Transcript
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
1/109
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI SYARIAH MENURUT
PERSPEKTIF BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS)
DAN BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
FITRIYAH
103046228374
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM )
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/ 1429 H
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
2/109
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI SYARIAH MENURUT
PERSPEKTIF BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS)
DAN BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh:
FITRIYAH
NIM: 103046228374
Di Bawah Bimbingan,
Pembimbing
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2008 M/ 1429 H
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
3/109
PEGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Penyelesaian Sengketa Asuransi Syariah Menurut Perspektif BadanArbitraseSyariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
telahdiujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 November 2008. Skripsiini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Islam (SEI) pada Program Studi Muamalat
Jakarta, 4 November 2008
Disahkan Oleh,
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,
MA, MMNIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN MUNAQASAH
1.
Ketua : Dr. Euis Amalia, M.Ag(.)
NIP.150 289 264
2. Sekretaris : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH
(.)NIP. 150 318 308
3. Pembimbing I : Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA
(.)NIP. 150 222 824
4. Penguji I : Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH
(.)NIP. 150 318 308
5. Penguji II : Dr. Hendra Kholid, MA
(.)
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
4/109
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia memerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 4 November 2008
FITRIYAH
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
5/109
ABSTRAK
Penyelesaian Sengketa Asuransi Syariah Menurut Perspektif
Badan Arbitrase Syariah NAsional (BASYARNAS) Dan
Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
Oleh: Fitriyah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat
menimbulkan sengketa asuransi syariah, mengetahui bagaimana penyelesaian
sengketa asuransi syariah BASYARNAS dan BMAI, mengetahui keunggulan
BASYARNAS dan BMAI, serta membandingkan adakah perbedaan antara
BASYARNAS dan BMAI dalam menyelesaikan sengketa asuransi syariah. Jenis data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif karena data yang dikumpulkan
berupa kata-kata atau wawancara pada BASYARNAS dan BMAI.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor-faktor yang menimbulkan sengketa
asuransi syariah yaitu disebabkan karena adanya wanprestasi dan kesalahan teknis.
Adapun penyelesaian sengketa asuransi menurut perspektif BASYARNAS dan
BMAI, yaitu apabila terjadi perselisihan antara tertanggung dan penanggung maka
BASYARNAS dan BMAI merupakan lembaga yang tepat untuk menyelesaikan
sengketa. Karena prosesnya yang cepat, relatif murah dan dijamin kerahasiaannya.
Adapun sengketa yang sudah dapat diselesaikan di BASYARNAS hanya ada 10
sengketa mengenai perbankan syariah, sedangkan sengketa asuransi belum ada yang
diselesaikan di BASYARNAS. Namun di BMAI sudah ada sengketa asuransi yang
dapat diselesaikan kurang lebih kira-kira 16 kasus yang sudah diselesaikan.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
6/109
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbi al-alamin, sujud syukur penulis haturkan ke Dzat yang
Maha Rahman bagi semesta Alam dan Rahim bagi semua hamba-hamba yang selalu
menjalankan perintah-Nya, yang telah menciptakan rasa cinta dan kasih pada
manusia. Washalatu wassalam ala Rasulullah senantiasa tercurah kepada Rasulullah
Muhammad Saw (yang tak pernah lelah untuk selalu membimbing umatnya dengan
penuh kasih sayang), kepada keluarganya, sahabatnya serta umatnya sepanjang
zaman semoga kita mendapat syafaatnyadiyaumu al-Baats, amin.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak menemui hambatan dan
cobaan. Namun, penulis berusaha menghadapinya dengan ikhtiar dan tawakkal.
Alhamdulillah atas Rahmat Allah SWT., serta berkat doa dan dukungan orang tua,
keluarga, sahabat serta teman-teman, segala hambatan dan cobaan dapat penulis
hadapi. Karena itulah, dari lubuk hati yang paling alam, penulis mengucapkan terima
kasih yang tulus dan tak terhingga kepada segenap pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.
Sebagai rasa syukur, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada:
1.
Bpk. Prof. Dr. H.M. Amin Suma, SH., MA., MM. Selaku Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Ah. Azharudin Lathif, M.Ag, MH sebagai Ketua dan
Sekretaris Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
7/109
3. Bpk Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA selaku dosen pembimbing yang
senantiasa membimbing penulis dan senantiasa meluangkan waktu, tenaga serta
pikiran untuk memberikan ilmu, pengarahan dan bimbingan kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini.
4. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tempat penulis memperoleh berbagai
informasi dan sumber-sumber skripsi.
5. Bpk Ketut Sendra selaku Sekretaris Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
dan Ibu Euis Nurhasanah selaku Bendahara BASYARNAS, yang telah membantu
proses kelancaran dalam memperoleh data-data yang diperlukan untuk penelitian
ini.
6. Yang tercinta Ayahanda (Bpk H. Madsuri) dan Ibunda (Ibu Hj. Saadiah) yang
dengan ikhlas selalu mengajarkan kehidupan. Sebagai seorang anak, penulis
belum bisa membalas jasa keduanya kecuali doa semoga Allah SWT
memberikan hati yang sabar serta balasan yang terbaik atas semua amal mereka
dan selalu melimpahkan Rahmat dan Inayah-Nya.
7. Kakak tercinta, Muslihah, S.Pd.I yang selalu memberikan nasehat-nasehatnya
agar penulis menjadi lebih baik. Kaulah kakak dan sahabat terbaik penulis. Adik-
adikku tersayang (Lukman, Lisoh & Hakim) yang selalu menjadi motivasi bagi
penulis. Semoga kalian lebih baik dari penulis.
8. Orang-orang terdekat penulis, Kakakqu (Aiep) untuk cinta dan kasih sayangnya
yang tak henti-hentinya memberikan motivasi dan dukungan serta doa kepada
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
8/109
penulis. Ella yang telah membantu dan menemani penulis dalam penyusunan
skripsi, makasih atas semangat dan motivasinya, Youre my best friend.
9. Rekan-rekan penulis Kie Zn, Nylam, Nana, Dini, Ayu, Nuril, Reni, Kanton,
Kgoday & Teh Na terima kasih atas dukungan dan doanya. Mutie makasih yach
atas rentalnya. Serta teman-teman Asuransi Syariah angkatan 2003 terutama Ozy
makasih atas bantuannya, Ien, Eri, Bagol, Qorib, Dayat, Lana, dan Maul semoga
silaturrahmi kita dapat terus terjalin. Serta kepada seluruh pihak yang tak dapat
disebutkan satu persatu atas semua bantuan dan masukannya kepada penulis.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua
pihak atas bantuan dan amal baik yang telah diberikan kepada penulis dalam
penyusunan skripsi ini. Lebih dari ucapan terima kasih kepada Yang Maha Pengasih
dan Penyayang, Allah SWT., semoga senantiasa memberikan sinar terang kepada
seluruh hambanya, dan semoga aktivitas penulis selalu diberkahi-Nya serta penulis
selalu diberikan hidayah-Nya. Akhir kata penulis skripsi ini tentunya masih banyak
kekurangan, namun semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan.
Jakarta, 04 November 2008
Penulis
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
9/109
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah............................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................ 5
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian.................................................. 6
D. Kerangka Teori......................................................................... 7
E. Kajian Pustaka.......................................................................... 8
F. Objek Penelitian ....................................................................... 9
G. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan................................... 10
H. Sistematika Penulisan ............................................................... 12
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................... 14
A. Tinjauan Umum Asuransi ......................................................... 14
a. Pengertian Asuransi Syariah................................................ 14
b. Dasar Hukum Asuransi Syariah........................................... 17
c. Prinsip Dasar Asuransi Syariah ........................................... 20
B. Tinjauan Umum Arbitrase......................................................... 23
a. Pengertian Arbitrase Syariah............................................... 23
b. Dasar Hukum Arbitrase Syariah.......................................... 26
c. Macam-Macam Arbitrase.................................................... 28
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
10/109
d. Syarat-Syarat Menjadi Arbiter............................................. 32
C.
Tinjauan Umum Mediasi .......................................................... 35
a. ........................................................................................Penger
tian Mediasi ........................................................................ 35
b.........................................................................................Landas
an Hukum Mediasi.............................................................. 37
c. ........................................................................................Syarat-
Syarat menjadi Mediator ..................................................... 39
d.........................................................................................Tujuan
mediasi ............................................................................... 41
BAB III GAMBARAN UMUM BASYARNAS DAN BMAI..................... 42
A. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS).................. 42
1. Sejarah Berdirinya BASYARNAS ...................................... 42
2. Fungsi dan Tujuan BASYARNAS ...................................... 46
3. Struktur Organisasi BASYARNAS..................................... 48
B. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI).............................. 50
1. Sejarah Berdirinya BMAI ................................................... 50
2. Fungsi dan Tujuan BMAI.................................................... 51
3.
Struktur Organisasi BMAI .................................................. 52
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MENURUT
PERSPEKTIF BASYARNAS DAN BMAI.................................. 53
A. Sengketa Asuransi .................................................................... 53
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
11/109
B. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Sengketa Asuransi .............. 54
C.
