FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK …
Post on 26-Oct-2021
11 Views
Preview:
Transcript
BALANCE: Jurnal Akuntansi, Auditing dan Keuangan Vol.17 No.2 September 2020 : 201--226
Doi: https://doi.org/10.25170/balance.v17i2
ISSN : 2620-4320 (Online)
ISSN : 1693-9441 (Print)
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
Dean Sanuya Hafizan Koorniaharta1*
Almatius Setya Marsudi2†
ABSTRACT
Bank companies manage corpoRate funding, one of which is by investing. Investments
are carried out in the hope of obtaining stock Returns. This study examines the effect of
Net Interest Margin, Capital Adequacy Ratio, Operating Income, Operational Expenses,
and Bank Indonesia Reference Interest Rate on stock Returns in Indonesian banking
companies. The sampling technique used was Purposive Sampling method, the sample
obtained was 5 companies in the banking sector registered in LQ-45. Linear regression
test is used to see the behavior of each variable. Data obtained as many as 200 out of 5
banking sector companies listed on LQ45 on the Indonesia Stock Exchange. The scope of
research time is in the quarterly period of 2010 to 2019. The results show that the BI
Reference Rate, Capital Adequacy Ratio and Operating Expenses, Operational Income,
have no significant effect on bank stock Returns. On the other hand, Net Interest Margin
has a significant effect on bank stock Returns..
Keywords: Stock Return, Net Interest Margin, Operational Expenses to Operating Income, Capital
Adequacy Ratio.
1. PENDAHULUAN
Bank umum dapat mengalokasikan dana nya di pasar modal dan berharap akan
mendapatkan tambahan dana untuk mendukung kegiatan operasionalnya dan juga
terus mengembangkan bisnisnya. Begitu pula dengan investor, yang dapat
menanamkan modalnya di bank umum dengan mengharapkan Return yang tinggi.
Dalam menanamkan dana nya dalam bentuk saham, suatu perusahaan akan
berharap adanya suatu Return atau tingkat pengembalian sebagai bentuk
ketertarikannya dalam berinvestasi. Menurut Fahmi, I. (2013), “Return saham
adalah keuntungan yang diharapkan oleh seorang investor di kemudian hari
*1Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya 2Corresponding author, email: almatius.marsudi@atmajaya.ac.id, Universitas Katolik Indonesia
Atma Jaya
202 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
terhadap sejumlah dana yang telah ditempatkannya. Pengharapan menggambarkan
sesuatu yang bisa saja terjadi diluar dari yang diharapkan”. Namun, tingkat
pengembalian atas saham ini juga dapat menghasilkan kerugian bagi investor.
Sebelum menanamkan dana nya di suatu perusahaan, investor harus selalu
memperhatikan informasi-informasi terkait dengan saham dan kinerja perusahaan.
Investor akan menemukan risiko dari berinvestasi itu sendiri. Informasi yang
dapat digunakan oleh investor yaitu dengan menggunakan laporan keuangan
perusahaan atau bank yang bersangkutan. Menurut IAI (2009), “Laporan
keuangan menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah
besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi”. Dengan adanya laporan
keuangan maka investor dapat melihat tingkat kesehatan bank itu sendiri.
Semakin baik tingkat kesehatan bank maka hal ini akan membuat investor tertarik
untuk membeli saham bank yang bersangkutan. Hal ini akan menyebabkan harga
saham mengalami peningkatan dan Return saham juga dapat mengalami
peningkatan.
Banyak aspek yang dapat diperhatikan oleh investor untuk mengukur Return
saham dengan melihat tingkat kesehatan bank dalam laporan keuangan. Aspek
pertama yang dapat dilihat yaitu tingkat efisiensi dalam pengelolaan sumber daya
bank. Tingkat efisiensi dapat diperhitungkan dengan Net Interest Margin (NIM).
Net Interest Margin (NIM) adalah perbandingan antara pendapatan bunga bersih
terhadap rata-rata aktiva produktif. Rasio ini mengindikasikan kemampuan bank
menghasilkan pendapatan bunga bersih dengan penempatan aktiva produktif.
(Taswan, 2010). Hasil NIM yang tinggi mengindikasikan kesehatan bank akan
menjadi baik. Dengan begitu, investor akan merasa tertarik untuk menanamkan
modalnya. Sehingga harga saham akan mengalami peningkatan dan Return saham
juga dapat mengalami peningkatan karena nilai perusahaan (bank) meningkat.
Para pemegang saham juga akan mendapatkan Return yang lebih besar.
Net Interest Margin (NIM) secara parsial memiliki pengaruh terhadap
Return saham bank (Kurniadi, R., 2012),. Sedangkan menurut jurnal riset oleh
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
203
Saputri, R. (2018), dijelaskan bahwa Net Interest Margin (NIM) tidak memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap Return saham bank.
Aspek kedua yang dapat diperhatikan adalah tingkat efisiensi kinerja
perbankan dalam pengelolaan beban operasional. Hal ini dapat tercermin dengan
perhitungan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio Beban
Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah rasio perbandingan antara
biaya operasional dengan pendapatan operasional, semakin rendah tingkat rasio
BOPO berarti semakin baik kinerja manajemen bank tersebut, karena lebih efisien
dalam menggunakan sumber daya yang ada di perusahaan (Riyadi, 2010). Jadi
dapat disimpulkan bahwa jika tingkat BOPO rendah maka semakin bagus kinerja
manajemen bank tersebut. Hal ini dikarenakan biaya operasional yang dikeluarkan
bank lebih sedikit jika dibandingkan dengan pendapatan operasional yang dapat
dihasilkan oleh bank tersebut. Sehingga hal ini menunjukkan tingkat kesehatan
bank yang baik. Maka dari itu, banyak investor akan tertarik untuk berinvestasi di
bank yang bersangkutan. Investor lebih tertarik menginvestasikan uangnya dalam
saham perusahaan yang harga sahamnya meningkat dari waktu ke waktu dan
membagikan dividennya (Marsudi A. S., 2018). Sehingga harga saham mengalami
peningkatan dan Return saham juga dapat mengalami peningkatan karena nilai
perusahaan (bank) meningkat. Begitu pula dengan para pemegang saham yang
akan memperoleh Return yang lebih besar. Menurut jurnal riset oleh Saputri, R.
(2018), dijelaskan bahwa BOPO tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap Return saham bank. Sedangkan menurut jurnal riset oleh Muhamad, N.
(2015), dijelaskan bahwa BOPO memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Return saham.
Aspek ketiga yang dapat diperhatikan yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR).
CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang
mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain ikut
dibiayai dari sumber-sumber di luar bank seperti dana masyarakat, pinjaman
(utang), ( Dendawijaya, 2005). Capital Adequacy Ratio ini juga dapat dikatakan
sebagai suatu perhitungan yang mengukur apakah modal yang dimiliki oleh suatu
bank sudah memadai atau belum untuk menjalankan kegiatan operasinya.
