen nijat aku ora
tresna marang kowe,
berbicara kepada
bapak dan simbah
jika ingin melamar
pegawai rumah
sakit di kota B
yang bernama
Andah Susilah.‘
‗Ketika sudah
sembuh, saya baru
bisa berkata jika
mas Tok semenjak
waktu itu, dia yang
saya punya lahir
batin.‘
‗Kalau bunga
masih penuh
madunya. An,
kamu harus saya
antar pulang ke
bapak ibumu.‘
‗Frits, saya pernah
mendengar kalau
pelaut itu… kalau
jiwa pelaut
itu,kebanyakan
sudah… karena
terlalu sering
kesepian di tengah
laut.‘
‗Ah Ming, jika
untuk kamu, saya
rela berkorban apa
saja yang bisa saya
korbankan.‘
‗Jika niat saya
tidak suka
79
Jen
„Jika‟
Jen
„Jika‟
rak wis wingi-wingi
aku rabi. Tenan lho
Jati.” (Cerkak
Gerimis, Hal 49)
“Ah Wisnu, mendah
sepira sangsaja
adjuring atiku
mengko. Jen tekaku
mengko ja ko-
tampani kanti
kasabaraning atimu
kang sing uwis-
uwis.” (Cerkak
Gerimis, Hal 53)
“Karepe pantjen wis
ikhlasake lungane
Karlina. Nanging
kepije dajane jen
saben-saben mung
tansah kelingan
bae.” (Cerkak
LKW, Hal 106)
denganmu, sudah
dari kemarin-
kemarin saya
menikah. Tenan
lho Jati.‘
Ah Wisnu, betapa
hancurnya hatiku
nanti. Jika
kedatanganku nanti
kamu terima
dengan kesabaran
hatimu seperti
yang sudah-sudah.‘
‗Keinginanku
memang sudah
mengikhlaskan
kepergian Karlina.
Tetapi bagaimana
caranya jika setiap
hari selalu teringat
terus.
m. Cara Kanti
„Dengan‟
“Kanti ora insyap
maneh jen mau olehe
main kanggo
nurokake pasiene.
Ora insyap jen merga
saka tjelatune mau,
bisa nangekake sing
dikon turu.” (Cerkak
LKW, Hal 113)
‗Dengan tidak
menyesal jika tadi
bermain untuk
menidurkan
pasiennya. Tidak
menyesal jika
karena dari
perkataanya tadi
bisa
membangunkan
yang di suruh tidur.
B. Pembahasan Data
Pada skripsi ini, Penulis menganalisis kohesi gramatikal pada cerkak
Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita. Penulis
memfokuskan pada penanda kohesi gramatikal yang meliputi: (1) Pengacuan
80
(referensi), (2) Penyulihan (subtitusi), (3) Pelesapan (ellipsis), dan (4)
Perangkaian(konjungsi).
1. Bentuk Kohesi Gramatikal pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung
Gamping karya St. Iesmaniasita
Bentuk kohesi gramatikal yang terdapat dalam cerkak Kidung Wengi
Ing Gunung Gamping karya St.Iesmaniasita yaitu meliputi (1) Pengacuan
(referensi), (2) Penyulihan (subtitusi), (3) Pelesapan (ellipsis), dan (4)
Perangkaian(konjungsi).
a. Bentuk Kohesi Gramatikal Pengacuan (Referensi)
Bentuk kohesi gramatikal pengacuan terdiri dari pengacuan
persona, pengacuan demonstratif, dan pengacuan komparatif.
1) Bentuk Pengacuan Persona
Bentuk pengacuan persona dalam cerkak Kidung Wengi
Ing Gunung Gamping seperti pada tabel 11 berikut.
Tabel 11
Pengacuan Persona
No Pengacuan persosno Bentuk persona
1 Persona Aku ‗aku‘, Dak- ‗saya‘, -ku ‗-ku‘,
Deweke ‗dia‘, -mu ‗-mu‘, Kowe
‗kamu‘, -ne ‗-nya‘.
2) Bentuk Pengacuan Demonstratif
Bentuk pengacuan demonstratif dalam cerkak Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping dari pengacuan demonstratif tempat
dan waktu seperti pada tabel 12 berikut.
81
Tabel 12
Pengacuan Demonstratif
No Pengacuan Demonstratif Bentuk Demonstratif
1 Demonstratif Waktu Awan ‗siang‘, Maghrib ‗maghrib‘,
Bengi ‗malam‘, Sore ‗sore‘, Esuk
‗pagi‘, Karo tengah sasi ‗satu
setengah bulan‘, Malem minggu
‗malam minggu‘, minggu ngarep
‗minggu depan‘, Sasi kepungkur
‗bulan lalu‘, Djam sepuluh ‗jam
sepuluh‘, Patang wulan ‗empat
bulan‘, kalih tengah taun ‗dua
setengah taun‘, kalih minggu ‗dua
minggu‘, Rong taun ‗dua taun‘
Patang dina ‗empat hari‘, Wengi
‗malam‘, Rina wengi ‗tengah
malam‘.
2 Demonstratif Tempat Omaah ‗rumah‘, Sumur ‗sumur‘,
Pesisir ‗pantai‘, Bandung
‗bandung‘, Kali ‗Sungai‘,
Singapur ‗singapur‘ Kuta B ‗kota
b‘ Pagunungan ‗pegunungan‘,
Warung ‗warung‘, Gubug ‗gubug‘
Djawa barat ‗jawa barat‘, Ratan
‗jalan‘ Kantor ‗kantor‘, Toko
‗toko‘, Modjokerto ‗mojokerto‘,
Sekolahan ‗sekolah‘.
3) Bentuk Pengacuan Komparatif
Bentuk pengacuan komparatif dalam cerkak Kidung Wengi
Ing Gunung Gamping terdapat pada tabel 13 di bawah ini.
82
Tabel 13
Pengacuan Komparatif
No Bentuk Pengacuan Koperatif
1 Plek ‗persis‘, kaja ‗seperti‘
b. Bentuk Kohesi Gramatikal Penyulihan (Subtitusi)
Bentuk penyulihan (subtitusi) dalam cerkak Kidung Wengi Ing
Gunung Gamping terdiri dari (1) Subtitusi nominal (2) Subtitusi verbal
(3) Subtitusi frasal (4) Subtitusi klausal. Untuk lebih jelasnya bisa
dilihat pada tabel 14 berikut
Tabel 14
Penyulahan (subtitusi)
No Penyulihan (subtitusi) Bentuk Penanda
1 Subtitusi Nominal Mas mono—Kamasku,
Diah—Aku,
Mayor—Perwira,
Yu andah—Deweke.
2 Subtitusi Verbal Mingseg-mingseg—Tangise
Lunga—Budal
3 Subtitusi Frasal Disik kae—Kepungkur kuwi
Lagu-lagu saka radio—Lagu-lagu
kuwi
4 Subtitusi Klausal Kekasih—Pahlawan atikang uga
pahlawan bangsa
c. Bentuk Kohesi Gramatikal Pelesapan (Elipsis)
Bentuk pelesapan (ellipsis) dalam novel Geger Wong Ndekep
Macandapat dilihat pada tabel 15 berikut.
Tabel 15
Pelepasan (elipsis)
No Pelepasan (elipsis)
1 Uku ‗uki‘
2 Lajang ‗layang‘
3 Kapalku ‗kapalku‘
4 Deweke ‗dia‘
5 Ibune ‗ibunya‘
6 Andriyanto ‗andiyanto‘
83
7 Nggambar ‗ngegambar‘
8 Mas Nu ‗mas nu‘
9 Mantune ‗menantunya‘
d. Bentuk Kohesi Gramatikal Perangkaian (Konjungsi)
Bentuk perangkaian (konjungsi) dalam novel Geger Wong
Ndekep Macandapat dilihat pada tabel 16 berikut.
Tabel 16
Perangkaian (konjungsi)
No Perangkaian (konjungsi) Bentuk Penanda
1 Sebab akibat Sabab-sababe ‗Sebabnya‘, Sebab
‗sebab‘, Merga ‗karena‘, Mula
‗oleh‘.
2 Pertentangan Nanging ‗tapi‘.
3 Kelebihan Malah ‗malah‘.
4 Pengecualian Kejaba ‗kecuali‘.
5 Konsesif Nadjan ‗walaupun‘, Senadjan
‗Walaupun‘, Nanging‘Tetapi‘.
6 Tujuan Supaja ‗supaya‘.
7 Penambahan Lan ‗dan‘, Uga ‗juga‘.
8 Pilihan Utawa ‗atau‘.
9 Harapan Pengarep-arep ‗mengharap‘.
10 Urutan Ndjur ‗kemudian‘, Bandjur
‘kemudian‘.
11 Waktu Sawise ‗setelah‘, Let ‗setelah‘.
12 Syarat Jen ‗jika‘, Umpama ‗Kalau‘.
13 Cara Kanti ‗dengan‘.
2. Penggunaan Penanda Kohesi Gramatikal Pengacuan (Referensi)
Penggunaan bentuk kohesi gramatikal pengacuan referensi pada
novel Geger Wong Ndekep Macan Karya Hari W Soemoyo
diklasifikasikan menjadi tiga macam yaitu, (a) Pengacuan persona, (b)
Pengacuan demonstratif, (c) Pengacuan komparatif.
84
a) Referensi (Pengacuan)
Referensi (Pengacuan) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal
yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual
lain (atau suatu acuan) yang mendahului atau mengikutinya.
1) Pengacuan Persona
Berikut ini, pengacuan persona direalisasikan melalui
pronominal persona sebagai berikut.
(1) “Aku ringkih banget Sit. Krungu kandane Uki mangkono
mau, aku ngguju ketjut. Kelingan sepira laraning atiku
bareng liburan aku mulih lan meruhi daupe Uki karo
Rukmono.”(Cerkak KMS, Hal 12)
‗Saya lemah sekali Sit. Mendengar katanya Uki seperti itu
tadi, saya tertawa sedih. Teringat betapa sakitnya hatiku
ketika liburan saya pulang dan melihat sosok Uki dengan
Rukmono.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang
sangat lemah dengan keadaan yang dihadapi tetapi dibalik
lemahnya Uki, Sit lebih sakit ketika melihat Uki pergi dengan
Rukmono. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona I tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan
kohesi gramatikal pengacuan endofora yang bersifat kataforis
mengarah kepada Uki.
(2) “Aku ja ngono uga Sit. Wiwit tjilik krasan ana ing
omahmu. Nanging ah, wis ta Sit, pantjen aku ora kuwat
kena ing tjoba.” (Cerkak KMS, Hal 13)
‗Saya ya seperti itu juga Sit. Dari kecil betah ada di
rumahmu. Tetapi ah, sudah ya Sit, memang saya tidak
kuat terkena cobaan ini.‘
85
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang dari
kecil sudah betah dirumah Sit dan saat mengalami cobaan Uki
merasa tidak kuat dengan cobaan yang dihadapinya. Pada kutipan
di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona I tunggal bentuk
bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi gramatikal
pengacuan endofora yang bersifat kataforis mengarah kepada Uki.
(3) “Bareng tekan lawang aku mengo. Karepku Uki arep
dakplajoni, dakgered mlebu ngomah.”(Cerkak KMS,
Hal 15)
‗Ketika sampai pintu saya menoleh. Inginku, Uki akan
saya kejar, saya tarik masuk rumah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
melihat Uki kemudian ingin mengejarnya dan mengajak masuk
rumah. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona
I tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi
gramatikal pengacuan endofora yang bersifat anaforis. Sedangkan
penanda ―dak-(saya)‖ merupakan pengacuan persona I tunggal
bentuk terikat lekat kanan, pengacuan endofora yang anaforis
mengarah kepada Sit.
(4) “Aku nangis. Wulan kepungkur nangisi mas Anwar, saiki
ju Uki.” (Cerkak KMS, Hal 16)
‗Saya menangis. Bulan yang lalu menangisi mas Anwar,
sekarang mbak Uki.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
menangisi sepeninggal mas Anwar kemudian mbak Uki. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona I tunggal
86
bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi
gramatikal pengacuan endofora yang bersifat anaforis mengarah
kepada Sit.
(5) “Arep daksapa, deweke isih nangis. Mula aku mung
meneng bae. Dakenteni kareben meneng olehe nangis
disik.” (Cerkak WIPK, Hal 20)
‗Akan saya sapa, dia masih menangis. Jadi saya hanya
diam saya. Saya tunggu agar menangisnya diam dulu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
ingin menyapa seseorang yang sedang menangis dan menunggu
sampai tidak menangis lagi. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam penanda ―dak-(saya)‖ merupakan pengacuan persona I
tunggal bentuk terikat lekat kanan, pengacuan endofora yang
anaforis. Sedangkan pengacuan persona I tunggal bentuk bebas
yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi gramatikal pengacuan
endofora yang bersifat anaforis mengarah kepada Diah.
(6) “Aku tansah kelingan wong-tuwaku sing ngrumati wiwit
aku durung bisa apa-apa bijen.” (Cerkak WIPK, Hal
23)
‗Saya selalu ingat orang tuaku yang merawat dari saya
belum bisa apa-apa dulu.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
selalu teringat dengan jasa orang tua yang sudah merawat dia dari
kecil. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona I
tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi
87
gramatikal pengacuan endofora yang bersifat anaforis yang
mengarah kepada Diah.
(7) “Adat pangundangku mas Tok. Prija memaniking ing
atiku sing wis ditolak panglamare dening wong tuwaku.”
(Cerkak WIPK, Hal 25)
‗Panggilanku biasanya mas Tok. Laki-laki kesetiaan
hatiku yang sudah ditolak lamarannya oleh orang tuaku.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah yang
memanggil laki-laki yang di cintainya dengan panggilan mas Tok
dan yang telah di tolak oleh orang tuanya. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan persona I tunggal bentuk terikat
lepas kanan yaitu ―-ku‖ dengan pengacuan endofora yang anatoris
mengarah kepada Andah.
(8) “Diah, let wetara wulan mas Tok kirim lajang jen wis
teka saka operasi. Deweke wis bali karo anak buahe ana
ing kutaku sing disik kae.” (Cerkak WIPK, Hal 26)
‗Diah, setelah beberapa bulan mas Tok mengirim surat
kalau sudah datang dari operasi. Dia sudah pulang dengan
anak buahnya yang ada di kotaku yang dulu itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
sudah pulang dari operasinya dan bersama anak buahnya menuju kota
yang dulu di tempati. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan persona III tunggal bentuk bebas yaitu ―Deweke (dia)‖
dengan pengacuan endofora yang anaforis mengarah kepada mas Tok
(9) “Lan saiki wis, An, An, mas Tok kepenging weruh sliramu
urip kang betjik, kang mulja. Mula kudu dakaturake bali.”
(Cerkak WIPK, Hal 29)
88
‗Dan sekarang sudah, An, An, mas Tok ingin melihat kamu
hidup yang baik, yang mulia. Jadi harus saya antar pulang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah yang
tidak mau di antar pulang oleh mas Tok sedangkan mas Tok ingin
melihat Andah hidup yang mulia. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan yaitu
(-mu) dengan pengacuan endofora yang anaforis mengarah kepada
Andah.
(10) “Mas Tok kang mung kari tanganne kiwa kang isih ana
drijine, isih panggah njekeli pustule. Nanging deweke wis
ora ndeleng Danu.” (Cerkak WIPK, Hal 36)
‗Mas Tok yang hanya tinggal tangan kirinya yang masih ada
jarinya, masih bisa memegang pistolnya. Tetapi dirinya
sudah tidak melihat Danu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
tinggal tangan kirinya tetapi masih bisa memegang pistol dan sudah
tidak melihat apa yang ada di sekitarnya. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan persona III tunggal bentuk bebas yaitu
―Deweke (dia)‖ dengan pengacuan endofora yang anaforis mengarah
kepada mas Tok.
(11) “Kantjaku ing kapal. Djenenge Udiman. Ja ngono Ming,
deweke persis kowe. Senenge matja.” (Cerkak LIP, Hal 37)
‗Temanku di kapal, namanya Udiman. Ya seperti itu Ming,
dirinya mirip kamu. Sukanya membaca.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Udiman yang
bekerja di kapal memiliki hobi yaitu hobi membaca. Pada kutipan
89
di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona III tunggal bentuk
bebas yaitu ―Deweke (dia)‖ dengan pengacuan endofora yang anaforis
mengarah kepada Udiman.
(12) “Krungu wangsulan mangkono mau Mirjani ora
sumambung. Deweke tumungkul. Krungu betjiking sikepe
mitrane mau menjang awake selawase iki.” (Cerkak LIP,
Hal 39)
‗Mendengar jawaban seperti itu tadi Mirjani tidak
memahami. Dirinya menunduk. Mendengar sikap baik
mitranya tadi kepada dia selama ini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
sangat kagum dengan sikap mitranya yang sudah baik kepada dirinya
selama ini. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona III tunggal bentuk bebas yaitu ―Deweke (dia)‖ dengan
pengacuan endofora yang anaforis mengarah kepada Mirjani.
(13) “Kabungahan apa Frits?. Aku dewe ora tau bisa
nuduhake. Ora bisa Ming. Bab kuwi korumangsani dewe.”
(Cerkak LIP, Hal 41)
‗Kebahagiaan apa Frits? Saya sendiri tidak pernah bisa
memberitahu. Tidak bisa Ming. Bab itu kamu pikir sendiri.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Frits yang sangat
bingung dengan kebahagian yang di alaminya dan Frits menyuruh
Mirjani untuk memikirnya sendiri. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan persona I tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖
yang merupakan kohesi gramatikal pengacuan endofora yang bersifat
anaforis yang mengarah kepada Frits.
90
(14) “Krungu tjritane Mirjani mangkono mau Frits undjal
ambegan gede, bandjur. Aku, aku satemene kepengin urip
karo segara Ming.‖ (Cerkak LIP, Hal 43)
‗Mendengar ceritanya Mirjani seperti itu, Frits mengambil
nafas penuh, kemudian saya, saya sebenarnya ingin hidup
dengan pantai Ming.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Frits yang
berkata kepada Mirjani bahwa Frits sangat ingin sekali bisa hidup di
pantai. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona I
tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi
gramatikal pengacuan endofora yang bersifat anaforis yang
mengarah kepada Frits.
(15) “Frits, aku luput. Apuranen ja, jen kowe bisa aweh
pangapura. Frits, temenan goroh sakabehing tjritaku dek
anu kae.” (Cerkak LIP, Hal 44)
‗Frits, saya salah. Maafkan ya, kalau kamu bisa memberi
maaf Frits, beneran bohong semua ceritaku waktu itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
meminta maaf kepada Frits dan Mirjani berkata bahwa cerita yang
dulu itu semuanya bohong. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan yaitu ―kowe
(kamu)‖ dengan pengacuan endofora yang anaforis mengarah
kepada Frits. Sedangkan ―aku (saya)‖ termasuk ke dalam pengacuan
persona I tunggal bentuk bebas dengan pengacuan endofora yang
bersifat anaforis dan ―-ku (-ku)‖ termasuk ke dalam pengacuan
91
persona I tunggal bentuk terikat lekat kanan, dengan pengacuan
endofora yang bersifat anaforis mengarah kepada Mirjani.
(16) “Ah, deweke dewe ngerti jen pungkasaning kahanan
mau nrenjuhake atine, nguwek-uwek pangrasane, kuwi
dudu karepe Mirjani.” (Cerkak LIP, Hal 45)
‗Ah, dia sendiri mengerti kalau keadaan tadi menyedihkan
hatinya, merobek-robwk rasanya, itu bukan keinginan
Mirjani.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Frits yang
hatinya sangat bersedih karena ditinggal oleh Mirjani. Pada kutipan
di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona III tunggal bentuk
bebas yaitu ―Deweke (dia) dan –ne (dia)‖ dengan pengacuan
endofora yang anaforis mengarah kepada Frits.
(17) “Wis, mengko aku ora susah ko-enteni. Dahara disik
bae. Tjelatune Surjatinah marang Wisnu ing sawidjining
dina.” (Cerkak Gerimis, Hal 48)
‗Sudah nanti, saya tidak sudah kamu tunggu. Makanlah
dulu saja. Katanya Surjatinah kepada Wisnu pada hari itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pada suatu hari
Surjatinah yang meminta kepada Wisnu untuk tidak menungguku
untuk makan. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona I tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan
kohesi gramatikal pengacuan endofora yang bersifat kataforis yang
mengarah kepada Surjatinah.
(18) “Ora suwe mobil budal. Wisnu kari, sanadjan atine ora
pati seneng ditinggal sing wadon sekalijan karo Hardiman
mau, deweke singsot-singsot lirih mlebu ngomah.”
(Cerkak Gerimis, Hal 48)
92
‗Tidak lama mobil keluar. Wisnu walaupun hatinya tidak
begitu senang ditinggal perempuan bersama dengan
Hardiman tadi, dirinya bersiul-siul pelan masuk rumah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Wisnu yang
hatinya merasa tidak senang ketika istrinya pergi dengan Hardiman
naik mobil. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona III tunggal bentuk bebas yaitu ―Deweke (dia)‖ dengan
pengacuan endofora yang anaforis mengarah kepada Wisnu.
