Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu indikator kesehatan Indonesia suatu bangsa ialah derajat
kesehatan anak, yang biasa diukur melalui angka kematian anak, cermin dunia
kedokteran kali ini menyoroti berbagai masalah kesehatan anak dari berbagai
aspek, masalah diare tentu menjadi fokus utama, disamping penyakit-penyakit lain
seperti pneumonia, campak, malaria dan malnutrisi. Oleh sebab itu gejala penyakit
dan cara penanganannya perlu dikenali. Penanganan juga bukan hanya membantu
penyembuhan, namun juga dapat mencegah timbulnya komplikasi lebih jauh
(Depkes RI, 1997).
Berbagai faktor mempengaruhi kejadian diare, diantaranya adalah faktor
lingkungan, gizi, kependudukan, pendidikan, keadaan sosial ekonomi dan perilaku
masyarakat (Depkes RI, 1994).
Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dari 1
sampai 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi.
Tingginya kejadian diare di negara barat ini oleh karena foodborn infections dan
waterborn infections. Diare infeksi di negara berkembang menyebabkan kematian
sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Di Afrika anak-anak terserang diare infeksi 7
kali setiap tahunnya dibanding di negara berkembang lainnya mengalami serangan
diare 3 kali setiap tahunnya (diare akut) (WHO, 2002).
Di negara berkembang kebanyakan disebabkan oleh lima hal, atau
kombinasi dari mereka yaitu : Pnumonia, diare, campak, malaria dan malnutrisi.
1
Di seluruh dunia 3 dari 4 anak yang pergi ke sentral pengobatan penderita
setidaknya satu dari kondisi di atas. Banyak dari kematian ini dapat dicegah
dengan manajemen kesehatan yang lebih baik (WHO, 1997). Diare adalah
penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak dengan perkiraan 1,3 milyar
dan 3,2 kematian tiap tahun pada balita. Keseluruhan anak-anak mengalami rata-
rata 3,3 diare per tahun. Tetapi di beberapa tempat dapat lebih dari 9 per tahun.
Penyebab utama kematian karena diare adalah dehidrasi sebagai akibat kehilangan
cairan dan elektrolit melalui tinjanya (Hendarwanto, 2003)
Di Indonesia setiap anak mengalami diare 1,6 – 2 kali setahun. Hasil dari
SKRT (Survei Kesehatan Rumah Tangga) di Indonesia angka kematian diare anak
balita dan bayi per mil per tahun berturut-turut menunjukkan angka sebagai
berikut : 6,6 (anak balita) 22 (bayi) pertahun 1980; 3,7 (bayi) pada tahun 1992 ; 1
(anak balita) dan 8 (bayi) pada tahun 1995. Menurut Departemen Kesehatan di 8
propinsi pada tahun 1989, 1990 dan 1995 berturut-turut morbiditas diare
menunjukkan 78,5%, 103% dan 100%. Apalagi dengan terjadinya krisis ekonomi
yang melanda di negara-negara Asia dimana Indonesia yang terparah, angka
kejadian diare menunjukkan kenaikan. Bahkan gangguan kesehatan maupun
penyakit yang terkait dengan diare seperti gangguan gizi dan ISPA (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) (Depkes RI, 1999).
Provinsi Sumatera Utara mencatat penderita diare pada tahun 2005
sebanyak 168.072 orang. 11 Kabpuaten/Kota dinyatakan Kejadian Luar Biasa
diare pada tahun 2005 dengan 926 kasus, dan angka kematian 25 orang termasuk
2
di Kota Sibolga. Penderita terbanyak pada tahun 2005 terdapat di Kota Medan
dengan jumlah 38.012 orang (Depkes RI, 2005).
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/i mampu menerapkan ilmu pengetahuan kesehatan umumnya,
khususnya ilmu perawatan kesehatan masyarakat dan ilmu yang dipilih
terkait dengan masyarakat.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan pendekatan pada masyarakat.
Mahasiswa dapat memperoleh gambaran tentang keadaan umum
masyarakat diwilayah praktek belajar lapangan.
Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah yang ditemukan.
Mahasiswa mampu menganalisa masalah dan akhirnya membuat
intervansi yang diwujudkan dalam implementasi masalah yang
ditemukan.
Mahasiswa dapat membuat evaluasi terhadap segala tindakan yang
dilakukan
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada bayi dan
lebih dari 3x pada anak, konsistensi cair, ada lendir atau darah dalam faeces
(Ngastiyah, 1999). Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara buang air
besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair (Suriadi, 2001). Sedangkan
menurut (Arief Mansjoer, 2000) Diare adalah defekasi lebih dari 3x sehari dengan
atau tanpa darah atau lendir. Adapun menurut Donna L.Wong tahun 2008, diare
merupakan gejala yang terjadi karena kelainan yang melibatkan fungsi
pencernaan, penyerapan dan sekresi. Diare disebabkan oleh transportasi air dan
elektrolit yang abnormal dalam usus.
