Transcript
7/30/2019 Eklampsia Case
1/35
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha
Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya sehingga pembuatan karya tulis berupa
laporan kasus yang berjudul GIIP0A1 hamil 35-36 minggu dengan eklampsia
dapat tersusun dan terselesaikan tepat pada waktunya.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr. Arie Widiyasa, Sp.OG selaku
pembimbing penulisan yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian laporan
kasus ini.
Adapun pembuatan tulisan ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas yang
diberikan selama masa kepaniteraan klinik penulis di RS TNI-AL Dr.
Mintohardjo, juga untuk mendiskusikan kasus stroke, sehingga diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman dan mendukung penerapan klinis yang lebih baik
dalam memberikan kontribusi positif sistem pelayanan kesehatan secara optimal.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan yang telah disusun ini masih
banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan.
Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
membacanya.
Jakarta,Februari 2013
Penulis
1
7/30/2019 Eklampsia Case
2/35
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 30 tahun
Alamat : Kp. Parung RT/RW 05/03 Depok
Status Pernikahan : Sudah menikah
Pekerjaan : PNS
Pendidikan Terakhir : S1
Tanggal Masuk RS : 29 Januari 2013
IDENTITAS SUAMI
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 25 tahun
Alamat : Kp. Parung RT/RW 05/03 Depok
Status Pernikahan : Sudah Menikah
Pekerjaan : PNS
Pendidikan terakhir : Diploma
II. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis dan alloanamnesis pada tanggal
29 Januari 2013 pukul 06.30 WIB. Keluhan Utama
Kejang sejak 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Keluhan Tambahan
Nyeri kepala, mual.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien GIIP0A1 hamil 35-36 minggu datang ke Kamar Bersalin RS TNI-
AL Dr. Mintohardjo dengan keluhan kejang sejak 4 jam sebelum masuk
2
7/30/2019 Eklampsia Case
3/35
Rumah Sakit. Menurut ibu pasien, pasien mengalami kejang yang timbul
mulai dari kedua tangan dan kaki kaku lalu menyebar ke seluruh tubuh
sehingga pasien kelojotan . Kejang berlangsung selama 5 menit sebanyak 2
kali. Ibu pasien mengatakan pasien mengeluarkan busa dari mulutnya. Pasien
mengaku tidak sadar saat mengalami kejang. Pasien mengeluh nyeri kepala
terasa pada seluruh area kepala dan mual namun tidak muntah. Pasien merasa
badannya menjadi bengkak saat kehamilan ini. Pasien mengatakan mules-
mules, keluar lendir dan darah maupun air dari jalan lahir disangkal oleh
pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengaku belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi. Riwayat kencing manis,
penyakit jantung, paru, ginjal, maupun alergi terhadap makanan maupun obat
disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga
Ibu pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki
gejala penyakit yang sama seperti pasien. Tidak terdapat riwayat hipertensi,
riwayat kencing manis, penyakit jantung, paru, ginjal maupun alergi terhadap
makanan atau obat di keluarga pasien.
Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke RS lain dan sudah dipasang infus serta diberikan
obat lalu pasien dirujuk ke RS TNI-AL Dr. Mintohardjo.
Riwayat Haid
Menarche : 18 tahun
Dysmenorrhoe : tidak
Siklus haid : 28 hari
Lama haid : 7 hari
Hari pertama haid terakhir : 22 Mei 2012
Taksiran persalinan : 29 Februari 2013
Riwayat Imunisasi
Tetanus toxoid : 2x pada trimester pertama selang 1 bulan
3
7/30/2019 Eklampsia Case
4/35
Riwayat Kehamilan
Keha
milan
ke
Aterm/
premature
Tah
un
Berat
bayi
lahir
Panja
ng
bayi
Jenis
kelamin
Metode
kelahira
n
Penolong
persalinan
G1 Abortus dan di curettage usia kehamilan 2 bulan
G2 Hamil ini
Riwayat Perkawinan
Riwayat Perawatan Antenatal
Pasien tidak rutin melakukan ANC di dokter
Riwayat Keluarga Berencana
Pasien tidak pernah menggunakan KB
Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah operasi sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan dan Sosial Ekonomi
Pasien bersuamikan PNS AL. Kesan kondisi sosial ekonomi baik.
III. STATUS INTERNA SINGKAT
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Tanda Vital :
a. Kesadaran : GCS E4M6V5
b. Tekanan darah : 1150/110 mmHg
c. Nadi : 100x/menit
d. Suhu : 36,7 0C
e. Pernapasan : 28x/menit
3. Kepala :
a. Bentuk : normosefali, simetris
b. Rambut : lebat, warna hitam
c. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), pupil
bulat, isokor, refleks cahaya langsung +/+, refleks
4
7/30/2019 Eklampsia Case
5/35
cahaya tidak langsung +/+, eksoftalmus (-),
endoftalmus (-), nistagmus (-).
d. Telinga : bentuk normal, simetris, lesi atau cairan keluar (-)
e. Hidung : bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
f. Mulut : bibir merah muda, mukosa mulut basah, halitosis
(-)
4. Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran thyroid (-)
5. Jantung : Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
6. Paru : Suara napas vesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
7. Abdomen : Datar, supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), bising usus
(+) 3x/menit, organomegali (-), undulasi (+)
8. Extremitas : Akral hangat (+/+/+/+), oedem (+/+/+/+)
IV. STATUS OBSTETRI
Usia gestasi : GIIP0A1 hamil 35-36 minggu
Pemeriksaan luar :
Inspeksi : buncit, striae gravidarum (+), linea nigra (+)
Palpasi :
Leopold I : TFU 27 cm, teraba satu bagian besar, bulat, lunak,
tidak melenting
Leopold II : Kanan : teraba bagian-bagian kecil janin
Kiri : teraba bagian keras seperti papan
Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat, keras dan
melenting
Leopold IV : kepala belum masuk PAPTBJ : 2480 gram
His : -
Pergerakan janin : +
Auskultasi : DJJ = 139 x/menit
Pemeriksaan dalam tidak dilakukan
5
7/30/2019 Eklampsia Case
6/35
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,6 13 18
Leukosit 26.500 4000 10000
Trombosit 319.000 150000 400000
Hematokrit 42,9 40 54
Bleeding time 3 1 3 menit
Clotting time 12 10 16 menit
Kreatinin 0,79 0,67 1,36
Urin
Warna Kuning keruh
Protein +3 -Glukosa - -
Urobilinogen + +
Bilirubin - -
Urobilin - -
Keton +1 -
Nitrit - -
Darah + -
USG tanggal 28 Januari 2013
JTH : letak kepala
BPD : 88,00 mm
FL : 68,8 mm
EDD : 20 Februari 2013
EFBW : 2687 gram
Placenta : di fundus sampai corpus anterior
Air Ketuban : cukup
VI. RESUME
Pasien GIIP0A1 hamil 35-36 minggu datang dengan mengeluh kejang sejak
4 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Kejang timbul mulai dari kedua tangan
dan kaki kaku lalu menyebar ke seluruh tubuh sehingga pasien kelojotan .