(19) “Tenan lho Jati. Kandaku bijen kae tenan. Mung kowe
wanita sing daktresnani ing alam padang iki. Swarane
Hardiman melas-alis.” (Cerkak Gerimis, Hal 49)
‗Benar Jati. Kataku dulu itu benar. Hanya kamu wanita
yang saya cintai di dunia ini. Suaranya Hardiman kasihan‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Jati sosok
wanita yang benar-benar sangat dicintai oleh Hardiman. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona II tunggal
bentuk terikat lepas kanan yaitu ―kowe (kamu)‖ dengan pengacuan
endofora yang anaforis mengarah kepada Jati.
(20) “Ah Wisnu, Wisnu. Ora. Deweke ora bisa njukupi
kabutuhanku. Ora ngerti kekarepane wong wadon.”
(Cerkak Gerimis, Hal 51)
‗Ah Wisnu, Wisnu. Tidak. Dirinya tidak bisa menyukupi
kebutuhanku. Tidak mengerti keinginan seorang wanita.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Wisnu
menurut istrinya tidak bisa menyukupi kebutuhan keluarganya dan
tidak bisa mengerti keinginan istrinya. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan persona III tunggal bentuk bebas
93
yaitu ―Deweke (dia)‖ dengan pengacuan endofora yang anaforis
mengarah kepada Wisnu.
(21) “Rama. Apa Jati? Suwe kowe ora ngrewes aku.
Omongku babarpisan ora ko-paelu.” (Cerkak Gerimis,
Hal 52)
‗Bapak. Apa jati? Lama kamu tidak mendengarkanku.
Perkataanku sama sekali tidak kamu perhatikan.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Jati yang tidak
mendengarkan sama sekali setiap perkataan yang dibicarakan oleh
bapaknya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan yaitu ―kowe (kamu)‖
dengan pengacuan endofora yang anaforis mengarah kepada Jati.
Sedangkan yang termasuk ke dalam pengacuan persona I tunggal
bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi
gramatikal pengacuan endofora yang bersifat anaforis yang
mengarah kepada bapak.
(22) “Dene ambegane Surjatinah wis ora tata maneh.
Pandelenge saja klepjur-klepjur. Dadane sesak, kaja arep
petjah-petjaha.” (Cerkak Germis, Hal 54)
‗Dan nafasnya Surjatinah sudah tidak tertata lagi.
Penglihatannya tambah tidak jelas. Dadanya sesak, seperti
akan pecah-pecah
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa nafasnya
Surjatinah sudah tidak tertata lagi dan dadanya ikut merasakan
sesak nafasnya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona III tunggal bentuk terikat lekat kanan yaitu (–ne (dia)‖
94
dengan pengacuan endofora yang anaforis mengarah kepada
Surjatinah.
(23) “Kala semana Karlina wis njelehake tase ing medja.
Deweke uga bandjur melu njedaki sing lara njawang
praupan lantjip sing lagi lumah-lumah ing amben.”
(Cerkak LKW, Hal 60)
‗Waktu itu Karlina sudah menaruh tasnya di meja. Dia
juga langsung ikut mendekati yang sakit melihat wajah
tirus yang sedang tiduran di tempat tidur.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
menjadi dokter kemudian mendekati orang yang sedang sakit
melihat wajahnya yang tirus sedang tiduran di tempat tidur untuk
diperiksa. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona III tunggal bentuk bebas yaitu ―Deweke (dia)‖ dengan
pengacuan endofora yang anaforis mengarah kepada Karlina.
(24) “Iki mau kowe repot ta? Ora. Wangsulane Karlina
marang Adrijanto kang wis bali lungguhan ing pendapa
maneh.” (Cerkak LKW, Hal 79)
‗Ini tadi kamu repot ya? Tidak. Jawabnya Karlina kepada
Adrijanto yang sudah pulang duduk di rumah lagi.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
menjawab pertanyaan Adrijanto yakni tidak merasa repot dengan
kegiatan yang dikerjakan. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan yaitu
―kowe (kamu)‖ dengan pengacuan endofora yang kataforis
mengarah kepada Karlina.
(25) “Hm, nanging kowe kepengin nggambar aku tenanan
ta? Karlina mantuk karo mesem. Lan Adrijanto. Besuk
95
bae jen wis kari djenengku dik Lien.” (Cerkak LKW, Hal
81)
‗Hm, tetapi kamu ingin menggambar saya beneran ya?
Karlina mengangguk dengan tersenyum. Dan Adrijanto.
Besok saja kalau sudah tinggal namaku dek Lien.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
ingin sekali menggambar Adrijanto tetapi Adrijanto sedikit
keberatan. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan yaitu ―kowe (kamu)‖
dengan pengacuan endofora yang kataforis mengarah kepada
Karlina.
(26) “Aku ki rak ora ngerti bu. Kena apa aku ora bisa
ngedohi mas Ri. Kaja iki mau. Ora bisa jen aku ora arep
nemoni. Tjelatune Karlina nalika wiwit mlebu omah
maneh karo ibune.” (Cerkak LKW, Hal 83)
‗Saya ini tidak mengerti bu. Kenapa saya tidak bisa
menjauhi mas Ri. Seperti ini tadi. Tidak bisa kalau saya
tidak menemui. Katanya Karlina ketika masuk rumah lagi
dengan ibunya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
tidak mengatahui kenapa tidak bisa menjauhi mas Ri dan selalu
ingin bertemu dengannya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan persona I tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang
merupakan kohesi gramatikal pengacuan endofora yang bersifat
kataforis yang mengarah kepada Karlina.
(27) “Bingungmu ketara tenan Ina, ing wektu kari-kari iki.
Aku… aku wedi jen tenan-tenan aku ora bisa uwal maneh
saka deweke.” (Cerkak LKW, Hal 84)
96
‗Bingungmu kelihatan sekali Ina, di waktu yang tinggal
segini. Saya… saya takut sekali kalau saya tidak bisa
putus lagi dengan dirinya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ina yang
sangat bingung dengan hatinya dengan mas Ri karena takut jika
tidak bisa putusnya dengannya. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan
yaitu (-mu) dengan pengacuan endofora yang kataforis mengarah
kepada Ina.
(28) “Kowe ora pareng sering-sering metu ing wajah wengi.
Delengen awakmu, kuru banget ngono. Adrijanto ngguju.
Bandjur tjelatu jen ana ngomah ora ana inspirasi apa-
apa.” (Cerkak LKW, Hal 98)
‗Kamu tidak boleh sering-sering keluar malam di waktu
malam. Lihatlah badanmu, kurus sekali seperti itu.
Adrijanto tertawa kemudian berkata kalau di rumah tidak
ada inspirasi apa-apa.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
sering keluar malam sampai badannya kurus sekali seperti itu dan
Adrijanto tidak memperdulikannya. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan
yaitu ―kowe (kamu)‖ dengan pengacuan endofora yang kataforis
mengarah kepada Adrinjanto. Sedangkan yang termasuk ke dalam
pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lepas kanan yaitu (-
mu) dengan pengacuan endofora yang kataforis mengarah kepada
Adrijanto.
97
(29) “Wis ta nduk adja nemen-nemen olehmu nggagas
Krisno, mangkono pangarih-arihe marang Ila
kalasemana.” (Cerkak Djugrug, Hal 117)
‗Sudah ya nak, kamu jangan terlalu memikirkan Krisno,
seperti itu mengarahkan kepada Ila waktu itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ila yang
dinasehati oleh ibunya untuk tidak selalu memikirkna Krisno setiap
hari. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona II
tunggal bentuk terikat lepas kanan yaitu (-mu) dengan pengacuan
endofora yang kataforis mengarah kepada Ila.
(30) “Mung djugruge Ila, deweke ora ngerti marang
paraning duwit sing dianggo sing lanang. Duwit ma ewu-
ewu.” (Cerkak Djugrug, Hal 121)
‗Terjatuhnya Ila, dirinya tidak mengerti dari mana asalnya
uang yang dipakai suaminya. Uang beribu-ribu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ila yang tidak
tau dari mana uang beribu-ribu yang dipakai oleh suaminya. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan persona III tunggal
bentuk bebas yaitu ―Deweke (dia)‖ dengan pengacuan endofora
yang anaforis mengarah kepada Ila.
(31) “Aku manggon ing djalan Kusumu Bangsa. Nomere ora
susah kok-weruhi. Mung setitik omah-oamh ing djalan
Kusuma Bangsa mau.” (Cerkak ISR, Hal 134)
‗Saya bertempat di jalan Kusuma Bangsa. Nomernya tidak
usah kamu ketahui. Hanya sedikit rumah-rumah yang di
jalan Kusuma Bangsa itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surja
Sukartika bertempat tinggal di jalan Kusuma Bangsa dan disitu
98
tidak banyak rumah. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan persona I tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang
merupakan kohesi gramatikal pengacuan endofora yang bersifat
anaforis yang mengarah kepada Surja Sukartika.
(32) “Merga weruh aku lagi nisik klambine Nanto karo
gujon, nalika deweke lagi bae teka.” (Cerkak ISR, Hal
135)
‗Karena melihat saya sedang menjahit bajunya Nanto
sambil tertawa, ketika dia baru saja datang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi
matanya berkaca-kaca melihat bajunya Nanto sedang di jahit oleh
Sukartika karena dikira ada hubungan special. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan persona III tunggal bentuk terikat
lekat kanan yaitu (–ne (dia)‖ dengan pengacuan endofora yang
kataforis mengarah kepada Sukartika.
(33) “Aku kepetuk maneh karo deweke sawise patang taun
luwih pepisahan. Asmana Wisnukuncara.”(Cerkak
ISW, Hal 138)
‗Saya bertemu lagi dengan dirinya setelah empat tahun
lebih berpisah. Namanya Wisnukuncara.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang sudah
empat tahun lebih tidak bertemu akhirnya bisa dipertemukan
kembali dengan Wisnukuncara. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan persona III tunggal bentuk bebas yaitu ―Deweke
(dia)‖ dengan pengacuan endofora yang kataforis mengarah kepada
Wisnukuncara.
99
(34) “Durung sewulan aku kepetuk mas Nu mau, sawidjining
dina aku kedajohan rajine mas Nu karo ibune.” (Cerkak
ISW, Hal 147)
‗Belum satu bulan saya bertemu dengan mas Nu tadi,
suatu hari saya kedatangan adiknya mas Nu dan ibunya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pada suatu hari
Sit bertemu dengan adiknya mas Nu dan ibunya setelah bertemu
dengan mas Nu satu bulan yang lalu. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan persona I tunggal bentuk bebas yaitu
―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi gramatikal pengacuan
endofora yang bersifat anaforis yang mengarah kepada Sit.
(35) “Atiku kaja ndjerit-ndjerit mrentah supaja aku mandeg
lan bali marani mas Nu.” (Cerkak ISW, Hal 140)
‗Hatiku seperti berteriak-teriak menyuruh agar saya
berhenti dan pulang menghampiri mas Nu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa hatinya Sit
tiba-tiba seperti ada yang menyuruh untuk pulang dan
menghampiri mas Nu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan persona I tunggal bentuk bebas yaitu ―Aku (saya)‖ yang
merupakan kohesi gramatikal pengacuan endofora yang bersifat
anaforis yang mengarah kepada Sit.
(36) “Kondure mas Nu ing bengi iku, dakuntapake karo ejang
nganti tekan dalan gede. Langkahe cepet ngungkurake
aku.” (Cerkak ISW, Hal 146)
‗Pulangnya mas Nu di malam itu saya diantar sama
simbah sampai jalan besar. Langkahnya cepat
membelakangiku.‘
100
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
mengantarkan mas Nu sampai pinggir jalan besar dan langkahnya
mas Nu cepat sampai membelakangi saya dan simbah. Pada
kutipan di atas, Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam penanda
―dak-(saya)‖ merupakan pengacuan persona I tunggal bentuk
terikat lekat kanan, pengacuan endofora yang anaforis. Sedangkan
yang termasuk ke dalam pengacuan persona I tunggal bentuk bebas
yaitu ―Aku (saya)‖ yang merupakan kohesi gramatikal pengacuan
endofora yang bersifat anaforis yang mengarah kepada Sit.
2) Pengacuan Demonstrasi Waktu
Berikut ini, pengacuan demonstrasi waktu yang dijelaskan
melalui pronominal sebagai berikut.
(37) “Dalan tjijut. Jen bengi ngene, mung krasa bledug sing
kesarug sikil bandjur mlebu sadjrone sepatu. Nanging jen
awan, iki kawuwunan ulekan sing katut mumbul dening
angin sing tumijup‖ (KMS, Hal 7)
‗Jalan sempit. Kalau malam seperti ini, hanya terasa debu
yang terkena kaki kemudian masuk ke dalam sepatu.
Tetapi jika siang, ini kejatuhan tumbukan yang ikut
melompat oleh angin yang meniup.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa suasana yang
berada di jalan yang sempit ini jika malam debunya sampai terkena
kaki dan jika siang hari tumbukan ketika terkena angin. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu
yang netral dengan adanya penanda ―bengi (malam) dan awan
(siang)‖
101
(38) “Tekan omah wis maghrib ju. Sepi. Mung kari mbok Tun
sing tunggu omah. Djare ibu karo bapak lagi ana ke..o
lagi njang omahmu Uki.” (KMS, Hal 9)
‗Sampai rumah sudah maghrib mbak. Sepi. Hanya tinggal
bu Tun yang tunggu rumah. Katanya ibu dengan bapak
sedang ada.. o sedang ke rumahmu Uki.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
sampai rumah ketika maghrib dan hanya ada bu Tun yang sedang
menunggu rumah. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda
―maghrib‖.
(39) “Wis bengi. Ajo Sit dakterke bali. Mengko diadjeng-
adjeng ibu-bapak. Ajo Sit karo ngadeg lan nggered
tanganku.” (KMS, Hal 14)
‗Sudah malam. Ayo Sit aku antar pulang. Nanti ditunggu-
tunggu ibu-bapak. Ayo Sit dengan berdiri dan menarik
tanganku.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang ada di
antarkan pulang oleh Uki karena sudah malam dan takut nanti
ditunggu bapak ibu dirumah. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya
penanda ―bengi (malam)‖
(40) “Dumadakan Diah, dumadakan ing sawidjining sore
nalika aku lagi bae mulih saka rumah sakit, saka ratan
aku weruh jeep kang dak-enggo minggat kae ana ngisor
wit klengkeng ngarep omah.” (WIPK, Hal 27)
‗Tiba-tiba Diah, tiba-tiba di waktu sore ketika aku sedang
pulang dari rumah sakit, dari halaman rumah aku melihat
jeep yang aku pakai kabur itu ada dibawah pohon
kelengkeng depan rumah.‘
102
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
baru pulang dari rumah sakit melihat mobil jeep yang dulu
digunakan untuk kabur. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda
―sore (sore)‖
(41) “Esuke, mas Tok isih mbanjuriake pandjaluke sing
wingi. Lan aku bosen ngrungokake.” (WIPK, Hal 31)
‗Paginya, mas Tok masih meneruskan keinginan yang
kemarin. Dan aku bosan mendengarkan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
selalu ingin mendengarkan cerita dari Andah tetapi Andah sudah
bosan mendengarkan keinginan mas Tok. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral
dengan adanya penanda ―esuk (pagi)‖
(42) “Wiwitan aku dewe ja ngira kaja pangiramu kuwi Diah.
Sorene aku tekan ngomah, pasurjane mas Tok sangsaja
peteng.” (WIPK, Hal 32)
‗Dari saya sendiri ya mengira seperti perkiraanku itu Diah.
Sorenya aku sampai rumah, mukanya mas Tok terlihat
sedih.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pada sore hari
Andah yang baru sampai dirumah dan melihat muka mas Tok
terlihat sedih. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda ―sore
(sore)‖
(43) “Bengi iku bapak pijambak kang ngeterake aku mulih.
Sadalan-dalan tansah ndangu aku.” (WIPK, Hal 36)
103
‗Malam itu bapak sendiri yang mengantar aku pulang.
Disepanjang jalan berbicara denganku.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Bapak
mengantar Diah pulang kerumah dan di sepanjang jalan Diah
berbicara dengan bapak sampai rumah. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral
dengan adanya penanda ―bengi (malam)‖
(44) “Mati neng kali. Wingi esuk wis dientasake sing wajib
majit kang kumampul satjedake rolak ing M. sawidjining
wanita. Dene ali-ali barlejan kang isih kantil ing drijine,
mawa tjiri, Adijanto” (WIPK, Hal 36)
‗Mati di sungai. Kemarin pagi sudah diangkat sama yang
berwajib mayat yang terapung di dekat tanggul di M. salah
satu wanita. Dengan cincin berlian yang masih terpasang
di jarinya, dengan ciri Adiyanto‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ada berita
seseorang meninggal di sungai kemarin pagi yang terapung di
dekat tanggul dengan ciri-ciri Adrijanto. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral
dengan adanya penanda ―esuk (pagi)‖
(45) “Karotengah sasi sabandjure, Mirjani pantjen ninggalake kutane. Mejang tanah pegunungan. Nanging
ora ana rame-rame ing omahe, sadurunge budal mau”
(LIP, Hal 43)
‗Satu setengah bulan setelahnya, Mirjani memang
meninggalkan kotanya. Ke tanah pegunungan. Tetapi tidak
ada keramaian di rumahnya, sebelum keluar tadi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
sudah setengah bulan meninggalkan kotanya menuju tanah
104
pegunungan yang tidak ramai rumah-rumah. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang lampau
dengan adanya penanda ―Karotengah sasi (satu setengah bulan)‖
(46) “Sabandjure Wisnu tjelatu, Sing ngati-ati lho. Dalane
adate rame jen malem minggu tanggal enom ngene.”
(Gerimis, Hal 48)
‗Setelah Wisnu berkata. Yang hati-hati lho. Jalan biasanya
ramai kalau malam minggu tanggal muda seperti ini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Wisnu
berpesan kepada Jati jika malam minggu jalan besar biasanya
ramai. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda ―Malem
minggu (malam minggu)‖
(47) “Jati, minggu ngarep aku arep menjang Singagapur,
kandane karo ngurangi bantering lakune mobil.”
(Gerimis, 49)
‗Jati, minggu depan saya akan ke Singapura, katanya
sambil mengurangi cepat jalan mobil.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Hardiman
yang ingin pergi ke Singapura dan ingin mengajak Jati ke sana.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi
waktu yang lampau dengan adanya penanda ―minggu ngarep
(minggu depan)‖
(48) “Wisnujati, o Wisnujati getihe anake dewe. Botjah sing
dadi memaniking atine sawatara sasi kepungkur,
sadurunge kelu ing budjukane Hardiman. Eluhe
dleweran.” (Gerimis, Hal 51)
105
‗Wisnuyati, o Wisnuyati anak darah dagingnya sendiri.
Anak yang menjadi hatinya setia sekitar bulan yang lalu,
sebelumnya menunduk di bujukannya Hardiman. Air
matanya bercucuran.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Wisnujati
merupakan anak yang selalu setia di dalam hatinya Jati sebelum
terkena bujukannya Hardiman. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan demonstrasi waktu yang lampau dengan adanya
penanda ―sasi kepungkur (bulan yang lalu)‖
(49) “Dene ing sadjroning omah kalasemana, Wisnu dikut
karo anake kang motah-kepijer. Djerit-djerit sekajange
wiwit djam sepuluh mau.” (Gerimis, Hal 54)
‗Dan di dalam rumah waktu itu, Wisnu ribut dengan
anaknya yang bandel Berteriak-teriak sekencang-
kencangnya dari jam sepuluh tadi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa anaknya
Wisnu yang sedang bandel berteriak-terika dari jam sepuluh. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu
yang netral dengan adanya penanda ―Djam sepuluh (jam sepuluh)‖
(50) “Patang wulan sing kepungkur, nalika deweke mentas
bae nampa title doktere, ja wis ana pitakonan apa saguh
jen ditugaske ing Pantiroga ing kuta Rembang.” (LKW,
Hal 56)
‗Empat bulan yang lalu, ketika dirinya selesai menerima
title dokternya, ya sudah ada pertanyaan apa sanggup
kalau ditugaskan di Pantiroga di kota Rembang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
empat tahun lalu baru mendapat title dokternya dan sudah
ditawarkan untuk bekerja di Pantiroga di kota Rembang. Pada
106
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu
yang netral dengan adanya penanda ―Patang wulan (empat bulan)‖
(51) “O nggih ndara. Ti… tijang mondok sing onten ngrija
kula. Sakit radi sanget. Sampun kalih tengah taun.”
(LKW, Hal 58)
‗O ya tuan. O… orang menginap yang ada dirumah saya.
