IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Pertambangan Batubara Indonesia · Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier, ... yang tinggi yaitu sebesar 75 persen yang
Post on 07-Mar-2019
217 Views
Preview:
Transcript
40
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Pertambangan Batubara Indonesia
Batubara merupakan batuan hidrokarbon padat yang terbentuk dari
tumbuhan dalam lingkungan bebas oksigen, serta terkena pengaruh tekanan dan
panas yang berlangsung sangat lama. Proses pembentukan (coalification)
memerlukan jutaan tahun, mulai dari awal pembentukan yang menghasilkan
gambut, lignit, subbituminus, bituminous, dan akhirnya terbentuk antrasit. Di
Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier,
yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan
Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda,
yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur Tersier Bawah dan Tersier
Atas. Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau
Kalimantan dan Pulau Sumatera, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai
batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah,
Papua, dan Sulawesi (Dirjen ESDM, 2007).
Komoditi batubara dihasilkan melalui tahapan kegiatan pertambangan.
Pertambangan adalah suatu kegiatan pengambilan endapan bahan galian berharga
dan bernilai ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun
manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi dan di bawah
permukaan air. Hasil kegiatan ini antara lain, minyak dan gas bumi, batubara,
pasir besi, bijih timah, bijih nikel, bijih bauksit, bijih tembaga, bijih emas, perak
dan bijih mangan (BPS, 2009). Tahapan kegiatan pertambangan meliputi:
Prospeksi, Eksplorasi, Eksploitasi, Pengolahan (Pemurnian). Batubara dalam
41
sektor pertambangan merupakan komoditi utama kedua yang mempunyai prospek
yang cerah, yang ditandai dengan nilai ekspor yang besar dan memberikan
kontribusi besar terhadap total ekspor pertambangan.
Menurut World Coal Institute (2005), dalam industri pertambangan
pemilihan metode penambangan sangat ditentukan oleh unsur geologi endapan
batubara. Adapun dua metode yang dipakai dalam penambangan batubara adalah
sebagai berikut:
(1) Penambangan permukaan (terbuka)
Tambang terbuka dapat memberikan proporsi endapan batubara yang lebih
banyak daripada tambang bawah tanah karena seluruh lapisan batubara dapat
dieksploitasi. Cara penambangan ini hanya memiliki nilai ekonomis apabila
lapisan berada dekat dengan permukaan tanah yaitu dengan perbandingan tebal
batuan penutup dengan tebal lapisan batubara sebesar 5 : 1 atau 6 : 1. Kegiatan
utama dalam penambangan terbuka adalah penggalian, pemisahan, pemuatan,
pengangkutan dan pemupukan atau pembuangan.
(2) Penambangan bawah tanah (dalam)
Penambangan bawah tanah dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
(a) Room and pillar, penambangan dengan cara ini memiliki nilai ekonomis
yang tinggi yaitu proses produksi yang lebih cepat dengan biaya yang
murah karena hanya dengan 5 juta dolar penambangan ini sudah bisa
dilakukan. Pilar-pilar penyangga batubara memiliki kandungan lebih dari
40 persen dari jumlah lapisan batubara.
(b) Longwall caving, penambangan ini harus dilakukan dengan membuat
perencanaan yang lebih hati-hati untuk memastikan adanya geologi yang
42
mendukung sebelum diadakannya eksploitasi, sehingga penambangan ini
terbilang cukup mahal karena peralatan tambang longwall mencapai 50
juta dolar. Namun, penambangan ini menghasilkan rendemen batubara
yang tinggi yaitu sebesar 75 persen yang dapat diambil dari panil batubara
sejauh 3 km pada lapisan batubara. Kekurangan dari cara ini adalah dapat
membuat permukaan tanah menjadi amblas.
(c) Cut and fill, penambangan dengan cara ini prosesnya cukup rumit dan
membutuhkan banyak air untuk menyalurkan pasir atau tanah guna
mengisi rongga-rongga bekas penggalian, tetapi batubara yang dihasilkan
melalui cara ini memiliki rendemen yang tinggi.
Industri penambangan batubara mengolah komoditinya sesuai dengan
kandungan dan tujuan penggunaannya. Batubara tersebut mungkin hanya
memerlukan pemecahan sederhana atau memerlukan proses pengolahan yang
lebih kompleks untuk mengurangi kandungan campuran seperti batu dan lumpur.