204 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
Semakin tinggi nilai CAR maka dapat dikatakan bank yang bersangkutan
memiliki jumlah modal yang memadai untuk mendukung kegiatan operasional
dan menanggung risiko yang mungkin timbul. Hal ini akan menunjukkan tingkat
kesehatan bank yang baik. Dengan begitu, investor akan berminat dalam
menginvestasikan dana nya. Sehingga, harga saham akan mengalami peningkatan
dan Return saham juga dapat mengalami peningkatan karena nilai perusahaan
(bank) meningkat. Begitu pula para pemegang saham yang akan mendapatkan
Return yang lebih besar.
Rasio CAR secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap Return saham
(Kurniadi, R., 2012). Sedangkan menurut Ayem dan Wahyuni (2017), dijelaskan
bahwa rasio CAR memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Return saham.
Aspek ke empat yang dapat diperhatikan yaitu suku bunga acuan Bank
Indonesia. Suku bunga ini merupakan suku bunga yang digunakan BI dalam
pelaksanaan kebijakan moneter dan juga dapat mempengaruhi pasar uang. Sampai
saat ini, Bank Indonesia telah menerapkan dan menggunakan dua jenis suku
bunga acuan yaitu BI Rate dan BI Seven Days Repo (Reverse) Rate (BI7DRR).
Menurut pernyataan Bank Indonesia, “BI Rate adalah suku bunga kebijakan yang
mencerminkan sikap atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia dan diumumkan kepada publik. BI Rate diumumkan oleh Dewan
Gubernur Bank Indonesia setiap Rapat Dewan Gubernur bulanan”. Jadi dapat
dikatakan bahwa BI Rate adalah suku bunga instrumen sebagai sinyal dari
kebijakan moneter yang berfungsi untuk mengontrol laju inflasi dan menjaga
kestabilan ekonomi. Setelah BI menetapkan nilai dari BI Rate maka selanjutnya
dapat digunakan untuk referensi suku bunga acuan kredit. Dengan adanya hal ini
maka bank dapat menetapkan suku bunga deposito dan kredit untuk menjalankan
kegiatan utamanya dengan lancar. Apabila suku bunga BI turun maka suku bunga
yang digunakan untuk perkreditan akan mengalami penurunan. Sehingga akan
menarik minat masyarakat maupun perusahaan untuk mengambil pinjaman kredit
ke bank. Pendapatan yang akan diperoleh oleh bank akan semakin besar, dimana
harga saham akan mengalami peningkatan. Dengan ini maka akan menarik minat
investor untuk berinvestasi di bank yang bersangkutan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
205
Suku bunga acuan Bank Indonesia kedua adalah BI 7 Days Repo (Reverse)
Rate (BI7DRR). BI 7 Days Repo (Reverse) Rate (BI7DRR) adalah suku bunga
Bank Indonesia yang baru saja diperkenalkan oleh Bank Indonesia pada tahun
2016 dan mulai diterapkan sejak tahun 2016 untuk menggantikan BI Rate.
Menurut pernyataan Bank Indonesia, dijelaskan bahwa “BI7DRR digunakan
sebagai suku bunga kebijakan baru karena dapat secara cepat memengaruhi pasar
uang, perbankan dan sektor riil. Instrumen BI 7-Day Repo Rate sebagai acuan
yang baru memiliki hubungan yang lebih kuat ke suku bunga pasar uang, sifatnya
transaksional atau diperdagangkan di pasar, dan mendorong pendalaman pasar
keuangan, khususnya penggunaan instrumen repo”. Lalu, menurut Deputi
Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara, menjelaskan bahwa “Seven Days Repo
Rate akan menjadi lebih efektif untuk menurunkan suku bunga kredit. Berbeda
dengan BI Rate yang menggunakan tenor 12 bulan, pada kebijakan Seven Days
Repo Rate, tenor yang diberikan oleh BI adalah selama 7 hari. Kebijakan ini
dinilai cukup efektif untuk menekan suku bunga kredit perbankan. Penyebabnya
tak lain adalah karena perbankan kini tak banyak yang berani menyimpan dananya
di BI selama 12 bulan. Sehingga, butuh penekanan bahwa patokan yang
digunakan tak lagi selama 12 bulan melainkan tenor selama 7 hari”.
Persentase bunga dari BI7DRR ini dinyatakan lebih rendah daripada BI
Rate. BI7DRR ini akan mempengaruhi suku bunga perkreditan, dimana suku
bunga kredit akan menjadi rendah jika BI7DRR juga menurun. Hal ini akan
membuat perusahaan lain dan masyarakat berminat untuk meminjam kredit
kepada bank. Dengan adanya hal ini maka pendapatan dari suku bunga kredit
yang akan diterima bank menjadi lebih besar. Hal ini juga berarti keuntungan
yang akan diperoleh menjadi lebih besar. Dengan adanya keuntungan yang tinggi
maka akan menyebabkan peningkatan harga saham. Sehingga investor akan
berminat untuk berinvestasi. Para pemegang saham juga akan mendapatkan
Return yang lebih besar. Khususnya pada tenor, dimana BI7DRR memberi
kebijakan bahwa bank-bank bisa menarik uangnya setelah menyimpan selama 7
hari (bisa 14 hari, 21 hari, dan seterusnya) di Bank Indonesia. Dengan adanya
jangka waktu yang lebih pendek maka BI7DRR otomatis memiliki suku bunga
206 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
yang lebih rendah daripada BI Rate. Bank Indonesia berharap dengan adanya
kebijakan ini maka dapat mengontrol keefektifan tingkat suku bunga dan akan
berdampak pada penyaluran kredit. Tidak hanya itu, risiko terjadinya kredit macet
juga dapat diperkecil. Sehingga, Pertumbuhan ekonomi yang diinginkan pun
dapat tercapai.
Namun dengan adanya pengertian mengenai BI Rate dan BI7DRR diatas,
tujuan kedua suku bunga acuan tersebut tetap sama. Dimana kedua suku bunga
tersebut dapat mempengaruhi suku bunga kredit dan deposito dari bank. Sehingga
bank dapat mengontrol suku bunga kreditnya yang akan berdampak pada
pendapatan yang diterima dan juga beban yang akan dikeluarkan. Hal ini juga
dapat menjadi pertimbangan investor dalam memutuskan untuk menanamkan
dana nya di bank yang bersangkutan.
BI Rate tidak memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Return saham
perusahaan (Afiyati dan Topowijono, 2018). Sedangkan, menurut jurnal riset oleh
Hanivah dan Wijaya (2018), dijelaskan bahwa BI Rate memiliki pengaruh secara
signifikan terhadap Return saham. Setiap kenaikan BI Rate sebesar satu persen
maka Return saham mengalami penurunan sebesar 26,5% dengan asumsi variabel
lain sama dengan 0. Dalam penelitian ini, peneliti ingin menguji pengaruh suku
bunga acuan Bank Indonesia dengan gabungan BI Rate dan BI7DRR terhadap
Return saham. Dilakukan penggabungan karena BI7DRR baru saja diperkenalkan
tahun 2016. Sedangkan BI Rate sudah diterapkan sebelum tahun 2016.
