ii EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN CEPLIKAN (Ruellia tuberosa Linn.) PADA MENCIT JANTAN TERINDUKSI PARASETAMOL: KAJIAN TERHADAP AKTIVITAS SERUM ALANIN-AMINOTRANSFERASE (ALT) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh : Stephanie Gunawan NIM : 038114070 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
110
Embed
EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN CEPLIKAN fileParasetamol: Kajian Terhadap Serum Alanin-aminotransferase (ALT)” dengan baik. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ii
EFEK HEPATOPROTEKTIF INFUSA DAUN CEPLIKAN
(Ruellia tuberosa Linn.) PADA MENCIT JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL: KAJIAN TERHADAP AKTIVITAS SERUM
ALANIN-AMINOTRANSFERASE (ALT)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Stephanie Gunawan
NIM : 038114070
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
iii
iv
v
vi
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skipsi berjudul “Efek Hepatoprotektif Infusa
Daun Ceplikan (Ruellia tuberosa Linn.) Terhadap Mencit Jantan Terinduksi
Parasetamol: Kajian Terhadap Serum Alanin-aminotransferase (ALT)” dengan baik.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm.) program studi farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan maupun penyusunan skripsi ini,
tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu, saat ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang maha Penyayang atas kasih dan karunia-Nya.
2. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma.
3. Ibu dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes., sebagai pembimbing utama atas
bimbingan, arahan, kesabaran, waktu, dan kesediaannya.
4. Bapak Drs. Mulyono, Apt., sebagai dosen penguji atas kesediaan, waktu, ide,
dan sarannya.
5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., sebagai dosen penguji atas kesediaan,
waktu, ide, saran, dan informasinya.
6. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt., sebagai pembimbing awal atas ide, saran,
semangat dan doanya.
vii
7. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., yang telah bersedia memberikan
konsultasi, ide dan waktunya.
8. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si., yang telah bersedia mendeterminasi
15. Kelompok praktikum D atas kenangan selama ini.
16. Erika Hikaru Spears dan Karina Metasari atas kenangan kalian.
17. Bapak dan ibu dosen Fakultas Farmasi atas ilmunya.
18. Anin yang telah meluangkan pulsa dan waktunya.
19. Soca atas kameranya.
20. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membatu selama penyusunan skripsi ini.
viii
Penulis menyadari tidak ada sesuatu pun yang sempurna termasuk skripsi ini
tidaklah lepas dari kesalahan. Oleh karena itu, diharapkan kritik dan saran daari para
pembaca demi pengembangan skripsi ini dan perkembangan ilmu farmasi.
Yogyakarta, 27 Juli 2007
Penulis
ix
x
INTISARI
Pemakaian obat yang berasal dari tanaman obat di Indonesia dewasa ini sudah mulai berkembang. Hal ini sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia karena Indonesia termasuk negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang kaya. Maka muncullah pemikiran untuk membuktikan kemampuan infusa daun ceplikan menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat pembeian parasetamol, di mana ceplikan (juga dikenal dengan nama pletekan) dikenal sebagai obat kencing batu dan penurun kadar glukosa dalam darah.
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Sejumlah tiga puluh lima ekor mencit jantan dibagi secara acak menjadi tujuh kelompok perlakuan. Kelompok I sebagai kontrol negatif, diberikan CMC-Na. Kelompok II sebagai kontrol positif, diberikan parasetamol dosis hepatotoksik (berdasarkan hasil orientasi). Kelompok III sebagai kontrol perlakuan diberi infusa daun ceplikan dosis tertinggi (3333,3 mg/kgBB). Kelompok IV-VII diberi perlakuan infusa daun ceplikan secara peroral masing-masing dengan peringkat dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama enam hari berturut-turut kemudian pada hari ketujuh diberi parasetamol dosis hepatotoksik. Hewan uji kemudian diambil darahnya dari sinus orbitalis mata selang 24 jam pemberian parasetamol untuk kemudian diukur aktivitas serum ALT-nya. Data serum ALT yang didapat dianalisis dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat distribusi datanya, jika didapatkan distribusi data yang normal analisis dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA dan uji LSD, dan jika didapatkan distribusi data yang tidak normal analsis dilanjutkan dengan uji Krukal Wallis dan uji Mann Whitney.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa infusa daun ceplikan dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB mampu menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol.
Kata kunci : Ruellia tuberosaLinn., Hepatoprotektif, Parasetamol
xi
ABSTRACT
The use of medicines that come from the medicinal plants in Indonesia recently have started to expand. This is very precise to be applied in Indonesia because Indonesia is inclusive of state owning rich of variety involve. Hence emerge the opinion to prove the ability of ceplikan leaves infusion degrade the activity of ALT serum of male mice liver damage by paracetamol induced, where ceplikan (is also recognized by the name of pletekan) known as urine drug petrify and decrease glucose rate in blood.
