FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI MINYAK ATSIRI …digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · Hasanuddin, Korps Asisten Biofarmasi Fakultas Farmasi Universitas
Post on 02-Mar-2019
235 Views
Preview:
Transcript
i
FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI MINYAK ATSIRI DAUN JERPAYA (Citrus medica L.
var. proper) MENGGUNAKAN SURFAKTAN POLISORBAT-20 DAN POLISORBAT-80
FORMULATION AND EVALUATION OF ESSENTIAL OIL JERPAYA LEAVES MICROEMULSION (Citrus
medica L. var. proper) USING SURFACTANT POLYSORBATE-20 AND POLYSORBATE-80
ADE NURUL AMALIA N111 14 313
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2018
ii
FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI MINYAK ATSIRI DAUN JERPAYA (Citrus medica L. var. proper) MENGGUNAKAN
SURFAKTAN POLISORBAT-20 DAN POLISORBAT-80
FORMULATION AND EVALUATION OF ESSENTIAL OIL JERPAYA LEAVES MICROEMULSION (Citrus medica L. var. proper) USING
SURFACTANT POLYSORBATE-20 AND POLYSORBATE-80
SKRIPSI
Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
ADE NURUL AMALIA N111 14 313
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iii
FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI MINYAK ATSIRI DAUN JERPAYA (Citrus medica L. var. proper) MENGGUNAKAN
SURFAKTAN POLISORBAT-20 DAN POLISORBAT-80
ADE NURUL AMALIA
N111 14 313
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama,
Dr. Aliyah, M.S., Apt.
NIP. 19570704 198603 2 001
Pembimbing Pertama, Pembimbing Kedua,
Ismail, S.Si., M.Si., Apt. Dr. Sartini, M.Si., Apt.
NIP. 19850805 201404 1 001 NIP. 19611111 198703 2 001
Pada tanggal 9 Mei 2018
iv
SKRIPSI
FORMULASI DAN EVALUASI MIKROEMULSI MINYAK ATSIRI DAUN JERPAYA (Citrus medica L. var. proper) MENGGUNAKAN
SURFAKTAN POLISORBAT-20 DAN POLISORBAT-80
FORMULATION AND EVALUATION OF ESSENTIAL OIL JERPAYA LEAVES MICROEMULSION (Citrus medica L. var. proper) USING
SURFACTANT POLYSORBATE-20 AND POLYSORBATE-80
Disusun dan diajukan oleh :
ADE NURUL AMALIA N111 14 313
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakutas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal 9 Mei 2018
Panitia Penguji Skripsi
1. Ketua : Dr. Latifah Rahman, DESS., Apt. ………
2. Sekretaris : Dra. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt. ………
3. Ex. Officio : Dr. Aliyah, M.S., Apt. ………
4. Ex.Officio : Ismail, S.Si., M.Si., Apt. ………
5. Ex.Officio : Dr. Sartini, M.Si., Apt. ………
6. Anggota : Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. ………
Mengetahui,
Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt.
NIP. 19641231 1999002 1 005
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar - benar adalah
hasil karya saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak
benar, maka skripsi dan gelar yang diproleh, batal demi hukum.
Makassar, 9 Mei 2018
Yang menyatakan, Ade Nurul Amalia N111 14 313
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulilahi Rabiil ‘alamiin. Puji syukur penulis panjatkan kepada
Allah swt atas rahmat dan segala karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan dan merampungkan skripsi ini sebagai persyaratan untuk
meneyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana di Program Studi
Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Salawat dan salam
pun tak lupa pula penulis panjatkan kepada baginda Rasulullah
Muhammad saw. yang menjadi panutan untuk terus menuntut ilmu dan
memberikan manfaat kepada sesama.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini begitu
banyak kesulitan yang dihadapi. Meskipun begitu, penulis banyak
menerima bimbingan, petunjuk dan bantuan serta dorongan dari berbagai
pihak baik yang bersifat moral maupun material. Oleh kerena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih, rasa
hormat yang sebesar – besarnya dan penghargaan setinggi - tingginya
kepada :
1. Ibu Dr. Aliyah, M.S., Apt. selaku pembimbing utama, Bapak Ismail,
S.Si., M.Si., Apt. selaku pembimbing pertama dan Ibu Dr. Sartini,
M.Si., Apt. selaku pembimbing kedua atas keikhlasan dan kesabaran
telah meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan
bimbingan, nasehat serta dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
vii
2. Ibu Dr. Latifah Rahman, DESS., Apt., Ibu Dra. Aisyah Fatmawaty,
M.Si., Apt., dan Ibu Dra. Rosany Tayeb, M.Si., Apt. selaku tim penguji
ujian skripsi atas kritik dan sarannya dalam penyelesaian skripsi ini.
3. Bapak Drs. Syaharuddin, M.Si., Apt. selaku penasehat akademik yang
selalu memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan.
4. Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin.
5. Dosen, dan Staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin atas
bantuan sarana dan motivasi yang diberikan selama perkuliahan
hingga penelitian selesai.
6. Laboran Laboratorium Mikrobiologi dan Farmasetika Fakultas
Farmasi kepada Ibu Haslia, S.Si., dan Ibu Sumiati, S.Si., serta
laboran Biofarmaka Fakultas Farmasi kepada Kak Dewi dan Kak
Rida atas segala bantuan dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
7. Kak Andi Dian Permana, S.Si., M.Si., Apt., Kak Rangga M. Asri,
S.Si., Apt., Kak Achmad Himawan, S.Si., Apt., dan Kak Qonita
Kurnia Anjani, S.Si., Apt. atas segala bimbingan, bantuan, nasihat
dan motivasi yang diberikan untuk penulis.
8. Sahabat terdekat penulis Najiyah, Ainiah, Desya, Syarifah, Niar,
Heriyanti, Fatwa, Nurul, Tita, Azka dan Nisa serta teman-teman
farmasi angkatan 2014 HIOS14MIN atas segala bantuan, dukungan,
kebahagiaan, waktu, dan menjadi tempat keluh kesah penulis.
viii
9. Korps Asisten Farmasetika Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin, Korps Asisten Biofarmasi Fakultas Farmasi Universitas
Hasanuddin, seluruh anggota KEMAFAR-UH yang tidak dapat
disebutkan namanya satu persatu.
10. Sahabat spesial penulis Anjas Nugraha, Ika Radjlun, Maysharah,
Nurul Annisa, Ainun dan Indira yang selalu ada dalam suka dan duka.
11. Teman seperjuangan selama penelitian ini berlangsung, Rezky
Raudah Yunus atas segala bantuan dan kerjasamanya selama ini.
12. Pihak yang tidak sempat disebut namanya satu persatu.
Akhirnya, semua ini tiada artinya tanpa dua orang yang berharga
dalam kehidupan penulis, Ayahanda Yusuf Solihan dan Ibunda tercinta
Nurliati yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan cinta,
kasih sayang, dukungan materil dan nonmateril yang begitu tulus serta
senantiasa mengirimkan do’a sehingga penulis bisa seperti sekarang ini.
Penulis menyadari akan segala keterbatasan yang dimiliki sehingga
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
untuk menciptakan karya yang lebih baik kedepannya sangat penulis
harapkan. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat
memberikan manfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan, terkhusus
dalam bidang farmasi. Aamiin yaa rabbal ‘alamiin.
Makassar, 9 Mei 2018 Ade Nurul Amalia
ix
ABSTRAK
ADE NURUL AMALIA. Formulasi dan Evaluasi Mikroemulsi Minyak Atsiri Daun Jerpaya (Citrus medica L. var. proper) Menggunakan Surfaktan Polisorbat-20 dan Polisorbat-80 (dibimbing oleh Aliyah, Ismail, dan Sartini) Minyak atsiri daun jerpaya (Citrus medica L. var. proper) diketahui memiliki kandungan senyawa limonen yang dapat digunakan sebagai bahan aktif dalam pembuatan sediaan. Minyak atsiri memiliki sifat mudah menguap yang dapat mengganggu aktivitas biologisnya, sehingga cocok diformulasi ke dalam sistem mikroemulsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan surfaktan polisorbat-20 dan polisorbat-80 terhadap stabilitas fisik mikroemulsi. Mikroemulsi dibuat dengan metode titrasi. Sebelum dilakukan pembuatan mikroemulsi, terlebih dahulu dilakukan penentuan konsentrasi bahan-bahan menggunakan diagram terner, dan diperoleh konsentrasi untuk F1 polisorbat-20 80%, F2 polisorbat-80 80%, dan F3 kombinasi polisorbat-20 dan polisorbat-80 masing-masing 15% dengan konsentrasi minyak atsiri masing-masing 5%. Selanjutnya dilakukan evaluasi mikroemulsi sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat. Evaluasi mikroemulsi meliputi organoleptik, homogenitas, tetes terdispersi, persen transmitans, daya sebar, dan viskositas. Hasil penelitian menunjukkan semua formula memiliki bentuk spheris dengan ukuran kurang dari 100 µm dan hasil yang terbaik ditunjukkan oleh mikroemulsi pada F2. Kata kunci : Minyak atsiri daun jerpaya, mikroemulsi, diagram terner,
surfaktan polisorbat, evaluasi.