Penyelesaian Sengketa Asuransi Menurut Perspektif
BASYARNAS dan BMAI ........................................................ 56
D. Prosedur Penyelesaian Sengketa Asuransi Pada BASYARNAS
dan BMAI................................................................................. 72
E. Keunggulan Penyelesaian Sengketa Asuransi pada
BASYARNAS dan BMAI........................................................... 80
BAB V PENUTUP..................................................................................... 86
A. ............................................................................................Kesim
pulan......................................................................................... 86
B. ............................................................................................Saran-
saran ......................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 89
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
12/109
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam pengembangan saat ini bidang perekonomian Indonesia banyak
sekali tumbuh dan berkembang lembaga-lembaga perekonomian, lembaga
keuangan itu dalam operasionalnya didasarkan pada prinsip syariah, seperti Bank
Muamalat Indonesia (BMI), BPR BPR syariah di berbagai daerah tingkat II.1
Hal itu terbukti dengan berdirinya 4 unit Bank Umum Syariah, yaitu Bank
Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syariah Mandiri (BSM), dan Bank Mega
Syariah, Bank Persyarikatan Indonesia. 14 Unit Syariah Bank Umum, yaitu Bank
IFI Syariah, Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah Bukopin Syariah, Bank
Rakyat Indonesia (BRI) Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Internasional
Indonesia Syariah, Bank HSBC Amanah Syariah, Bank Niaga Syariah, Bank
Permata Syariah, Bank Lippo Salam, ABN Amru Bank Syariah. 15 Unit Usaha
Syariah BPD, yaitu: Bank Jabar Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Riau Syariah,
Bank Sumut Syariah, BPD Aceh Syariah, BPD Kalsel Syariah, BPD NTB
Syariah, Bank Sumsel Syariah, Bank Kalbar Syariah, BPD DIY Syariah, BPD
Kaltim Syariah, Bank Naga Syariah, (BPD Sumbar), Bank Jatim Syariah, Bank
Sulsel Syariah, Bank Jateng Syariah. 6 Bank Kustodian Syariah, yaitu: Deutsche
1Suhrawadi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 176.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
13/109
Bank, Kustodian Bank HSBC, Kustodian Bank Niaga Citibank, N.A. Indonesia,
Kustodian Bank Bukopin, Standard Chartered Bank.
2
Semenjak berdirinya bank bank syariah barulah kemudian para pakar
ekonomi Islam mencoba membuka peluang investasi dalam hal perlindungan aset
dan kepemilikan, di samping itu adanya kesadaran dan dukungan masyarakat
muslim pada ketentuan ajaran Islam yang bersifat komprehensif, profesional,
integral serta kesiapan diri dalam menghadapi tantangan zaman, dengan demikian
berkembanglah tuntutan untuk bermuamalah, khususnya di bidang perasuransian
syariah. Oleh sebab itu maka lahirlah Asuransi Takaful di Indonesia pada tanggal
24 Februari 1994 dengan akta pendirian PT Syarikat Takaful Indonesia (di
singkat dengan TEPATI).
Sebagai asuransi syariah yang berkembang di Negara yang mayoritas
muslim khususnya di Indonesia, memiliki potensi yang sangat besar mengingat
sistem asuransi syariah merupakan sistem asuransi alternatif yang saling
menguntungkan, humanis dan universal. PT Syarikat Takaful Indonesia yang
telah mendirikan dua anak perusahaan yaitu PT Asuransi Takaful Keluarga yang
bergerak dalam asuransi jiwa dan PT Asuransi Takaful Umum yang bergerak
dalam bidang asuransi kerugian. Sebagai pelopor berkembangnya perasuransian
yang berlandaskan dengan prinsip syariah seperti dengan berdirinya PT MAA
Life Assurance Syariah, PT Tri Pakarta Syariah, PT Bumi Putera Syariah, PT
2 Perbankan Syariah s/d 17 Mei 2008 dari http: //
www.mui.or.id/mui_in/pruduct_2/lks_lbs.php?id=6 pada tanggal 25 Mei 2008
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
14/109
BRIngin Life Syariah dan lain sebagainya, sehingga lembaga asuransi syariah
telah mampu menjadi sarana yang dapat diandalkan dalam memobilisasi
masyarakat. Oleh sebab itu perusahaan tersebut akan berusaha untuk
meningkatkan kualitas pelayanan dan jasa asuransi kepada para klien atau
costumernya yang pada akhirnya akan memberikan kontribusi bagi peningkatan
efesiensi dan produktifitas lembaga asuransi syariah di Indonesia.
Dengan mencermati keadaan perasuransian syariah yang semakin
berkembang tentunya tidak mungkin dapat dihindari terjadinya sengketa (dispute
atau differrece) antar pihak yang terlibat di bidang asuransi, secara otomatis setiap
jenis sengketa yang terjadi selalu menuntut pemecahan dan penyelesaian yang
cepat. Membiarkan sengketa di bidang bisnis (khusus perasuransian) terlambat
diselesaikan akan mengakibatkan perkembangan ekonomi tidak efisien,
produktifitas menurun, dunia bisnis mengalami keterhambatan dan biaya produksi
menjadi meningkat. Proses penyelesaian sengketa yang membutuhkan waktu
yang lama mengakibatkan perusahaan asuransi atau pihak yang bersengketa
mengalami ketidakpastian, cara penyelesaian seperti ini tidak diterima di dunia
bisnis khususnya di bidang perasuransian syariah karena tidak sesuai dengan
ketentuan zaman.
Pada dasarnya tidak seorang pun menghendaki terjadinya sengketa dengan
orang lain. Tetapi dalam hubungan bisnis atau suatu perjanjian, masing-masing
pihak harus mengantisipasi kemungkinan timbulnya sengketa yang dapat terjadi
setiap saat di kemudian hari. Sengketa yang perlu diantisipasi dapat timbul karena
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
15/109
perbedaan penafsiran mengenai "bagaimana cara"melaksanakan klausul-klausul
perjanjian maupun tentang "apa Isi"dari ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian,
ataupun disebabkan hal-hal lain.
Untuk menyelesaikan sengketa, pada umumnya terdapat beberapa cara
yang dapat dipilih. Cara-cara yang dimaksud seperti arbitrase, mediasi, negosiasi,
dan pengadilan. Namun yang akan penulis bahas yaitu penyelesaian sengketa
dengan cara melalui arbitrase dan mediasi.
Yang menjadi permasalahan/persoalan adalah, dengan berdirinya Badan
Mediasi Asuransi Indonesia sebagai lembaga penyelesaian sengketa khusus di
bidang asuransi. Disini antara BASYARNAS dan BMAI memiliki wilayah kerja
yang sama dan mengurusi persoalan yang sama, yaitu menyelesaikan sengketa
khususnya di bidang asuransi syariah.
Permasalahan yang muncul, lembaga mana yang lebih efektif untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi. Memang BASYARNAS lembaga hukum
non-litigasi hasil bentukan dari MUI dengan tujuan sebagai tempat penyelesaian
sengketa yang terjadi di bidang Muamalat dengan didukung fatwa-fatwa MUI
sebagai rujukan hukumnya. Namun Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
juga lebih mempunyai wewenang untuk menyelesaikan bila terjadi sengketa.
Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) lebih mempunyai kekuatan karena
lembaga ini lebih fokus untuk menyelesaikan sengketa di bidang asuransi.
Dengan keberadaan lembaga Arbitrase Syariah di Indonesia yaitu Badan
Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
16/109
Indonesia (BMAI), kiranya dapat memberikan kontribusi di bidang asuransi
dalam hal penyelesaian sengketa bagi para pihak yang bersengketa.
Maka dari itu, penulis merasa tertarik untuk membahas dan menelaah
secara mendalam skripsi yang berjudul "Penyelesaian Sengketa Asuransi
Syariah Menurut Perspektif Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)".
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah
Guna fokus dan mendalamnya pembahasan, penelitian ini dibatasi pada
penyelesaian sengketa asuransi syariah menurut perspektif BASYARNAS dan
BMAI.
Masalah pokok dalam penelitian ini bagaimana penyelesaian sengketa
asuransi syariah, masalah pokok tersebut ditelusuri melalui jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan dengan melalui arbitrase dan mediasi.
Dalam merealisasikan batasan masalah yang dikemukakan di atas maka
penulis memberikan perumusan masalah untuk memudahkan pembahasan
selanjutnya. Adapun beberapa permasalahan yang akan penulis kemukakan di
antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Faktor faktor apa saja yang dapat menimbulkan sengketa asuransi menurut
perspektif BASYARNAS dan BMAI?
2. Bagaimana penyelesaian sengketa asuransi menurut perspektif BASYARNAS
dan BMAI?
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
17/109
3. Apa keunggulan penyelesaian sengketa asuransi pada BASYARNAS dan
BMAI?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini diadakan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor faktor yang dapat menimbulkan sengketa asuransi
menurut perspektif BASYARNAS dan BMAI.
2. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa asuransi menurut perspektif
BASYARNAS dan BMAI.
3. Untuk mengetahui keunggulan penyelesaian sengketa asuransi pada
BASYARNAS dan BMAI.
Sedangkan manfaat penelitian yang ingin dicapai adalah sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi, untuk menambah khasanah pengetahuan di bidang Hukum
Ekonomi Islam khususnya mengenai Arbitrase dan Mediasi sebagai alternatif
penyelesaian sengketa asuransi.
2. Bagi Pemerintah, dengan adanya skripsi ini dapat dijadikan sebagai rujukan
atau pertimbangan pemerintah dalam menetapkan Undang-undang tentang
penyelesaian sengketa khususnya di bidang asuransi.
3.
Bagi Masyarakat, diharapkan menambah informasi tentang keberadaan
BASYARNAS dan BMAI sebagai lembaga penyelesaian sengketa asuransi
apabila mengalami perselisihan di bidang asuransi.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
18/109
D. Kerangka Teori
Menurut Abdul Kadir Muhammad, menyatakan bahwa Arbitrase adalah
badan peradilan swasta di luar lingkungan pengadilan umum yang dikenal khusus
dalam dunia perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan
sendiri secara sukarela oleh para pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kehendak bebas para pihak.
Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka buat
sebelum dan sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak
dalam hukum perdata.3
R. Subekti, mengatakan bahwa Arbitrase adalah suatu penyelesaian atau
pemutusan sengketa oleh wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan
tunduk kepada atau menaati keputusan yang akan diberikan wasit ataupun wasit
yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.4
M.N.Purwosutjipto mengartikan perwasitan sebagai suatu peradilan
perdamaian, di mana para pihak bersepakat agar perselisihan mereka tentang hak
pribadi yang dapat mereka kuasai sepenuhnya, diperiksa, dan diadili oleh hakim
yang tidak memihak yang ditunjuk oleh para pihak sendiri dan putusannya
mengikat bagi para kedua belah pihak.5
3 Abdul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Citra
Aditiya, 1992), h. 276.4R. Subekti, Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Alumni, 1979, h. 5.
5 Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005), Cet.
Kedua, h.222
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
19/109
Dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 02/2003, pengertian
mediasi disebutkan pada pasal 1 ayat 6 yaitu: "Mediasi adalah penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu oleh mediator".6
Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di
mana seseorang bertindak sebagai "kendaraan" untuk berkomunikasi antar para
pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa tersebut dapat
dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab utama tercapainya
suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak sendiri.7
E. Kajian Pustaka
1. Judul : Peran Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) Dalam
Penyelesaian Sengketa Di Bidang Asuransi Syariah (2006)
Oleh : Maryudi (UIN JAKARTA)
Skripsi ini hanya menjelaskan/memaparkan tentang arbitrase
khususnya BASYARNAS sebagai lembaga penyelesaian sengketa, serta
prosedur penyelesaian sengketa asuransi di BASYARNAS.
2. Judul : Arbitrase Dalam Hukum Positif, Hukum Adat, dan Hukum Islam
Sebuah Analisa Perbandingan (2006)
Oleh : Mukhtar Sedayu Siregar (UIN JAKARTA)
6 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 1197Ibid., h. 120
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
20/109
Skripsi ini hanya menjelaskan secara umum tentang arbitrase dan
menganalisa sistem arbitrase dalam hukum positif, hukum adat, dan hukum
Islam.
Penelitian tentang asuransi syariah sudah banyak dibahas, sedangkan
penelitian tentang arbitrase dan mediasi belum ada yang membahas. Untuk
itu, penulis merasa tertarik untuk meneliti dan membahas penelitian tentang
penyelesaian sengketa asuransi syariah. Adapun yang ingin penulis bahas dari
judul tersebut, yaitu mengenai faktor-faktor yang dapat menimbulkan
sengketa asuransi syariah pada BASYARNAS dan BMAI, bagaimana
penyelesaian sengketa asuransi syariah menurut BASYARNAS dan BMAI,
dan apa saja keunggulan BASYARNAS dan BMAI.
F. Objek penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) yang berlokasi di gedung ARVA lantai IV, Jl. Cikini raya No.60
Jakarta 10330. Dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) yang berlokasi di
gedung MENARA DUTA, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. B.9 Jakarta Selatan.
G.
Metode Penelitian dan Teknik Penulisan
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, metode ini bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
21/109
tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab dari suatu
gejala tertentu.
8
Penelitian deskriptif bertujuan untuk menguraikan tentang
sifat-sifat dari suatu keadaan dan sekedar memaparkan uraian (data dan
informasi) yang berdasarkan pada fakta yang diperoleh dari lapangan.9
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan ini dilakukan dengan cara survey, tujuan dari
menggunakan pendekatan survey adalah untuk mengukur gejala-gejala yang
ada tanpa menyelidiki kenapa gejala-gejala tersebut ada.10
3. Jenis Data dan Sumber Data
a. Data Primer, merupakan data yang didapat dari sumber pertama kali baik
dari individu atau dari perseorangan seperti hasil dari wawancara atau
hasil pengisian kuesioner, yaitu terdiri atas:
1. Gambaran umum perusahaan
2. Hasil wawancara
3. Observasi.11
b. Data Sekunder, merupakan data yang telah ada yang diperoleh dari buku,
majalah, Koran dan sumber tertulis lainnya yang mengandung informasi
yang berhubungan dengan penelitian ini.
8Husein Umar,Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis,Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada, 2004, h.22.9J. Supranto, Tehnik Riset Pemasaran dan Ramalan Penjualan, Jakarta, Rineka Cipta, 2000,
h. 38.10
Subana,Dasar-dasar Penelitian Ilmiah, Bandung, Pustaka Setia, 2005, h.25.11Ibid., h. 26
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
22/109
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data ini diperoleh
melalui:
1. Penelitian perpustakaan (Library Reseach), yaitu dengan jalan
mengumpulkan data dari buku-buku, majalah, dan artikel yang
berhubungan dengan materi skripsi.
2. Penelitian lapangan (Field Reseach), yaitu dengan observasi langsung ke
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi
Asuransi Indonesia (BMAI). Untuk mendapatkan data yang valid dan
akurat, dengan melalui tiga cara yaitu:
a. Observasi, dengan melihat dan mengamati secara langsung kegiatan
yang ada di Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan
Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI).
b. Wawancara, yakni wawancara bebas yang dilakukan dalam bentuk
Tanya jawab dengan pemimpin dan karyawan yang dapat dianggap
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penulisan ini.
c. Dokumentasi, teknik ini digunakan untuk memperoleh data tertulis
tentang penyelesaian sengketa asuransi pada Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia
(BMAI).
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
23/109
5. Teknik Analisis dan Interpretasi Data
Dalam menganalisis data, akan menggunakan metode deskriptif
analisis kualitatif, yakni suatu teknik analisis data di mana terlebih dahulu
dipaparkannya semua data yang telah diperoleh kemudian menganalisisnya
dengan berpedoman pada sumber-sumber dalam bentuk kalimat-kalimat.
Adapun dalam teknik penulisan ini merujuk kepada buku "Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta 2007".
H. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi V
bab yang terdiri dari beberapa sub bab yang pada garis besarnya adalah sebagai
berikut:
BAB I Pendahuluan
Di dalamnya diuraikan tentang latar belakang masalah, pembatasan
dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori,
kajian pustaka, objek penelitian, metode penelitian dan teknik
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori
Bab ini membahas pengertian asuransi syariah, dasar hukum asuransi
syariah, dan prinsip-prinsip asuransi syariah, pengertian arbitrase
syariah, dasar hukum arbitrase syariah, macam-macam arbitrase
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
24/109
syariah, syarat-syarat menjadi arbiter, pengertian mediasi, dasar
hukum mediasi, syarat-syarat menjadi mediator, dan tujuan mediasi.
BAB III Gambaran Umum
Bab ini akan membahas profil Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) dan Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI),
mengenai sejarah berdirinya, visi dan misi, dan struktur organisasi.
BAB IV Penyelesaian Sengketa Asuransi menurut Perspektif BASYARNAS
dan BMAI
Bab ini membahas mengenai sengketa asuransi, faktor-faktor yang
menimbulkan terjadinya sengketa, penyelesaian sengketa asuransi
menurut perspektif BASYARNAS dan BMAI, prosedur beracara
dalam penyelesaian sengketa asuransi, keunggulan penyelesaian
asuransi syariah pada BASYARNAS dan BMAI.
BAB V Penutup
Bab terakhir ini terdiri atas kesimpulan dan saran.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
25/109
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan umum asuransi
a. Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi dapat dilihat dari berbagai jenis bahasa dan pengertian serta
perbandingannya dalam perspektif Islam. Adapun asuransi ditinjau dari jenis
bahasa dan pengertiannya adalah sebagai berikut:
Menurut bahasa, kata asuransi berasal dari bahasa inggris adalah
"insurance" yang dalam bahasa Indonesia telah menjadi bahasa populer dan
diadopsi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dengan padanan kata
"pertanggungan".12
Kemudian dalam bahasa Belanda adalah "verzekering"
yang berarti tanggungan.13
Menurut ketentuan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2
tahun 1992 tentang usaha Perasuransian Bab I pasal I: " Asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima
premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan itu
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita
12AM. Hasan Ali,Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis Historis,
Teoritis & Praktis, Jakarta, Kencana, 2004, h. 57.13
Wirjono Prodjodikoro,HukumAsuransi di Indonesia, Jakarta, PT. Intermasa, 1996, h. 1.
14
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
26/109
tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.14
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246
dijelaskan bahwa yang di maksud asuransi atau pertanggungan adalah "suatu
perjanjian (timbal balik), dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk
memberikan penggantian kepadanya, karena suatu kerugian, kerusakan, atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya,
karena suatu peristiwa tak tentu.15
Sedangkan asuransi dalam perspektif Islam terdapat beberapa istilah,
antara lain dikenal dengan istilah Takaful. Menurut etimologi Bahasa Arab,
istilah Takaful berasal dari kata Kafala. Dalam ilmu tashrif atau Sharaf,
Takaful ini masuk dalam barisan Bina muta'aadi, yaitu Tafaa'ala artinya
saling menanggung. Dan ada juga yang menerjemahkan dengan makna saling
menjamin.16
Wahbah al-Zuhaily (ahli fiqih kontemporer) mendefinisikan asuransi
sesuai dengan pembagiannya. Menurutnya asuransi itu dibagi menjadi dua,
yaitu al-Ta'min al- Ta'awun(asuransi tolong menolong) dan al-Ta'min bi qist-
Tsabit(asuransi dengan pembagian tetap).
14Ibid.,h. 61
15Hasan Ali,Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, h. 59
16Ibid.,
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
27/109
Al-Ta'min al-Ta'awun adalah kesepakatan sejumlah orang yang
membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah seorang di antara
mereka mendapat kemadharatan, seperti kecelakaan, kematian, kebakaran,
kebanjiran, kecurian dan bentuk-bentuk kerugian lainnya sesuai dengan
kesepakatan bersama.