Kejang berlangsung selama 5 menit sebanyak 2 kali. Pasien mengeluarkan
6
7/30/2019 Eklampsia Case
7/35
busa dari mulutnya. Pasien tidak sadar saat mengalami kejang. Nyeri kepala
terasa pada seluruh area kepala (+), mual (+), muntah (-), badan bengkak
(+), mules-mules (-), keluar lendir (-), darah (-), air (-). Pasien tidak pernah
kejang sebelumnya, riwayat darah tinggi (-), riwayat penyakit jantung (-).
Pasien tidak rutin mengikuti ANC di dokter. Pada pemeriksaan fisik
ditemukan keadaan umum : tampak sakit sedang, kesadaran :GCSE4M6V5,
tanda vital : tekanan darah: 150/110 mmHg, nadi : 100x/menit, suhu : 36,7
0C, pernapasan : 28x/menit, status obstetri : usia gestasi : GIIP0A1
hamil 35-36 minggu, pada pemeriksaan luar : Inspeksi : buncit, striae
gravidarum (+), linea nigra (+), Palpasi : Leopold I : TFU 27 cm, teraba
satu bagian besar, bulat, lunak, tidak melenting, Leopold II : Kanan :
teraba bagian-bagian kecil janin, Kiri : teraba bagian keras seperti papan,
Leopold III : teraba satu bagian besar, bulat, keras dan melenting, Leopold
IV : kepala belum masuk PAP, TBJ : 2480 gram, His: -, Pergerakan
janin : +, Auskultasi : DJJ = 139 x/menit, pemeriksaan dalam tidak
dilakukan. Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan leukosit
26.500, laboratorium urin didapatkan protein +3.
VII. DIAGNOSIS
Ibu : GIIP0A1 hamil 35-36 minggu dengan eklampsia
Janin : Janin tunggal hidup intrauterin, letak kepala, TBJ 2480 gram.
VIII. PENATALAKSANAAN
Planning diagnosis : CTG
Planning terapi : Rawat inap
Sectio-Cesaria
IVFD RL + 1 vial MgSO4 40% 10gr
Inj Dexamethason 2 amp i.v
Planning monitoring : tanda vital, denyut jantung janin
Planning edukasi :
Riwayat Persalinan
7
7/30/2019 Eklampsia Case
8/35
Pasien datang ke kamar bersalin jam 06.30 WIB sudah terpasang infus
D5% + Catapres 2 mg + Valisanbe 4 ampul 20 tpm dan terpasang catheter
kemudian terapi diganti menjadi IVFD RL + 1 vial MgSO4 40% dan inj
Dexamethasone 2 amp iv. Kemudian pasien dilakukan tindakan SC jam 09.30
WIB. Bayi lahir jam 10.00, laki-laki, a/s : 2/3, berat badan lahir 1900 gram
dengan panjang 43 cm, a/c +/-, plasenta lahir normal. Setelah dilakukan SC,
pasien dirawat di ICU terapi yang diberikan drip MgSO4 1-2 gram/jam (1x 24
jam), Ceftriaxon 1gr/12 jam, Tramal 3x1, Alinamin F 3x1, Vit C 3x1.
Follow up
30/1/2013
S : Terpasang ventilator
O : Kead. Umum : apatis
Tanda vital
TD : 130/70 mmHg
Suhu : 37 C
Paru : ronchi +/+, wheezing -/-
Jantung : Reguler
EKG : Sinus takikardi
Foto thorax : edema paru dan efusi pleura duplex
DL: Leukosit 23.900; Na : 125; Cl: 109
A : P1A1 Post SC dengan eklampsia, edema paru, efusi pleura
P : Lasix 20mg/jam
Infus NaCl 0,9%
Albumin 100 cc
Dobutamin 5mg/jam
30/1/2013
S : Terpasang ventilator
O : Kead. Umum : apatis
Tanda vital
TD : 101/75 mmHg
8
7/30/2019 Eklampsia Case
9/35
Suhu : 37 C
CUP : +1
Paru : ronchi +/+, wheezing -/-
Jantung : Reguler
EKG : Sinus takikardi
Foto thorax : edema paru dan efusi pleura duplex
AGD arteri: : pH : 7,37
pCO2 : 41,1
HCO3 : 19,5
SO2 : 75,7
Vena : pH : 7,308
pO2 : 25,3
pCO2 : 18,3
SO2 : 30,1
Elektrolit : Na : 125 (arteri); 106 (vena)
Cl : 105 (arteri); 90 (vena)
K : 4,36 (arteri), 3,79 (vena)
A : P1A1 Post SC dengan eklampsia, edema paru duplex, efusi pleura
P : lasix stop
Dobutamin 5 mg/jam
Infus NaCl 0,9%
31/1/2013
Pasien dalam keadaan apnoe, dilakukan resusitasi, NaCl 0,9% loading + SA 2
ampul + adrenalin 2 ampul + RJPO : bagging = 30 : 2 15 menitTD : 144/32 mmHg
HR : 150 x/menit (nadi teraba cepat dan halus)
SO2 : 40%
Pasien masih dalam keadaan apnoe
NaCl 0,9% masih diguyur + SA 1 ampul + adrenalin 1 ampul + RJPO 15 menit,
pasien masih dalam keadaan apnoe.