x
ABSTRACT
ADE NURUL AMALIA. Formulation and Evaluation of Essential Oil Jerpaya Leaves Microemulsion (Citrus Medica L. var. proper) Using Surfactant Polysorbate-20 and Polysorbate-80 (supervised by Aliyah, Ismail, and Sartini) Jerpaya leave (Citrus medica L. var Proper) is well-known as natural source containing limonene, one of essential oil. Those oil with volatile properties may interfere its biological activity allowing the volatile ones to be incorporated into the microemulsion system. This study aims to determine the use of polysorbate-20 and polysorbate-80 surfactants to the good physical stability of microemulsions. Microemulsion prepared by titration method. Prior to prepare the microemulsion, the concentration of the components was determine by ternary diagram method, concentration of F1 polysorbate-20 80%, F2 polysorbate-80 80%, and F3 combination of polysorbate-20 and polysorbate-80 respectively 15%, with the essential oil concentration 5% each formula were obtained. Evaluations of microemulsions before and after stress conditions included organoleptic test, homogeneity, droplet dispersed, percent transmitansce, spreadability, and viscosity. Results showed all of the formula have spherical shape sized less than 100 μm. Based on the evaluation test F2 have a great stability of microemulsion. Keywords: Essential oil, microemulsion, ternary diagrams, surfactant polysorbate, evaluation.
xi
DAFTAR ISI
halaman
UCAPAN TERIMA KASIH vi
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR GAMBAR xv
DAFTAR LAMPIRAN xvi
BAB I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 2
I.3 Tujuan Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4
II.1 Uraian Tanaman 4
II.1.1 Klasifikasi Tanaman Jeruk Pepaya 4
II.1.2 Morfologi Tanaman 4
II.1.3 Kandungan Kimia 5
II.2 Minyak Atsiri dan Metode Destilasi 5
II.2.1 Minyak Atsiri 5
II.2.2 Metode Destilasi 6
II.3 Uraian Umum 8
II.3.1 Mikroemulsi 8
xii
halaman
II.3.2 Surfaktan 10
II.3.3 Diagram Fase Terner 11
II.4 Evaluasi Kestabilan Mikroemulsi 13
II.5 Uraian Bahan Tambahan 15
II.5.1 Asam Oleat 15
II.5.2 Polisorbat 16
II.5.3 Propilenglikol 17
BAB III METODE PENELITIAN 18
III.1 Alat dan Bahan 18
III.2 Metode Kerja 18
III.2.1 Pengiapan Daun Jerpaya 18
III.2.2 Destilasi Daun Jerpaya 18
III.2.3 Penentuan Konsentrasi Formula Mikroemulsi 19
III.2.4 Pembuatan Mikroemulsi 20
III.2.5 Evaluasi Mikroemulsi Minyak Atsiri Daun Jerpaya 21
III.2.5.1 Pengamatan Organoleptik 21
III.2.5.2 Uji Homogenitas 21
III.2.5.3 Pengukuran Tetes Terdispersi 21
III.2.5.4 Pengukuran Persen Transmitans 21
III.2.5.5 Pengukuran Daya Sebar 22
III.2.5.6 Pengukuran Viskositas dan Studi Reologi 22
III.2.5.7 Pengumpulan dan Analisis Data 23
xiii
halaman
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 24
IV.1 Pembuatan Mikroemulsi Minyak Atsiri Daun Jerpaya (Citrus medica L. var. proper) 24
IV.2 Evaluasi Stabilitas Fisik Mikroemulsi 27
IV.2.1 Uji Organoleptik 27
IV.2.2 Uji Homogenitas 30
IV.2.3 Pengukuran Tetes Terdispersi ....................................................... 31
IV.2.4 Pengukuran Persen Transmitans .................................................. 32
IV.2.5 Pengukuran Daya Sebar ............................................................... 34
IV.2.6 Pengukuran Viskositas dan Reologi .............................................. 34
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 36
V.1 Kesimpulan 36
V.2 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 37
LAMPIRAN 40
xiv
DAFTAR TABEL
halaman
1. Komposisi formula mikroemulsi 20
2. Hasil uji organoleptik 27
3. Hasil pengamatan homogenitas 30
4. Hasil pengukuran persen transmitans 33
xv
DAFTAR GAMBAR
halaman
1. Diagram fase terner ................................................................... 44 12
2. Struktur asam oleat ................................................................... 15 ........................................................................................................ 3. diagram terner formula 1 ........................................................... 25
4. Diagram terner formula 2 ........................................................... 25
5. Diagram terner formula 3 ........................................................... 25
6. Hasil pengamatan organoleptik mikroemulsi sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat .......................................... 28
7. Hasil pengamatan homogenitas mikroemulsi sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat .......................................... 30
8. Hasil pengukuran tetes terdispersi mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya ................................................................ 31
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
1. Skema Kerja ............................................................................. 40
2. Skema Evaluasi Stabilitas Fisik Mikroemulsi ............................ 41
3. Hasil Evaluasi Stabilitas Fisik Mikroemulsi ............................... 41
4. Hasil Pengukuran Persen Transmitans .................................... 42
5. Gambar Tanaman Jeruk Pepaya .............................................. 43 6. Perhitungan Formula Mikroemulsi ............................................ 44 7. Perhitungan Persentasi Nilai Absolut Uji Transmitans .............. 46 8. Dokumentasi Penelitian ............................................................ 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanaman jeruk mengandung metabolit sekunder, seperti flavonoid,
kareotenoid, dan limonoid yang banyak terdapat dalam daun, kulit buah, biji,
dan bulir jeruk (Devy dkk, 2010). Minyak atsiri jeruk umumnya mengandung
senyawa dominan yang dikenal dengan limonen (Trevor, 1995). Menurut
hasil penelitian Jiajia (2011) minyak atsiri jeruk dapat diformulasi menjadi
beberapa sistem penghantaran obat, yaitu mikroemulsi, nanoemulsi, serta
emulsi dan hasil formulasi yang optimal diperoleh pada sistem mikroemulsi.
Salah satu varian jeruk adalah jeruk papaya (Citrus medica L. var. proper)
(Marsius, 2015). Hasil penelitian Marsius (2015) menunjukkan bahwa kulit
jeruk papaya (Citrus medica L. var. proper) memilki kandungan senyawa
hesperidin, minyak atsiri, limonen, triterpenoid, tanin, dan flavonoid.
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap sehingga dapat
mempengaruhi kestabilan dan aktivitas biologisnya (Terjarla, 1999). Masalah
ini dapat diatasi dengan memasukkan minyak atsiri ke dalam drug delivery
system, salah satunya mikroemulsi (Terjarla, 1999).
Mikroemulsi adalah sistem yang stabil secara termodinamika yang
terbentuk spontan di bawah komposisi dan kondisi lingkungan tertentu.
Mikroemulsi cenderung memiliki tetesan yang sangat kecil, yaitu kurang dari
25 nm dibandingkan dengan panjang gelombang cahaya, yang berarti bahwa
2
mikroemulsi cenderung tampak transparan atau tembus cahaya (Lawrence,
2000). Keuntungan mikroemulsi yaitu dapat meningkatkan kelarutan obat,
stabil secara termodinamika dan mudah dibuat. Selain itu mikroemulsi juga
dapat meningkatkan permeasi obat lipofilik serta obat hidrofilik (Eccleston,
1988).
Untuk membentuk mikroemulsi yang stabil, dibutuhkan surfaktan dan
kosurfaktan yang bekerja mengurangi tegangan antarmuka antara dua fase
yang tidak bercampur (Anoop dkk, 2014). Surfaktan polisorbat-20 dan
polisorbat-80 sering digunakan untuk melarutkan beberapa minyak esensial
dan senyawa alami murni. Kedua surfaktan ini dipilih karena memiliki Critical
Micelle Concentration (CMC) rendah, sehingga bisa membentuk micelle
untuk pelarutan dalam air bahkan pada konsentrasi surfaktan yang rendah
(Edris dan El-Galeel, 2010).