2. TINJAUAN LITERATUR
Menurut Scott (2015), teori keagenan menyatakan suatu konsep teori yang
menjelaskan bahwa “Hubungan atau kontrak antara principal dan agent, dimana
principal adalah pihak yang mempekerjakan agent agar melakukan tugas untuk
kepentingan principal, sedangkan agent adalah pihak yang menjalankan
kepentingan principal”. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan principal adalah
para pemegang saham atau para investor, sedangkan yang dimaksud dengan agen
adalah manager dari suatu perusahaan. Teori ini Di posisi principal maupun agen
dipandang sebagai orang yang memiliki pemikiran rasional dan termotivasi oleh
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
207
kepentingan pribadi dalam bertindak (Marsudi A. S., 2019). Manajemen akan
berusaha memaksimalkan kesejahteraan untuk dirinya sendiri dengan cara
meminimalkan berbagai biaya keagenan. Teori keagenan merupakan korelasi
antara keagenan sebagai sebuah perjanjian dimana pemilik mempekerjakan orang
atau manajer yang lain untuk mengelola kegiatan dalam perusahaan. Pokok dari
korelasi keagenan yakni adanya diferensiasi fungsi antara investor dan di pihak
manajemen.
Pengertian diatas sejalan dengan beberapa penelitian di Indonesia. Dalam
beberapa penelitian diungkapkan bahwa, teori keagenan adalah teori yang fokus
pada masalah yang muncul antara principal dan agent dalam pemisahan
kepemilikan dan kontrol terhadap perusahaan. Manajemen memanfaatkan asimetri
informasi karena kesuperiorannya dalam menguasai informasi dibandingkan pasar
(Susiani D. dan Marsudi A. S., 2006). Pada dasarnya manajemen perusahaan
berusaha untuk memberikan sinyal positif kepada pasar tentang perusahaan yang
dikelolanya. Sinyal positif ini diwujudkan dalam kinerja yang dilaporkannya.
Namun sinyal positif ini dalam jangka panjang tidak bisa dipertahankan oleh
manajemen, yang tercermin dari penurunan kinerja yang dilaporkan oleh
perusahaan tersebut. Kinerja yang dilaporkan ini dapat tercermin dari laporan
keuangan yang akan dilaporkan oleh masing-masing perusahaan.
Namun, teori keagenan ini dapat menimbulkan suatu masalah ketika pihak
manajemen atau agen tidak atau kurang memiliki saham biasa dari perusahaan
yang bersangkutan. Dengan adanya ini, manajemen bank tidak akan
memaksimalkan laba perusahaan, melainkan akan mengambil laba atau
keuntungan dari beban yang ditanggung pemegang saham. Dalam teori keagenan
ini, dapat timbul suatu keadaan yaitu asimetri informasi atau dapat disebut dengan
ketidakseimbangan informasi. Ketidakseimbangan informasi serta masalah yang
terjadi diantara principal dan agent dapat memotivasi agent dalam menampilkan
informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan kepada principal. Hal ini mungkin
saja terjadi karena pihak principal tidak dapat mengawasi kegiatan agent sehari-
hari agar memastikan agent bekerja sesuai dengan keinginan para pemegang
saham.
208 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
Manajer bank umumnya tidak memiliki pengetahuan yang lebih tentang
pasar saham dan tingkat bunga di masa datang, tetapi mereka umumnya lebih
mengetahui kondisi dan juga prospek kerja perusahaan. Jika seorang manajer
mengetahui prospek perusahaan lebih baik dari analis atau investor maka muncul
apa yang di sebut asymmetric information.
Perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipal memunculkan konflik.
Konflik ini dapat memicu terjadinya asimetri informasi di antara kedua belah
pihak tersebut. Hal inilah yang dimanfaatkan oleh agen untuk menyembunyikan
informasi bagi prinsipal (Hapsari, S. A. and Marsudi, A. S., 2018).
Pengaruh Net Interest Margin (NIM) terhadap Return Saham Bank
Salah satu studi yang dilakukan oleh Kurniadi (2012) menjelaskan bahwa rasio
NIM memiliki pengaruh secara signifikan terhadap Return Saham bank. Dalam
penelitian ini dinyatakan bahwa kemampuan manajemen perbankan dalam
pengelolaan aktiva produktif untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih
semakin besar maka akan menyebabkan peningkatan pendapatan bunga atas
aktiva produktifnya yang dikelola bank, sehingga semakin besar NIM
menunjukkan semakin efektif bank dalam penempatan aktiva perusahaan dalam
bentuk kredit, sehingga Return saham bank meningkat. Pada keadaan ini, investor
akan tertarik untuk menanamkan dana nya di bank yang bersangkutan.
Berlainan dengan hasil penelitian oleh Dewi (2019) yang memiliki hipotesis
bahwa tingkat marjin bank berpengaruh signifikan terhadap Return Saham.
Penelitian ini menunjukkan bahwa Net Interest Margin (NIM) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap Return saham. Hal ini juga sejalan dengan penelitian
oleh Saputri (2018) yang menunjukkan Net Interest Margin tidak berpengaruh
secara sigifikan terhadap Return Saham. Hal ini menggambarkan bahwa tidak
semua investor melihat kondisi bank dari segi pendapatan bunga.
H1 : Perubahan Net Interest Margin (NIM) berpengaruh terhadap Return Saham
bank.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
209
Pengaruh Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap
Return Saham Bank
Salah satu studi yang dilakukan oleh Muhamad (2015) menjelaskan bahwa Beban
Operasional Pendapatan Operasional memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap Return Saham bank. Hal ini berarti semakin tinggi rasio BOPO maka
mengindikasikan semakin efisien pengelolaan biaya operasional yang dilakukan
oleh bank. Biaya operasional yang dapat dihemat secara langsung meningkatkan
laba operasional. Hal ini mencerminkan kinerja perusahaan yang sehat. Sehingga
akan meningkatkan harga saham. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa
perbankan telah mengontrol efisiensi dalam perusahaannya sehingga BOPO yang
rendah akan meningkatkan laba dan Return Saham. Pada keadaan ini, investor
akan tertarik untuk menanamkan dana nya di bank yang bersangkutan.
Berlainan dengan hasil penelitian oleh Saputri, R. (2018) yang memiliki
hipotesis bahwa rasio BOPO memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return
Saham. Penelitian ini menjelaskan bahwa rasio BOPO tidak memiliki pengaruh
secara signifikan terhadap Return Saham. Penelitian ini menyatakan bahwa data-
data di penelitian ini terlihat fluktuatif yang disebabkan karena usaha bank untuk
menekan jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan laba yang lebih
besar. Data yang fluktuatif ini mengindikasikan bahwa investor tidak
mempertimbangkan rasio ini.
H2 : Perubahan Beban Operasional Pendapatan Operasional berpengaruh terhadap
Return Saham bank.
Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return Saham Bank
Salah satu studi yang dilakukan oleh Ayem dan Wahyuni (2017) menjelaskan
bahwa Capital Adequacy Ratio (CAR) memiliki pengaruh secara signifikan
terhadap Return Saham bank. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa rasio CAR
dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menilai kondisi bank dalam usaha
memperoleh laba. Jika permodalan bank meningkat maka hal ini berarti
manajemen perusahaan dapat memaksimalkan tingkat aktiva produktif. Sehingga
laba akan mengalami peningkatan, yang akan mempengaruhi ekspektasi investor
dalam membeli saham perusahaan bank. Hal ini akan berdampak pada
210 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
peningkatan Return saham yang akan diperoleh investor. Penelitian ini sejalan
dengan studi yang dilakukan oleh Saputri (2018) yang menjelaskan bahwa rasio
CAR berpengaruh secara signifikan terhadap Return Saham bank. Dalam
penelitian ini dinyatakan bahwa saat rasio CAR tinggi dapat dipastikan modal
yang dimiliki bank besar, sehingga investor akan tertarik membeli saham bank.
Sehingga Return saham akan meningkat.
Berlainan dengan hasil studi oleh Kurniadi (2012) menjelaskan bahwa rasio
CAR tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham Bank.
Dalam penelitian ini dijelaskan bahwa proporsi pembentuk modal pada bank
banyak yang berasal dari modal pelengkap, seperti modal pinjaman. Hal ini harus
diimbangi dengan kemampuan bank dalam membayar hutangnya. Hal ini akan
membuat investor kurang memperhatikan CAR sebagai bahan pertimbangan
dalam berinvestasi. Sehingga CAR tidak berpengaruh terhadap Return Saham
bank.
H3 : Perubahan Capital Adequacy Ratio berpengaruh terhadap Return Saham
bank.
Pengaruh Suku Bunga Acuan Bank Indonesia terhadap Return Saham Bank
Bank Indonesia telah menerapkan dua jenis suku bunga acuan yaitu BI Rate dan
BI Seven Days Repo (Reverse) Rate (BI7DRR). BI Rate dan BI7DRR berfungsi
sebagai sinyal dari kebijakan moneter Bank Indonesia. Kedua suku bunga ini akan
berdampak pada perubahan suku bunga kredit dan deposito. BI7DRR ini
memiliki persentase suku bunga yang lebih rendah jika dibandingkan dengan BI
Rate.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hanivah dan Wijaya (2018)
menyatakan hipotesis bahwa BI Rate memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
Return saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BI Rate memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap Return Saham bank. Dalam penelitian ini
dinyatakan bahwa jika nilai BI Rate rendah maka hal ini mampu memberikan
kontribusi yang signifikan dalam mempengaruhi Return saham perusahaan. Jika
nilai BI Rate mengalami penurunan maka akan menyebabkan keuntungan yang
dapat dihasilkan dari seluruh kekayaan juga besar. Return saham sensitif dengan
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
211
BI Rate dengan arah negatif yang menunjukkan perubahan Return saham akan
meningkat jika BI Rate rendah yang akan menyebabkan biaya pinjaman lebih
rendah. BI Rate yang rendah akan mendukung investasi dan aktivitas ekonomi
yang akan menyebabkan harga saham mengalami peningkatan.
Berlainan dengan hasil penelitian oleh Afiyati dan Topowijono (2018) yang
menjelaskan bahwa BI Rate secara parsial tidak memiliki pengaruh terhadap
Return saham bank. Penelitian ini menyatakan bahwa BI Rate tidak memiliki
pengaruh secara signifikan terhadap Return saham karena selain BI Rate atau
Suku Bunga Acuan BI, kebijakan-kebijakan pemerintah juga dapat mempengaruhi
Return saham perbankan seperti kebijakan utang, kebijakan ekspor impor, dan
lain lain
H4 : Perubahan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia berpengaruh terhadap
Return Saham bank
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, berikut adalah model penelitian ini:
Gambar 1. Model Penelitian
212 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
3. METODE PENELITIAN
Objek penelitian yang digunakan yaitu perusahaan perbankan atau bank umum
konvensional yang termasuk dalam daftar LQ-45 di Bursa Efek Indonesia untuk
periode triwulan selama tahun 2010 s.d. 2019. Populasi perusahaan perbankan
atau bank umum konvensional selama periode triwulan pada tahun 2010 s.d. 2019
ini yaitu sebanyak 8 bank. Namun ada beberapa bank yang tidak memenuhi
kriteria sample yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan dikurangi kriteria
penelitian jumlah sample bank menjadi 5 pada periode triwulanan dan periode 10
tahun diperoleh 200. Alasan peneliti dalam memilih perusahaan perbankan atau
bank umum yang terdaftar di LQ-45 dikarenakan perusahaan-perusahaan yang ada
di daftar LQ-45 tersebut memiliki nilai transaksi yang tinggi, memiliki kondisi
keuangan yang tinggi, dan memiliki prospek pertumbuhan yang tinggi bagi
perusahaan.
Metode sample yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
menggunakan metode Purposive Sampling. Sample yang digunakan dalam
penelitian ini memiliki beberapa kriteria, antara lain:
1. Perusahaan sektor perbankan atau bank umum konvensional yang termasuk
dalam daftar LQ-45 di Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun 2010 s.d.
2019.
2. Perusahaan sektor perbankan atau bank umum konvensional yang termasuk
dalam daftar LQ-45 yang tidak mengalami kerugian selama periode triwulan
pada tahun 2010 s.d. 2019.
3. Perusahaan sektor perbankan atau bank umum konvensional yang termasuk
dalam daftar LQ-45 yang menyajikan data rasio NIM, rasio BOPO, dan rasio
CAR.
4. Perusahaan sektor perbankan atau bank umum konvensional yang termasuk
dalam daftar LQ-45 yang melaporkan laporan keuangan untuk periode triwulan
pada tahun 2010 s.d. 2019.
Terdapat 8 bank umum konvensional yang berada dalam daftar LQ-45 di
Bursa Efek Indonesia selama periode triwulan pada tahun 2010 hingga 2019.
Namun, berdasarkan kriteria yang telah disebutkan diatas maka telah dipilih 5
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
213
bank dari total 8 bank umum konvensional. Hal ini dikarenakan terdapat 3 bank
umum konvensional yang sudah tidak terdaftar dalam indeks LQ-45 di Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama periode triwulan pada tahun 2010 hingga 2019. Sehingga
hanya 5 bank yang dimasukkan ke dalam skripsi ini sebagai sample penelitian.
Return Saham
Menurut Fahmi (2012) “Return saham adalah keuntungan yang diharapkan oleh
seorang investor di kemudian hari terhadap sejumlah dana yang telah
ditempatkannya. Pengharapan menggambarkan sesuatu yang bisa saja terjadi
diluar dari yang diharapkan. Menurut Tandelilin (2010), “Return merupakan salah
satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan
atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya.
Return saham adalah keuntungan atau capital gain yang merupakan selisih
antara closing price pada periode t dengan closing price periode sebelumnya (t-1).
Dengan adanya pengertian ini maka perumusan untuk mengukur Return saham
dapat diukur berdasarkan:
Keterangan:
1) Pt : Harga saham pada periode triwulan t
2) Pt-1 : Harga saham pada periode triwulan t-1
Variable Independen
Dalam penelitian ini terdapat 4 variable independen. Variable independen yang
akan diukur dalam penelitian ini yaitu Net Interest Margin, Beban Operasional
Pendapatan Operasional, Capital Adequacy Ratio, dan Suku Bunga Acuan Bank
Indonesia.
