IMUNOLOGI KULIT
Post on 31-Jan-2016
71 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
IMUNOLOGI KULIT
Imunitas adalah resistensi terhadap penyakit terutama infeksi.
Gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam resistensi
terhadap infeksi disebut sistem imun. Reaksi yang dikoordinasi sel-sel,
molekul-molekul dan bahan lainnya terhadap mikroba disebut respon imun.
Sistem imun diperlukan tubuh untuk mempertahankan keutuhannya
terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan
hidup. (imunologi dasar fkui)
Sel-sel imunokompeten pada kulit kebanyakan terdapat pada papila
dermis, misalkan sel limfosit, sel makrofag dan sel mast (mastosit).
Hubungan kulit dengan sistem imunologis dikanal dengan konsep SALT
(Skin Associated Lymphoid Tissue). Konsep tersebut mengandung
pengertian bahwa kulit memiliki suatu sistem imunitas tersendiri. Sel yang
berperan di dalam sistem tersebut dikenal dengan sel langerhans yang
mampu bertindak sebagai sel penyaji antigen kepada limfosit. Komponen
pada kulit yang mendukung SALT antara lainsel langerhans, sel limfosit,
keratinosit serta sisitem pembuluh limfe perifer pada kulit. Keratinosit kulit
merupakan tempat produksi zat perangsang limfosit T yang dikenal dengan
nama Epidermal T-cell Activating Factor (ATAF). Selain komponen seluler,
dalam kulit juga terdapat komponen humoral yang terdiri atas protein anti
mikroba, komplemen dan immunoglobulin. Sedang komponen seluler
umumnya berasal dari luar kulit. Di dalam kulit sel-sel tersebut dapat
bersifat sebagai sel penghuni seperti keratinosit, sel langerhans, sel T dan sel
dendritik. Selain itu juga terdapat sel-sel pendatang seperti monosit,
granulosit dan mastosit. Sedang sel lain bersifat pengembara yaitu sel NK
dan sel dendritik. (modul histologi organ limfatika)
Sistem Imun Bawaan
Imunitas bawaan dipicu oleh invasi mikroorganisme. Pengenalan imun bawaan
prinsipnya dimediasi oleh reseptor selular yang dikenal sebagai Pattern
Recognition Receptor (PRR). Molekul tersebut mendeteksi mikroorganisme
virulen melalui pengenalan protein pemicu yang dimiliki oleh mikroorganisme
yang disebut Pathogen Associated Molecular Pattern (PAMP).
Mediator Selular pada Imunitas Bawaan
Sel-sel epitelial mengekspresikan sejumlah PRR termasuk komplemen serta
reseptor imunoglobulin. Saat teraktivasi oleh patogen atau produknya, sel-sel
tersebut akan melepaskan beberapa kemokin seperti IL-8 yang akan merekrut sel
imun yang lain untuk menuju daerah yang terinfeksi. Dilepaskan pula sejumlah
sitokin proinflamasi seperti IL-1 dan TNFα yang akan mengaktivasi leukosit, dan
beberapa sitokin seperti IL-6, IL-5, TGFβ, dan G-CSF yang mempengaruhi
deferensiasi dan regulais respon limfosit T dan B. Sel epitelial juga
mengekspresikan molekul adesi seperti e-cadherin, ICAM-1, dan LFA-3 yang
penting untuk perlekatan leukosit. Sel epitelial mukosa juga mampu
mengekspresikan MHC klas II dan CD1d, yang diduga dapat mempresentasikan
peptida dan glikolipid antigen pada sel-sel imun mukosal dengan meregulasi sel-
sel imun profesional.
Sel-sel fagositik merupakan komponen utama pada sistem imun bawaan
tipe seluler, dan semua jenis sel fagosit termasuk makrofag, netrofil, eosinofil, sel
mast, sel NK, sel epithelial dan sel dendritik berada pada jaringan mukosa.
Sebagian diantaranya berkembang membentuk karakteristik khusus tergantung
lokasinya, misal sel mast pada mukosa dan makrofag pada lamina propria.