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul rumusan masalah seperti
berikut:
1. Bagaimana penggunaan diagram fase dalam menentukan konsentrasi
bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi mikroemulsi minyak atsiri
daun jerpaya
2. Apakah penambahan surfaktan polisorbat-20 dan polisorbat-80 dapat
membentuk formula mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya yang baik
3
I.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian
ini adalah untuk :
1. Mengetahui cara menentukan konsentrasi bahan-bahan yang digunakan
dengan diagram fase dalam formulasi mikroemulsi minyak atsiri daun
jerpaya
2. Menentukan surfaktan polisorbat-20 dan polisorbat-80 yang dapat
membentuk mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya yang baik
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian Tanaman
II.1.1 Klasifikasi Tanaman Jeruk Pepaya
Jeruk Pepaya (Citrus medica L. var. proper) merupakan tanaman
dengan tatanan taksonomi sebagai berikut (Marsius, 2015) :
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Sapindales
Famili : Rutaceae
Genus : Citrus
Species : Citrus medica L. var. proper
Nama Lokal : Jeruk Pepaya
II.1.2 Morfologi Tanaman
Jeruk Pepaya (Citrus medica L. var. proper) merupakan tumbuhan
yang secara morfologi memiliki tinggi batang mencapai 2 m, daun
berbentuk lonjong, cabang tidak teratur dan memiliki duri tajam. Daun dari
varietas jeruk ini sangat aromatik. Bunganya berwarna putih dengan ujung
bunga berwarna kuning, beraroma wangi. Buah Jeruk papaya berwarna
hijau muda pada saat kecil, setelah besar dan matang akan berubah
menjadi warna kuning. Bentuk buah jeruk peraya besarnya dapat
mencapai 20 cm dengan diameter 10 cm. Walaupun bentuknya seperti
5
pepaya, namun bukan spesies Carica papaya, tetapi suatu varietas dari
jeruk C. medica L. varietas proper yang dikenal sebagai sukade citroen
atau jeruk sukade (Saunt, 2000).
II.1.3 Kandungan Kimia
Daun jeruk pepaya meiliki kandungan senyawa hisperidin dan minyak
atsiri. Minyak atsiri jeruk terdiri atas banyak senyawa yang sifatnya mudah
menguap. Tiap varietas jeruk memiliki variasi komposisi kandungan
senyawa yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan aroma yang
ditimbulkan. Walaupun demikian, minyak atsiri jeruk umumnya
mengandung senyawa dominan yang dikenal dengan nama limonen.
Kandungan senyawa limonen bervariasi antara varietas jeruk yaitu antara
70-92% (Trevor, 1995).
II.2 Minyak Atsiri dan Metode Destilasi
II.2.1 Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah menguap, dengan
komposisi dan titik didih yang berbeda-beda. Setiap substansi yang
mudah menguap sangat dipengaruhi oleh suhu. Minyak atsiri didefinisikan
sebagai produk hasil penyuligan dengan uap dari bagian-bagian suatu
tumbuhan (Guenther, 1987).
Minyak atsiri adalah campuran kompleks dari senyawa volatil yang
dihasilkan oleh organisme hidup dan diisolasi dengan cara fisik, seperti
menekan ataupun dengan mendestilasi dari seluruh tanaman atau bagian
6
tanaman. Komposisi minyak atsiri sering berubah di setiap bagian-bagian
tanaman. Perbedaan bisa disebabkan karena adanya perbedaan
lingkungan. Namun secara umum, perbedaan terjadi karena adanya
perbedaan genetik yang jauh lebih besar pengaruhnya daripada kondisi
lingkungan yang berbeda (Baser dan Gerhard, 2010).
II.2.2 Metode Destilasi
Destilasi merupakan proses pemisahan dua atau lebih komponen
dalam suatu campuran berdasarkan perbedaan titik didih dengan panas
sebagai tenaga pemisahnya. Proses destilasi memerlukan beberapa
persyaratan pokok yaitu (Winkle, 1967) :
1. Komposisi uap harus berbeda dengan komposisi cairan yang berada
dalam keseimbangan
2. Kedua komponen dalam titik didih ini mempunyai titik didih yang
berbeda
Minyak atsiri dapat diperoleh dengan melakukan destilasi
(penyulingan). Ada tiga metode destilasi yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan minyak atsiri kayu manis yaitu metode destilasi air, metode
destilasi air dan uap, serta metode destilasi uap langsung. Pemilihan
metode destilasi tergantung pada jenis bahan yang digunakan, dengan
mempertimbangkan cara destilasi yang paling ekonomis untuk
mendapatkan minyak atsiri yang mutunya baik (Guenther, 1987).
7
a. Metode Destilasi Air
Pada metode ini bahan langsung berkontak dengan air dan terendam
dalam air mendidih. Pengisian bahan tidak boleh terlalu padat dan penuh
sebab dapat meluap ke dalam kondensor atau bahan tidak dapat bergerak
leluasa sehingga dapat menggumpal dan dapat menyebabkan rendamen
minyak turun. Pemanasan air dilakukan dengan sistem mantel uap
sehingga potensi terjadi kehangusan dapat dihindarkan, untuk itu
penambahan air yang cukup selama penyulingan akan mencegah hasil
yang tidak diinginkan. Metode penyulingan ini merupakan metode
penyulingan yang praktis dengan peralatan penyulingan yang relatif
sederhana dan murah (Guenther, 1987).
b. Metode Destilasi Air dan Uap
Pada destilasi ini, bahan yang akan didestilasi diletakkan di atas
saringan berlubang. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air tidak
jauh berada di bawah saringan. Uap yang dihasilkan pada destilasi selalu
dalam keadaan basah dan jenuh serta bahan yang didestilasi hanya
berhubungan dengan uap, tidak dengan air panas. Secara umum, pada
metode ini uap air jenuh akan berpenetrasi ke dalam bahan sehingga
akan terbentuk campuran uap air dan minyak dalam jaringan tanaman.
Selanjutnya minyak akan berdifusi ke permukaan bahan dan diuapkan.
Peningkatan suhu destilasi akan mempercepat proses difusi. Pengisian
dan keseragaman ukuran bahan harus diperhatikan sehingga uap akan
mudah berpenetrasi dan merata dalam bahan. Destilasi dengan uap dan
8
air baik digunakan untuk bahan yang permukaannya tidak terlalu tebal dan
keras, misalnya daun-daunan dan kulit yang tipis (Guenther, 1987).
c. Metode Destilasi Uap
Pada metode destilasi ini, uap yang digunakan adalah uap jenuh
atau uap panas yang bertekanan 1 atm yang dihasilkan oleh ketel uap
yang letaknya terpisah dari ketel suling. Uap dialirkan melalui pipa uap
berlingkar dan berpori yang terletak di bawah bahan olah, dan bergerak ke
atas melalui bahan di atas saringan. Tekanan uap dalam ketel suling
diatur sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Proses difusi akan
berlangsung dengan baik jika uap sedikit basah. Destilasi sebaiknya
dimulai dengan tekanan rendah (1 atm), kemudian dinaikkan perlahan-
lahan. Destilasi uap langsung baik digunakan untuk memisahkan minyak
atsiri dari biji-bijian, akar dan kayu yang permukaannya keras dan
biasanya mengandung minyak yang bertitik didih tinggi (Guenther, 1987).
II.3 Uraian Umum
II.3.1 Mikroemulsi
Mikroemulsi adalah sediaan yang bersifat homogen, transparan, dan
stabil secara termodinamik (Aulton, 2002). Mikroemulsi terbentuk secara
spontan ketika komponen dicampur dalam rasio yang sesuai (Aulton,
2002). Sediaan mikroemulsi memiliki banyak kelebihan dibandingkan
dengan emulsi biasa (Jufri dkk, 2006). Sistem homogen ini dapat
divariasikan dengan konsentrasi surfaktan maupun rasio minyak dan air
9
(20-80%) (Eccleston dkk, 1988). Semua bahan yang digunakan harus
memiliki viskositas rendah (Eccleston dkk, 1988).
Pembuatan mikroemulsi tidak membutuhkan proses pengadukan
yang tinggi sehingga dengan pengadukan kecepatan rendah akan segera
membentuk dispersi yang transparan secara spontan. Pengamatan
mikrograf elektron menunjukkan bahwa sistem yang terbentuk memiliki
tetes terdispersi yang spheris, dan dispersi transparan terdiri atas tetes
mikro oleh air dalam minyak (A/M) atau minyak dalam air (M/A) yang
dikelilingi oleh lapisan tegangan permukaan yang dibentuk oleh surfaktan
dan kosurfaktan. Ukuran tetes terdispersi (100-600 nm) merupakan
ukuran yang sangat kecil dibandingkan ukuran tetes terdispersi emulsi
biasa (Klich dkk, 1992).
Formulasi mikroemulsi terdiri atas tiga hingga lima komponen, yaitu
fase minyak, fase air, surfaktan primer, dan biasanya juga ditambahkan
surfaktan sekunder (kosurfaktan), serta elektrolit. Sistem isotropik ini
biasanya lebih sulit untuk diformulasi dibandingkan dengan emulsi biasa,
karena formasinya merupakan proses yang sangat spesifik termasuk
interaksi spontan yang terjadi antara molekul penyusunnya (Block, 1996).
Waktu dan temperatur mempengaruhi pemisahan mikroemulsi yang
telah dibuat. Selama waktu penyimpanan, emulsi menjadi tidak stabil.
Ketidakstabilan yang terjadi pada emulsi yang juga terjadi pada
mikroemulsi yaitu :
10
1. Creaming
Partikel yang lebih besar membentuk krim jauh lebih cepat
dibandingkan partikel yang lebih kecil. Pembentukan agregat yang lebih
besar akan mempercepat pembentukan krim. Jika pembentukan krim
tanpa agregasi, mikroemulsi dapat terbentuk kembali dengan pengocokan
atau pengadukan.