4.2 Jenis dan Karateristik Batubara Indonesia
Batubara yang terbentuk dari sisa tumbuhan yang membusuk dan
terkumpul dalam suatu daerah dengan kondisi banyak air memerlukan waktu yang
panjang dalam proses pembentukannya. Lapisan batubara yang diendapkan pada
iklim hangat dan basah biasanya lebih terang dan tebal dibandingkan dengan yang
diendapkan pada iklim basah. Lamanya waktu pembentukan batubara ini
menentukan mutu dari setiap endapan batubara. Selain itu suhu dan tekanan juga
mempengaruhi mutu dari endapan batubara. Proses awalnya adalah gambut yang
kemudian berubah menjadi lignit (batubara muda) atau brown coal (batubara
43
cokelat), kedua batubara tersebut memiliki kandungan kalori yang rendah.
Dengan mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan
tahun, batubara muda berubah secara bertahap menjadi batubara sub bitumen.
Perubahan kimiawi dan fisika yang berlangsung terus menerus akan mengubah
batubara sub bitumen menjadi batubara yang lebih keras dan berwarna gelap yaitu
bitumen atau antrasit. Antrasit merupakan jenis batubara yang memiliki
kandungan kalori paling tinggi.
Tabel 4.1 Kualitas, Sumber daya dan Cadangan Batubara Indonesia Tahun 2007
Kelas Nilai Kalori Sumber Daya Cadangan (kal/gr) Juta ton % Juta ton %
Rendah < 5100 21038.80 22.50 5397.55 28.90 Sedang 5100-6100 58937.91 63.10 11184.88 59.80 Tinggi 6100-7100 12424.16 13.30 1946.65 10.40 Sangat tinggi >7100 1001.65 1.07 182.47 0.97
Sumber : Pusat Sumber Daya Geologi dalam Batubara, dan Geothermal, 2008 (diolah)
Direktorat Pengusahaan Mineral,
Secara kualitas, cadangan batubara Indonesia umumnya mempunyai
kandungan abu dan sulfur yang rendah. Namun cadangan batubara Indonesia
mempunyai volatilitas (volatile) dan kandungan air (moisture) yang relatif tinggi.
Kualitas batubara Indonesia dibedakan berdasarkan kalorinya, batubara dengan
kualitas rendah memiliki nilai kalori kurang dari 5100 kal/gr dan kadar air 30-45
persen. Batubara jenis ini sering disebut sebagai lignit. Sedangkan batubara sub
bituminus (kualitas sedang) memiliki nilai kalori antara 5100 sampai 6100 kal/gr
dengan kadar air 10-25 persen . Sementara itu, bitumin atau batubara berkualitas
tinggi memiliki nilai kalori antara 6100 sampai 7100 kal/gr dengan 57 kadar air
sekitar 5-10 persen. Semakin tinggi kalori batubara maka semakin tinggi
kualitasnya.
44
Batubara dengan mutu yang lebih tinggi umumnya lebih keras, kuat serta
seringkali berwarna hitam cemerlang seperti kaca. Batubara dengan mutu yang
lebih tinggi memiliki kandungan karbon yang lebih banyak, tingkat kelembaban
yang lebih rendah dan menghasilkan energi yang lebih banyak. Antrasit
merupakan batubara dengan kualitas terbaik. Batubara jenis ini memiliki nilai
kalori diatas 7100 kal/gr dan kadar air hanya 1-3 persen.
Jenis batubara yang mendominasi di Indonesia adalah sub bituminus atau
batubara berkalori sedang yaitu dengan sumber daya sebesar 63,10 persen dan
cadangan sebesar 59,80 persen dari batubara yang tersedia di Indonesia. Selain
sub bituminus, batubara jenis lignit juga melimpah di Indonesia yaitu dengan
sumber daya sebesar 22,50 persen dengan cadangan sebesar 28,90 persen.
Indonesia memiliki sumber daya batubara berkualitas tinggi yang terbatas seperti
bitumen dan antrasit padahal kedua jenis batubara ini yang paling diminati oleh
importir batubara Indonesia. Sumber daya dan cadangan bitumen di Indonesia
sendiri adalah sebesar 13,30 persen dan 10,40 persen, dan batubara antrasit yang
tersedia di Indonesia hanya sebesar 1,07 persen dengan cadangan sebesar 0,97
persen.