Sakit agak parah. Sudah dua setengah tahun.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa seseorang
yang sedang sakit sudah satu setengah tahun menginap dirumah
orang tua yang biasa dipanggil Nyi. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya
penanda ―kalih tengah taun (satu setengah tahun)‖
(52) “Kula teng mriki dereng kalih minggu kok mbok. Dos
dereng apal kalih kawontenan teng mriki.” (LKW, Hal
58)
‗Saya disini belum dua minggu kok bu. Jadi belum ingat
dengan keadaan disini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina
seorang dokter dan disuruh untuk memeriksa paseannya tetapi
Karlina bekerja menjadi dokter belum ada dua minggu disini. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu
yang netral dengan adanya penanda ―kalih minggu (dua minggu)‖
(53) “Dadia esuk sore jen weteng kula kotong nika, ning jen
gus Ri saras nggih taksih saged binger manah kula.”
(LKW, Hal 61)
‗Jadi pagi sore kalau perut saya tidak ada isinya itu, di gus
Ri sehat ya masih bisa senang hati saya.‘
107
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa orang tua yang
bekerja di rumah gus Ri merasa senang jika gus Ri sudah sehat
sehingga jika waktu pagi dan sore perut orang tua itu kosong masih
bisa senang hati. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda
―esuk (pagi), sore (sore)‖
(54) “Nganti ing sawidjining wengi deweke mung turu ing
kursi djaba. Lawang wis kantjingan kabeh.” (LKW, Hal
97)
‗Sampai di salah satu malam dirinya hanya tidur di kursi
luar. Pintu sudah dikunci semua.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
merasa kesepian kemudian tidur di kursi luar dan pintu semua juga
sudah di kunci. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda ―wengi
(malam)‖
(55) “Wusana, esuke isih djam telu penak-penake wong
mungker ing paturon, Adrijanto ninggalake omah mau.”
(LKW, Hal 111)
‗Terakhir, paginya masih jam tiga sedang enak-enaknya
orang mantap dengan tidurnya, Adrijanto tadi
meninggalkan rumah/‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
meninggalkan rumah pada pagi hari jam 3 padahal waktu tersebut
sedang enak-enaknya untuk tidur. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya
penanda ―esuk (pagi), djam telu (jam tiga)‖
108
(56) “Bengi iki wis sepi banget. Ora ana angin sing sumilir
ing ndjaba. Kekajon pada kaku ndjegreg.” (Djugrug, Hal
116)
‗Malam ini sudah sepi sekali. Tidak ada angin yang
bertiup di luar. Pepohonan kaku sekali.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa suasana pada
malam hari sudah sangat sepi sekali dan biasanya pepohonan
sampai bergerak terkena angin tetapi sekarang diluar tidak angin
yang bertiup. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda ―bengi
(malam)‖.
(57) “Sawenehing prija kuru, mangling ing djendela wiwit
bar maghrib mau. Rambute ora dinata madul-madul.”
(Djugrug, Hal 116)
‗Ada laki-laki kurus, melihat dijendela dari habis maghrib
tadi. Rambutnya tidak ditata berantakan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ada seseorang
laki-laki yang sedang melihat lewat jendela dari habis maghrib dan
rambutnya kelihatan berantakan sekali. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang lampau
dengan adanya penanda ―bar maghrib (habis maghrib)‖.
(58) “Welasan taun, o malah wis likuran taun kang
kepungkur. Nalika anjar-anjaran ketemu bapake Ila ing
kantor surat kabare.” (Djugrug, Hal 118)
‗Belasan tahun, o sudah puluhan tahun yang lalu. Ketika
baru-barunya bertemu bapaknya Ila di kantor surat
kabarnya.‘
109
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Krisno yang
teringat ketika bertemu dengan bapaknya Ila belasan tahun yang
lalu bahkan puluhan tahun yang lalu. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral
dengan adanya penanda ―welasan taun (belasan tahun), likuran
taun (puluhan tahun)‖.
(59) “Nganti rong taun sawise patemon mau, deweke temen-
temen dipasrahake dening wong tuwane marang prija
mau.” (Djugrug, Hal 118)
‗Sampai dua tahun setelah pertemuan tadi, dirinya serius
diserahkan oleh orang tuanya kepada laki-laki tadi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa bapaknya Ila
yang sudah bertemu dengan Krisno dua tahun yang lalu ingin
serius menyerahkan Ila kepada Krisno. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral
dengan adanya penanda ―rong taun (dua tahun)‖
(60) “Esuke Ila tilik menjang pakundjaran. Idjen bae, ora
kaja adate karo ibune.” (Djugrug, Hal 120)
‗Paginya Ila ke penjara. Sendiri saja, tidak seperti biasanya
dengan ibunya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ila yang
menjenguk Krisno di penjara sendirian tidak bersama ibunya. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu
yang netral dengan adanya penanda ―esuk (pagi)‖
(61) “Dumadakan deweke kaget krungu kumlonenge lontjeng
kang nuduhake jen wektu wis djam 3.” (Djugurg, Hal
124)
110
‗Tiba-tiba dirinya terkejut mendengar bunyi lonceng yang
menandakan kalau waktu sudah jam 3.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ila yang
terkejut mendengar lonceng yang berbunyi menandakan sudah
masuk pukul tiga. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda
―jam 3‖
(62) “Nganti patang dina olehe nglatjak sing wadon, meksa
ora ketemu. Bali mulih Ila panggah isih durung teka.”
(Djugrug, Hal 125)
‗Sampai empat hari melacak istrinya, memaksa tidak
bertemu. Ila pulang tetap masih belum datang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Krisno yang
mencari-cari Ila sudah sampai empat hari tetapi tidak bertemu juga
dengan Ila. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda ―patang
dina (empat hari)‖.
(63) “Bijen ing sawidjining wengi sing kaja iki, ana
sawenehing djedjaka sing pinuju dolan menjang omahe
sawidjining kenja.” (ISR, Hal 134)
‗Dulu di suatu malam yang seperti ini, seorang jejaka yang
bermain menuju rumahnya salah satu wanita.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surja
Sukartika yang bercerita tentang seorang jejaka yang yang bermain
kerumah salah satu wanita pada malam hari. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral
dengan adanya penanda ―wengi (malam)‖.
111
(64) “Malah kalasemana lemu-lemu ngrempojok lan kerep
kembang. Esuk-sore olehku ndelengi.” (ISW, Hal 144)
‗Waktu itu besar-besar menggerombol dan sering
berbunga. Pagi-sore saya lihat.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Nu yang
sedang melihat-lihat bunga yang menggerombol banyak pada
waktu pagi dan sore hari. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi waktu yang netral dengan adanya penanda
―esuk (pagi) sore (sore)‖.
(65) “Rina wengi. Nganti awakku kuru. Raiku putjet. Apa
maneh jen krungu lagune dinjanjekake.” (ISW, Hal 150)
‗Siang-malam. Sampai badanku kurus. Mukaku pucat.
Apalagi kalau mendengar lagunya dinyanyikan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang setiap
siang malam memikirkan mas Nu yang sudah meninggal sampai
badannya kurus dan mukanya sampai pucat. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi waktu yang netral
dengan adanya penanda ―rina (siang), wengi (malam)‖.
3) Pengacuan Demonstrasi Tempat
Berikut ini, pengacuan demonstrasi tempat yang dijelaskan
melalui pronominal sebagai berikut.
(66) “Nanging tlatah iku wis dadi pasabanku wiwit tjilik
bijen. Wiwit ana ing sekolahan angka loro.” (Cerkak
KMS, Hal 7)
‗Tetapi tempat itu sudah menjadi tempat bermain dari
kecil dulu. Dari sekolah kelas dua.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang dadi
dulu bermain di tempat yang sepi tersebut sejak duduk disekolah
112
kelas dua. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―tlatah (tempat)‖
(67) “Tekan omah wis maghrib ju. Sepi. Mung kari mbok Tun
sing tunggu omah. Djare ibu karo bapak lagi ana ke..o
lagi njang omahmu Uki.” (KMS, Hal 9)
‗Sampai rumah sudah maghrib mbak. Sepi. Hanya tinggal
bu Tun yang tunggu rumah. Katanya ibu dengan bapak
sedang ada.. o sedang ke rumahmu Uki.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
datang kerumah Uki tetapi yang di rumah hanya ada bu Tun yang
menunggu rumah. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―omah (rumah)
(68) “Deweke ngadjak lungguh ana ing pasuketan sading
galengan. Aku mung manut. Ana regemaning tangane.”
(KMS, Hal 10)
‗Dia mengajak duduk di rerumputan dekat tanggul. Aku
hanya nurut. Ada yang menggenggam tangannya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang
mengajak Sit untuk duduk di rerumputan dengan tanggu sambil
menggenggam tangannya Uki. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―pasuketan
sading galengan (rerumputan dekat tanggul)‖.
(69) “Olehe tjetjaturan seru, sadjake arep nguwasani
sepining wengi ing tengah sawah iki.” (KMS, Hal 12)
‗Dengan berbicara keras, sapertinya akan menguasai
sepinya malam ing tengah sawah ini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa dua orang
yang berjalan cepat sambil berbicara-bicra keras seperti ingin
113
menguasai malam di tengah-tengah sawah ini. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata
―tengah sawah (tengah sawah)‖.
(70) “Lan aku weruh mas Anwar nangis nganti kamisesegen
ing kamare diarih-arih ibu.” (KMS, Hal 12)
‗Dan aku melihat mas Anwar menangis sampai menangis-
nangis di kamarnya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Anwar
yang menangis-nangis terus di dalamnya kamarnya dan Sit
melihatnya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―kamar (kamar)‖.
(71) “Esuke ibu ngujangake pari akeh banget. Kanggo
wuwuh sanguine mas Anwar ninggalaken padesan,
ninggalake Tanah Air.”(KMS, Hal 12)
‗Paginya ibu menjual padi banyak sekali. Untuk
menambah bekal mas Anwar meninggalkan pedesaan,
meninggalkan Tanah Air.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Anwar
yang ingin meninggalkan desanya dan ibunya menjual padi untuk
tambahan uang saku mas Anwar. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―padesan
(pedesaan)‖
(72) “Lan aku kaya disurung. Djumangkah ninggalake
plataran. Lampu ing omah isih kekentjaran.” (KMS, Hal
15)
‗Dan aku seperti didorong. Melangkah meninggalkan
depan rumah. Lampu di rumah masih terang.‘
114
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang
tadinya tidak mau masuk ke rumah tiba-tiba ada yang mendorong
untuk meninggalkan halaman rumah dan menuju ke rumah. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat
yakni pada kata ―plataran (halaman rumah), omah (rumah)‖
(73) “Gandane kembang kambodja tekan irungku. Merga
sakiwane dalan kang bakal dakliwati mau papan
kuburan.” (WIPK, Hal 18)
‗Baunya bunga kamboja sampai hidungku. Karena
disamping kiri jalan yang akan aku lewati tadi tempat
kuburan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
ingin memberikan bekal makanan kepada bapaknya dan melewati
jalan yang ternyata tempat kuburan. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―dalan
(jalan), papan kuburan (tempat kuburan)‖
(74) “Sabab aku wis kerep liwat kene karo pak Saerum ing
bengi kaja iki, perlu menjang tanggul, ngirim bapak kang
lagi djaga.” (WIPK, Hal 19)
‗Sebab aku sudah sering lewat disini dengan pak Saerum
di malam seperti ini, perlu ke tanggul, mengirim bapak
yang sedang menjaga.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
sering ke tanggul bersama pak Saerum untuk mengantar bapak
makanan. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―tanggul‖.
115
(75) “Lagi enak-enake aku djumangkah nudju menjang omah
padjagan, dadak aku weruh regemenging wong kang
tetenguk pinggir kali kono.” (WIPK, Hal 19)
‗Sedang enak-enaknya aku melangkah menuju rumah
yang untuk jaga, tiba-tiba aku melihat sosok orang yang
tiba-tiba muncul di pinggir sungai itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
sedang enak-enaknya menuju rumah yang digunakan untuk
menjaga sawah kemudian Diah melihat seseorang yang sedang
duduk dipinggir sungai. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―omah pajagan
(rumah yang untuk jaga), pinggir kali (pinggir sungai)‖.
(76) “Aku arep kanda jen pak likku sing ana ing kuta B kae
kerep takon bab kowe. Jen pak likku kepengin banget
tepung.” (WIPK, Hal 22)
‗Aku sering bicara kalau pak likku yang berada di kota B
itu sering bertanya tentang kamu. Kalau pak likku ingin
sekali bertemu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pak liknya
Diah yang berada di kota B ingin sekali bertemu dengan Andah
jika ingin melamar pegawai rumah sakit yang bernama Andah
Susilah. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―kuta B (Kota B)‖.
(77) “Dumadakan Diah, dumadakan ing sawidjining sore
nalika aku lagi bae mulih saka rumah sakit, saka ratan
aku weruh jeep kang dak-enggo minggat kae ana ngisor
wit klengkeng ngarep omah.” (WIPK, Hal 27)
‗Tiba-tiba Diah, tiba-tiba di waktu sore ketika aku sedang
pulang dari rumah sakit, dari halaman rumah aku melihat
116
jeep yang aku pakai kabur itu ada dibawah pohon
kelengkeng depan rumah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
baru pulang dari rumah sakit kemudian dari halaman rumah
melihat mobil jeep yang di taruh di bawah pohon kelengkeng
depan rumah. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―rumah sakit, ratan (halaman
rumah), ngisor wit klengkeng ngarep omah (dibawah pohon
kelengkeng depan rumah)‖.
(78) “Aku terus lumaju memburi merga kelingan jen mas Tok
karemane lenggahan ing emper buri kambi mirsani obah-
obahing kekembangan tanduranku ing latar mburi.”
(WIPK, Hal 28)
‗Aku lalu berlari kebelakang karena teringat kalau mas
Tok sukanya duduk di teras belakang sambil melihat
gerak-gerakan tanaman bunga dihalaman belakang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
melihat mobil jeep di bawah pohon kelengkeng kemudian langsung
berlari menuju teras belakang untuk melihat tanaman di halaman
belakang. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―emper buri (teras belakang),
latar mburi (halaman belakang)‖.
(79) “Mung sawetara dina deweke bisa melu tugas neng
Djawa Barat. Bandjur tatu-tatu abot sawise nganakake
operasi. Lan mas Tok dirawat ing rumah sakit
Magelang.” (WIPK, Hal 30)
‗Hanya beberapa hari dirinya bisa ikut tugas di Jawa
Barat. Kemudian luka berat setelah melakukan operasi.
Dan mas Tok dirawat di rumah sakit Magelang.‘
117
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok saat
bekerja pernah ikut tugas di Jawa Barat. Mas Tok mengakibatkan
mas Tok mengalami luka berat sehingga harus di operasi dan
dirawat dirumah sakit Magelang. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―Jawa
Barat, rumah sakit Magelang‖.
(80) “Tangi-tangi bareng lampu wis pada disumedi lan aku
krungu gremenging wong tjetjaturan ing ruang tengah.”
(WIPK, Hal 32)
‗Bangun-bangun saat lampu sudah dinyalakan dan aku
samar-samar mendengar orang berbicara di ruang tengah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah saat
bangun tidur mendengar ada orang yang sedang mengobrol di
ruang tengah. Dan ternyata yang sedang mengobrol Mr. Danu dan
mas Tok. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―ruang tengah‖
(81) “Dene Danu bandjur mudun lan menjang warung kang
isih kekentjar damare.” (WIPK, Hal 34)
‗Dan Danu kemudian turun dan ke warung yang masih
nyala lampunya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah yang
pergi dengan Danu kemudian menyuruh Andah untuk ke warung
tetapi masih lemas. Akhirnya danu yang turun dari mobil menuju
warung. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―warung‖.
118
(82) “Mati neng kali. Wingi esuk wis dientasake sing wajib
majit kang kumampul satjedake rolak ing M.” (WIPK,
Hal 36)
‗Mati di sungai. Kemarin pagi sudah diangkat pada yang
berwajib mayat yang terapung dekat rolak di M.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto telah
meninggal dunia di sungai kemarin pagi dekat rolak M yang sudah
terapung mayatnya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―kali (sungai)‖.
(83) “Nek mangkono dakmulih bae ja? Tjelatu mangkono
mau Mirjani karo ngadeg, bandjur djumangkah
ninggalake watukarang papan panggonane pada lungguh
sasuwene mau.” (LIP, Hal 37)
‗Kalau seperti itu saya pulang saja ya? Bicara seperti tadi
Mirjani dengan berdiri, kemudian jalan meninggalkan batu
karang tempat untuk duduk berlama-lama‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
sudah tidak mau disamakan dengan Udiman teman sekapalnya
Frits kemudian meninggalkan batu karang yang digunakan untuk
duduk. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―watu karang (batu karang)‖.
(84) “Bandjur ing sadjroning mlaku-mlaku urut pasisir mau,
sing ana mung sawidjining lagu sing njanjekake kanggo
swara alus.” (LIP, Hal 40)
‗Kemudian di saat jalan-jalan lewat pantai tadi, yang ada
hanya salah satu lagu yang dinyanyikan dengan suara
halus.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani
berjalan-jalan disepanjang pantai sambil bernyanyi So deep the
119
night karena tertarik dengan lagu tersebut. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata
―pasisir (pantai)‖.
(85) “Karotengah sasi sabandjure, Mirjani pantjen
ninggalake kutane. Mejang tanah pegunungan. Nanging
ora ana rame-rame ing omahe, sadurunge budal mau”
(LIP, Hal 43)
‗Satu setengah bulan setelah Mirjani memang
meninggalkan kotanya. Pergi ke tanah pegunungan.
Tetapi tidak ada ramai-rami di rumahnya, sebelum tadi
keluar.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani
meninggalkan kotanya dan menuju ke pegunungan karena Mirjani
ingin sekali hidup di pegunungan tanpa ada keramaian
dirumahnya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―kutane (kotanya), tanah
pegunungan, omah (rumah)‖.
(86) “Ana ing kana, manggon ing omah sing tjekli
satengahing persil kopi. Platarane kebak kekembangan
maneka warna.” (LIP, Hal 43)
‗Ada di sana, tinggal dirumah yang kecil tetapi bagus
setengah tanah yang disewa untuk kopi. Halamannya
penuh bunga-bunga beraneka warna.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani tinggal
kecil yang di pegunungan dan setengah dari tanahnya di sewakan
untuk ditanami kopi. Halaman rumahnya penuh dengan bunga-
bunga yang banyak jenisnya. ingin sekali hidup di pegunungan
tanpa ada keramaian dirumahnya. Pada kutipan di atas, termasuk
120
ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata
―platarane (halaman rumah)‖.
(87) “Pak lik, bu lik apa dene adi-adine kerep ngadjak dolan
menjang papan sing edi-edi sesawangane. Mirjani
manggon ing daleme pak like.” (LIP, Hal 43)
‗Pak Lik, bu lik jika adik-adiknya sering mengajak
bermain ke tempat yang bagus-bagus pemandangannya.
Mirjani bertempat di rumahnya Pak Liknya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani
sebelum pergi ke tanah pegunungan, dia tinggal bersama pak lik,
bu lik dan adik-adiknya sering mengajak bermain di tempat yang
bagus. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―daleme pak lik (rumahnya
pak lik)‖.
(88) „Lan bareng tekan penering omah gedong kuna kang
ora sepira padanging lampune jen ditanding karo
padanging omah-omah ing kiwa tengene, deweke
menggok.” (Gerimis, Hal 46)
‗Dan ketika sampai ke arah rumah gedung kuna yang tidak
begitu terang lampunya kalau dilawan dengan terangnya
rumah-rumah di kanan-kirinya dia berbelok.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang berjalan menyusure jalan yang tidak begitu remain dan
setelah sampai pada rumah gedung yang tidak begitu terang
dibandingkan dengan rumah-rumah yang ada disekitarnya. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat
yakni pada kata ―omah gedong (rumah gedung), omah-omah
(rumah-rumah)‖.
121
(89) “Lan saka lawang djero, djumedul wong sing
menganggon toga-putih. Kedombjoran marani sing
mandeg ana ing tengah latar.” (Gerimis, Hal 46)
‗Dan dari pintu dalam, tiba-tiba orang yang memakai toga-
putih kebesaran mendekat berhenti di tengah halaman.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pastur yang
keluar dari pintu dalam sudah memakai toga-putih yang kebesaran
dan dia berhenti di tengah halaman. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―lawang
djero (pintu dalam), tengah latar (tengah halaman)‖.
(90) “Lan maneh, isih kesel kok aku. Kowe ora weruh,
pegawean ing kantorku mau ngudubillah akehe.”
(Gerimis, Hal 48)
‗Dan lagi, saya masih lelah. Kamu tidak melihat,
pekerjaan di kantorku tadi sangat banyaknya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Krisno yang
sangat lelah dengan pekerjaan kantor yang sangat banyak sehingga
menyuruh Hardiman untuk pergi bersama Ila. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata
―kantotku‖.
(91) “Lan mengko jen kowe gelem, terus menjang Calcutta
pisan. Karo ngurus dagangan sing takbutuhake. Rak
penak ta katimbang utek-utek ing omah lan ing kantor.”
(Gerimis, Hal 49)
‗Dan nanti kalau kamu mau, lalu ke Calcutta sekali.