Sedangkan al-Ta'min bi qist-Tsabit adalah akad yang mewajibkan
seseorang membayar sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas
beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila peserta asuransi
mendapat kecelakaan, ia diberi ganti rugi.17
Abbas salim sebagaimana dikutip Ali Hasan mendefinisikan asuransi
sebagai suatu keinginan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit)
yang sudah pasti sebagai subtitusi kerugian-kerugian besar yang belum
pasti.18
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI)
dalam fatwanya tentang pedoman umum asuransi syariah, memberi definisi
tentang asuransi. Menurutnya, asuransi syariah (Ta'min, Takaful, Tadhamun)
adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang
atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru' yang
17 M. Zaidi Abdad, Lembaga perekonomian Ummat di Dunia Islam, (Bandung: Angkasa,
2003), Cet. Pertama, h. 87-88.18
M. Ali Hasan, Zakat, Pajak, Asuransi dan Lembaga Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996), h. 61.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
28/109
memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui
akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.
19
Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa asuransi
syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong disebut taawunyaitu
prinsip saling melindungi dan tolong menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah
antara sesama anggota asuransi dalam menghadapi risiko.
b.
Dasar hukum asuransi syariah
Dalam Peraturan Perundang-undangan yang telah dikeluarkan
pemerintah berkaitan dengan asuransi syariah yaitu:
Sedangkan menurut Fatwa DSN Majelis Ulama Indonesia No
21/DSN-MUI/X/2001 tentang pedoman umum asuransi syariah. Fatwa
tersebut dikeluarkan karena regulasi yang ada tidak dapat dijadikan pedoman
untuk menjalankan asuransi syariah.20
Pada dasarnya hukum asuransi syariah maupun konvensional di
Indonesia, hingga saat ini pada dasarnya dan kenyataannya masih diatur
dalam berbagai Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, terutama:21
19 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), Cet. Pertama, h. 3020
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan & Perasuransian Syariah di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 128.21
M. Amin Suma,Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional Teori, Sistem, Aplikasi dan
Pemasaran, Jakarta, Kholam Publishing, 2006, h. 44-45.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
29/109
a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
421/KMK.06/2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Keputusan bagi
Direksi dan Komisaris Perusahaan Perasuransian.
b. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
422/KMK.06/2003 tentang Penyelenggaraan Usaha perusahaan Asuransi
dan perusahaan Reasuransi.
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
423/KMK.06/2003 tentang pemeriksaan perasuransian.
d. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
424/KMK.06/2003 kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan
perusahaan Reasuransi.
e. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
425/KMK.06/2003 tentang perizinan dan penyelenggaraan kegiatan usaha
perusahaan penunjang usaha asuransi.
f. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
426/KMK.06/2003 tentang perizinan usaha dan kelembagaan perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi.
g. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan No. Kep.4499/LK/2000
tentang jenis, penilaian dan pembatasan investasi perusahaan asuransi dan
perusahaan reasuransi dengan sistem syariah.
Landasan asuransi dalam Islam sebenarnya bertumpu pada konsep
wata'awanu 'alal birri wat taqwa (tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa)
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
30/109
dan At-ta'min yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang
menjamin dan menanggung risiko satu sama lain.
22
Landasan asuransi syariah diantaranya:
a. Saling tolong menolong
)
:2(
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya".(Q.S. Al-Maidah (5) : 2)
Islam juga mengarahkan kepada berdirinya sebuah masyarakat
yang tegak di atas asas saling membantu dan saling menopang, karena
setiap muslim terhadap muslim lainnya sebagaimana sebuah bangunan
yang saling menguatkan sebagian kepada sebagian yang lainnya. Dalam
asuransi ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan batil,
karena apa yang telah diberikan dalam bentuk premi tabarru' adalah
semata-mata sedekah dari hasil harta yang terkumpul
b. Saling meridhoi
):29(Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
22 Sofyan Syafri Harahap, Akuntansi Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), Cet. Pertama,
h. 100.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
31/109
dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu".
Dalam Islam jika seorang muslim memakan harta orang lain dengan
jalan batil maka hukumnya adalah haram. Dana kebajikan yang kelak akan
diterima oleh pemegang polis jika ia mengalami kerugian sebelum masa
asuransinya berakhir adalah dana yang halal yang dikeluarkan dengan saling
meridhoi antara kedua belah pihak yakni pemegang polis dan perusahaan.
c. Prinsip dasar asuransi syariah
Asuransi syariah memiliki sembilan macam prinsip dasar, yaitu:
tauhid, tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, kebenaran, larangan
riba, larangan judi dan larangan gharar.23
a. Tauhid
Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada
dalam syariat Islam. Dalam berasuransi yang harus diperhatikan adalah
bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah
yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan.
b. Keadilan
23AM. Hasan Ali,Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis Historis,
Teoritis & Praktis, Jakarta, Kencana, 2004, h. 70
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
32/109
Prinsip ini dalam berasuransi terpenuhinya nilai-nilai keadilan antara
pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Dalam hal ini dipahami
sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah
(anggota) dan perusahaan asuransi.
c. Tolong-menolong
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus
didasari dengan semangat tolong-menolong (ta'awun) antara nasabah
(anggota).
d. Kerja sama
Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam
literatur ekonomi islam. Kerja sama dalam asuransi dapat berwujud dalam
bentuk akad yang dijadikan acuan antara kedua belah pihak yang terlibat,
yaitu antara nasabah dan perusahaan asuransi.
e. Amanah
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-
nilai akuntabilitas (pertanggungjawaban) perusahaan melalui penyajian
laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus
memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan
keuangan perusahaan.
f. Kerelaan
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
33/109
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap nasabah
asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah
dana (premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan
sebagai dana sosial (tabarru').
g. Larangan riba
Riba secara bahasa bermakanziyadah(tambahan). Dalam pengertian lain,
riba berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah riba berarti
pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
h. Larangan maisir
Syafi'i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya
salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami
kerugian. Hal ini jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab
tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa periodenya, biasanya
tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang
yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja.
i. Larangan gharar
Gharar menurut bahasa adalah al-khida' (penipuan), yaitu suatu tindakan
yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan
B. Tinjauan Umum Arbitrase
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
34/109
1. Pengertian arbitrase syariah
Kata arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang artinya
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut "kebijaksanaan". Dalam
istilah bahasa Inggris arbitrase disebut "arbitration". Sedangkan pengertian
arbitrase secara umum di Indonesia, menurut para pakar hukum adalah
sebagai berikut :
Menurut Mertokusumo, arbitrase adalah suatu prosedur penyelesaian
sengketa di luar pengadilan berdasarkan persetujuan para pihak yang
berkepentingan untuk menyerahkan sengketa mereka kepada seorang wasit
atau arbiter.
R. Subekti, mengatakan bahwa arbitrase adalah suatu penyelesaian
atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para wasit yang berdasarkan
persetujuan bahwa mereka akan tunduk atau menaati keputusan yang akan
diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih atau tunjuk tersebut.24
Sudargo Gautama, menyatakan bahwa arbitrase adalah cara-cara
penyelesaian hakim yang tidak terikat dengan berbagai formalitas, cepat
dalam memberikan keputusan, karena dalam instansi terakhir serta mengikat,
yang mudah untuk dilkanakan karena akan ditaati para pihak.25
24R. Subekti,Arbitrase Perdagangan, (Bandung: Bina Cipta, 1979), h.1
25 Sudargo Gautama,Arbitrase Dagang Internasional, (Bandung: Alumni, 1979), h. 5
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
35/109
Abdulkadir Muhammad, menyatakan bahwa arbitrase adalah badan
peradilan swasta di luar lingkungan peradilan umum yang dikenal khusus
dalm perusahaan. Arbitrase adalah peradilan yang dipilih dan ditentukan
sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan merupakan kehendak bebas dari
para pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis
yang mereka buat sebelum atau sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas
kebebasan berkontrak dalam hukum perdata.26
Faturrahman Jamil mengatakan bahwa: pengertian arbitrase dalam
bahasa konvensional sekarang ini dipersamakan dengan istilah tahkim dalam
hukum Islam yang artinya: pengangkatan seorang atau lebih sebagai wasit
atau juru damai oleh dua orang atau lebih yang bersengketa, guna
menyelesaikan perkara yang mereka perselisihkan secara damai.27
Menurut Undang-Undang Nomor. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, pada pasal 1 ayat (1) disebutkan
bahwa, arbitrase adalah penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan umum yang berdasarkan pada perjanjian yang dibuat secara
tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Sedangkan arbitrase dalam perspektif Islam (arbitrase syariah) dapat
disepadankan dengan istilah tahkim. Tahkim berasal dari kata kerja
26 Absul Kadir Muhammad, Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: PT Citra
Aditiya, 1992), h.27627
Khairul Wasif,Arbitrase Islam Di Indonesia, (Jakarta: BAMUI, 1994), h. 31
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
36/109
hakkama.28
Secara etimologis, kata itu berarti menjadikan seorang menjadi
pencegah suatu sengketa. Secara teknis tahkim memiliki pengertian yang
sama dengan arbitrase yang dikenal saat ini, yaitu : "Pengangkatan seorang
atau lebih sebagai wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna
menyelesaikan perselisihan mereka secara damai". Kata sinonim yang
digunakan adalah muhakkam, sedang wasit atau arbiter digunakan istilah
hakam, yaitu yang menyelesaikan perselisihan.
