EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN CEPLIKAN fileParasetamol: Kajian Terhadap Serum Alanin-aminotransferase (ALT)” dengan baik. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
Post on 24-Aug-2019
218 Views
Preview:
Transcript
ii
EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN CEPLIKAN
(Ruellia tuberosa Linn.) PADA MENCIT JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL: KAJIAN TERHADAP AKTIVITAS SERUM
ALANIN-AMINOTRANSFERASE (ALT)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Stephanie Gunawan
NIM : 038114070
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
iii
iv
v
vi
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi berjudul “Efek Hepatoprotektif Infusa
Daun Ceplikan (Ruellia tuberosa Linn.) Terhadap Mencit Jantan Terinduksi
Parasetamol: Kajian Terhadap Serum Alanin-aminotransferase (ALT)” dengan baik.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm.) program studi farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan maupun penyusunan skripsi ini,
tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, saat ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang maha Penyayang atas kasih dan karunia-Nya.
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
3. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., sebagai pembimbing utama atas
bimbingan, arahan, kesabaran, waktu, dan kesediaannya.
4. Bapak Drs. Mulyono, Apt., sebagai dosen penguji atas kesediaan, waktu, ide,
dan sarannya.
5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., sebagai dosen penguji atas kesediaan,
waktu, ide, saran, dan informasinya.
6. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., sebagai pembimbing awal atas ide, saran,
semangat dan doanya.
vii
7. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., yang telah bersedia memberikan
konsultasi, ide dan waktunya.
8. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., yang telah bersedia mendeterminasi
tanaman ceplikan.
9. Hendro Gunawan (Papi), Susi Anggraeni (Mami), dan Rudi Sukamto (Koko)
yang selalu mendukung dan menyemangati sampai dengan selesainya skripsi
ini.
10. Essie, teman, partner kerja sedari awal kuliah sampai skripsi, saudara,
sahabatku.
11. Sisar yang selalu sabar mengantar dan menunggu.
12. Para sahabatku: Dessy, Hani, Milo, Nia, Silih, dan Endah, atas dukungan dan
persahabatan kalian.
13. Mas Par, Mas Heru, dan Mas Kayat yang sangat membantu selama penelitian.
14. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium lantai dua: Shyu, Tata, Punto,
Jeppi, Yeyen, Shinta, Syuryach, Angga, Galleah, Agnes, Nia.
15. Kelompok praktikum D atas kenangan selama ini.
16. Erika Hikaru Spears dan Karina Metasari atas kenangan kalian.
17. Bapak dan ibu dosen Fakultas Farmasi atas ilmunya.
18. Anin yang telah meluangkan pulsa dan waktunya.
19. Soca atas kameranya.
20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membatu selama penyusunan skripsi ini.
viii
Penulis menyadari tidak ada sesuatu pun yang sempurna termasuk skripsi ini
tidaklah lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran daari para
pembaca demi pengembangan skripsi ini dan perkembangan ilmu farmasi.
Yogyakarta, 27 Juli 2007
Penulis
ix
x
INTISARI
Pemakaian obat yang berasal dari tanaman obat di Indonesia dewasa ini sudah mulai berkembang. Hal ini sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia karena Indonesia termasuk negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang kaya. Maka muncullah pemikiran untuk membuktikan kemampuan infusa daun ceplikan menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat pembeian parasetamol, di mana ceplikan (juga dikenal dengan nama pletekan) dikenal sebagai obat kencing batu dan penurun kadar glukosa dalam darah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Sejumlah tiga puluh lima ekor mencit jantan dibagi secara acak menjadi tujuh kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol negatif, diberikan CMC-Na. Kelompok II sebagai kontrol positif, diberikan parasetamol dosis hepatotoksik (berdasarkan hasil orientasi). Kelompok III sebagai kontrol perlakuan diberi infusa daun ceplikan dosis tertinggi (3333,3 mg/kgBB). Kelompok IV-VII diberi perlakuan infusa daun ceplikan secara peroral masing-masing dengan peringkat dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ketujuh diberi parasetamol dosis hepatotoksik. Hewan uji kemudian diambil darahnya dari sinus orbitalis mata selang 24 jam pemberian parasetamol untuk kemudian diukur aktivitas serum ALT-nya. Data serum ALT yang didapat dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi datanya, jika didapatkan distribusi data yang normal analisis dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA dan uji LSD, dan jika didapatkan distribusi data yang tidak normal analsis dilanjutkan dengan uji Krukal Wallis dan uji Mann Whitney.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa infusa daun ceplikan dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB mampu menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol.
Kata kunci : Ruellia tuberosaLinn., Hepatoprotektif, Parasetamol
xi
ABSTRACT
The use of medicines that come from the medicinal plants in Indonesia recently have started to expand. This is very precise to be applied in Indonesia because Indonesia is inclusive of state owning rich of variety involve. Hence emerge the opinion to prove the ability of ceplikan leaves infusion degrade the activity of ALT serum of male mice liver damage by paracetamol induced, where ceplikan (is also recognized by the name of pletekan) known as urine drug petrify and decrease glucose rate in blood.
This research was performed following a pure experimental research with complete random design pattern. A number of thirty five male mice divided random become seven treatment group. Group I as negative control, given by CMC-Na. Group II as positive control, given by acetaminophen of hepatotoxic dose (pursuant to orient result). Group III as treatment control given the highest dose of ceplikan leaves infusion ( 3333,3 mg/kgBB). Group IV-VII given the treatment of ceplikan leaves infusion each orally by dose level 987,7; 1481,5; 2222,2; and 3333,3 mg/kgBB during six day successively then given acetaminophen of hepatotoxic dose on the seventh. Then the animal test's blood are taken from sine of orbitalis eye certain period 24 hour of acetaminophen gave to measured it's ALT serume activity. Data of serum ALT got to be analysed with Kolmogorov Smirnov test to see its data distribution, if got a normal data distribution analyse continued with One Way ANOVA test and LSD test, and if got an abnormal data distribution analyse continued with Krukal Wallis test and Mann Whitney test.
From this research got that ceplikan leaves infusion dose 2222,2 and 3333,3 mg/kgBB able to degrade the activity of ALT serum of male mice liver damage by paracetamol induced.
Keyword : Ruellia tuberosaLinn., hepatoprotective, acetaminophen
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... v
PRAKATA .......................................................................................................... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................. ix
INTISARI ........................................................................................................... x
ABSTRACT .......................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xix
BAB I PENGANTAR ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
1. Rumusan masalah ............................................................................. 4
2. Keaslian penelitian ............................................................................ 4
3. Manfaat penelitian ............................................................................ 5
B. Tujuan penelitian .................................................................................... 5
1. Tujuan umum .................................................................................... 5
2. Tujuan khusus ................................................................................... 5
xiii
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ................................................................. 6
A. Tanaman ceplikan ......................................................................................... 6
B. Infusa ............................................................................................................. 7
C. Anatomi dan fisiologi hati.............................................................................. 8
D. Kerusakan hati ................................................................................................ 10
E. Hepatotoksin ................................................................................................... 11
F. Parasetamol ..................................................................................................... 12
G. Tes laboratorium pada penyakit hati .............................................................. 15
H. Metode uji antihepatotoksin ........................................................................... 17
I. Polifenol ........................................................................................................ 18
J. Keterangan empiris ....................................................................................... 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 20
A. Jenis dan rancangan penelitian ...................................................................... 20
B. Variabel-variabel penelitian .......................................................................... 20
C. Alat dan bahan penelitian .............................................................................. 21
D. Subjek uji ..................................................................................................... 22
E. Tatacara penelitian ........................................................................................ 22
1. Pengumpulan bahan ................................................................................ 22
2. Determinasi tanaman ceplikan ................................................................ 22
3. Pembuatan simplisia daun ceplikan ........................................................ 23
4. Pembuatan infusa daun ceplikan ............................................................. 23
5. Pembuatan suspensi parasetamol 1% ...................................................... 23
6. Uji pendahuluan ...................................................................................... 23
xiv
7. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ............................................... 25
8. Pembuatan serum .................................................................................... 25
9. Pengukuran aktivitas serum ALT ........................................................... 26
F. Analisis hasil ................................................................................................. 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 29
A. Determinasi tanaman ceplikan ...................................................................... 29
B. Uji pendahuluan ............................................................................................ 29
1. Penetapan dosis hepatotoksik parasetamol ............................................. 29
2. Penetapan waktu pencuplikan darah ....................................................... 32
3. Penetapan lama pemejanan infusa daun ceplikan ................................... 34
C. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ..................................................... 37
1. Kontrol negatif CMC-Na ........................................................................ 37
2. Kontrol positif hepatotoksin ................................................................... 38
3. Kontrol positif infusa dosis tertinggi ...................................................... 38
4. Kelompok perlakuan ............................................................................... 39
D. Rangkuman pembahasan .............................................................................. 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 46
A. Kesimpulan ................................................................................................... 46
B. Saran.............................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 47
LAMPIRAN ........................................................................................................ 50
xv
DAFTAR TABEL
Tabel I Prosedur penetapan aktivitas serum ALT berdasarkan Anonim
(2006d) .............................................................................................. 26
Tabel II Data aktivitas serum ALT akibat pemberian parasetamol dosis 225;
230; 237,5; dan 250 mg/kgBB pada jam ke 24 ................................. 30
Tabel III Perbedaan nilai aktivitas serum ALT setelah pemberian
parasetamol dosis 225; 230; dan 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24
berdasarkan uji Mann Whitney .......................................................... 30
Tabel IV Data aktivitas serum ALT setelah pemberian parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB pada jam ke 24 dan 48 ............................................ 32
Tabel V Perbedaan nilai aktivitas serum ALT setelah pemberian
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24 dan 48
berdasarkan uji T ............................................................................... 33
Tabel VI Data aktivitas serum ALT setelah pemejanan infusa daun ceplikan
selama 2, 4, 6, dan 8 hari .................................................................. 34
Tabel VII Persen perbedaan nilai aktivitas serum ALT mencit terinduksi
parasetamol edngan praperlakuan infusa daun ceplikan selama 2, 4,
6, dan 8 hari berdasarkan uji Mann
Whitney.............................................................................................. 35
Tabel VIII Persen proteksi setelah praperlakuan infusa daun ceplikan dosis
2222,2 mg/kgBB selama 2, 4, 6, dan 8 hari pada mencit hantan
terinduksi parasetamol ...................................................................... 35
xvi
Tabel IX Data aktivitas serum ALT setelah pemejanan infusa daun ceplikan
dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari
berturut-turut terhadap mencit jantan terinduksi parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam ......................... 39
Tabel X Persen perbedaan nilai aktivitas serum ALT praperlakuan infusa
daun ceplikan dosis 987,6; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB
selama 6 hari berturut-turut pada mencit jantan terinduksi
Parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB ................................................... 42
Tabel XI Data aktivitas serum ALT mencit jantan setelah pemejanan CMC
Na (kontrol negatif), parasetamol (kontrol positif), infusa daun
ceplikan dosis tertinggi (kontrol positif), dan setelah praperlakuan
infusa daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3
mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam ......................... 59
Tabel XII Persen proteksi setelah praperlakuan infusa daun ceplikan selama 6
hari berturut-turut pada mencit jantan terinduksi parasetamol ......... 60
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Struktur mikroskopik hati .............................................................. 8
Gambar 2 Struktur parasetamol ...................................................................... 12
Gambar 3 Lobus hati normal (kiri) dan lobus hati yang mengalami
kerusakan nekrosis sentrilobuler (kanan) ....................................... 13
Gambar 4 Mekanisme metabolisme parasetamol dalam tubuh....................... 14
Gambar 5 Beberapa struktur senyawa yang termasuk polifenol .................... 15
Gambar 6 Diagram batang aktivitas serum ALT setelah pemberian
parasetamol dosis 225; 230; dan 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24 27
Gambar 7 Grafik aktivitas serum ALT setelah pemberian parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB pada jam 24 dan 48 .............................................. 33
Gambar 8 Grafik aktivitas serum ALT setelah pemejanan infusa daun
ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8 hari ................................................. 37
Gambar 9 Diagram batang aktivitas serum ALT setelah pemejanan infusa
daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB
selama 6 hari berturut-turut terhadap mencit jantan terinduksi
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24
jam .................................................................................................. 40
Gambar 10 Diagram batang aktivitas serum ALT kontrol negatif, kontrol
hepatotoksin, kontrol positif infusa dosis tertinggi, dan setelah
pemejanan infusa daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan
3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap terhadap
xviii
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24
jam .................................................................................................. 44
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat pengesahan determinasi ........................................................ 50
Lampiran 2 Gambar tanaman ceplikan .............................................................. 51
Lampiran 3 Foto vitalab mikro .......................................................................... 52
Lampiran 4 Leaflet reagen DyaSys ALAT (GPT) FS* ..................................... 53
Lampiran 5 Foto hati kontrol negatif CMC-Na ………………………………. 55
Lampiran 6 Foto hati kontrol hepatotoksin …………………………………... . 56
Lampiran 7 Foto hati kontrol infusa dosis tertinggi ………………………….. 57
Lampiran 8 Perhitungan dosis infusa daun ceplikan (Ruellia tuberosa Linn.) . 58
Lampiran 9 Konversi dosis infusa daun ceplikan yang mampu menurunkan
aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat
pemberian parasetamol ke manusia ............................................... 59
Lampiran 10 Tabel XI. Data aktivitas serum ALT mencit jantan stelah
pemejanan CMC Na (kontrol negatif), parasetamol (kontrol
positif), infusa daun ceplikan dosis tertinggi (kontrol positif), dan
setelah pemejanan infusa daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5;
2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut
terhadap mencit jantan terinduksi parasetamol dosis 237,5
mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam ................................ 60
Lampiran 11 Tabel XII. Persen efek hepatoprotektif setelah pemejanan infusa
daun ceplikan selama 6 hari berturut-turut + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB .............................................................................. 61
xx
Lampiran 12 Hasil analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis dan uji Mann Whitney pada penetapan dosis
hepatotoksik parasetamol ............................................................... 62
Lampiran 13 Hasil analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji
T pada penetapan waktu pencuplikan darah .................................. 68
Lampiran 14 Hasil analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis dan uji Mann Whitney pada penetapan lama
pemejanan infusa daun ceplikan .................................................... 70
Lampiran 15 Hasil analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis dan uji Mann Whitney pada perlakuan hewan uji . 76
1
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Dalam proses fisiologis, hati berperan dalam sebagian besar metabolisme dan
mempunyai sejumlah fungsi dalam tubuh, diantaranya yaitu detoksifikasi obat,
penyimpanan glikogen, dan sintesis protein plasma. Hati juga menghasilkan empedu
yang penting untuk pencernaan. Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar, dan
hanya dengan 10 – 20% jaringan yang berfungsi, hati mampu mempertahankan
kehidupan (Price and Wilson, 1994).