2.2 Klasifikasi
Diare biasanya diklsifikasikan sebagai berikut :
a. Diare Akut
Merupakan penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita. Diare akut
didefinisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-tiba frekuensi
defekasi yang sering disebabkan oleh agens infeksius dalam traktus GI. Diare
akut biasanya sembuh sendiri (lamanya sakit kurang dari 14 hari). Dan akan
mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak terjadi. Diare infeksius
akut (Gastroenteritis infeksiosa) dapat disebabkan oleh virus, bakteri, dan
parasit yang patogen.
4
b. Diare kronis
Diare kronis didefinisikan sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi
dan kandungan air dalam feses dengan lamanya (durasi) sakit lebih dari 14
hari. Kerap kali diare kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom
malabsorpsi, penyakit inflamasi usus, defesiensi kekebalan, alergi makanan,
intolernsi laktosa atau diare non spesifik yang kronis, atau sebagai akibat dari
penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.
c. Diare yang membandel (intraktabel) pada bayi
Diare ini merupakan sindrom yang terjdi pada bayi dalam usia beberapa
minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2 minggu tanpa
ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebabnya dan bersifat
resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebabnya yang paling sering
adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara memadai.
d. Diare kronis non spesifik
Diare ini juga dikenal dengan istilah kolon iritabel pada anak atau diare todler
merupakan penyebab diare kronis yang sering dijumpai pada anak – anak
yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak – anak ini memperlihatkan feses
yang lembek yang sering disertai partikel makanan yang tidak tercerna, dan
lamanya diare 2 minggu. Anak –anak yang menderita diare kronis non
spesifik akan tumbuh secara normal dan apada anak –anak ini tidak terdapat
gejala malnutrisi, tidak ada darah dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi
enterik. Kesalahan maakan dan sensitifitas terhadap makanan pernah
dikaitkan dengan diare kronis, khususnya konsumsi jus dan pemanis buatan
5
seperti sorbitol yang banyak dijumpai dalam produk makanan serta minuman
kemasan mungkin menjadi faktor pemicunya.
2.3 Penyebab
Adapun faktor penyakit diare yang dibagi menjadi 4(empat) faktor
(Ngastiyah,1997) antara lain :
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi eksternal adalah infeksi saluran pencernaan makanan
Infeksi bakteri : vibrio, E coli, rotavirus
Infeksi virus : intervirus, adenovirus, rotavirus
Infeksi parasit : cacing, protozoa, jamur
b. Infeksi parental adalah infeksi di luar alat pencernaan makanan
Tonsilitis
Bronkopneumonia
Ensefalitis
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor Makanan
a. Makanan beracun
b. Makanan basi
c. Alergi terhadap makanan
4. Faktor psikologis
6
Rasa takut dan cemas ( jarang terjadi pada anak yang lebih besar)
Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui dengan
pasti, penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu (Suharyono,2003) :
a. Penyebab tidak langsung
Penyakit tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau
mempercepat terjadinya diare seperti : keadaan gizi, hygiene dan sanitasi,
kepadatan penduduk, sosial ekonomi.
b. Penyebab langsung
Termasuk dalam penyakit langsung antara lain infeksi bakteri virus dan
parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan
oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran.
Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyakit diare akut dibagi menjadi 2
golongan yaitu :
1) Diare sekresi
a) Disebabkan oleh infeksi dari golongan bakteri seperti shigella,
salmonella, E. coli, bacillus careus, clostridium. Golongan virus
seperti protozoa, entamoeba histolitica, giardia lamblia, cacing
perut, ascaris, jamur.
b) Hiperperistaltic usus halus yang berasal dari bahan-bahan makanan
kimia misalnya keracunan makanan, makanan pedas, terlalu asam,
gangguan psikis, gangguan syaraf, hawa dingin, alergi.
c) Definisi imun yaitu kekurangan imun terutama IgA yang
mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri dan jamur.
7
2) Diare osmotik yaitu malabsorbsi makanan, kekurangan kalori protein
dan berat badan lahir rendah
2.4 Patogenesis
Mekanisme yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
a. Gangguan osmotik yaitu yang disebabkan adanya makanan atau zat
yang tidak diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga
usus meningkat sehingga penggeseran air dan elektrolit berlebihan
akan merangsang usus dan mengeluarkannya sehingga timbul diare.
b. Gangguan sekresi yang menyebabkan adanya rangsangan tertentu
(misalnya: foksin) pada dinding usus yang akan terjadi suatu
peningkatan sekresi, selanjutnya menimbulkan diare karena
pq`eningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motilitas usus yaitu hiperstaltik yang mengakibatkan
kurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan yang
menimbulkan diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun
mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang menimbulkan diare.