This research was performed following a pure experimental research with complete random design pattern. A number of thirty five male mice divided random become seven treatment group. Group I as negative control, given by CMC-Na. Group II as positive control, given by acetaminophen of hepatotoxic dose (pursuant to orient result). Group III as treatment control given the highest dose of ceplikan leaves infusion ( 3333,3 mg/kgBB). Group IV-VII given the treatment of ceplikan leaves infusion each orally by dose level 987,7; 1481,5; 2222,2; and 3333,3 mg/kgBB during six day successively then given acetaminophen of hepatotoxic dose on the seventh. Then the animal test's blood are taken from sine of orbitalis eye certain period 24 hour of acetaminophen gave to measured it's ALT serume activity. Data of serum ALT got to be analysed with Kolmogorov Smirnov test to see its data distribution, if got a normal data distribution analyse continued with One Way ANOVA test and LSD test, and if got an abnormal data distribution analyse continued with Krukal Wallis test and Mann Whitney test.
From this research got that ceplikan leaves infusion dose 2222,2 and 3333,3 mg/kgBB able to degrade the activity of ALT serum of male mice liver damage by paracetamol induced.
Penetapan lama pemejanan infusa daun ceplikan bertujuan untuk mengetahui
waktu yang dibutuhkan oleh infusa daun ceplikan untuk dapat menurunkan aktivitas
serum ALT yang paling besar. Karena diharapkan dengan penurunan yang paling
besar maka infusa akan mempunyai daya proteksi yang paling besar pula terhadap
hati.
Adapun kelompok waktu yang digunakan untuk menentukan lama waktu
pemejanan infusa daun ceplikan adalah 2, 4, 6, dan 8 hari, dan dosis infusa yang
digunakan adalah 2222,2 mg/kgBB. Data aktivitas serum ALT setelah pemejanan
infusa daun ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8 hari dapat dilihat pada tabel VI.
Tabel VI. Data Aktivitas Serum ALT Setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8 hari
Nilai Aktivitas Serum ALT mencit ke- Lama pemejanan
1 2 3
2 hari 12250 U/L 10570 U/L 11650 U/L
4 hari 6990 U/L 8410 U/L 12310 U/L
6 hari 2540 U/L 2280 U/L 2440 U/L
8 hari 3490 U/L 4670 U/L 2720 U/L
Data yang didapatkan diuji dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data pada tiap kelompok. Dan didapatkan distribusi data yang normal
sehingga analisis dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA tapi ternyata varian data
tidak homogen, padahal salah satu syarat untuk analisis dengan uji One Way ANOVA
adalah varian data harus homogen. Oleh sebab itu, analisis dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan pada semua kelompok dan kemudian untuk
melihat perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dilakukan analisis
35
dengan uji Mann Whitney. Rangkuman hasil penurunan aktivitas serum ALT setelah
pemejanan infusa daun ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8 hari dapat dilihat pada tabel
VII dan analisis statistiknya dapat dilihat pada lampiran 14.
Tabel VII. Persen perbedaan nilai aktivitas serum ALT mencit terinduksi parasetamol dengan praperlakuan infusa daun ceplikan selama 2, 4, 6, dan 8
hari berdasarkan uji Mann Whitbney % perbedaan terhadap kelompok
Kel Lama
pemejanan infusa
Nilai rata-rata aktivitas
serum ALT ± SE (u/l)
I II III IV
I 2 hari 11490 ± 491,5 - (+) 24,4 (bt)
(+) 374,8 (b)
(+) 216,8 (b)
II 4 hari 9236,7 ± 1590,4
(-) 19,6 (bt)
- (+) 281,6 (b)
(+) 154,7 (b)
III 6 hari 2420 ± 75,7 (-) 78,9 (b)
(-) 73,8 (b)
- (-) 33,3 (b)
IV 8 hari 3626,7 ± 567,0 (-) 68,4 (b)
(-) 60,7 (b)
(+) 49,7 (b)
-
Keterangan : (b) = berbeda bermakna (p < 0,05) (bt) = berbeda tidak bermakna (p > 0,05) (-) = mengalami penurunan (+) = mengalami peningkatan
Tabel VIII. Persen proteksi setelah praperlakuan infusa daun ceplikan dosis 2222,2 mg/kgBB selama 2, 4, 6, dan 8 hari pada mencit jantan terinduksi
parasetamol Kelompok
(hari) n Nilai rata-rata aktivitas
serum ALT ± SE (U/L) % Efek Proteksi
2 3 11490 ± 491,5 (-) 137,7
4 3 9236,7 ± 1590,4 (-) 91,0
6 3 2420 ± 75,7 (+) 50,0
8 3 3626,7 ± 567,0 (+) 25,0
Berdasarkan data yang didapatkan (tabel VIII), pada lama pemejanan infusa
selama 2 hari (11490 ± 491,5 u/l) dan 4 hari (9236,7 ± 1590,4 u/l) tampak terjadi
peningkatan aktivitas serum ALT bila dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin
(4836,7 ± 510,0 u/l). Penyebab terjadinya peningkatan serum ALT ini kemungkinan
36
pada pemakaian jangka pendek infusa daun ceplikan belum dapat memberikan
proteksi terhadap kerusakan hati akibat pemberian parasetamol. Pada lama
pemejanan infusa selama 6 hari (2420 ± 75,7 u/l) dan 8 hari (3626,7 ± 567,0 u/l)
terjadi penurunan aktivitas serum ALT bila dibandingkan dengan kontrol
hepatotoksin (4836,7 ± 510,0 u/l), berarti pada pemakaian selama 6 dan 8 hari infusa
daun ceplikan sudah dapat memberikan proteksi terhadap kerusakan hati akibat
pemberian parasetamol.
