DAFTAR ISI - Toolkit KPBUmanage.toolkitkpbu.com/Upload/pdf/Toolkit SP Bandara.pdfstudi pendahuluan (infrastruktur bandara) - i daftar isi pengantar 1 dasar hukum 2 maksud dan tujuan
Post on 01-Mar-2021
10 Views
Preview:
Transcript
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - i
DAFTAR ISI PENGANTAR
1 DASAR HUKUM
2 MAKSUD DAN TUJUAN
2 PENERIMA MANFAAT
3 RUANG LINGKUP DAN BATASAN
3 TUJUAN STUDI PENDAHULUAN
3 MUATAN STUDI PENDAHULUAN
3 KAJIAN DALAM STUDI PENDAHULUAN
6 LATAR BELAKANG
KAJIAN KEBUTUHAN
6 DASAR PEMIKIRAN TEKNIS
7 DASAR PEMIKIRAN EKONOMIS
7 DUKUNGAN PEMANGKU KEPENTINGAN
KAJIAN KEPATUHAN
10 KAJIAN PERATURAN PERUNDANGAN
12 KAJIAN PENENTUAN PJPK
14 KAJIAN KESESUAIAN RENCANA PEMBANGUNAN
15 KAJIAN KESESUAIAN TATA RUANG
15 KETERKAITAN ANTAR SEKTOR DAN WILAYAH
KAJIAN NILAI MANFAAT UANG
16 KAJIAN MANFAAT KPBU
16 KAJIAN VfM KUALITATIF
KAJIAN POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
18 KEMAMPUAN PENGGUNA MEMBAYAR
18 KEMAMPUAN FISKAL PEMERINTAH PUSAT
18 KEMAMPUAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH
20 POTENSI PENDAPATAN
20 DUKUNGAN PEMERINTAH
24 KAJIAN KEBUTUHAN JAMINAN PEMERINTAH
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - ii
REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
25 REKOMENDASI
25 TINDAK LANJUT
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 1
PENGANTAR Toolkit Penyusunan Studi Pendahuluan Infrastruktur Bandara ini diinisiasi oleh Direktorat
Kerjasama Pemerintah Swasta dan Rancang Bangun BAPPENAS pada tahun 2018. Penyusunan
toolkit ini dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan pedoman bagi para pemangku
kepentingan terkait dengan suatu Proyek KPBU agar dapat memudahkan bagi para pemangku
kepentingan terkait tersebut dalam menyusun Studi Pendahuluan yang benar, sejalan dan
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
DASAR HUKUM Dasar hukum penyusunan Studi Pendahuluan adalah:
1. Peraturan Presiden No. 38 tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.
Pada Pasal 22 ayat (1) dinyatakan bahwa pengadaan Infrastruktur yang akan
dikerjasamakan dengan Badan Usaha harus disertai dengan studi pendahuluan.
Studi Pendahuluan sebagaimana dimaksud pada ayat tersebut harus memuat paling
kurang:
rencana bentuk KPBU;
rencana skema pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan
rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses, dan cara
penilaian.
Pada Pasal 24 dinyatakan bahwa berdasarkan hasil Studi Pendahuluan dan konsultasi
publik, maka Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan daftar usulan
rencana KPBU.
2. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional No. 4 tahun 2015 tentang Tata
Cara Pelaksanaan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur.
Pada Pasal 1 point 19 disampaikan bahwa Studi Pendahuluan adalah kajian awal yang
dilakukan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Direksi Badan Usaha Milik
Negara/direksi Badan Usaha Milik Daerah untuk memberikan gambaran mengenai
perlunya penyediaan suatu Infrastruktur tertentu serta manfaatnya, apabila
dikerjasamakan dengan Badan Usaha Pelaksana melalui KPBU.
Pada Pasal 6 diuraikan bahwa Studi Pendahuluan harus telah menetapkan
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang bertindak sebagai PJPK.
Pada Pasal 14 ayat (3), dinyatakan bahwa berdasarkan hasil Studi Pendahuluan dan
Konsultasi Publik, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan memutuskan lanjut
atau tidak lanjut suatu rencana Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme KPBU.
Dalam Lampiran Bab II Point D, Kementerian/Lembaga/Daerah/BUMN/BUMD
menganggarkan dana untuk kegiatan perencanaan dengan mempertimbangkan
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 2
sekurang-kurangnya penganggaran untuk kegiatan antara lain penyusunan Studi
Pendahuluan dan pelaksanaan Konsultasi Publik.
Sementara pada Lampiran Bab II Poin H nomor 3, diuraikan bahwa Studi Pendahuluan
merupakan dokumen yang harus dimiliki sebelum suatu rencana proyek diusulkan
sebagai suatu proyek KPBU.
Gambar 1. Posisi Studi Pendahuluan dalam Tahap Perencanaan KPBU
MAKSUD DAN TUJUAN Maksud dan tujuan penyiapan Toolkit Penyusunan Studi Pendahuluan Infrastruktur Bandara ini
adalah:
1. Mempermudah para pemangku kepentingan dalam pemahaman dan penyiapan Studi
Pendahuluan untuk suatu Proyek KPBU di sektor infrastruktur Bandara sesuai dengan
Peraturan Menteri PPN No. 4 Tahun 2015.
2. Memperjelas penyusun Studi Pendahuluan dalam menentukan tingkat kedalaman
kajian yang diperlukan dalam penyusunan Studi Pendahuluan
PENERIMA MANFAAT Penerima manfaat dari Toolkit Penyusunan Studi Pendahuluan Proyek KPBU Pengembangan
Bandara ini adalah:
1) Kementerian/lembaga/pemerintah daerah
2) Badan usaha pemrakarsa
3) Calon Badan Usaha Pelaksana/calon investor
4) Calon badan usaha penyiapan
5) Pemangku kepentingan lainnya
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 3
RUANG LINGKUP DAN BATASAN Ruang lingkup dan batasan dari Toolkit Penyusunan Studi Pendahuluan Proyek KPBU Infrastruktur
Bandara ini adalah sebagai berikut:
1. Batasan toolkit infrastruktur kebandaraan ini meliputi seluruh aspek pembangunan dan
pengelolaan bandar udara umum, yaitu bandar udara yang digunakan untuk melayani
kepentingan umum;
2. Format dan isi Studi Pendahuluan akan mengacu pada Permen PPN No. 4 tahun 2015;
3. Toolkit hanya akan memberikan arahan dan panduan terkait hal-hal yang harus dikaji
dalam Studi Pendahuluan serta juga kedalam kajian yang perlu dilakukan.
TUJUAN STUDI PENDAHULUAN Studi Pendahuluan merupakan dokumen yang harus disiapkan ada tahap perencanaan suatu
proyek KPBU. Tujuan dari penyusunan Studi Pendahuluan ini adalah:
1. Menetapkan Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK)
2. Mengidentifikasi penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan melalui skema
KPBU sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
3. Memberikan rekomendasi bagi PJPK untuk memutuskan lanjut atau tidak lanjut rencana
Penyediaan Infrastruktur melalui mekanisme KPBU.
MUATAN STUDI PENDAHULUAN Studi Pendahuluan harus memuat paling kurang:
1. rencana bentuk KPBU;
2. rencana skema pembiayaan KPBU dan sumber dananya; dan
3. rencana penawaran KPBU yang mencakup jadwal, proses, dan cara penilaian.
KAJIAN DALAM STUDI PENDAHULUAN Kajian yang perlu dilakukan dalam penyusunan Studi Pendahuluan meliputi:
1. analisis kebutuhan (need analysis);
2. kriteria kepatuhan (compliance criteria);
3. kriteria faktor penentu Nilai Manfaat Uang (Value for Money) partisipasi badan usaha;
4. analisa potensi pendapatan dan skema pembiayaan proyek; dan
5. rekomendasi dan rencana tindak lanjut.