TD : tidak terukur
9
7/30/2019 Eklampsia Case
10/35
HR : tidak terukur
SO2 : 7%
Pasien dinyatakan meninggal pukul 06.52 WIB, setelah dilakukan RJPO : bagging
= 30 : 2 + Sulfas atropin 1 ampul + adrenalin 1 ampul pupil midriasis maksimal
kanan dan kiri dihadapan keluarga pasiendan co-ass.
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
BAB II
ANALISA KASUS
10
7/30/2019 Eklampsia Case
11/35
Penegakkan diagnosis Eklampsia pada kasus diatas berdasarkan gejala yang
dimiliki oleh pasien yaitu hipertensi, edema, proteinuria (+3) serta timbulnya
kejang.
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklampsia adalah kriteria
Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas. (1,2,6)
Akan tetapi jika dilihat dari anamnesis pasien, dimana pasien mengaku
telah menderita hipertensi sejak kelahiran anak pertama pesien memeriksakan diri
ke Puskesmas mengindikasikan bahwa hipertensi pasien merupakan hipertensi
kronik sebagaimana yang terlihat dari syarat syarat hipertensi kronik :
1. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sebelum hamil.
2. Hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) yang terdeteksi sebelum usia
kehamilan 20 minggu (kecuali apabila terdapat penyakit trofoblastik
gestasional).
3. Hipertensi yang menetap lama setelah melahirkan (setelah 12 minggupost
partum).
Kejang yang mendahuluinya memperberat preeklamsinya.Jika hipertensi kronik
telah ditegakkan, maka diagnosisnya akan berubah dari Pre Eklamsia Berat
menjadi Eklampsia dengan kejang berulang (superimposed eklampsia on chronic
11
7/30/2019 Eklampsia Case
12/35
seizure). Tidak digunakannya diagnosis superimposed preeclampsia mungkin
dikarenakan penanganannya yang sama dengan preeklampsia eklampsia
sehingga hanya digunakan diagnosis Eklampsia dengan riwayat kejang berulang.
Atau mungkin juga dikarenakan anamnesis yang kurang cermat.
Adanya penegakkan diagnosis eklampsia dengan riwayat kejang berulang
ini penting karena akan mempengaruhi prognosis dan penatalaksanaan pasien.
Penatalaksanaan pasien tidak hanya pada eklamsianya tetapi juga terhadap
hipertensinya karena pada umumnya hipertensinya sukar disembuhkan dengan
penatalaksanaan eklampsia. Hipertensi konik sendiri menyebabkan morbiditas
(tanpa bergantung apakah wanita yang bersangkutan hamil atau tidak) seperti
hipertrofi ventrikel dan dekompensatio kordis, cedera serebrovaskular, atau
kerusakan intrinsik ginjal. Resiko solusio plasenta meningkat nyata pada
kehamilan yang disertai oleh hipertensi kronik, terutama pada mereka yang
kemudian mengalami preeklamsia. Lebih lanjut, janin pada wanita dengan
hipertensi kronik beresiko lebih besar mengalami hambatan pertumbuhan dan
kematian.
Penegakkan diagnosis HELLP Syndrome pada pasien ini adalah
berdasarkan bukti laboratoris adanya disfungsi hepar dan trombositopenia (hasil
laboratorium tanggal 24 Okt 08). Sedangkan menurut klasifikasi Tennessee,
sindrom HELLP yang diderita termasuk dalam golongan partial, karena hanya
terdapat satu syarat yang memenuhi kriteria sindrom HELLP menurut klasifikasi
Tennessee, yaitu nilai Trombosit 63.000 /l (
7/30/2019 Eklampsia Case
13/35
Observasi TTV setiap jam, DJJ setiap 30 menit, HIS, dan tanda tanda
perburukan PEB.
MgSO4 40% 4 gr diencerkan dalam 20 cc cairan i.v dilanjutkan dengan
MgSO4 40% 1 gr/jam s/d 24 jam pasca persalinan, sebagai anti kejang.
Nifedipine 4 x 10 mg oral, sebagai anti hipertensi.
Vit C 2 x 400 mg i.v, sebagai anti oksidan.
Dexamethasone 2 x 6 mg i.v (2 hari), untuk pematangan paru.
Terminasi kehamilan.
Penatalaksanaan tersebut diatas sudah memenuhi penatalaksanaan Eklampsia.
Produksi urin merupakan sesuatu yang penting karena Mg diekskresikan melalui
ginjal. Jika produksi urin < 100 cc / 4 jam maka Mg dapat tertimbun dalam tubuh
sehingga menjadi toksik.
Terminasi kehamilan yang dilakukan pada pasien ini meliputi tindakan
operatifsectio secarea. Tindakan ini diambil atas indikasi adanya gawat janin
pada pasien ini sedangkan pasien belum dalam keadaan inpartu sehingga untuk
menterminasi kehamilan pada keadaan ini diperlukan tindakan obstetri operatif.
Pemberian Nifedipine dan Dexamethasone 2 x 10 mg sangat bermanfaat
dalam mengobati HELLP Syndrome. Nifedipine merupakan antihipertensi post
partum yang ideal karena merupakan kontrol tekanan darah yang baik,
peningkatan diuresis, normalisasi trombosit post partum yang cepat dan tidak ada
efek samping yang mengkhawatirkan. Sedangkan Dexamethasone 2 x 10 mg
memberikan resolusi yang cepat terhadap HELLP Syndrome yang dapat diukur
dari adanya peningkatan outputurin dan trombosit dan penurunan mean arterial
pressure, LDH dan SGOT. Yang patut disayangkan ialah pasien pulang paksa
sehingga tidak dapat dinilai apakah penatalaksanaan yang dilakukan memberikan
hasil pengobatan atau efek terapeutik yang memadai atau tidak.
13
7/30/2019 Eklampsia Case
14/35
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
14
7/30/2019 Eklampsia Case
15/35
A. Definisi
PREEKLAMPSIA merupakan kumpulan gejala yang timbul pada ibu hamil diatas
20 minggu, bersalin, dan dalam masa nifas yang terdiri dari trias: hipertensi,
proteinuria, oedem atau keduanya.