Pada tabel VIII tampak bahwa pemejanan infusa selama 6 hari dapat
menurunkan aktivitas serum ALT hingga 50% dan pemejanan infusa selama 8 hari
dapat menurunkan aktivitas serum ALT hingga 25%. Dan berdasarkan analisis
statistik juga terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok pemejanan infusa
selama 6 hari dan 8 hari, jadi lama pemejanan memberikan pengaruh yang berarti
pada penurunan aktivitas serum ALT. Lama waktu pemejanan infusa daun ceplikan
untuk dapat memberikan proteksi paling besar diantara kelompok hari pemejanan
yang lain terhadap kerusakan hati akibat pemberian parasetamol dengan maksimal
adalah 6 hari. Grafik perbedaan lama pemejanan infusa terhadap kemampuan
menurunkan aktivitas serum ALT dapat dilihat pada gambar 8.
37
-150
-100
-50
0
50
100
2 hari 4 hari 6 hari 8 hari
lama pemejanan infusa
% p
rote
ksi
Gambar 8. Grafik Aktivitas Serum ALT setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan Selama 2, 4, 6, dan 8 hari
C. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
1. Kontrol Negatif CMC-Na
Tujuan digunakan kontrol negatif adalah sebagai kelompok pembanding hati
yang tidak mengalami kerusakan. Perlakuan pada kontrol negatif yang digunakan
adalah CMC-Na karena CMC-Na merupakan pensuspensi parasetamol. Disamping
itu juga dapat dilihat apakah kerusakan hati hanya diakibatkan oleh parasetamol saja
ataukah pensuspensinya juga mengakibatkan kerusakan hati.
Nilai aktivitas serum ALT kontrol negatif pemberian CMC-Na adalah 153,3
± 4 u/l. Nilai tersebut dianggap sebagai nilai aktivitas serum ALT yang normal. Dan
jika dilihat secara makroskopis (lampiran 5), hati berwarna merah kecoklatan dan
tidak terdapat bintik-bintik putih dipermukaannya.
38
2. Kontrol Positif Hepatotoksin
Tujuan digunakannya kontrol positif adalah untuk membandingkan
peningkatan nilai aktivitas serum ALT pada hati yang mengalami kerusakan akibat
pemberian hepatotoksin (parasetamol).
Nilai aktivitas serum ALT yang dihasilkan setelah pemberian parasetamol
dosis 237,5 mg/kgBB adalah 4836,7 ± 315,3 u/l. Sedangkan, nilai aktivitas serum
ALT kontrol negatif pemberian CMC-Na 1% adalah 153,3 ± 5,8 u/l. Bila nilai
aktivitas serum ALT kedua kelompok tersebut dibandingkan maka perbedaan nilai
aktivitas serum ALT mengalami peningkatan sebesar 3054,4%, nilai ini
menunjukkan perbedaan yang bermakna. Dilihat dari persentase perbedaan tersebut
dapat disimpulkan bahwa parasetamol menyebabkan kerusakan hati.
Dilihat secara makroskopis (lampiran 6), hati berwarna merah kecoklatan dan
terdapat bintik-bintik putih pada permukaan hati.
3. Kontrol Positif Infusa Daun Ceplikan Dosis Tertinggi
Pada kelompok ini, mencit diberi infusa daun ceplikan selama 6 hari berturut-
turut dan pada jam ke-24 setelah pemenjanan infusa hari ke-6 nilai aktivitas serum
ALT mencit diukur. Tujuan dilakukan kontrol positif infusa daun ceplikan dosis
tertinggi ini adalah untuk mengetahui toksisitas infusa daun ceplikan.