Sel-sel dendritik (SD) adalah sekelompok sel penyaji antigen yang berasal
dari sel progenitor sumsum tulang hemopoetik yang mengawali dan memodulasi
fungsi imun melalui stimulasi sel T naif. Sel langerhans (SL) adalah sel dendritik
imatur yang berada pada epitel skuamous komplek kulit dan mukosa.
Dua tipe SD yang yang lain dijumpai pada jaringan mukosa adalah
myeloid dendritic cell (mDC) dan plasmacytoid dendritic cell (pDC). Keduanya di
jumpai pada lamina propria sebagian besar epitel mukosa, dan mengekspresikan
berbagai kemokin yang mampu berinteraksi dengan berbagai bakteri patogen dan
virus. Jika teraktivasi, sel-sel tersebut akan bermigrasi ke limfonodi regionaln dan
mempresentasikan antigen selanjutnyamngaktivasi sel T naif. Kemampuan mDC
untuk mempromotori respon TH1 atau sel CD4+ TH2 tergantung pada perbedaan
produksi sitokin dan aktivasi kimokin. Sekresi interferon gamma oleh sel TH1
CD4+ memacu aktivasi makrofag dan respon antimikroba protein, sedangkan sel
TH2 umumnya memproduksi sejumlah besar interferon tipe 1 dan sitokin
proinflamasi sebagai respon terhadap infeksi virus.
Makrofag
Epitelial mukosa merupakan reservoir terbesar makrofag pada tubuh. Makrofag
jaringan berasal dari monosit darah dan direkrut ke dalam lamina propria mukosa
oleh kemoatraktan endogen dalam mukosa non-inflamasi. Makrofag lamina
propria dalm jaringan normal tersebut akan mengekspresikan PRR seperti TLR4
dan reseptor Fc, dan sedikit mengekspresikan sitokin proinflamasi, tetapi
kemampuan fagisitik dan bakterisidnya masih intak.
Granulosit
Granulosit adalah se darah putih yang berasal dari sumsum tulang motil, yang
secara cepat akan bermigrasi dari sirkulasi ke jaringan jika teraktivasi. Migrasinya
ke jaringan terjadi karena adanya kemokin selektif seperti IL-8 dan produk
komplemen seperti C5a. Neutrofil mengekspresikan sejumlah PRR yang mampu
mereorganisasi komplemen, Fc, reseptor lektin, TLR-1-10 kecuali TLR-3. Pada
daerah infeksi, neutrofil akan :
1. Memfagosit patogen, menginaktivasinya kedalam acidic endosmes.
2. Melepaskan granula yang mengandung subtstansi anti mikrobial seperti
defensin, lisosim, laktoferin, dan reactive species of oxygen serta nitrogen
yang akan menginaktivasi patogen ekstraseluler.
3. Mensekresi sitokin dan kemokin yang akan mengaktivasi dan merekrut
sel-sel imu tambahan.
Natural Killer (NK) cells
Sel NK merupakan komponen utama sistem imun bawaan yang berperan
penting pada rejeksi hospes terhadap tumor dan sel yang terinfeksi virus. Sel NK
adalah limfosit bergranula besar yang tidak mengekspresikan reseptor antigen sel
T atau sel B, tetapi biasanya mengekspresikan marker permukaan CD16 dan
CD56. Sel NK akan membunuh sel target dengan cara melepaskan protein litik
seperti perforin dan protease yang dikenal sebagai granzymes. Perforin akan
membentuk lubang-lubang pada membran plasma sel target, selanjutnya granzim
mampu masuk dan menginduksi apoptosis, sehingga mendestruksi sel yang
didalamnya terinfeksi virus.
Interferon tipe-1 berperan penting pada aktivasi sel NK, jika dilepas oleh
pDC dan beberapa sel lain saat terinfeksi virus, mereka akan memberi signal ke
sel NK, IL-2 dan IFN-ˠ yang diproduksi oleh sel T teraktivasi, serta IL-2 yang
diproduksi oleh makrofag dan mDC juga dapat mengaktivasi sel NK. sel NK
mengekspresikan reseptor Fc yang akan berikatan dengan Fc antibody sehingga
respon imun humoral teraktivasi dan melisiskan sel melalui antibody-dependent
cellular cytotoxicity (ADCC).