Net Interest Margin (NIM)
Menurut Ramesh (2019), “Net Interest Margin is the difference between the
interest income received by the bank and the interest paid by a bank to lenders”.
Rasio NIM adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui dan mengukur
kemampuan manajemen perbankan dalam menghasilkan atau memperoleh
214 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
pendapatan dari bunga dengan melihat kondisi dan kinerja bank dalam
melaksanakan kegiatan utama nya seperti menyalurkan kredit.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.13/30/DPNP tanggal 16
Desember 2011, “Net Interest Margin (NIM) adalah perbandingan antara
pendapatan bunga bersih terhadap rata-rata aktiva produktifnya”. Dengan adanya
pengertian ini maka perumusan untuk mengukur Net Interest Margin dapat diukur
berdasarkan:
Keterangan:
1) Pendapatan Bunga Bersih: Pendapatan bunga – beban pokok
2) Rata-Rata Aktiva Produktif: Aset yang mampu menghasilkan pendapatan
bunga, seperti aset yang dapat disalurkan kembali untuk kredit.
Selanjutnya Net Interest Margin diubah dalam bentuk perubahan Net Interest
Margin dari setiap periode yang dapat diukur berdasarkan:
Keterangan:
1) ∆ NIM : Perubahan NIM pada periode triwulan t
2) : NIM pada periode triwulan t
3) : NIM pada periode triwulan t-1
Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Menurut Muhamad (2015), “Rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional
merupakan rasio efisiensi yang digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan
kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya”. Rasio BOPO ini
bertujuan untuk mengetahui dan mengukur besar kemampuan bank dalam
mengelola beban operasionalnya agar tidak berlebihan. Menurut Surat Edaran
Bank Indonesia No 3/30/DPNP tanggal 14 desember 2001, perumusan untuk
mengukur rasio BOPO dapat diukur berdasarkan:
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
215
Selanjutnya Beban Operasional Pendapatan Operasional diubah dalam bentuk
perubahan Beban Operasional Pendapatan Operasional dari setiap periode yang
dapat diukur berdasarkan:
Keterangan:
1) ∆ BOPO : Perubahan BOPO pada periode triwulan t
2) : BOPO pada periode triwulan t
3) : BOPO pada periode triwulan t-1
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut Ervani (2010), “Rasio CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko (kredit, surat berharga, tagihan
pada bank lain) ikut dibiayai dari modal bank sendiri, disamping memperoleh
dana-dana dari sumber di luar bank, seperti dari masyarakat, pinjaman, dan lain-
lain”. Menurut Taswan (2010), “Rasio CAR merupakan perbandingan modal bank
dengan ATMR, semakin tinggi CAR mengindikasikan bank tersebut semakin
sehat permodalannya”. Dengan adanya pengertian ini maka perumusan untuk
mengukur Capital Adequacy Ratio dapat diukur berdasarkan:
Dimana:
ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko): Setiap modal yang memungkinkan
timbul risiko, seperti kredit macet.
Selanjutnya Capital Adequacy Ratio diubah dalam bentuk perubahan
Capital Adequacy Ratio dari setiap periode yang dapat diukur berdasarkan:
Dimana:
1) ∆ CAR : perubahan CAR pada periode triwulan t
2) : CAR pada periode triwulan t
3) : CAR pada periode triwulan t-1
216 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
Suku bunga acuan BI adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap
kebijakan moneter yang ditetapkan dan diterapkan oleh Bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI Rate dan BI Seven Days Repo (Reverse) Rate
adalah suku bunga kebijakan yang dikeluarkan dan diterapkan oleh Bank
Indonesia. BI Rate dan BI7DRR ini ditetapkan berdasarkan rapat Dewan
Gubernur BI. Data BI Rate dan BI7DRR yang dikeluarkan oleh BI merupakan
data bulanan selama periode 2010 hingga saat ini. Namun data BI Rate dan
BI7DRR yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data periode triwulan yang
tertera pada bulan Maret, Juni, September, dan Desember.
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil statistik deskriptive dalam penelitian ini:
Tabel 1
Analisis Statistik Deskriptif
Mean Maximum Minimum Std. Dev Observations
Return Saham 0.070856 4.697425 -0.761702 0.38666 200
NIM -0.002929 0.21087 -0.159722 0.042546 200
BOPO -0.000773 0.238979 -0.124486 0.044153 200
CAR 0.010095 0.549917 -0.158911 0.080196 200
Suku Bunga
Acuan BI -0.003716 0.235294
-0.230769 0.075366 200
Sumber: Olahan penulis, 2020
Berdasarkan tabel 2 maka model regresi linear yang diperoleh dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Return Saham = 0.062282 – 1.387361 NIM + 0.294305 BOPO + 0.308809 CAR –
0.435879 SB
Tabel 2
Hasil Regresi
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 0.062282 0.027533 2.262135 0.0248
NIM -1.387361 0.64493 -2.151180 0.0327
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
217
BOPO 0.294305 0.619561 0.475023 0.6353
CAR 0.308809 0.343021 0.900263 0.3691
Suku Bunga BI -0.435879 0.36379 -1.198159 0.2323
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-Section
Random
0.000000 0.000000
Idiosyncratic
Random
0.385299 1.000000
Weighted Statistic
R-Squared 0.039120 Mean
dependent Var.
0.070856
Adjusted R-
Squared
0.019410 S.D. dependent
Var.
0.386660
S.E. of
Regression
0.382889 Sum Squared
resid
28.58779
F-Statistic 1.984755 Durbin-Watson
stat
2.077303
Prob (F-
Statistic)
0.098346
Sumber: Hasil olah data dari software Eviews 10
Untuk uji F, hasil analisis regresi yang diperoleh pada tabel 2 menunjukkan
bahwa nilai dari p-value adalah sebesar 0.098346. Hal ini berarti bahwa nilai p-
value lebih kecil daripada tingkat signifikansi yang telah ditetapkan sebesar 10%.
Berdasarkan hasil ini maka dapat disimpulkan bahwa secara simultan seluruh
variable independen dalam penelitian ini yaitu Net Interest Margin (NIM), Beban
Operasional Pendapatan Operasional (BOPO), Capital Adequacy Ratio (CAR),
dan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia berpengaruh secara signifikan terhadap
variable dependen yaitu Return Saham bank.
Uji t
Dalam uji t, masing-masing variable di uji untuk menguji apakah terdapat
pengaruh yang ditimbulkan dari variable independen terhadap variable dependen.
Tingkat signifikansi yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu sebesar 10%.
Berikut adalah hasil dari uji t dari masing-masing hipotesis variable.
1) Pengaruh perubahan Net Interest Margin (NIM) terhadap Return Saham bank.
218 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
Berdasarkan hasil dari uji T yang ditunjukkan pada tabel 2, koefisien NIM
menunjukkan nilai sebesar -1.387361. Hasil analisis regresi NIM menunjukkan
p-value sebesar 0.0327. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p-value lebih kecil
dibandingkan dengan taraf signifikansi yang ditetapkan sebesar 10%. Hal ini
berarti bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
perubahan Net Interest Margin berpengaruh negatif terhadap Return Saham
bank.