Mengingat pentingnya fungsi hati bagi kelangsungan hidup, sudah
sepantasnya diberikan perhatian besar terhadap penanggulangan penyakit pada hati.
Kerusakan hati dapat disebabkan oleh mikroorganisme maupun senyawa kimia
(Price and Wilson, 1994). Hingga saat ini belum ditemukan obat yang secara spesifik
dapat mengatasi hepatitis. Menurut Donatus (1992), kelangkaan obat hepatitis
kemungkinan berhubungan dengan kerumitan sasaran terapi dan keidealan obat
hepatitis tersebut.
Sasaran terapi hepatitis dikaji dari aspek kuratif, preventif, dan suportif.
Aspek kuratif meliputi penghilangan virus penyebab, penanggulangan radang, dan
perangsangan regenerasi sel. Aspek preventif meliputi pencegahan komplikasi,
pencegahan kekambuhan, dan perlindungan hati dari aneka hepatotoksin. Aspek
suportif meliputi pengelolaan menu makanan, pemasokan sumber energi,
pembangkit energi, dan pengelolaan keaktifan fisik. Idealnya, obat hepatitis mampu
1
2
memperlihatkan ketiga aspek tersebut (Donatus, 1992). Oleh sebab itu, untuk
mendapatkan obat hepatitis yang ideal tidaklah mudah, perlu dilakukan penelitian,
salah satunya adalah dengan menggunakan obat-obatan yang berasal dari alam.
Parasetamol merupakan analgesik-antipiretik yang sering digunakan oleh
masyarakat. Penggunaan parasetamol yang melebihi dosis dapat menyebabkan
kerusakan hati. Hepatotoksisitas dapat terjadi pada pemberian dosis tunggal 10 – 15
g (200 – 250 mg/kgBB) parasetamol. Parasetamol merupakan salah satu senyawa
model yang dapat digunakan untuk menggambarkan kerusakan hati bilamana
diberikan pada dosis yang berlebih (Donatus, 2001).
Masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan obat tradisional
sejak dulu. Beberapa tahun terakhir ini, terapi penyembuhan penyakit dengan
menggunakan tanaman obat tradisional berdasarkan pengalaman empirik yang turun-
temurun belakangan ini mulai berkembang. Hal ini dikarenakan Indonesia kaya akan
tanaman obat sehingga bahan mudah diperoleh, dan cara penggunaannya pun mudah.
Daun dan akar Ruellia tuberosa Linn. mengandung saponin, di samping itu
daunnya juga mengandung polifenol dan akarnya mengandung flavonoid (Anonim,
2006a). Berdasarkan senyawa-senyawa yang terkandung di dalamnya, tanaman
ceplikan dapat digunakan sebagai obat untuk kencing batu (Anonim, 2006a), anti
inflamasi (De Jesus and Rodriguez, 2002), dan dapat digunakan untuk menurunkan
kadar glukosa darah (Ismayani, 2004). Pada umumnya masyarakat menggunakannya
dalam bentuk rebusan. Dalam daun ceplikan terkandung polifenol yang mempunyai
aktivitas antioksidan. Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang melindungi sel dari
efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif (Sofia, 2004 cit Purwandani, 2005).
3
Berdasarkan pengertian tersebut kemungkinan polifenol yang terkandung dalam
daun ceplikan dapat bersifat sebagai hepatoprotektor. Oleh sebab itu penulis tertarik
untuk melakukan penelitian apakah senyawa-senyawa tersebut mampu menurunkan
aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian
parasetamol. Penelitian mengenai tanaman ceplikan masih sangat jarang, padahal
tanaman ini banyak ditemukan dimana-mana bahkan sebagian besar masyarakat
menganggap tanaman ceplikan adalah tanaman liar.
4
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah infusa daun ceplikan mampu
menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan yang
diakibatkan pemberian parasetamol?
2. Keaslian Penelitian
Penelitian yang menggunakan daun ceplikan pernah dilakukan oleh Sutinah
(1986) tentang isolasi dan identifikasi senyawa golongan flavonoid dari bunga
Ruellia tuberosa Linn., De Jesus and Rodriguez (2002) tentang efek anti inflamasi
daun Ruellia tuberosa Linn., dan Ismayani (2004) tentang efek hipoglikemi rebusan
daun pletekan (Ruellia tuberosa Linn.) pada tikus putih jantan terbebani glukosa
dengan metode spektrofotometri visibel.
Adapun hasil penelitian dari Sutinah adalah bahwa dalam bunga Ruellia
tuberosa Linn. terdapat senyawa glikosida flavon; dari De Jesus and Rodriguez
diperoleh hasil adalah bahwa daun Ruellia tuberosa Linn. Mempunyai khasiat
sebagai obat anti inflamasi; dan dari penelitian Ismayani diperoleh hasil bahwa
rebusan daun pletekan (Ruellia tuberosa Linn.) mempunyai efek hipoglikemik.
Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena
penelitian ini melihat aspek lain yaitu kemampuan infusa daun ceplikan (Ruellia
tuberosa Linn.) dalam menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit
jantan yang diakibatkan pemberian parasetamol.
5
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
kefarmasian, ilmu kedokteran, dan pengetahuan masyarakat tentang obat-obat
tradisional khususnya tanaman ceplikan.
b. Manfaat praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang kemampuan infusa daun ceplikan dalam menurunkan aktivitas
serum ALT pada kerusakan hati pada mencit yang diakibatkan pemberian
parasetamol.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tentang
obat tradisional terutama tentang tanaman ceplikan.
2. Tujuan khusus
Penelitian ini dilakukan untuk medapatkan bukti bahwa infusa daun ceplikan
mampu menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat
pemberian parasetamol.
6
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Tanaman Ceplikan
1. Sinonim
Ruellia tuberosa Linn. (Anonim, 2006a)
2. Nama daerah
Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama ceplikan, pletekan (Jawa)
(Anonim, 2006a).
3. Klasifikasi tanaman ceplikan
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Solanales
Suku : Acanthaceae
Marga : Ruellia
Jenis : Ruellia tuberosa Linn.
(Anonim, 2006a)
4. Morfologi tanaman
Tanaman ceplikan termasuk dalam habitus terna, semusim, tinggi 0,4 – 0,9
m. Batang tegak, pangkal sedikit berbaring, bersegi, masif, dan berwarna hijau. Daun
tunggal, bersilang berhadapan, berbentuk solet, ujung membulat, pangkal runcing,
tepi bergigi, panjang 6 – 18 cm, lebar 3 – 9 cm, licin, pertulangan menyirip, dan
6
7
berwarna hijau. Bunga majemuk, bentuk payung, tumbuh diketiak daun, terdiri 1 –
15 bunga, kelopak 2 – 3 cm, benang sari melekat pada tabung mahkota berjumlah 4,
dasar mahkota membentuk tabung, ujung berlekuk 5, panjang 3,5 – 5 cm, dan
berwarna ungu. Buah kotak, lonjong, kering, berbiji banyak, panjang 2 – 3 cm,
membuka dengan 2 katup, dan berwarna hijau. Biji bulat, kecil, dan berwarna coklat.
Akar tunggang, membentuk umbi, dan berwarna coklat (Anonim, 2006a).
5. Kandungan kimia
Daun: saponin dan polifenol.
Akar: saponin dan flavonoid.
(Anonim, 2006a)
6. Khasiat dan kegunaan
Khasiat: obat sakit kencing batu (Anonim, 2006a), anti inflamasi (De Jesus and
Rodriguez, 2002), dan penurun kadar glukosa darah (Ismayani, 2004).
B. Infusa
1. Definisi
Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengektraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit dan infusa yang mengandung
bukan bahan berkhasiat keras dibuat dengan menggunakan 10% simplisia
(Anonim, 1995).
2. Pembuatan
Simplisia dicampur dengan air secukupnya, dipanaskan di atas tangas air
selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sesekali diaduk.
8
Kemudian diserkai selagi panas dengan kain flanel, dan ditambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki
(Anonim, 1995).
C. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati merupakan organ dalam terbesar pada tubuh manusia. Pada manusia
dewasa, berat hati sekitar 1,3 kg dan merupakan organ lunak, berwarna merah muda
kecoklatan yang berbentuk seperti boomerang. Secara anatomi, letaknya dalam tubuh
adalah di bawah diafragma, sebelah kanan atas rongga perut (Fox, 2004).
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Chandrasoma and Taylor, 1995)
Darah yang masuk ke hati berasal dari dua sumber yaitu hepatic artery
(membawa darah dari sirkulasi sistemik) dan portal vein (membawa darah langsung
dari saluran pencernaan). Darah keluar dari hati melalui hepatic vein dan melalui
empedu, pembuluh hepatik, dan kemudian melewati pembuluh empedu biasa hingga
usus halus, atau melalui cystic duct menuju kantong empedu untuk penyimpanan.
9
Sel-sel hati tersusun atas bentuk heksagonal yang disebut lobulus. Sel-sel epitel
disebut hepatosit menyebar dari central vein (yang sebenarnya merupakan cabang
dari hepatic vein). Kolom hepatosit berada diantara saluran yang disebut sinusoid
yang dibatasi oleh sel-sel endotelial yang sangat permeabel dan mengandung sel-sel
fagositik yang disebut sel Kupffer (Stine and Brown, 1996).