2.5 Tanda dan gejala
a. Cengeng, gelisah
b. Suhu tubuh meningkat
c. Mata cekung
d. Nafsu makan berkurang
e. Timbul diare, tinja encer, mungkin disertai lender atau lendir darah
f. Warna tinja kehijau-hijauan
8
g. Anus dan daerah sekitar lecet karena seringnya defekasi
h. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare
i. Banyaknya kehilangan cairan dan elektrolit sehingga menimbulkan
dehidrasi
j. Berat badan menurun, turgor kurang, mata dan ubun-ubun besar, menjadi
cekung (pada bayi) selaput lendir dan mulut serta kulit tampak kering
(Ngastiyah,1997).
2.6 Cara penularan
Kuman penyakit diare ditularkan melalui fecal – oral antara lain melalui
makanan dan minuman yang tercemar tinja dan kontak langsung dengan tinja
penderita (Depkes,2000).
2.7 Pencegahan diare
Pencegahan diare dapat dilakukan dengan memberikan ASI, memperbaiki
makanan pendamping ASI, membuang sampah pada tempatnya atau menjaga
kebersihan lingkungan, menggunakan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari,
mencuci tangan sebelum makan,menutup makanan atau menjaga kebersihan
makanan, menggunakan jamban, membuang tinja anak pada tempat yang tepat
(Depkes, 2000).
2.8 Komplikasi
Menurut Suryadi dan yuliani (2005), akibat diare dan kehilangan cairan
serta elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi sebagai:
9
( dehidrasi ringan,sedang, berat, hipotonik, isotonik, hipertonik ), hipokalemia,
hipokalsemia, hiponatremia, syok hipovolemik, dan asidosis.
2.9 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Frekuensi terjadinya diare pada
anak (Pudjiadi,2005; Notoatmodjo,2003) meliputi :
1. Faktor umum atau secara langsung
a. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil dari tahu dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba di mana sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil tahu dan
ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata (penglihatan) dan
telinga (pendengaran). Menurut Padmonodewo (2000) menyatakan
pengetahuan sebagai sesuatu yang diketahui oleh seseorang dengan
jalan apapun dan sesuatu yang diketahui orang dari pengalaman yang
didapat.
b. Perilaku cuci tangan
Kebersihan pada ibu dan balita terutama dalam hal perilaku
mencuci tangan setiap makan, merupakan sesuatu yang baik. Sebagian
besar kuman infeksi diare ditularkan melalui jalur fecal-oral. Dapat
10
ditularkan dengan memasukan ke dalam mulut, cairan atau benda yang
tercemar dengan tinja misalkan air minum dan makanan. Kebiasaan
dalam kebersihan adalah bagian penting dalam penularan kuman diare,
dengan mengubah kebiasaan dengan tidak mencuci tangan menjadi
mencuci tangan dapat memutuskan penularan. Penularan 14-18%
terjadinya diare diharapkan sebagai hasil pendidikan tentang kesehatan
dan perbaikan kebiasaan (Depkes,2000).
c. Hygiene sanitasi
Hygiene adalah suatu usaha kesehatan masyarakat yang
mempengaruhi kondisi lingkungan terhadap lingkungan kesehatan
manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian
rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan. Termasuk upaya
melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan manusia
(perorangan atau masyarakat). Sedemikian rupa sehingga berbagai
faktor lingkungan yang menguntungkan tersebut tidak sampai
menimbulkan gangguan kesehatan (Azwar,1990).
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang
menitikberatkan pada pengawasan terhadap faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan manusia, lebih mengutamakan usaha pencegahan
terhadap berbagai faktor lingkungan sedemikian rupa sehingga
munculnya penyakit dapat terhindari (Azwar,1990). Sanitasi
lingkungan berupa adanya jamban umum, MCK (Mandi, Cuci, Kakus),
11
tempat sampah. Perilaku masyarakat khususnya ibu balita yang dalam
pemanfaatannya kurang terpelihara, hal ini berhubungan dengan
pendidikan kesehatan pada ibu balita yang berdampak pada tingkat
kesadaran atau pengetahuan dalam menjaga sanitasi lingkungannya.