Secara lebih detail, isi masing-masing kajian akan diulas pada bab-bab selanjutnya.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 4
Dalam penyusunan laporan Studi Pendahuluan, sistematika pembahasannya adalah sebagai
berikut:
BAB 1 : LATAR BELAKANG
BAB 2 : KAJIAN KEBUTUHAN
BAB 3 : KAJIAN KEPATUHAN
BAB 4 : KAJIAN NILAI MANFAAT UANG
BAB 5 : KAJIAN POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
BAB 6 : REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 5
LATAR BELAKANG Bab Latar Belakang ini merupakan bagian pertama dari Studi Pendahuluan yang ditujukan
untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi-kondisi yang menyebabkan perlunya
ada pengembangan atau pengelolaan Bandara melalui skema KPBU.
Panduan pembahasan bagian Latar Belakang tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Sistem layanan infrastruktur bandar udara secara umum;
2. Tipe Bandar Udara sesuai dengan jenis dan kapasitas layanannya
3. Kegiatan pengusahaan bandar udara yang akan dilaksanakan melalui KPBU, dapat
terdiri atas bagian atau keseluruhan dari rincian berikut ini:
a. pelayanan jasa kebandarudaraan; dan
b. pelayanan jasa terkait bandar udara.
4. Kondisi pembiayaan infrastruktur bandar udara, dan layanan bandar udara secara
umum, maupun objek kerja sama berupa layanan pengusahaan bandar udara yang
akan dikembangterapkan melalui KPBU yang dimaksud, dilengkapi dengan kondisi
kemampuan penganggaran oleh Pemerintah (dan / atau Pemerintah Daerah), atau
pihak yang menawarkan kerja sama;
5. Kondisi umum penerbangan dan layanan bandar udara di wilayah perencanaan, bila
objek kerja sama merupakan bagian dari layanan pengusahaan bandara, maka
dijelaskan kondisi yang ada serta alasan peningkatan atau penambahan yang
diperlukan.
6. Potensi dan kendala pengembangan dan pembiayaan Bandar Udara dan/atau bagian
dari pengusahaan bandara;
7. Uraian kebutuhan pembiayaan inovatif dan alternatif untuk pengembangan Bandar
Udara;
8. Kesimpulan diperlukannya penerapan skema KPBU dalam pembiayaan proyek
kerjasama yang direncanakan.
9. Ruang lingkup infrastruktur yang akan dikerjasamakan
Panduan pembahasan diatas dapat dimodifikasi namun benang merah yang perlu diuraikan
adalah perlunya skema KPBU dalam pembiayaan proyek KPBU yang direncanakan.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 6
KAJIAN KEBUTUHAN Tujuan dari Kajian Kebutuhan adalah untuk menguraikan dan memastikan adanya kebutuhan
pengembangan dan/atau pengelolaan Bandara secara berkelanjutan. Beberapa hal yang
perlu disimpulkan dalam Kajian Kebutuhan adalah:
1. kepastian KPBU memiliki dasar pemikiran teknis dan ekonomi berdasarkan analisis data
sekunder yang tersedia;
Pada bagian ini disampaikan analisis secara teknis mengenai kebutuhan pembangunan
dan/atau pengembangan bandara seperti misalnya sudah tidak memadainya
kapasitas bandara untuk menampung penumpang, kondisi/kualitas bandara yang
perlu ditingkatkan, fasilitas pendukung bandara yang sudah tidak memadai, dan
sebagainya.
Analisis dasar terhadap alasan ekonomi mengapa perlu pembangunan dan/atau
pengembangan bandara, seperti misalnya sudah tidak efisiennya pelayanan yang bisa
diberikan.
2. kepastian KPBU mempunyai permintaan yang berkelanjutan dan diukur dari
ketidakcukupan pelayanan, baik secara kuantitas maupun kualitas, berdasarkan analisis
data sekunder yang tersedia;
Pada bagian ini dijelaskan mengenai adanya kebutuhan pembangunan dan/atau
pengembangan bandara seperti misalnya karena perkembangan jumlah penumpang
dari tahun ke tahun, kapasitas dan kualitas bandara yang ada saat ini, semakin
tingginya kebutuhan peningkatan layanan kebandaraan, dan sebagainya.
3. kepastian KPBU mendapat dukungan dari pemangku kepentingan yang berkaitan,
salah satunya melalui Konsultasi Publik.
Pada bagian ini dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah ataupun pusat telah mendukung
pembangunan/pengembangan bandara dilihat dari adanya perencanaan, adanya
keputusan/kebijakan yang mendukung, adanya minat dari pihak badan usaha untuk
terlibat, dan sebagainya.
Sistematika pembahasan dan panduan isi dari masing-masing pembahasan diuraikan di bawah
ini.
DASAR PEMIKIRAN TEKNIS Beberapa hal yang yang dapat diuraikan dalam Dasar Pemikiran Teknis ini adalah sebagai
berikut:
Gambaran Umum Perkembangan Angkutan Udara Menceritakan kondisi layanan angkutan udara yang ada saat ini secara keseluruhan.
Gambaran umum ini juga meliputi dampak yang dihasilkan oleh perkembangan ekonomi
global, pertumbuhan permintaan layanan angkutan udara, dampak perubahan peraturan dan
hal-hal lain yang secara langsung/tidak langsung mempengaruhi layanan angkutan udara.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 7
Gambaran Umum Bandara Eksisting Objek KPBU Bandar udara dapat berupa pembangunan bandar udara yang sama sekali baru
(greenfield), atau pengembangan bandar udara yang ada (pada sisi parasarana dan sarana
udara dan pada sisi darat, atau salah satunya saja (brownfield), sesuai kebutuhan dan
keadaan setempat. Pada kasus brownfield, pada bagian ini dapat diuraikan lokasi, batas
wilayah, status kepemilikan lahan/aset, pengelola bandara, klasifikasi bandara, peran bandara
bagi wilayah, aksesibilitas yang ada, fasilitas yang ada saat ini baik itu fasilitas utama maupun
fasilitas penunjang, volume lalu lintas udara secara historikal dan informasi lain yang berkaitan.
Kajian kondisi eksisting untuk greenfield, perlu disampaikan indikator yang menunjukkan
ambang batas diperlukan pembangunan bandar udara, baik juga diperhatikan perubahan
pada pola perjalanan akibat tersedia bandar udara baru. Dengan kata lain, perlu dicermati
bahwa pembangunan bandar udara yang bariu berpotensi mengurangi jumlah penumpang
dari bandar udara yang ada akibat perubahan pola perjalanan penumpang/pengiriman
barang/kargo.
1. Kondisi Pelayanan Bandara
Pada kasus brownfield, bagian ini perlu dijelaskan kinerja pelayanan Bandara saat ini,
seperti misalnya jumlah penumpang, maskapai penerbangan yang beroperasi, rute-rute
penerbangan, fasilitas yang tersedia (fasilitas sisi udara, fasilitas sisi darat, fasilitas navigasi
penerbangan, fasilitas alat bantu pendaratan, fasilitas komunikasi penerbangan, serta
fasilitas penunjang dan utilitas).
Pada bagian ini juga perlu disimpulkan bagaimana kebutuhan layanan pengusahaan
bandara (secara utuh maupun hanya bagian dari layanan pengusahaan bandara) dapat
dipenuhi melalui konsep layanan pengusahaan bandara yang memadai.
Pada kasus greenfield, dapat disampaikan indikator yang berkorelasi positif dengan
keberadaan bandara (dari setiap klasifikasi bandara) untuk memberikan kesimpulan kelas
bandara yang dibutuhkan di wilayah tersebut.
2. Kebutuhan Pengembangan Pelayanan Bandara
Berdasarkan kondisi pelayanan diatas, diuraikan dan disimpulkan secara umum kebutuhan
pengembangan pelayanan Bandara (sebagian atau penambahan fasilitas, maupun
bandara baru sesuai kebutuhan, peran dan fungsi bandara di wilayah tersebut.
3. Garis Besar Rencana Pengembangan Bandara
Menguraikan secara skematis rencana proyek pengembangan bandara berdasarkan
kebutuhan yang diuraikan sebelumnya dalam rangka mencapai target atau sasaran yang
dituju.
DASAR PEMIKIRAN EKONOMIS Tujuan dari kajian pemikiran ekonomis ini untuk melihat nilai ekonomi proyek pengembangan
bandara tersebut jika dilaksanakan.