Menurut Fox (2004), fungsi hati yaitu:
a. memproduksi dan mensekresi empedu. Hati memproduksi empedu 250 – 1500
ml per hari. Unsur pokok empedu adalah pigmen empedu (bilirubin), garam
empedu, fosfolipid (sebagian besar lesitin), kolesterol, dan ion-ion inorganik.
b. detoksifikasi. Hati dapat mengekskresi hormon, mendetoksifikasi obat, dan
molekul biologis aktif yang lain dari darah dengan (1) ekskresi senyawa-senyawa
dalam empedu; (2) fagositosis melalui sel-sel Kupffer; (3) perubahan kimia dari
molekul-molekul tersebut dalam hepatosit.
c. berperan dalam metabolisme karbohidrat: gluconeogenesis (pembentukan
glukosa dari asam amino, laktat, atau gliserol); glycogenolysis (pembentukan
glukosa dari glikogen); glycogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa); dan
pemecah insulin dan hormon lainnya.
d. hati juga berperan dalam metabolisme lipid: mensintesis kolesterol dan
memproduksi trigliserida.
e. memproduksi faktor-faktor koagulasi.
10
D. Kerusakan Hati
Menurut Treinen and Moslen (2001), beberapa macam kerusakan hati, yaitu:
a. steatosis atau perlemakan hati, secara biokimia digambarkan sebagai suatu
peningkatan jumlah lipid hepatik atau pada hepatosit terkandung lemak yang
berlebih. Perlemakan hati dapat dikarenakan beberapa penyebab, diantaranya
adalah: hati kelebihan suplai asam lemak bebas, gangguan pada siklus
trigliserida, peningkatan sintesis atau esterifikasi asam lemak, penurunan oksidasi
asam lemak, penurunan sintesis apoprotein, dan penurunan sintesis atau sekresi
very low density lipoprotein (VLDL).
b. kematian sel, sel hati dapat mati melalui dua cara, nekrosis atau apoptosis.
Nekrosis ditandai dengan bentuk sel yang bergelombang, kebocoran, disintegrasi
nuclear, dan influks pada sel yang radang. Apoptosis ditandai dengan penyusutan
ukuran sel, fragmentasi nuclear, dan tidak terjadi inflamasi.
c. kolestasis, secara biokimia digambarkan dengan penurunan jumlah serum yang
terdapat dalam empedu, terutama garam empedu dan bilirubin. Ketika ekskresi
empedu pigmen bilirubin kekuning-kuningan rusak, pigmen ini terakumulasi di
kulit dan mata, menyebabkan jaundice, dan masuk ke urin, menyebabkan urin
berwarna kuning kecoklatan atau coklat gelap.
e. sirosis, merupakan bentuk kerusakan hati yang terkadang berakibat fatal, tahap
kerusakan hati yang kronis. Sirosis digambarkan dengan akumulasi jaringan
serabut dalam jumlah besar, khususnya serabut kolagen, sebagai respon terhadap
kerusakan atau inflamasi. Sirosis bersifat irreversibel, memiliki prognosis yang
11
lemah untuk bertahan, dan biasanya merupakan akibat keterulangan dari tidak
terlindunginya hati dari bahan kimia yang bersifat toksik.
E. Hepatotoksin
Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati dapat
dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. hepatotoksin teramalkan (intrinsik)
Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai sifat
toksik terhadap sel hati. Contoh hepatotoksin teramalkan yang dapat menimbulkan
kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita phalloides),
aflatoksin, karbontetraklorida, kloroform, parasetamol, dan lain sebagainya
(Chandrasoma and Taylor, 1995).
2. hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)
Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya bersifat tidak toksik
terhadap hati akan tetapi toksisitas timbul akibat reaksi idiosinkrasi yang hanya
terjadi pada orang-orang tertentu. Contoh hepatotoksin tak teramalkan yang dapat
menimbulkan kerusakan nekrosis hepatoseluler masif adalah halotan, isoniasid,
metildopa, dan lain sebagainya (Chandrasoma and Taylor, 1995).
12
F. Parasetamol
NHCOCH3
OH
Gambar 2. Struktur Parasetamol (Anonim, 1995)
Parasetamol berbentuk serbuk hablur, berwarna putih, tidak berbau dan
rasanya sedikit pahit (Anonim, 1995). Parasetamol digunakan secara luas sebagai
analgesik. Nama kimia parasetamol adalah N-acetyl-p-aminophenol (APAP). Dalam
dosis terapi, parasetamol mempunyai profil keamanan yang sangat baik, tetapi jika
digunakan dalam dosis yang berlebihan dapat mengakibatkan hepatotoksisitas
(Tucker, 2003). Efek toksik parasetamol dapat mengakibatkan nekrosis sentrilobuler
pada hati (Lee, 1995; Wilmana, 2002). Hepatotoksisitas parasetamol dapat terjadi
pada pemberian dosis tunggal 10 – 15 gram (200 – 250 mg/kgBB) (Wilmana, 2002).
Hepatotoksisitas parasetamol menyebabkan peningkatan serum ALT hingga
mencapai 5000 u/l (Zimmerman, 1978).
Parasetamol mengalami biotransformasi di hati, sebagian besar terkonjugasi
dengan asam glukuronat dan sulfat. Dan kurang lebih 5% parasetamol dimetabolisme
oleh sitokrom P450 (CYP2E1 dan CYP1A2) menjadi metabolit yang reaktif yaitu N-
asetil-p-benzokuinon-imin (NAPBKI) (DiPiro, 2005; Panteghini and Van Solinge,
2006). NAPBKI bersifat elektrofilik dan didetoksifikasi oleh glutation. Glutation
adalah suatu senyawa nukleofilik yang terdapat dalam hepatosit dan mempunyai
13
gugus sulfhidril yang mampu menkonjugasi NAPBKI menjadi konjugat merkapturat
yang kemudian diekskresi melalui urin (Dollery, 1999; DiPiro, 2005).
Pada kondisi overdosis akut parasetamol, persediaan sulfat tidak memadai
untuk mengkonjugasi seluruh parasetamol sehingga lebih banyak parasetamol yang
dimetabolisme oleh sitokrom P450, dengan demikian jumlah glutation yang
digunakan untuk mendetoksifikasi metabolit reaktif juga tidak memadai. Kemudian
NAPBKI bereaksi dengan gugus sulfidril lain yang terdapat dalam hepatoselular
seperti sitosol, dinding sel, dan retikulum endoplasma. Hal ini mengakibatkan
nekrosis sentrilobuler hepatik (DiPiro, 2005).
Gambar 3. Lobus hati normal (kiri) dan lobus hati yang mengalami kerusakan nekrosis sentrilobuler (kanan) (Chandrasoma and Taylor, 1995)
14
NHCOCH3
O
NHCOCH3
OH
NHCOCH3
ONCOCH3
O
intermediettoksik
glutation makromolekulsel hati
NHCOCH3
OH
GSH
NHCOCH3
OH
makromolekul sel hati
kematian selasam merkapturat
konjugasiglukuronida
konjugasisulfat
parasetamol
S
O
OH
O
C6H9O6
N-asetil-p-benzokuinon-imin
Gambar 4. Mekanisme Metabolisme Parasetamol dalam Tubuh (Klaasen, 2001)
15
G. Tes Laboratorium Pada Penyakit Hati
Adapun macam-macam tes laboratorium kimia darah dan darah rutin untuk
mengetahui fungsi hati, yaitu:
a. Alanin-aminotransferase (ALT)
Alanin-aminotransferase (ALT) dulu bernama glutamat-piruvat transaminase
(GPT) (Widmann, 1992). Alanin-aminotransferase merupakan suatu enzim yang
diproduksi dalam hepatosit. Jumlah ALT dalam darah meningkat pada kondisi
dimana hepatosit rusak atau mati (Worman, 1998).
b. Aspartat-aminotransferase (AST)
Aspartat-aminotransferase (AST) dulu bernama glutamat-oksaloasetat
transaminase (GOT) (Widmann, 1992). Aspartat-aminotransferase ditemukan dalam
hepatosit, miocardial muscles, otot skeletal, otak, dan ginjal (Tietze, 2004).
c. Alkalin-fosfatase (ALP)
Alkalin-fosfatase adalah enzim yang paling sering diukur untuk menyatakan
adanya obstruksi saluran empedu. ALP terdapat di saluran empedu dan epitel hati
dan juga dalam osteoblas sebagai sel-sel pembentuk tulang baru, dalam usus, tubulus
proksimal ginjal, placenta, dan dalam kelenjar susu yang sedang memproduksi susu.
Jadi kadar ALP juga meningkat pada pembentukan tulang yang aktif, wanita hamil,
pada beberapa macam disfungsi usus, dan beberapa jenis infark ginjal (Widmann,
1992).
d. Gamma-glutamil transpeptidase (GGT)
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) terdapat dalam sel-sel hepatobiliary,
pancreatic, dan ginjal (Tietze, 2004). Peningkatan GGT dipicu oleh obat-obatan,
16
termasuk alkohol, dan aktivitas serumnya mungkin meningkat pada peminum berat
meskipun peminum tersebut tidak mengalami kerusakan hati atau inflamasi
(Worman, 1998).
e. Bilirubin
Bilirubin merupakan salah satu hasil perombakan hem. Bilirubin pasca
hepatik yang terkonjugasi bereaksi cepat dalam tes-tes yang biasa dipakai disebut
bilirubin direk, dan bilirubin pre-hepatik yang tak terkonjugasi atau terikat protein
disebut bilirubin indirek (Widmann, 1992).
f. Albumin
Albumin merupakan protein utama yang beredar dalam aliran darah. Albumin
disintesis oleh hati dan disekresikan ke dalam darah. Rendahnya konsentrasi serum
albumin mengindikasikan fungsi hati yang buruk (Worman, 1998).
Hipoalbuminemia tidak selalu disebabkan oleh penyakit hati (Widmann, 1992).
Jumlah albumin bisa rendah pada kondisi yang berbeda (selain penyakit hati) yaitu
pada kondisi malnutrisi, beberapa penyakit ginjal, dan pada kondisi lain yang jarang
terjadi (Worman, 1998).
g. Laktat dehidrogenase (LDH)
Laktat dehidrogenase (LDH) adalah enzim yang mengkatalisis perubahan
reversibel laktat ke piruvat. LDH terdapat di dalam hati, jantung, otak, eritrosit,
ginjal, otot skeletal, dan ileum. Karena LDH tersebar begitu luas dalam bermacam-
macam jaringan, maka peningkatan LDH adalah sangat non-spesifik (Widmann,
1992).
17
h. Prothrombin time (PT)
Banyak faktor pembekuan darah yang dihasilkan di hati. Prothrombin time
adalah tipe faktor pembekuan darah yang digunakan untuk tes di laboratorium dan
akan memanjang jika konsentrasi faktor pembeku darah yang dihasilkan oleh hati
menurun (Worman, 1998).
i. Platelet count
Platelet adalah sel darah yang paling kecil yang termasuk dalam faktor
pembekuan darah. Pada penyakit hati yang kronis, platelet count biasanya menurun
(Worman, 1998).
H. Metode Uji Antihepatotoksin
Salah satu uji penting yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya
kerusakan hati di laboratorium adalah uji enzim serum. Alanin-aminotransferase
(ALT) adalah salah satu enzim yang secara spesifik terdapat di hati. Jika terjadi
nekrosis, maka aktivitas serum ALT dapat meningkat menjadi 10 – 1000 kali lipat
dari harga normal. Pada keadaan nekrosis, sel hati akan pecah sehingga enzim ALT
yang terdapat di dalam sel hati keluar dan masuk ke dalam aliran darah (Zimmerman,
1978). Adapun prinsip uji enzim serum ALT adalah sebagai berikut:
18
CH3
HC NH2
COO-
+
COO-
C
CH2
O
CH2
COO-
COO-
HC NH2
CH2
CH2
COO-
+ C
CH3
O
COO-
L-Alanin 2-Oksoglutarat L-Glutamat Piruvat
ALT
(Pathegini and Van Solinge, 2006)
CH3
C O
COO-
+ NADH + HLDH
CH3
CHOH
COO-
+ NAD
Piruvat Laktat
(Colombo and Peheim, 1981)
L-Alanin dan laktat dehidrogenase (LDH) terdapat dalam reagen 1, sedangkan 2-
Oksoglutarat dan NADH terdapat dalam reagen 2 (Anonim, 2006b).