2. Flokulasi
Flokulasi dari fase terdispersi bisa berlangsung sebelum, selama,
dan setelah pembentukan krim.
3. Coalescene
Penggumpalan adalah proses dimana partikel-partikel yang telah
terdispersi merata akan bergabung membentuk partikel yang lebih besar
(Lachman dkk, 1987).
II.3.2 Surfaktan
Surfaktan merupakan zat aktif permukaan yang memiliki gugus polar
dan nonpolar. Gugus-gugus tersebut menyebabkan butir-butir minyak
terdispersi dalam air atau sebaliknya, membentuk emulsi air dalam minyak
atau minyak dalam air dengan bantuan pengadukan. Surfaktan digunakan
sebagai pembasah dan sebagai pencegah pengkristalan. Surfaktan juga
digunakan dalam emulsi, untuk pelarut steroid, dan lemak pelarut vitamin
(Sinkon, 2002).
Penggunaan surfaktan tunggal dapat mencairkan mikroemulsi tanpa
merusaknya. Mikroemulsi umumnya terbentuk pada konsentrasi surfaktan
11
yang tinggi. Emulsifikasi spontan dapat terjadi jika surfaktan atau sistem
surfaktan mencapai konsentrasi yang cukup untuk menurunkan nilai
tegangan antar muka hampir nol. Pembentukan sistem yang tepat dapat
meningkatkan stabilitas zat-zat obat yang kurang stabil dan dapat
meningkatkan ketersediaan obat (bioavailabilitas). Surfaktan yang
digunakan dapat berupa anionik seperti logam alkali dan sabun
ammonium, sabun dari logam divalen dan trivalen (misalnya, sabun
kalsium oleat dan amina, senyawa sulfat dan sulfonasi (misalnya, natrium
lauril sulfat). Surfaktan kationik, surfaktan amfoter seperti lecitin, dan
surfaktan nonionik, seperti glikol dan gliserol ester (misalnya, gliserol
monostearat), sorbitan ester, polisorbat, eter poliglikol, alkohol berlemak
(misalnya, setilen atau setostearil alkohol), dan asam lemak poliglikol
(Swarbrick, 2007).
II.3.3 Diagram Fase Terner
Diagram fase menunjukkan batasan perbedaan fase sebagai fungsi
komposisi multi komponen. Penggunan diagram fase sangat dibutuhkan
dalam pembuatan mikroemulsi. Adanya tiga komponen pembentuk
mikroemulsi membuat salah satu sumbu pada diagram fase menjadi rasio
dari dua komponen, biasanya menunjukkan campuran surfaktan dengan
kosurfaktan dan sumbu lainnya menunjukkan komponen air dan minyak.
Campuran surfaktan dipilih untuk menentukan daerah terbentuknya
mikroemulsi (Santos dkk, 2008).
12
Gambar 1. Diagram Fase Terner (Aulton, 2002)
Dalam proses penentuan konsentrasi menggunakan diagram fase,
hal-hal yang harus diperhatikan adalah (Sinkon, 2002) :
1. Masing-masing sudut atau puncak segitiga menunjukkan 100% berat
salah satu komponen
2. Ketiga garis yang menghubungkan titik-titik sudut menunjukkan
campuran dua komponen dari tiga kombinasi
3. Daerah di dalam segitiga menunjukkan semua kombinasi seluruh
komponen yang mungkin untuk menghasilkan sistem tiga komponen
4. Jika suatu garis digambarkan dari sudut tertentu menuju satu titik
pada sisi yang berlawanan, semua sistem yang ditunjukkan oleh titik-
titik pada garis tersebut mempunyai perbandingan dua komponen
yang konstan
13
5. Setiap garis yang digambarkan sejajar dengan salah satu sisi segitiga
menunjukkan sistem terner dengan perbandingan satu komponen
bernilai konstan.
II.4 Evaluasi Kestabilan Mikroemulsi
Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kestabilan mikroemulsi
selama proses penyimpanan, yaitu :
1. Organoleptik
Evaluasi organoleptik mikroemulsi dilakukan dengan mengamati
apakah ada perubahan warna, perubahan bau, perubahan kejelasan dan
perubahan lain yang mungkin terjadi selama masa penyimpanan.
Pengamatan dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat
dengan salah satu metode penyimpanan dipercepat pada suhu 5°C dan
35°C sebanyak 10 siklus (1 siklus 24 jam) yang disimpan dalam climatic
chamber (Elfiyani dkk, 2017).
2. Homogenitas
Mikroemulsi yang stabil harus dapat mempertahankan
homogenitasnya selama waktu penyimpanan. Mikroemulgel harus dapat
memperlihatkan susunan yang homogen atau tidak adanya pemisah fase,
baik berpisahnya fase cairan sebagai sinersis atau terpisahnya padatan
sebagai partikel yang bersedimentasi. Pengamatan dilakukan sebelum
dan setelah penyimpanan dipercepat dengan salah satu metode
penyimpanan dipercepat pada suhu 5°C dan 35°C sebanyak 10 siklus (1
14
siklus 24 jam) yang disimpan dalam climatic chamber (Banker dan
Rodhes, 1979).
3. Daya sebar
Tujuan dari pengujian ini yaitu untuk mengetahui penghantaran dosis
dari obat yang bergantung pada daya sebar. Adapun faktor yang
mempengaruhi daya sebar antara lain seperti kecepatan pengantaran
yang bergantung pada viskositas sediaan, kecepatan penguapan pelarut,
dan kecepatan peningkatan viskositas karena penguapan. Penghantaran
dosis yang tepat bergantung pada daya sebar suatu sediaan. Pengukuran
dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat dengan salah
satu metode penyimpanan dipercepat pada suhu 5°C dan 35°C sebanyak
10 siklus (1 siklus 24 jam) yang disimpan dalam climatic chamber (Banker
dan Rodhes, 1979).
4. Viskositas
Pemeriksaan viskositas juga penting dilakukan sebab mikroemulsi
menunjukkan perubahan viskositas yang berbeda pada temperatur yang
berbeda-beda. Saat tekanan meningkat, struktur yang dihasilkan dari
interaksi tersebut rusak dan terbentuk struktur yang baru kembali. Dengan
adanya tekanan yang cukup ikatan akan dipecahkan, struktur berubah
dan terjadilah aliran yang lebih kental. Pengukuran dilakukan sebelum dan
setelah penyimpanan dipercepat dengan salah satu metode penyimpanan
dipercepat pada suhu 5°C dan 35°C sebanyak 10 siklus (1 siklus 24 jam)
yang disimpan dalam climatic chamber (Jones, 2008).
15
5. Sifat Aliran
Larutan dari bahan pembentuk emulsi dan dispersi dari padatan yang
terflokulasinya menunjukkan sifat aliran pseudoplastik yang khas, dan
menunjukkan aliran non-Newtonian yang dikarakterisasi oleh penurunan
viskositas dan peningkatan laju aliran. Studi dilakukan sebelum dan
setelah penyimpanan dipercepat dengan salah satu metode penyimpanan
dipercepat pada suhu 5°C dan 35°C sebanyak 10 siklus (1 siklus 24 jam)
yang disimpan dalam climatic chamber (Ashara dkk, 2014).
II.5 Uraian Bahan Tambahan
II.5.1 Asam Oleat
Kelarutan zat aktif di dalam mikroemulsi membutuhkan minyak
sebagai penunjang kelarutannya. Pada penelitian ini minyak yang
digunakan adalah minyak yang mengandung monounsaturated fat yaitu
asam oleat. Asam oleat digunakan sebagai agen pengemulsi dalam
makanan dan formulasi sediaan topikal farmasi. Asam oleat dapat
meningkatkan bioavailabilitas obat yang memiliki kelarutan yang buruk
dalam formulasi, dan dalam formulasi mikroemulsi untuk penggunaan
topikal.
Gambar 2. Struktur asam oleat (Rowe dkk, 2009)
16
II.5.2 Polisorbat
Pemilihan jenis surfaktan harus mendukung proses mikroemulsifikasi
dari fase minyak dan harus mempunyai potensi kelarutan yang baik untuk
obat. Pada penelitian ini surfaktan yang digunakan adalah polisorbat 20
dan polisorbat 80 yang merupakan jenis-jenis dari Pollyoxyethylene
Sorbitan Fatty Acid Esters. Polisorbat 20 dan polisorbat 80 merupakan
cairan berminyak berwarna kuning, memiliki bau yang khas dan hangat,
terkadang juga memiliki rasa yang pahit. Kedua polisorbat tersebut larut
dalam etanol dan air, tidak larut dalam minyak nabati dan parafin cair.