4.3 Produksi Batubara
Selain minyak dan gas bumi, batubara merupakan salah satu komoditi
tambang yang berpotensi untuk dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah.
Produksi batubara di Indonesia mulai mengalami peningkatan yang signifikan
sejak tahun 1990 dan diperkirakan akan semakin meningkat seiring dengan
semakin berkurangnya produksi minyak bumi di Indonesia. Total produksi
45
batubara sejak tahun 2005 mengalami peningkatan dan pada tahun 2007 hingga
Oktober 2009 mencapai 83,45 juta ton.
Rata-rata pertumbuhan produksi batubara dari tahun 1984 sampai dengan
2005 sangat tinggi, yakni mencapai 32,09 persen. Pertumbuhan produksi batubara
tertinggi terjadi pada tahun 1984 yang mencapai 123,33 persen dengan produksi
sebesar 1.084.652 metrik ton. Produksi batubara pada tahun 2005 sebesar
141.048.545 metrik ton atau tumbuh sebesar 6,65 persen. Produksi batubara dari
tahun 2006 hingga tahun 2025 diperkirakan akan tumbuh sebesar 112,8 persen
(DSEM, 2006).
Peningkatan produksi batubara Indonesia dipicu oleh kenaikan permintaan
pada pasar ekspor batubara Indonesia, salah satunya di negara Cina. Hal ini terkait
dengan pembatasan impor batubara dari Australia terkait dengan pemberlakukan
peraturan pengiriman barang yang semakin ketat. Oleh sebab itu permintaan
batubara dari Cina kepada Indonesia mengalami peningkatan. Setiap tahunnya
lebih dari 70 persen dari total produksi batubara Indonesia dikirim untuk
memenuhi permintaan importir batubara di luar negeri, sedangkan sisanya untuk
memenuhi konsumsi batubara domestik.
Berdasarkan perhitungan cadangan batubara Indonesia diperkirakan
kapasitas produksi batubara Indonesia adalah sebesar 200 juta ton dan bisa
diperkirakan bahwa cadangan batubara Indonesia mampu memenuhi produksi
hingga 93 tahun lagi. Pada tahun 2009, sumber daya batubara Indonesia
diperhitungkan mencapai 104,76 miliar ton. Hal ini menunjukkan bahwa sumber
daya batubara meningkat dengan pertumbuhan rata-rata hampir 6 persen per tahun
dimana dua tahun sebelumnya sumber daya batubara hanya mencapai 93,4 miliar
46
ton. Cadangan batubara Indonesia tersebar cukup luas di berbagai daerah di
Indonesia yaitu di wilayah-wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa,
Maluku, dan Papua.
Tabel 4.2 Sumber Daya dan Cadangan Batubara di Indonesia per Januari 2009 (juta ton)
Provinsi Sumber Daya Cadangan Banten 13,31 0,00 Jawa Barat 0,00 0,00 Jawa Tengah 0,82 0,00 Jawa Timur 0,08 0,00 Nanggroe Aceh Darussalam 450,15 0,00 Sumatera Utara 26,97 0,00 Riau 1767,54 1940,37 Sumatera Barat 732,16 36,75 Bengkulu 198,65 21,12 Jambi 2069,07 9,00 Sumatera Selatan 47085,08 9542,01 Lampung 106,95 0,00 Kalimantan Barat 527,52 0,00 Kalimantan Tengah 1586,34 74,28 Kalimantan Selatan 12265,56 3523,24 Kalimantan Timur 37537,98 3633,04 Sulawesi Selatan 231,12 0,12 Sulawesi Tengah 1,98 0,00 Maluku Utara 2,13 0,00 Irian Jaya 151,26 0,00 Papua 2,16 0,00 Total 104756,84 18779,93
Sumber: Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia, 2009 (diolah)
Berdasarkan laporan Pusat Sumber Daya Geologi dalam Direktorat
Pengusahaan Mineral, Batubara, dan Geothermal per Januari 2009, batubara
Indonesia berjumlah 104.756,84 juta ton. Cadangan batubara ini tersebar cukup
luas di berbagai daerah dengan cadangan yang dapat ditambang sebesar 18.779,93
juta ton. Sumber daya dan cadangan batubara Indonesia sebagian besar terletak di
Pulau Sumatera dan Kalimantan. Hanya sebesar 3,8 persen sumber daya batubara
47
Indonesia yang tersebar di pulau-pulau besar lainnya. Sumber daya batubara yang
terbesar terletak di provinsi Sumatera Selatan sebesar 47.085,08 juta ton dan
Kalimantan Timur sebesar 37.537,98 juta ton. Sedangkan cadangan batubara
terbesar terletak di Sumatera Selatan yaitu sebesar 9.542,01 juta ton dan
Kalimantan Timur sebesar 3.633,04 juta ton. Berdasarkan penjelasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan batubara
yang begitu melimpah.