I. Polifenol
Menurut Arts and Hollman (2005), polifenol merupakan senyawa yang
mempunyai tanda khas yaitu memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Secara
umum, polifenol digolongkan menjadi beberapa golongan, yaitu: tanin, kumarin dan
glikosidanya, antrakuinon dan glikosidanya, naptokuinon dan glikosidanya, flavon
dan glikosidanya, dan antosianidin dan antosianin. Berdasarkan beberapa penelitian,
polifenol berperan sebagai antioksidan. Aktivitas antioksidan polifenol dapat
19
mengurangi resiko penyakit jantung dan sebagai antiinflamasi. Adapun beberapa
struktur dasar polifenol adalah sebagai berikut:
HO
HO
HO
OH
O
HO OH
OH
OHOCO
O COOH
HO
Asam gallat Resorcinol Asam Ellagat
Gambar 5. Beberapa stuktur senyawa yang termasuk polifenol (Evans, 1989; Arts dan Hollman, 2005)
J. Keterangan Empiris
Penelitian ini sifatnya “trial and error” untuk mendapatkan pengetahuan
empiris tentang kemampuan infusa daun ceplikan menurunkan aktivitas serum ALT
pada kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol.
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan
menggunakan rancangan penelitian acak lengkap pola searah.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang dapat
membuktikan kemampuan infusa daun ceplikan menurunkan aktivitas serum ALT
pada kerusakan hati hewan uji akibat pemberian parasetamol.
B. Variabel-variabel Penelitian
1. Variabel utama
a. Variabel bebas : dosis infusa daun ceplikan. Dosis infusa daun ceplikan adalah
sejumlah (g) simplisia daun ceplikan tiap satuan kg berat badan subyek uji yang
bersangkutan.
b. Variabel tergantung : kerusakan hati yang dilihat dari peningkatan aktivitas
serum ALTnya.
2. Variabel pengacau terkendali
a. Subyek uji : mencit jantan galur Swiss, berat badan 20 – 30 gram, umur 2 – 3
bulan, dan diperoleh dari laboratorium Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
b. Bahan uji : daun ceplikan dalam kondisi yang masih segar dan berwana hijau.
20
21
3. Variabel pengacau tak terkendali
Keadaan patologis hewan uji.
C. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat Penelitian
a. seperangkat alat gelas (Pyrex)
b. panci lapis alumunium
c. heater (Thermolyne, Cimarec 2)
d. timbangan elektrik (Mettler Toledo, tipe AB 204, Switzerland)
e. spuit per oral dan syringe 3 cc (Terumo® Syringe)
f. pipa kapiler (Brand, Micro haematocrit, Cat. No. 7493 11)
g. vitalab mikro (Microlab 200, Merck)
h. sentrifuse (Heraus Christ, Labofuge A)
i. kamera (Canon, PowerShot tipe A620)
2. Bahan penelitian
a. Bahan uji yang diujikan adalah daun ceplikan dalam bentuk infusa. Daun
ceplikan yang masih segar dan berwarna hijau ini dipetik dari daerah
Kutoarjo, Jawa Tengah pada bulan Oktober 2006. Infusa daun ceplikan
berwarna hijau kecoklatan.
b. Senyawa hepatotoksin yang digunakan adalah parasetamol murni, berwarna
putih, tidak berbau, dan terasa pahit. Parasetamol didapat dari Laboratorium
22
Farmakologi dan Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
c. CMC-Na sebagai pensuspensi hepatotoksin parasetamol (CMC-Na ini
merupakan produksi Brataco Chemica).
d. Aquades sebagai kontrol negatif dan aquabides sebagai pencuci kolom vitalab
mikro yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.
e. Pereaksi siap pakai (kit) DyaSis ALAT (ALT) FS* without pyridoxal-5-
phosphate (Dyasis, Germany) untuk mengukur aktivitas ALT serum.
D. Subjek Uji
Hewan uji yang digunakan yaitu mencit jantan galur Swiss, berat badan 20 –
30 gram, umur 2 – 3 bulan, diperoleh dari laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
E. Tatacara Penelitian
1. Pengumpulan Bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun ceplikan yang masih segar, berwarna
hijau yang dipetik di daerah Kutoarjo, Jawa Tengah.
2. Determinasi tanaman ceplikan (Ruellia tuberosa Linn.)
Determinasi tanaman ceplikan (Ruellia tuberosa Linn.) dilakukan dengan
mencocokkan ciri-ciri tanaman ceplikan dengan buku acuan determinasi. Buku acuan
23
determinasi yang digunakan ada dua, yaitu (1) Van Stenis (2002) dan (2) Backer and
Bakhuizen Van den Brink (1965).
3. Pembuatan simplisia daun ceplikan
Daun ceplikan dicuci bersih di bawah air mengalir. Setelah bersih daun
diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah lagi kemudian untuk
mengoptimalkan pengeringan, pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven
pada suhu 50 – 60°C. Setelah kering daun dirajang dan diserbuk.
4. Pembuatan infusa daun ceplikan
Konsentrasi infusa daun ceplikan yang digunakan adalah 10%. Sejumlah (g)
simplisia daun ceplikan dicampur dengan air secukupnya, dipanaskan di atas tangas
air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sesekali diaduk.
Kemudian diserkai selagi panas dengan kain flanel, dan ditambahkan air panas
secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infusa yang dikehendaki.
5. Pembuatan suspensi parasetamol 1%
Suspensi parasetamol 1% dibuat dengan cara mensuspensi sejumlah gram
parasetamol yang ditimbang seksama ke dalam CMC 1% hingga konsentrasi yang
ditetapkan.
6. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksik parasetamol
Berdasarkan penelitian (Donatus, 1994 cit Madona, 2004) dosis 200 – 300
mg/kgBB sudah memberikan efek hepatotoksik pada mencit bila diberikan secara per
oral. Dosis hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan
orientasi. Dengan menggunakan 5 kelompok orientasi dengan 4 peringkat dosis yang
24
berbeda, kelompok I kontrol negatif CMC-Na, kelompok II dengan dosis 225
mg/kgBB; kelompok III dengan dosis 230 mg/kgBB; kelompok IV dengan dosis
237,5 mg/kgBB; kelompok V dengan dosis 250 mg/kgBB kemudian aktivitas serum
ALT-nya diukur 24 jam setelah pemejanan.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Untuk mendapatkan waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan 2
kelompok waktu. Dosis hepatotoksin yang digunakan adalah 237,5 mg/kgBB.
Kelompok I dan II diberi hepatotoksin, kelompok I 24 jam setelah pemberian
hepatotoksin diukur aktivitas serum ALT-nya dan kelompok II 48 jam setelah
pemberian hepatotoksin diukur aktivitas serum ALT-nya.
c. Penetapan lama pemenjanan infusa daun ceplikan
Untuk mendapatkan lama waktu pemejanan daun ceplikan dilakukan
orientasi dengan empat kelompok hari. Dosis infusa yang digunakan adalah 2222,2
mg/kgBB. Kelompok I dipejankan infusa selama dua hari berturut-turut, pada hari
ketiga dipejankan senyawa hepatotoksin dan aktivitas serum ALT-nya diukur 24 jam
setelah pemejanan senyawa hepatotoksin; kelompok II dipejankan infusa selama
empat hari berturut-turut, pada hari kelima dipejankan senyawa hepatotoksin dan
aktivitas serum ALT-nya diukur 24 jam setelah pemejanan senyawa hepatotoksin;
kelompok III dipejankan infusa selama enam hari berturut-turut, pada hari ketujuh
dipejankan senyawa hepatotoksin dan aktivitas serum ALT-nya diukur 24 jam
setelah pemejanan senyawa hepatotoksin; kelompok IV dipejankan infusa selama
delapan hari berturut-turut, pada hari kesembilan dipejankan senyawa hepatotoksin
25
dan aktivitas serum ALT-nya diukur 24 jam setelah pemejanan senyawa
hepatotoksin.
7. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah 35 ekor mencit jantan dibagi secara acak ke dalam tujuh kelompok
masing-masing kelompok berisi lima ekor. Kelompok I (kontrol negatif) dipejankan
aquades ad libitium. Kelompok II (kontrol positif) dipejankan suspensi parasetamol
dosis 237,5 mg/kgBB. Setelah 24 jam (hasil orientasi) mencit diambil darahnya
melalui sinus orbitalis mata kemudian diambil serumnya dan ditetapkan aktivitas
serum ALT-nya. Kelompok III (kontrol positif) diberi infusa daun ceplikan dengan
dosis tertinggi (3333,3 mg/kgBB). Kelompok IV diberi infusa daun ceplikan dosis
987,7 mg/kgBB, kelompok V diberi infusa daun ceplikan dosis 1481,5 mg/kgBB,
kelompok VI diberi infusa daun ceplikan dosis 2222,2 mg/kgBB, dan kelompok VII
diberi infusa daun ceplikan dosis 3333,3 mg/kgBB. Pemberian infusa daun ceplikan
dilakukan selama enam hari berturut-turut secara per oral, kemudian pada hari ke
tujuh kelompok perlakuan ini diberi parasetamol dosis hepatotoksik sebesar 237,5
mg/kgBB. Setelah 24 jam hewan uji diambil darahnya melalui sinus orbitalis mata
kemudian diambil serumnya untuk diukur aktivitas serum ALT-nya.
8. Pembuatan serum
Darah mencit diambil melalui sinus orbitalis mata dan ditampung dalam
evendrof, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm selama 10 menit dan
diambil supernatannya (serum).
26
9. Pengukuran aktivitas Serum ALT
Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas serum ALT adalah vitalab-
mikro. Pada analisis fotometri aktivitas serum ALT ini dilakukan sejumlah pereaksi
seperti yang tersaji pada tabel I.
Tabel I. Prosedur Penetapan Aktivitas Serum ALT berdasarkan Anonim (2006b)
Serum atau plasma 10µl
Larutan NaCl 0,9% 90µl
Reagen1 1000µl
Vortex
Reagen 2 250µl
Campur dan baca penurunan serapan dalam 1 menit
Adapun komponen dari reagen 1 adalah TRIS (pH 7,15), L-Alanin, dan LDH (laktat
dehidrogenase) dan komponen dari reagen 2 adalah 2-oksaglutarat dan NADH.
Aktivitas enzim dibaca pada panjang gelombang 340nm, suhu 37°C, dengan
faktor koreksi -1745. Aktivitas serum ALT dinyatakan dalam u/l. Pengukuran
aktivitas serum ALT dilakukan di laboratorium Farmakologi-Toksikologi, Fakultas
Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
F. Analisis Hasil
1. Penetapan dosis hepatotoksik parasetamol
Data serum ALT dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data tiap kelompok. Jika didapat distribusi data yang normal maka analisis
dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan
95% yang dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan masing-masing
27
kelompok. Tetapi jika didapat distribusi data yang tidak normal, analisis dilanjutkan
dengan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan
aktivitas serum ALT antar kelompok. Selanjutnya diuji dengan uji Mann Whitney
untuk melihat perbedaan tiap kelompok.
2. Penetapan waktu pencuplikan darah
Data serum ALT dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data tiap kelompok. Jika didapatkan distribusi normal, maka analisis
dilanjutkan dengan uji T untuk melihat perbedaan kedua kelompok.
3. Penetapan lama pemejanan infusa daun ceplikan
Data serum ALT dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data tiap kelompok. Jika didapat distribusi data yang normal maka analisis
dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan
95% yang dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan masing-masing
kelompok. Tetapi jika didapat distribusi data yang tidak normal, analisis dilanjutkan
dengan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan
aktivitas serum ALT antar kelompok. Selanjutnya diuji dengan uji Mann Whitney
untuk melihat perbedaan tiap kelompok.
4. Perlakuan hewan uji
Data serum ALT dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data tiap kelompok. Jika didapat distribusi data yang normal maka analisis
dilanjutkan dengan analisis pola searah (One Way ANOVA) dengan taraf kepercayaan
95% yang dilanjutkan dengan uji LSD untuk mengetahui perbedaan masing-masing
kelompok. Tetapi jika didapat distribusi data yang tidak normal, analisis dilanjutkan
28
dengan analisis non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan
aktivitas serum ALT antar kelompok. Selanjutnya diuji dengan uji Mann Whitney
untuk melihat perbedaan tiap kelompok.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman Ceplikan (Ruellia tuberosa Linn.)
Hasil determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Ruellia tuberosa Linn. Hasilnya adalah sebagai berikut:
1b – 2b – 3b – 4b – 6b – 7b – 9b – 10b – 11b – 12b – 13b – 14b – 16a (golongan 10)
239b – 243b – 244b – 248b – 249b – 250b – 266b – 267b – 273b – 276b – 278b –
279b – 282b – 283b – 284b – 285b - .................................................115. Achantaceae
1a – 2b – 7a – 8b – 10a – 11b – 13b – 14b – 16a - ......................................10. Ruellia
1................................................................................................. Ruellia tuberosa Linn.