Polisorbat 20 dan polisorbat 80 memiliki sifat higroskopis, stabil dalam
elektrolit dan asam-basa lemah. Polisorbat 20 dan polisorbat 80
merupakan surfaktan nonionik hidrofilik yang digunakan secara luas
sebagai agen pengemulsi dalam formulasi emulsi tipe minyak dalam air
yang stabil. Keduanya juga dapat digunakan sebagai agen pelarut untuk
berbagai zat termasuk minyak atsiri, vitamin yang larut dalam minyak, dan
sebagai agen pembasah dalam formulasi suspensi oral dan parenteral.
Golongan surfaktan nonionik dapat meminimalisir terjadinya gangguan
keseimbangan pada sistem mikroemulsi karena sifatnya yang tidak
memiliki muatan dapat mencegah terjadinya fluktuasi muatan pada sistem
mikroemulsi. Untuk membentuk sistem mikroemulsi minyak dalam air
dibutuhkan surfaktan yang memiliki rentang HLB (Hydrophilic Lipophilic
Balance) 9-20, dan polisorbat 20 dan polisorbat 80 cocok digunakan
17
karena memiliki HLB yang dimiliki masing-masing bernilai 16,7 dan 15
(Rowe dkk, 2009).
II.5.3 Propilenglikol
Kosurfaktan digunakan untuk membantu menstabilkan sistem
mikroemulsi yang terbentuk. Penelitian ini menggunakan propilenglikol
sebagai kosurfaktan. Propilenglikol (C3H8O2) merupakan cairan jernih
kental, tidak berwarna, tidak berbau dan memiki rasa manis. Propilenglikol
dapat bercampur dengan etanol, gliserin, dan air, serta tidak bercampur
dengan minyak mineral, tetapi bercampur dengan minyak esensial. Pada
suhu rendah, propilenglikol tetap stabil dalam wadah tertutup rapat, tetapi
pada suhu tinggi dan di tempat terbuka, propilenglikol akan teroksidasi.
Propilenglikol bersifat higroskopis dan harus disimpan dalam wadah
tertutup rapat, terhindar dari cahaya, serta di tempat sejuk dan kering.
Propilenglikol berfungsi sebagai pengawet, emollien, humektan, plasticizer
dan pelarut yang bercampur dengan air (Rowe dkk, 2009).
18
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain destilator, magnetic stirrer
(Cimarec®), climatic chamber (Climacell Sartorius®), mikroskop
(Olympus®), neraca analitik (Sartorius®), pH meter (Sartorius®), sonikator
(Krisbow®), spektrofotometer UV-Vis, cawan porselin dan seperangkat
alat gelas (Pyrex®).
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air suling,
minyak atsiri daun jerpaya (Citrus medica L. var. proper), asam oleat,
polisorbat-20, polisorbat-80, dan propilenglikol.
III.2 Metode Kerja
III.2.1 Penyiapan Daun Jerpaya
Daun jerpaya (Citrus medica L. var proper) diperoleh dari daerah
Tamalanrea, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan. Daun jerpaya
kemudian dicuci dengan air lalu ditiriskan. Selanjutnya dipotong kecil-kecil
dengan ukuran ± 0,5 – 1 cm.
III.2.2 Destilasi Daun Jerpaya
Daun jerpaya yang telah dipotong kecil-kecil, sebanyak 100 gram
dimasukkan ke dalam destilator, ditambahkan aquades 1000 ml dan
didestilasi. Destilasi dilakukan selama 8 jam pada suhu 100°C. Minyak
atsiri yang diperoleh selanjutnya dicampur dengan natrium sulfat anhidrat
19
untuk memisahkan fase minyak dari fase air yang tersisa, kemudian
dikocok dan dipipet minyak bagian atas.
III.2.3 Penentuan Konsentrasi Formula Mikroemulsi Menggunakan Diagram Terner
Minyak atsiri daun jerpaya diformulasi dalam tiga formula mikroemulsi
(F1, F2, dan F3) yang mengandung minyak atsiri daun jerpaya sebagai
bahan aktif, asam oleat sebagai pembawa bahan aktif, kombinasi
polisorbat-20 dan polisorbat-80 sebagai surfaktan, propilenglikol sebagai
kosurfaktan, dan air suling sebagai fase air.
Daerah mikroemulsi ditentukan dengan memplot data pada diagram
terner. Lapisan batas mikroemulsi minyak dalam air ditentukan dalam
setiap diagram terner. Komponen yang digunakan untuk konstruksi
diagram terner adalah minyak atsiri daun jerpaya (fase minyak), polisorbat
20 dan polisorbat 80 (surfaktan), propilenglikol (kosurfaktan) dan air suling
(fase air) (Salunkhe dkk, 2013).
Sebanyak 9 perbandingan konsentrasi (1:9, 2:8, 3:7, 4:6, 5:5, 6:4,
7:3, 8:2, dan 9:1) dibuat untuk menentukan konsentrasi formula.
Perbandingan 1:9 berarti ; 1 gram campuran minyak atsiri daun jerpaya
dan asam oleat sama banyak dan 9 gram jumlah surfaktan. Kemudian
dilakukan metode titrasi dengan meneteskan campuran propilenglikol dan
air sebagai fase air. Apabila satu konsentrasi mencapai kekeruhan, maka
dilanjutkan ke konsentrasi selanjutnya. Jumlah fase air yang diteteskan
dicatat untuk dimasukkan ke dalam diagram terner (Sinkon, 2002).
20
Berdasarkan penentuan konsentrasi menggunakan diagram terner,
didapatkan konsentrasi seluruh bahan formula pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi formula mikroemulsi
III.2.4 Pembuatan Mikroemulsi
Mikroemulsi dibuat dengan cara : minyak atsiri daun jerpaya dan
asam oleat disonikasi selama 8 menit (fase minyak). Polisorbat-20 dan
Polisorbat-80 dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirrer 100
rpm selama 5 menit (fase surfaktan). Fase minyak dituangkan secara
perlahan ke dalam fase surfaktan sambil terus diaduk menggunakan
magnetic stirrer kecepatan 100 rpm selama 10 menit (diperoleh fase
minyak-surfaktan). Selanjutnya fase air yaitu campuran air dengan
kosurfaktan propilenglikol diteteskan perlahan-lahan pada campuran fase
minyak-surfaktan sambil dihomogenkan dengan menggunakan magnetic
stirrer dengan kecepatan 100 rpm selama 10 menit. Mikroemulsi yang
telah terbentuk kemudian disimpan dalam suhu ruang selama 24 jam
sebelum digunakan.
Bahan Komposisi (%b/b)
F1 F2 F3
Minyak atsiri daun jerpaya 5 5 5 Asam Oleat 5 5 5 Polisorbat-20 80 - - Polisorbat-80 - 80 -
Polisorbat-20 dan Polisorbat-80 - - 30
(15+15) Propilenglikol 5 5 30 Air suling 5 5 5
21
III.2.5 Evaluasi Mikroemulsi Minyak Atsiri Daun Jerpaya
Evaluasi mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya dilakukan sebelum
dan setelah dilakukan penyimpanan dipercepat pada kelembaban RH
75%, suhu 5°C, dan 35°C sebanyak 10 siklus (1 siklus 24 jam) yang
disimpan dalam climatic chamber.
III.2.5.1 Pengamatan Organoleptik
Pengamatan Organoleptik mikroemulsi meliputi warna, bau dan
kejernihan.
III.2.5.2 Uji Homogenitas
Sediaan mikroemulsi sebanyak 0,1 ml dioleskan pada objek glass
lalu diamati homogenitasnya.
III.2.5.3 Pengukuran Tetes Terdispersi
Mikroemulsi diteteskan pada gelas objek, lalu ditutup dengan gelas
penutup, kemudian diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran
40 x 10 kali.
III.2.5.4 Pengukuran Persen Transmitans
Transparansi formulasi mikroemulsi ditentukan dengan mengukur
persentase transmitans menggunakan Spektrofotometer UV-Vis.
Persentase transmitans sampel diukur pada panjang gelombang 680 nm
dengan basis formula yang memiliki kejernihan terbaik dijadikan sebagai
blanko.
22
III.2.5.5 Pengukuran Daya Sebar
Sediaan mikroemulsi 0,1 mL diletakkan diatas kaca berukuran 10x10
cm yang telah ditimbang terlebih dahulu, kemudian ditutup lagi dengan
kaca yang diberi beban 100, 200, 300, 400, dan 500 gram kemudian
dibiarkan selama 60 detik. Penyebaran mikroemulsi dihitung dengan
rumus (Banker dan Rhodes, 1979) :
Keterangan :
S = Daya sebar mikroemulsi (g cm detik-1)
m = Beban yang diberikan (g)
L = Panjang diameter penyebaran (cm)
T = Waktu yang diperlukan untuk menyebar (detik)
III.2.5.6 Pengukuran Viskositas dan Reologi
Sediaan mikroemulsi dimasukkan ke dalam gelas kimia kemudian
diukur viskositasnya menggunakan viskometer Brookfield spindel 7
dengan kecepatan 20 rpm.
Untuk pengukuran reologi, dilakukan berdasarkan evaluasi uji daya
sebar yaitu dengan melihat hasil uji daya sebar kemudian dijelaskan
secara deskriptif mengacu pada studi literatur.