Beberapa hal yang perlu dikaji (berdasarkan data sekunder) adalah diantaranya:
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 8
1. Manfaat ekonomi apa saja yang bisa didapatkan masyarakat dari proyek ini. Seperti
misalnya adalah adanya potensi lapangan kerja, penghematan waktu tempuh
penumpang, peningkatan produktivitas, peningkatan nilai properti, dan sebagainya.
2. Manfaat sosial apa saja yang bisa didapatkan masyarakat dari proyek ini. Seperti
misalnya kenyamanan penumpang, peningkatan kredibilitas daerah, aktivitas calon
penumpang saat waktu tunggu, dan sebagainya.
Kajian dasar pemikiran ekonomis ini dilakukan lebih secara kualitatif daripada kuantitatif dan
dilakukan berdasarkan data-data sekunder atau kajian literatur.
DUKUNGAN PEMANGKU KEPENTINGAN Kajian dukungan pemangku kepentingan ini dilakukan untuk memastikan bahwa proyek
pengembangan Bandara yang direncanakan telah mendapatkan dukungan oleh berbagai
pihak yang diperkirakan akan terlibat atau terdampak dari proyek tersebut. Beberapa hal yang
perlu dikaji atau diuraikan diantaranya meliputi:
1. Pemrakarsa proyek pengembangan bandara bisa dari swasta (unsolicited), atau
pemerintah / pemerintah daerah (Solicited). Pada bagian ini diutarakan pemrakarsa
proyek pengembangan bandara tersebut, berikut alasan pemrakarsa ingin
melaksanakan proyek pengembangan bandara ini dan dukungan apa yang dapat
diberikan untuk kelancaran proyek ini;
2. Uraian tentang para pemangku kepentingan yang terkait, seperti misalnya pengelola
bandara saat ini, institusi yang diarahkan menjadi PJPK dan sebagainya. Hal ini dapat
diperoleh dari kegiatan konsultasi publik dengan para pemangku kepentingan terkait
tersebut.
Pemangku Kepentingan Bandar Udara adalah semua pihak yang terkait dengan
keberadaan dan pengoperasian bandar udara, berdasarkan perannya dapat ditelusuri
sebagai berikut:
a. Regulator/Penetapan Standar : 1) Kementerian Perhubungan; 2) Pemerintah
Daerah; 3)Asosiasi yang ikut menentukan standar terkait kebandarudaraan dan
pengoperasiannya; 4) Bappenas; 5) Kemenkeu; 6) LKPP; dan lain-lain;
b. Pengembang Bandara: 1) Kementerian Perhubungan; 2) Pemerintah Daerah; 3)
Penyelenggara Bandar Udara: a)Unit Pengelola bandar udara (UPBU),
penyelenggara yang bukan badan usaha, dan b) Badan Usaha bandar Udara
(BUBU);
c. Pengelola bandar Udara : 1)Unit Pengelola bandar udara (bukan badan usaha),
dan 2) Badan Usaha bandar Udara (seperti Angkasa Pura 1 dan Angkasa Pura 2,
maupun Badan Usaha Bandar Udara yang baru, tidak sepenuhnya atau tidak ada
saham BUMN di dalamnya, sebagaimana Bandar Udara di Labuan Bajo - Nusa
Tenggara Timur);
d. LPPNPI atau AIRNAV Indonesia, lembaga terkait navigasi penerbangan;
e. Lembaga pemerintah di dalam penyelenggaraan bandara: 1) Bea Cukai; 2)
Keimigrasian; dan 3) Karantina (hewan dan tanaman);
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 9
f. Pengguna/Penerima Manfaat Jasa di Bandara: 1) Para pengusaha yang
melaksanakan usaha di Bandara; 2) pekerja dan asosiasi pekerja; 3) perusahaan
penerbangan dan asosiasi perusahaan penerbangan; 4) Jasa Ekspedisi dan
perusahaan kargo;
g. Pihak terkena dampak: 1) para tetangga di dalam pengaruh bandara; 2)
penggiat dan asosiasi /LSM peduli lingkungan di sekitar Bandara.
h. Lembaga Keuangan yang terkait dengan bandara;
i. Dan lain-lain.
Sehubungan dengan penentuan PJPK, perlu ditelusuri lebih dalam pada kewenangan
pihak-pihak pengembang bandar Udara sebagaimana diatur dalam Perpres No.
38/2015, Permen PPN No. 4/2015 serta Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 2012
tentang Pembangunan dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara. Dalam
memberikan persetujuan pembangunan dan pengembangan bandara, tentu di
samping Pengembang Bandar Udara, perlu didengar regulator dan pihak terkena
dampak.
3. Uraian tentang tanggapan masyarakat terhadap rencana pengembangan bandara
berdasarkan hasil konsultasi publik dengan masyarakat.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 10
KAJIAN KEPATUHAN Tujuan dari Kajian Kepatuhan adalah untuk menguraikan dan memastikan bahwa rencana
proyek pengembangan Bandara ini sesuai dengan peraturan dan juga perencanaan di sektor
pengembangan wilayah.
Beberapa hal yang perlu dipastikan dalam Bab ini adalah:
1. kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam
penentuan PJPK;
2. kesesuaian rencana proyek dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional/Daerah dan/atau Rencana Strategis Kementerian/Lembaga, Rencana Kerja
Pemerintah Daerah, rencana bisnis BUMN/BUMD;
3. kesesuaian lokasi KPBU dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (apabila diperlukan sesuai
kebutuhan pengembangan bandara yang akan dikerjasamakan); dan
4. keterkaitan antar sektor infrastruktur dan antar wilayah (apabila diperlukan sesuai
kebutuhan pengembangan bandara yang akan dikerjasamakan).
Sistematika pembahasan dan panduan isi dari masing-masing pembahasan diuraikan di bawah
ini.
KAJIAN PERATURAN PERUNDANGAN Beberapa kajian dan peraturan perundangan yang perlu dikaji meliputi:
1. Peraturan tentang KPBU (Perpres No. 38/2015 dan Permen PPN No. 4/2015)
Untuk memastikan bahwa infrastruktur yang akan dikerjasamakan termasuk dalam
infrastruktur sosial dan ekonomi yang dapat di-KPBU-kan.
2. Peraturan Menteri Perhubungan nomor 58 tahun 2018 tentang Tata Cara Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Transportasidi
Lingkungan Kementerian Perhubungan.
3. Peraturan tentang bandar udara dan angkutan udara
Untuk memastikan bahwa peraturan dan perundangan tentang angkutan udara
mendukung proyek pengembangan bandara melalui kerjasama dengan swasta/badan
usaha.
Kajian terhadap peraturan-peraturan yang terkait dengan penerbangan yang harus
dipenuhi dalam proyek KPBU, antara lain:
1) Undang-Undang nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, dengan poin-poin
sebagai berikut:
Pengklasifikasian bandar udara berdasarkan pemanfaatan yaitu sebagai
bandar udara umum dan bandar udara khusus.
Penggunaan bandar udara terdiri atas bandar udara internasional dan bandar
udara domestik.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 11
Berdasarkan hierarki bandar udara terdiri atas bandar udara pengumpul (hub)
dan bandar udara pengumpan (spoke).
Bandar udara pengumpul terdiri atas bandar udara pengumpul dengan skala
pelayanan primer, sekunder, dan tersier.
Bandar udara pengumpan merupakan bandar udara tujuan atau penunjang
dari bandar udara pengumpul dan merupakan salah satu prasarana penunjang
pelayanan kegiatan lokal.
Klasifikasi bandar udara terdiri atas beberapa kelas bandar udara yang
ditetapkan berdasarkan kapasitas pelayanan dan kegiatan operasional bandar
udara.
Memperhatikan Rencana induk nasional bandar udara yang merupakan
pedoman dalam penetapan lokasi, penyusunan rencana induk, pembangunan,
pengoperasian, dan pengembangan bandar udara.
2) Peraturan Pemerintah nomor 70 Tahun 2001 Tentang Kebandarudaraan;
3) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan
Penerbangan;
4) Peraturan Pemerintah no 40 tahun 2012 tentang Pembangunan dan Pelestarian
Lingkungan Hidup Bandar Udara
5) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 Tahun 2013 Tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional.