Nilai aktivitas serum ALT kontrol positif infusa daun ceplikan dosis tertinggi
ini adalah 136 ± 2,4 U/L. Perbedaan nilai aktivitas serum ALT kontrol positif infusa
daun ceplikan dosis tertinggi dengan kontrol negatif CMC-Na adalah 9,5%, nilai ini
menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna. Dan jika dilihat secara makroskopis
39
(lampiran 7), hati berwarna merah kecoklatan dan tidak terdapat bintik-bintik putih
dipermukaannya.
4. Kelompok Perlakuan
Pada kelompok perlakuan ini terdapat 4 kelompok perlakuan yaitu, kelompok
I diberi infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/kgBB, kelompok II diberi infusa daun
ceplikan dosis 1481,5 mg/kgBB, kelompok III diberi infusa daun ceplikan dosis
2222,2 mg/kgBB, dan kelompok IV diberi infusa daun ceplikan dosis 3333,3
mg/kgBB. Data aktivitas serum ALT setelah pemejanan infusa daun ceplikan dosis
987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam dapat dilihat
pada tabel IX.
Tabel IX. Data Aktivitas Serum ALT Setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan
waktu pencuplikan 24 jam Dosis Infusa n Rata-rata Aktivitas Serum
ALT ± SE % Proteksi
987,7 mg/kgBB 5 8916 ± 404,4 U/L -92,2%
1481,5 mg/kgBB 5 6652 ± 304,3 U/L -43,4%
2222,2 mg/kgBB 5 2374 ± 173,4 U/L 48,8%
3333,3 mg/kgBB 5 584 ± 75,9 U/L 87,4%
Data yang didapatkan diuji dengan uji Kolmogorov Smirnov untuk melihat
distribusi data pada tiap kelompok. Didapatkan distribusi data yang normal sehingga
analisis dilanjutkan dengan uji One Way ANOVA tapi ternyata varian data tidak
homogen, padahal salah satu syarat untuk analisis dengan uji One Way ANOVA
adalah varian data harus homogen. Oleh sebab itu, analisis dilanjutkan dengan uji
Kruskal Wallis untuk melihat perbedaan pada semua kelompok dan kemudian untuk
40
melihat perbedaan antara kelompok satu dengan kelompok lainnya dilakukan analisis
dengan uji Mann Whitney. Hasil analisis statistik tersebut dapat dilihat pada lampiran
15.
-100-80-60-40-20
020406080
100
% proteksi
987,7 1481,5 2222,2 3333,3
dosis infusa daun ceplikan (mg/kgBB)
Gambar 9. Diagram Batang Aktivitas Serum ALT setelah Pemejanan Infusa Daun Ceplikan Dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap terhadap Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam
Berdasarkan data yang didapatkan (tabel IX), pada pemejanan infusa dosis
987,4 dan 1481,5 mg/kgBB tampak terjadi peningkatan aktivitas serum ALT bila
dibandingkan dengan kontrol positif. Penyebab terjadinya peningkatan serum ALT
ini kemungkinan pada pemakaian dosis rendah infusa daun ceplikan belum dapat
memberikan proteksi terhadap kerusakan hati akibat pemberian parasetamol.
Pemejanan infusa dosis 987,7 mg/kgBB dapat meningkatkan aktivitas serum ALT
hingga 92,2% dan pemejanan infusa dosis 1481,5 dapat meningkatkan aktivitas
serum ALT hingga 43,4% bila dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin. Pada
pemejanan infusa dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB terjadi penurunan aktivitas
41
serum ALT bila dibandingkan dengan kontrol positif. Pemejanan infusa dosis 2222,2
mg/kgBB dapat menurunkan aktivitas serum ALT hingga 48,8% dan pemejanan
infusa dosis 3333,3 mg/kgBB dapat menurunkan aktivitas serum ALT hingga 87,4%
bila dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin. Berarti, pada dosis 2222,2 dan
3333,3 mg/kgBB infusa daun ceplikan mampu memberikan proteksi terhadap
kerusakan hati akibat pemberian parasetamol.
Terjadinya peningkatan aktivitas serum ALT pada kelompok perlakuan
infusa dosis 987,7 dan 1481,5 mg/kgBB kemungkinan karena adanya senyawa yang
terkandung dalam infusa daun ceplikan yang dapat menginduksi sitokrom P450 atau
menghambat pengikatan NAPBKI dengan glutation. Hal ini mengakibatkan
meningkatnya jumlah NAPBKI yang berikatan dengan makromolekul sel yang
ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas serum ALT.