23
III.2.5.7 Pengumpulan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dikumpulkan dan ditabulasi, kemudian
dianalisis untuk membandingkan kestabilan fisik antar formula dan
kestabilan fisik masing-masing formula sebelum dan setelah melalui
penyimpanan dipercepat.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Pembuatan Mikroemulsi Minyak Atsiri Daun Jerpaya (Citrus
medica L. var. proper)
Pembuatan mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya diharapkan dapat
meningkatkan penggunaan minyak atsiri sebagai bahan aktif yang dapat
diatasi masalah kelarutan dan juga sifat mudah menguap dalam sistem
mikroemulsi, sehingga untuk mengoptimalkan penggunaannya, minyak
atsiri daun jerpaya diformulasikan dalam sistem mikroemulsi. Mikroemulsi
memiliki banyak keunggulan, antara lain memiliki stabilitas jangka panjang
secara termodinamika, jernih, dan transparan, dapat disterilkan dengan
penyaringan, biaya produksi murah, memiliki kelarutan yang tinggi dan
memiliki kemampuan penetrasi yang baik (Gao Z dkk, 1999).
Salah satu komponen yang paling penting dari pembentukan
mikroemulsi adalah surfaktan. Gabungan penggunaan surfaktan dan
kosurfaktan dapat meningkatkan dispersi minyak dalam air. Pada
penelitian ini, mikroemulsi dibuat dengan sistem mikroemulsi minyak
dalam air. Seperti diketahui, sistem minyak dalam air memilki keunggulan
dalam permeasinya (Klich, 1992). Adapun dalam pembuatannya, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu kecepatan pengadukan,
waktu pengadukan, dan konsentrasi bahan.
Konsentrasi bahan ditentukan menggunakan diagram fase terner
dengan beberapa perbandingan fase minyak dan fase surfaktan.
25
Adapun diagram terner yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Diagram terner formula 1
Gambar 4. Diagram terner formula 2
Gambar 5. Diagram terner formula 3
Air
Polisorbat 20
Air
Polisorbat 80
Air
Polisorbat 20 dan 80
Minyak atsiri : Asam oleat
Minyak atsiri : Asam oleat
Minyak atsiri : Asam oleat
26
Dari diagram fase didapatkan konsentrasi surfaktan polisorbat 20
untuk F1 sebanyak 80%, sedangkan untuk F2 konsentrasi surfaktan
polisorbat 80 sebanyak 80% dan konsentrasi kombinasi surfaktan untuk
F3 masing-masing 15% polisorbat 20 dan polisorbat 80. Jumlah surfaktan
akan mempengaruhi kelarutan bahan dalam mikroemulsi.
Proses pembuatan mikroemulsi tergantung pada kecepatan
pengadukan yang relatif rendah. Pengadukan yang rendah didukung
dengan pemberian fase air secara perlahan menggunakan metode titrasi.
Metode titrasi yang digunakan sangat didukung dengan kecepatan
pengadukan yang rendah untuk membentuk secara spontan dispersi yang
transparan. Pencampuran fase minyak dan fase surfaktan menggunakan
kecepatan 100 rpm selama 10 menit. Fase air diteteskan sedikit demi
sedikit sesuai jumlah yang didapatkan pada diagram terner sambil tetap
diaduk dengan kecepatan yang sama hingga membentuk dispersi
transparan mikroemulsi. Ketika fase air dan fase surfaktan non ionik
tercampur, maka akan terbentuk agregat dan micelle (Swarbrick, 2007).
Surfaktan non ionik yang digunakan dapat membentuk sistem
mikroemulsi minyak dalam air (M/A). Berdasarkan sifatnya, surfaktan non
inoik tidak tahan terhadap pemanasan sehingga pada proses pembuatan
tidak diberikan perlakuan suhu tertentu untuk menjaga kestabilan
surfaktan. Suhu yang sesuai dapat menyeimbangkan interaksi hidrofilik-
lipofilik surfaktan di dalam mikroemulsi (Klich dkk, 1992).
27
IV.2 Evaluasi Stabilitas Fisik Mikroemulsi
IV.2.1 Uji Organoleptik
Pengamatan pada mikroemulsi berupa warna, aroma, dan kejernihan
dilakukan sebelum dan setelah dilakukan penyimpanan dipercepat di
dalam climatic chamber pada kelembaban RH 75%, suhu 5ºC, dan 35°C
sebanyak 10 siklus (1 siklus 24 jam). Kondisi tersebut bertujuan untuk
mengetahui kestabilan sediaan terhadap lingkungan yang diberikan akan
memberi pengaruh pada proses penyimpanan sediaan setelah diformulasi
dengan memberikan suhu tinggi dan suhu rendah. Hasil pengamatan
dapat dilihat pada tabel 2. dan gambar 6.
Tabel 2. Hasil uji organoleptik
Keterangan : F1 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi 80% polisorbat 20 F2 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi 80% polisorbat 80 F3 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi masing-masing 15%
polisorbat 20 dan polisorbat 80
Formula Hasil Organoleptik
Pengamatan Sebelum penyimpanan
dipercepat Setelah penyimpanan
dipercepat
FI
Warna agak kuning agak kuning
Kejernihan agak keruh jernih
Aroma bau khas jeruk bau khas jeruk
F2
Warna kuning transparan kuning transparan
Kejernihan Jernih jernih
Aroma bau khas jeruk bau khas jeruk
F3
Warna agak kuning agak kuning
Kejernihan Keruh agak keruh
Aroma bau khas jeruk bau khas jeruk
28
Gambar 6. Hasil pengamatan organoleptik mikroemulsi F1, F2, dan F3. A) Sebelum penyimpanan dipercepat, B) Setelah penyimpanan dipercepat
Hasil pengamatan organoleptik yang dilakukan, F1 tampak berwarna
agak kuning, agak keruh dan berbau khas jeruk sebelum penyimpanan
dipercepat. Namun setelah penyimpanan dipercepat F1 mengalami
perubahan dari agak keruh menjadi jernih. Sedangkan F2 sebelum
penyimpanan dipercepat, berwarna kuning, jernih, dan berbau khas jeruk.
Setelah penyimpanan dipercepat, tidak ada perubahan yang terjadi pada
F2. Hal ini menunjukkan bahwa F2 memiliki kestabilan yang lebih baik
daripada F1 dan memenuhi kriteria mikroemulsi yang transparan dan
jernih (Klich dkk, 1992). Kemudian F3 untuk warna tetap berwarna agak
kuning dan berbau khas jeruk, hanya saja kejernihan F3 yang awalnya
keruh menjadi agak keruh. Kejernihan yang diamati mengalami perubahan
untuk masing-masing formula sebelum dan setelah penyimpanan
B
A
29
dipercepat yaitu F1 menjadi jernih dan F3 menjadi agak keruh. Sehingga
F1 dan F2 memiliki karakteristik tidak sesuai dengan karakteristik
mikroemulsi yaitu transparan dan jernih (Klich dkk, 1992).
Dari tabel 2. terlihat bahwa F1 dan F3 setelah penyimpanan
dipercepat menghasilkan mikroemulsi yang agak keruh. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh banyaknya jumlah gelembung udara yang
dihasilkan pada saat proses pembuatan mikroemulsi. Menurut Rowe
(2009) Polisorbat cenderung menjerat udara dan menghasilkan
gelembung udara di dalamnya.
Dari tabel 2. terlihat F2 memiliki warna yang lebih kuning
dibandingkan dengan F1 dan F2. Hal ini berkaitan dengan polisorbat 80
yang digunakan pada F2 memiliki warna yang lebih kuning dibandingkan
dengan polisorbat 20 dan lebih baik untuk mengemulsi jumlah minyak
yang banyak untuk melarutkan zat hidrofobik (Elfiyani dkk, 2017).
Kemungkinan jumlah gugus ester pada polisorbat dapat mempengaruhi
kemampuannya dalam melarutkan zat hidrofobik (Rowe, 2009).
Namun, berdasarkan pengamatan perubahan salah satu aspek
organoleptik seperti kerjernihan mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya
sebelum dan setelah penyimpanan dipercepat menunjukkan perubahan
yang signifikan pada F1 dan F3 sehingga formula mikroemulsi tersebut
dinyatakan tidak stabil secara organoleptik. Sedangkan pada F2 tidak
terjadi perubahan sehingga F2 dinyatakan stabil secara organoleptik.
30
IV.2.2 Pengamatan Homogenitas
Pengamatan homogenitas pada mikroemulsi dilakukan sebelum dan
setelah uji penyimpanan dipercepat. Hasil pengamatan dapat dilihat pada
tabel 3. dan gambar 7.