6) Peraturan Menteri Perhubungan No. 15 Tahun 2015 Tentang Konsesi dan Bentuk
Kerjasama Lainnya antara Pemerintah dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang
Kepelabuhanan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan No. 166 Tahun 2015. Poin-poin penting yang perlu dikaji berdasarkan
peraturan menteri ini adalah
Mekanisme identifikasi dan penetapan kegiatan pengusahaan di pelabuhan
berdasarkan kerjasama dengan badan usaha pelabuhan.
Mekanisme kerjasama pengusahaan di pelabuhan atas prakarsa badan usaha
pelabuhan (untuk unsolicited project)
Bentuk kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha pelabuhan di
bidang kepelabuhanan
Tatacara pemberian konsesi atau bentuk kerjasama lainnya
Pemutusan atau pengakhiran perjanjian konsesi dan bentuk kerjasama lainnya.
7) Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 11 Tahun 2010 Tentang Tatanan
Kebandarudaraan Nasional;
8) Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 48 Tahun 2002 Tentang
Penyelenggaraan Bandar Udara; dan
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 12
9) Peraturan Menteri Perhubungan No.187 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Perhubungan No. 56 Tahun 2015 tentang Kegiatan Pengusahaan
di Bandar Udara;
Berdasarkan PM No.187 Tahun 2015 yang salah satu isi peraturannya yaitu
melengkapi peraturan sebelumnya (PM No. 56 Tahun 2015), dijelaskan bahwa
“Badan Hukum Indonesia dapat menyelenggarakan salah satu atau beberapa
bagian dari Jasa Kebandarudaraan dibawah Badan Usaha Bandar Udara dan/atau
Unit Penyelenggara Bandar Udara setelah memperoleh izin pelayanan jasa
kebandarudaraan dari Menteri”. Izin pelayanan jasa kebandarudaraan ini tidak
akan menghilangkan hak penyelenggaraan bandar udara umum oleh BUBU atau
UPBU. Untuk bandar udara yang sudah dikomersialkan, pengusahaan pelayanan
jasa kebandarudaraan antara BUBU dengan pemegang izin jasa kebandarudaraan
dilakukan berdasarkan perjanjian. Sementara untuk bandar udara yang belum
komersialkan dilakukan dalam bentuk perjanjian konsesi dan Kerjasama Penyediaan
Infrastruktur (KSPI) atas Barang Milik Negara / Daerah.
Dengan demikian, untuk saat ini Badan Hukum Indonesia (tidak diwajibkan menjadi
BUBU) dapat melakukan jasa kebandarudaraan dengan syarat fundamental, yaitu
telah memperoleh izin pelayanan jasa kebandarudaraan dari Menteri Perhubungan
dan melakukan perjanjian kerjasama dengan BUBU di bandar udara tersebut (untuk
bandar udara komersial), atau melakukan perjanjian konsesi dan Kerjasama
Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara/Daerah untuk bandar udara yang
belum dikomersialkan.
4. Peraturan tentang lingkungan dan sosial
Untuk mengkaji secara umum dokumen lingkungan yang harus disiapkan untuk proyek
yang sedang direncanakan. Peraturan utama yang diacu adalah UU No. 32/2009, PP
No. 27/2012 dan Permen LH No. 17/2012. Apabila ada, dapat juga dikaji peraturan
terkait lingkungan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah.
KAJIAN PENENTUAN PJPK Dalam sub-bab ini dilakukan kajian terhadap berbagai peraturan yang mengatur tentang
institusi atau lembaga yang bisa menjadi PJPK dalam proyek pengembangan bandara.
Sejauh ini belum ada peraturan yang mengatur secara khusus PJPK untuk pengembangan
Bandara melalui skema KPBU, namun demikian dapat dikaji lebih mendalam dalam Perpres NO.
38/2015 dan Permen PPN No. 4/2015 serta Undang-undang tentang Penerbangan (UU No. 1
tahun 2009) terkait penyelenggaraan kebandarudaraan seperti misalnya kajian mengenai
Badan Usaha Bandar Udara (BUBU) ataupun Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) dan
lainnya.
Sedangkan berdasar pada Peraturan Pemerintah nomor 40 tahun 2012 tentang Pembangunan
dan Pelestarian Lingkungan Hidup Bandar Udara, diatur sebagai berikut:
Pasal 27
Pembangunan dan pengembangan Bandar Udara yang dapat didanai oleh pendanaan dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara terdiri atas:
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 13
a. Bandar Udara di daerah yang berada di wilayah terisolasi dan perbatasan Negara
Kesatuan Republik Indonesia;
b. Bandar Udara di daerah rawan bencana; dan
c. Bandar Udara yang belum diusahakan yang diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara
Bandar Udara Pemerintah.
Implikasi Pasal 27 :
Pendanaan APBN pada infrastruktur akan didaftar menjadi aset negara, dalam hal ini
mengindikasikan Kementerian Perhubungan dapat menjadi PJPK untuk infrastruktur : 1)
bandar udara di daerah terisolasi dan di perbatasan (greenfield); 2) Bandar udara di
daerah bencana (greenfield); 3) bandar udara yang belum diusahakan yang
diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara Bandar Udara Pemerintah (brownfield);
Pasal 28
(1) Untuk menunjang perkembangan daerah pembangunan dan pengembangan Bandar
Udara dapat didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah secara proporsional dan berdasarkan perjanjian
kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam pembangunan dan pengembangan Bandar Udara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
hanya dapat digunakan untuk fasilitas sisi udara.
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah dapat mengembangkan Bandar Udara yang diselenggarakan oleh
Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara yang berada
diwilayahnya berdasarkan perjanjian kerjasama sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit mengatur
tentang:
a. status aset;
b. biaya yang timbul setelah pembangunan; dan
c. pendapatan dari aset yang dibangun.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perjanjian kerjasama pengembangan Bandar Udara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Implikasi Pasal 28 dan Pasal 29:
Pendanaan APBN dan APBD untuk pembangunan dan pengembangan bandara
yang menunjang perkembangan daerah mengindikasikan Pemerintah daerah yang
bersangkutan dan Kementerian Perhubungan dapat menjadi PJPK bersama pada
bandara tersebut, dimana diperlukan penetapan koordinator PJPK dalam proses
penyelenggaraan KPBU.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 14
Pemerintah Daerah pada prinsipnya dapat menjadi PJPK pada Bandara di
wilayahnya yang masih diselenggarakan oleh Unit Penyelenggara bandar Udara,
atau Badan Usaha Bandar Usaha dengan memenuhi ketentuan pada ayat (2) dan
memperhatikkan Peraturan Menteri yang terkait.
Pasal 30
(1) Unit Penyelenggara Bandar Udara atau Badan Usaha Bandar Udara dapat melakukan
kerjasama dengan badan hukum Indonesia untuk pembangunan dan/atau
pengembangan Bandar Udara.
(2) Kerjasama pembangunan dan/atau pengembangan Bandar Udara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang akan mengubah status sebagai Pemrakarsa harus
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kerjasama pembangunan dan/atau pengembangan
Bandar Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Implikasi Pasal 30 :
Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) dan Badan Usaha Bandar Udara (BUBU)
dapat menjadi PJPK ketika melakukan pembangunan dan/atau pengembangan
bandar udara, dengan memperhatikan Peraturan Menteri yang terkait;
Terbuka peluang pengembangan KPBU unsolicited ketika calon mitra UPBU dan atau
BUBU yang mengambil inisiatif untuk menawarkan kerja sama /KPBU.
Dengan demikian, dalam lembaga yang dapat menjadi PJPK dalam KPBU Bandar Udara
adalah Kementerian Perhubungan, Pemerintah Daerah dan Unit Penyelenggara Bandar Udara,
dan Badan Usaha Bandar Udara, sesuai dengan yurisdiksinya sebagaimana tersebut di atas.
KAJIAN KESESUAIAN RENCANA PEMBANGUNAN Kajian kesesuai dengan rencana pembangunan ini dilakukan untuk memastikan bahwa proyek
pengembangan bandara yang akan dilaksanakan melalui skema KPBU telah sesuai dengan
rencana pembangunan daerah, khususnya rencana pengembangan angkutan udara.