Terjadinya penurunan aktivitas serum ALT pada mencit yang terinduksi
parasetamol ini kemungkinan karena adanya aktivitas antioksidan dari senyawa
polifenol yang terdapat dalam daun ceplikan. Kemungkinan mekanisme penurunan
aktivitas serum ALT yang terjadi ini karena aktivitas senyawa polifenol yang
terdapat dalam infusa daun ceplikan mampu meningkatkan jumlah glutation. Oleh
sebab itu, mekanisme perusakan sel hati oleh N-asetil-p-benzokuinon-imin
(NAPBKI) bisa dihambat.
Perbandingan aktivitas serum ALT kontrol negatif, kontrol positif
parasetamol, kontrol positif dosis tertinggi infusa daun ceplikan, dan setelah
pemejanan infusa daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB
42
selama 6 hari berturut-turut terhadap parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan
waktu pencuplikan 24 jam dapat dilihat pada tabel IX.
Tabel X. Persen perbedaan nilai aktivitas serum ALT praperlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,6; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari
berturut-turut pada mencit jantan terinduksi Parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB % perbedaan terhadap kelompok
kel n
Nilai rata-rata
aktivitas serum ALT ± SE (u/l)
I II III IV V VI VII
I 5 136 ± 4,0 -
(-) 97,1 (b)
0 (bt) (-)
6455,9 (b)
(-) 4791,2
(b)
(-) 94,3 (b)
(-) 76,7 (b)
II 5 4640 ± 315,3
(+)3311,8 (b) - (+)3311,8
(b)
(-) 48,0 (b)
(-) 30,2 (b)
(+) 95,5 (b)
(+) 694,5 (b)
III 5 136 ± 2,4 0 (bt)
(-) 97,1 (b)
- (-)
98,5 (b)
(-) 98,0 (b)
(-) 94,3 (b)
(-) 76,7 (b)
IV 5 8916 ± 404,4
(+)6455,9 (b)
(+)92,2 (b)
(+)6455,9 (b) - (+)34,0
(b) (+)275,6
(b) (+)1426,7
(b)
V 5 6652 ± 304,3
(+)4791,1 (b)
(+)43,4 (b)
(+)4791,1 (b)
(-) 25,4 (b)
- (+)180,2 (b)
(+)1039,0 (b)
VI 5 2374 ± 173,4
(+)1645,6 (b)
(+)48,8 (b)
(+)1645,6 (b)
(-) 73,4 (b)
(-) 64,3 (b)
- (+) 306,5 (b)
VII 5 584 ± 75,9
(+)329,4 (b)
(-) 87,4 (b)
(+)329,4 (b)
(-) 93,4 (b)
(-) 91,2 (b)
(-) 75,4 (b) -
Keterangan:
I : Kelompok kontrol negatif
II : Kelompok kontrol hepatotoksin
III : Kelompok kontrol positif infusa dosis tertinggi
IV : Kelompok perlakuan infusa dosis 987,7 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
43
V : Kelompok perlakuan infusa dosis 1481,5 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
VI : Kelompok perlakuan infusa dosis 2222,2 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
VII : Kelompok perlakuan infusa dosis 3333,3 mg/kgBB + parasetamol dosis
237,5 mg/kgBB
01000
20003000
4000
50006000
7000
80009000
Aktivitas Serum ALT
(U/L)
1 2 3 4 5 6 7
Kelompok Perlakuan
Gambar 10. Diagram Batang Aktivitas Serum ALT Kontrol Negatif, Kontrol Hepatotoksin, Kontrol Positif Infusa Dosis Tertinggi, dan Setelah Pemejanan
Infusa Daun Ceplikan Dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol dosis 237,5
mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam
D. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah infusa daun ceplikan
mampu menurunkan aktivitas serum ALT pada kerusakan hati akibat pemberian
parasetamol. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tampak peningkatan nilai
aktivitas serum ALT pada penggunaan infusa dosis rendah dan pada jangka pendek.
Hal ini mungkin disebabkan pada penggunaan infusa daun ceplikan dosis rendah dan
44
jangka pendek belum dapat memberikan proteksi terhadap kerusakan hati akibat
pemberian parasetamol. Dan pada penggunaan infusa dosis tinggi dan pada jangka
panjang terjadi penurunan nilai aktivitas serum ALT. Hal ini berarti pada
penggunaan infusa daun ceplikan dosis tinggi dan jangka panjang dapat memberikan
proteksi terhadap kerusakan hati akbibat pemberian parasetamol.