4.4 Konsumsi Domestik
Berdasarkan Outlook Energi Indonesia 2010, delapan tahun terakhir
konsumsi batubara di Indonesia meningkat dengan pertumbuhan rata-rata lebih
dari 15 persen per tahun. Sebagian besar dari konsumsi batubara tersebut
digunakan oleh pembangkit listrik. Konsumen utama bahan bakar batubara di
Indonesia adalah PLN. Perusahaan negara ini mengkonsumsi lebih dari 80 persen
pasokan batubara domestik atau sekitar 34 juta ton pada 2010, sedangkan sisanya
dikonsumsi oleh industri domestik, seperti baja dan semen. Penggunaan batubara
pada sektor industri meliputi industri-industri semen dan keramik, pulp dan kertas,
besi dan baja, serta industri lainnya yang meliputi tekstil dan makanan.
Kebutuhan industri dalam negeri akan batubara terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Industri semen merupakan konsumen batubara
yang cukup besar. Kebutuhan batubara pada industri semen pada tahun 2008
mencapai sekitar 6.8 juta ton. Pada industri-industri besi dan baja, pulp dan kertas,
dan lain-lain meliputi pabrik-pabrik tekstil, makanan, genteng, bata, dan
manufaktur, penggunaan batubara digunakan sebagai sumber energi panas dan
48
bahan bakar pembangkit listrik. Semakin meningkatnya penggunaan batubara
pada pabrik-pabrik tersebut diperkirakan disebabkan oleh semakin meningkatnya
harga minyak dan tidak tercukupinya listrik dari PLN (Petromindo, 2009).
Selain untuk pembangkit listrik dan industri, batubara juga dimanfaatkan
dalam bentuk briket untuk memenuhi kebutuhan energi pada sektor rumah tangga
serta industri kecil dan menengah. Briket batubara diperkirakan akan semakin
kompetitif karena adanya pengurangan minyak bersubsidi untuk sektor rumah
tangga. Namun secara pangsa, batubara untuk briket masih tidak signifikan bila
dibandingkan dengan batubara untuk pembangkit listrik maupun industri.
4.5 Ekspor
Dalam perdagangan dunia, Indonesia menempati urutan kedua setelah
Australia sebagai eksportir batubara terbesar dunia. Pada tahun 2009, nilai ekspor
batubara Indonesia mencapai 161.34 juta ton.
Sumber : Data Warehouse Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2009 Gambar 4.1 Perkembangan Ekspor Batubara Indonesia
Ekspor batubara Indonesia meningkat setiap tahunnya dengan
pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan tertinggi adalah pada tahun 2001 yaitu
38,4 41,98 44,98 42,23
65,3679,39 84,02
93,29105,82
129,12140,05140,52
161,34
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Juta
Ton
49
sebesar 54 persen dengan total kenaikan ekspor sebesar 23.13 juta ton. Sejak saat
itu ekspor batubara Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun
hingga pada tahun 2008 ekspor batubara mencapai 140.52 juta ton. Kemudian
naik sebesar 14,8 persen pada tahun 2009 dengan jumlah ekspor mencapai 161.34
juta ton. Sebagian besar negara tujuan ekspor batubara Indonesia adalah negara-
negara di Asia seperti Jepang, Cina, Korea Selatan, India, Taiwan, Malaysia,
Thailand, dan Filipina sedangkan sisanya diekspor ke negara-negara di Eropa
seperti Spanyol, Itali, Belanda, Switzerland, dan Inggris serta kawasan Asia
Pasifik yaitu Amerika Serikat.