Tabel 3. Hasil pengamatan homogenitas
Keterangan :
F1 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi 80% polisorbat 20 F2 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi 80% polisorbat 80 F3 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi masing-masing 15%
polisorbat 20 dan polisorbat 80
Gambar 7. Hasil pengamatan homogenitas F1, F2, dan F3. A) Sebelum penyimpanan dipercepat, B) Sesudah penyimpanan dipercepat
Formula Homogenitas
Sebelum penyimpanan dipercepat
Setelah penyimpanan dipercepat
F1 Homogen Homogen
F2 Homogen Homogen
F3 Homogen Homogen
B
F1 F2
A
F1 F2 F3
B
F1 F2 F3
31
Pada pengujian homogenitas, ketiga formula mikroemulsi
menunjukkan hasil tidak adanya perubahan sebelum dan setelah
penyimpanan dipercepat. Sehingga berdasarkan aspek homogenitas,
semua formula mikroemulsi yang dibuat semuanya homogen.
IV.2.3 Pengukuran Tetes Terdispersi
Pengakuran tetes terdispersi mikroemulsi dilakukan dengan
menggunakan mikroskop (Olympus®) dengan perbesaran 40 10 kali.
Sediaan mikroemulsi sangat bergantung dengan ukuran partikel. Ukuran
partikel tetes terdispersi mikroemulsi berkisar antara 100-600 nm (Klich
dkk, 1992). Hasil pengukuran dapat dilihat pada gambar 9.
Gambar 8. Hasil pengukuran tetes terdispersi mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya F1, F2, dan F3
F1 F2
F3
32
Semakin transparan kenampakan miroemulsi, maka semakin kecil
ukuran partikel yang terbentuk, akibatnya sediaan mikroemulsi dapat
memantulkan cahaya. Ukuran partikel yang kecil juga disebabkan oleh
adsorpsi surfaktan pada lapisan antarmuka cairan. Dalam pembuatannya,
meningkatkan konsentrasi surfaktan dan kosurfaktan yang digunakan
mampu menurunkan ukuran globul partikel mikroemulsi, hal ini terjadi
karena peningkatan adsorpsi surfaktan pada antarmuka minyak dan air
dapat mendukung pembentukan ukuran globul yang lebih kecil (Elfiyani
dkk, 2017).
Formula 2 memiliki transparansi yang paling baik diantara formula 1
dan formula 3. Pada pengukuran menggunakan mikroskop, semua
formula menunjukkan bentuk partikel tetes terdispersi spheris dengan
ukuran kurang dari 100 µm. Ukuran tetes terdispersi dari mikroemulsi
minyak atsiri daun jerpaya tidak memenuhi rentan ideal ukuran tetes
terdispersi mikroemulsi yaitu 100-600 nm. Hal ini mungkin disebabkan
karena terjadinya peningkatan ukuran partikel selama proses
penyimpanan. Peningkatan terjadi karena penggabungan partikel kecil ke
dalam kelompok besar dan juga jarak antara partikel yang berdekatan
sehingga memudahkan partikel untuk bergabung kembali. Seperti yang
terlihat pada F3 banyaknya penggabungan 2 globul, tetapi belum
membentuk agregat. Namun, tetes terdispersi sulit diamati pada penelitian
ini karena keterbatasan alat yang digunakan. Kemungkinan berdasarkan
tetes terdispersi tidak terbentuk mikroemulsi, tetapi kestabilan fisik
33
mikroemulsi seperti homogenitas dan transparansi dapat dijadikan
sebagai pendukung dari karkteristik mikroemulsi.
IV.2.4 Pengukuran Persen Transmitans
Ukuran tetesan terdispersi yang lebih kecil, dapat mengurangi
gumpalan globul pada sediaan mikroemulsi sehingga transparansi dapat
terbentuk dan dengan demikian persen nilai transmitans (%T) dapat
ditentukan. Persen transmitans diukur menggunakan Sprektofotometer
UV-Vis dengan panjang gelombang 680 nm, karena kenampakan
mikroemulsi yang berwarna kuning.
Tabel 4. Hasil pengukuran persen transmitans
Keterangan :
Blanko : Konsentrasi 80% polisorbat 80 tanpa minyak atsiri daun jerpaya
F1 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi 80% polisorbat 20 F2 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi 80% polisorbat 80 F3 : Konsentrasi 5% minyak atsiri daun jerpaya, konsentrasi masing-masing 15%
polisorbat 20 dan polisorbat 80
Hasil pengukuran persen transmitans sebelum dan sesudah uji stress
condition menunjukkan adanya perubahan yang signifikan terjadi pada F1
dan F3. Adapun syarat persen transmitans mikroemulsi yang ideal adalah
lebih dari 90% (Salunkhe dkk, 2013). Namun ketiga formula minyak atsiri
daun jerpaya sebelum penyimpanan dipercepat memiliki persen
Formula Transmitans (%)
Sebelum Penyimpanan Sesudah Penyimpanan
Blanko 99,95 99,95
F1 82,36 97,28
F2 87,02 85,90
F3 39,29 79,99
34
transmitans di bawah 90%. Sehingga semua mikroemulsi minyak atsiri
daun jerpaya dikatakan tidak memenuhi persen transmitans yang ideal.
Perubahan yang tidak signifikan terdapat pada F2 dengan perubahan
persen transmitans yang berkurang 1,12% dari 87,02% menjadi 85,90%
selama proses penyimpanan. Hal ini membuktikan bahwa F2 memiliki
stabilitas yang baik sebagai sediaan mikroemulsi dibandingkan dengan F1
dan F3. Persentasi nilai absolut perubahan formula terbesar terjadi pada
F3 mencapai 103,58% dengan menghitung nilai selisih perubahan
persentasi dibagi dengan persentasi awal lalu dikalikan dengan 100%.
Perubahan pada F1 dan F3 kemungkinan terjadi karena kedua formula
tidak stabil selama penyimpanan 10 siklus dengan perubahan suhu.
IV.2.5 Pengukuran Daya Sebar
Pengukuran daya sebar mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya
dilakukan sebelum dan sesudah penyimpanan dipercepat. Pengukuran
daya sebar pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya
sebar terhadap viskositas sediaan. Semakin ditambahkan beban pada
sediaan, daya sebar semakin luas. Nilai daya sebar berbanding terbalik
dengan viskositas sediaan. Semakin besar daya sebar maka semakin
kecil viskositasnya.
IV.2.6 Pengukuran Viskositas dan Reologi
Pada penelitian kali ini, sediaan mikroemulsi minyak atsiri daun
jerpaya yang dibuat masing-masing formula berjumlah 25 gram. Jumlah
35
yang ada tidak memenuhi persyaratan untuk dilakukannya pengukuran
viskositas dengan jumlah minimal 50 ml. Jumlah 25 gram sediaan
mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya sama dengan ± 20 ml jumlah
sediaan. Kurangnya sampel daun jerpaya di daerah Tamalanrea yang
tersedia menyebabkan jumlah hasil destilasi minyak atsiri yang hanya
mencapai 3,75 gram. Sehingga penarikan kesimpulan untuk viskositas
hanya berupa penarikan kesimpulan kualitatif dengan berpacu pada
hubungan daya sebar dan viskositas.
Nilai daya sebar berbanding terbalik dengan viskositas sediaan.
Semakin besar daya sebar maka semakin kecil viskositas sediaan
tersebut. Dalam hal ini mikroemulsi yang ideal memiliki kriteria hampir
menyerupai larutan dimana mikroemulsi memilki nilai viskositas yang
rendah. Adapun aliran dari mikroemulsi adalah pseudoplastis. Pada aliran
pseudoplastis, adanya peningkatan shearing stress mengakibatkan
viskositas berkurang secara kontinu. Aksi shearing terjadi terhadap bahan
berantai panjang seperti polisorbat 20 dan polisorbat 80. Ketika
peningkatan shearing stress terjadi, secara normal molekul-molekul yang
tidak beraturan akan menyusun sumbu yang panjang dalam arah aliran.
Hal ini mengakibatkan tahanan dalam bahan akan berkurang kemudian
menyebabkan rate of shear yang lebih besar pada shearing stress
berikutnya (Martin, 1993).
36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Konsentrasi minyak, surfaktan, dan air yang digunakan dalam
pembuatan mikroemulsi didapatkan dari hasil diagram fase terner
dengan konsentrasi surfaktan polisorbat 20 untuk F1 yaitu 80%,
sedangkan F2 konsentrasi surfaktan polisorbat 80 sebanyak 80%,
dan F3 konsentrasi kombinasi surfaktan polisorbat 20 dan
polisorbat 80 masing-masing 15%.
2. Formula mikroemulsi minyak atsiri daun jerpaya yang mencapai
kriteria kestabilan yang baik adalah F2 dengan menggunakan
surfaktan polisorbat 80 sebanyak 80%.
V.2 Saran
Perlunya dilakukan pengukuran tetes terdispersi menggunakan
particle size analyzer atau TEM (Thopography Electron Microscopy) untuk
sediaan mikroemulsi dan dilakukan uji lanjutan yaitu uji iritasi pada hewan
kelinci (Oryctalagus cuniculus).
37
DAFTAR PUSTAKA
Anoop K., Vibha K., Pankaj K. S. 2014. Pharmaceutical Microemulsion: Formulation, Characterization and Drug deliveries across skin. International Journal Drug Delivery and Research. Vol 6 : 1-21.