2) Pengaruh perubahan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
terhadap Return Saham bank.
Berdasarkan hasil uji T yang ditunjukkan pada tabel 2, koefisien BOPO
menunjukkan nilai sebesar 0.294305. Hasil analisis regresi BOPO
menunjukkan p-value sebesar 0.6353. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p-
value lebih besar dibandingkan dengan taraf signifikansi yang ditetapkan
sebesar 10%. Hal ini berarti bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perubahan Beban Operasional Pendapatan Operasional
tidak memiliki pengaruh terhadap Return Saham bank.
3) Pengaruh perubahan Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return Saham
bank.
Berdasarkan hasil uji T yang ditunjukkan pada tabel 2, koefisien CAR
menunjukkan nilai sebesar 0.308809. Hasil analisis regresi BOPO
menunjukkan p-value sebesar 0.3691. Hal ini menunjukkan bahwa nilai p-
value lebih besar dibandingkan dengan taraf signifikansi yang ditetapkan
sebesar 10%. Hal ini berarti bahwa H0 diterima dan H1 ditolak. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa perubahan Capital Adequacy Ratio tidak memiliki
pengaruh terhadap Return Saham bank.
4) Pengaruh perubahan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia terhadap Return
Saham bank.
Berdasarkan hasil uji T yang ditunjukkan pada tabel 2, koefisien Suku Bunga
Acuan Bank Indonesia menunjukkan nilai sebesar -0.435879. Hasil analisis
regresi Suku Bunga Acuan BI menunjukkan p-value sebesar 0.2323. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai p-value lebih besar dibandingkan dengan taraf
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
219
signifikansi yang ditetapkan sebesar 10%. Hal ini berarti bahwa H0 diterima
dan H1 ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Suku Bunga Acuan Bank
Indonesia tidak berpengaruh terhadap Return Saham bank.
Uji Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan hasil analisis regresi yang menggunakan model Random Effect yang
ditunjukkan di tabel 2 bahwa nilai Adjusted R-Squared menujukkan hasil sebesar
0.019410 atau sebesar 1.941%. Hal ini berarti bahwa variasi seluruh variable
independen (NIM, BOPO, CAR, dan Suku Bunga BI) dapat mempengaruhi
variable dependen yaitu Return Saham bank sebesar 1.941%. Sedangkan sisanya
sebesar 98.059% dipengaruhi oleh variable lain.
Berdasarkan hasil analisis regresi dengan menggunakan model Random
Effect pada software Eviews 10, dapat diketahui bahwa terdapat 1 dari 4 variable
independen yang memiliki pengaruh signifikan terhadap variable dependen, yaitu
Return Saham bank. Variable independen yang memiliki pengaruh terhadap
Return Saham bank yaitu Net Interest Margin atau rasio NIM. Variable
independen yang lain yaitu Beban Operasional Pendapatan Operasional, Capital
Adequacy Ratio, dan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia disimpulkan tidak
memiliki pengaruh terhadap Return Saham bank. Berikut merupakan pembahasan
mengenai penelitian yang telah dilakukan.
Net Interest Margin (NIM)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Net Interest Margin dapat
diperhitungkan untuk mengetahui tingkat efisiensi manajemen bank dalam
pengelolaan sumber daya bank atau aset yang dimiliki bank dan dapat disalurkan
kembali untuk mendapatkan pendapatan bunga. Jika bank memiliki NIM yang
tinggi maka hal ini dapat menyebabkan peningkatan pada pendapatan bunga atas
aktiva produktif yang sebelumnya telah dikelola oleh bank. Jadi dapat dikatakan
bahwa semakin tinggi nilai NIM maka tingkat kesehatan bank akan semakin baik.
Namun, hasil dari penelitian ini menimbulkan hasil yang bertentangan
dengan teori di atas. Berdasarkan tabel 2, hasil dari uji regresi menunjukkan
bahwa perubahan dari variable Net Interest Margin (NIM) berpengaruh negatif
220 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
secara signifikan terhadap Return Saham bank. Hasil ini dapat diketahui dari p-
value yang menunjukkan nilai sebesar 0.0327 yang berarti menunjukkan nilai
yang lebih kecil dari tingkat signifikansi yang telah ditentukan yaitu sebesar 10%.
Dengan adanya NIM yang tinggi maka hal ini akan berdampak kepada tingkat
kesehatan bank yang menjadi semakin baik. Hal ini akan membuat para investor
untuk mempertimbangkan dalam melakukan investasi di bank yang bersangkutan
dan investor berkesempatan mendapatkan Return saham yang tinggi. Namun,
hasil empiris dari penelitian ini memberikan hasil yang berbeda bahwa rasio NIM
mempengaruhi Return saham bank secara negatif dan signifikan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Devitra (2013) yang berjudul “Kinerja
Keuangan dan Efisiensi Terhadap Return Saham Perbankan di Bursa Efek
Indonesia Periode 2007-2011”. Devitra (2013) menyatakan bahwa “Semakin
tinggi rasio NIM maka bisa menyebabkan harga saham bank akan mengalami
penurunan. Hal ini dapat dijelaskan dengan mengatakan bahwa semakin tinggi
rasio NIM maka akan menunjukkan bahwa bank tersebut tidak efisien dalam
kegiatan operasinya dan pengelolaan risiko bank yang tidak memenuhi asas
kehati-hatian (Prudential Banking)”. Rasio NIM yang menunjukkan hasil yang
negatif ini dapat disimpulkan bahwa harga saham akan mengalami penurunan.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya rasio NIM yang tinggi, namun
bank yang bersangkutan tidak dapat menerapkan asas kehati-hatian maka hal ini
dapat menyebabkan pengelolaan manajemen dan risiko bank yang tidak sesuai.
Pengelolaan manajemen oleh pihak bank yang baik, efektif, dan efisien diperlukan
agar kegiatan utama bank dapat tercapai. Sehingga bank dapat memperoleh
pendapatan yang lebih besar.
Jadi dapat dikatakan bahwa semakin tinggi nilai NIM maka bank tidak dapat
menjalankan kegiatan operasional nya secara efisien. Bank memiliki beban-beban
seperti beban operasional dan juga harus menyalurkan kredit kepada masyarakat
atau perusahaan, beban-beban yang dimaksud yaitu yang berhubungan dengan
semua kegiatan usaha bank. Pada saat manajemen bank menjalankan kegiatan
operasionalnya secara tidak efisien maka akan timbul banyak hal yang tidak dapat
dipenuhi oleh bank tersebut, termasuk memenuhi dan membayar beban tersebut.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
221
Dengan adanya hal ini maka bank akan meningkatkan suku bunga kredit agar
bank dapat terus memperoleh pendapatan yang lebih. Hal ini dilakukan oleh bank,
walaupun Suku Bunga Acuan Bank Indonesia menurun. Padahal Bank Indonesia
menginginkan bank untuk terus mengikuti skenario suku bunga acuan Bank
Indonesia. Dengan adanya hal ini, bank akan tetap mendapatkan lebih banyak
nasabah yang ingin melakukan pinjaman kredit. Sehingga hal ini akan
meningkatkan pendapatan yang akan diperoleh bank yang bersangkutan. Jika
bank tetap dapat memperoleh pendapatan yang lebih, investor akan tetap
mempertimbangkan untuk menanamkan dananya di bank yang bersangkutan.