Selanjutnya menimbulkan tercapainya perilaku kesehatan yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari misalnya cara membuang
sampah sembarangan hal ini akan menimbulkan pencemaran pada
sumber air, udara serta bau yang menyengat yang tidak sehat dan
mengganggu dalam segi kesehatan (Notoatmodjo,2003). Adapun
macamnya antara lain :
1) Kualitas Sumber Air
Bagi manusia minum merupakan kebutuhan utama bagi
manusia yang menggunakan air untuk berbagai keperluan seperti
mandi, mencuci, kakus, produksi pangan, pangan dan sandang.
Berbagai penyakit dapat dibawa oleh air kepada manusia pada saat
memanfaatkannya, maka tujuan penyediaan air bersih atau air
minum bagi masyarakat adalah mencegah penyakit bawaan air.
Demikian diharapkan semakin banyak pengetahuan masyarakat
yang menggunakan air bersih maka akan semakin turun modifitas
penyakit akibat bawaan air (Soemirat,1994).
Sumber air minum merupakan sarana sanitasi yang penting
berkaitan dengan kejadian diare. Pada prinsipnya sumber air dapat
diproses menjadi air minum, sumber-sumber air ini dapat
12
digambarkan sebagai berikut : air hujan, di mana air hujan dapat
ditampung dan kemudian dijadikan air minum. Air sungai dan
danau, kedua sumber air ini sering disebut air permukaan. Mata air
yaitu air yang keluar dan berasal dari tanah yang muncul secara
alamiah. Air sumur dangkal yaitu air yang berasal dari lapisan air
di dalam tanah yang dangkal biasanya berkisar antara 5-15 meter.
Air sumur dalam yaitu air berasal dari lapisan air kedua di dalam
tana, dalamnya dari permukaan tanah biasanya di atas 15 meter.
Sebagian besar air sumur dalam ini adalah cukup sehat untuk
dijadikan air minum langsung. Sebagian besar kuman-kuman
infleksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fecal-oral yang
dapat ditularkan dengan dimasukkan ke dalam mulut cairan atau
benda yang tercemar dengan tinja. Sumber air yang bersih baik
kualitas maupun kuantitasnya akan dapat mengurangi tertelannya
kuman penyebab diare oleh balita. Kualitas air minum hendaknya
diusahakan memenuhi persyaratan kesehatan, diusahakan
mendekati persyaratan air sehat yaitu persyaratan fisik yang tidak
berasa, bening atau tidak berwarna. Secara bakteriologi air harus
bebas dari segala bakteri terutama bakteri pathogen. Dari sisi
kimiawi air minum yang sehat itu harus mengandung zat-zat
tertentu di dalam jumlah tertentu di dalam jumlah tertentu seperti
flour, chlor, besi.(Notoatmodjo, 2003)
2) Kebersihan jamban
13
Dengan adanya jamban dalam rumah mempengaruhi
kesehatan lingkungan sekitar. Untuk mencegah atau mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka tinja harus dibuang
pada tempat tertentu agar menjadi jamban yang sehat untuk daerah
pedesaan harus memenuhi persyaratan yaitu tidak mengotori
permukaan air di sekitarnya, tidak terjangkau oleh serangga, tidak
menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, sederhana
desainnya, murah, dapat diterima oleh pemakainya
(Notoatmodjo,1999).
2. Faktor Pendukung atau tidak langsung
B. Umur
Umur adalah usia yang menjadi indikator dalam kedewasaan di
setiap pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu yang mengacu
pada setiap pengalamannya. Umur seseorang sedemikian besarnya
akan mempengaruhi perilaku, karena semakin lanjut umurnya, maka
semakin lebih bertanggung jawab, lebih tertib, lebih bermoral, lebih
berbakti dari usia muda (Notoatmodjo,2002). Karakteristik pada ibu
balita berdasarkan umur sangat berpengaruh terhadap cara penanganan
dalam mencegah terjadinya diare pada balita, semakin tua umur ibu
maka kesiapan dalam mencegah kejadian diare akan semakin baik dan
dapat berjalan dengan baik.
14
C. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya
seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka
peroleh. Dari kepentingan keluarga itu sendiri amat diperlukan
seseorang lebih tanggap adanya masalah kesehatan terutama kejadian
diare di dalam keluarganya dan biasa mengambil tindakan secepatnya
(Kodyat,1996).
Berdasarkan tingkat pendidikan ibu, prevalensi diare
berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan ibu, semakin tinggi
tingkat pendidikan ibu maka semakin rendah prevalensi diarenya.
Lamanya menderita diare pada balita yang ibunya berpendidikan
rendah atau tidak sekolah adalah lebih panjang dibandingkan dengan
anak dari ibu yang berpendidikan baik. Insiden diare lebih tinggi pada
anak yang ibunya tidak pernah sekolah menengah (Julianti,1999).