Ashara, K., Paun, J., Soniwala, M., Chavda, J.R., Mendapara, V., dan
Mori, N. 2014. Microemulgel: An Overwhelming Approach to Improve Therapeutic Action of Drug Moiety. Saudi Pharmaceutical Journal.
Aulton, M. E. 2002. Pharmaceutics The Science of Dosage Form Design.
London: Elsevier Limited. Banker, G.S., dan Rhodes, C.T. Modern Pharmaceutics: Drug and The
Pharmaceutical Science. 7th Volume. New York: Marcel Dekker, Inc. 1979.
Baser, K. H. C., Gerhard, B. 2010. Handbook of Essential Oils: Science,
Technology and Applications. London: Taylor and Francis Group. Block, L.H. 1996. dalam: Lieberman, H.A., Lachman, L., Schwatz, J.B.
Pharmaceutical Dosage Forms: Disperse System. Informa Healthcare. Vol 2(2).
Devy, N.F., Yulianti, F., dan Andriani. 2010. Kandungan Flavonoid dan
Limonoid pada Berbagai Fase Pertumbuhan Tanaman Jeruk Kalamondin (Citrus mitis Blanco) dan Purut (Citrus hystrix Dc). J. Hort; Vol 20 (1): 360.
Eccleston, G. 1988 dalam: Swarbrick J, Boylan JC (eds). Encyclopedia of
Pharmaceutical Technology. New York: Marcel Dekker Inc. Vol 9 : 375-421.
Edris, A. E. dan Mohamed A.S. Abd El-Galeel. 2010. Solubilization of
Some Flavor and Fragrance Oils in Surfactant/Water System. World Applied Sciences Journal 8 (1). 86:91.
Elfiyani, R., Amalia, A., and Pratama, S., Y. 2017. Effect of Using the
Combination of Tween 80 and Ethanol on the Forming and Physical Stability of Microemulsion of Eucalyptus Oil as Antibacterial. J Young Pharm, 2017; 9(1)suppl: s1-s4.
Guenther. 1987. Minyak Atsiri. Diterjemahkan oleh R. S. Kateran dan R.
Mulyono. Jakarta : UI Press.
38
Jones, D. 2008. FASTtrack Pharmaceutics-Dosage Form and Design. London: Pharmaceutical Press.
Jufri, M., Anwar, E., and Utami, P., M. 2006. Uji Stabilitas Sediaan
Mikroemulsi Menggunakan Hidolisat Pati (DE 35-40) Sebagai Solubilizer. Majalah Ilmu Kefarmasian, 1(3): 08-21.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia. 2011. Indonesian Essensial
Oil: The Scents of Natural Life. Ed.1. Agen Analisis Kebijakan Perdagangan dan Pengembangan. Jakarta. Hal. vii, viii.
Klich, C.M., Jels dan Jellies. 1992. Dalam: Swarbrick, J., Boylan, J.C.,
(eds). Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. New York. Marcel Dekker Inc. pp: 415-439. Vol 6.
Kulkarni, V. S. 2010. Handbook of Non-Invasive Drug Delivery Systems:
Science and Technology. United States of America: Elsevier. Lachman L, Lieberman H. A., Kanig J. L. 1987. The Theory and Practice
of Industrial Pharmacy. 3rd ed. Philadelphia. Langevin, D. Micelles and Microemulsions. Annual Reviews Physical
Chemistry. 1992. Vol 43. Lawrence, M. dan Rees, G. 2000. Microemulsion-Based Media As Novel
Drug Delivery Systems. Adv. Drug Delivery Rev. 45 (1) 89–121. Linhan Z., Faith C., Michael P. D., Qixin Z. 2014. Formulating Essential Oil
Microemulsions As Washing Solutions For Organic Fresh Produce Production. Food Chemistry 165. 113–118.
Marsius S. 2015. Analisis Komponen Kimia Minyak Atsiri Kulit Buah Jeruk
Pepaya (Citrus medica L. var. proper) dengan GC-MS dan Uji Antioksidan Menggunakan Metode DPPH. Skripsi Jurusan Kimia. FMIPA. Universitas Sumatera Utara.
Martin, A., J. Swabrick, & A. Cammarata. 1993. Farmasi fisik. Jilid 2, edisi
III. Terj. dari Physical chemical principles in the pharmaceutical sciences, oleh Joshita. Jakarta : UI Press.
Rao, J., David J. M. 2011. Formation of Flavor Oil Microemulsions,
Nanoemulsions and Emulsions: Influence of Composition and Preparation Method. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 59, 5026–5035.
39
Rowe, R.C., Sheskey, P.J., dan Owen, S.C. 2009. Handbook of Pharmaceutical Excipents. 6th edition. USA: Pharmaceutical Press.
Salunkhe, S. S., Thorat, J. D., Mali, S. S., Hajare, A., A., Bhatia, N. M.
2013. Formulation, Development And Evaluation of Artemisia Pallens (Davana) Oil Based Topical Microemulsion. World Journal of Pharmacy And Pharmaceutical Sciences. Vol 2. Issue 6 : 5725-5736.
Santos, P., Watkinson, A.C., Hadgraft, J., Lane, M.E. 2008. Application of
Microemulsions in Dermal. Skin Pharmacology Physiology 21. 245-259
Saunt, J. 2000. Citrus Varieties of The World. 2nd ed. Sinclair International.
Norwich : United Kingdom. Sinkon, P.J. 2002. Martin's Physical Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 5th edition. London: Elsevier Limited. Swarbrick, J. 2007. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. 3rd ed.
Vol. 4. North Carolina: Informa Healthcare USA, Inc. Terjarla, S. 1999. Microemulsions: An Overview and Pharmaceutical
Ppplications. Crit. Rev. Ther. Drug Carrier System 16 : 461–521. Trevor R. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Edisi 6. Terjemahan oleh
Padmawinata. ITB. Bandung. Wantida, C., Helmut, V. Songyot, A., Monika, M., Rungsinee, P. 2017.
Development of Microemulsion Delivery System of Essential Oil from Zingiber cassumunar Roxb. Rhizome for Improvement of Stability and Anti-Inflammatory Activity. American Association of Pharmaceutical Scientists. Vol 18 (4): 1332-1342.
Winkle, M.V. 1967. Distillation. Mc Graw Hill International Editions. New
York.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja
1.1 Pembuatan Mikroemulsi
Minyak atsiri
daun jerpaya dan
asam oleat
Polisorbat-20 +
Polisorbat-80 +
Air Suling + propilenglikol
Campuran
minyak-surfaktan
Mikroemulsi
Diteteskan secara perlahan
Dihomogenkan menggunakan
magnetic stirer kecepatan100 rpm
selama 10 menit
dimasukkan
Disonikasi selama
8 menit
Daun jerpaya
Minyak atsiri daun
jerpaya
Destilasi
41
1.2 Evaluasi Stabilitas Fisik Mikroemulsi
Evaluasi stabilitas fisik mikroemulsi
1.3 Hasil Evaluasi Stabilitas Fisik Mikroemulsi
Formula
Evaluasi
Organoleptik Homogenitas Transmitans
Daya Sebar
Tetes Terdispersi
Viskositas dan
reologi
F1 Tidak Stabil Stabil Tidak Stabil Stabil Tidak Stabil Stabil
F2 Stabil Stabil Stabil Stabil Tidak Stabil Stabil
F3 Tidak Stabil Stabil Tidak Stabil Stabil Tidak Stabil Stabil
Sediaan Mikroemulsi
Uji Organoleptik
Uji Homogenitas
Pengukuran persen
transmitans
Uji daya sebar
Pengukuran viskositas dan studi reologi
Tetes terdispersi
42
43
Lampiran 3. Gambar Tanaman Jeruk Pepaya
Buah
Batang
Daun
44
Lampiran 4. Perhitungan Formula Mikroemulsi
4.1 Formula 1
Tiap 25 gram mikroemulsi mengandung
Minyak atsiri daun jerpaya 5% Asam oleat 5% Polisorbat 20 80% Propilenglikol 5% Aquadest 5% Perhitungan formula :
4.2 Formula 2
Tiap 25 gram mikroemulsi mengandung
Minyak atsiri daun jerpaya 5% Asam oleat 5% Polisorbat 80 80% Propilenglikol 5% Aquadest 5% Perhitungan formula :
45
4.3 Formula 3
Tiap 25 gram mikroemulsi mengandung
Minyak atsiri daun jerpaya 5% Asam oleat 5% Polisorbat 20 15% Polisorbat 80 15% Propilenglikol 30% Aquadest 30% Perhitungan formula :
46
Lampiran 5. Perhitungan Persentasi Nilai Absolut Uji Transmitans
47
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
A) Proses pembuatan mikroemulsi metode titrasi, B) Mikroemulsi minyak atsiri
daun jerpaya dari kiri ke kanan F1, F2, dan F3
A
B
48
top related