EKLAMPSIA adalah terjadinya kejang pada seorang wanita yang memenuhi
kriteria preeklampsia dan disertai dengan kejang kejang ( yang bukan
disebabkaan oleh penyakit neurologis seperti epilepsi ) dan atau koma. Ibu
tersebut tidak menunjukkan tanda tanda kelainan vaskular atau hipertensi
sebelumnya. Kejang bersifat grand mal dan mungkin timbul sebelum, selama,
atau setelah persalinan. Namun, kejang yang timbul lebih dari 48 jam
pascapartum, terutama pada nulipara, dapat dijumpai sampai 10 hari pascapartum
(1,2,3)
Kaki membengkak seringkali dialami wanita hamil, terutama pada akhir trimester
ketiga hingga menjelang kelahiran. Pembengkakan di kaki ini, dianggap normal,
jika tidak diikuti dengan kenaikan tekanan darah. (7,8,9)
Kumpulan gejala ini berhubungan dengan vasospasme, peningkatan resistensi
pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ. Kelainan yang berupa lesi
vaskuler terdapat pada banyak sistem organ termasuk plasenta, juga terdapat
peningkatan aktivasi trombosit dan aktivasi sitem koagulasi. (2)
B. Etiologi
15
7/30/2019 Eklampsia Case
16/35
Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori-teori dikemukakan tetapi belum ada yang mampu memberi jawaban
yang memuaskan tentang penyebabnya sehingga disebut sebagai penyakit teori.
Teori yang dapat diterima harus dapat menerangkan hal-hal tersebut:
1. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan mola hidatidosa.Terpajan vilus korion untuk
pertama kali
2. sebab bertambahnya frekuensi pada bertambahnya usia kehamilan.
3. sebab dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan kematian
janin dalam uterus.
4. sebab jarangnya kejadian-kejadian pre-eklampsi pada kehamilan-
kehamilan berikutnya.
5. sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Sampai saat ini etiologi preeklampsia masih belum jelas, terdapat 4 hipotesis
mengenai etiologi preeclampsia-eklampsia: (1)
1. Iskemia plasenta; invasi trofoblast yang tidak normal terhadap
arteri spiralis menyebabkan berkurangnya sirkulasi uteroplasenta
yang dapat berkembang menjadi iskemia plasenta.
16
7/30/2019 Eklampsia Case
17/35
17
7/30/2019 Eklampsia Case
18/35
. Implantasi plasenta normal yang memperlihatkan proliferasi trofoblas
ekstravilus membentuk satu kolom di bawah vilus penambat. Trofoblas
ekstravilus menginvasi desidua dan berjalan sepanjang bagian dalam arteriol
spiralis. Hal ini menyebabkan endotel dan dinding pembuluh vaskular diganti
diikuti oleh pembesaran pembuluh darah
2. Peningkatan toksisitas Very Low Density Lipoprotein
3. Maladaptasi imunologi, yang menyebabkan gangguan invasi arteri
spiralis oleh sel sel sinsitiotrofoblast dan disfungsi sel endotel
yang diperantarai oleh peningkatan pelepasan sitokin, enzim
proteolitik dan radikal bebas.
4. Genetik
Teori yang dapat dikemukakan saat ini adalah akibat dari iskemia plasenta.
Banyak faktor yang menyebabkan preeklampsia, diantara faktor-faktor itu yang
ditemukan seringkali sukar ditentukan mana yang sebab mana yang akibat. (1,2)
Teori-teori tersebut antara lain :(4,5)
1. Peran prostasiklin dan tromboksan.
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler
sehingga penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisin, yang kemudian diganti oleh
trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi antitrombin III sehingga
terjadi deposit fibrin. Aktivasi tombosit menyebabkan pelepasan tromboksan dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel.
18
7/30/2019 Eklampsia Case
19/35
2. Peran faktor imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang makin sempurna adalah pada kehamilan berikutnya.
3. Peran faktor genetik/familial
Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa preeklampsia berat
kemungkinan suatu sifat yang resesif. Walaupun belum dapat dipastikan diduga
genotipe ibu dan janin merupakan faktor predisposisi penyakit tersebut.
B. Insidens dan Faktor Resiko Preeklampsia
Insidens preeklamsia relatif stabil antara 4-5 kasus per 10.000 kelahiran hidup
pada negara maju. Pada negara berkembang insidens bervariasi antara 6-10 kasus
per 10.000 kelahiran hidup. Angka kematian ibu bervariasi antara 0%-4%.
Kematian ibu meningkat karena komplikasi yang dapat mengenai berbagai sistem
tubuh. Penyebab kematian terbanyak ibu adalah perdarahan intraserebral dan
oedem paru. Kematian perinatal berkisar antara 10%-28%. Penyebab terbanyak
kematian perinatal disebabkan karena prematuritas, pertumbuhan janin terhambat,
dan meningkatnya karena solutio plasenta. Sekitar kurang lebih 75% eklampsi
terjadi antepartum dan 25% terjadi pada postpartum. Hampir semua kasus ( 95% )
eklampsi antepartum terjadi pada terjadi trisemester ketiga. (1,4,5)
19
7/30/2019 Eklampsia Case
20/35
Dilaporkan angka kejadian rata-rata sebanyak 6% dari seluruh kehamilan dan 12
% pada kehamilan primigravida. Lebih banyak dijumpai pada primigravida
daripada multigravida terutama primigravida usia muda. (1,4,5)
Pencegahan sangat penting dalam mengantisipasi kejadian preeklampsia,
hal ini termasuk mengetahui wanita wanita hamil yang mana yang mempunyai
faktor resiko tinggi untuk timbulnya preeklampsia (1).
Faktor faktor resiko preeklampsia adalah: (1)
1. Nullipara
2. Kehamilan ganda
3. Obesitas
4. Riwayat keluarga preeklampsia eklampsia
5. Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya
6. Abnormal uterine Doppler pada kehamilan 18 dan 24 minggu
7. Diabetes mellitus gestasional
8. Adanya trombofilia
9. Adanya hipertensi atau penyakit ginjal
D. Patofisiologi
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeclampsia-ekalmpsia adalah
adanya spasme pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Bila
dianggap bahwa spasmus arteriolar juga ditemukan diseluruh tubuh, maka mudah
dimengerti bahwa tekanan darah yang meningkat nampaknya merupakan usaha
mengatasi kenaikan tahanan perifer, agar oksigenasi jaringan dapat tercukupi.