Beberapa dokumen perencanaan yang perlu dikaji meliputi diantaranya:
1. RPJMN 2015-2019
Untuk memastikan bahwa proyek KPBU yang direncanakan sesuai dengan rencana
pengembangan terkait sektor angkutan, khususnya angkutan udara, di RPJMN dan
dapat memberikan kontribusi pada pencapaian target RPJMN.
2. RPJMD Kabupaten/Kota bersangkutan
Untuk memastikan bahwa proyek KPBU yang direncanakan sesuai dengan rencana
pengembangan terkait sektor angkutan udara di RPJMD Kabupaten/Kota tersebut dan
dapat memberikan kontribusi pada pencapaian target atau sasaran RPJMD.
3. Rencana Strategis Ditjen Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 15
Untuk memastikan bahwa rencana proyek pengembangan bandara tersebut menjadi
salah satu rencana strategis Ditjen Perhubungan Udara. Perlu dikaji juga kemungkinan-
kemungkinan pengembangan bandara melalui skema kerjasama dengan swasta/
badan usaha.
4. Rencana Strategis SKPD Terkait Angkutan Udara di Kabupaten/Kota
Untuk memastikan bahwa pengembangan bandara menjadi salah satu program
Pemerintah Daerah dan juga, bila ada, rencana Pemda di sektor angkutan udara.
Pada bagian sub-bab ini perlu disampaikan kesimpulan apakah rencana pengembangan
bandara sudah sesuai dengan rencana pembangunan atau belum, dan bila belum,
rekomendasi atau justifikasi apa yang bisa diberikan.
KAJIAN KESESUAIAN TATA RUANG Kajian kesesuaian tata ruang ini sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa dapat
dilakukan pengembangan atau pembangunan bandara di lokasi perencanaan. Kajian tata
ruang dilakukan secara berjenjang, mulai dari Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN),
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP), Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
(RTRWK).
Dalam kajian ini perlu dilihat apakah lokasi pengembangan bandara sesuai dengan
peruntukannya dan dimungkinkan untuk dikeluarkan ijin-ijin terkait seperti Izin Prinsip, Izin Lokasi,
Izin Mendirikan Bangunan, dan sebagainya.
Selain itu juga perlu dilakukan analisis terhadap perkiraan lamanya permohonan perijinan
untnuk dapat disesuaikan dengan rencana kerja atau timeline perencanaan, penyiapan dan
pelaksanaan KPBU.
KETERKAITAN ANTAR SEKTOR DAN WILAYAH Pada sub-bab ini perlu diuraikan kaitan pengembangan bandara dengan sektor infrastruktur
lainnya dan juga kaitan antar wilayah di sekitarnya. Beberapa hal yang perlu dikaji diantaranya
meliputi:
1. Rencana pengembangan infrastruktur lain di wilayah perencanaan yang akan
didukung/mendukung pengembangan Bandara (misalkan pengembangan pelabuhan,
jalan tol, penyediaan air minum perpipaan, kawasan wisata dan sebagainya);
2. Dampak terhadap infrastruktur lain atau wilayah apabila proyek pengembangan
bandara ini tidak dilaksanakan.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 16
KAJIAN NILAI MANFAAT UANG
Kajian Nilai Manfaat Uang (Value for Money/VfM) dalam Tahap Perencanaan KPBU dilakukan
secara kualitatif. Tujuan dari kajian VfM ini adalah untuk memastikan:
1. sektor swasta memiliki keunggulan dalam pelaksanaan KPBU termasuk dalam
pengelolaan risiko;
2. terjaminnya efektivitas, akuntabilitas dan pemerataan pelayanan publik dalam jangka
panjang;
3. alih pengetahuan dan teknologi; dan
4. terjaminnya persaingan sehat, transparansi, dan efisiensi dalam proses pengadaan.
Kajian VfM adalah membandingkan pengadaan barang/jasa tradisional dengan pengadaan
secara KPBU. Setelah keempat poin tersebut diperinci, kemudian dapat dielaborasikan dalam
membuat VfM kualitatif dan ditambahkan poin kualitatif yang spesifik untuk tiap sektor/proyek
dan lokasi.
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam bab ini adalah sebagai berikut
KAJIAN MANFAAT KPBU Dalam sub-bab ini diuraikan berbagai manfaat pelaksanaan proyek pengembangan bandara
melalui skema KPBU. Beberapa hal yang dapat diuraikan misalnya:
1. Alokasi APBN/APBD dapat digunakan untuk pengembangan infrastruktur lainnya
sehingga terjadi pemerataan pembangunan infrastruktur;
2. Sistem pelayanan bandara yang akan diterapkan, yang menunjukkan keunggulan
teknis yang ditawarkan;
3. Rencana alokasi dan pengelolaan risiko;
4. Kelebihan sistem pengadaan KPBU (efektivitas, akuntabilitas, persaingann sehat,
transparansi, efisiensi dan sebagainya);
5. Pengelolaan bandara oleh Badan Usaha dengan melibatkan UPBU/BUBU akan
memberikan alih pengetahuan.
KAJIAN VfM KUALITATIF Analisis nilai untuk uang ("VfM") dilakukan untuk menentukan kesesuaian pengadaan proyek
dengan menggunakan kerjasama dengan Badan Usaha. Jika sebuah proyek akan diajukan
sebagai proyek kerjasama dengan Badan Usaha, maka harus ditunjukkan bahwa kerjasama
akan memberikan VfM yang lebih baik daripada menggunakan metode pengadaan publik
melalui pemerintah.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 17
Nilai Manfaat Uang (VFM) merupakan selisih Net Present Value (NPV) PSC dengan NPV KPBU
(PPP Bid). Jika Nilai VFM adalah positif, maka proyek tersebut memberikan nilai manfaat.
Sebaliknya, jika VFM negatif, maka skema tersebut tidak dipilih.
Analisis VFM membandingkan pendekatan KPBU yang diusulkan dengan pendekatan
tradisional dengan menggunakan dana pemerintah (APBN/APBD). Perbandingan ini
memperhitungkan inovasi, desain, waktu dan biaya proyek untuk menentukan apakah
mentransfer risiko ke mitra swasta akan menghasilkan nilai agregat yang lebih tinggi bagi
pengguna infrastruktur.
Pada studi ini, analisis VFM hanya akan dilaksanakan secara kualitatif. Secara umum,
perbandingan, pokok (driver) perbandingan KPBU dan PSC adalah sebagai berikut.
Keunggulan kerjasama dengan Badan Usaha
Efektivitas, Akuntabilitas Dan Pemerataan Pelayanan publik
Alih Pengetahuan Dan Teknologi
Persaingan Sehat, Transparansi, Dan Efisiensi dalam proses pengadaan
Penyusunan analisis kualitatif ini bisa dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya studi
literatur, wawancara dengan pakar dan narasumber, kegiatan FGD, dan metodologi kualitatif
lainnya
Ringkasan berbagai aspek untuk membandingkan dua pendekatan pengadaan dan analisis
perbandingan nilai untuk setiap nilai tersebut secara spesifik untuk masing-masing sektor KPBU
yang dikerjasamakan, dapat dilihat – namun tidak terbatas – pada contoh dibawah ini.
Nilai
dibandingkan
Pengadaan
Publik KPBU Analisis
Kualitas
Pelayanan
√ √√ Perjanjian Kerjasama umumnya mengatur standar
pelayanan minimum yang telah ditentukan sebelumnya,
dimana kegagalan untuk mencapai SPM memiliki
konsekuensi. Oleh karena itu, pendekatan BU mengarah
pada kualitas pelayanan yang lebih baik.
Kepuasan
Pengguna
√ √√√ Karena layanan dan inovasi yang lebih baik, kualitas aset
dan kepuasan pengguna diharapkan juga lebih baik
dalam proyek kerjasama
Inovasi √ √√ Salah satu keunggulan pengadaan melalui kerjasama
badan usaha adalah inovasi. Badan usaha cenderung
lebih leluasa dalam berinovasi dibandingkan dengan
pengadaan publik sehingga diharapkan inovasi yang
diterapkan mampu menghasilkan output yang lebih baik
Fleksibilitas √√ √ Kerjasama dengan badan usaha cenderung lebih tidak
fleksibel jika dibandingkan dengan pengadaan publik.