Limfosit
Respon sel T adaptif akan dimulai jika sel T naif menerima signal melalui
reseptornya, molekul kostimulator, dan reseptor sitokin, selanjutnya limfosit T san
B akan mengekspresikan TLR dan beberapa PRRdan berpartisipasi pada respon
imun mawaan maupun adaptif.
Sel-sel tersebut secara cepat akan mengekspresikan faktor-faktor antimikrobial
saat terinfeksi. Antimikrobial yang disekresi antara lain : molekul inorganik (zinc,
hidrogen peroksida, nitrit oksida), dan protein antimikrobial (defensin, katelisidin,
lisozim, azurisidin, katepsin G, fosfolipase A2 dan laktoferin).
1. Respon imun nonspesifik
Terdiri atas fagositosis dan reaksi peradangan. Fagositosis, istilah
yang lebih umum ialah endositosis yang meliputi peristiwa fagositosis, yaitu
ingesti benda asing yang berupa partikel, dan peristiwa pinositosis, yaitu
ingesti benda asing yang bukan berupa partikel. Sel-sel yang dapat
memerankan kedua fungsi tersebut dinamakan fagosit. Pada manusia
fagositosis terutama diperankan oleh sel mononuklear, neutrofil dan
eosinofil. Apabila terangsang, fagosit akan menyerang targetnya (berupa
benda asing) melalui proses fagositosis. Fagositosis merupakan peristiwa
multifase terdiri atas beberapa langkah, yaitu pengenalan benda yang akan
dimakan, pergerakan ke arah targetnya (disebut kemotaksis), melekat,
memakan, dan memusnahkan intraselular melalui mekanisme antimikrobial.
Rangsangan fagosit dapat merupakan peristiwa tersendiri atau bagian reaksi
peradangan.
Peradangan merupakan spektrum peristiwa selular maupun sistemik
yang akan terjadi di dalam tubuh untuk mempertahankan atau memperbaiki
keseimbangan kemostasis akibat perubahan keadaan lingkungan. Akan
terjadi gejala-gejala antara lain demam sebagai akibat peningkatan aktivitas
metabolisme. Peningkatan laju endap darah merupakan gambaran fase akut
sebagai akibat peningkatan kadar fibrinogen dalam darah, aktivasi faktor
Hageman, dan peningkatan aktivitas fibrinolitik. (ikk)
2. Respon imun spesifik
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda
yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan
dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut
menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk
kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. (imunologi
dasar fkui)
Antigen dapat berupa bahan infeksiosa bahkan sering merupakan
protein atau molekul lain. Antigen akan berkontak dengan sel tertentu,
memacu serangkaian kejadian yang mengakibatkan destruksi, degradasi,
atau eliminasi.
Respon imun spesifik ini dapat dibagi dalam 2 segmen :
a. Segmen aferen, meliputi kejadian antara antigen berkontak dengan sel
sehingga timbulnya hipersensitivitas atau imunitas terhadap antigen
tersebut.
b. Segmen eferen, meliputi kejadian antara timbulnya hipersensitivitas
sampai terjadinya eliminasi antigen tersebut yang secara klinis akan
terlihat sebagai proses peradangan.
(ikk)
Meskipun demikian kedua segmen diatas tidak selalu berkaitan dan
proses peradangan tidak selalu harus melalui pacuan antigen. Iritasi,
kimiawi, trauma dapat memacu terjadinya proses peradangan tanpa ikut
sertanya segmen aferen. Perangsangan segmen aferen tidak selalu akan
diikuti oleh perangsangan segmen eferen. (ikk)
Sistem imun dibagi dalam 2 komponen, yaitu :
a. Respon imun humoral, meliputi globulin gama tertentu dan disebut
sebagai imunoglobulin, yang sebagian merupakan antibodi spesifik.
Humor berarti cairan tubuh. Pemeran utama dalam sistem imun
spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B. Sel B berasal dari sel
asal multipoten di sumsum tulang. (IKK)
Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferasi,
berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang
memproduksi antibodi. (imun dasar fkui)
4 tipe reaksi imun, yaitu :
1. Reaksi tipe I (Reaksi Anafilaksis)
Disebabkan oleh penggabungan alergen dengan molekul IgE pada
sel mast atau basofil sehingga terjadi pelepasan mediator
aminvasoaktif, misalnya histamin, serotonin, dan lain-lain. Contoh
dalam klinik ialah urtikaria.