Peningkatan aktivitas serum ALT setelah praperlakuan infusa daun ceplikan
kemungkinan karena adanya senyawa yang terkandung dalam infusa daun ceplikan
yang dapat menginduksi sitokrom P450 atau menghambat pengikatan NAPBKI
dengan glutation. Hal ini mengakibatkan meningkatnya jumlah NAPBKI yang
berikatan dengan makromolekul sel yang ditunjukkan oleh peningkatan aktivitas
serum ALT.
Penurunan aktivitas serum ALT setelah praperlakuan infusa daun ceplikan
diduga karena adanya kandungan polifenol yang mempunyai khasiat sebagai
antioksidan yang mampu meningkatkan jumlah glutation dalam hati. Dengan
meningkatnya jumlah glutation maka jumlah NAPBKI yang berikatan dengan
makromolekul sel semakin sedikit.
Nilai aktivitas serum ALT kelompok perlakuan dosis 987,7 mg/kgBB adalah
8916 ± 404,4 u/l; nilai aktivitas serum ALT kelompok perlakuan 1481,5 mg/kgBB
adalah 6652 ± 304,3 u/l; nilai aktivitas serum ALT kelompok perlakuan 2222,2
mg/kgBB adalah 2374 ± 173,4 u/l; dan nilai aktivitas serum ALT kelompok
perlakuan 3333,3 mg/kgBB adalah 584 ± 75,9 u/l. Dilihat dari nilai aktivitas serum
ALT kelompok perlakuan tersebut dapat disimpulkan bahwa dosis 3333,3 mg/kgBB
(dosis tertinggi) dapat menurunkan nilai aktivitas serum ALT yang lebih besar
45
dibanding kelompok perlakuan yang lain. Adapun persen proteksi infusa daun
ceplikan terhadap kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol dosis
987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB secara berturut-turut adalah -92,2%; -
43,4%; 48,8%; dan 87,4%. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa infusa daun
ceplikan dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB mampu menurunkan aktivitas serum
ALT hepatotoksin parasetamol.
46
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil analisis data, dapat ditarik kesimpulan bahwa infusa daun ceplikan
dosis 2222,2 dan 3333,3 mg/kgBB mampu menurunkan aktivitas serum ALT pada
kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang:
1. kandungan kimia yang pasti di dalam infusa daun ceplikan yang dapat
meningkatkan maupun menurunkan efek hepatoprotektor daun ceplikan.
2. kisaran dosis efektif infusa daun ceplikan untuk dapat memberikan efek
hepatoprotektif.
3. uji histopatologi hati mencit untuk melihat efek hepatoprotektor infusa daun
ceplikan secara mikroskopis.
4. uji keteratogenikan infusa daun ceplikan.
5. uji analgesik infusa daun ceplikan.
46
47
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 9, 649, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 2006a, Ruellia tuberosa L., http
://bebas.vlsm.org/v12/artikel/ttg_tanaman_obat/depkes/buku4/4-079.pdf. Diakses pada 29 April 2006.
Anonim, 2006b, ALAT (GPT) FS*, Diagnostic Systems International, DiaSys
Diagnostic Systems GmbH, Alte Strasse 9, 65558 Holzheim, Germany. Arts, I. C. and P. C. Hollman, 2005, Polyphenols and Disease Risk in Epidemiologic
Studies, Am J Clin Nutr, 81, 317 – 325. Backer, C. A., and Bakhuizen Van den Brink, R. C., 1965, Flora of Java, volume II,
557, N. V. P. Noordhoff, The Netherlands. Bruneton, J., 1999, Pharmacognosy: Phytochemistry Medical Plants, diterjemahkan
oleh Caroline K. Hatton, 2nd edition, 227 – 243, 671 – 677, Lavoisier, France.
Chandrasoma, P., and Taylor, C. R., 1995, Concise Pathology, 2nd edition, 621, 629,
FRC Path Prentice Hall International, USA. Colombo, J. P., and Peheim, E., 1981, 1981, Liver, in Richterich, R., Colombo, J. P.,
(Eds.), Clinical Chemistry, 606 – 610, John Wiley & Sons, USA. De Jesus, S., and Rodriguez, E., 2002,
http://labs.plantbio.cornell.edu/cubl./emanv4p54b.html. Diakses pada 29 April 2006.
DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G.I., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M.,
2005, Pharmacotherapy A Pathopysiologic Approach, I edition, 133, McGraw Hill Companies, United States of America.
Company Ltd., United Kingdom. Donatus, I. A., 1992, Peran Fitofarmaka Dalam Upaya Pengobatan Hepatitis,
Kumpulan Naskah Lengkap Simposium Nasional Hepatitis, Yogyakarta.