Arbitrase menurut para pakar hukum islam dari empat imam Mahzab
mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut:29
a. Kelompok Hanafiyah, berpendapat bahwa memisahkan persengketaan
atau memutuskan pertikaian atau menetapkan hukum antara manusia
dengan yang hak dan atau ucapan yang mengikat yang keluar dari yang
mempunyai kekuasaan secara umum
b. Kelompok Malikyah, berpendapat bahwa hakikat qadlha adalah
pemberitaan terhadap hukum syariI menurut jalur yang pasti (mengikat)
atau sikap hukum yang mewajibkan bagi pelaksanaan hukum Islam
walaupun dengan tadil atau tarjih tindak untuk kemaslahatan kaum
muslimin secara umum.
c.
Kelompok SyafiI, berpendapat bahwa memisahkan pertikaian antara
pihak yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah SWT. Atau
28Luis Maluf,Al-Munjid Fi al-Lughah wa al-Alam, (Beirut: Dar al-Masyriq, 1994), h.146
29 A Rahmat Rosyadi, Ngatino, Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif,
(Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2002), cet-1, h. 44
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
37/109
menyatakan hukum syara terhadap suatu peristiwa wajib
melaksanakannya.
d. Kelompok Hanabilah, berpendapat bahwa penjelasan dan kewajibannya
serta penyelesaiannya antara para pihak.
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa arbitrase
syariah adalah suatu cara penyelesaian sengketa para pihak yang dilakukan
oleh wasit (hakam) di luar lembaga peradilan berdasarkan kesepakatan baik
sebelum atau sesudah terjadinya sengketa secara syariah.
2. Dasar Hukum Arbitrase Syariah
Dasar hukum yang mengokohkan eksistensi tahkim (arbitrase Islam)
terdapat di dalam Al-qur'an, sunnah, dan ijma'.
Al-qur'an dan sunnah sebagai sumber hukum yang paling utama
memberikan petunjuk kepada manusia apabila terjadi sengketa di antara para
pihak, apakah di bidang politik, keluarga, ataupun bisnis. Hal ini sebagaimana
yang terdapat dalam Al-qur'an surat An-Nissa ayat 35 :
)
:35(
Artinya : "Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara
keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan
seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu
bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
38/109
kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal". (Q.S. An-Nisaa : 4 : 35)
:
:
.
:
:,: :.
:)
(
Artinya: Yazid (Ibn al-Miqdam bin Syuraih) menceritakan kepadakami, (riwayat) dari Syuraih bin Hani dari ayahnya (Hani), bahwa
ketika ia (Hani) menemui Rasulullah SAW banyak orang memanggilnya
dengan panggilan Abul Hakam, kemudian Rasul memanggil Hani
seraya bersabda: sesungguhnya Hakam itu adalah Allah dan kepada-
Nyalah dimintakan hukum. Mengapa kamu dipanggil Abu al-Hakam?
Abu Syuraih menjawab: jika kaumku bersengketa maka mereka
mendatangiku untuk meminta penyelesaian dan kedua belah pihak akan
rela dengan putusanku, kemudian nabi mengomentari jawaban Abu
Syuraih : Alangkah baiknya perbuatanmu ini! Apakah kamu
mempunyai anak ?. Abu Syuraih menjawab: Ya, saya punya anak
yaitu Syuraih, Abdullah, dan Musallam. Siapa yang paling tua? .
Tanya Nabi. Jawab Abu Syuraih: Syuraih kata Rasul: kalau begitu,
engkau adalah Abu Syuraih. (HR. Al-Nasai).30
Adapun dasar hukum yang ketiga adalah Ijma' ulama, yang telah
memperkuat tentang adanya lembaga arbitrase Islam untuk mengantisipasi
persengketaan para pihak dalam berbagai aspek kehidupan. Penyelesaian
sengketa setelah wafat Rasulullah SAW, banyak dilakukan pada masa sahabat
30 Abdurrahman Ibn Syuaib al-NasaI, Juz VIII Bab Idza Hakamu Rajulan Faqadha
Bainahum (Beirut: Dar al-Marifah, 1138 H), h. 199
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
39/109
dan ulama untuk menyelesaikan sengketa dengan cara mendamaikan para
pihak melalui musyawarah dan konsensus antara mereka sehingga menjadi
Yurisprudensi Hukum Islam dalam beberapa kasus. Keadaan Ijma sahabat
atau ulama sangat dihargai dan tidak ada yang menentangnya, karena tidak
semua masalah sosial keagamaan tercantum dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
secara rinci. Bahkan, Khalifah Umar bin Khattab pernah mengatakan, bahwa
tolaklah permusuhan hingga mereka damai, karena pemutusan perkara melalui
pengadilan akan mengembangkan kedengkian di antara mereka.
Sedangkan dasar hukum arbitrase yang berlaku secara positif dapat
dijelaskan bahwa, Alternatif penyelesaian sengketa yang bersifat umum, yaitu
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa, Undang-undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa
Kontruksi, Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, dan Undang-
undang No. 32 tentang Tata Letak Sirkuit Terpadu.
3. Macam-macam Arbitrase
Secara umum orang mengenal dua macam arbitrase dalam praktek,
yaitu sebagai berikut :
a. Arbitrase Ad-Hoc (Volunter Arbitrase)
Disebut dengan arbitrase ad-hoc atau volunteer arbitrase karena
sifat dari arbitrase ini yang tidak permanen atau insidentil. Arbitrase ini
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
40/109
keberadaannya hanya untuk memutus dan menyelesaikan suatu kasus
sengketa tertentu saja. Setelah sengketa selesai diputus, maka keberadaan
arbitrase ad-hoc ini pun lenyap dan berakhir dengan sendirinya. Para
arbiter yang menangani penyelesaian sengketa ini ditentukan dan dipilih
sendiri oleh para pihak yang bersengketa; demikian pula tata cara
pengangkatan para arbiter, pemeriksaan dan penyelesaian sengketa,
tenggang waktu penyelesaian sengketa tidak memiliki bentuk yang baku.
Hanya saja dapat dijadikan patokan bahwa pemilihan dan penentuan hal-
hal tersebut terdahulu tidak boleh menyimpang dari apa yang telah
ditentukan oleh undang-undang.31
Dalam arbitrase ad hoc proses beracara dalam arbitrase ditentukan
sendiri oleh para pihak menurut ketentuan yang lazim berlaku, atau jika
dikehendaki dapat diikuti proses beracara pengadilan.
Pada arbitrase ad hoc para pihak dapat mengatur cara-cara
bagaimana pelaksanaan pemilihan arbiter, kerangka kerja prosedur
arbitrase dan aparatur administrasi dan arbitrase. Namun demikian dalam
pelaksanaannya, arbitrase ad hoc ini memiliki kesulitan antara lain
kesulitan dalam melakukan negosiasi dan menetapkan aturan-aturan
prosedural dan arbitrase serta kesulitan dalam merencanakan metode-
metode pemilihan arbiter yang dapat diterima kedua belah pihak. Karena
31Gunawana Wijaya dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bisnis: Hukum Arbitrase, (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2001), Cet. Ke-2, h. 19
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
41/109
ada beberapa kesulitan itu sering kali dipilih bentuk arbitrase kedua yaitu
arbitrase institusional.
b. Arbitrase Institusional (Lembaga Arbitrase)
Sedikit berbeda dari arbitrase ad-hoc, arbitrase institusional
keberadaannya praktis bersifat permanen, dan karenanya juga dikenal
dengan nama "permanent arbitral body". Arbitrase institusional ini
merupakan suatu lembaga arbitrase yang khusus didirikan untuk
menyelesaikan sengketa terbit dari kalangan dunia usaha hampir dari
semua Negara-negara maju terdapat lembaga arbitrase ini, yang pada
umumnya pendiriannya diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri
Negara tersebut. Lembaga arbitrase ini mempunyai aturan main sendiri-
sendiri yang telah dibakukan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
penunjukan lembaga ini berarti menunjukkan diri pada aturan-aturan main
dari lembaga ini. Untuk jelasnya, hal ini dapat dilihat dari peraturan-
peraturan yang berlaku untuk masing-masing lembaga tersebut.32
Arbitrase institusional merupakan lembaga atau badan arbitrase
yang sifatnya permanen karena sering juga disebut Permanent Arbitral
Body sebagaimana dalam pasal 1 ayat 2 Konvensi New York 1958,
arbitrase ini disediakan oleh organisasi tertentu dan sengaja didirikan
untuk menampung perselisihan yang timbul dari perjanjian.
32Ibid., h. 20
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
42/109
Faktor kesengajaan dan sifat permanen ini merupakan ciri
pembeda dengan arbitrase ad hoc. Selain itu arbitrase institusional ini
sudah ada sebelum sengketa timbul yang berbeda dengan arbitrase ad hoc
yang dibentuk setelah perselisihan timbul. Selain itu arbitrase institusional
ini berdiri untuk selamanya dan tidak bubar meskipun perselisihan yang
ditangani telah selesai.
Arbitrase institusional, proses beracara dalam arbitrase
institusional biasanya memutus proses beracara yang sudah baku menurut
ketentuan lembaga tersebut.
Dalam arbitrase institusional, di samping ketentuan yang berlaku
umum tata cara pengangkatan arbiter biasanya sudah ditentukan oleh
lembaga tersebut, termasuk perlawanan yang mungkin ditiadakan terhadap
arbiter yang ditunjuk.
Selain itu bagi arbitrase institusional, proses beracara dalam
arbitrase institusional biasanya memutuskan proses beracara yang sudah
baku menurut lembaga tersebut.
4. Syarat Syarat Menjadi Arbiter
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
43/109
Syarat-syarat Arbiter menurut ketentuan pasal 12 Undang-undang No.