Peningkatan berat badan dan oedema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial belum diketahui sebabnya. Telah diketahuibahwa pada preeclampsia-eklampsia dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan
kadar prolaktin yang tinggi daripada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk
mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium. Pada
preeklampsia permeabilitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. (1,2,5,6)
a. Perubahan Kardiovaskuler
20
7/30/2019 Eklampsia Case
21/35
Turunnya tekanan darah pada kehamilan normal ialah karena vasodilatasi
perifer yang diakibatkan turunnya tonus otot polos arteriol, mungkin akibat
meningkatnya kadar progesteron di sirkulasi, dan atau menurunnya kadar
vasokonstriktor seperti angiotensin II dan adrenalin serta noradrenalin, dan atau
menurunnya respon terhadap zat-zat vasokonstriktor tersebut akan meningkatnya
produksi vasodilator atau prostanoid seperti PGE2 atau PGI2. Pada trimester
ketiga akan terjadi peningkatan tekanan darah yang normal ke tekanan darah
sebelum hamil. (1,5,6)
Kurang lebih sepertiga pasien dengan preeklampsia akan terjadi
pembalikan ritme diurnalnya, sehingga tekanan darahnya akan meningkat pada
malam hari.
b. Regulasi Volume Darah
Pengendalian garam dan homeostasis juga meningkat pada preeklampsia.
Kemampuan untuk mengeluarkan natrium juga terganggu tapi pada derajat mana
hal ini terjadi adalah sangat bervariasi dan pada keadaan berat mungkin tidak
dijumpai adanya oedem. Bahkan jika dijumpai oedem interstitial, volume plasma
adalah lebih rendah dibandingkan pada wanita hamil normal dan akan terjadi
hemokonsentrasi. Terlebih lagi suatu penurunan atau suatu peningkatan ringan
volume plasma dapat menjadi tanda awal hipertensi. (1,2,3,5,7)
c. Volume darah, hematokrit, dan viskositas darah
Rata-rata volume plasma menurun 500 ml pada preeklampsia-
eklampsia dibandingkan hamil normal, penurunan ini lebih erat hubungannya
dengan wanita yang melahirkan BBLR.
(1,3,5)
d. Aliran Darah di Organ-Organ
1. Aliran darah di otak
Pada preeklampsia-eklampsia arus darah dan konsumsi oksigen berkurang
20%. Hal ini berhubungan dengan spasme pembuluh darah otak yang mungkin
merupakan suatu faktor penting dalam terjadinya kejang pada preeklampsia
maupun perdarahan otak. (1,2,6)
2. Aliran darah ginjal dan fungsi ginjal
21
7/30/2019 Eklampsia Case
22/35
Terjadi perubahan arus darah ginjal dan fungsi ginjal yang sering menjadi
pertanda pada kehamilan muda. Pada preeklampsia arus darah efektif ginjal rata-
rata berkurang 20% (dari 750 ml menjadi 600ml/menit) dan filtrasi glomerulus
berkurang rata-rata 30% (dari 170 menjadi 120ml/menit) sehingga terjadi
penurunan filtrasi. Pada kasus berat akan terjadi oligouria, uremia dan pada
sedikit kasus dapat terjadi nekrosis tubular dan kortikal. (1,2,6,9,10)
Plasenta ternyata membentuk renin dalam jumlah besar, yang fungsinya mungkin
untuk dicadangkan untuk menaikan tekanan darah dan menjamin perfusi plasenta
yang adekuat. Pada kehamilan normal renin plasma, angiotensinogen,
angiotensinogen II dan aldosteron semuanya meningkat nyata diatas nilai normal
wanita tidak hamil. Perubahan ini merupakan kompensasi akibat meningkatnya
kadar progesteron dalam sirkulasi. Pada kehamilan normal efek progesteron
diimbangi oleh renin, angiotensin dan aldosteron, namun keseimbangan ini tidak
terjadi pada preeklampsia-eklampsia. Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar
terjadinya preeklampsia adalah iskemi uteroplasenter, dimana terjadi ketidak
seimbangan antara massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi
darah plasentanya yang berkurang. Apabila terjadi hipoperfusi uterus, akan
dihasilkan lebih banyak renin uterus yang mengakibatkan vasokonstriksi dan
meningkatnya kepekaan pembuluh darah, disamping itu angiotensin menimbulkan
vasodilatasi lokal pada uterus akibat efek prostaglandin sebagai mekanisme
kompensasi dari hipoperfusi uterus. (1,11)
Glomerulus filtration rate (GFR) dan arus plasma ginjal menurun pada
preeklampsi tapi karena hemodinamik pada kehamilan normal meningkat 30%
sampai 50%, maka nilai pada preeklampsi masih diatas atau sama dengan nilai
wanita tidak hamil. Klirens fraksi asam urat juga menurun, kadang-kadangbeberapa minggu sebelum ada perubahan pada GFR, dan hiperuricemia dapat
merupakan gejala awal. Dijumpai pula peningkatan pengeluaran protein, biasanya
ringan sampai sedang, namun preeklampsia merupakan penyebab terbesar
sindrom nefrotik pada kehamilan. (1,2)
Penurunan hemodinamik ginjal dan peningkatan protein urin adalah bagian dari
lesi morfologi khusus yang melibatkan pembengkakan sel-sel intrakapiler
glomerulus, yang merupakan tanda khas patologi ginjal pada preeklampsia. (1,2)
22
7/30/2019 Eklampsia Case
23/35
3. Aliran darah uterus dan choriodesidua
Perubahan arus darah di uterus dan choriodesidua adalah perubahan
patofisiologi terpenting pada preeklampsia-eklampsia, dan mungkin merupakan
faktor penentu hasil kehamilan. Namun yang disayangkan belum ada satupun
metode pengukuran arus darah yang memuaskan baik di uterus maupun didesidua.