Hal ini karena badan usaha terikat dengan kontrak jangka
panjang dan perubahnnya cenderung sulit dan lama.
Perubahan layanan akan lebih mudah terjadi pada
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 18
Nilai
dibandingkan
Pengadaan
Publik KPBU Analisis
pengadaan publik dengan penganggaran belanja pada
tahun berikutnya.
Ketepatan
Waktu
√ √√ Waktu yang dibutuhkan badan usaha cenderung lebih
singkat dibandingkan pengadaan publik. Hal ini
dimungkinkan dengan adanya keleluasaan dalam
pengunaan dana jika dibandingkan dengan penggunaan
dana oleh pemerintah.
Pemerataan
Pelayanan
publik
√ √√ Ruang fiskal yang diciptakan oleh Kerjasama akan
memungkinkan pemerintah untuk melaksanakan
pembangunan infrastruktur di tempat/sektor lain.
Total biaya
proyek
√ √√ Perjanjian kerjasama akan mengunci badan usaha dalam
kontrak jangka panjang yang mengatur output dan
pembayaran.
Hal ini tentu akan menekan kenungkinan terjadinya biaya
diluar perkiraan dan dalam jangka waktu panjang akan
menurunkan biaya proyek secara keseluruhan
Dari tabel di atas, kita melihat bahwa pendekatan pengadaan badan usaha berpotensi
memberikan nilai uang untuk para penggerak utama seperti (i) Kualitas Pelayanan, (ii)
Kepuasan Pengguna, (iii) Inovasi, dan (iv) Ketepatan Waktu dan (v) Total biaya proyek. Namun,
pendekatan pengadaan badan usaha tidak diharapkan dapat mendorong nilai di bidang kritis
seperti Fleksibilitas.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 19
KAJIAN POTENSI PENDAPATAN DAN SKEMA PEMBIAYAAN
Kajian potensi pendapatan dan skema pembiayaan ini ditujukan untuk mengetahui:
a. potensi pendapatan
b. kemampuan fiskal pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dalam
melaksanakan KPBU; dan
c. perkiraan bentuk dukungan pemerintah.
Sistematikan pembahasan Bab ini adalah seperti diuraikan di bawah ini.
KEMAMPUAN PENGGUNA MEMBAYAR Dalam Studi Pendahuluan, kemampuan pengguna untuk membayar dikaji melalui analisis data
dan informasi sekunder terkait yang tersedia, namun akan lebih baik apabila bisa dilaksanakan
melalui Survai Kebutuhan Nyata (Real Demand Survey/RDS).
Untuk proyek pengembangan bandara, kajian dilakukan terhadap berbagai tarif yang berlaku
saat penyusunan Studi Pendahuluan. Survey perlu dilakukan ke pengelola bandara yang akan
dikembangkan untuk mengetahui data nyata. Tarif yang berlaku ini meliputi diantaranya tarif
sewa parkir pesawat, tarif sewa ruang komersial, tarif parkir kendaraan, tarif kargo, sewa
property dan berbagai potensi pendapatan lainnya.
KEMAMPUAN FISKAL PEMERINTAH PUSAT Dalam sub-bab ini dilakukan kajian terhadap kemampuan fiskal Pemerintah dalam membiayai
pengembangan bandara. Kajian fiskal terutama dilakukan pada pembiayaan angkutan udara
oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan.
Kajian kemampuan fiskal ini sangat penting terutama jika pengembalian investasi yang
digunakan adalah availability payment (AP). Analisa ini penting dalam mengontrol kapasitas
fiskal dan kemampuan Pemerintah dalam membayar AP.
Perlu disampaikan trend pembiayaan Direktorat Bandara ( dan/atau Badan Usaha Bandara
dan/atau Unit Penyelenggara Badan Usaha selama setidaknya 3 (tiga) tahun terakhir, dengan
fokus pada pembiayaan Bandar Udara dan juga kendala serta potensi yang ada.
Dalam bagian terakhir sub-bab ini perlu diuraikan kesimpulan dan rekomendasi kemampuan
fiskal tersebut.
KEMAMPUAN FISKAL PEMERINTAH DAERAH Dalam sub-bab ini dilakukan kajian terhadap kemampuan fiskal Pemerintah Daerah dalam
membiayai pengembangan bandara. Kajian fiskal terutama dilakukan dengan melihat
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 20
historikal porsi pembiayaan di sektor angkutan udara oleh Pemerintah Daerah melalui Unit
Penyelenggara Bandar Udara atau badan lainnya.
Dalam kajian ini dillihat adanya potensi Pemerintah Daerah untuk melakukan investasi atau
pembayaran AP.
Ketentuan mengenai pembayaran AP untuk KPBU oleh pemerintah daerah mengacu pada
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 96 Tahun 2016 Tentang Pembayaran
Ketersediaan Layanan Dalam Rangka Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Badan Usaha
Dalam Penyediaan Infrastruktur Di Daerah.
Pada sub-bab ini dilakukan kajian terhadap rencana dan realisasi APBD selama setidaknya 3
(tiga) tahun terakhir.
Untuk analisis kemampuan fiskal dilakukan dengan mengacu pada Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Tentang Peta Kapasitas Fiskal Daerah yang dikeluarkan setiap
tahun oleh Kemenkeu.
Kapasitas Fiskal adalah gambaran dari kemampuan keuangan masing-masing daerah yang
dicerminkan melalui pendapatan daerah dikurangi dengan pendapatan yang
penggunaannya sudah ditentukan, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan dan belanja
pegawai.
Sesuai dengan PMK 119/2017, penghitungan Kapasitas Fiskal Daerah Provinsi didasarkan pada
formula sebagai berikut:
KFDi = [Pendapatan] [Pendapatan Earmarked + Belanja]
KFDi = [PAD + DBH + DAU + Otsus + Dais + TPG/Tamsil] - [DTK + PR TDP + DBH SDA TDP +
DBH CHT TDP + BBH + BBK + BB + BP]
Dimana:
KFD : Kapasitas Fiskal. Daerah
PAD : Pendapatan Asli Daerah
DBH : Dana Bagi Hasil
DAU : Dana Alokasi Umum
Otsus : Dana Otonomi Khusus
Dais : Dana Keistimewaan DIY
TPG/Tamsil : Tunjangan Penghasilan Guru/Tambahan Penghasilan
DTK : Dana Transfer Khusus
PR TDP : Pajak Rokok yang Telah Ditentukan Penggunaannya
DBHSDA TDP : DBH Sumber Daya Alam yang Telah Ditentukan Penggunaannya
DBHCHT TDP : DBH Cukai Hasil Tembakau yang Telah Ditentukan Penggunaannya
BBH : Belanja Bagi Hasil
BBK : BelanJa Bantuan Keuangan
BB : Belanja Bunga
BP : Belanja Pegawai
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 21
Sementara sesuai dengan PMK 119/2017, penghitungan Kapasitas Fiskal Daerah
Kabupaten/Kota didasarkan pada formula sebagai berikut:
KFDi = [Penerimaan Umum APBD] - [Penerimaan yang Telah Ditentukan
Penggunaannya + Belanja]
KFDi = [PAD + BBP + DBH + DAU + Otsus + TPG/Tamsil] - [DTK + PR TDP + DBHDR TDP +
DEB CBT TDP + BBH + BH DOB + DD + ADD + Otsus + EP + EE]
Dimana:
KFD : Kapasitas Fiskal Daerah
PAD : Pendapatan Asli Daerah
BHP : Bagi Hasil Provinsi
DBH : Dana Bagi Hasil
DAU : Dana Alokasi Umum
Otsus : Dana Otonomi Khusus
TPG/Tamsil : Tunjangan Penghasilan Guru/Tambahan Penghasilan
DTK : Dana Transfer Khusus
PR TDP : Pajak Rokok yang Telah Ditentukan Penggunaannya
DBHDR TDP : Dana Reboisasi yang Telah Ditentukan Penggunaannya
BBH : Belanja Bagi Hasil
BH DOB : Bagi Hasil untuk Daerah Otonom Baru
DD : Dana Desa
ADD : Alokasi Dana Desa
Otsus : Dana Otonomi Khusus
BP : Belanja Pegawai
BB : Belanja Bunga
Dalam bagian terakhir sub-bab ini perlu diuraikan kesimpulan dan rekomendasi kemampuan
fiskal pemerintah daerah tersebut.