Pendidikan yang rendah, adat istiadat yang ketat serta nilai
dan kepercayaan akan takhayul di samping tingkat penghasilan yang
masih rendah merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan.
Pendidikan rata-rata penduduk yang masih rendah, khususnya ibu
balita merupakan salah satu masalah kesehatan yang berpengaruh
terhadap cara penanganan diare, sehingga sikap hidup dan perilaku
yang mendorong timbulnya kesadaran masyarakat masih rendah.
Semakin tinggi pendidikan ibu maka mortalitas (angka kematian) dan
mordibilitas (keadaan sakit) semakin menurun, hal ini tidak hanya
15
akibat kesadaran ibu balita yang terbatas, karena kebutuhan status
ekonominya yang belum tercukupi (Suhardjo,1999).
D. Status Pekerjaan Ibu
Status pekerjaan ibu mempunyai hubungan yang bermakna
dengan kejadian diare pada anak balita. Pada pekerjaan ibu atau
keaktifan ibu dalam berorganisasi sosial berpengaruh pada kejadian
diare pada balita. Dengan pekerjaan tersebut diharapkan ibu mendapat
informasi tentang pencegahan diare. Terdapat 9,3% anak balita
menderita diare pada ibu yang bekerja, sedangkan ibu yang tidak
bekerja sebanyak 12% (Irianto,1996).
E. Pendapatan Keluarga
Pendapatan keluarga menentukan ketersediaan fasilitas
kesehatan yang baik. Semakin tinggi pendapatan keluarga, semakin
baik fasilitas dan cara hidup mereka yang terjaga akan semakin baik
(Berg, 1986). Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas
dan kuantitas fasilitas kesehatan di suatu keluarga. Demikian ada
hubungan yang erat antara pendapatan dan kejadian diare yang
didorong adanya pengaruh yang menguntungkan dari pendapatan yang
meningkatkan, perbaikan sarana atau fasilitas kesehatan serta masalah
keluarga lainnya, yang berkaitan dengan kejadian diare, hampir
berlaku terhadap tingkat pertumbuhan pendapatan. (Berg, 1986).
16
Tingkat pendapatan seseorang untuk memenuhi kebutuhan
hidup, di mana status ekonomi orang tua yang baik akan berpengaruh
pada fasilitasnya yang diberikan (Notoatmodjo, 2003). Apabila tingkat
pendapatan baik, maka fasilitas kesehatan mereka khususnya di dalam
rumahnya akan terjamin, masalahnya dalam penyediaan air bersih,
penyediaan jamban sendiri atau jika mempunyai ternak akan diberikan
kandang yang baik dan terjaga kebersihannya. Rendahnya pendapatan
merupakan rintangan yang menyediakan orang tidak mampu
memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan (BPS, 2005). Pada ibu
balita yang mempunyai pendapatan kurang akan lambat dalam
penanganan diare karena ketiadaan biaya berobat ke petugas kesehatan
yang akibatnya dapat terjadi diare yang lebih parah.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Menurut Donna L.Wong tahun 2008, diare merupakan gejala yang terjadi
karena kelainan yang melibatkan fungsi pencernaan, penyerapan dan sekresi.
Diare disebabkan oleh transportasi air dan elektrolit yang abnormal dalam usus
dimana frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada bayi dan lebih dari 3x pada
anak, dengan konsistensi cair, ada lendir atau darah dalam faeces.
Diare diklasifikan menjadi :
a. Diare akut
b. Diare kronik
c. Diare intraktabel pada bayi
d. Diare kronis nonspesifik
Penyebab diare berkisar dari 70% sampai 90% dapat diketahui dengan
pasti, penyebab diare dapat dibagi menjadi 2 yaitu
a. Penyebab tidak langsung
Penyakit tidak langsung atau faktor-faktor yang mempermudah atau
mempercepat terjadinya diare seperti : keadaan gizi, hygiene dan sanitasi,
kepadatan penduduk, sosial ekonomi.
b. Penyebab langsung
Termasuk dalam penyakit langsung antara lain infeksi bakteri virus dan
parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran.
18
3.2 Saran
1. Bagi masyarakat agar dapat menjalankan hidup bersih dan sehat
2. Bagi masyarakat agar dapat melakukan pencegahan dan segera melakukan
pengobatan jika
19
DAFTAR PUSTAKA
Wong L.Donna,2008, buku ajar keperawatan pediatrik.jakarta : EGC
Ngastiyah,2005, perawatan anak sakit,edisi 2. Jakarta : EGC
20
top related