(1,2,12)
4. Aliran darah di paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsi biasanya oleh karena
edema paru yang menimbulkan dekompensasi cordis. (2)
5. Aliran darah di mata
Dapat dijumpai adanya edema dan spasme pembuluh darah. Bila terjadi
hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya PEB. Gejala lain yang mengarah
ke eklampsia adalah skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh
adanya perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau
dalam retina.(2)
6. Keseimbangan air dan elektrolit
Terjadi peningkatan kadar gula darah yang meningkat untuk sementara,
asam laktat dan asam organik lainnya, sehingga konvulsi selesai, zat-zat organik
dioksidasi dan dilepaskan natrium yang lalu bereaksi dengan karbonik dengan
23
7/30/2019 Eklampsia Case
24/35
terbentuknya natrium bikarbonat. Dengan demikian cadangan alkali dapat pulih
kembali. (1,2,12,13)
E. Manifestasi Klinis
Dua gejala yang sangat penting pada preeclampsia-eklampsia yaitu
hipertensi dan proteinuria, merupakan kelainan yang biasanya tidak disadari oleh
wanita hamil. Pada waktu keluhan seperti sakit kepala, gangguan penglihatan atau
nyeri epigastrium mulai timbul, kelainan tersebut biasanya sudah berat. (1,2,4,6,11,12,13)
Tekanan darah
Kelainan dasar pada preeklampsia-eklampsia adalah vasospasme arteriol,
sehingga tidak mengherankan bila tanda peringatan awal yang paling bisa
diandalkan adalah peningkatan tekanan darah. Tekanan diastolik mungkin
merupakan tanda prognostik yang lebih andal dibandingakan tekanan sistolik, dan
tekanan diastolik sebesar 90 mmHg atau lebih menetap menunjukan keadaan
abnormal. (1,2,4,6,11,12,13)
Kenaikan Berat badan
Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat mendahului serangan
preeklampsia-eklampsia, dan bahkan kenaikan berat badan yang berlebihan
merupakan tanda pertama preeklampsia pada wanita. Peningkatan berat badan
sekitar 0,45 kg perminggu adalah normal tetapi bila melebihi dari 1 kilo dalam
seminggu atau 3 kilo dalam sebulan maka kemungkinan terjadinya preeklampsia
harus dicurigai. Peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan
terutama disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelumtimbul gejala edem non dependen yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang
membengkak, kedua tangan atau kaki yang membesar. (1,2,4,6,11,12,13)
Proteinuria
Derajat proteinuria sangat bervariasi menunjukan adanya suatu penyebab
fungsional (vasospasme) dan bukannya organik. Pada preeklampsia awal,
proteinuria mungkin hanya minimal atau tidak ditemukan sama sekali. Pada kasus
24
7/30/2019 Eklampsia Case
25/35
yang paling berat, proteinuria biasanya dapat ditemukan dan mencapai 10 gr/lt.
Proteinuria hampir selalu timbul kemudian dibandingkan dengan hipertensi dan
biasanya lebih belakangan daripada kenaikan berat badan yang berlebihan.
(1,2,4,6,11,12,13)
Nyeri kepala
Jarang ditemukan pada kasus ringan, tetapi akan semakin sering terjadi
pada kasus-kasus yang lebih berat. Nyeri kepala sering terasa pada daerah
frontalis dan oksipitalis, dan tidak sembuh dengan pemberian analgesik biasa.
Pada wanita hamil yang mengalami serangan eklampsia, nyeri kepala hebat
hampir dipastikan mendahului serangan kejang pertama. (1,2,4,6,11,12,13)
Nyeri epigastrium
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas merupakan keluhan yang
sering ditemukan preeklampsi berat dan dapat menunjukan serangan kejang yang
akan terjadi. Keluhan ini mungkin disebabkan oleh regangan kapsula hepar akibat
oedem atau perdarahan. (1,2,4,6,11,12,13)
Gangguan penglihatan
Seperti pandangan yang sedikit kabur, skotoma hingga kebutaan sebagian
atau total. Disebabkan oleh vasospasme, iskemia dan perdarahan ptekie pada
korteks oksipital
Mekanisme eklampsia terjadi akibat kesulitan adaptasi pembuluh darah otak
terhadap kehamilan, berupa terjadinya autoregulasi yang berlebihan ataupun
hilangnya kapasitas autoregulasi pada pembuluh darah otak. Keduanya mengarahpada edema vasogenik.
Pada kehamilan, terjadi peningkatan peroxisome proliferated-activated receptor
gamma (PPAR-gamma) yang menyebabkan remodelling arteriol otak. Pada saat
bersamaan terjadi pula peningkatan aliran darah serebral. Remodelling ini
menyebabkan vasokonstriksi yang tidak dapat mengimbangi peningkatan aliran
darah tersebut, sehingga terjadi reaksi edema vasogenik. Edema ini menyebabkan
rusaknya sawar darah-otak sehingga memberi akses terhadap zat-zat ekstraseluler
25
7/30/2019 Eklampsia Case
26/35
7/30/2019 Eklampsia Case
27/35
2. Proteinuria kuantitatif (Esbach) 2 gr / 24 jam, atau dipstick +2.
3. Trombosit < 100.000 / mm3.
4. Hemolisis mikroangiopathi ( peningkatan LDH )
5. Peningkatan SGOT / SGPT.
6. Adanya sakit kepala hebat atau gangguan serebral, gangguan penglihatan.
7. Nyeri di daerah epigastrium yang menetap.
Problem Mild Pre-Eclampsia Severe Pre-Eclampsia
Blood Pressure >140/90 >160/110
Proteinuria 1+ (300 mg/24 hours) 2+ (1000 mg/24 hours)
Edema +/- +/-
Increased reflexes +/- +
Upper abdominal pain - +
Headache - +
Visual Disturbance - +
Decreased Urine Output - +
Elevation of Liver
Enzymes
- +
Decreased Platelets - +
Increased Bilirubin - +
Elevated Creatinine - +
H. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penangan preeklampsia-eklampsia terdiri atas pengobatan medik
dan penanganan obstetrik. Penanganan obsterik ditujukan untuk melahirkan bayi
pada saat yang optimal, yaitu sebalum janin mati dalam kandungan, akan tetapi
sudah cukup matur untuk hidup diluar uterus.