Lalu, ketika aktiva produktif dinilai rendah maka Net Interest Margin akan
meningkat. Namun, jika aktiva produktif tinggi maka nilai dari Net Interest
Margin akan menurun. Hal ini dapat dikatakan bahwa investor bisa saja tidak
terlalu memperhatikan rasio atau nilai dari Net Interest Margin, melainkan
memperhatikan aktiva produktif yang dimiliki oleh bank tersebut.
Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, rasio BOPO ini adalah perhitungan
yang dilakukan untuk mengetahui tingkat efisiensi kinerja perbankan dalam
pengelolaan beban operasional. Berdasarkan angka pada tabel 2, hasil dari uji
regresi ini menunjukkan nilai p-value sebesar 0.6353 yang berarti menunjukkan
nilai yang lebih besar dari tingkat signifikansi yang telah ditetapkan yaitu sebesar
10%. Hal ini sejalan dengan penelitian Rosita, Muharam, dan Haryanto (2016)
yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank dengan Metode
CAMELS Terhadap Return Saham” yang menyatakan bahwa perubahan BOPO
tidak memiliki pengaruh terhadap Return Saham. Rasio BOPO ini merupakan
perhitungan yang mencerminkan efektivitas bank. Hal ini dimaksudkan bahwa
bank dikatakan efektif jika mengeluarkan biaya seminimal mungkin dengan
memperoleh pendapatan operasional yang lebih. Dalam penelitian ini telah
didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa rasio BOPO tidak memiliki pengaruh
terhadap Return Saham bank. Hal ini berarti bahwa investor tidak terlalu
mempertimbangkan rasio BOPO dalam menginvestasikan dananya. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa perusahaan perbankan atau bank umum konvensional akan
222 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
memperoleh pendapatan operasionalnya dari beberapa kegiatan yang telah
dijalakan oleh masing-masing perusahaan perbankan. Seperti, hasil pendapatan
bunga, komisi dan provisi, pendapatan atas transaksi valuta asing, dan pendapatan
yang dapat diperoleh dari kegiatan lainnya. Namun, dikarenakan pendapatan
terbesar dari sebuah bank diperoleh dari income interest atau pendapatan bunga
maka pendapatan operasional lain diluar pendapatan bunga dianggap sebagai
pendapatan yang berkontribusi kecil untuk keberlangsungan bank. Sehingga rasio
BOPO tidak menjadi faktor pertimbangan utama bagi investor dalam
menginvestasikan dana nya.
Capital Adequacy Ratio (CAR)
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, CAR adalah rasio yang
memperhitungkan apakah modal yang dimiliki oleh suatu bank sudah memadai
atau belum untuk menjalankan kegiatan operasinya. Sesuai tabel 2, hasil uji
regresi menunjukkan nilai p-value sebesar 0.3691, yang berarti menunjukkan nilai
yang lebih besar daripada nilai tingkat signifikansi yang telah ditetapkan sebesar
10%. Hal ini sejalan dengan penelitian Kurniadi (2012) yang berjudul “Pengaruh
CAR, NIM, dan LDR Terhadap Return Saham Perusahaan Perbankan Indonesia”
yang menyatakan bahwa CAR tidak memiliki pengaruh pada Return Saham.
CAR dinyatakan tidak memiliki pengaruh terhadap Return Saham bank
dikarenakan modal yang dimiliki oleh suatu bank bukan merupakan sepenuhnya
milik dari bank itu sendiri. Melainkan, modal dari suatu bank ada yang berasal
dari modal pinjaman dan sebagainya. Dengan adanya hal ini maka bank harus
juga memenuhi pembayaran beban bunga dari pinjaman modal tersebut. Sehingga
walaupun suatu bank memiliki nilai rasio CAR yang tinggi, hal ini tidak
menjamin bahwa suatu bank memiliki kesehatan yang baik. Hal ini yang
menyebabkan investor tidak terlalu memperhatikan rasio CAR sebagai bahan
pertimbangan untuk berinvestasi.
Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Suku Bunga Acuan Bank Indonesia
adalah suku bunga yang digunakan Bank Indonesia dalam pelaksanaan kebijakan
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
223
operasi moneter yang akan mempengaruhi pasar uang. Terdapat dua jenis suku
bunga acuan yang telah diterapkan oleh Bank Indonesia yaitu BI Rate dan BI
Seven Days Repo (Reverse) Rate. Suku bunga ini dapat mempengaruhi suku
bunga kredit dan suku bunga deposito yang akan ditetapkan oleh masing-masing
bank umum konvensional. Sesuai tabel 2, hasil uji regresi data menunjukkan nilai
p-value sebesar 0.2323, yang berarti bahwa lebih besar daripada nilai tingkat
signifikansi yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu sebesar 10%. Hal ini sejalan
dengan penelitian Afiyati dan Topowijono (2018) yang berjudul “Pengaruh
Inflasi, BI Rate, dan Nilai Tukar Terhadap Return Saham”.
Suku Bunga Acuan BI ini dinyatakan tidak memiliki pengaruh terhadap
Return Saham Bank dikarenakan angka perubahan dari Suku Bunga Acuan
tersebut mengalami fluktuasi atau tidak stabil untuk setiap periodenya. Dengan
adanya hal ini maka Return Saham bank juga menunjukkan angka yang
berfluktuasi. Maka dari itu investor menganggap bahwa Suku Bunga Acuan Bank
Indonesia tidak berpengaruh terhadap Return Saham karena adanya faktor lain
yang dapat mempengaruhi Return Saham seperti kebijakan-kebijakan pemerintah.
5. SIMPULAN
Perubahan Net Interest Margin atau rasio NIM memiliki pengaruh yang negatif
secara signifikan terhadap Return Saham bank. Dalam penelitian ini, apabila Net
Interest Margin meningkat maka hal ini dapat menyebabkan harga saham dari
bank yang bersangkutan mengalami penurunan. Sehingga Return saham yang
akan diperoleh oleh investor juga dapat menurun. Arah negatif yang dihasilkan
dari hasil analisis regresi linear penelitian ini yaitu dimaksudkan bahwa semakin
tinggi nilai Net Interest Margin maka bank yang bersangkutan menunjukkan
terjadinya ketidakefisienan dalam pengelolaan manajemen oleh pihak bank
tersebut. Ketidakefisienan dalam manajemen bank ini dapat terjadi apabila bank
tidak memperhatikan dan juga tidak memenuhi asas kehati-hatian atau Prudential
Banking. Dapat disimpulkan bahwa jika Net Interest Margin meningkat maka
Return saham yang akan diperoleh oleh investor akan menurun. Pada saat
manajemen bank melakukan kegiatan operasionalnya secara tidak efisien maka
224 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
akan menimbulkan banyak hal yang tidak dapat dipenuhi oleh bank, termasuk
beban-beban operasional bank. Dengan begitu, bank akan meningkatkan suku
bunga kredit, meskipun Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga acuan. Hal
ini dimaksudkan agar bank tetap memperoleh pendapatan yang lebih dengan
adanya masyarakat atau perusahaan yang melakukan pinjaman kredit di bank
yang bersangkutan.