Sambil mengurus dagangan yang saya butuhkan.
Gampang kan dari pada utak-atik di rumah dan di kantor.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Hardiman
yang menawarkan Surjatinah untuk mengurus dagangan yang
122
dibutuhkan dari pada tidak ada kerjaan dirumah dan kantor. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat
yakni pada kata ―omah (rumah), kantor‖
(92) “Mengkono sabandjure. Nganti menggok ing Dance
Hall. Lelorone mudun, marani irama foxtrot sing sadjak
ngawe-awe.” (Gerimis, Hal 50)
‗Dan selanjutnya. Sampai belok di Dance Hall. Keduanya
turun, mendekat Irama Foxtrot yang seperti melambai-
lambai.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Hardiman dan
Surjatinah menuju Dance Hall dan mendekati irama foxtrot yang
seperti mengajak untuk menari. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―Dance Hall,
irama foxtrot‖.
(93) “Kelakon Surjatinah nuruti karepe dewe lan kekarepane
Hardiman. Ing Singgapur uripe mung sarwa mewah.”
(Gerimis, Hal 50)
‗Surjatinah terlaksana menuruti keinginan sendiri dan
keinginan Hardiman. Di Singapura hidupnya hanya serba
mewah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang menuruti semua perkataan Hardiman dan keingiannya sendiri
kemudian di bawa ke Singapura yang hidupnya serba mewah. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat
yakni pada kata ―Singgapur (Singapura)‖
(94) “Lan nalika Surjatinah metu saka plataraning omah-
kuna mau, kahanan sakiwa tengen wis sepi.” (Gerimis.
Hal 52)
123
‗Dan ketika Suryatinah keluar dari halaman rumah-kuna
tadi. Keadaan kiri kanan sudah sepi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang sedang bercerita tentang diririnya kepada pastur kemudian
pulang. Kepulangan Surjatinah lewat halaman rumah kuno. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat
yakni pada kata ―Plataraning omah (halaman rumah)‖.
(95) “Pastur mau mung njawang saka regol, merga deweke
ora gelem arep diterake bali.” (Gerimis, Hal 52)
‗Pastur tadi hanya melihat dari rumah kecil, karena dirinya
tidak mau akan diantar pulang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa kepulangan
Surjatinah setelah menemuai pastur di lihat hanya lewat rumah
kecil karena Surjatinag tidak mau di antar. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata
―regol (rumah kecil)‖.
(96) “Patang wulan sing kepungkur, nalika deweke mentas
bae nampa title doktere, ja wis ana pitakonan apa saguh
jen ditugaske ing Pantiroga ing kuta Rembang.” (LKW,
Hal 56)
‗Empat bulan yang lalu, ketika dia selesai menerima title
dokternya, ya sudah ada pertanyaan apa sanggup kalau
ditugaskan di Pantiroga di kota Rembang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
telah selesai belajarnya dan mendapat gelar dokter kemudian
Karlina ingin ditugaskan di Pantiroga Rembang. hanya lewat
rumah kecil karena Surjatinag tidak mau di antar. Pada kutipan di
124
atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada
kata ―Pantiroga, kuta Rembang (kota Rembang)‖.
(97) “Saiki wis kelakon njambut gawe ing kuta tjilik ing
pegunungan. Sing adoh karo kuta Rembang.” (LKW,
Hal 56)
‗Sekarang sudah terlaksana bekerja di kota kecil di
pegunungan. Yang jauh dengan kota Rembang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
ditugaskan di kota Rembang ingin berpindah tempat dan sekarang
sudah terlaksana keinginannya untuk bekerja di pegunungan. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat
yakni pada kata ―pegunungan, Rembang‖
(98) “Sore iku, nalika deweke lagi ngematake edine kembang
anggrek sing kesorotan thahja surja pungkasan, sing wis
arep surup, ndadak ana wong teka ing patamanan kono.”
(LKW, Hal 57)
‗Sore ini, ketika dirinya sedang mengamati bagusnya
bunga anggrek yang terpancarkan cahaya matahari yang
terakhir, yang sudah akan terbenam, tiba-tiba ada orang
tiba di taman sana.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pada sore hari
Karlina sedang mengamati bunga-bunga anggrek yang bagus tiba-
tiba ada nenek yang muncul dan Karlina menyuruh untuk duduk.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi
tempat yakni pada kata ―taman‖.
(99) “Lan Karlina menggok menjang omah mentjil ing
perenging puntuk. Dudu gedong. Malah prasasat
gubug.” (LKW, Hal 59)
125
‗Dan Karlina berbelok ke rumah terpencil di pinggir
gunung yang tinggi. Bukan bangunan. Malah seperti
gubug.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
di dekati oleh wanita tua tersebut di antar menuju rumah
majikannya di pinggir gunung yang seperti gubug. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada
kata ―Omah (rumah), perenging puntuk (pinggir gunung), gubug
(gubug)‖.
(100) “Budale Karlina menjang Bandung, mung diterake
Tanto. Barengan Hari Subroto, mahasiswa tjalon insinjut
pertambangan.” (LKW, Hal 91)
‗Perginya Karlina ke Bandung, hanya diantarkan Tanto.
Bersama Hari Subroto, mahasiswa calon institut
pertambangan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
ingin melanjutkan sekolahnya di Bandung kemudian di antar oleh
Tanto dan Hari Subroto calon mahasiswa Institut pertambangan.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi
tempat yakni pada kata ―Bandung‖.
(101) “Mula saiki malih ing sekolahan ngadepi murid-
muride ora krasan. Ambijantu ngrampungake urusan
administrasi ja wegah.” (LKW, Hal 96)
‗Jadi sekarang kembali ke sekolahan menghadapi murid-
muridnnya tidak betah. Membantu menyelesaikan urusan
administrasi ya tidak mau.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
sekarang bekerja di sekolahan menghadapi murid-muridnya yang
126
banyak dan Adrijanto tidak betah. Membantu menyelesaikan
urusam administrasi saja tidak mau. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―sekolah‖
(102) “Deweke ndeprok ing ngarep amben mau. Ing djaba
angin isih midid.” (LKW, Hal 114)
‗Dirinya bersimpuh di depan tempat tidur tadi. Di luar
angin masih berhembus.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa pada suatu hari
Karlina menemui Adrijanto dan melihat Adrijanto nafasnya sudah
tidak normal. Karlina mendekati Adrijanto ternyata sudah
meninggal, Karlina langsung bersimpuh di depan tempat tidurnya
Adrijanto. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―Amben (tempat tidur)‖.
(103) “Dene ing ruang tengah, sawidjining ibu sing wis tua
mangku dondoman sanding lampu limalas wat, bola-bali
njawang prija sing mangling ing djendela mau.”
(Djugrug, Hal 116)
‗Dan diruang tengah, salah satu ibu yang sudah tua
memangku jahitan dekat lampu lima belas wat, tiap kali
melihat laki-laki yang melihat di jendela tadi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ada ibu tua
yang sedang duduk diruang tengah sambil memangku jahitan di
dekat lampu lima belas wat. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―ruang
tengah‖.
(104) “Welasan taun, o malah wis likuran taun kang
kepungkur. Nalika anjar-anjaran ketemu bapake Ila ing
kantor surat kabare.” (Djugrug, Hal 118)
127
‗Belasan tahun, o malah sudah puluhan tahun yang lalu.
Ketika baru-barunya bertemu bapaknya Ila di kantor surat
kabarnya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ibunya Ila
bercerita ketika bertemu dengan bapakmu di kantor surat kabar
puluhan tahun yang lalu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―kantor surat
kabar”
(105) “Esuke Ila tilik menjang pakundjaran. Idjen bae, ora
kaja adate karo ibune.” (Djugrug, Hal 120)
‗Paginya Ila menjenguk ke penjara. Sendiri saja, tidak
seperti biasa dengan ibunya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa menghadapi
kenyatan jika suaminya masuk penjara. Ila paginya menjenguk
suaminya yang masuk penjara sendirian tidak bersama ibunya Ila.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi
tempat yakni pada kata ―pakundjaran (penjara)‖.
(106) “Kang ngira jen lumebune Krisno menjang ing
pakundjaran kuwi sabab-sababe kaja dek bapakne
dikundjara bijen.”(Cerkak Djugrug, Hal 121)
‗Yang mengira kalau masuknya Krisno ke penjara itu
sebab-sebabnya seperti waktu bapaknya di penjara dulu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina tidak
mengetahui penyebab Krisno masuk penjara dan hanya mengira
jika masuknya Krisno ke penjara seperti bapaknya Ila dulu. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat
yakni pada kata ―pakundjaran (penjara)‖.
128
(107) “Ora antarane suwe wis lejeh-lejeh ing dipan kang uga
ana ing kamar-kerdjane kono.” ( ISR, Hal 128)
‗Tidak berselang lama sudah bersantai-santai di tempat
tidur yang juga ada di kamar kerjanya sana.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
sangat lelah setelah mengoreki pekerjaan murid-muridnya
kemudian duduk sambil bersantai-santai di tempat tidurnya yang
ada di kamar kerjanya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―dipan (tempat
tidur), kamar kerja‖.
(108) “Deweke lagi ngadeg pinggir sawah. Ing ngiringane
daleme bulike, mung keletan kebon brambang sing ora
sepira ambane lan pager pete.” (ISR, Hal 128)
‗Dia sedang berdiri pinggir sawah. Di pinggir rumah
buliknya, hanya berjarak kebun bawang merah yang tidak
begitu lebar dan pagar petai.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
berdiri di pinggir sawah dekat rumah buliknya hanya berjarak satu
kebun bawah merah yang tidak begitu luas mempunyai keinginan
untuk menggambar. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―Pinggir sawah,
daleme bulik (rumahnya bulik), kebon (kebun)‖.
(109) “Kanggo narik pantalone menduwur. Lan deweke
bandjur lungguh ing pasuketan galengan. Sirahe nekluk.”
(ISR, Hal 130)
‗Untuk menarik celananya ke atas, dan dia kemudian
duduk di rerumputan tanggul, kepalanya menunduk.‘
129
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surja
Sukartika yang sedang mengobrol dengan Retnadi tetapi Surja
tidak menjawab. Surja kemudian menarik celananya ke atas
kemudian duduk di atas reremputan sambil mengobrol lagi dengan
Retnadi. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
demonstrasi tempat yakni pada kata ―Pasuketan galengan
(rerumputan tanggul)‖
(110) “Neng Modjokerto, wangsulane karo mesem. Lan
sabandjure, kowe kepengin dolan njang ngomahku? Aku
manggon ing djalan Kusuma Bangsa.”(ISR, Hal 134)
‗Di Modjokerto, jawabanya dengan senyum. Dan
selanjutnya, kamu ingin bermain ke rumahku? Saya
bertempat di jalan Kusuma Bangsa.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
menanyakan Surja Sukartika alamat rumahnyanya. Surja Sukartika
kemudian memberi tahu jika dia tinggak di Mojokerto di jalan
Kusuma Bangsa. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―Mojokerto, Jalan
Kusuma Bangsa‖.
(111) “Bareng wis oleh kurang luwih rongpuluh langkahku
lakuku, tekan ing ngarepe toko-toko.” (ISW, Hal 140)
‗Ketika sudah kurang lebih dua puluh langkahku berjalan,
sampai di depan toko-toko.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang tidak
sengaja bertemu dengan mas Nu, laki-laki yang pernah
ditinggalkannya. Sit kemudian berusah pergi menghindar ketika
130
sudah dua puluh langkah dan ternyata sampai di depan toko-toko.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi
tempat yakni pada kata ―Toko-toko‖.
(112) “Tekan plataran, (ing kuta iki aku ana daleme ejang)
kira-kira wis djam sanga. Lampu ing pandapa tjahjane
katon surem tekan ing plataran.” (ISW, Hal 143)
‗Sampai halaman, (di kota ini saya ada di rumah simbah)
kira-kira sudah jam Sembilan. Lampu di pendopo
cahayanya terlihat suram sampai halaman.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surja
Sukartika yang mendatangi rumahnya Trasno dan sampai di
halaman rumah yang cahaya lampunya terlihat redup. Pada kutipan
di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni
pada kata ―Plataran (Halaman Rumah)‖.
(113) “Ana daleme ejang mung sawengi iku. Esuke bali
mulih, menjang enggonku mulang. Ing desa sepi
satengahing sawah.” (ISW, Hal 147)
‗Dirumahnya simbah hanya semalam. Paginya pulang, ke
tempatku mengajar. Di desa sepi pada tengah-tengah
sawah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Nu yang
menginap di rumah simbahnya hanya satu malam paginya pulang
desa yang sepi dan pulang di antar simbahnya sampai jalan besar.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan demonstrasi
tempat yakni pada kata ―Daleme ejang (Rumahnya Simbah).‘
(114) “Durung sawulan aku kepethuk mas Nu mau,
sawidjining dina aku kedajohan rajine mas Nu karo ibune.
Rawuh ing pondokan ing desa.” (ISW, Hal 147)
131
‗Belum sebulan saya bertemu mas Nu tadi, salah suatu
hari saya di datangi adiknya mas Nu dengan ibunya.
Datang ke pondokan di desa.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surja
Sukartika yang baru saja bertemu dengan mas Nu satu bulan yang
lalu. Tiba-tiba ibunya mas Nu dan adiknya datang ke pondokan
yang ada di desa Surja Sukartika. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan demonstrasi tempat yakni pada kata ―Pondokan,
desa‖.
4) Pengacuan Komparatif
Berikut ini, pengacuan komparatif yang dijelaskan melalui
pronominal sebagai berikut.
(115) “Omonganmu kuwi. Karo solah-tingkahmu kok plek
temen karo mas Anwar.”(Cerkak KMS, Hal 11)
‗Perkataanmu itu dengan tingkah lakuku sama persis
dengan mas Anwar.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang sama
persis dengan mas Anwar dilihat dari perkataanya dan tingkah
lakunya yang sama. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan komparatif yakni pada kata ―Plek (Persis)‖ karena
menyamakan Uki dengan mas Anwar yang mirip pada cara
berbicara dan tingkah lakunya.
(116) “Sit, apa ja bisa atiku bali kaja dek anu kae? Abjor
tjahja kaja langit iki?” (Cerkak KMS, Hal 11)
‗Sit, apa bisa hatiku kembali seperti waktu dulu itu?
Terlihat sorotam cahaya seperti langit ini?‘
132
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang ingin
kembali menjalin hubungan dengan mas Anwar seperti dulu ketika
masih bersama-sama. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja (seperti)‖ karena Uki
membandingkan hatinya yang sekarang seperti waktu dulu ketika
masih menjalin hubungan dengan mas Anwar.
(117) “Kaja ing wektu-wektu kang uwis, jen banyu gede
ngene bapak mesti djaga.” (Cerkak WIPK, Hal 19)
‗Seperti di waktu-waktu yang lalu, kalau air besar seperti
ini bapak pasti jaga.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
sudah paham jika waktu air besar seperti ini bapak pasti sedang
menjaga di sungai. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja (seperti)‖ karena
Diah membandingkan seperti waktu yang sudah-sudah jika air
sungai besar bapaknya Diah menjaga sungai.
(118) “Aku sakloron nangis kaja botjah tjilik. Mung bareng
wis mari, aku lagi bisa matur mas Tok jen wiwit wektu iku,
deweke kang nduweni aku lair batin.” (Cerkak WIPK,
Hal 25)
‗Saya menangis seperti anak kecil. Ketika sudah sembuh,
saya baru bisa berkata ke mas Tok jika waktu itu, dia yang
saya punya lahir batin.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah yang
menangis seperti anak kecil ketika berkata dengan mas Anwar laki-
laki yang selalu ada di hatinya. Pada kutipan di atas, termasuk ke
133
dalam pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja (seperti)‖
karena membanding Andah ketika menangis seperti anak kecil.
(119) “Aku jen ndeleng banjo segara kaja matja elegy Frits.”
(Cerkak LIP, Hal 41)
‗Saya kalau melihat air laut seperti melihat Frits.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani jika
melihat air laut tiba-tiba seperti melihat Frits yang selalu
berkecimpung dengan kapal, ombak. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja
(seperti)‖ karena Andah yang membandingkan air laut seperti Frits.
(120) “Lan kahanane kaja ngene iki, deweke bandjur sangga
uwang nganti suwe. Ah Wisnu.” (Cerkak Gerimis, Hal
51)
‗Dan keadaam seperti ini, dia kemudian melamun sampai
lama. Ah Wisnu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang membayangkan jika keadaan seperti ini, dia langsung
melamun memikirkan Wisnu yang tidak bisa memenuhi semua
keinginannya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
komparatif yakni pada kata ―Kaja (Seperti)‖ karena Surjatinah
yang membandingkan keadaan seperti ini dengan keadaan Wisnu
yang dulu susah.
(121) “Nanging kabeh mau kaja wis ginaris. Wis pinesti jen
ing sawidjining wektu Karlina mesti ngadepi kahanan
iki.” (Cerkak LKW, Hal 57)
134
‗Tetapi semua itu tadi seperti sudah ditakdirkan. Sudah
pasti kalau di suatu hari nanti Karlina pasti menghadapi
keadaan seperti ini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
ingin bekerja di pegunungan akhirnya terwujud. Semua itu seperti
sudah ditakdirkan oleh Tuhan yang harus dihadapi dengan semua
keadaan yang akan terjadi nanti. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja (Seperti)‖
karena Karlina membandingkan bisa bekerja di pegungan seperti
sudah ditakdirkan oleh Tuhan.
(122) “Ora kaja saben dinane bijen. Botjah kang kawit tjilik
bijen kae meneng, saiki kadang katon saja tikel antenge.”
(Cerkak LKW, Hal 76)
‗Tidak seperti di setiap harinya dulu. Anak yang dari kecil
itu diam. Sekarang kadang terlihat tambah lebih pendiam.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
tidak seperti biasanya diam padahal waktu kecil sudah diam
sekarang malah tambah diam. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja (Seperti)‖
karena membandingkan Karlina yang dulu diam sekarang tambah
lebih pendiam.
(123) “Wektu iku, ibu kaja-kaja isih durung bisa pisah
sarambut karo bapakmu.” (Cerkak Djugrug, Hal 119)
‗Waktu itu, ibu seperti masih belum bisa berpisah satu
rambut pun dengan bapakmu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ibunya Karlina
seperti belum bisa untuk berpisah dari bapaknya Ila ketika dibuang
135
sampai ke tanah sebrang. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja (Seperti)‖ karena
membandingkan Ibunya Ila yang tidak bisa berpisah seperti tidak
bisa berpisah satu rambutku.
(124) “Ora kaja saben dinane bijen. Botjah kang kawit tjilik
bijen kae meneng, saiki kadang katon saja tikel antenge.”
(Cerkak LKW, Hal 76)
‗Tidak seperti di setiap harinya dulu. Anak yang dari kecil
itu diam. Sekarang kadang terlihat tambah lebih pendiam.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
sekarang mulai berubah padahal dari kecil biasanya pendiam
sekarang sudah besar malah lebih pendiam lagi. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan komparatif yakni pada kata
―Kaja (Seperti)‖ karena membanding Karlina yang dulu pendiam
sekarang lebih pendiam.
(125) “Wektu iku, ibu kaja-kaja isih durung bisa pisah
sarambut karo bapakmu.” (Cerkak Djugrug, Hal 119)
‗Waktu itu, ibu seperti masih belum bisa berpisah satu
rambut pun dengan bapakmu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ibunya Ila
yang masih belum bisa berpisah seperti berpisah dengan satu
rambut bapakmu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja (Seperti)‖ karena
membandingkan perpisahan seperti tidak bisa berpisah satu rambut
dengan bapaknya Ila.
136
(126) “Mas Kris, aku kepengin setyaituhu marang
pandjenengan. Aku kaja wanita bangsaku kepengin bekti
ing guru-laki.” (Cerkak Djugrug, Hal 123)
‗Mas Kris, saya ingin setia kepadamu. Saya seperti wanita
bangsaku ingin berbakti dengan suami.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ila yang ingin
setia dengan suaminya seperti wanita bangsaku. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan komparatif yakni pada kata
―Kaja (Seperti)‖ karena membandingkan kesetiaan Karlina seperti
wanita di bangsanya Karlina
(127) “Atiku kaja ndjerit-ndjerit mrentah supaja aku
mandeg lan bali marani mas Nu.” (Cerkak ISW, Hal
140)
‗Hatiku seperti menjerit-jerit menyuruh agar saya berhenti
dan pulang menghampiri mas Nu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang ingin
menghampiri mas Nu seperti hatinya menjerit-jerit agar bisa
berhenti ketika mau menjauhi mas Nu. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan komparatif yakni pada kata ―Kaja
(Seperti)‖ karena membandingkan hatinya Sit dengan kondisi
manusia yang menangis-nangis jika sedang bersedih.
b) Penyulihan (subtitusi)
Penyulihan (subtitusi) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang
berupa penggantian satuan lingual dengan satuan lingual lain dalam
wacana untuk memperoleh unsure pembeda.