30 Tahun 1999, yang dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter adalah
mereka yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:33
a. Cakap melakukan tindakan hukum;
b. Berumur paling rendah 35 tahun;
c. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa;
d. Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain atas
putusan arbitrase;
e. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif dibidangnya paling
sedikit 15 tahun;
Dengan ketentuan bahwa hakim, jaksa, panitera, dan pejabat-pejabat
lainnya tidak dapat di tunjuk atau diangkat sebagai arbiter.
Ketentuan yang mengatur mengenai berakhirnya tugas arbiter dalam
bab dapat kita temui dalam bab VIII dari pasal 73 sampai dengan pasal 75
Undang-undang No 30 tahun 1999.
Dalam pasal 73 Undang-undang tahun 1999 dikatakan bahwa tugas
arbiter berakhir karena:34
a.
Putusan mengenai sengketa telah di ambil;
33 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Seri Hukum Bsinis: Seri Hukum Bsinis Hukum
Arbitrase,(Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), Cet -3, h. 60
34Ibid., 78
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
44/109
b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau
sesudah di perpanjang oleh para pihak telah lampau; atau
c. Para pihak sepakat untuk menarik kembali pertunjukan arbiter;
Sedangkan dalam Anggaran Rumah Tangga (ART) BASYARNAS
pasal 5 dijelaskan syarat-syarat untuk diangkat menjadi arbiter sebagai
berikut:35
a. Beragama Islam yang taat menjalankan agamanya dan tidak terkena
larangan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Ahli dalam ilmu, baik murni maupun terapan dan telah mempunyai
pengalaman sekurang-kurangnya sepuluh tahun dalam bidangnya;
c. Memiliki integritas, kredibilitas serta nama baik di masyarakat;
d. Menyatakan setuju dan menerima segala ketentuan yang ada dan peraturan
prosedur beracara yang berlaku di dalam Badan Arbitrase Syariah
Nasional;
e. Mengisi dan menandatangani formulir isian yang disiapkan oleh Badan
Pengurus dan siap untuk dilantik sebagai arbiter Badan Arbitrase Syariah
Nasional;
Berakhirnya masa ke-anggotaan sebagai arbiter, dikarenakan sebagai
berikut:36
a. Meninggal dunia
35Achmad Djauhari,Arbitrase Syariah Di Indonesia,(Jakarta: BASYARNAS, 2006), h.57
36Ibid.,h. 57-58
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
45/109
b. Atas permintaan sendiri
c.
Menduduki jabatan yang berdasarkan peraturan Perundang-undangan
yang berlaku dilarang untuk menjadi arbiter
d. Diberhentikan (dengan alasan karena tidak lagi memenuhi persyaratan
sebagai arbiter dan/atau melakukan perbuatan yang tercela dipandang dari
agama Islam).
Seorang arbiter memiliki tugas pokok sebagai berikut:37
a. Memeriksa dan memberi putusan arbitrase dalam jangka waktu yang telah
ditentukan (menurut pasal 48, paling lama 180 hari sejak
penunjukan/pengangkatannya);
b. Bersikap independen dalam menjalankan tugasnya demi mencapai suatu
putusan yang adil dan cepat bagi para pihak yang beda pendapat,
berselisih paham maupun yang bersengketa;
c. Dalam hal para pihak datang menghadap pada hari yang telah ditetapkan,
arbiter/majelis arbiter harus terlebih dahulu mengusahakan perdamaian
antara para pihak yang bersengketa (pasal 45 ayat 1);
d. Apabila usaha mendamaikan tersebut berhasil, maka arbiter/majelis arbiter
membuat suatu akta perdamaian yang final dan mengikat para pihak dan
memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian
tersebut;
37Djauhari,Arbitrase Syariah Di Indonesia, h. 58
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
46/109
Tugas arbiter berakhir sebagaimana diatur dalam pasal 37 UU. No.
30/1999, adalah sebagai berikut:
38
a. Apabila putusan mengenai sengketa telah diambil;
b. Jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian arbitrase atau
sesudah diperpanjang oleh para pihak telah dilampaui;
c. Para pihak sepakat untuk menarik kembali penunjukan arbiter;
C.
Tinjauan Umum Mediasi
1. Pengertian Mediasi
Para penulis dan praktisi yang berusaha menjelaskan pengertian
mediasi. Tetapi, upaya untuk mendefinisikan mediasi bukanlah suatu hal yang
mudah. Hal ini karena mediasi tidak memberi satu model yang dapat
diuraikan secara terperinci dan dibedakan dari proses pengambilan keputusan
lainnya.
Banyak pihak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk
menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak ketiga peranan pihak ketiga
tersebut adalah dengan melibatkan diri untuk membantu para pihak
mengidentifikasi masalah-masalah yang disengketakan dan mengembangkan
38Ibid., h. 58-59
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
47/109
sebuah proposal. Proposal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan
untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
39
Mediasi adalah forum penyelesaian sengketa yang sekarang sudah
juga mulai berkembang. Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui
pihak ketiga yang netral.
Sedangkan menurut Pasal 1 Peraturan Badan Mediasi Asuransi
Indonesia, mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui upaya
musyawarah dan mufakat antara pemohon dan anggota yang difasilitasi oleh
mediator.40
Dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 02/2003,
pengertian mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 6, yaitu: Mediasi adalah
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak dengan dibantu
oleh mediator. Disini disebutkan kata mediator, yang harus mencari berbagai
kemungkinan penyelesaian sengketa yang diterima para pihak. Pengertian
mediator, disebutkan dalam pasal 1 butir 5, yaitu: mediator adalah pihak yang
bersifat netral dan tidak memihak, yang berfungsi membantu para pihak
dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa.41
Menurut John W. Head, mediasi adalah suatu prosedur penengahan di
mana seseorang bertindak sebagai "kendaraan"untuk berkomunikasi dengan
39 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 11940
BMAI, Peraturan Badan Mediasi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h. 741
Soemartono, Arbitrase Dan Medias Di Indonesia, h.119
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
48/109
antar para pihak, sehingga pandangan mereka yang berbeda atas sengketa
tersebut dapat dipahami dan mungkin didamaikan, tetapi tanggung jawab
utama tercapainya suatu perdamaian tetap berada di tangan para pihak
sendiri.42
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa mediasi
merupakan suatu proses informal yang ditujukan untuk memungkinkan para
pihak yang bersengketa mendiskusikan perbedaan-perbedaan mereka secara
pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral. Pihak yang netral tersebut
tugas pertamanya adalah menolong para pihak memahami pandangan pihak
lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan, dan
selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari
keseluruhan situasi.
2. Landasan Hukum Mediasi
Dasar hukum mediasi menurut Undang-Undang Republik Indonesia
No. 30 Tahun 1999 pasal 1 ayat 10 tentang Arbitrase dan Alternatif
penyelesaian sengketa menyatakan bahwa: Alternatif Penyelesaian Sengketa
adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur
42 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 120
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
49/109
yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.
43
Pada tanggal 11 September 2003 yang lalu Mahkamah Agung telah
mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 2 Tahun 2003
yang mengatur tentang mediasi. Perma ini dirancang oleh Mahkamah Agung
dan Indonesia Institute for Conflict Transformation (IICT), yaitu organisasi
non pemerintah yang bergerak di bidang transformasi dan manajemen konflik.
Sejauh ini IICT telah memberikan sumbangsih atas penyelenggaraan
penyelesaian sengketa secara efektif melalui upaya untuk mengembangkan
pola-pola resolusi konflik untuk membangun masyarakat yang demokratis,
harmonis, menghargai kemajemukan dan kesetaraan serta mengembangkan
pola-pola penyelesaian sengketa yang mencerminkan keadilan prosedural dan
subtansial.
Adapun Badan Mediasi Asuransi Indonesia beroperasi berdasarkan
Surat Keputusan Bersama: MENTERI KOORDINATOR BIDANG
PEREKONOMIAN (Nomor: KEP-45/M.EKON/07/2006), GUBERNUR
BANK INDONESIA (Nomor: 8/50/KEP.GBI/2006), MENTERI
KEUANGAN (Nomor: 357/KMK.012/2006) dan MENTERI NEGARA
BADAN USAHA MILIK NEGARA (Nomor: KEP-75/MBU/2006)
TENTANG: PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN, dan ditetapkan
43 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 163.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
50/109
di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006. Juga berdasarkan pada lampiran III
Lembaga Keuangan Non-Bank poin-3, program-3 tentang Perlindungan
Pemegang Polis dengan Penanggung Jawab Departemen Keuangan RI.44
3. Syarat Syarat Menjadi Mediator
Mengingat mediator sangat menentukan efektivitas proses
penyelesaian sengketa, ia harus secara layak memenuhi kualifikasi tertentu
serta berpengalaman dalam komunikasi dan negosiasi agar mampu
mengarahkan para pihak yang bersengketa. Jika ia berpengalaman tak terbiasa
berperkara di pengadilan, hal itu sangat membantu. Tetapi, pengalaman
apapun, selain pengalamannya sendiri sebagai mediator, memang kurang
relevan. Pengetahuan secara substansi atas permasalahan yang disengketakan
tidak mutlak dibutuhkan, yang lebih penting adalah kemampuan menganalisis
dan keahlian dalam menciptakan pendekatan pribadi.
Dalam PP No.54/2000 ditentukan kriteria untuk menjadi mediator
lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup di
luar pengadilan, yaitu:45
a. Cakap melakukan tindakan hukum;
b.
Berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun;
44BMAI, Peratutan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h. 64
45 Gatot Soemartono, Arbitrase Dan Mediasi Di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2006), h. 133
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
51/109
c. Memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif bidang lingkungan
hidup paling sedikit 5 (lima0 tahun; dan
d. Memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan.