Surat pengesahan determinasi dapat dilihat pada lampiran 1. Foto tanaman
ceplikan dapat dilihat pada lampiran 2.
B. Uji Pendahuluan
1. Penetapan dosis hepatotoksik parasetamol
Penetapan dosis hepatotoksik parasetamol ini mempunyai tujuan yaitu untuk
mengetahui besar kisaran dosis parasetamol yang dapat menyebabkan derajat
kerusakan hati yang tertinggi dilihat dari peningkatan aktivitas serum ALT. Peringkat
dosis yang digunakan dalam penetapan dosis hepatotoksik ini adalah 225; 230;
237,5; dan 250 mg/kgBB. Peringkat dosis ini ditentukan berdasarkan dosis
hepatotoksik parasetamol adalah 200 – 300 mg/kgBB (Donatus, 1994). Data aktivitas
serum ALT akibat pemberian parasetamol dapat dilihat pada tabel II.
29
30
Tabel II. Data aktivitas serum ALT akibat pemberian parasetamol dosis 225; 230; 237,5; 250 mg/kgBB pada jam ke 24
Nilai Aktivitas Serum ALT mencit ke-
Dosis Hepatotoksik Parasetamol
1 2 3 Dosis 225 mg/kgBB 250 u/l 110 u/l 110 u/l Dosis 230 mg/kgBB 180 u/l 650 u/l 440 u/l Dosis 237,5 mg/kgBB 4670 u/l 5690 u/l 4150 u/l Dosis 250 mg/kgBB 14030 u/l 10100 u/l Mati
Berdasarkan hasil yang didapatkan, tampak bahwa peningkatan aktivitas
serum ALT dosis 250 mg/kgBB paling tinggi, namun pada dosis tersebut juga terjadi
kematian hewan uji sehingga dosis ini tidak disertakan pada analisis selanjutnya.
Data yang didapatkan diuji dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi
data pada tiap kelompok. Dan didapatkan distribusi data yang normal sehingga
analisis dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA tapi ternyata varian data tidak
homogen, padahal salah satu syarat untuk analisis dengan uji One Way ANOVA
adalah varian data harus homogen. Oleh sebab itu, analisis dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan pada semua kelompok dan kemudian untuk
melihat perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dilakukan analisis
dengan uji Mann Whitney. Rangkuman hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel
III dan analisis statistiknya dapat dilihat pada lampiran 12.
Tabel III. Perbedaan nilai aktivitas serum ALT setelah pemberian parasetamol dosis 225; 230; dan 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24 berdasarkan uji Mann
Whitney % perbedaan terhadap kelompok Kel Dosis
Hepatotoksik Parasetamol
Nilai rata-rata aktivitas serum ALT ± SE (u/l)
1 2 3
1 225 mg/kgBB 156,7 ± 46,7 - (-) 63,0 (bt) (-) 90,8 (b) 2 230 mg/kgBB 423,3 ± 135,9 (+) 170,1 (bt) - (-) 91,2 (b) 3 237,5 mg/kgBB 4836,7 ± 510,0 (+) 96,8 (b) (+) 1042,6 (b) -
31
Keterangan : (b) = berbeda bermakna (p < 0,05) (bt) = berbeda tidak bermakna (p > 0,05) (-) = mengalami penurunan (+) = mengalami peningkatan
0500
100015002000250030003500400045005000
aktivitas serum ALT
(U/l)
225 230 237,5
dosis (mg/kgBB)
Gambar 6. Diagram Batang Aktivitas Serum ALT setelah Pemberian Parasetamol dosis 225; 230; dan 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24
Dari tabel III dan gambar 6 tampak bahwa kelompok dosis 237,5 mg/kgBB
mengalami peningkatan aktivitas serum ALT yang lebih tinggi (4836,7 ± 510,0 u/l)
dibanding kelompok dosis 225 mg/kgBB (156,7 ± 46,7 u/l) maupun kelompok dosis
230 mg/kgBB (423,3 ± 135,9 u/l). Menurut Zimmerman (1978), jika hati mengalami
nekrosis maka akan terjadi peningkatan aktivitas serum ALT mencapai 10 – 100 kali
lipat. Berdasarkan tolok ukur tersebut, aktivitas serum ALT kelompok dosis 237,5
mg/kgBB mengalami peningkatan hingga lebih dari 30 kali lipat bila dibandingkan
dengan kontrol negatif CMC-Na (153,3 ± 4,0 u/l) dan merupakan peningkatan
aktivitas serum ALT yang paling tinggi dibandingkan mencit pada kelompok dosis
yang lain. Disamping itu, berdasarkan tolok ukur tersebut juga bisa disimpulkan
32
bahwa tingkat kerusakan hati yang terjadi pada mencit yang telah diberi parasetamol
dosis 237,5 mg/kgBB mengalami nekrosis hati. Dan berdasarkan analisis statistik,
perbedaan kelompok parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB terhadap kelompok
parasetamol dosis 225 dan 230 mg/kgBB adalah berbeda bermakna. Oleh sebab itu,
dosis hepatotoksin yang digunakan dalam penelitian ini adalah 237,5 mg/kgBB.
2. Penetapan waktu pencuplikan darah
Setelah didapatkan dosis hepatotoksik parasetamol yang akan digunakan
dilakukan penetapan waktu pencuplikan darah. Penetapan waktu pencuplikan darah
mempunyai tujuan yaitu untuk menentukan waktu pencuplikan darah yang
menunjukkan selang waktu yang dibutuhkan untuk mencapai peningkatan aktivitas
serum ALT yang paling optimal. Dosis hepatotoksin yang digunakan adalah 237,5
mg/kgBB. Waktu pencuplikan yang digunakan adalah 24 dan 48 jam. Data aktivitas
serum yang didapatkan dapat dilihat pada tabel IV.
Tabel IV. Data aktivitas serum ALT setelah pemberian parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24 dan 48
Nilai Aktivitas Serum ALT mencit ke- Jam ke- 1 2 3
24 4670 u/l 5690 u/l 4150 u/l 48 360 u/l 410 u/l 260 u/l
Data yang didapatkan diuji dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data tiap kelompok. Didapatkan distribusi data yang normal, maka analisis
dilanjutkan dengan uji T untuk mengetahui perbedaan kedua kelompok. Rangkuman
hasil analisis statistik dapat dilihat pada tabel V dan analisis statistiknya dapat dilihat
pada lampiran 13.
33
Tabel V. Perbedaan nilai aktivtas serum ALT setelah Pemberian Parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24 dan 48 berdasarkan uji T
Keterangan : (b) = berbeda bermakna (p < 0,05) (bt) = berbeda tidak bermakna (p > 0,05) (-) = mengalami penurunan (+) = mengalami peningkatan
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
24 48
jam ke-
aktiv
itas
seru
m A
LT (u
/l)
Gambar 7. Grafik Aktivitas Serum ALT setelah Pemberian Parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB pada jam ke 24 dan 48
Dari tabel V dan gambar 7, tampak bahwa peningkatan aktivitas serum ALT
dengan waktu pencuplikan 24 jam (4836,7 ± 452,3 u/l) lebih tinggi dibanding
aktivitas serum ALT dengan waktu pencuplikan 48 jam (343,3 ± 44,1 u/l) dan secara
statistik perbedaan kedua kelompok adalah berbeda bermakna (p < 0,05). Jadi, waktu
pencuplikan 24 maupun 48 jam menunjukkan bahwa waktu pencuplikan
mempengaruhi peningkatan aktivitas serum ALT. Oleh sebab itu, dalam penelitian
ini digunakan waktu pencuplikan 24 jam.
% perbedaan terhadap kelompok Kel Jam ke
Nilai rata-rata aktivitas serum ALT ± SE (u/l)
1 2
1 24 4836,7 ± 452,3 - (+) 1308,9 (b) 2 48 343,3 ± 44,1 (-) 92,9 (b) -
34
3. Penetapan lama pemejanan infusa daun ceplikan
Penetapan lama pemejanan infusa daun ceplikan bertujuan untuk mengetahui
waktu yang dibutuhkan oleh infusa daun ceplikan untuk dapat menurunkan aktivitas
serum ALT yang paling besar. Karena diharapkan dengan penurunan yang paling
besar maka infusa akan mempunyai daya proteksi yang paling besar pula terhadap
hati.
Adapun kelompok waktu yang digunakan untuk menentukan lama waktu
pemejanan infusa daun ceplikan adalah 2, 4, 6, dan 8 hari, dan dosis infusa yang
digunakan adalah 2222,2 mg/kgBB. Data aktivitas serum ALT setelah pemejanan
infusa daun ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8 hari dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Data Aktivitas Serum ALT Setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8 hari
Nilai Aktivitas Serum ALT mencit ke- Lama pemejanan
1 2 3
2 hari 12250 U/L 10570 U/L 11650 U/L
4 hari 6990 U/L 8410 U/L 12310 U/L
6 hari 2540 U/L 2280 U/L 2440 U/L
8 hari 3490 U/L 4670 U/L 2720 U/L
Data yang didapatkan diuji dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data pada tiap kelompok. Dan didapatkan distribusi data yang normal
sehingga analisis dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA tapi ternyata varian data
tidak homogen, padahal salah satu syarat untuk analisis dengan uji One Way ANOVA
adalah varian data harus homogen. Oleh sebab itu, analisis dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan pada semua kelompok dan kemudian untuk
melihat perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dilakukan analisis
35
dengan uji Mann Whitney. Rangkuman hasil penurunan aktivitas serum ALT setelah
pemejanan infusa daun ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8 hari dapat dilihat pada tabel
VII dan analisis statistiknya dapat dilihat pada lampiran 14.
Tabel VII. Persen perbedaan nilai aktivitas serum ALT mencit terinduksi parasetamol dengan praperlakuan infusa daun ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8
hari berdasarkan uji Mann Whitbney % perbedaan terhadap kelompok
Kel Lama
pemejanan infusa
Nilai rata-rata aktivitas
serum ALT ± SE (u/l)
I II III IV
I 2 hari 11490 ± 491,5 - (+) 24,4 (bt)
(+) 374,8 (b)
(+) 216,8 (b)
II 4 hari 9236,7 ± 1590,4
(-) 19,6 (bt)
- (+) 281,6 (b)
(+) 154,7 (b)
III 6 hari 2420 ± 75,7 (-) 78,9 (b)
(-) 73,8 (b)
- (-) 33,3 (b)
IV 8 hari 3626,7 ± 567,0 (-) 68,4 (b)
(-) 60,7 (b)
(+) 49,7 (b)
-
Keterangan : (b) = berbeda bermakna (p < 0,05) (bt) = berbeda tidak bermakna (p > 0,05) (-) = mengalami penurunan (+) = mengalami peningkatan
Tabel VIII. Persen proteksi setelah praperlakuan infusa daun ceplikan dosis 2222,2 mg/kgBB selama 2, 4, 6, dan 8 hari pada mencit jantan terinduksi
parasetamol Kelompok
(hari) n Nilai rata-rata aktivitas
serum ALT ± SE (U/L) % Efek Proteksi
2 3 11490 ± 491,5 (-) 137,7
4 3 9236,7 ± 1590,4 (-) 91,0
6 3 2420 ± 75,7 (+) 50,0
8 3 3626,7 ± 567,0 (+) 25,0
Berdasarkan data yang didapatkan (tabel VIII), pada lama pemejanan infusa
selama 2 hari (11490 ± 491,5 u/l) dan 4 hari (9236,7 ± 1590,4 u/l) tampak terjadi
peningkatan aktivitas serum ALT bila dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin
(4836,7 ± 510,0 u/l). Penyebab terjadinya peningkatan serum ALT ini kemungkinan
36
pada pemakaian jangka pendek infusa daun ceplikan belum dapat memberikan
proteksi terhadap kerusakan hati akibat pemberian parasetamol. Pada lama
pemejanan infusa selama 6 hari (2420 ± 75,7 u/l) dan 8 hari (3626,7 ± 567,0 u/l)
terjadi penurunan aktivitas serum ALT bila dibandingkan dengan kontrol
hepatotoksin (4836,7 ± 510,0 u/l), berarti pada pemakaian selama 6 dan 8 hari infusa
daun ceplikan sudah dapat memberikan proteksi terhadap kerusakan hati akibat
pemberian parasetamol.