POTENSI PENDAPATAN Dalam sub-bab ini dilakukan kajian terhadap berbagai potensi pendapatan yang bisa
didapatkan dalam kerjasama pengembangan bandara. Berbagai sewa fasilitas bendara
dapat diuraikan dalam sub-bab ini.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 22
DUKUNGAN PEMERINTAH Kajian dukungan pemerintah perlu dilakukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku.
Skema pengembalian investasi pada proyek pengembangan bandara perlu dikaji untuk
mengetahui apakah proyek ini memerlukan dukungan pemerintah dalam bentuk viability gap
funding/VGF, jaminan pemerintah dan/atau dukungan non-fiskal lainnya..
Kajian kebutuhan dukungan pemerintah ini dilakukan baik untuk dukungan finansial maupun
dukungan non-fiskal, seperti misalnya kebutuhan dukungan peraturan, perijinan, dan
sebagainya.
Dukungan dari Pemerintah diberikan dalam rangka membuat projek KPBU Sarana dan
Prasarana ASDP menjadi layak dan atau aman diselenggarakan. Pengertian proyek KPBU yang
layak dan aman mengandung arti: terdapat pihak swasta yang bersedia berinvestasi dan
menyediakan layanan dalam keadaan teknis, finansial, dan ekonomis yang layak; secara
finansial memberikan keuntungan bagi BUP/Swasta; dan membuat kemudahan bagi
masyarakat pengguna infratsruktur yang dikerjasamakan.
Dukungan Pemerintah terhadap penyelenggaraan KPBU Sarana dan Prasarana ASDP dapat
berbentuk:
a. Project Development Funds;
b. VGF (Viability Gap Funds), atau Dukungan Kelayakan;
c. Dukungan Konstruksi dari Pemerintah ;
d. Garansi atau Penjaminan dari Pemerintah;
e. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment);
f. Dana Tanah;
Sebagaimana diuraikan dalam tabel di bawah ini.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 23
Sumber: Presentasi “ Kebijakan KPBU dalam Rangka Efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah
(APBN/APBD)”, Bastary Panji Indra, Asisten Deputi Perumahan, Pertanahan dan Pembiayaan Infrastruktur, 4
Desember 2018.
Dalam uraian sub bab ini perlu diutarakan alasan keperluan mendapatkan fasilitas dari
pemerintah tersebut, dilengkapi upaya yang sedang dan akan dilakukan PJPK untuk
memperoleh fasilitas tersebut.
a. Project Development Funds (Dana Pengembangan Projek)
Dukungan pemerintah dalam pengembangan projek berbentuk fasilitas penyiapan dan
pelaksanaan transaksi projek KPBU dalam penyediaan infrastruktur. Penyediaan fasilitas
Pemerintah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 265/PMK.08/2015 tentang
Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek KPBU dalam
Penyediaan Infrastruktur.
Fasilitas yang dapat disediakan untuk proyek KPBU prioritas ataupun proyek KPBU lainnya
yang memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri diatas. Jenis
fasilitas yang disediakan meliputi:
1) Fasilitas Penyiapan Proyek, yang meliputi:
penyiapan Kajian Akhir Prastudi Kelayakan;
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 24
penyiapan kajian dan/ atau dokumen pendukunguntuk Kajian Akhir
Prastudi Kelayakan
2) Fasilitas Pendampingan Transaksi, yang meliputi:
pelaksanaan pengadaan Badan Usaha;
pelaksanaan penandatanganan Perjanjian KPBU;
perolehan pembiayaan untuk Proyek KPBU (financial close), sepanjang
merupakan bagian dari tanggung jawab yang dialokasikan kepadaPJPK
berdasarkan Perjanjian KPBU.
b. VGF (Viability Gap Funds) atau Dukungan Kelayakan
Pemberian Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF (Viability Gap Fund) diatur melalui
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 223/PMK.011/2012 dimana disebutkan bahwa
Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang
bersifat finansial yang diberikan terhadap Proyek Kerja Sama. Proyek yang dapat
diberikan dukungan kelayakan memiliki total biaya investasi paling kurang senilai
Rp100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah).
Walaupun proyek KPBU tidak memerlukan Dukungan Pemerintah dalam bentuk VGF,
sub-bab ini tetap perlu dibahas dengan memberikan klarifikasi mengapa tidak perlu
VGF. Misalnya karena nilai proyek yang kurang dari seratus milyar rupiah dan tidak
mengaplikasikan prinsip “pengguna membayar”.
VGF diberikan dalam bentuk tunai sebagai bagian dari biaya konstruksi dengan porsi
yang tidak mendominasi keseluruhan biaya konstruksi (maksimal 49%).
Dalam sub-bab ini diuraikan pemenuhan kriteria untuk mendapatkan VGF. Beberapa
hal yang perlu dijawab dalam sub-bab ini diantaranya adalah:
Apakah proyek secara ekonomi layak namun secara finansial belum layak?
Apakah proyek didasarkan pada “prinsip pengguna membayar”
Apakah pemilihan investor swasta dilakukan melalui proses tender yang terbuka
dan kompetitif dibawah skema KPBU?
Apakah draft perjanjian kerjasama telah memuat skema peralihan aset dan/
atau manajemen aset dari investor ke PJPK pada akhir masa konsesi?
Apakah dalam studi kelayakan telah menunjukkan:
o Alokasi risiko yang optimal antara investor dan PJPK
o Menyimpulkan bahwa proyek layak secara ekonomis dan akan layak secara
finansial apabila diberikan VGF
Apakah sektor yang akan di-KPBU-kan termasuk dalam sektor yang disebutkan
dalam Perpres No. 38 tahun 2015.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 25
c. Dukungan Konstruksi dari Pemerintah (Government Support- Project Construction
Support )
Dukungan konstruksi dari Kementerian maupun pemerintah daerah ybs menggunakan
dana APBN dan/atau APBD yang dikuasainya dengan mengundang perusahaan
konsultansi dan/atau perusahaan jasa konstruksi untuk mengadakan sebagian sarana
dan atau prasarana ASDP yang akan dihibahkan kepada BUP. Hal ini membuat beban
hutang BUP dapat berkurang dan kegiatan kerjasama menjadi layak secara finansial
dan menarik pihak swasta.
Dukungan konstruksi juga dapat berupa percepatan dan sinkronisasi penyediaan utilitas
yang diperlukan dalam operasionalisasi sarana/prasarana ASDP, dapat dihibahkan
kepada BUP atau tidak dihibahkan namun dilengkapi dengan perjanjian penyediaan
utilitas untuk operasional BUP sesuai ketentuan yang berlaku.
d. Jaminan Pemerintah
Fasilitas Jaminan Pemerintah adalah jaminan yang diberikan oleh pemerintah kepada
BUP sehubungan dengan penanggulangan risiko BUP atas gagal bayar atau kegagalan
PJPK dalam memenuhi kewajibannya, sepanjang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Dalam Pelaksanaannya penjaminan oleh pemerintah ini dilaksanakan oleh PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) yang dibentuk Kementerian Keuangan untuk
melaksanakan penjaminan atas proyek KPBU.
e. Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment)
Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment) adalah pembayaran secara
berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha
Pelaksana (BUP) atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan
/ atau kriteria sebagaiana ditentukan dalam Perjanjian KPBU.
Dengan fasilitas ini, sepanjang BUP memenuhi kewajibannya memberikan layanan
Infratsruktur KPBU kepada pengguna akhir sesuai ketentuan dalam Perjanjian KPBU maka
PJPK akan memberikan pembayaran sesuai isi perjanjian. Dengan demikian BUP akan
mendapatkan jaminan aluran kas yang berkelanjutan dalam besaran yang tidak
bergantung pada pembayaran pengguna akhir atas infrastruktur yang dibangun dan
dioperasionalkannya.