Di samping itu, mediator (atau pihak ketiga) harus memenuhi syarat
sebagai berikut:46
a. Disetujui oleh para pihak yang bersengketa;
b. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai
dengan derajat kedua dengan salah satu pihak yang bersengketa;
c. Tidak memiliki hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa;
d. Tidak mempunyai kepentingan financial atau kepentingan lain terhadap
kesepakatan para pihak; dan tidak memiliki kepentingan terhadap proses
perundingan maupun hasilnya.
Penyebutan kriteria atau persyaratan sebagai mediator secara terperinci
menjadi sangat penting karena dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA)
No. 02/2003 hal itu tidak diatur. Oleh karena itu, kriteria atau persyaratan di
atas sangat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai acuan bagi pengangkatan
mediator dalam berbagai kasus lainnya, tentunya dengan berbagai
pertimbangan sesuai dengan kebutuhan.
Dalam praktek, mediator sangat membutuhkan kemampuan personal
yang memungkinkan berhubungan secara menyenangkan dengan masing-
masing pihak. Kemampuan pribadi yang terpenting adalah sifat tidak
46Ibid., h. 133-134
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
52/109
menghakimi, yaitu dalam kaitannya dengan cara berpikir masing-masing
pihak, serta kesiapannya untuk memahami dengan empati pandangan para
pihak.
Mediator perlu memahami dan memberikan reaksi positif (meskipun
tidak berarti setuju) atas persepsi masing-masing pihak dengan tujuan
membangun hubungan baik dan kepercayaan. Jika para pihak sudah percaya
kepada mediator dan proses mediasi, mediator akan lebih mampu membawa
mereka ke arah konsensus.47
4. Tujuan Mediasi
Tujuan mediasi adalah tidak untuk menghakimi salah atau benar
namun lebih memberikan kesempatan kepada para pihak untuk:
a. Menemukan jalan keluar dan pembaruan perasaan;
b. Melenyapkan kesalahpahaman;
c. Menentukan kepentingan yang pokok;
d. Menemukan bidang-bidang yang mungkin dapat persetujuan;
e. Menyatukan bidang-bidang tersebut menjadi solusi yang disusun sendiri
oleh para pihak;48
47Ibid., h. 135
48Salim H.S,Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar Grafika,
2006), Cet-4, h. 156-157
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
53/109
BAB III
TINJAUAN UMUM
BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DAN
BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)
A. Badan Arbitrasee Syariah Nasional (BASYARNAS)
1. Sejarah Berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Di Indonesia lembaga arbitrase telah didirikan pada tanggal 3 Desember
1977 dengan nama Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Prakarsa
pendirian BANI disponsori oleh Kamar Dagang dan Industri (KADIN).49
Seiring
dengan kehadiran Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) yang merupakan
konfirmasi dari eksistensi atau legitimasi terhadap badan arbitrase di Indonesia,
maka hadir pulalah Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) yang
merupakan salah satu wujud dari arbitrase syariah yang pertama kali didirikan di
Indonesia.
Sejarah berdirinya Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
bermula dari Badan Arbitrase Muamalah Indonesia, yang pendiriannya
diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pada tanggal 5 jumadil awal
1414 H, bertepatan dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase
Muamalah Indonesia (BAMUI) didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan
sesuai dengan Akta Notaris Yudo Paripurno, SH. Nomor 175 tanggal 21 oktober
49Suhrawardi K. Lubis, Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 184
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
54/109
1993. Didalam Akta pendirian Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI),
yang dimaksud dengan yayasan ini bernama: YAYASAN BADAN ARBITRASE
MUAMALAH INDONESIA disingkat BAMUI (pasal 1).50
Instansi ini merupakan badan pekerja yang berada di bawah naungan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) kelehirannya menyusul hadirnya Bank
Muamalah Indonesia sebagai bank syariah pertama, kemudian disusul dengan
Asuransi Syariah yaitu PT Syarikat Takaful Indonesia.
Proses awal berdirinya Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI),
dengan adanya pertemuan pertama dan kedua diruang rapat Majelis Ulama
Indonesia (MUI), masing-masing tanggal 22 April 1992 dan 2 Mei 1992.
Kemudian melalui surat keputusan Nomor 392/M.U.I/V/1992 memutuskan untuk
mengangkat kelompok kerja pembentukan Lembaga Arbitrase Islam. Kelompok
kerja dibagi menjadi dua bagian, yaitu nara sumber terdiri dari: Prof. K.H.Ali
Yafie; Prof K.H. Ibrahim, LML; H. Andi Lolo Tonang, S.H.; H. Hartono
Mardjono, S.H.; Jimly Asshiddiiqie, S.H., M.A; panitia teknis terdiri dari: Abdul
Rahman Saleh, S.H., (koordinator), dengan anggotanya, Dr. Herman Rajagukguk,
S.H.; LL.M; Hidayat Achyar, S.H.; Dr. Satria Efendi; M. Zein; Dr. Abdul Gani
Abdullah, S.H.; Yudo Paripurno, S.H.; Drs. H. Syaidu Syahar, S.H.; H.A Z. Umar
Purba, S.H.; dan Drs. K.H. Maruf Amin. Sebagai sekretaris adalah H.M. Isa
Anshary, M.A dan Drs Ahmada Dimyati.
50BAMUI, Salinan Aktia Pendirian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, (Jakarta: BAMUI,
1999), h. 15
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
55/109
Pada tanggal 29 Desember 1992 Tim Kerja Pembentukan Badan
Arbitrase melaporkan hasil kerjanya dan menjadi agenda keputusan TAKERNAS
MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) seluruh Indonesia tanggal 24-27
November 1992 di Jakarta. Keputusan tersebut berkaitan dengan Badan Arbitrase
Muamalat Indonesia (BAMUI), bahwa : Sehubungan dengan rencana pendirian
lembaga Arbitrase Syariah Rakernah menyarankan agar Majelis Ulama Indonesia
(MUI) segera merealisasikan pembentukannya. Sebagai realisasi dari keputusan
itu, maka pada tanggal 4 Januari 1993 Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengelurkan Surat Keputusan Nomor 08/M.U.I/I/1993 tentang panitia
persiapan peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).
Kemudian selama kurang lebih 10 tahun Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI) menjelaskan perannya dan dengan pertimbangan yang ada
bahwa anggota Pembina dan pengurus Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI) sudah banyak yang meniggal dunia, juga bentuk badan hukum yayasan
sebagai diatur dalam undang-undang No. 16 tahun 2001 tentang Yayasan tidak
sesuai dengan kedudukan BAMUI tersebut. Maka atas nama keputusan rapat
Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia No: Kep-09/M.U.I/XII/2003 tanggal
24 Desember 2003 nama Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) diubah
menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menjadi badan yang
berada di bawah MUI dan merupakan perangkat oraganisasi Majelis Ulama
Indonesia (MUI).51
51 Salinan Akta Pernyataan Keputusan Raapt Dewan Pimpinan MUI tentang Basyarnas No.
15, (Jakarta: BASYARNAS, 29 Januari 2004)
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
56/109
Kemudian Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sangat
diharapkan oleh umat Islam di Indonesia, bukan saja karena dilatar belakangi oleh
kesadaran dan kepentingan umat untuk melaksanakan syariat Islam melainkan
menjadi suatu kebutuhan riil adanya praktek perdata secara perdamaian dengan
perkembangan kehidupan ekonomi dan keuangan di kalangan umat. Karena itu
tujuan di dirikan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai
badan permanent yang berfungsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya
sengketa muamalah yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri keuangan
jasa dan lain-lain di kalangan umat islam.
Menurut H.S. Prodjokusumo, Seketaris Umum Majelis Ulama MUI,
menyebutkan bahwa gagasan pembentukan Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) ini tidak terlepas dari kontek perkembangan kehidupan sosial
ekonomi umat Islam.52
Oleh karena itu sangat pentingnya keberadaan lembaga Arbitrase seperti
Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), karena hampir setiap Negara
mendirikan lembaga arbitrase untuk keperluan para pembisnis. Apalagi di zaman
era globalisasi ini, frekuensi bisnis sangat padat dan hampir tanpa ada pemisah
antar Negara. Dengan demikian, di kemudian hari pasti akan timbul permasalahan
bisnis antara para pihak. Hal ini untuk menghindari penyelesaian terlalu lama.
Penyelesaian perkara melalui badan Arbitrase dianggap lebih murah, cepat, dan
52Khirul Wasif, (ed),Arbitrase Islam di Indonesia, (Jakarta, BAMUI, 1994), cet, ke-1, h. 129
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
57/109
dapat menjaga kredibilitas perusahaan. Itulah alasannya, mengapa di setiap
Negara didirikan badan arbitrase dan keberadaannya sangat dibutuhkan.
Terdapat sejumlah alasan, para pembisnis memilih penyelesaian sengketa
ke badan arbitrase daripada ke lembaga pengadilan, antara lain di kemukakan
oleh Roedijono,53
bahwa daya tarik relatif arbitrase adalah refleksi dari
kelemahan-kelemahan litigasi. Prosesnya bilamana secara tepat dilaksanakan,
menjanjikan party autonomy yang maksimal, campur tangan yang minimal dari
pengadilan dan berkaitan dengan arbitrase internasional, pengakuan dan
pelaksanaan putusan peradilan wasit, jadi arbitrase memberikan beberapa
keunggulan; pemilihan arbiter oleh para pihak (pemilih ahli yang diinginkan),
keterbatasan upaya hukum atas putusan arbiter, kerahasiaan, kenyamanan para
pihak, prosedur yang tidak formal dan eksekusi putusan arbiter sebagai vonis.