137
a. Subtitusi Nominal
Pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmanasita, terdapat tuturan dalam bentuk subtitusi nominal
sebagai berikut
(128) Iki dudu dwekku, ning jase mas mono, kamasku sing
ora tau bias kasil tentamene.(WIPK, Hal. 20
‗ini bukan milikku, tapi jasnya mas mono, kakakku yang
tidak pernah bias ‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ini bukan jas
saya tapi jas Mas Mono yaitu kakaku. kutipan tersebut terdapat
proses subtitusi nomina yaitu pada wujud penanda ‗Kamasku‘ yang
menggantikan kata ‗Mas Mono‘ yang telah di sebutkan
sebelumnya.
(129) Diah mung kuwi wangsulanku. Aku pancen gugup, lan
nutuh awakku sewe geneya aku mau kok nunggoni wong
nangis iki.(WIPK, Hal 21)
‗Diah hanya iyu wangsulan ku, aku aku memang gugup,
dan nutuh tubuhku lama aku tadi kok menungggu orang
menangis ini‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa diah berbicara
pada diri sendiri kau sedang gugup. Kutipan tersebut terdapat
proses subtitusi nomina yaitu pada wujud penanda ‗Aku‘ yang
menggantikan kata ‗Diah‘ yang telah di sebutkan sebelumnya.
(130) aku tanpa daya, sirah daksendekake ing pundake
mayor seng nyetiri jeep.Sawijining perwira sing wis bisa
ngrebut atiku. (WIPK, Hal 24)
138
‗Aku tanpa daya, kepala bersandar dipundak mayor yang
mengendarai jeep. Satu-satunya perwira yang bias
merebut hatiku‘
Berdasarkan kutipan diatas, terlihat bahwa aku akan
berdandar di pundak moyor yang sudah berhasih merebut hatiku.
Kutipan tersebut terdapat proses subsitusi nomina yaitu ditunjukan
dengan wujud penanda ‗perwira‘ yang menggantikan kata
‗mayor‘yang telah di sebutkan sebelumnya.
(131) Yu andah ora ngruwes marang tetembungku mau.
Deweke terus bae olehe mbanjurake ukarane (WIPK, Hal
27)
‗yu andah tidah memperhatikan pembicaraanku tadi.
Dianya terus membicarakan perkataannya‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Yu adah tidah
memperhatikan pembicaraanku tadi dan hanya terus berbicara.
Kutipan tersebut terdapat proses subtitusi nomina yaitu di tunjukan
dengan wujud penanda ‗deweke‘ yang menggantikan kata ‗Yu
andah‘ yang telah di sebutkan sebelunya.
b. Subtitusi Verbal
Pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmanasita, terdapat tuturan dalam bentuk subtitusi verbal sebagai
berikut
(132) “Uki mingseg-mingseg krungu omonganku ma..mau
Omong lirih-lirih ing antarane tangise ” (KMS, Hal 14)
‗uki menangis keras mendengar perkataanku tadi bicara
pelan-pelan di antara tangisnya‘
139
Berdasarkan kutipan diatas, terlihat bahwa Uki sedang
menangis keras karna mendengar perkataanku tadi di antara
tangisnya. Kutipan tersebut terdapat proses subtitusi verba yaitu di
tunjukan dengan wujud penanda ‗tangise‘ yang menggantikan kata
‘mingseg-mingseg‘ yang telah di sebutkan sebelumnya.
(133) Buktine ing sewijineng bengi seng sepi kaya waktu iki,
aku wis lunga saka ngomah tanpa pamit. Ah, iseh terang
kabeh kedadean mau. Aku budal lewat jendela kamar,
banjur jeep kang wis sumadiya mabur ngingngatake aku
saka astane wongtuaku. (WIPK, Hal 24
‗Buktinya di suatu malam yang sepi seperti waktu ini, saya
sudah pergi dari rumah tanpa pamit,ahh, masih jelas
kejadian tadi, saya terus lewat jendela kamar,‘
Terus aku yang sudah pergi dengan jeep yang telah
melepaskan aku dar genggaman tangan orang tuaku.
Berdasarkan kutipan diatas, terlihat bahwa pada malam
hari saya pergi tanpa pamit lewat jendela. Kutipan tersebut terdapat
proses subtitusi verba yaitu di tunjukan dengan wujud penanda
‗budal‘ yang menggantikan kata ‗lunga‘ yang telah di sebutkan
seblumnya.
c. Subtitusi Frasa
Pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmanasita, terdapat tuturan dalam bentuk subtitusi frasal sebagai
berikut.
(134) “Bab-bab sing disik kae wes ra perlu maneh. Wes ta
pupusen yen kabeh mau wis k…pangeran. Lalekna kaya
kulawargaku kang ngaleake kaanan-kaanan seng
kapungkur kuwi” (KMS, HAL14)
140
‗Bab-bab yang dulu itu tidak perlu lagi. Saudah saya
putuskan semisal semua nitu…pangeran. Lupakan seperti
keluargaku yang melupakan kejadian-kejadian yang sudah
terjadi‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa bab-bab yang
dulu terjadi janga di ungkit-ungkit lagi. Kutipan tersebut terdapat
proses subtitusi frasa yaitu ditunjukan dengan wujud penanda
‗Kepungkur kui‘ yang menggantikan kata ‗disik kae‘ yang telah
disebutkan sebelumnya.
(135) Lagu-lagu saka radio kang gemontang ing ruang
tengah uga sangsaya lamat-lamat teka ngenangi
kendangan kuping. Lan aku terus nglangkahake sikil.
Pancene aku ora seneng lagu-lagu kuwi .(WIPK, Hal 17)
Lagu-lagu dari radio yang bersuara di ruangan tengah
menjadi melambat mengenai gendang telinga. San aku
terus melangkahkan kaki. Karena aku tidak menyukai
lagu-lagu tersebut‘
Berdasarkan kutipan diatas, terlihat bahwa lagu-lagu dari
radio tersebut tidak disukai. Kutipan tersebut terdapat proses
subtitusi frasa yaitu di tunjukan dengan wujud penanda ‗lagu-lagu
kuwi‘ yang mengagantikan kata ‗lagu-lagu saka radio‘ yang telah
di sebutkan sebelumnya.
d. Subtitusi Klausal
Pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmanasita, terdapat tuturan dalam bentuk subtitusi klausal
sebagai berikut.
(136) Kabejan ketemu kekasih kang wis wewulanan ora
nyembangi lan uga ora aweh lajang. Kabegjan ketemu
pahlawan ati kang uga pahlawan bangsa kang wis mari
141
anggone nindaake kewajiban kanggo Negara. (WIPK, Hal
28)
‗Kebetulan ketemu kekasih yang sudah berbulan-bulan
tidak ketemu dan tidak member kabar. Kebetulan ketemu
pahawan hati yang jg pahlawan bangsa yang sudah selesai
menindakan kewajiban negara‘
Berdasarkan kutipan diatas, terlihat bahwa pertemuan
kekasih yang sudah berbulan bulan tidah bertemu dan tidak pernah
dapat kabar. Kutipan tersebut tedapat proses subtitusi klausal yaitu
di tunjukan dengan wujud penanda ‗pahlawan ati kang uga
pahlawan bangsa‘ yang menggantikan kata ‗kekasih‘ yang telah di
sebutkan sebelunya.
c) Ellipsis
Pelepasan (elipsis) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang
berupa penghilangan atau pelepasan satuan lingual tertentuyang telah
disebutkan sebelumnya. Berikut data yang mengacu pada pelesapan
(ellipsis) pada cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmaniasita.
(137) “Uki sing dakadep saiki wis adoh banget sungsate karo
sing dek bijen kae. Swarane, tjahjaning mripate, lagejane, ah kabeh mung nggambarake urip sing pait, sing
dialami sasuwene iki.” (Cerkak KMS, Hal 10)
‗Uki yang didepannya sekarang sudah jauh berbeda
dengan yang dulu. Suara, cahaya matanya, tingkah
lakunya, ah semua hanya menggambarkan hidup yang
pahit, yang sudah di alami selama ini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang
sekarang sudah berubah semuanya tidak seperti dulu. Pada kutipan
142
di atas, termasuk ke dalam elipsis yang menjadi “Uki sing dakadep
saiki wis adoh banget sungsate karo sing dek bijen kae. Swarane
Uki, tjahjaning mripate, lagejane, ah kabeh mung nggambarake
urip sing pait, sing dialami sasuwene iki.”
(138) “Lajange mas Tok teka maneh. Ngandakake jen deweke gerah rada banget.” (Cerkak WIPK, Hal 26)
‗Suratnya mas Tok datang lagi. Mengatakan kalau dia
sakit agak parah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
mengirim surat kepada Andah untuk mengabarkan keadaan dirinya
yang sedang sakit. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam elipsis
yang menjadi “Lajange mas Tok teka maneh. Lajange ngandakake
jen deweke gerah rada banget.”
(139) “O ja, kapalku saiki ganti Ming. Gede lan katon gagah-mentereng. Dadi ja seneng banget ngemudeni.”
(Cerkak LIP, Hal 39)
‗O ya, kapalku sekarang ganti Ming. Besar dan terlihat
gagah perkara. Jadi ya senang sekali.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Frits yang
mengganti kapalnya menjadi besar dan terlihat gagah sehingga
Frits merasa senang sekali. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam elipsis yang menjadi “O ja, kapalku saiki ganti Ming.
Kapalku gede lan katon gagah-mentereng. Dadi ja seneng banget
ngemudeni.”
(140) “Ah WIsnu, Wisnu. Ora. Deweke ora bisa njukupi
kabutuhanku. Ora ngerti kekarepane wong wadon.”
(Cerkak Gerimis, Hal 51)
143
‗Ah Wisnu, Wisnu. Tidak. Dia tidak bisa menyukupi
kebutuhanku. Tidak mengerti keinginan wanita.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Wisnu yang
selama ini tidak bisa menyukupi kebutuhan dan keinginan
Surjatinah. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam elipsis yang
menjadi “Ah Wisnu, Wisnu. Ora. Deweke ora bisa njukupi
kabutuhanku. Deweke ora ngerti kekarepane wong wadon.”
(141) “Ibune ngguju maneh krungu wangsulan mangkono
mau Nanging guju iki dudu guju sing bening kaja adate
jen penggalihe padang kae.” (Cerkak LKW, Hal 76)
‗Ibunya tertawa lagi mendengar jawaban seperti itu. Tetapi
tertawa ini bukan tertawa yang senang seperti biasanya
jika hatinya cerah itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ibunya Karlina
yang tertawa tetapi tertawanya tidak seperti biasanya. Terlihat
tertawanya tidak senang. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
elipsis yang menjadi “Ibune ngguju maneh krungu wangsulan
mangkono mau. ibune nanging guju iki dudu guju sing bening kaja
adate jen penggalihe padang kae.
(142) “Adrijanto sumurup terang. Ora mung awake bae sing
sehat. Nanging uga gujune, bisa seru lan wetune
gampang banget.” (Cerkak LKW, Hal 105)
‗Adrijanto masuk. Tidak hanya badannya saja yang sehat.
Tetapi juga tertawanya bisa keras dan keluar mudah
sekali.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
merasa badannya sehat, tertawanya bahagia bisa lepas dan keras.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam elipsis yang menjadi
144
“Adrijanto sumurup terang. Ora mung awake bae sing sehat.
Nanging Adrijanto uga gujune, bisa seru lan wetune gampang
banget.”
(143) “Mantune sing sawise teka weruh sing wadon ora
ana, ora suwe bandjur budal nggoleki. Nganti patang dina
olehe nglatjak sing wadon, meksa ora ketemu”
(Cerkak Djugrug, Hal 125)
‗Menantunya setelah datang melihat istriya tidak ada.
Tidak lama kemudian keluar mencari. Sampai empat hari
mencari istrinya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ibunya Ila
yang mempunyai menantu bernama Krisno. Menantunya mencari
istrinya yang hilang entah kemana dan selama empat hari belum
ketemu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam elipsis yang
menjadi “Mantune sing sawise teka weruh sing wadon ora ana,
ora suwe bandjur budal nggoleki. Nganti patang dina, menantune
olehe nglatjak sing wadon, meksa ora ketemu”
(144) “Wis lawas olehe kepengin nggambar pemandangan
ing wajah bengi. Lan iki sawidjining kesempatan sing apik banget.” (Cerkak ISR, Hal 129)
‗Sudah lama ingin menggambar pemandangan di waktu
malam. Dan sekarang salah satu kesempatan yang bagus
sekali.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
sudah ingin menggambar pemandangan di malam hari dan Krisno
tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam elipsis yang menjadi “Wis lawas olehe
145
kepengin nggambar pemandangan ing wajah bengi. Lan iki
sawidjining kesempatan nggambar sing apik banget.”
(145) “Mas Nu bandjur mendel bareng miring panugelku
mau. Maneh mirsani aku nganti suwe, kaja lagi bae kepetuk mau.” (Cerkak ISW, Hal 140)
‗Mas Nu kemudian diam ketika mendengar perkataanku
tadi. Melihatku sampai lama, seperti baru saja bertemu
tadi.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Nu yang
diam setelah mendengar Sit mengatakan ingin meninggalkan mas
Nu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam elipsis yang menjadi
“Mas Nu bandjur mendel bareng miring panugelku mau. Mas Nu
maneh mirsani aku nganti suwe, kaja lagi bae kepetuk mau.”
d) Konjungsi
Konjungsi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang dilakukan
dengan cara menghubungkan unsure yang satu dengan unsur yang lain
dalam wacan.
1) Sebab Akibat
(146) “Disik ta, mengko disik. Aku rak ora ngerti sabab-
sababe sing satemene lungane Rukmono.” (Cerkak KMS,
Hal 14)
‗Nanti dulu, saya kan tidak mengerti sebab-sebab yang
sebenarnya kepergian Rukmono.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang
merasa sedih dengan kepergian Rukmono yang tanpa sebab. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab
146
akibat yakni pada kata ―sabab-sababe (Sebab-sebabnya)‖ karena
kepergian Rukmono yang tidak di ketahui penyebabnya oleh Uki.
(147) ―Langkahku adjeg bae. Sabab aku wis kerep liwat kene
karo pak Saerum ing bengi kaja iki, perlu menjang
tanggul, ngirim bapak kang lagi djaga.” (Cerkak WIPK,
Hal 19)
‗Langkahku diam saja. Sebab saya sudah sering lewat sini
dengan pak Saerum di malam seperti ini, untuk pergi ke
tanggul mengant bapak yang sedang jaga.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah tetap
berjalan untuk pergi ke tanggul bersama pak Saerum untuk
mengantarkan bekal untuk bapaknya Diah. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab akibat yakni pada
kata ―sabab (sebab)‖ karena Diah yang sudah terbiasa lewat
tanggul sehingga menyebabkan dia tidak merasa takut untuk
mengantarkan bekal untuk bapaknya.
(148) “Pantjene ibu ora pati marengake aku melu pak
Saerum, ning merga saka adrengku, ibu ora saged
menggak kekarepanku.” (Cerkak WIPK, Hal 19)
‗Memang ibu tidak begitu mengizinkan saya itu pak
Saerum, tetapi sebab keinginanku, ibu tidak bisa
menghalangi keinginanku.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ibunya Diah
yang tidak mengizinkan pergi ke tanggul walaupn bersama pak
Saerum. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi sebab akibat yakni pada kata ―Merga (sebab)‖ karena
ibunya Diah yang tidak bisa menahan keinginan Diah untuk pergi
ke tanggul sebab keinginan Diah yang ingin sekali ke tanggul.‘
147
(149) “Lajange mas Tok teka maneh. Ngandakake jen deweke
gerah rada banget. Lan ngarep-arep tekaku, merga djare
ora ana lija mung sing tansah katon ing mripate.”
(Cerkak WIPK, Hal 26)
‗Suratnya mas Tok datang lagi. Mengatakan kalau dia
sakit agak parah. Dan mengaharap kedatanganku, sebab
katanya tidak ada yang lain terlihat di matanya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
mengirim surat untuk Andah jika mas Tok menderita sakit. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab
akibat yakni pada kata ―Merga (sebab)‖ karena mas Tok
mengharap kedatanagan Andah untuk menemuai mas Tok yang
sedang sakit cukup parah.
(150) “Kaget banget aku Diah. Mula enggal takon kesalahan
sing daktindakake lan isih durung dakweruhi.” (Cerkak
WIPK, Hal 29)
‗Terkejut sekali saya Diah. Oleh karena itu langsung
bertanya kesalahan yang saya lakukan dan masih belum
saya ketahui.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
tidak tahu kesalahn yang telah diperbuat kepada Andah. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab
akibat yakni pada kata ―Mula (sebab)‖ karena mas Tok tidak tahu
kesalahan yang telah dilakukan kepada Andah yang menyebabkan
Andah tidak mau di antar pulang ke rumah.
(151) “Frits, aku tau krungu jen pelaut kuwi… jen djiwane
pelaut kuwi, sing akeh-akeh wis… merga kekerepen
kesepen ing satengahing segara.” (Cerkak LIP, Hal 39)
148
‗Frits, saya pernah mendengar kalau pelaut itu.. kalau
jiwanya pelaut itu, kebanyakan sudah.. sebab sering
kesepian di tengah laut.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
mengatakan kepada Frits jika menjadi pelaut itu akan merasakan
kesepian di tengah-tengah laut. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan konjungsi sebab akibat yakni pada kata ―Merga
(sebab)‖ karena terlalu sering di laut dan mempunyai jiwa pelaut
menyebabkan hatinya Frits sering merasa kesepian.
(152) “Marga wong sing kaja kowe mesti luwih bisa
ngrasakake katimbang didongengi.” (Cerkak LIP, Hal
41)
‗Sebab orang yang seperti kamu pasti lebih bisa
merasakan daripada di dongengi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani
menanyakan kebahagiaan yang akan di alami pada dirinya tetapi
Frits tidak mengatakan sebab Mirjani akan tahu sendiri. . Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab
akibat yakni pada kata ―Marga (sebab)‖ karena Frits yang tidak
bisa memberi tahu kebahagiaan apa yang akan di peroleh Mirjani.
Sebab Mirjani sendiri lebih memahami yang dia rasakan dari pada
di ceritai.
(153) “Kadang kala ja kalimput ing kelalen. Nanging jen wis
eling, luwih becik njuwuna pangapura marang Gusti,
merga Pandjenengane sing nitahake kowe ing alam
padang iki.” (Cerkak Gerimis, Hal 53)
149
Biasanya ya lupa, tetapi kalau sudah ingat, lebih baik
mintalah ampun kepadaTuhan, karena Dia yang menyuruh
kamu di alam ini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Wisnu yang
mengatakan kepada Surjatinah jika manusia itu tempatnya lupa dan
salah. Oleh karena itu, harus meminta ampun kepada Tuhan. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab
akibat yakni pada kata ―Merga (sebab)‖ karena semua kesalahan
yang dilakukan di dunia ini harus meminta ampun kepada Tuhan
sebab Dia-lah yang telah menciptakan kita di dunia ini.
(154) “Kowe saiki arang, ora tau njang enggonku dik Lien?
Sabab, sing dadi ora ala-ala kok mas. Apik-apik kabeh.”
(Cerkak LKW, Hal 80)
‗Kamu sekarang jarang, tidak pernah ke tempatku dik
Lien? Karena yang jadi tidak jelek-jelek kok mas, bagus-
bagus semua.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
bingung kenapa Karlina jarang ke tempatku. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab akibat yakni pada
kata ―Sabab (sebab)‖ karena Adrijanto yang tidak tahu penyebab
Karlina jarang bermain ke tempat Adrijanto dan lukisan yang jelek
tidak menyebabkan bermain ke tempat Adrijanto.
(155) “Pantjene Adrijanto kepengin enggal-enggal kirim
lajang. Nanging marga kelingan sikepe Karlina sing
diweruhi, mula kekarepan mau tansah dialang-alangi
dewe.” (Cerkak LKW, Hal 93)
‗Memang Adrijanto ingin cepat-cepat kirim surat tetapi
karena teringat melihat sikapnya Karlina, oleh karena itu
keinginan tadi selalu di haling-halangi sendiri.‘
150
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
ingin mengirim surat kepada Karlina tetapi tidak jadi mengirim.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
sebab akibat yakni pada kata ―Marga (sebab)‖ karena sikapnya
Karlina yang kurang baik membuat Adrijanto membatalkan untuk
mengirim surat.
(156) “Olehe medarake ukara-ukara iki, marga panganggepe
marang mantune kang wus kaja marang anake dewe.”
(Cerkak Djugrug, Hal 119)
‗Dengan menjelaskan kalimat-kalimat ini, karena
menganggap jika menantunya sudah seperti anaknya
sendiri.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa ibunya Ila
yang sudah menganggap menantunya seperti anaknya sendiri. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi sebab
akibat yakni pada kata ―Marga (sebab)‖ karena Ibunya Ila
mengungkapkan kata-kata yang perhatian karena sudah
menganggap menantunya sendiri seperti anaknya sendiri.