Tujuan pengobatan PEB adalah : (1,2,5)
1. Mencegah terjadinya eklampsi.
2. Anak harus lahir dengan kemungkinan hidup besar.
3. Persalinan harus dengan trauma yang sedikit-sedikitnya.
4. Mencegah hipertensi yang menetap.
27
7/30/2019 Eklampsia Case
28/35
Pada umumnya indikasi untuk merawat penderita preeklampsia di rumah
sakit ialah: (1,2,4,5)
1. Tekanan darah sistolik 140 mm Hg atau lebih.
2. Proteinuria 1+ atau lebih.
3. Kenaikan berat badan 1,5 kg atau lebih dalam seminggu yang berulang.
4. Penambahan oedem berlebihan secara tiba-tiba.
Pengobatan preeklampsia yang tepat ialah pengakhiran kehamilan
karena tindakan tersebut menghilangkan sebabnya dan mencegah terjadinya
eklampsia dengan bayi yang masih premature.
I. PENANGANAN PEB
Pada preeklapmsia ringan pengobatan bersifat simtomatis dan istirahat yang
cukup. Pemberian luminal 1-2 x 30 mg/hari dapat dilakukan bila tidak bisa tidur.
Bila tekanan darah tidak turun dan ada tanda-tanda ke arah preeklamsi berat maka
dapat diberikan obat antihipertensi serta dianjurkan untuk rawat inap. (1,4,5,6)
Untuk preeklampsia yang berat, dapat ditangani secara aktif atau konservatif.
Aktif berarti: kehamilan diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan terapi
medikamentosa. Konservatif berarti: kehamilan dipertahankan bersamaan dengan
terapi medikmentosa.
1. Penanganan aktif
Ditangani aktif bila terdapat satu atau lebih kriteria berikut: ada tanda-tanda
impending eklampsia, HELLP syndrome, tanda-tanda gawat janin, usia janin 35
minggu atau lebih dan kegagalan penanganan konservatif. Yang dimaksud denganimpending eklampsia adalah preeklampsia berat dengan satu atau lebih gejala:
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium dan
kenaikan tekanan darah progresif.
Terapi medikamentosa: (1,4,5)
a. Diberikan anti kejang MgSo4 dalam infus 500 cc dextrose
5% tiap 6 jam. Cara pemberian: dosis awal 2 gr iv dalam 10
menit, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan sebanyak 2
28
7/30/2019 Eklampsia Case
29/35
gram per jam drip infus. Syarat pemberian MgSO4: frekuensi
nafas > 16x/menit, tidak ada tanda-tanda gawat nafas,
diuresis >100 ml dalam 4 jam sebelumnya dan refleks patella
positif. Siapkan juga antidotumnya, yaitu: Ca-glukonas 10%
(1 gram dalam 10 cc NACL 0,9% IV, dalam 3 menit).
b. Antihipertensi: nifedipin dengan dosis 3-4 kali 10 mg oral.
Bila dalam 2 jam belum turun, dapat diberikan 10 mg lagi.
c. Siapkan juga oksigen dengan nasal kanul 4-6 L /menit.
Terminasi kehamilan dapat dilakukan bila penderita belum inpartu, dilakukan
induksi persalinan dengan amniotomi, oksitosin drip, kateter foley atau
prostaglandin E2. Sectio cesarea dilakukan bila syarat induksi tidak terpenuhi atau
ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
2. Penanganan konservatif
Pada kehamilan kurang dari 35 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan kondisi janin baik, dilakukan penanganan konservatif. (1,4,5,6)
Medikamentosa: sama dengan penanganan aktif. MgSO4 dihentikan bila tidak ada
tanda-tanda preeklampsia berat, selambatnya dalam waktu 24 jam. Bila sesudah
24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini harus dianggap sebagai kegagalan
pengobatan dan harus segera diterminasi. Jangan lupa diberikan oksigen dengan
nasal kanul 4-6 L/menit.
J. EKLAMPSIA
Preeklampsia yang dipersulit oleh kejang tonik-klonik generalisata disebut
eklampsia. Koma fatal tanpa kejang juga pernah disebut eklampsia; namun,sebaiknya diagnosis dibatasi pada wanita dengan kejang dan menggolongkan
kematian pada kasus non kejang sebagai kasus yang disebabkan oleh pre
eklampsia berat. Eklampsia disebut antepartum, peripartum atau postpartum
tergantung kapan kejangnya muncul.
Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedut-
kedutan (twitching). Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang
berikutnya. Apabila kejangnya jarang wanita yang bersangkutan biasanya pulih
29
7/30/2019 Eklampsia Case
30/35
kesadarannya setelah tiap serangan. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikuti
koma yang berkepanjangan walaupun umumnya kematian tidak terjadi sampai
setelah kejang berulang-ulang.
Pada preeklampsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai
dengan segera setelah kejang dan berkembang dengan cepat, kadang-kadang
sebelum petugas menyadari bahwa wanita yang tidak sadar ini mengalami his.
Apabila kejang terjadi saat persalinan, frekuensi dan intensitas his dapat sangat
mneingkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami
hipoksemia ada asidemia laktat akibat kejang janin dapat mengalami bradikardia
setelah serangan kejang. Pada sebagian wanita dengan eklampsia kematian
mendadak terjadi bersamaan dengan kejang atau segera sesudahnya akibat
perdarahan otak massif. Perdarahan sub luteal dapat menyebabkan hemiplegia.
Pengobatan
Sebagian regimen eklampsia yang digunakan mempunyai dasar fisiologi
yang sama, prinsip-prinsipnya mencakup :
1. Pengendalian kejang dengan magnesium sulfat intravena dosis bolus.
Terapi magnesium sulfat ini di lanjutkan dengan infuse kontinu atau dosis
bolus intramuskular dan diikuti oleh suntikan intramuskular berkala
2. Pemberian obat antihipertensi oral atau intravena intermiten utnuk
menurunkan tekanan darah apabila tekanan diastolik dianggap terlalu
berbahaya. Sebagian dokter mulai mengobati pada saat tekanan diastolik
mencapai 100 mmHg
3. Menghindari diuretik dan pembatasan cairan intravena kecuali apabila
pengeluaran cairan berlebihan4. Pelahiran.
Magnesium Sulfat Untuk Mengendalikan Kejang
Cara pemberian Magnesium Sulfat untuk Preeklampsia Berat dan Eklampsia
Infus intravena kontinu
1. Berikan dosis bolus 4 C 6 gram MgSO4 yang di encerkan dalam 100 ml
cairan IV dan diberikan dalam 15-20 menit.