48
Donatus, I. A., 1994, Antaraksi Kurkumin dengan Parasetamol: Kajian Terhadap Aspek Farmakologi dan Toksikologi Perubahan Hayati Parasetamol, Disertasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Donatus, I. A., 2001, Toksikologi Dasar, 200 – 202, Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Evans, W. C., 1989, Trease and Evans’ Pharmacognosy, 13th edition, 378 – 423, El
BS., London. Fox, S. I., 2004, Human Physiology, 8th edition, 575 – 580, McGraw-Hill, New
Linn.) pada Tikus Putih Jantan Terbebani Glukosa dengan Metode Spektrofotometri Visibel, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Klaasen, C. D., 2001, Principles of Toxicology and Treatment of Poisoning, in
Hardman, J. G., Limbird, L. E., Goodman and Gilman’s The Pharmacological Basis of Therapeutics, 10th edition, McGraw-Hill Companies, United States of America.
Lee, W. M., 1995, Drug-Induced Hepatotoxicity, The New England Journal of
Medicine, 333, 1118 – 1127. Madona, V., 2004, Efek Hepatoprotektif Sari Umbi Wortel (Daucus carota L.) Tipe
Imperator, Chantenay, dan Nantes pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Panteghini, M., and Van Solinge, W. W., 2006, Enzymes, in C. A. Burtis, E. R.
Ashwood, D. E. Bruns, Tietz Textbook of Clinical Chemistry and Molecular Diagnostic, 604 – 606, El Sevier Inc., United States of America.
Price, S. A., and Wilson, L. M., 1994, Pathophysiology, diterjemahkan oleh Adji
Dharma, Ed. 4, 426 – 457, EGC, Jakarta. Purwandani, Y. L., 2005, Efek Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daging Buah Makuto
Dewo (Phaleria macrocarpa (Sheff.) Boerl.) Pada Mencit Jantan Terinduksi Parasetamol, Skripsi, Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Sofia, D., 2004, Antioksidan dan Radikal Bebas, http://Chem-is-try.org/?sect.
Diakses pada 29 April 2006.
49
Stine, K. E., and Brown, T. M., 1996, Principles of Toxicology, 149, Lewis Publisher, USA.
Sutinah, S., 1986, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid dari Bunga
Ruellia tuberosa Linn, Penelitian Tanaman Obat di Beberapa Perguruan Tinggi di Indonesia, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Treinen, M., and Moslen, 2001, Toxic Responses of The Liver, Casarett and
Doull’s. Toxicology: The Basic Science of Poison, 476 – 478, McGraw-Hill, New York.
Tietze, K. J., 2004, Clinical Skills for Pharmacist A Patient-Focused Approach,
Perhitungan dosis infusa daun ceplikan (Ruellia tuberosa Linn)
Konsentrasi infusa daun ceplikan yang digunakan adalah 10% (Anonim, 1995).
Perhitungan dosis tertinggi pada mencit 30 g adalah sebagai berikut:
Dosis infusa = kgBB 0,03
ml 1 x ml g/100 10BB
V x C=
= 3333,3 mg/kgBB
Didapat dosis tertinggi infusa daun ceplikan pada mencit 30 g adalah 3333,3
mg/kgBB. Dari dosis ini dibuat 4 peringkat dosis dengan kelipatan 1,5 yaitu 987,7;
1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB.