Pada tabel VIII tampak bahwa pemejanan infusa selama 6 hari dapat
menurunkan aktivitas serum ALT hingga 50% dan pemejanan infusa selama 8 hari
dapat menurunkan aktivitas serum ALT hingga 25%. Dan berdasarkan analisis
statistik juga terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pemejanan infusa
selama 6 hari dan 8 hari, jadi lama pemejanan memberikan pengaruh yang berarti
pada penurunan aktivitas serum ALT. Lama waktu pemejanan infusa daun ceplikan
untuk dapat memberikan proteksi paling besar diantara kelompok hari pemejanan
yang lain terhadap kerusakan hati akibat pemberian parasetamol dengan maksimal
adalah 6 hari. Grafik perbedaan lama pemejanan infusa terhadap kemampuan
menurunkan aktivitas serum ALT dapat dilihat pada gambar 8.
37
-150
-100
-50
0
50
100
2 hari 4 hari 6 hari 8 hari
lama pemejanan infusa
% p
rote
ksi
Gambar 8. Grafik Aktivitas Serum ALT setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan Selama 2, 4, 6, dan 8 hari
C. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
1. Kontrol Negatif CMC-Na
Tujuan digunakan kontrol negatif adalah sebagai kelompok pembanding hati
yang tidak mengalami kerusakan. Perlakuan pada kontrol negatif yang digunakan
adalah CMC-Na karena CMC-Na merupakan pensuspensi parasetamol. Disamping
itu juga dapat dilihat apakah kerusakan hati hanya diakibatkan oleh parasetamol saja
ataukah pensuspensinya juga mengakibatkan kerusakan hati.
Nilai aktivitas serum ALT kontrol negatif pemberian CMC-Na adalah 153,3
± 4 u/l. Nilai tersebut dianggap sebagai nilai aktivitas serum ALT yang normal. Dan
jika dilihat secara makroskopis (lampiran 5), hati berwarna merah kecoklatan dan
tidak terdapat bintik-bintik putih dipermukaannya.
38
2. Kontrol Positif Hepatotoksin
Tujuan digunakannya kontrol positif adalah untuk membandingkan
peningkatan nilai aktivitas serum ALT pada hati yang mengalami kerusakan akibat
pemberian hepatotoksin (parasetamol).
Nilai aktivitas serum ALT yang dihasilkan setelah pemberian parasetamol
dosis 237,5 mg/kgBB adalah 4836,7 ± 315,3 u/l. Sedangkan, nilai aktivitas serum
ALT kontrol negatif pemberian CMC-Na 1% adalah 153,3 ± 5,8 u/l. Bila nilai
aktivitas serum ALT kedua kelompok tersebut dibandingkan maka perbedaan nilai
aktivitas serum ALT mengalami peningkatan sebesar 3054,4%, nilai ini
menunjukkan perbedaan yang bermakna. Dilihat dari persentase perbedaan tersebut
dapat disimpulkan bahwa parasetamol menyebabkan kerusakan hati.
Dilihat secara makroskopis (lampiran 6), hati berwarna merah kecoklatan dan
terdapat bintik-bintik putih pada permukaan hati.
3. Kontrol Positif Infusa Daun Ceplikan Dosis Tertinggi
Pada kelompok ini, mencit diberi infusa daun ceplikan selama 6 hari berturut-
turut dan pada jam ke-24 setelah pemenjanan infusa hari ke-6 nilai aktivitas serum
ALT mencit diukur. Tujuan dilakukan kontrol positif infusa daun ceplikan dosis
tertinggi ini adalah untuk mengetahui toksisitas infusa daun ceplikan.
Nilai aktivitas serum ALT kontrol positif infusa daun ceplikan dosis tertinggi
ini adalah 136 ± 2,4 U/L. Perbedaan nilai aktivitas serum ALT kontrol positif infusa
daun ceplikan dosis tertinggi dengan kontrol negatif CMC-Na adalah 9,5%, nilai ini
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Dan jika dilihat secara makroskopis
39
(lampiran 7), hati berwarna merah kecoklatan dan tidak terdapat bintik-bintik putih
dipermukaannya.
4. Kelompok Perlakuan
Pada kelompok perlakuan ini terdapat 4 kelompok perlakuan yaitu, kelompok
I diberi infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/kgBB, kelompok II diberi infusa daun
ceplikan dosis 1481,5 mg/kgBB, kelompok III diberi infusa daun ceplikan dosis
2222,2 mg/kgBB, dan kelompok IV diberi infusa daun ceplikan dosis 3333,3
mg/kgBB. Data aktivitas serum ALT setelah pemejanan infusa daun ceplikan dosis
987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam dapat dilihat
pada tabel IX.
Tabel IX. Data Aktivitas Serum ALT Setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan
waktu pencuplikan 24 jam Dosis Infusa n Rata-rata Aktivitas Serum
ALT ± SE % Proteksi
987,7 mg/kgBB 5 8916 ± 404,4 U/L -92,2%
1481,5 mg/kgBB 5 6652 ± 304,3 U/L -43,4%
2222,2 mg/kgBB 5 2374 ± 173,4 U/L 48,8%
3333,3 mg/kgBB 5 584 ± 75,9 U/L 87,4%
Data yang didapatkan diuji dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data pada tiap kelompok. Didapatkan distribusi data yang normal sehingga
analisis dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA tapi ternyata varian data tidak
homogen, padahal salah satu syarat untuk analisis dengan uji One Way ANOVA
adalah varian data harus homogen. Oleh sebab itu, analisis dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan pada semua kelompok dan kemudian untuk
40
melihat perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dilakukan analisis
dengan uji Mann Whitney. Hasil analisis statistik tersebut dapat dilihat pada lampiran
15.
-100-80-60-40-20
020406080
100
% proteksi
987,7 1481,5 2222,2 3333,3
dosis infusa daun ceplikan (mg/kgBB)
Gambar 9. Diagram Batang Aktivitas Serum ALT setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan Dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap terhadap Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam
Berdasarkan data yang didapatkan (tabel IX), pada pemejanan infusa dosis
987,4 dan 1481,5 mg/kgBB tampak terjadi peningkatan aktivitas serum ALT bila
dibandingkan dengan kontrol positif. Penyebab terjadinya peningkatan serum ALT
ini kemungkinan pada pemakaian dosis rendah infusa daun ceplikan belum dapat
memberikan proteksi terhadap kerusakan hati akibat pemberian parasetamol.
Pemejanan infusa dosis 987,7 mg/kgBB dapat meningkatkan aktivitas serum ALT
hingga 92,2% dan pemejanan infusa dosis 1481,5 dapat meningkatkan aktivitas
serum ALT hingga 43,4% bila dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin. Pada
pemejanan infusa dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB terjadi penurunan aktivitas
41
serum ALT bila dibandingkan dengan kontrol positif. Pemejanan infusa dosis 2222,2
mg/kgBB dapat menurunkan aktivitas serum ALT hingga 48,8% dan pemejanan
infusa dosis 3333,3 mg/kgBB dapat menurunkan aktivitas serum ALT hingga 87,4%
bila dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin. Berarti, pada dosis 2222,2 dan
3333,3 mg/kgBB infusa daun ceplikan mampu memberikan proteksi terhadap
kerusakan hati akibat pemberian parasetamol.
Terjadinya peningkatan aktivitas serum ALT pada kelompok perlakuan
infusa dosis 987,7 dan 1481,5 mg/kgBB kemungkinan karena adanya senyawa yang
terkandung dalam infusa daun ceplikan yang dapat menginduksi sitokrom P450 atau
menghambat pengikatan NAPBKI dengan glutation. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya jumlah NAPBKI yang berikatan dengan makromolekul sel yang
ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas serum ALT.
Terjadinya penurunan aktivitas serum ALT pada mencit yang terinduksi
parasetamol ini kemungkinan karena adanya aktivitas antioksidan dari senyawa
polifenol yang terdapat dalam daun ceplikan. Kemungkinan mekanisme penurunan
aktivitas serum ALT yang terjadi ini karena aktivitas senyawa polifenol yang
terdapat dalam infusa daun ceplikan mampu meningkatkan jumlah glutation. Oleh
sebab itu, mekanisme perusakan sel hati oleh N-asetil-p-benzokuinon-imin
(NAPBKI) bisa dihambat.
Perbandingan aktivitas serum ALT kontrol negatif, kontrol positif
parasetamol, kontrol positif dosis tertinggi infusa daun ceplikan, dan setelah
pemejanan infusa daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB
42
selama 6 hari berturut-turut terhadap parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan
waktu pencuplikan 24 jam dapat dilihat pada tabel IX.
Tabel X. Persen perbedaan nilai aktivitas serum ALT praperlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,6; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari
berturut-turut pada mencit jantan terinduksi Parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB % perbedaan terhadap kelompok
kel n
Nilai rata-rata
aktivitas serum ALT ± SE (u/l)
I II III IV V VI VII
I 5 136 ± 4,0 -
(-) 97,1 (b)
0 (bt) (-)
6455,9 (b)
(-) 4791,2
(b)
(-) 94,3 (b)
(-) 76,7 (b)
II 5 4640 ± 315,3
(+)3311,8 (b) - (+)3311,8
(b)
(-) 48,0 (b)
(-) 30,2 (b)
(+) 95,5 (b)
(+) 694,5 (b)
III 5 136 ± 2,4 0 (bt)
(-) 97,1 (b)
- (-)
98,5 (b)
(-) 98,0 (b)
(-) 94,3 (b)
(-) 76,7 (b)
IV 5 8916 ± 404,4
(+)6455,9 (b)
(+)92,2 (b)
(+)6455,9 (b) - (+)34,0
(b) (+)275,6
(b) (+)1426,7
(b)
V 5 6652 ± 304,3
(+)4791,1 (b)
(+)43,4 (b)
(+)4791,1 (b)
(-) 25,4 (b)
- (+)180,2 (b)
(+)1039,0 (b)
VI 5 2374 ± 173,4
(+)1645,6 (b)
(+)48,8 (b)
(+)1645,6 (b)
(-) 73,4 (b)
(-) 64,3 (b)
- (+) 306,5 (b)
VII 5 584 ± 75,9
(+)329,4 (b)
(-) 87,4 (b)
(+)329,4 (b)
(-) 93,4 (b)
(-) 91,2 (b)
(-) 75,4 (b) -
Keterangan:
I : Kelompok kontrol negatif
II : Kelompok kontrol hepatotoksin
III : Kelompok kontrol positif infusa dosis tertinggi
IV : Kelompok perlakuan infusa dosis 987,7 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
43
V : Kelompok perlakuan infusa dosis 1481,5 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
VI : Kelompok perlakuan infusa dosis 2222,2 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
VII : Kelompok perlakuan infusa dosis 3333,3 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
01000
20003000
4000
50006000
7000
80009000
Aktivitas Serum ALT
(U/L)
1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Perlakuan
Gambar 10. Diagram Batang Aktivitas Serum ALT Kontrol Negatif, Kontrol Hepatotoksin, Kontrol Positif Infusa Dosis Tertinggi, dan Setelah Pemejanan
Infusa Daun Ceplikan Dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol dosis 237,5
mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam
D. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah infusa daun ceplikan
mampu menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati akibat pemberian
parasetamol. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tampak peningkatan nilai
aktivitas serum ALT pada penggunaan infusa dosis rendah dan pada jangka pendek.
Hal ini mungkin disebabkan pada penggunaan infusa daun ceplikan dosis rendah dan
44
jangka pendek belum dapat memberikan proteksi terhadap kerusakan hati akibat
pemberian parasetamol. Dan pada penggunaan infusa dosis tinggi dan pada jangka
panjang terjadi penurunan nilai aktivitas serum ALT. Hal ini berarti pada
penggunaan infusa daun ceplikan dosis tinggi dan jangka panjang dapat memberikan
proteksi terhadap kerusakan hati akbibat pemberian parasetamol.