Pada reaksi hipersensitivitas tipe I terdapat manifestasi bentuk
“wheal and flare” yang merupakan “Late Phase Reaction” dari
yang tampak setelah 2-4 jam setelah terpapar oleh alergen dan
berangsur-angsur menghilang setelah 24 jam. Hal tersebut dapat
terjadi karena pada degranulasi dari sel mast terjadi pelepasan
mediator-mediator inflamasi diantaranya adalah Cytokine Tumor
Necrosis Factor (TNF) yang dapat menginduksi sel endotel untuk
mengekspresikan “leukocyte adhesion molecules” seperti E-
Selectin, Intercelluler Adhesion Molecule-1 (ICAM-1) yang dapat
menyebabkan bermigrasinya sel PMN dari intravaskuler ke
jaringan sehingga dapat menyebabkan oedem lokal (wheal) serta
adanya vasodilatasi karena pengaruh dari Histamin menyebabkan
warna kemerahan.
2. Reaksi tipe II (Reaksi Sitotoksis)
Memerlukan penggabungan antara IgG atau IgM dengan antigen
yang umurnya melekat pada sel. Apabila sistem komplemen
teraktivasi, akan terpacu sejumlah reaksi yang berakhir sebagai
lisis atau fagositosis virus, bakteri maupun antigen lain.
Pada hipersensitivitas tipe II terjadi aktivasi sel fagosit. Sel fagosit
adalah sel yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
pinositosis (engulfment) suatu antigen, yang termasuk sel fagosit
ini adalah sel dendritik yang ada di lapisan kulit dan organ limfoid,
monosit yang ada di cairan darah dan makrofag yang terdapat pada
jaringan.
3. Reaksi tipe III (Reaksi Kompleks Imun)
Terbentuk oleh agregasi antara antigen, antibodi dan komplemen.
Reaksi ini dapat terjadi pada jaringan atau dalam sirkulasi.
Beberapa kompleks imun dengan ukuran tertentu tidak mudah
dimusnahkan oleh sistem fagosit dan akan bereaksi dengan dinding
pembuluh darah atau jaringan lain. Aktivasi komplemen akan
dapat menyebabkan kerusakan jaringan.(ikk)
Komplemen adalah protein yang dihasilkan di hepar yang berperan
dalam peristiwa sitolisis, inflamasi dan opsonisasi. Aktivasi
komplemen ada 2 jalur yaitu jalur klasik dan jalur alternatif. Jalur
klasik dimulai dari aktifasi komponen komplemen C1 oleh antigen-
antibodi komplek (Ag-Ab Complex). Sedangkan aktifasi jalur
alternatif dimulai dari komponen komplemen C3 oleh properdin
dan factor D.
4. Reaksi tipe IV (Delayed Type Hipersensitivity)
Hipersensitivitas tipe IV berbeda dengan tiga tipe hipersensitivity
sebelumnya dimana pada tipe IV ini mediator yang berperan bukan
respon imun humoral (antibodi) tetapi respon imun seluler. Pada
tipe IV ini alergen diikat oleh reseptor sel T (TCR) kemudian sel
limfosit T yang teraktivasi melepas mediator humoral yang berupa
sitokin yang dapat mengaktifkan sel fagosit seperti makrofag untuk
melepas mediator inflamasi dan melakukan aktivasi fagositosis.