Perubahan Beban Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) tidak
berpengaruh terhadap Return Saham bank. Pada penelitian ini dapat disimpulkan
bahwa jika ada perubahan dari rasio Beban Operasional Pendapatan Operasional
maka hal ini tidak akan mempengaruhi Return saham yang akan diperoleh oleh
investor. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pendapatan yang berkontribusi besar
dalam suatu bank pada umumnya berasal dari pendapatan bunga, sedangkan
pendapatan operasional lainnya dianggap berkontribusi kecil bagi
keberlangsungan bank. Sehingga rasio BOPO ini tidak menjadi bahan
pertimbangan utama bagi investor dalam melakulan investasi.
Perubahan Capital Adequacy Ratio (CAR) tidak berpengaruh terhadap
Return Saham bank. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jika ada
perubahan dari Capital Adequacy Ratio maka hal ini tidak akan mempengaruhi
Return saham yang akan diperoleh investor. Hal ini dapat dijelaskan bahwa modal
yang dimiliki oleh suatu bank tidak sepenuhnya dimiliki oleh bank tersebut.
Melainkan, bank dapat memperoleh modal dari pinjaman dan sumber lain.
Sehingga walaupun bank memiliki nilai CAR yang tinggi, hal ini tidak menjamin
bahwa suatu bank memiliki kesehatan manajemen yang baik karena harus
membayar kembali pinjaman-pinjaman tersebut.
Perubahan Suku Bunga Acuan Bank Indonesia tidak memiliki pengaruh
terhadap Return Saham bank. Dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa jika
ada perubahan dari Suku Bunga Acuan Bank Indonesia maka hal ini tidak akan
mempengaruhi Return saham yang akan diperoleh investor. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa angka perubahan dari Suku Bunga Acuan Bank Indonesia ini
mengalami fluktuasi atau tidak menunjukkan angka yang stabil untuk setiap
periodenya. Dengan adanya hal ini maka Return saham juga akan menunjukkan
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RETURN SAHAM BANK
UMUM KONVENSIONAL LQ-45 DI BURSA EFEK INDONESIA
[DEAN SANUYA H. K. DAN A. S. MARSUDI]
225
angka yang berfluktuasi. Dengan adanya hal ini maka investor menganggap
bahwa Suku Bunga Acuan Bank Indonesia tidak menjadikan bahan pertimbangan
dalam berinvestasi. Hal ini juga dapat dikarenakan adanya faktor lain yang dapat
mempengaruhi Return Saham bank seperti kebijakan pemerintah.
DAFTAR RUJUKAN
Afiyati, H., dan Topowijono. (2018). Pengaruh Inflasi, BI Rate dan Nilai Tukar
Terhadap Return Saham (Studi Pada Perusahaan Subsektor Food &
Beverages Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2013-2016).
Jurnal Administrasi Bisnis. 61(2), 144-151.
Ayem dan Wahyuni. (2017). Pengaruh Loan to Deposit Ratio, Capital Adequacy
Ratio, Return on Asset dan Non Perfoming Loan Terhadap Return Saham.
Jurnal Akuntansi. 5(1), 71-87.
Bank Indonesia. (2001). Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tentang
“Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta
Laporan tertentu yang disampaikan kepada Bank Indonesia”.
Bank Indonesia. (2011). Surat Edaran Bank Indonesia No. 13/30/DPNP tentang
“Laporan Keuangan Publikasi Triwulanan dan Bulanan Bank Umum serta
Laporan Tertentu yang Disampaikan kepada Bank Indonesia”.
Devitra, J. (2013). Kinerja Keuangan dan Efisiensi Terhadap Return Saham
Perbankan di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011. Finance and
Banking Journal. 15(1), 38-53.
Dewi, A. (2019). Pengaruh LDR, NIM dan ROA terhadap Return Saham (Studi
Kasus pada Bank Umum yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 2014-
2017). Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 7(1), 69-77.
Ervani, E. (2010). Analisis Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit
Ratio, dan Biaya Operasional Bank Terhadap Profitabilitas Bank Go Public
di Indonesia Periode 2000-2007. JEJAK . 3(2), 165-171.
Hanivah, V., & Wijaya, I. (2018). Pengaruh Debt to Equity Ratio, Total Asset
Turnover, Inflasi dan BI Rate terhadap Return Saham. Jurnal Profita. 11(1),
106-119.
Hapsari, S. A. and Marsudi, A. S., (2018). Determinan Fraudelent Financial
Reporting Dalam Perspektif Trianggle Fraud., Prosiding Working Papers
Series In Management, 10(02), pp. 128–146.
IAI. (2008). Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Fahmi, I. (2012). Manajemen Investasi :Teori dan Soal Jawab. Jakarta :Salemba
Empat.
226 BALANCE, [VOL.17, NO.2 SEPTEMBER: 201 – 226]
Kurniadi, R. (2012). Pengaruh CAR, NIM, LDR Terhadap Return Saham
Perusahaan Perbankan Indonesia. Accounting Analysis Journal. 1(1), 7-11.
Marsudi, A. S. (2018)., Pengaruh partisipasi anggaran pada kinerja universitas
aptik yang dimediasi oleh Trust Pegawai., Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
21(2), pp. 59–65.
Marsudi, A. S. (2018). Analisis Pengaruh Moderasi Kualitas Audit Pada
Hubungan Harga Saham Dan Goodwill Di Indonesia. Jurnal Muara, 2(1),
pp. 194–203.
Muhamad, N. (2015). Pengaruh CAR, NPL, DAN BOPO Terhadap Profitabilitas
dan Return Saham Pada Bank-Bank yang Terdaftar di Bei Tahun 2009-
2013. Jurnal EMBA. 3(2), 258-269.
Ramesh, K. (2019). Determinants Of Bank Performance: Evidence From The
Indian Commercial Banks. Journal of Commerce and Accounting Research.
8(2), 66-71.
Rosita, Muharam, Haryanto, M. (2016). Analisis Pengaruh Tingkat Kesehatan
Bank dengan Metode CAMELS Terhadap Return Saham Bank (Studi Kasus
pada Bank Listed di BEI Periode 2008-2014)
Riyadi, S. (2010). Banking Assets and Liability Managemen. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Saputri, R. (2018). Analisis Pengaruh CAR, NIM, BOPO dan LDR Terhadap
Return Saham Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode Tahun 2011 Sampai Dengan Tahun 2015. Jurnal Ekobis
Dewantara. 1(1), 149-158.
Susiani, D. and Marsudi, A. S. (2006). Dampak Underperformance setelah
penawaran seasoned equity offering., Jurnal Bisnis dan Ekonomi AKSES,
1(2), pp. 126–136.
Taswan. (2010). Manajemen Perbankan, Konsep, Teknik & Aplikasi. Yogyakarta:
Penerbit UPP STIM YKPN.
Tandellin, E. (2010). Analisis Investasi dan Mnajemen Fortofolio (Edisi
Pertama.). Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
top related