Jepang merupakan tujuan ekspor batubara Indonesia yang utama. Ekspor
batubara Indonesia ke Jepang tersebut diperkirakan akan meningkat terus setelah
adanya perjanjian kerjasama Economic Partnership Agreement (EPA) yang
memuat kerjasama untuk meningkatkan permintaan batubara oleh adanya
pembatasan ekspor batubara Cina ke Jepang. Hal ini terjadi karena Cina akan
memprioritaskan penggunaan batubara untuk kebutuhan pembangunan
infrastruktur dalam negerinya. Sehingga peran batubara Indonesia semakin besar
dikarenakan ekspor semakin meningkat. Meningkatnya ekspor batubara Indonesia
menunjukkan kemampuan industri batubara Indonesia untuk memenuhi pesatnya
pertumbuhan permintaan batubara di negara-negara pengimpor yang ditunjang
oleh keberadaan kapasitas transportasi dan pelabuhan yang memadai (Petromindo,
2009)
Sampai saat ini kebutuhan batubara dunia terus mengalami peningkatan
yang signifikan dari tahun ke tahun. Selain dipicu oleh booming harga batubara,
hal ini pun dipengaruhi oleh semakin banyaknya pembangunan PLTU di luar
50
negeri yang menggunakan batubara sebagai bahan bakarnya. Tingginya
permintaan dengan harga dunia yang terus mengalami peningkatan menjadi
insentif bagi eksportir batubara dalam negeri untuk terus meningkatkan
ekspornya.
4.6 Faktor-faktor yang Memengaruhi Permintaan Batubara Indonesia 4.6.1 Permintaan Batubara Negara Tujuan Ekspor
Besarnya permintaan suatu komoditi akan dipengaruhi oleh besarnya
kebutuhan akan komoditi tersebut. Kebutuhan akan batubara Indonesia setiap
tahunnya di negara tujuan ekspor volumenya berfluktuatif.
Sumber : Kementerian Perdagangan, 2010 Gambar 4.2 Permintaan Batubara Indonesia oleh Negara Tujuan Ekspor
Jepang merupakan negara yang menempati urutan pertama sebagai negara
yang mengimpor batubara Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh
International Energy Agency, 2010 pasokan listrik yang dihasilkan oleh Jepang
pada tahun 2009 terdiri dari tenaga Batubara sebesar 28 persen, Nuklir sebesar 27
persen, Gas sebesar 26 persen, Minyak sebesar 9 persen, dan Hidro sebesar 8
persen.
0
5.000.000.000
10.000.000.000
15.000.000.000
20.000.000.000
25.000.000.000
30.000.000.000
35.000.000.000
40.000.000.000
45.000.000.000
Juta
Ton Negara Jepang
Negara India
Negara Korea Selatan
Negara Cina
51
Walaupun pasca bencana gempa dan tsunami yang melanda Jepang pada
tahun 2011, tidak menurunkan jumlah permintaan batubara Indonesia. Saat ini
produksi listrik Jepang terganggu dengan rusaknya beberapa PLTN setelah gempa
yang terjadi. Pemerintah kemudian mencari alternatif untuk memenuhi pasokan
listrik dikarenakan rusaknya PLTN yang menyumbang lebih dari seperempat
pasokan listrik Jepang. Salah satunya adalah dengan menambah impor batubara.
Menurut data Ditjen Minerba pada tahun 2010, Jepang mengimpor batubara
Indonesia sebesar 24 juta ton atau hampir sebesar 10 persen dari total produksi
batubara Indonesia 2010 sebesar 275 juta ton. Realisasi impor batubara Jepang
pada tahun 2010 berjumlah 116.5 juta ton. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2010
sekitar 20 persen kebutuhan impor batubara Jepang dipasok dari Indonesia.
Bagi India, batubara merupakan sumber utama pasokan energi untuk
pembangkit listrik. Batubara memberikan kontribusi sebesar 66 persen.