b. Respon imun selular, akan diperankan oleh limfosit serta produknya
yang disebut sebagai limfokin dan menyebabkan reaksi
hipersensitivitas tipe lambat. (ikk)
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel
tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang
dewasa, sel T dibentuk di dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan
diferensinya terjadi di dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai
faktor asal timus. 90-95% dari semua sel T dalam timus tersebut mati
dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya meninggalkan timus
untuk masuk ke dalam sirkulasi. (imun dasar fkui)
Sebelum sel T dapat bereaksi terhadap antigen, maka antigen tersebut
harus diproses serta disajikan kepada sel T oleh makrofag atau sel
Langerhans. Setelah terjadi interaksi antara makrofag, antigen, dan sel
T, maka sel tersebut akan mengalami transformasi blastogenesis
sehingga terjadi peningkatan aktivitas metbolik. Selama mengalami
proses transformasi tersebut sel T akan mengeluarkan zat yang disebut
sebagai limfokin, yang mampu merangsang dan mempengaruhi reaksi
peradangan selular. Berbagai macam limfokin, yang mampu
merangsang dan mempengaruhi reaksi peradangan selular, antara lain
faktor penghambat migrasi makrofag (Macrophage Inhibitory Factor);
faktor aktivasi makrofag (Macrophage Activating Factor); faktor
kemotaktik makrofag; faktor penghambat leukosit (Leucocyte
Inhibitory Factor); interferon dan limfotoksin. Mediator-mediator
tersebut mampu mempengarauhi makrofag, PMN, limfosit, dan sel-sel
lain sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas lambat (tipe IV). Contoh
dalam biang penyakit kulit ialah dermatitis kontak alergik.
Reaksi peradangan yang dipacu oleh limfokin dimulai dengan aktivasi
limfosit oleh adanya kontak dengan antigen spesifik yang mampu
mengeluarkan faktor kemotaktik limfokin yang akan membawa sel
radang ke tempat kontak. Sel-sel tersebut akan ditahan di tempat
aktivasi limfosit oleh faktor penghambat migrasi makrofag dan faktor
penghambat leukosit. Kemudian makrofag akan diaktivasi oleh faktor
aktivasi makrofag menjadi sel pemusnah (killer cell) yang
mengakibatkan kerusakan jaringan. Terjadi jalinan amplifikasi yang
melibatkan faktor mitogenik limfosit, akan menyebabkan limfosit lain
berperan serta pada respons hipersensitivitas lambat ini. Makrofag
dapat juga berperan dalam respon imun dengan jalan mengeluarkan
monokin, misalnya interleukin 1 yang melibatkan limfosit untuk
berperan serta dalam reaksi peradangan tersebut. Mengikuti terikatnya
antigen spesifik dengan permukaan sel T, sel T akan mengalami
proliferasi klonal untuk memproduksi turunan limfosit yang secara
genetik diprogramkan untuk bereaksi dengan antigen spesifik yang
telah mengaktivasi sel pendahulunya. Proliferasi klonal biasanya
terjadi di jaringan limfoid. Sistem imun selular akan diatur oleh subset
sel T, disebut sebagai sel T penekan dan sel T penolong yang akan
menambah atau menekan respon imun dan mengatur sintesis antibodi,
sehingga kedua sel tersebut di atas merupakan penghambat antara
sistem imun selular dan sistem imun humoral.
Macam macam kelainan kelenjar sudorifera
A. Kelenjar Apokrin
1. Bromhidrosis
Adalah suatu keadaan dimana bau yang hebat menusuk hidung keluar
dari kulit. Terdapat dua jenis, bromhidrosis apokrin (akibat
penguraian keringat) dan bromhidrosis akrin (akibat degradasi
mikrobiologik pada stratum korneum yang melunak karena produksi
keringat ekrin yang berlebihan).
2. Kromhidrosis
Adalah kelainan yang ditandai adanya sekresi keringat apokrin yang
berwarna. Ada dua bentuk klinis yaitu, fasial dan aksiler. Terjadinya
diduga disebabkan oleh meningkatnya jumlah ekskresi keringat
apokrin diikuti oleh oksidasi yang meningkat pada lipofuchsin
(pigmen bentuk granuler yang normal terdapat pada kelenjar
apokrin).
3. Hidradenitis supurativa
Merupakan penyakit kronis supuratif dan sikartikal pada kulit lokasi
kelenjar apokrin, terutama aksila dan anogenital.
Etiopatogenesis: pada awlanya terjadi sumbatan keratin pada duktus
apokrin distal diduga karena gesekan atau iritasi bahan kimia
selanjutnya terjadi pelebaran duktus diikuti masuknya bakteri (yang
tersering Staphylococcus, Streptococcus, dan E.coli) yang kemudian
terjebak di bawah tempat yang tersumbat.
top related