(157) “Ija dik Tik. Sareh sambunge Retnadi, malah mripate
katja-katja bae kala samana. Merga weruh aku lagi sibuk
nisik klambine Nanto karo gujon nalika deweke lagi bae
teka.” (Cerkak SIR, Hal 135)
‗Iya dik Tik. Sambungnya Retnadi, malah matanya
berkaca-kaca terus waktu itu. Karena melihatku sedang
sibuk menjahit bajunya Nanto sambil tertawa-tawa ketika
dia baru saja datang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
berkaca-kaca setelah melihat Surja Sukartika sedang bersama
151
Nanto. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi sebab akibat yakni pada kata ―Marga (sebab)‖ karena
kesedihan Retnadi karena melihat Surja Sukartika yang sedang
menjahit bajunya Nanto sambil tertawa-tawa.
2) Pertentangan
(158) “Wis mati Uki, nalika kapale ana satengahing samodra
Hindia. Nanging omongku babarpisan ora direwes.”
(Cerkak KMS, Hal 15)
‗Uki sudah mati, ketika kapalnya ada ditengah samudra
Hindia. Tetapi bicaraku sama sekali tidak di perhatikan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, bahwa Sit yang sudah
mengatakan kepada Uki jika mas Anwar sudah meninggal di
samudra Hindia. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi pertentangan yakni pada kata ―Nanging
(tetapi)‖ karena Sit yang mengatakan jika mas Anwar sudah
meninggal tetapi Uki tidak mendengarkan semua perkataan Sit.
(159) “Gage-gage aku arep matur bapak mlebu ngomah.
Nanging kesandung djeglongan plesteran. Bandjur
tiba…” (Cerkak KMS, Hal 16)
‗Ketika saya mau berkata bapak masuk rumah. Tetapi
tersandung lubang lantai kemudian jatuh.‘
Berdasarkan kutipan di atas, bahwa Sit yang ingin masuk
rumah bertemu dengan bapak untuk mengatakan melihat mas
Anwar yang sudah meninggal bersama Uki tetapi malah
tersandung. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi pertentangan yakni pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena
152
Sit yang ingin bertemu dengan bapaknya tetapi malah tersandung
lantai yang berlubang.
(160) “Lan wektu iku dewekan liwat kono. Nanging ja ora
ana apa-apa, ora ana kaja kandane kantja-kantjaku
botjah kene.” (Cerkak WIPK, Hal 19)
‗Dan waktu itu sendirian lewat situ. Tetapi ya tidak ada
apa-apa, tidak ada seperti perkataan teman-temanku yang
disini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
melewati jalan yang biasa untuk mengantar bapak makanan tetapi
tidak ada apa-apa. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi pertentangan yakni pada kata ―Nanging
(tetapi)‖ karena Diah yang sendirian lewat jalan biasa kata teman-
temannya angker tetepi nyatanya tidak ada apa-apa.‘
(161) “Aku tansah kelingan ibuku. Aku tansah kelingan
bapak lan… Nanging saiki adja susah-susah ju An?
Mengko njare njang omahku ja? Ah, ibu mestine rena
banget bisa tetepungan karo sampejan.” (Cerkak WIPK,
Hal 23)
‗Saya selalu ingat ibuku. Saya selalu ingat bapak dan…
Tetapi sekarang jangan susah-susah mbak An? Nanti tidur
di rumahku ya? Ah, ibu pastinya senang sekali bisa
bertemu denganmu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah yang
bersedih teringat bapak dan ibunya tetapi Diah berusaha
menghiburnya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi pertentangan yakni pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena
kesedihan Andah yang selalu teringat bapak dan ibunya tetapi di
sisi lain Diah juga berusah untuk menghibur Andah.
153
(162) “Putusan iki, senadjan abot tiba menjang kowe,
nanging isih luwih abot maneh menjang aku Frits.”
(Cerkak LIP, Hal 44)
‗Putusan ini, walaupun berat untuk kamu, tetapi masih
lebih berat lagi ke saya Frits.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
ingin meninggalkan Frits karena sama-sama mempunyai nama
Pasanea. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi pertentangan yakni pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena
keputusan Mirjani untuk meninggal Frits di rasa lebih berat oleh
Frits tetapi sebenarnya lebih berat Mirjani yang tidak mudah
melupakan Frits.
(163) “Bijen, deweke ja nate ngruntuhake eluh. Uga ing
ngarepane pastur iki. Nanging eluhe kala semana eluh-
kabegdjan.” (Cerkak Gerimis, Hal 47)
‗Dulu, dia ya pernah meneteskan air mata di depan pastur
ini. Tetapi air matanya waktu itu air mata keberuntungan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang sudah pernah menangis dihadapan pastur dan sekarang
menangis lagi. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi pertentangan yakni pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena
menangisnya Surjatinah di hadapan pastur dulu menangis
kesedihan tetapi sekarang menangis keberuntungan.
(164) “Pantjene Adrijanto kepengin enggal-enggal kirim
lajang. Nanging marga kelingan sikepe Karlina sing
diweruhi, mula kekarepan mau tansah dialang-alangi
dewe.” (Cerkak LKW, Hal 93)
154
‗Memang Adrijanto ingin cepat-cepat mengirim surat
tetapi karena teringat melihat sikapnya Karlina, oleh
karena itu keinginan tadi selalu di haling-halangi sendiri.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
ingin mengirim sudah tetapi teringat sikap Karlina. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi pertentangan yakni
pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena keinginan Adrijanto yang
ingin mengirim surat tetapi teringat sikapnya Karlina sehingga
keinginan Adrijanto selalu di haling-halangi.
(165) “Ila kaget krungu pitakon iki. Rumangsa kaja oleh
dalan arep ngandakake tjritane mau. Nanging djebulane
sing kewetu mung. Ah, mas, pandjenengane iku kok aneh.”
(Cerkak Djugrug, Hal 122)
‗Ila terkejut mendengar pertanyaan ini. Merasa seperti
mendapat jalan akan mengatakan ceritanya tadi. Tetapi
ternyata yang keluar hanya. Ah, mas, kamu itu kok aneh.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ila yang
terkejut mendengar pertanyaan mas Krino jika Ila tambah
bertambah kurus. Tetapi Ila hanya menjawab aneh. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi pertentangan yakni
pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena mas Krisno yang mengatakan
badannya tambah kurus tetapi Ila hanya menjawab aneh kepada
mas Krisno
(166) “Dalemmu sing saiki neng ngendi? Adoh ju Ret. Ija,
ija. Nanging senadjan adoha kae, rak ana ta djenenge
kutane?” (Cerkak SIR, Hal 134)
‗Rumahmu yang sekarang dimana? Jauh Ret. Iya, iya.
Tetapi walaupun jauh, ka nada nama kotanya?‘
155
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
menanyakan alamat rumah kepada Surja Sukartika. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi pertentangan yakni
pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena Surja Sukartika yang tidak
mau memberitahu alamat tetapi Retnadi tetap menanyakan alamat
rumahnya.
(167) “Aku tumungkul ora wani njawang mas Nu. Nanging
kowe rak ora bakal nglalekake aku ta Sit? Aku gedeg.”
(Cerkak SIW, Hal 146)
‗Saya menunduk tidak berani melihat mas Nu. Tetapi
kamu tidak bisa melupakanKU Sit? Saya menggelengkan
kepala.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Nu yang
bertanya kepada Sit tentang perasaannya kepada dirinya. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
pertentangan yakni pada kata ―Nanging (tetapi)‖ karena mas Nu
yang bertanya kepada Sit apakah bisa melupakanku dan Sit
menjawan tidak bisa.
3) Kelebihan
(168) “O, satemene dek bijen tuwuh idaman subur ing
kulawagaku marang kenja iki. Malah babarpisan aku ora
njana jen bakale ngene kedadejane. Sesambungane Uki
karo masku Anwar pedot. (Cerkak KMS, Hal 11)
„O, sebenarnya ketika dulu tumbuh subur idaman
keluargaku kepada wanita ini. Malah sama sekali saya
tidak menyangka kalau akan seperti ini kejadiannya.
Bersama Uki dengan masku Anwar putus.‘
156
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang tidak
menyangka jika hubungan Uki dengan mas Anwar putus begitu
saja. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
kelebihan yakni pada kata ―Malah (malah)‖ karena Sit yang
berharap hubungan Uki dan mas Tok langgeng tetapi malah
sekarang putus.
(169) “Jen liburan sing mentas iki aku ja dolan rana. Malah
bandjur lara panas neng kana. Bandjur diopname, nadjan
mung rong dina.” (Cerkak WIPK, Hal 22)
‗Kalau liburan yang ini saya bermain ke sana. Malah
disana sakit panas kemudian di opname. Walaupun hanya
dua hari.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
liburan ke kota B. malah disana sakit panas sampai di opname dua
hari. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
kelebihan yakni pada kata ―Malah (malah)‖ karena Diah yang
sedang berlibur malah sakit dan di opname selama dua hari.
(170) “Adine kantjane mulang sing manise ora kurang saka
Karlina. Malah kepara ngluwihi.” (Cerkak LKW, Hal
106)
‗Adiknya temannya mengajar, manis tidak kurang dari
Karlina. Malah terlihat lebih manis.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
kalah manis dengan adik temannya. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan konjungsi kelebihan yakni pada kata ―Malah
(malah)‖ karena adik temannya malah kalah cantik dan manis
dengan Karlina.
157
(171) “Ah gampang bu. Aku mengko rak nggambar maneh.
Malah-malah sing tikeltekuk edine.” (Cerkak Djugrug,
Hal 124)
‗Ah gampang bu. Saya nanti menggambar lagi. Malah
lebih bagus.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ila yang akan
menggambar lebih banyak lagi dari sebelumnya. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi kelebihan yakni pada
kata ―Malah (malah)‖ karena Ila yang sebelumnya sudah
menggambar malah akan menggambar lagi yang jauh lebih bagus.
(172) “Anggrek iku ja wis pating tjrantel. Malah kalasemana
lemu-lemu ngrempojok lan kerep kembang.” (Cerkak
ISW, Hal 144)
‗Anggrek itu ya sudah menggantung. Malah waktu itu
rimbun menggerombol dan sering bebrbunga.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa bunga anggrek
yang berbunga rimbun dan sudah menggantung di pohon. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi kelebihan
yakni pada kata ―Malah (malah)‖ karena anggrek yang sudah
menggantung malah sekarang rimbung dan berbunga
4) Pengecualian
(173) „Dene sadjroning lumaku, sing katon ana ing mripat
ora ana lija kedjaba Wisnu lan Wisnujati.” (Cerkak
Gerimis, Hal 52)
‗Sebenarnya kecuali seni musik, menggambar Karlina ya
mempunyai bakat. Tetapi keinginan ditumbuhkan
keahliannya di kuas pada kertas atau kanvas.‘
158
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang sedang berjalan dan melihat semua ora tetapi tidak lainnya
yang di ingat hanya Wisnu dan Wisnujati. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan konjungsi pengecualian yakni pada
kata ―Kejaba (kecuali)‖ karena Surjatinah yang tidak memikirkan
orang lain kecuali Wisnu dan Wisnujati yang selalu dipikirkannya.
(174) “Temene kedjaba musik ing seni-sungging Karlina ja
nduweni bakat. Tapi kekarepen mupuk kaprigelane
njerokake kwas ing sanduwuring kertas utawa kanvas.”
(Cerkak LKW, Hal 79)
‗Dan di dalam langkahku yang terlihat di mata tidak ada
yang lainnya kecuali Wisnu dan Wisnujati.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
banyak sekali bakat selain di music tetapi masih ada bakat yang
lainnya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi pengecualian yakni pada kata ―Kejaba (kecuali)‖ karena
kecuali music ada bakat lainnya Karlina yakni melukis dengan
kanvas.
5) Konsesif
(175) “Sakabehing ngendikane ora dakrewes, nadjan
ngendikane jen Danu kuwi ja prija sing betjik, ja mung
sedela njenggol ing kuping.” (Cerkak WIPK, Hal 31)
‗Semua perkataan tidak di dengarkan, walaupun
perkataannya kalau Danu itu ya lelaki yang baik, ya hanya
sedikit menyentuh hatinya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah yang
tidak peduli dengan perkataan Diah dengan Danu yang baik
159
walaupun dulu pernah mengisi hatinya. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan konjungsi konsesif yakni pada kata
―Nadjan (walaupun)‖ karena Andah yang selalu mencintai mas
Tok walaupum dulu Danu pernah mengisi hatinya yang sedang
sedih.
(176) “Putusan iki, senadjan abot tiba menjang kowe,
nanging isih luwih abot maneh menjang aku Frits.”
(Cerkak LIP, Hal 44)
‗Putusan ini, walaupun berat untukmu, tetapi masih lebih
berat lagi ke saya Frits.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
ingin berpisah dengan Frits walaupun sangat berat untuk dirinya
karena Frits memiliki nama Pasanea seperti nama laki-laki yang
pernah membuat ibu kecewa. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan konjungsi konsesif yakni pada kata ―Senadjan
(walaupun)‖ karena keinginan Mirjani untuk berpisah walaupun
sebenarnya tidak bisa melupakan Frits.
(177) “Ora suwe mobil budal. Wisnu kari, sanadjan atine
ora pati seneng ditinggal sing wadon sakalijan karo
Hardiman mau, deweke singsot-singsot lirih mlebu
ngomah.” (Cerkak Gerimis, Hal 48)
‗Tidak lama mobil keluar. Wisnu walaupun hatinya tidak
begitu senang di tinggal oleh istrinya bersama Hardiman.
Dia bersiul-siul pelan masuk rumah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Wisnu yang
sedih melihat istrinya pergi bersama Hardiman naik mobil
berduaan. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
160
konjungsi konsesif yakni pada kata ―Senadjan (walaupun)‖ karena
Wisnu yang berusaha sabar walaupun sebenarnya sedih jika
istrinya pergi dengan Hardiman.
(178) “Djer rina wengi trjitane prija sing diadep iki isih
panggah ngisi atine. Ora tau ontjat. Senadjan isining
lajang sing ditampa dek anu kae banget natoni atine.”
(Cerkak LKW, Hal 102)
‗Setiap siang malam ceritanya lelaku yang di hadapan ini
masih tetap mengisi hatinya. Walaupun isi surat yang
diterima waktu itu sangat melukai hatinya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
dilukai Adrijanto tetapi sebenarnya masih tetap ada di hatinya
Karlina. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi konsesif yakni pada kata ―Senadjan (walaupun)‖ karena
Karlina yang selalu mengisi hatinya dengan Adrijanto walaupun
dia sudah melukai hatinya Karlina.
(179) “Dalemmu sing saiki neng ngendi? Adoh ju Ret. Ija,
ija. Nanging senadjan adoha kae, rak ana ta djenenge
kutane?” (Cerkak ISR, Hal 134)
‗Rumahmu yang sekarang dimana? Jauh Ret. Iya, iya.
Tetapi walaupun jauh, ka nada nama kotanya?‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
bertanya alamat rumahnya Surja Sukartika. Tetapi tidak
memberitahu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi konsesif yakni pada kata ―Senadjan (walaupun)‖ karena
Retnadi yang tetap ingin tahu alamat rumahnya walaupun dijawab
jauh oleh Surja Sukartika tetapi ada nama kotanya.
161
6) Tujuan
(180) “Tangise Wisnujati keprungu tjumengkling banter,
kaja-kaja ngundang deweke supaja bali.” (Cerkak
Gerimis, Hal 51)
‗Tangisnya Wisnujati terdengar keras sekali, seperti
memanggil dia agar pulang.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang pergi bersama Hardiman ke Singapura merasa mendengar
Wisnujati menangis seperti meminta untuk pulang. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi tujuan yakni pada
kata ―Supaya (Supaya)‖ karena Surjatinah mendengar suara
Wisnujati seperti meminta supaya pulang ke rumah.
7) Penambahan
(181) “Lan sawise sawatara suwene mung meneng, kawetu
pitakonku marang deweke, lha kowe njang ngendi”
(Cerkak KMS, Hal 9)
‗Dan setelah lamanya hanya diam, keluar pertanyaanku
kepada dirinya, kamu mau kemana?‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
bertanya dengan Sit setalah lama tidak berbicara. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi penambahan yakni
pada kata ―Lan (dan)‖ karena Sit yang bingung dengan keadaan
Uki dan Sit menanyakan Uki ingin mau pergi kemana.
(182) “Nalika iku mung Rukmono sing tjedak lan pinter
nglipur atiku. Ati sing sasat saben dina ditatoni dening
prija sing daktresnani wutuh-wutuh.” (Cerkak KMS, Hal
13)
162
‗Ketika itu hanya Rukimono yang dekat dan pintar
menghibur hatiku. Hati yang setiap hari di tanya oleh
lelaki yang saya dicintai sepenuhnya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang
merasa Rukmono bisa menghibur dan dia yang bisa dekat
denganku ketika dilukai oleh lelaki yang di cintai Uki. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
penambahan yakni pada kata ―Lan (dan)‖ karena Uki yang sangat
sakit hati ketika di lukai oleh mas Anwar dan kehadiran Rukmono
bisa menghibur hatinya yang sedih.
(183) “Lan wektu iku dewekan liwat kono. Nanging ja ora
ana apa-apa, ora ana kaja kandane kantja-kantjaku
botjah kene.” (Cerkak WIPK, Hal 19)
‗Dan waktu itu dia lewat situ. Tetapi ya tidak ada apa-apa,
tidak ada seperti perkataan teman-temanku yang disini.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
ingin mengantar bekal untuk ayahnya lewat di tempat biasanya.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
penambahan yakni pada kata ―Lan (dan)‖ karena Diah yang
merasa tidak ada apa-apa di jalan yang biasa dilewatinya dan tetap
melanjutkan melawati tempat tersebut.
(184) “Aku, aku ja tau menjang kuta B. Kandaku. Lan aku
kanda sabandjure jen aku ing kuta B, aku duwe pak lik
neng kana.” (Cerkak WIPK, Hal 22)
‗Saya, saya ya pernah ke kota B. jawabku. Dan setelah itu
saya menjawab kalau saya di kota B, saya punya pak lik di
sana.‘
163
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Berdasarkan
kutipan di atas, menjelaskan bahwa Diah yang pernah ke kota B
dan mempunyai Pak Lik di kota B. waktu liburan datang pasti
bermain ke sana. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi penambahan yakni pada kata ―Lan (dan)‖
karena Diah yang pernah ke kota B dan mempunyai pak Lik di
sana.
(185) “Bapak-ibu lan sedulur-sedulurku uga ora pertjaja
marang trjitaku. Dene pandjenengane uga kena ora
pertjaja.” (Cerkak WIPK, Hal 36)
‗Bapak-ibu, saudara-saudaraku juga tidak percaya kepada
ceritaku. Kalau dia juga boleh tidak percaya.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
diceritai oleh Andah tentang meninggalnya Adrijanto di snngai itu.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
penambahan yakni pada kata ―Uga (dan)‖ karena bapak-ibu dan
saudaranya tidak ada yang percaya dengan semua cerita Diah.
(186) “Mirjani meneng bae. Lan ja wis ora ngambali
njanjian mau maneh.” (Cerkak LIP, Hal 40)
‗Mirjani diam saja. Dan sudah tidak mengulangi lagi
nyanyian lagi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Frits
mendengar Mirjani mennyanyi kemudian bertanya kenapa
menyukai lagu tersebut. Akan tetapi, Mirjani diam saja. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
penambahan yakni pada kata ―Uga (dan)‖ karena Mirjani yang
164
tidak mengulangi untuk menyanyi setelah ditanya oleh Frits ketika
naik kapal.
(187) “Karepku tjritaku lan kabehing omongku kae bisa
ngedohake atimu saka aku. Nanging njatane kowe malah
nekad.” (Cerkak LIP, Hal 44)
‗Keinginanku bercerita dan semua pembicaraanku itu bisa
menjauhkan hatimu dariku. Tetapi kenyataanya kamu
malah nekad.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani
berharap bisa menjauhi Frits tetapi ternyata tidak bisa
menjauhinya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi penambahan yakni pada kata ―Uga (dan)‖ karena
Mirjani dengan semua ceritanya dan ternyata Frits malah nekad
untuk tetap ingin bersama Mirjani.
(188) “Kelakon Surjatinah nuruti karepe dewe lan
kekarepane Hardiman. Ing Singgapur uripe mung sarwa
mewah.” (Cerkak Gerimis, Hal 50
‗Surjatinah akhirnya menuruti semua keinginannya sendiri
dan keinginan Hardiman. Di Singapura hidupnya serba
mewah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang menuruti semua keinginan dirinya dan Hardiman pergi ke
Singapura. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi penambahan yakni pada kata ―Uga (dan)‖ karena
Surjatinah yang hidup mewah dengan menuruti semua keinginan
dirinya dan Hardiman sehingga dapat hidup mewah.