Dalam melaksanakan tugasnya Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) adalah beban (otonom) dan tidak boleh dicampuri oleh
kekuasaan lain.
2. Fungsi dan Tujuan Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS)
Setiap lembaga atau badan pasti mempunyai tujuan yang hendak
dicapainya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Dengan tujuan tersebut maka
suatu lembaga atau badan dapat memperkirakan mutu didirikannya badan atau
53 Roedijono, Alternative Dispute Resolution (ADR) (Pilihan Penyelesaian Sengketa),
(Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 1996), h. 5-5.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
58/109
lembaga tersebut. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) mempunyai
visi dan misi yaitu sebagai berikut:
Penyelesaian sengketa-sengketa keperdataan (khususnya) yang ditangani
oleh Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) diputuskan secara final
dengan prinsip perdamaian.
Dengan prinsip perdamaian, menurut A. Wasil Aulawi terdaapt nilai-nilai
dan juga konstruktif yaitu:54
1. Kedua belah pihak menyadari sepenuh perlunya penyelesaian sengketa yang
terhormat dan bertanggung jawab.
2. Secara suka rela mereka menyerahkan penyelesaian sengketa itu kepada orang
atau lembaga yang disetujui dan dipercayai.
3. Secara suka rela mereka akan menyelesaikan putusan dari arbiter sebagai
konsekuensi atas kesepakatan mereka mengangkat arbiter
4. Kesepakatan mengandung janji dan janji itu harus disepakati
5. Mereka menghargai hak orang lain itu adalah lawannya.
6. Mereka tidak ingin meresa benar sendiri dan mengabaikan kebenaran yang
mungkin ada pada orang lain
7. Mereka memiliki kesadaran hukum dan sekaligus kesadaran bernegara atau
bermasyarakat sehingga dapat dihindari tindakan main hakim sendiri
54 Badan Arbitrase Syariah dan Perannya dalam Mendukung Pengembangan Lembaga
Keuangan Syariah, (Jakarta: BASYARNAS, 2004), h. 16
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
59/109
8. Sesungguhnya pelaksanaan tahkimatau arbitrase itu di dalamnya mengandung
makna musyawarah dan perdamaian.
Di samping itu tujuan utama pendirian Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) adalah sebagai berikut:55
1. Memberikan penyelesaian yang adil dan cepat dalam sengketa-sengketa
muamalah/perdata yang timbul dalam perdagangan industri, keuangan, jasa
dan lain-lain
2. Memenuhi permintaan yang di ajukan oleh para pihak dalam suatu perjanjian,
tanpa adanya suatu sengketa untuk memberikan pendapat yang mengikat
mengenai persoalan yang berkenaan dengan perjanjian tersebut.
3. Struktur Organisasi
Penasehat 1. Dr. K.H. Sahal Mahfudh
2. Prof. K.H. Ali Yafie
3. Prof. Dr. H. Said Agil Husein Munawar, M.A.
4. Prof. H. Bismar Siregar, S.H.
5. Prof. Dr. H. Bustanul Arifin, S.H.
6. Prof. Dr. H.M. Tahir Azhary, S.H.
7. Prof. Dr. Umar Shihab
8. Prof. Dr. H. Asmuni Abdurrahman
9. KH. Kholid Fatlulluah, S.H.
55BASYARNAS,Arbitrase Syariah Di Indonesia, (Jakarta: Basyarnas, 2006) h.45
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
60/109
10. KH. Ma'ruf Amin
11. Prof. Dr. H.M. Quraish Shihab
12. Prof. Dr. H. Abdul Gani Abdullah, S.H.
13. Prof. Dr. H.M. Din Syamsuddin
Ketua : H. Yudo Paripurno, S.H.
Wakil Ketua : H. Abdul Rahman Saleh, S.H. MH.
Wakil Ketua : H. Hidayat Ahyar, S.H.
Wakil Ketua : Hj. Fatimah Ahyar, SH.
Sekretaris : H. Acmad Djauhari, SH. MH.
Wakil Sekretaris : Drs. Anwar Sanusi Adiwijaya, SH. MM.
Wakil Sekretaris : Drs. H. Ahmad Dimyati
Bendahara : Dr. Ir. H. Riyanto Sofyan
Wakil Bendahara : Drs. H. Mochtar Luthfi, SH.
Wakil Bendahara : Dra. Euis Nurhasanah
Anggota : Prof. Dr. Erman Rajagukguk, SH, LLM
H.A. Zen Umar Purba, SH, LLM
Tgk. H. Ir. Ibrahim Arief, SH, M.Agr.
H.M. Isa Anshar, MA.
Dra. Hj. Siti Ma'rifat, SH. MM.
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
61/109
Niniek Rustinawati, SH.
H.M. Saeful Rahman, SH
Mohammad Nur, SH
B. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
1. Sejarah Berdirinya Badan Mediasi Asuransi Indonesia
Badan Mediasi Asuransi Indonesia adalah lembaga independen dan
imparsial yang memberikan pelayanan untuk penyelesaian sengketa klaim
(tuntutan ganti rugi atau manfaat) asuransi antara Perusahaan Asuransi dengan
Tertanggung atau pemegang polis.56
Pendirian Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) digagas oleh
industri asuransi dan semua Asosiasi Perusahaan Perasuransian Indonesia
(FAPI) yaitu Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi
Jiwa Indonesia (AAJI), dan Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia
(AAJSI), serta didukung oleh pemerintah. Tujuan pendirian Badan Mediasi
Asuransi Indonesia (BMAI) adalah untuk memberikan pelayanan yang lebih
profesional dan transparan yang berbasis pada kepuasan dan perlindungan
serta penegakan hak-hak tertanggung atau pemegang polis. Badan Mediasi
Asuransi Indonesia (BMAI) secara resmi didirikan pada tanggal 12 Mei 2006
dan mulai beroperasi pada tanggal 25 September 2006.57
56BMAI, Peraturan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, (Jakarta: BMAI, 2006), h. 64
57Ibid.,
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
62/109
Adapun Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) ini beroperasi
berdasarkan Surat Keputusan Bersama: MENTERI KOORDINATOR
BIDANG PEREKONOMIAN ( Nomor: KEP-45/M.EKON/07/2006),
GUBERNUR BANK INDONESIA (Nomor: 8/50/KEP.GBI/2006),
MENTERI KEUANGAN (Nomor: 357/KMK.012/2006), dan MENTERI
NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA (Nomor: KEP-
75/MBU/2006) TENTANG : PAKET KEBIJAKAN SEKTOR KEUANGAN,
dan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 Juli 2006.58
2. Fungsi dan Tujuan Badan Mediasi Asuransi Indonesia
Setiap Lembaga atau Badan pasti mempunyai Fungsi dan Tujuan.
Begitu juga dengan Badan Mediasi Asuransi Indonesia yang mempunyai
Fungsi akan selalu bertindak independen dalam memberikan pelayanan dan
sebagai media yang tidak memihak (imparsial) dan penengah perselisihan dan
tidak akan bertindak sebagai penasihat hukum baik bagi Anggota, Pemohon
atau pihak-pihak lainnya yang mengajukan sengketa kepadanya.
Sedangkan tujuan dari Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI)
yaitu untuk memberikan pelayanan yang lebih profesional dan transparan
yang berbasis pada kepuasan dan perlindungan serta penegakan hak-hak
tertanggung atau pemegang polis.
58BMAI, Peraturan Badan Mediasi Asuransi Indonesia, h. 64
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
63/109
3. Struktur Organisasi Badan Mediasi Asuransi Indonesia59
59 http: // www.bmai.or.idpada tanggal 01 Juli 2008
KETUA
Frans Lamury
SEKRETARIS
Ketut Sendra
BENDAHARA
Firdaus Anwar
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
64/109
BAB IV
PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI MENURUT PERSPEKTIF
BADAN ARBITRASE SYARIAH NASIONAL (BASYARNAS) DAN
BADAN MEDIASI ASURANSI INDONESIA (BMAI)
Sengketa Asuransi
Di dalam kamus bahasa Indonesia istilah sengketa adalah sesuatu yang
menyebabkan perbedaan pendapat atau pertengkaran.60
Dalam bidang usaha
asuransi perbedaan pendapat terjadi disini adalah antara penanggung dan
tertanggung yang disebabkan adanya ketimpangan yang diharapkan,
kemungkinan itu adalah berupa tejadinya hal yang tidak diinginkan. Oleh
karenanya bentuk sengketa beraneka ragam dan keanekaragamannya menentukan
inti permasalahan sekian banyak liku-liku, akan tetapi pada akhirnya intinya akan
muncuk ke permukaan. Berbagai faktor individual maupun pengaruh lingkungan
dapat menguasai para pihak yang bersengketa melalui pertentangan tertentu yang
kadang-kadang tidak dapat diselesaikan dalam waktu singkat.61
Oleh karena itu paling efektif kalau dapat diselesaikan dengan putusan
yang final dan mengikat melalui arbitrase, mediasi, atau alternatif penyelesaian
sengketa tertentu. Dengan demikian sengketa tersebut dapat diputuskan, atau
60Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. Ke-10, h.914.
61 H. Priyatna Abdurrasyid, Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: PT Fikahati
Aneka, 2002), Cet. Ke-1, h.1
7/24/2019 Digital 84853 Fitriyah FSH
65/109
setidak-tidaknya diklarifikasi atau mempersempit persoalan melalui mekanisme
alternatif penyelesaian sengketa yang tepat. Beberapa bentuk sengketa dapat saja
diselesaikan dengan melakukan negosiasi langsung oleh para pihak tanpa perlu
bantuan pihak ketiga atau diselesaikan secara intern.
Permasalahan yang terkadang menimbulkan sengketa antar
top related