Ketentuan lebih rinci tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan ini diatur dalam:
Peraturan Menteri Keuangan nomor 190/PMK.09/2015 tentang Pembayaran
Ketersediaan Layanan pada Proyek KPBU dalam Rangka Penyediaan
Infrastruktur;
Peraturan Menteri Keuangan nomor 260/PMK.09/2016 tentang Cara
Pembayaran Ketersediaan Layanan pada Proyek KPBU dalam Rangka
Penyediaan Infrastruktur
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 26
f. Pengadaan Tanah untuk Infrastruktur
Pemerintah dengan pertimbangannya dapat menyediakan tanah untuk penyediaan
infrastruktur. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 148 tahun 2015 tentang
Perubahan Keempat atas Perpres No.71 tahun 2012 tentang Penyelenggaran
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. PJPK perlu membuat
dokumen rencana pengadaan tanah kemudian menyerahkan kepada Gubernur untuk
pelaksanaannya sesuai ketentuan dalam peratran tersebut.
Penguasaan tanah sebagai aset oleh PJPK menjadi keperluan mengingat infrastruktur
yang akan dibangun dengan dana swasta perlu berada di atas tanah yang dikuasai
pemerintah (PJPK), sehingga diakhir periode kerjasama dapat dikembalikan kepada
PJPK (Pemerintah/Pemerintah Daerah).
Kajian Kebutuhan Jaminan Pemerintah Jaminan Pemerintah juga dapat diberikan kepada proyek infrastruktur dengan tujuan untuk
mengurangi risiko yang dibebankan kepada Badan Usaha.Jaminan Pemerintah ini diberikan
oleh Menteri Keuangan dan/atau Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur sesuai dengan
peraturanperundang-undangan yang berlaku.
Penyediaan fasilitas Jaminan Pemerintah ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.
265/PMK.08/2015 tentang Fasilitas dalam Rangka Penyiapan dan Pelaksanaan Transaksi Proyek
KPBU dalam Penyediaan Infrastruktur.
Fasilitas dapat disediakan untuk proyek KPBU prioritas ataupun proyek KPBU lainnya yang
memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri diatas. Jenis fasilitas yang
disediakan meliputi:
a. Fasilitas Penyiapan Proyek, yang meliputi:
penyiapan Kajian Akhir Prastudi Kelayakan;
penyiapan kajian dan/ atau dokumen pendukunguntuk Kajian Akhir Prastudi
Kelayakan
b. Fasilitas Pendampingan Transaksi, yang meliputi:
pelaksanaan pengadaan Badan Usaha;
pelaksanaan penandatanganan Perjanjian KPBU;
perolehan pembiayaan untuk Proyek KPBU (financial close), sepanjang merupakan
bagian dari tanggung jawab yang dialokasikan kepadaPJPK berdasarkan Perjanjian
KPBU.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 27
REKOMENDASI DAN TINDAK LANJUT
Dalam bab ini diuraikan rekomendasi dan tindaklanjut terhadap rencana proyek
pengembangan bandara agar dapat dilaksanakan sesuai dengan peraturan, kebutuhan,
kepatuhan dan sebagainya.
Sistematika pembahasan Bab Rekomendasi dan Tindak Lanjut ini adalah sebagai berikut.
REKOMENDASI Dalam sub-bab ini disampaikan berbagai rekomendasi berdasarkan hasil-hasil kajian yang telah
dilakukan di bab-bab sebelumnya. Beberapa rekomendasi yang diberikan mencakup
diantaranya:
1. Institusi atau lembaga yang akan menjadi PJPK dalam proyek;
2. Indikasi atau ketetapan lokasi;
3. Indikasi nilai CAPEX dan OPEX
4. Rencana bentuk atau modalitas KPBU yang akan diterapkan;
5. Rekomendasi dari hasil VfM;
6. Dukungan pemerintah yang diperlukan;
7. Rekomendasi pemilihan badan usaha
8. Dan sebagainya.
Untuk pemilihan badan usaha, contoh rekomedasi kriteria utama adalah, namun tidak terbatas,
seperti berikut ini:
A. Komposisi
Badan usaha harus terdiri dari satu atau lebih Anggota yang secara bersama-sama
wajib memenuhi kualifikasi dan tanggung jawab seperti ditetapkan berikut ini:
a. Paling tidak satu (1) Anggota harus memenuhi Kriteria Pengalaman Operasi sesuai
kriteria Teknis.
b. Anggota harus secara agregat, memenuhi Kriteria Finansial sebagaimana yang
ditetapkan;
c. Tidak boleh terdiri dari orang pribadi.
d. Pihak yang ikut serta dalam Proses Pra-Kualifikasi tidak boleh tercatat sebagai
Peserta lebih dari satu kali.
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 28
B. Kriteria Keuangan
a. Memiliki kemampuan keuangan/pendanaan yang dibuktikan dengan Salinan
laporan keuangan dari peserta atau Anggota Utama yang sudah diaudit, selama
tiga (3) tahun anggaran terakhir, yang disusun berdasarkan standard akuntansi
IAS/IAI, IFRS, US GAAP dan memperlihatkan sbb:
Total Asset, secara agregat lebih dari 3 kali total Capex selama dua (2) tahun
anggaran terakhir; dan
Kekayaan Bersih, secara agregat lebih dari 1 kali total Capex selama dua (2)
tahun anggaran terakhir.
b. Surat Refensi dari Bank untuk peserta atau masing-masing Anggota yang
menyatakan bahwa kondisi usaha peserta atau Anggota Utama bersangkutan
tergolong sehat dan menurut pendapat Bank, peserta atau Anggota Utama
tersebut mampu membiayai pelaksanaan Proyek.
c. Tidak pernah dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan.
C. Kriteria Teknis
a. Memiliki pengalaman dan/atau memiliki akses/jejaring kompetensi pada bidang
usaha bersangkutan; dibuktikan dengan Peserta/salah satu Anggota Konsorsium
berhasil melaksanakan kegiatan operasi dan pemeliharaan setidaknya
untuk satu (1) proyek serupa; >>>> Jika induk perusahaan sudah berpengalaman
b. Untuk mengukur bahwa persyaratan tentang keberhasilan, maka yang
dimaksud operasi dan pemeliharaan yang “berhasil” adalah Proyek-proyek yang
sudah selesai dan beroperasi setidaknya selama tiga (3) tahun, dimana selama
periode tersebut Peserta atau salah satu anggota konsorsium mengoperasikan
dan memelihara proyek selama paling sedikit tiga (3) tahun;
D. Kriteria Lainnya
Kriteria lain yang dipertimbangkan
a. Masing-masing Anggota tidak terlibat dalam Perselisihan Material Lainnya
yang belum terselesaikan.
b. Pemegang saham) tidak sedang mengalami:
i. Skorsing atau blacklist oleh instansi Pemerintah karena suatu alasan apa
pun;
Studi Pendahuluan (Infrastruktur Bandara) - 29
ii. Kinerja tidak memuaskan di masa lalu, termasuk pelanggaran kontrak,
penyelesaian tidak tepat waktu, sejarah klaim yang buruk atau cacat
mutu;
iii. Memiliki utang jatuh tempo yang jauh melebihi pendapatan atau
kewajibannya kepada pihak otoritas kepabeanan di Indonesia atau
pihak otoritas berwenang lainnya di negara dimana perusahaannya
terdaftar;
iv. Memiliki catatan kasus perdata atau pidana yang masih ditangguhkan
atau belum selesai terkait penghindaran pajak, bea atau kewajiban
lainnya kepada instansi pemerintah.
c. Kegiatan usaha Peserta (atau pada kasus konsorsium, Anggota Utama) tidak
sedang dalam keadaan dihentikan.
TINDAK LANJUT Dalam sub-bab ini diuraikan rencana tindaklanjut dari rekomendasi yang disampaikan
sebelumnya, termasuk didalamnya rencana jadwal pemenuhan rekomendasi dan juga
rencana jadwal kegiatan penyiapan dan transaksi KPBU.
top related