30
7/30/2019 Eklampsia Case
31/35
2. Mulai infuse rumatan dengan dosis 2 gram /jam dalam 100 ml cairan IV
3. Ukur kadar magnesium sulfat pada 4-6 jam setelahnya dan sesuaikan
kecepatan infuse untuk mempertahan kadar antara 4 dan 7 mEq/l(4,8-8,4
mg/dl)
4. Magnesium sulfat dihentikan 24 jam setelah bayi lahir
Injeksi intramuscular intermiten
1. Berikan 4 g magnesium sulfat (MgSO4.7H2O USP) sebagai larutan 20 %
secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 gram/menit
2. Lanjutkan segera dengan 10 gram larutan Magnesium sulfat 50 %,
separuhnya (5 g) disuntikkan dalam-dalam di kuadran lateral atas bokong
dengan jarum ukuran 20 dengan sepanjang 3 inci. Apabila kejang menetap
setelah 15 menit, berikan magnesium sulfat sampai 2 gram dalam bentuk
larutan 20 % secara intravena dengan kecepatan tidak melebihi 1 g/mnt.
Apabila wanita tersebut bertubuh besar dapat diberikan sampai 4 g secara
perlahan-lahan.
3. Setiap 4 jam sesudahnya berikan 5 gram larutan magnesium sulfat 50 %
yang disuntikkan dalam-dalam ke kuadran lateral aras bokong bergantian
kiri dan kanan, tetapi hanya setelah dipastikan :
a. reflek patella masih baik
b. tidak terdapat depresi pernafasan
c. pengeluaran urin selama 4 jam sebelumnya melebihi 100 ml
4. Magnesium sulfat di hentikan setelah 24 jam.
Efektivitas klinis terapi magnesium sulfat
Wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat mengalami 50 % kejang berulangdibandingkan dengan mereka yang mendapat diazepam. Pada perbandingan lain
wanita yang mendapat terapi magnesium sulfat lebih kecil kemungkinan
memerlukan ventilasi buatan, terjangkit pneumonia dan dirawat di ruang
perawatan intensif daripada mereka yang mendapat fenitoin.
Mencegah eklampsia
31
7/30/2019 Eklampsia Case
32/35
Terapi magnesium sulfat lebih baik daripada fenitoin dalam mencegah kejang
eklampsia. Masih terus terjadi silang pendapat mengenai apakah magnesium
sulfat profilakis perlu diberikan secara rutin kepada semua wanita bersalin yang
mengalami hipertensi. Perdebatan saat ini berpusat pada wanita preeklamptik
mana yang perlu diberi profilaksis. Mamfaat magnesium sulfat profilaktik bagi
wanita dengan preeklampsia ringan masih diperdebatkan karena resiko eklampsia
yang diperkirakan adalah 1 dalam 100 atau kurang. Witlin dan Sibai baru-baru ini
mengulas bukti efektivitas magnesium sulfat untuk mengobati dan mencegah
kejang akibat gangguan hipertensi pada kehamilan. Mereka menyimpulkan bahwa
walaupun magnesium sulfat jelas bermamfaat bagi wanita preeklampsia berat dan
eklampsia, perlu tidaknya pemberian profilaktik bagi wanita dengan penyakit
ringan masih belum jelas.
K. KOMPLIKASI
Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi :
(1,2,5)
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
hipertensi akut.
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara
berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low
platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine
HELLP Syndrome
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low plateletadalah suatu
komplikasi pada preeklampsia eklampsia berat. Kehamilan yang
dikomplikasikan dengan sindroma HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan
32
7/30/2019 Eklampsia Case
33/35
keadaan yang mengancam terjadinya kematian ibu, termasuk DIC, oedema
pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden terjadinya
sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi
preeklampsia eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70
%) dan juga post partum (30 %). Ciri ciri dariHELLP syndrome adalah: (1,8)
Nyeri ulu hati
Mual dan muntah
Sakit kepala
Tekanan darah diastolik 110 mmHg
Menampakkan adanya oedema
HELLP syndrome dapat diklasifikasikan menjadi 2 bagian: (8,12,13)
1. Mississippi, dibagi menjadi 3 kelas:
Thrombositopenia
- Kelas 1: 50.000 / l
- Kelas 2: > 50.000 100.000 / l- Kelas 3: > 100.000 150.000 / l
Disfungsi hemolisis - hepatis
- LDH 600 IU / L
- SGOT dan / atau SGPT 40 IU / L
- Ciri ciri tersebut harus semua terdapat
2. Tennessee, dibagi menjadi 2 kelas:
Complete
- Trombosit < 100.000 / l
- LDH 600 IU / L
- SGOT 70 IU / L
Parsial
- Hanya satu dari ciri ciri di atas yang muncul
33
7/30/2019 Eklampsia Case
34/35
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan
pada preeklampsia eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid
dosis tinggi yang secara teoritis dapat berguna untuk : (13)
1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan
memberikan temporarisasi singkat dari status klinis maternal.
2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara
konvensional agar dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan
vaginal maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg
sampai persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2
kali, dilanjutkan dengan 2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan. (13)
L. PROGNOSIS
Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklampsia adalah kriteria
Eden:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas. (1,2,6
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjosastro, H. Pre-eklampsia dan eklampsia. Ilmu Kandungan edisi
ketiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta 2007. 281-
301.
34
7/30/2019 Eklampsia Case
35/35
2. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah F.Obstetri Patologi
ilmu kesehatan reproduksi Edisi 2. Gestosis. Jakarta: EGC; 2005; h.64-82.
3. Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams
Obstetrics, 21st ed. Prentice Hall International Inc. Appleton andLange. Connecticut. 2001. 653 - 694.
4. Jurnal penatalaksanaan Pre-eklampsi dan Eklampsi Bagian Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RS. Dr Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, April 1998.
5. http://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptic.
6. http://www.emedicine.com/health/topic1905.html
7. http://www.emedicine.com/health/topic3250.html
8.
http://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptichttp://www.emedicine.com/health/topic1905.htmlhttp://www.emedicine.com/health/topic3250.htmlhttp://www.healthatoz.com/health/ency/pre-eclamptichttp://www.emedicine.com/health/topic1905.htmlhttp://www.emedicine.com/health/topic3250.html
top related