Peningkatan aktivitas serum ALT setelah praperlakuan infusa daun ceplikan
kemungkinan karena adanya senyawa yang terkandung dalam infusa daun ceplikan
yang dapat menginduksi sitokrom P450 atau menghambat pengikatan NAPBKI
dengan glutation. Hal ini mengakibatkan meningkatnya jumlah NAPBKI yang
berikatan dengan makromolekul sel yang ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas
serum ALT.
Penurunan aktivitas serum ALT setelah praperlakuan infusa daun ceplikan
diduga karena adanya kandungan polifenol yang mempunyai khasiat sebagai
antioksidan yang mampu meningkatkan jumlah glutation dalam hati. Dengan
meningkatnya jumlah glutation maka jumlah NAPBKI yang berikatan dengan
makromolekul sel semakin sedikit.
Nilai aktivitas serum ALT kelompok perlakuan dosis 987,7 mg/kgBB adalah
8916 ± 404,4 u/l; nilai aktivitas serum ALT kelompok perlakuan 1481,5 mg/kgBB
adalah 6652 ± 304,3 u/l; nilai aktivitas serum ALT kelompok perlakuan 2222,2
mg/kgBB adalah 2374 ± 173,4 u/l; dan nilai aktivitas serum ALT kelompok
perlakuan 3333,3 mg/kgBB adalah 584 ± 75,9 u/l. Dilihat dari nilai aktivitas serum
ALT kelompok perlakuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dosis 3333,3 mg/kgBB
(dosis tertinggi) dapat menurunkan nilai aktivitas serum ALT yang lebih besar
45
dibanding kelompok perlakuan yang lain. Adapun persen proteksi infusa daun
ceplikan terhadap kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol dosis
987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB secara berturut-turut adalah -92,2%; -
43,4%; 48,8%; dan 87,4%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa infusa daun
ceplikan dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB mampu menurunkan aktivitas serum
ALT hepatotoksin parasetamol.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data, dapat ditarik kesimpulan bahwa infusa daun ceplikan
dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB mampu menurunkan aktivitas serum ALT pada
kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang:
1. kandungan kimia yang pasti di dalam infusa daun ceplikan yang dapat
meningkatkan maupun menurunkan efek hepatoprotektor daun ceplikan.
2. kisaran dosis efektif infusa daun ceplikan untuk dapat memberikan efek
hepatoprotektif.
3. uji histopatologi hati mencit untuk melihat efek hepatoprotektor infusa daun
ceplikan secara mikroskopis.
4. uji keteratogenikan infusa daun ceplikan.
5. uji analgesik infusa daun ceplikan.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 9, 649, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2006a, Ruellia tuberosa L., http
://bebas.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku4/4-079.pdf. Diakses pada 29 April 2006.
Anonim, 2006b, ALAT (GPT) FS*, Diagnostic Systems International, DiaSys
Diagnostic Systems GmbH, Alte Strasse 9, 65558 Holzheim, Germany. Arts, I. C. and P. C. Hollman, 2005, Polyphenols and Disease Risk in Epidemiologic
Studies, Am J Clin Nutr, 81, 317 – 325. Backer, C. A., and Bakhuizen Van den Brink, R. C., 1965, Flora of Java, volume II,
557, N. V. P. Noordhoff, The Netherlands. Bruneton, J., 1999, Pharmacognosy: Phytochemistry Medical Plants, diterjemahkan
oleh Caroline K. Hatton, 2nd edition, 227 – 243, 671 – 677, Lavoisier, France.
Chandrasoma, P., and Taylor, C. R., 1995, Concise Pathology, 2nd edition, 621, 629,
FRC Path Prentice Hall International, USA. Colombo, J. P., and Peheim, E., 1981, 1981, Liver, in Richterich, R., Colombo, J. P.,
(Eds.), Clinical Chemistry, 606 – 610, John Wiley & Sons, USA. De Jesus, S., and Rodriguez, E., 2002,
http://labs.plantbio.cornell.edu/cubl./emanv4p54b.html. Diakses pada 29 April 2006.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G.I., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M.,
2005, Pharmacotherapy A Pathopysiologic Approach, I edition, 133, McGraw Hill Companies, United States of America.
Dollery, C., 1999, Therapeutic Drugs, 19 – 21, 2nd edition, Harcourt Brace and
Company Ltd., United Kingdom. Donatus, I. A., 1992, Peran Fitofarmaka Dalam Upaya Pengobatan Hepatitis,
Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Nasional Hepatitis, Yogyakarta.
48
Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol: Kajian Terhadap Aspek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Donatus, I. A., 2001, Toksikologi Dasar, 200 – 202, Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Evans, W. C., 1989, Trease and Evans’ Pharmacognosy, 13th edition, 378 – 423, El
BS., London. Fox, S. I., 2004, Human Physiology, 8th edition, 575 – 580, McGraw-Hill, New
York. Ismayani, S., 2004, Efek Hipoglikemi Rebusan Daun Pletekan (Ruellia tuberosa
Linn.) pada Tikus Putih Jantan Terbebani Glukosa dengan Metode Spektrofotometri Visibel, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Klaasen, C. D., 2001, Principles of Toxicology and Treatment of Poisoning, in
Hardman, J. G., Limbird, L. E., Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th edition, McGraw-Hill Companies, United States of America.
Lee, W. M., 1995, Drug-Induced Hepatotoxicity, The New England Journal of
Medicine, 333, 1118 – 1127. Madona, V., 2004, Efek Hepatoprotektif Sari Umbi Wortel (Daucus carota L.) Tipe
Imperator, Chantenay, dan Nantes pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Panteghini, M., and Van Solinge, W. W., 2006, Enzymes, in C. A. Burtis, E. R.
Ashwood, D. E. Bruns, Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostic, 604 – 606, El Sevier Inc., United States of America.
Price, S. A., and Wilson, L. M., 1994, Pathophysiology, diterjemahkan oleh Adji
Dharma, Ed. 4, 426 – 457, EGC, Jakarta. Purwandani, Y. L., 2005, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daging Buah Makuto
Dewo (Phaleria macrocarpa (Sheff.) Boerl.) Pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sofia, D., 2004, Antioksidan dan Radikal Bebas, http://Chem-is-try.org/?sect.
Diakses pada 29 April 2006.
49
Stine, K. E., and Brown, T. M., 1996, Principles of Toxicology, 149, Lewis Publisher, USA.
Sutinah, S., 1986, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid dari Bunga
Ruellia tuberosa Linn, Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Treinen, M., and Moslen, 2001, Toxic Responses of The Liver, Casarett and
Doull’s. Toxicology: The Basic Science of Poison, 476 – 478, McGraw-Hill, New York.
Tietze, K. J., 2004, Clinical Skills for Pharmacist A Patient-Focused Approach,
second edition, 116 – 117, Mosby Inc., Missouri. Tucker, J., 2003, Acetaminophen Toxicity, http ://www.emedicine.com/cgi-
bin/foxweb.exe/screen@d:\em\ga?book=ped&authorid=1729&topicid7. Diakses pada 10 Oktober 2006.
Van Stenis, C. G. G. J, Bloembergen, S., and Eyma, P. J., 2002, Flora,
diterjemahkan oleh Moeso Surjowinoto, Soenarto Hardjosuwarno, Soerjo Sodo Adisewojo, Wibisono, Margono Partodidjojo, dan Soemantri Wirjahardja, cetakan 8, 378 – 382, PT. Pradnya Paramitha, Jakarta.
Widmann, F. K., 1992, Clinical Interpretation of Laboratory Tests, diterjemahkan
oleh Kresno, S. B., Gandasoebrata, R., Latu, J., edisi 9, 301 – 341, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Wilmana, P. F., 2002, Analgesik – Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid
dan Obat Pirai, Farmakologi dan Terapi, edisi 4, 214 – 215, Gaya Baru, Jakarta.
Worman, H. J., 1998, Common Laboratory Test in Liver Diseases, http
://cpmcnet.columbia.edu/www/search.cgi?/dept/gi/labtests.html. Diakses pada 29 April 2006.
Zimmermann, H. J., 1978, Hepatotoxicity, 49, 93 – 99, 167 – 171, 178 – 179, 236 –
237, 259, Appleton Century Croft, New York.
50
Lampiran 1
Surat Pengesahan Determinasi
51
Lampiran 2
Gambar Tanaman Ceplikan
52
Lampiran 3
Foto Vitalab Mikro (Merck® Mikrolab 200)
53
Lampiran 4
Leaflet reagen DyaSys ALAT (GPT) FS*
54
55
Lampiran 5
Foto hati kontrol negatif CMC-Na
(hati difoto dengan kamera 7,1 megapiksel)
Hasil cropping foto hati kontrol negatif CMC-Na
56
Lampiran 6
Foto hati kontrol hepatotoksin
(hati difoto dengan kamera 7,1 megapiksel)
Hasil cropping foto hati kontrol hepatotoksin
57
Lampiran 7
Foto hati kontrol infusa dosis tertinggi
(hati difoto dengan kamera 7,1 megapiksel)
Hasil cropping foto hati kontrol hepatotoksin
58
Lampiran 8
Perhitungan dosis infusa daun ceplikan (Ruellia tuberosa Linn)
Konsentrasi infusa daun ceplikan yang digunakan adalah 10% (Anonim, 1995).
Perhitungan dosis tertinggi pada mencit 30 g adalah sebagai berikut:
Dosis infusa = kgBB 0,03
ml 1 x ml g/100 10BB
V x C=
= 3333,3 mg/kgBB
Didapat dosis tertinggi infusa daun ceplikan pada mencit 30 g adalah 3333,3
mg/kgBB. Dari dosis ini dibuat 4 peringkat dosis dengan kelipatan 1,5 yaitu 987,7;
1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB.
59
Lampiran 9
Konversi dosis infusa daun ceplikan yang mampu menurunkan aktivitas serum
ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol ke
manusia
Dosis infusa daun ceplikan yang mampu menurunkan akivitas serum ALT pada
kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol adalah 2222,2 dan
3333,3 mg/kgBB. Maka konversi dosis tersebut pada manusia dengan berat badan 70
kg adalah :
Dosis 2222,2 mg/kgBB Dosis 3333,3 mg/kgBB
= 2222,2 mg/1000 gBB = 3333,3 mg/1000 gBB
= 44,4 mg/20 gBB = 66,6 mg/20 gBB
= 44,4 mg x 387,9 = 66,6 mg x 387,9
= 17222,8 mg/70 kgBB = 25834,1 mg/70 kgBB
= 17,2 g/70 kgBB = 25,8 g/70 kgBB
60
Lampiran 10
Tabel XI. Data aktivitas serum ALT mencit jantan setelah pemejanan CMC Na (kontrol negatif), parasetamol (kontrol positif), infusa daun ceplikan dosis tertinggi (kontrol positif), dan setelah praperlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam Kelompok I II III IV V VI VII
130 4670 140 9060 6860 2540 730
140 5690 140 8300 5660 2280 430
130 4150 140 10400 7360 2440 450
130 3860 130 8130 7090 1780 510
Serum
ALT(U/L)
150 4830 130 8690 6290 2830 800
Rata-rata 136 4640 136 8916 6652 2374 584
SE 4,0 315,3 2,4 404,4 304,3 173,4 169,6
Keterangan: I : Kelompok kontrol negatif CMC Na
II : Kelompok kontrol positif parasetamol
III : Kelompok kontrol negatif infusa daun ceplikan dosis tertinggi
IV : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
V : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 1481,5 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
VI : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 2222,2 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
VII : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 3333,3 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
61
Lampiran 11
Tabel XII. Persen proteksi setelah praperlakuan infusa daun ceplikan selama 6 hari berturut-turut pada mencit jantan terinduksi parasetamol
Kelompok Persen proteksi (%)
I -92,2
II 43,4
III 48,8
IV 87,4
Keterangan:
I : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
II : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 1481,5 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
III : Kelompok perlakuan infusa daun cepliksn dosis 2222,2 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
IV : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 3333,3 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
Rumus perhitungan persentase efek hepatoprotektif:
%100lparasetamo kontrol rata-rata ALT
perlakuan rata-rata ALT-lparasetamo positif kontrol rata-rata ALT×
62
Lampiran 12
Hasil Analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis
dan uji Mann Whitney pada Penetapan Dosis Hepatotoksik Parasetamol
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 153.33Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 5.774
Absolute .385Positive .385
Most Extreme Differences
Negative -.282Kolmogorov-Smirnov Z .667Asymp. Sig. (2-tailed) .766
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 156.67Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 80.829
Absolute .385Positive .385
Most Extreme Differences
Negative -.282Kolmogorov-Smirnov Z .667Asymp. Sig. (2-tailed) .766
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
63
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 423.33Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 235.443
Absolute .195Positive .183
Most Extreme Differences
Negative -.195Kolmogorov-Smirnov Z .338Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 4836.67Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 783.411
Absolute .251Positive .251
Most Extreme Differences
Negative -.195Kolmogorov-Smirnov Z .435Asymp. Sig. (2-tailed) .992
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Oneway
Descriptives ALT
N Mean Std.
Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean
Minimum
Maximum
Lower Bound
Upper Bound
kontrol CMC 3 153.33 5.774 3.333 138.99 167.68 150 160dosis 225 3 156.67 80.829 46.667 -44.12 357.46 110 250dosis 230 3 423.33 235.443 135.933 -161.54 1008.21 180 650dosis 237.5 2 5180.00 721.249 510.000 -1300.16 11660.16 4670 5690Total 11 1141.82 2016.174 607.899 -212.67 2496.30 110 5690
64
Test of Homogeneity of Variances ALT
Levene Statistic df1 df2 Sig.
24.190 3 7 .000 ANOVA ALT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 40005363.
636 3 13335121.212 144.902 .000
Within Groups 644200.000 7 92028.571
Total 40649563.636 10
NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks dosis N Mean Rank ALT kontrol CMC 3 4.00 dosis 225 3 3.33 dosis 230 3 7.67 dosis 237.5 3 11.00 Total 12
Test Statistics(a,b) ALT Chi-Square 8.805 df 3 Asymp. Sig. .032
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: dosis
65
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks dosis N Mean Rank
Sum of Ranks
ALT kontrol CMC 3 4.00 12.00 dosis 225 3 3.00 9.00 Total 6
Test Statistics(b) ALT Mann-Whitney U 3.000Wilcoxon W 9.000Z -.674Asymp. Sig. (2-tailed) .500Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: dosis
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks dosis N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC 3 2.00 6.00 dosis 230 3 5.00 15.00 Total 6
Test Statistics(b) ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 6.000Z -1.993Asymp. Sig. (2-tailed) .046Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: dosis
66
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks dosis N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC 3 2.00 6.00 dosis 237.5 3 5.00 15.00 Total 6
Test Statistics(b) ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 6.000Z -1.993Asymp. Sig. (2-tailed) .046Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: dosis
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks dosis N Mean Rank Sum of RanksALT dosis 225 3 2.33 7.00 dosis 230 3 4.67 14.00 Total 6
Test Statistics(b) ALT Mann-Whitney U 1.000Wilcoxon W 7.000Z -1.550Asymp. Sig. (2-tailed) .121Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .200(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: dosis
67
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks dosis N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 225 3 2.00 6.00 dosis 237.5 3 5.00 15.00 Total 6
Test Statistics(b) ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 6.000Z -1.993Asymp. Sig. (2-tailed) .046Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: dosis
NPar Tests Mann-Whitney Test Ranks dosis N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 230 3 2.00 6.00 dosis 237.5 3 5.00 15.00 Total 6
Test Statistics(b) ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 6.000Z -1.964Asymp. Sig. (2-tailed) .048Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100(a)
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: dosis
68
Lampiran 13
Hasil Analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji T pada
Penetapan Waktu Pencuplikan Darah
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 4836.67Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 783.411
Absolute .251Positive .251
Most Extreme Differences
Negative -.195Kolmogorov-Smirnov Z .435Asymp. Sig. (2-tailed) .992
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
NPar Tests One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 343.33Normal Parameters(a,b) Std. Deviation 76.376
Absolute .253Positive .196
Most Extreme Differences
Negative -.253Kolmogorov-Smirnov Z .438Asymp. Sig. (2-tailed) .991
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
69
T-Test Group Statistics
waktu N Mean Std. Deviation Std. Error Mean ALT 24 jam 3 4836.67 783.411 452.303 48 jam 3 343.33 76.376 44.096
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed) Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper ALT Equal
variances assumed
6.105 .069 9.887 4 .001 4493.333 454.447 3231.586 5755.081
Equal variances not assumed
9.887 2.038 .009 4493.333 454.447 2572.544 6414.123
70
Lampiran 14
Hasil Analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis dan
uji Mann Whitney pada Penetapan lama pemenjanan infusa daun ceplikan
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 11490.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 851.352
Absolute .241Positive .193
Most Extreme Differences
Negative -.241Kolmogorov-Smirnov Z .418Asymp. Sig. (2-tailed) .995
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 9236.67Normal Parametersa,b Std. Deviation 2754.657
Absolute .285Positive .285
Most Extreme Differences
Negative -.207Kolmogorov-Smirnov Z .493Asymp. Sig. (2-tailed) .968
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
71
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 2420.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 131.149
Absolute .227Positive .190
Most Extreme Differences
Negative -.227Kolmogorov-Smirnov Z .394Asymp. Sig. (2-tailed) .998
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 3
Mean 3626.67Normal Parametersa,b Std. Deviation 982.157
Absolute .222Positive .222
Most Extreme Differences
Negative -.189Kolmogorov-Smirnov Z .385Asymp. Sig. (2-tailed) .998
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Oneway Test of Homogeneity of Variances ALT
Levene Statistic df1 df2 Sig.
4.931 3 8 .032
72
ANOVA ALT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 171427133
.333 3 57142377.778 24.591 .000
Within Groups 18589533.333 8 2323691.667
Total 190016666.667 11
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test Ranks Pemejanan N Mean Rank ALT 2 hari 3 10.00 4 hari 3 9.00 6 hari 3 2.00 8 hari 3 5.00 Total 12
Test Statisticsa,b ALT Chi-Square 9.462 df 3 Asymp. Sig. .024
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Pemejanan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Pemejanan N Mean Rank Sum of Ranks ALT 2 hari 3 4.00 12.00 4 hari 3 3.00 9.00 Total 6
73
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U 3.000 Wilcoxon W 9.000 Z -.655 Asymp. Sig. (2-tailed) .513 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .700a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Pemejanan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Pemejanan N Mean Rank Sum of Ranks ALT 2 hari 3 5.00 15.00 6 hari 3 2.00 6.00 Total 6
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 6.000 Z -1.964 Asymp. Sig. (2-tailed) .036 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Pemejanan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Pemejanan N Mean Rank Sum of Ranks ALT 2 hari 3 5.00 15.00 8 hari 3 2.00 6.00 Total 6
74
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 6.000 Z -1.964 Asymp. Sig. (2-tailed) .048 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Pemejanan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Pemejanan N Mean Rank Sum of Ranks ALT 4 hari 3 5.00 15.00 6 hari 3 2.00 6.00 Total 6
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 6.000 Z -1.964 Asymp. Sig. (2-tailed) .048 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Pemejanan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Pemejanan N Mean Rank Sum of Ranks ALT 4 hari 3 5.00 15.00 8 hari 3 2.00 6.00 Total 6
75
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 6.000 Z -1.964 Asymp. Sig. (2-tailed) .046 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Pemejanan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Pemejanan N Mean Rank Sum of Ranks ALT 6 hari 3 2.00 6.00 8 hari 3 5.00 15.00 Total 6
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000 Wilcoxon W 6.000 Z -1.964 Asymp. Sig. (2-tailed) .048 Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .100 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Pemejanan
76
Lampiran 15
Hasil Analisis Kolmogorov Smirnov yang dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis
dan uji Mann Whitney pada Perlakuan hewan uji
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 5
Mean 136.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 8.944
Absolute .349Positive .349
Most Extreme Differences
Negative -.251Kolmogorov-Smirnov Z .780Asymp. Sig. (2-tailed) .577
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 5
Mean 4640.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 704.982
Absolute .194Positive .194
Most Extreme Differences
Negative -.134Kolmogorov-Smirnov Z .433Asymp. Sig. (2-tailed) .992
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
77
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 5
Mean 136.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 5.477
Absolute .367Positive .263
Most Extreme Differences
Negative -.367Kolmogorov-Smirnov Z .822Asymp. Sig. (2-tailed) .510
a Test distribution is Normal. b Calculated from data. NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 5
Mean 8916.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 904.340
Absolute .237Positive .237
Most Extreme Differences
Negative -.192Kolmogorov-Smirnov Z .529Asymp. Sig. (2-tailed) .942
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 5
Mean 6652.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 680.346
Absolute .220Positive .149
Most Extreme Differences
Negative -.220Kolmogorov-Smirnov Z .492Asymp. Sig. (2-tailed) .969
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
78
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 5
Mean 2374.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 387.789
Absolute .204Positive .137
Most Extreme Differences
Negative -.204Kolmogorov-Smirnov Z .457Asymp. Sig. (2-tailed) .985
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ALT N 5
Mean 584.00Normal Parametersa,b Std. Deviation 169.647
Absolute .269Positive .269
Most Extreme Differences
Negative -.205Kolmogorov-Smirnov Z .601Asymp. Sig. (2-tailed) .863
a Test distribution is Normal. b Calculated from data.
Oneway
Descriptives ALT
95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum
Maximum
kontrol CMC Na 5 136.00 8.944 4.000 124.89 147.11 130 150kontrol parasetamol 5 4640.00 704.982 315.278 3764.65 5515.35 3860 5690kontrol dosis tertinggi 5 136.00 5.477 2.449 129.20 142.80 130 140dosis 987.7 5 8916.00 904.340 404.433 7793.11 10038.89 8130 10400dosis 1481.5 5 6652.00 680.346 304.260 5807.24 7496.76 5660 7360dosis 2222.2 5 2374.00 387.789 173.424 1892.50 2855.50 1780 2830dosis 3333.3 5 584.00 169.647 75.868 373.36 794.64 430 800Total 35 3348.29 3307.214 559.021 2212.22 4484.35 130 10400
79
Test of Homogeneity of Variances ALT
Levene Statistic df1 df2 Sig.
3.996 6 28 .005
ANOVA ALT
Sum of
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 364052817
.143 6 60675469.524 217.034 .000
Within Groups 7827880.000 28 279567.143
Total 371880697.143 34
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test Ranks Perlakuan N Mean Rank ALT kontrol CMC Na 5 5.30 kontrol parasetamol 5 23.20 kontrol dosis tertinggi 5 5.70 dosis 987.7 5 33.00 dosis 1481.5 5 27.80 dosis 2222.2 5 18.00 dosis 3333.3 5 13.00 Total 35
Test Statisticsa,b ALT Chi-Square 32.788 df 6 Asymp. Sig. .000
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Perlakuan
80
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 kontrol
parasetamol 5 8.00 40.00
Total 10 Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 5.30 26.50 kontrol dosis tertinggi 5 5.70 28.50 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U 11.500Wilcoxon W 26.500Z -.231Asymp. Sig. (2-tailed) .817Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
81
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 987.7 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 1481.5 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
82
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 2222.2 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 3333.3 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
83
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol parasetamol 5 8.00 40.00 kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N
Mean Rank Sum of Ranks
ALT kontrol parasetamol 5 3.00 15.00 dosis 987.7 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
84
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol parasetamol 5 3.20 16.00 dosis 1481.5 5 7.80 39.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U 1.000Wilcoxon W 16.000Z -2.402Asymp. Sig. (2-tailed) .016Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of RanksALT kontrol parasetamol 5 8.00 40.00 dosis 2222.2 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
85
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol parasetamol 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 987.7 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
86
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 1481.5 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 2222.2 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
87
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 3333.3 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 987.7 5 8.00 40.00 dosis 1481.5 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
88
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 987.7 5 8.00 40.00 dosis 2222.2 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 987.7 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
89
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 1481.5 5 8.00 40.00 dosis 2222.2 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 1481.5 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
90
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 2222.2 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Stephanie Gunawan. Penulis
lahir di kota Wonosobo, provinsi Jawa Tengah, sebagai
anak pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan
Hendro Gunawan dan Susi Anggraeni. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan di TK Kristen Wonosobo (1989
– 1991), SD Kristen 03 Wonosobo (1991 – 1997), SLTP
Negri I Wonosobo (1997 – 2000), dan SMU Stella Duce I
Yogyakarta (2000 – 2003). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2003.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten untuk praktikum
Farmakognosi Fitokimia II, Patologi Klinik, Toksikologi, dan Biofarmasetika.
top related