59
Lampiran 9
Konversi dosis infusa daun ceplikan yang mampu menurunkan aktivitas serum
ALT pada kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol ke
manusia
Dosis infusa daun ceplikan yang mampu menurunkan akivitas serum ALT pada
kerusakan hati mencit jantan akibat pemberian parasetamol adalah 2222,2 dan
3333,3 mg/kgBB. Maka konversi dosis tersebut pada manusia dengan berat badan 70
kg adalah :
Dosis 2222,2 mg/kgBB Dosis 3333,3 mg/kgBB
= 2222,2 mg/1000 gBB = 3333,3 mg/1000 gBB
= 44,4 mg/20 gBB = 66,6 mg/20 gBB
= 44,4 mg x 387,9 = 66,6 mg x 387,9
= 17222,8 mg/70 kgBB = 25834,1 mg/70 kgBB
= 17,2 g/70 kgBB = 25,8 g/70 kgBB
60
Lampiran 10
Tabel XI. Data aktivitas serum ALT mencit jantan setelah pemejanan CMC Na (kontrol negatif), parasetamol (kontrol positif), infusa daun ceplikan dosis tertinggi (kontrol positif), dan setelah praperlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,7; 1481,5; 2222,2; dan 3333,3 mg/kgBB selama 6 hari berturut-turut terhadap parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB dengan waktu pencuplikan 24 jam Kelompok I II III IV V VI VII
130 4670 140 9060 6860 2540 730
140 5690 140 8300 5660 2280 430
130 4150 140 10400 7360 2440 450
130 3860 130 8130 7090 1780 510
Serum
ALT(U/L)
150 4830 130 8690 6290 2830 800
Rata-rata 136 4640 136 8916 6652 2374 584
SE 4,0 315,3 2,4 404,4 304,3 173,4 169,6
Keterangan: I : Kelompok kontrol negatif CMC Na
II : Kelompok kontrol positif parasetamol
III : Kelompok kontrol negatif infusa daun ceplikan dosis tertinggi
IV : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
V : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 1481,5 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
VI : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 2222,2 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
VII : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 3333,3 mg/kgBB +
parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
61
Lampiran 11
Tabel XII. Persen proteksi setelah praperlakuan infusa daun ceplikan selama 6 hari berturut-turut pada mencit jantan terinduksi parasetamol
Kelompok Persen proteksi (%)
I -92,2
II 43,4
III 48,8
IV 87,4
Keterangan:
I : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 987,7 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
II : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 1481,5 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
III : Kelompok perlakuan infusa daun cepliksn dosis 2222,2 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
IV : Kelompok perlakuan infusa daun ceplikan dosis 3333,3 mg/kgBB selama 6
hari berturut-turut + parasetamol dosis 237,5 mg/kgBB
Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 364052817
.143 6 60675469.524 217.034 .000
Within Groups 7827880.000 28 279567.143
Total 371880697.143 34
NPar Tests
Kruskal-Wallis Test Ranks Perlakuan N Mean Rank ALT kontrol CMC Na 5 5.30 kontrol parasetamol 5 23.20 kontrol dosis tertinggi 5 5.70 dosis 987.7 5 33.00 dosis 1481.5 5 27.80 dosis 2222.2 5 18.00 dosis 3333.3 5 13.00 Total 35
Test Statisticsa,b ALT Chi-Square 32.788 df 6 Asymp. Sig. .000
a Kruskal Wallis Test b Grouping Variable: Perlakuan
80
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 kontrol
parasetamol 5 8.00 40.00
Total 10 Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 5.30 26.50 kontrol dosis tertinggi 5 5.70 28.50 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U 11.500Wilcoxon W 26.500Z -.231Asymp. Sig. (2-tailed) .817Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
81
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 987.7 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 1481.5 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
82
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 2222.2 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol CMC Na 5 3.00 15.00 dosis 3333.3 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.643Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
83
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol parasetamol 5 8.00 40.00 kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N
Mean Rank Sum of Ranks
ALT kontrol parasetamol 5 3.00 15.00 dosis 987.7 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
84
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol parasetamol 5 3.20 16.00 dosis 1481.5 5 7.80 39.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U 1.000Wilcoxon W 16.000Z -2.402Asymp. Sig. (2-tailed) .016Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .016 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of RanksALT kontrol parasetamol 5 8.00 40.00 dosis 2222.2 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
85
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol parasetamol 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 987.7 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
86
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 1481.5 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 2222.2 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
87
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT kontrol dosis tertinggi 5 3.00 15.00 dosis 3333.3 5 8.00 40.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.652Asymp. Sig. (2-tailed) .008Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 987.7 5 8.00 40.00 dosis 1481.5 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
88
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 987.7 5 8.00 40.00 dosis 2222.2 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 987.7 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
89
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 1481.5 5 8.00 40.00 dosis 2222.2 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 1481.5 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
90
NPar Tests
Mann-Whitney Test Ranks Perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks ALT dosis 2222.2 5 8.00 40.00 dosis 3333.3 5 3.00 15.00 Total 10
Test Statisticsb ALT Mann-Whitney U .000Wilcoxon W 15.000Z -2.611Asymp. Sig. (2-tailed) .009Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .008 a
a Not corrected for ties. b Grouping Variable: Perlakuan
BIOGRAFI PENULIS
Penulis bernama lengkap Stephanie Gunawan. Penulis
lahir di kota Wonosobo, provinsi Jawa Tengah, sebagai
anak pertama dari dua bersaudara, anak dari pasangan
Hendro Gunawan dan Susi Anggraeni. Penulis telah
menyelesaikan pendidikan di TK Kristen Wonosobo (1989
– 1991), SD Kristen 03 Wonosobo (1991 – 1997), SLTP
Negri I Wonosobo (1997 – 2000), dan SMU Stella Duce I
Yogyakarta (2000 – 2003). Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke Perguruan
Tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2003.
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta, penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten untuk praktikum
Farmakognosi Fitokimia II, Patologi Klinik, Toksikologi, dan Biofarmasetika.