Kebutuhan batubara di India terus meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan
membutuhkan batubara sekitar 609 juta ton, sementara produksi batubara India
pada tahun 2010 sebesar 533 juta ton. Sehingga India harus mengimpor batubara
sebesar 76 juta ton. Indonesia menjadi pengekspor batubara terbesar untuk
kebutuhan pembangkit listrik India yaitu sekitar 18 juta ton. Peluang kerjasama
bidang batubara antara India dan Indonesia masih terbuka di antaranya dalam
kerjasama ekplorasi batubara, penelitian dan pengembangan pemanfaatan
batubara kelas rendah (low rank coal), kesempatan investasi dan kerjasama dalam
pendidikan dan pelatihan. Kerjasama antara pemerintah Indonesia dan India ini
diharapkan akan terus berlanjut sehingga memberikan kontribusi positif dalam
52
pemanfaatan dan pengelolaan batubara pada kedua negara (Kementerian ESDM,
2010).
Korea Selatan juga menggunakan batubara sebagai salah satu sumber
energi untuk pembangkit tenaga listrik. Sebagian besar kebutuhan batubara Korea
Selatan diimpor dari Indonesia yang terus meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2009, Korea Selatan mengimpor batubara Indonesia dengan volume sebesar 33
juta ton.
Pada tahun 2009 konsumsi batubara Cina mencapai 340 juta ton dengan
laju pertumbuhan sepanjang tahun 2005 sampai tahun 2009 sebesar 5 sampai 15
persen per tahun. Untuk memenuhi kebutuhan domestik, sekitar 180 juta ton
batubara akan diimpor Cina. Indonesia merupakan pemasok batubara terbesar
bagi Cina pada tahun 2010 dengan volume sebesar 55 juta ton untuk kebutuhan
pembangkit listrik maupun rumah tangga di Cina.
4.6.2 Gross Domestic Product (GDP) Per Kapita Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia
Berdasarkan teori ekonomi GDP merupakan ukuran daya beli masyarakat
suatu negara terhadap suatu produk. GDP Riil yang semakin meningkat
mengindikasikan bahwa daya beli suatu masyarakat menjadi lebih tinggi. Semakin
tingginya daya beli suatu masyarakat maka akan semakin tinggi pula tingkat
konsumsinya.
53
Sumber : www.worldbank.org Gambar 4.3 GDP Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia tahun
2001-2009
Berdasarkan Gambar 4.3 terlihat bahwa GDP negara-negara pengimpor
batubara Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa
konsumsi akan batubara semakin tinggi diikuti dengan semakin tingginya daya
beli masyarakat. Negara Jepang memiliki GDP per kapita tertinggi dari negara
India, Korea Selatan, dan Cina. Oleh sebab itu, negara Jepang mengimpor
batubara Indonesia terbesar untuk memenuhi kebutuhannya. Begitu juga halnya
dengan Korea Selatan, pada tahun 2010 GDP riil meningkat hingga 5,5 persen.
Sehingga daya beli akan batubara pun semakin meningkat.
4.6.3 Jumlah Penduduk Negara Tujuan Ekspor
Dalam teori permintaan disebutkan bahwa jumlah penduduk memiliki
korelasi positif terhadap jumlah komoditi yang diminta. Jika jumlah penduduk
suatu negara meningkat maka akan meningkatkan jumlah suatu komoditi yang
diminta dan menggeser kurva permintaan ke arah kanan atas (ceteris paribus).
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
US
Dol
lar NEGARA Jepang
NEGARA India
NEGARA Korea Selatan
NEGARA Cina
54
Sumber : www.worldbank.org Gambar 4.4 Jumlah Penduduk Negara Jepang, India, Korea Selatan, Cina
Berdasarkan Gambar 4.4 terlihat bahwa Cina menempati urutan pertama
dengan jumlah penduduk terbanyak dalam daftar pengimpor batubara dan bahkan
terbanyak di dunia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa Cina memang
merupakan salah satu negara yang mengimpor batubara terbanyak keempat
setelah Jepang, India, Korea Selatan. Peningkatan jumlah penduduk Cina disertai
juga dengan peningkatan jumlah batubara Indonesia yang diimpor. Selain Cina,
India juga merupakan salah satu negara yang berpenduduk banyak di dunia.
Penduduk yang besar membutuhkan pasokan energi yang besar juga.
0
20000000
40000000
60000000
80000000
1E+09
1,2E+09
1,4E+09
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Jiwa
Negara Jepang
Negara India
Negara Korea Selatan
Negara Cina
top related