165
(189) “Lan nalika Surjatinah metu saka plataraning omah-
kuna mau, kahanan sakiwa tengene wis sepi.” (Cerkak
Gerimis, Hal 52)
‗Dan ketika Surjatinah keluar dari halaman rumah-kuno
tadi, keadaan kanan kirinya sudah sepi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang baru bertemu dengan pastus kemudian keluar dari halaman
rumah dan semuanya sepi. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi penambahan yakni pada kata ―Uga (dan)‖
karena Surjatinah yang keluar dari halaman rumah dan semua
keadaan kanan kiri sepi sekali.
(190) “Kowe anakku Ina. Lan aku, tresnaku tanpa ukuran
marang ramamu. Karlina bandjur noleh njawang ibune,
sing mentas dirungu pangandikane mau.” (Cerkak LKW,
Hal 88)
‗Kamu anakku Ina. Dan kasihku ini tanpa ukuran kepada
bapakmu. Karlina kemudian menoleh melihat ibunya yang
mendengar pembicaraan tadi.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Ibunya Karlina
yang mengatkan jika sangat mencintai suaminya apapun
kondisinya. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi penambahan yakni pada kata ―Uga (dan)‖ karena Ibunya
Karlina yang sangat mencintai suaminya tanpa ukuran dan Karlina
mendengar semua perkataan ibunya.
(191) “Apa lagi iki pirsa aku ki sapa. Rak wis tetaunan kita
urip bebarengan? Lan Krisno mung bisa tumungkul. Dene
Ila welas banget marang sing lanang.” (Cerkak
Djugrug, Hal 122)
166
‗Apa baru ini tahu saya ini siapa. Sudah bertahun-tahun
kita hidup bersama? Dan Krisno hanya bisa menunduk. Ila
kasiha sekali kepada suaminya.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Krisno yang
merasa kurang memahami Ila setelah lama tidak bertemu padahal
sudah bertahun-tahun bersama. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan konjungsi penambahan yakni pada kata ―Lan
(dan)‖ karena Krisno lupa dengan Ila padahal sudah bertahun-
tahun bersama. Ila melihat Krisno yang sekarang seperti itu merasa
kasiha.
(192) “Wis lawas olehe kepengin nggambar pemandangan
ing wajah bengi. Lan iki sawidjining kesempatan sing
apik banget.” (Cerkak ISR, Hal 129)
‗Sudah lama ingin menggambar pemandangan di malam
hari. Dan ini salah satu kesempatan yang bagus sekali.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
sudah lama ingin menggambar pemandangan. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan konjungsi penambahan yakni pada
kata ―Lan (dan)‖ karena Retnadi yang memanfaatkan kesempatan
untuk menggambar pemandangan di malam hari.
(193) “Aku kepethuk maneh karo deweke, sawise patang taun
luwih pepisahan. Asmane Wisnukuntjara. Lan
pengundangku kaja pangundange adi-adine marang
deweke.” (Cerkak ISW, Hal 138)
‗Saya bertemu lagi dengan dia, sete;ah empat tahun lebih
berpisah. Namanya Wisnukuntjara. Dan panggilanku
seperti panggilan adik-adiknya kepada dia.‘
167
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang sudah
lama tidak bertemu dengan Wisnukuntjara selama empat tahun
yang lalu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi penambahan yakni pada kata ―Lan (dan)‖ karena Sit
yang bertemu kembali dengan Wisnukuntjara setelah empat tahun
tidak bertemu.
8) Pilihan
(194) “Bandjur kelingan jen adoh karo pamili, para mitra,
lan kowe. Utawa jen pinudju padang rembulan kae. Kabeh
penumpang kapal wis pada turu mung aku dewe sing
njawang endahing tjahjane rembulan tiba ing banjo
segara.” (Cerkak LIP, Hal 40)
‗Kemudian teringat kalau jauh dari keluarga, teman kerja,
dan kamu atau jika terang bulan itu. Semua penumpang
kapal sudah tidur hanya saya sendiri yang melihat
keindahan cahaya rembulan datang dari air laut.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
teringat jika jauh denga keluarga dan kamu atau jika terang
benderang ini semua penumpang kapal sudah tidur semua. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi pilihan
yakni pada kata ―Utawa (atau)‖ karena Mirjani yang mengingat
ketika jauh dari keluarga dan Frits atau mengingat ketika di kapal
hanya Mirjani yang belum tidur.
(195) “Temene kedjaba musik ing seni-sungging Karlina ja
nduweni bakat. Tapi kekarepen mupuk kaprigelane
njerokake kwas ing sanduwuring kertas utawa kanvas.”
(Cerkak LKW, Hal 79)
168
‗Sebenarnya kecuali seni musik, menggambar Karlina ya
mempunyai bakat. Tetapi keinginan memupuk keahlianya
menggunakan kuas di atas kertas atau kanvas.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
tidak hanya mempunyai bakat seni musik tetapi juga menggambar.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
pilihan yakni pada kata ―Utawa (atau)‖ karena Mirjani yang
mempunyai bakat menggambar di atas kertas atau kanvas.
9) Harapan
(196) “Kanti pangarep-arep bisa keslamur perihing atine
sadjroning dadi guru ing sekolahan sing mentjil adoh, ing
gunung Kendeng.” (Djugrug, Hal 125)
‗Dengan mengharap bisa terhibur perihnya hati ketika
menjadi guru disekolahan yang sangat jauh, di gunung
Kendeng.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Krisno yang
pergi keluar rumah dan mengharap bisa terhibur ketika menjadi
guru di tempat yang jauh. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi harapan yakni pada kata ―Pangarep-arep
(harapan)‖ karena Krisno mengharap bisa terhibur ketika menjadi
guru yang jaraknya sangat jauh di gunung Kendeng.
10) Urutan
(197) “Ning kowe rak ja ndjur nikah karo Rukmono
wekasane? Aku ringkih banget Sit.” (Cerkak KMS, Hal
12)
‗Tetapi kamu ya kemudian menikah dengan Rukmono
waktu itu? Saya lemah sekali Sit.‘
169
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
bertanya kepada Uki tentang hubungannya Uki dengan Rukmono.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
urutan yakni pada kata ―Ndjur (kemudian)‖ karena Sit yang
penasaran dengan hubungannya Uki dan Rukmono kemudian
bertanya dengan mengenai status hubungannya.
(198) “Lamat-lamat bandjur keprungu swarane kentongan
ditabuh ambal-ambalan.” (Cerkak KMS, Hal 14)
‗Samar-samar kemudian mendengar suara kenthongan di
pukul perlahan-lahan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki dan Sit
yang sedang mengbrol tetapi sejenak terdiam kemudian terdengar
suara kentongan yang di pukul. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan konjungsi urutan yakni pada kata ―Bandjur
(kemudian)‖ karena pada saat Sit dan Diah sama-sama diam
kemudian terdengar suara kentongan yang dipukul.
(199) “Gage-gage aku arep matur bapak mlebu ngomah.
Nanging kesandung djeglongan plesteran. Bandjur
tiba…” (Cerkak KMS, Hal 16)
‗Tiba-tiba saya ingin berkata bapak masuk rumah. Tetapi
tersandung lubang lantai. Kemudian jatuh.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang
menceritakan kepada bapaknya tetapi tersandung kemudian jatuh.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
urutan yakni pada kata ―Bandjur (kemudian)‖ karena Sit terjatuh
170
ketika akan menceritakan kepada bapaknya kemudian tersandung
di lubang lantai dan akhirnya terjatuh.
(200) “Jen liburan sing mentas iku aku ja dolan rana. Malah
bandjur lara panas neng kana. Bandjur opname ing kana,
nadjan mung rong dina.” (Cerkak WIPK, Hal 22)
‗Kalau liburan saya bermain ke sini. Malam kemudian
sakit panas di sana. Kemudian opname di sana. Walaupun
hanya dua hari.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
setiap kali liburan pergi ke kota B tetapi di sana malah sakit dua
hari. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
urutan yakni pada kata ―Bandjur (kemudian)‖ karena Diah yang
liburan ke kota B kemudian sakit sampai di opname dua hari.
(201) “Lan mas Tok dirawat ing rumah sakit Magelang.
Bandjur bali menjang kutaku sing disik kae sawise waras
lan wis tjatjad mau.” (Cerkak WIPK, Hal 30)
‗Dan mas Tok dirawat di rumah sakit Magelang.
Kemudian pulang ke kotaku yang dulu situ setelah sehat
dan sudah cacat itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mas Tok yang
dirawat rumah sakit Magelang kemudian pulang kembali setelah
sehat. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi urutan yakni pada kata ―Bandjur (kemudian)‖ karena
mas Tok yang waktu itu dirawat di rumah sakit Magelang
kemudian pulang lagi ke kota setelah sembuh dan sudah cacat.
(202) “Kaja sawenehing wirama sing bandhur nguwasani
atine Mirjani.Bandjur ing sadjroning mlaku-mlaku urut
pasisir mau, sing ana mung sawidjining lagu sing
njanjekake nganggo swara alus.” (Cerkak LIP, Hal 40)
171
‗Seperti salah satu irama yang kemudian menguasai
hatinya Mirjani. Kemudian jalan-jalan di sepanjang jalan
pantai, yang ada hanya salah satu lagu yang di nyanyikan
dengan suara halus.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
menyanyikan salah satu lagu dengan suara halus sambil menyusuri
pantai. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi urutan yakni pada kata ―Bandjur (kemudian)‖ karena
Mirjani yang menyusuri pantai kemudian berjalan-jalan sambil
menyanyikan lagu dengan suara halus.
(203) “Dadane Surjatinah kaja didodog. Sakala ilang
kekuwatane, bandjur ambruk ing sangarepe regol.
Deweke semaput.” (Cerkak Gerimis, Hal 53)
‗Dadanya Surjatinah seperti di pukul. Tiba-tiba hilang
kekuatannya, kemudian jatuh di depan rumah kecil. Dia
pingsan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa dadanya
Surjatinah yang hilang kekuatannya kemudian pingsan di depan
Wisnu. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi urutan yakni pada kata ―Bandjur (kemudian)‖ karena
Surjainah yang sudah tidak kuat lagi kemudian jatuh pingsan di
depan Wisnu.
(204) “Adrijanto bandjur ndjundjungi kursi-kursi mau telu
didjedjer. Lampu 60 watt sing madangi, diranggeh
bandjur diputer.” (Cerkak LKW, Hal 97)
‗Adrijanto kemudian mengangkat kursi-kursi tadi
berjejeran tiga. Lampu 60 watt yang menerangi, di
pegang, kemudian di putar.
172
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
mengangkat-ngangkat kuris berjejeran tiga dengan lampu 60 watt
kemudian di pegang dan di putar. Pada kutipan di atas, termasuk ke
dalam pengacuan konjungsi urutan yakni pada kata ―Bandjur
(kemudian)‖ karena Adrijanto yang mengangkat kursi kemudian
memutar lampu 60 watt untuk penerangan.
(205) “Ju Ret? Kowe nangis? Kareben dik. Pantjen eluhku
gampang mili. Tjelatu mangkono mau karo ngusapi raine
nganggo katju biru. Bandjur njdupuk kanvas sing isih
resik.” (Cerkak SIR, Hal 132)
‗Mbak Ret? Kamu menangis? Biarkan dik. Memang air
mataku gampang menetes. Perkataan seperti itu sambil
mengusap mukanya dengan kacu biru. Kemudian
mengambil kanvas yang masih bersih.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Retnadi yang
menangis gampang menangis sambil mengusap mukanya dengan
kacu biru kemudian mengambil kanvas untuk menggambar. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi urutan
yakni pada kata ―Bandjur (kemudian)‖ karena Retnadi yang
menangis kemudian mengambil kacu biru dan mengambil kanvas
untuk menggambar.
(206) “Mas Nu undjal ambegan. Bandjur senden maneh.
Angin kadang-kadang isih sumilir, saka kulon.” (Cerkak
SIW, Hal 146)
‗Mas Nu mengambil nafas kemudian bersandar lagi.
Angin kadang-kadang masih bertiup dari barat.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Nu yang
mengambil nafas setelah mendengar masalah idamannya Sit
173
kemudian bersandar lagi. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi urutan yakni pada kata ―Bandjur (kemudian)‖
karena mas Nu yang sejenak mengambil nafas kemudian duduk
bersandar lagi sambil menikmati angin yang bertiup.
11) Waktu
(207) “Lan sawise sawatara suwene mung meneng, kawetu
pitakonku marang deweke, lha kowe njang ngendi”
(Cerkak KMS, Hal 9)
‗Dan setelah lamanya hanya diam, keluar pertanyaanku
kepada dia. Lha kamu pergi kemana?‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang
berdiam lama kemudian bertanya dengan Sit yang ingin pergi entah
kemana. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi waktu yakni pada kata ―Sawise (setelah)‖ karena setelah
berdiam lama Uki bertanya kepada Sit yang ingin pergi.
(208) “Ora antara suwe aku wis tekan tanggul, sawise
ngliwati pategalan kang ora sepira ambane.” (Cerkak
WIPK, Hal 19)
‗Tidak lama saya sudah sampai tanggul. Setelah melewati
perkebunan yang tidak begitu lebar.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
berjalan tidak lama sampai tanggul setelah melewati perkebunan
yang tidak begitu lebar. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi waktu yakni pada kata ―Sawise (setelah)‖
karena Diah yang tidak lama sampai tanggul setelah melewati
174
tegalan yang tidak begitu lebar untuk bisa sampai menghampiri
bapaknya Diah.
(209) “Diah, let wetara wulan mas Tok kirim lajang jen wis
teka saka operasi. Deweke wis bali karo anak buahe ana
ing kutaku sing disik kae.” (Cerkak WIPK, Hal 26)
‗Diah, setelah beberapa bulan mas Tok mengirim surat
kalau sudah sampai dari operasi. Dia sudah pulang dengan
bersama anak buahnya yang ada di kota dulu itu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
setelah beberapa bulan mengirim surat untuk Diah jika sudah
melakukan operasi. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam
pengacuan konjungsi waktu yakni pada kata ―Sawise (setelah)‖
karena mas Tok yang mengirim surat kepada Diah jika sudah
operasi dan mas Tok sudah pulang bersama anak buahnya menuju
kota yang dulu.
12) Syarat
(210) “Malah babarpisan aku ora njana jen bakale ngene
kedadejane. Sesambungane Uki karo masku Anwar
pedot.” (Cerkak KMS, Hal 11)
“Aku ngerti jen kowe tansah repot karo buku-buku sing
kokadepi. Lan embuh Sit.” (Cerkak KMS, Hal 13)
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Sit yang tidak
menyangka jika Uki dan mas Tok putus hubungannya. Pada
kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi syarat
yakni pada kata ―Jen (jika)‖ karena Sit yang tidak menyangka jika
akan seperti ini kalau hubungannya Uki dan mas Anwar putus
ditengah jalan.
175
(211) “Aku ngerti jen kowe tansah repot karo buku-buku sing
kokadepi. Lan embuh Sit.” (Cerkak KMS, Hal 13)
‗Saya mengerti kalau kamu selalu repot dengan buku-buku
yang saya hadapi. Dan tidak tahu Sit.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Uki yang ingin
memberitahu Sit jika mas Anwar sering memarahiku. Akan tetapi,
Uki tidak jadi karena tahu jika Sit sedang sibuk. Pada kutipan di
atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi syarat yakni pada
kata ―Jen (jika)‖ karena Uki yang tidak memberitahu masalah
dengan mas Anwar karena Uki mengerti kalau Sit masih sibuk
dengan buku-buku.
(212) “Ju… aku arep kanda jen pak likku sing ana ing kuta B
kae kerep takon bab kowe. Jen pak likku kae kepengin
banget tepung. Jen anyar iki pak likku matur bapak lan
ejang, jen arep nglamar punggawa rumah-sakit ing kuta B
kang asmane Andah Susilah.” (Cerkak WIPK, Hal 22)
‗Mbak.. saya mau berbicara jika pak Likku yang ada di
kota B itu sering bertanya tentangmu. Jika Pak Likku itu
ingin sekali bertemu. Jika baru saja ini pak Likku
berbicara kepada bapak dan simbah jika ingin melamar
pegawai rumah sakit di kota B yang bernama Andah
Susilah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Diah yang
ingin berkata kepada Sit jika pak liknya ingin melamar pegawai
yang ada di rumah sakit Magelang. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan konjungsi syarat yakni pada kata ―Jen (jika)‖
karena pak Liknya Diah mengatakan jika ingin melamar pegawai
yang ada di rumah sakit Magelang bernama Andah Susilah.
176
(213) “Mung bareng wis mari, aku lagi bisa matur mas Tok
jen wiwit wektu iku, deweke kang nduweni aku lair batin.”
(Cerkak WIPK, Hal 25)
‗Ketika sudah sembuh, saya baru bisa berkata jika mas
Tok semenjak waktu itu, dia yang saya punya lahir batin.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Andah yang
berkata kepada mas Tok jika dia sangat mencintainya lahir batin.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
syarat yakni pada kata ―Jen (jika)‖ karena Uki yang berkata kepada
Sit jika mas Tok laki-laki yang di dia punya lahir batin.
(214) “Upama kembang isih wutuh madune. An, sliramu
kudu dakterake bali menjang rama ibumu.” (Cerkak
WIPK, Hal 29)
‗Kalau bunga masih penuh madunya. An, kamu harus saya
antar pulang ke bapak ibumu.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa mas Tok yang
ingin mengantarkan Andah pulang kerumah. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan konjungsi syarat yakni pada kata
―Jen (jika)‖ karena keinginan mas Tok yang harus mengantar
Andah ke bapak ibunya sebab kalau Andah seperti bunga yang
masih penuh dengan madunya.
(215) “Frits, aku tau krungu jen pelaut kuwi… jen djiwane
pelaut kuwi, sing akeh-akeh wis… merga kekerepen
kesepen ing satengahing segara.” (Cerkak LIP, Hal 39)
‗Frits, saya pernah mendengar kalau pelaut itu… kalau
jiwa pelaut itu,kebanyakan sudah… karena terlalu sering
kesepian di tengah laut.‘
177
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Mirjani yang
merasa kepikiran jika menjadi pelaut akan merasakan kesepian di
tengah laut. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi syarat yakni pada kata ―Jen (jika)‖ karena Mirjani yang
berkata kepada Frits jika seorang pelaut akan terlalu sering
merasakan kesepian di tengah laut.
(216) “Ah Ming, jen kanggo kowe, aku saguh korban apa bae
kang bisa dakkurbanake.” Cerkak LIP, Hal 43)
‗Ah Ming, jika untuk kamu, saya rela berkorban apa saja
yang bisa saya korbankan.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Frits yang rela
berkorban apa saja untuk Mirjani. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan konjungsi syarat yakni pada kata ―Jen (jika)‖
karena Frits akan berkorban jika untuk membahagiakan Mirjani.
(217) “Jen nijat aku ora tresna marang kowe, rak wis wingi-
wingi aku rabi. Tenan lho Jati.” (Cerkak Gerimis, Hal
49)
‗Jika niat saya tidak suka denganmu, sudah dari kemarin-
kemarin saya menikah. Tenan lho Jati.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Hardiman
yang mengatakan kepada Surjatinah jika menyukai Surjatinah.
Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan konjungsi
syarat yakni pada kata ―Jen (jika)‖ karena Hardiman yang
mengatakan serius jika menyukai Surjatinah sebab jika tidak
menyukai Hardiman sudah menikah dengan wanita lain.
178
(218) “Ah Wisnu, mendah sepira sangsaja adjuring atiku
mengko. Jen tekaku mengko ja ko-tampani kanti
kasabaraning atimu kang sing uwis-uwis.” (Cerkak
Gerimis, Hal 53)
‗Ah Wisnu, betapa hancurnya hatiku nanti. Jika
kedatanganku nanti kamu terima dengan kesabaran hatimu
seperti yang sudah-sudah.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Surjatinah
yang merasa bersalah kemudian ingin meminta maaf tetapi jika
kedatangan Surjatinah diterima dengan kesabaran Wisnu akan
membuat hatinya Surjatinah hancur. Pada kutipan di atas, termasuk
ke dalam pengacuan konjungsi syarat yakni pada kata ―Jen (jika)‖
karena Surjatinah akan merasa hatinya hancur jika kedatangannya
diterima dengan rasa sabar.
(219) “Karepe pantjen wis ikhlasake lungane Karlina.
Nanging kepije dajane jen saben-saben mung tansah
kelingan bae.” (Cerkak LKW, Hal 106)
‗Keinginanku memang sudah mengikhlaskan kepergian
Karlina. Tetapi bagaimana caranya jika setiap hari selalu
teringat terus.‘
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Adrijanto yang
berusah ikhlas dengan kepergiannya Karlina. Pada kutipan di atas,
termasuk ke dalam pengacuan konjungsi syarat yakni pada kata
―Jen (jika)‖ karena keinginan Adrijanto untuk mengikhlaskan
kepergian Karlina akan tetapi jika dipaksa malah tidak bisa
melupakan Karlina.
179
13) Cara
(220) “Kanti ora insyap maneh jen mau olehe main kanggo
nurokake pasiene. Ora insyap jen merga saka tjelatune
mau, bisa nangekake sing dikon turu.” (Cerkak LKW,
Hal 113)
‗Dengan tidak menyesal jika tadi bermain untuk
menidurkan pasiennya. Tidak menyesal jika karena dari
perkataanya tadi bisa membangunkan yang di suruh tidur.
Berdasarkan kutipan di atas, terlihat bahwa Karlina yang
memainkan lagu ketika menidurkan pasiennya tetapi perkataan
yang dikeluarkan tentang lagu tersebut membuat pasiennya
terbangun. Pada kutipan di atas, termasuk ke dalam pengacuan
konjungsi cara yakni pada kata ―Kanti (dengan)‖ karena Karlina
yang tidak menyesal ketika memainkan lagu di depan pasien
sehingga pasiennya tersebut mendengar perkataan Karlinan
membuat pasiennya bagus.
180
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan penyajian dan pembahasan data pada cerkak Kidung
Wengi Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita, peneliti mengambil
kesimpulan kajian kohesi sebagai berikut.
1. Wujud Penanda Kohesi Gramatikal
Wujud penanda kohesi gramatikal dalam cerkak Kidung Wengi Ing
Gunung Gamping terdiri dari empat bagian yaitu.
a. Penanda kohesi gramatikal berupa pengacuan (referensi) yang
terdapat dalam cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St.
Iesmaniasita terdiri dari 1) pengacuan persona, 2)pengacuan
demonstratif berupa demonstratif waktu dan demonstrative tempat, dan
3) pengacuan komparatif.
b. Penanda kohesi gramatikal penyulihan (substitusi) yang terdapat dalam
cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita
terdapat 4 buah penanda, yaitu 1) subtitusi nomina 2) substitusi verba
3) substitusi frasal 4) substitusi klausal.
c. Penanda kohesi gramatikal pelepasan (elipsis) yang terdapat dalam
cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita
terdiri dari Uki ‗Uki‘ Lajange ‗Suratnya‘ dheweke ‗Dia‘ Ibune
‗Ibunya‘ Mantune ‗Menantunya‘
181
d. Penanda kohesi gramatikal konjungsi (perangkaian) yang terdapat
dalam cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gampin karya St.
Iesmaniasita terdiri dari 1) Sebab akibat 2) Pertentangn, 3) Kelebihan,
4) Perkecualian, 5) Konsesif, 6) Tujuan, 7) Penambahan, 8) Pilihan, 9)
Harapan, 10) Urutan, 11) Waktu, 12) Syarat, 13) Cara.
2. Penggunaan Kohesi Gramatikal
Penggunaan bentuk kohesi gramatikal paling dominan yang terdapat
dalam cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping karya St. Iesmaniasita
meliputi: pengacuan (referensi) dan perangkaian (konjungsi). Pengacuan
(referensi) pada kumpulan cerkak berjumlah 127 penanda lebih tepatnya
pada penanda pengacuan demontratif tempat yang berjumlah 78 penanda,
Pengacuan persona yang berjumlah 36 penanda dan pengacuan komparatif
yang berjumlah 13 penanda, dan perangkaian (konjungsi) yang
berjumlah75 penanda. Sedangkan penggunaan kohesi gramatikal paling
sedikit adalah penyulihan (subtitusi) dan pelepasan (elipsis) lebih tepatnya
pada penanda subtitusi dan elipsis masing masing dari penanda tersebut
haya memiliki 9 penanda.
B. Saran
Pada kesempatan ini, peneliti akan mengemukakan beberapa saran
sehubung dengan penelitian yang telah dikemukakan. Adapun saran yang
dapat diberikan antara lain :
182
1. Peneliti
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
analisis keutuhan wacana khususnya kohesi gramatikal dalam wacana
bahasa jawa yang berbentuk kumpulan cerkak.
b. Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah referensi kususnya
di bidang bahasa.
2. Mahasiswa
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam bentuk usaha
untuk melestarikan bahasa jawa
b. Untuk dapat memahami sebuah wacana bahasa jawa maka dibutuhkan
pembendaharaan kosa kata yang cukup banyak kususnya bahasa jawa
dan bahasa Indonesia.
183
DAFTAR PUSTAKA
Alfaris, Rohadi. 2015. Analisis Kohesi Gramatikal Dan Leksikal Dalam Novel
Dokter Wulandari Karya Yunani. Sekripsi UMP: Fakultas Bahasa Dan
Sastra Jawa.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin. 2013. Metode Penelitian. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
Chaer, Abdul. 2012. Linguistic Umum. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Fajar, Joni. 2014. Analisis kohesi gramatikal pada cerbung siluman majalah jaya
baya edisi 15 juli- 16 september. Skripsi UMP: Fakultas Bahasa Dan
Sastra Jawa.
Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan Bahasa Dan Sastra.
Surakarta: Yuma Pustaka
J. Moleong, Lexy. 2015. Metodologi Penelitian Kualintatif Edisi Revisi.
BandRemaja Rosdakarya Offset.
Kridaleksana, Hatimurti. 2008. Kamus linguistik Edisi Keempat. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Lesmaniasita, ST. 1958. Kumpulan Cerkak Kidung Wengi Ing Gunung Gamping.
Jakarta: Dinas Penerbitan Balai Pustaka.
Mulyana. 2005. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Subroto, Edi. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta:
Sebelas Maret University Press.
Sumarlan. 2009. Analisis Wacana. Solo: Pustaka Cakra Surakarta.
Tarigan, Genri Guntur. 2009. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa
Teeuw. 2015. Sastra Dan Ilmu Sastra. Bandung : PT Dunia Pustaka Jaya
184
Lampiran 1
185
Lampiran 2
186
187
188
189
190
Lampiran 3
191
Lampiran 4
SINOPSIS
Kembang Melati Kanginan
Pada suatu hari Uki mengajak Sit untuk duduk di rerumputan dekat
tanggul. Uki bercerita jika dia sering bertemu Sit dan mas Anwar. Hatinya Uki
sedang sedih dan tidak di sangka-sangka hubungan Uki dengan mas Tok putus
begitu saja. Cincin yang sudah satu setengah tahun melingkar di jari manisnya di
kembalikan dan akhirnya mas Tok ingin sekolah ke Eropa setelah hubungan
mereka berdua berpisah. Uki sebelumnya sudah pernah berkata, kalau tidak
mengira akan berpisah dengan mas Tok yang mempunyai sifat tidak pernah
percaya dengan Uki. Sit kemudian bertanya soal hubungannya dengan Rukmono
dan Uki menjawab jika tidak ada hubungan apa-apa. Mengertahui Uki dengan
Rukmono pernah pulang bersama-sama, Sit sangat sedih dan melihat mas Anwar
menangis di kamarnya.
Keesokan harinya ibunya mas Anwar menjual padi untuk tambahan uang
saku kepada mas Anwar untuk pergi ke Oxford di Inggris. Sit yang dari kecil
sudah bermimpi untuk bisa menjadi kakaknya tetapi kenyataa berkata lain. Terlalu
sering mas Anwar memarahi Uki dan tidak mempercayai kesetiaanya membuat
Uki dan mas Anwar berpisah. Rukmono mengira jika Uki dan Rukmono ada
hubungan lebih dari teman dan Uki menjawab jika Rukmono yang waktu itu bisa
mengobati hatinya Uki yang sedang sedih, akan tetapi semua yang ditemui Cuma
kegagalan. Rukmono kemudian pergi dan Uki tidak mengetahui perginya
192
Rukmono. Uki kemudian merasa bersalah sekali dan mungkin ini balasan dari
Tuhan dengan apa yang saya berbuat Rukmono.
Sit berusaha menenangkan Uki dan mengajak Uki untuk tidur di rumah
Sit. Pada saat Sit mengajak Uki untuk masuk, Uki tidak mau dan masih ingin
bercerita tentang kesalahan yang dilakukan Uki. Sit terus mengajak Uki untuk
mengajak masuk tetapi tidak di dengarkan sama sekali. Uki terus masih bercerita
jika dia sering di beri bunga melati kemudian di ajak mengelilingi sawah dan
tanaman yang hijau-hijau. Sit mengajak Uki untuk mau masuk dan Uki seperti ada
yang mendorong untuk masuk rumah. Baru sampai depan pintu, Sit kemudian
melihat Uki tidak sendirian tetapi bersama mas Anwar. Uki kemudian langsung
masuk rumah untuk mengatakan kepada bapak ibunnya tetapi tersandung lantai
yang berlubang sampai jatuh.
Pada saat mencoba untuk membuka mata ternyata sudah pagi dan melihat
teman-temannya sudah mandi kemudian ada ibu asrama yang memberikan surat
kematian. Sit menerima surat itu dan membacanya, isi surat tersebut mengatakan
telah meninggal dunia kira-kira jam 10 yang bernama Sri Ukijati dan menyuruh
Sit untuk pulang. Sit sangat bersedih, bulan kemarin menangisi kepergian mas
Anwar, sekarang menangisi Uki.
193
Wengi Ing Pinggir Kali
Diah ingin pergi ke rumah jaga untuk mengantar makanan untuk bapaknya
dan tiba-tiba melihat seorang wanita yang sedang menangis duduk di pinggir
sungai kemudian Diah bertanya dan ternyata wanita tersebut Srihandiah bisa
dipanggil Andah. Diah dan Andah kemudian bercerita jika Andah sedih teringat
orang tua merawatku sejak kecil sedangkan aku sudah beberapa bulan pergi ke
rumah tanpa pamit lewat jendela menggunakan jeep
Perginya Andah tanpa pamit karena ada laki-laki bernama Mas Tok yang
telah berhasil merebut hatiku dan telah ditolak lamarannya oleh orang tauku. Mas
Tok lelaki yang setia, tidak banyak bicara dan sekarang mas Tok ditugaskan
operasi di Jawa Barat sedangkan Andah bekerja di rumah sakit di kota B. Mas
Tok selalu mengirim surat kepada Andah tetapi tidak pernah dibalas.. Kepulangan
mas Tok akhirnya di temui oleh Andah kemudian mas Tok meminta Andah untuk
pulang ke orang tuanya tetapi Andah tetap tidak mau pulang. Setelah itu, mas Tok
memberi tahu bahwa sekarang fisiknya cacat. Keadaan fisik mas Tok yang cacat
Andah tetap setia dan tidak ada lelaki lain selain mas Tok.
Waktu itu Andah ke rumah mas Tok dan Andah tertidur. Pada saat
terbangun mendengar mas Tok sedang mengobrol dengan Mr. Danu. Kedatangan
Mr. Danu hanya untuk menghormati mas Tok dan Mr. Danu kemudian
mengatakan jika Andah ―Kembang Warung‖ seperti istilah wanita yang jelek.
Mendengar perkataan Mr. Danu, mas Tok tidak terima jika Mr. Danu mengatakan
seperti itu. Mas Tok kemudian menyuruh Mr. Danu untuk mengambil pistol dan
194
di tembakan ke tembok. Pistol yang di pegang Mr. Danu kemudian mengenai
dadanya mas Tok dan akhirnya meninggal.
Andah sangat sedih kehilangan mas Tok kemudian pulang ber Mr. Danu.
Tiba-tiba melihat mas Tok yang sudah meninggal lalu turun dari mobil kemudain
memeluknya. Daih masih belum percaya karena mas Tok sudah meninggal.
Andah yang bercerita sambil menangis dan tiba-tiba ayahnya Andah datang
menyuruh pulang.
195
Lingsir Ing Pasisir
Frits adalah seorang pelaut, akan tetapi Mirjani menginginkan agar bekerja
di daratan saja. Keinginan Mirjani tidak dipenuhi oleh Frits karena dengan
menjadi pelaut mempunyai keinginan untuk membahagiakan Mirjani. Pekerjaan
yang dilakukan oleh Frits tidak pernah bisa dipahami oleh Mirjani walaupun
nantinya akan mencari pekerjaan lain agar bisa hidup bersama. Keinginan Mirjani
untuk meninggalkan kotanya akhirnya tercapai dan pergi ke pegunungan. Tempat
tersebut tidak ada keramaian, halaman rumahnya penuh dengan bunga-bungan.
Pekerjan Frits yang di tengah-tengah laut tidak lain akan kembali ke
daratan dan suatu hari Frits mendapatkan surat dari Mirjani yang berisikan tentang
Mirjnai yang meminta maaf dengan kesalahan yang telah di perbuat oleh Mirjani
karena telah berbohong jika pernah menyukai orang padahal sebelumnya belum
pernah menyukai siapa-siapa. Mirjani dulu bercerita agar Frits menjauhi Mrijani
akan tetapi malah tambah nekad. Selain itu, ibunya Mirjani juga tidak menyukai
Frits karena nama laki-laki yang membuat kecewa Henk Pasanea sedangkan laki-
laki yang dekat dengan Mirjani Frits Pasanea. Persamaan nama yang sama-sama
ada Pasanea membuat Frits dan Mirjani berpisah.
196
Gerimis
Surjatinah pergi bersama dengan Hardiman naik mobil menuju irama
foxtrot. Malam itu Surjatinah tidak pulang ke rumah karena menuruti keinginan
dirinya dan Hardiman. Surjatinah kemudian di bawa oleh Hardiman ke Singapura
dengan kehidupan yang serba mewah. Kehidupan serba mewah telah dilalui oleh
Surjatinah selama sebulan dan tiba-tiba memikirkan Wisnu yang tidak bisa
menyukupi kebutuhan dan keinginan Surjatinah.
Wisnujati anak kandungnya sendiri seperti memanggil untuk pulang ke
rumah. Surjatinah kemudian kembali ke rumah tanpa sepengetahuan Hardiman
seperti dulu perginya Surjatinah tanpa diketahui Wisnu. Kepulangan Surjatinah
karena dia sudah menyesal bahwa yang ada di dalam hatinya hanya Wisnu dan
anaknya Wisnujati. Surjatinah mengakui semua kesalahan yang telah di perbuat
kepada suami dan anaknya bahwa Wisnu lelaki yang sangat mencintai Surjatinah
tanpa ada rasa kebencian.
Kedatangan Surjatinah ke rumah menemui Wisnu dan sesampainya di
rumah tiba-tiba Surjatinah pingsan, setelah tersadar nafasnya sudah tidak normal
dan akhirnya Surajtinah meninggal dunia. Wisnu dan Wisunujati sangat bersedih
menerima kenyataan jika Surjatinah telah meninggal.
197
Lagu Kang Wekasan
Empat tahun yang lalu Karlina selesai menempuh pendidikan dokternya
dan ditugaskan di Pantiroga Rembang. Karlina kemudian di cari oleh wanita tua
untuk memeriksa majikannya bernama mas Ri. Sesampainya Karlina di rumah itu,
mas Ri ternyata mengenali dokter tersebut. Karlina kemudian menangis melihat
keadaan mas Ri yang sudah bertahun-tahun sakit tetapi tidak mau berobat jika
dengan dokter Harjo karena anaknya dokter Harjo bernama Lusiana akan
dijodohkan dengan mas Ri tetapi tidak suka dan ditolak oleh mas Ri.
Mas Ri setelah bertemu dengan Karlina kemudian menyuruh Karlina
untuk bercerita tentang kehidupan yang telah di alaminya selama ini tetapi Karlina
tidak mau. Karlina kemudian ingin menjauhi mas Ri tetapi rasanya susah untuk
menjauhinya dan rasanya ingin menemui mas Ri.akan tetapi, ibunya Karlina
sedikit kurang percaya dengan mas Ri. Karlina kemudian pergi menuju Bandung
untuk bekerja. Mas Ri selalu mengirim surat untuk Karlina dan balasannya
menulis tidak mengenali mas Ri lagi. Surat balasan dari Karlina membuat mas Ri
sedih dan sekarang merasa kesepian.
Mas Ri teringat jika Karlina sosok wanita yang selalu memberi dorongan
dan semangat tetapi sekarang menjauh semuanya rasa itu.tiba-tiba simbahnya mas
Ri meminta mas Ri untuk menikah dengan Lusiana tetapi mas Ri menolaknya.
Suatu hari Karlina menemui mas Ri kemudian memainkan lagu karangannya. Mas
Ri mendengarkan sambil tiduran tetapi Karlina merasa tidak enak kemudian lebih
mendekat kepada mas Ri dan ternyata mas Ri telah meninggal. Karlina sangat
bersedih dan menyesal dengan kepergian mas Ri.
198
Djugrug
Ila menjalin hubungan dengan Krisno yang bekerja menjadi pemimpin
pergerakan. Ibunya Ila dulu pernah menasehati jangan berhubungan dengan orang
pergerakan, orang politikus karena ibunya Ila pernah mengalami ditinggal
bapakmu ke tanah sabrang sampai Digul Sedangkan Krisno hanya baru sampai
masuk penjara.
Paginya Ila menjenguk Krisno di penjara sendirian dan bercerita tentang
seorang wanita yang datang mengaku sebagai calon istrimu. Akan tetapi, Ila
mengaku sebagai adimu. Ila bercerita-cerita dengan Krisno jika Ila tidak
mengetahui masuknya Krisno ke penjara lantaran menggunakan uang kas Negara
yang beribu-ribu banyaknya. Melihat Krisno mendekam di penjara, Ila masih
harus bekerja walaupn bayarannya kecil. Ila kemudian pamit pulang dan di
sepanjang jalan hanya teringat wanita yang akan menjadi istrinya Krisno.
Krisno bertemu kembali dengan Ila dan membicarakan hubungannya.
Krisno menawarkan Ila agar mau di madu tetap Ila menolaknya. Paginya Ila
meninggalkan rumah tanpa pamit. Ibunya Ila dan Krisno bingung kemudian
Krisno berusaha mencari Ila tetapi sudah empat hari tidak di temukan. Krisno
merasa bersalah dan sangat bersedih dengan perginya Ila yang tanpa pamit.
199
Ing Sunaring Rembulan
Retnadi mempunyai hobi menggambar dan Retnadi menggambar sambil
duduk di atas batu ketika di rumah budhenya yang di beri nama Surja Sukartika.
Pada saat menggambar tiba-tiba ada orang yang menghampiri dirinya dan ternyata
sudah mengetahui namanya Retnadi padahal sebelumnya belum pernah bertemu.
Surja kemudian bertanya-tanya dengan Retnadi seperti sudah akrab, tetapi Retnadi
tidak begitu mendengarkan tetapi malah ingin menggambar Surja.
Selang beberapa waktu gambarnya sudah selesai kemudian Retnadi
berfikir dengan datang Surja ini dan bertanya alamatnya. Surja kemudian memberi
tahu alamatnya yang berada di jalan Kusuma Bangsa. Retnadi kemudian bercerita
tentang jejaka yang bermain kerumah perempuan pada waktu malam hari dan
ternyata Surja juga melihat. Pada saat bercerita Retnadi tiba-tiba ingin pulang
karena kepadanya sakit dan ingin mengantarkan Surja pulang tapi tidak kuat
menahan kepalanya yang sakit.
Selang beberapa hari, Retnadi penasaran dengan alamat yang kasih tahu
kemudian pergi ke Mojokerto ingin bermain ke rumah Surja. Alamat yang di cari
akhirnya ketemu dan ditemukan ternyata sebuah makam Pahlawan Gajahmada
yang disitu ada papan dengan nama Surja Sukartika. Retnadi kemudian bangun
dari tidurnya dan disampingnya sudah ada mas Juwito. Kedatangan mas Juwito ke
rumah Retnadi untuk menanyakan lukisan yang diberi nama R. Adi. Juwito
kemudian menanyakan nama lukisan yang di beri nama Surja Sukartika karena
mukanya sama seperti adiknya yang hilang tidak tahu kemana setelah melihat
lukisanmu berharap bisa bertemu dengan adikku.
200
Ing Sawijining Wengi
Pada suatu malam, Sit yang bertemu lagi dengan Wisnukuncara atau bisa
di panggil mas Nu setelah empat tahun yang lalu tidak bertemu. Sit yang dulu
pernah menjalim hubungan dengan mas Nu pada akhirnya putus karena Sit
meninggalkan mas Nu ketika mas Nu sedang tergila-gila dengan wanita lain. Mas
Nu yang pada saat itu tergila-gila dengan wanita lain, Sit tidak mengingatkan
kalau kelakuannya akan melukai hatinya Sit. Perpisahan mereka berdua
mengaharapkan mas Nu bisa kembali lagi dengan Sit tetapi Sit menolaknya
karena sudah akan menikah dengan laki-laki lain. Mas Nu juga membalas
menjawab jika ingin menikah dan tidak memberi tahu dengan siapa dia menikah.
Belum satu bulan Sit bertemu dengan mas Nu tetapi di lain hari ibunya
mas Nu dan adiknya mendatangi rumahnya.Sit mengira akan ada kabar baik, akan
tetapi memberi kabar jika mas Nu meninggal di sanatorium Pakem seminggu
setelah bertemu Sit. Kedatangan ibunya mas Nu dan adiknya ingin memberikan
lagu yang diciptakan oleh mas Nu untuk Sit. Mas Nu telah meninggal di
sanatorium membuat Sit memikirkannya sampai badannya kurus. Sepeninggal
mas Nu membuat Sit bingung tidak ada lagi yang ditunggu, tidak ada yang
bernayanyi dan bermain piano.
top related