BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diare 2.1.1 Definisi Diare Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa darah dan/lendir (Karyana dan Putra, 2011). Sedangkan menurut Kemenkes RI (2011) diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Pada bayi muda yang mendapat air susu ibu (ASI) digolongkan diare jika mengalami buang air besar dengan frekuensi lima sampai enam kali sehari dengan konsistensi tinja cair (Sinuhaji, 2007). 2.1.2 Epidemiologi Penelitian WHO mendapatkan bahwa episode diare pada bayi dan balita berkisar antara dua sampai delapan kali per tahun. Sekitar 15 – 20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare. Sebagian besar diare berlangsung antara dua sampai lima hari. Namun sekitar 5–2% berlangsung lebih dari lima hari bahkan dapat lebih dari dua minggu dan menjadi diare kronik. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013, insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia adalah 10,2 %. 8
21
Embed
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diare Definisi Diare. BAB II.pdf · malabsorbsi, alergi terhadap makanan/minuman, keracunan, imunodefisiensi, dan keadaan psikologis (cemas, rasa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diare
2.1.1 Definisi Diare
Diare didefinisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya
(>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair) dengan/tanpa
darah dan/lendir (Karyana dan Putra, 2011). Sedangkan menurut Kemenkes RI
(2011) diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih
sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari. Pada bayi muda yang
mendapat air susu ibu (ASI) digolongkan diare jika mengalami buang air besar
dengan frekuensi lima sampai enam kali sehari dengan konsistensi tinja cair
(Sinuhaji, 2007).
2.1.2 Epidemiologi
Penelitian WHO mendapatkan bahwa episode diare pada bayi dan balita berkisar
antara dua sampai delapan kali per tahun. Sekitar 15 – 20% waktu hidup anak
dihabiskan untuk diare. Sebagian besar diare berlangsung antara dua sampai lima
hari. Namun sekitar 5–2% berlangsung lebih dari lima hari bahkan dapat lebih
dari dua minggu dan menjadi diare kronik. Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) tahun 2013, insiden diare pada kelompok usia balita di Indonesia
adalah 10,2 %.
8
2
Berdasarkan data United Nation Children’s Fund (UNICEF) dan World Health
Organization (WHO) pada tahun 2013, secara global terdapat dua juta anak
meninggal dunia setiap tahunnya karena diare. Pada tahun 2012 angka kematian
karena diare mencapai 1,53% dari total kasus diare di Indonesia (Kemenkes RI,
2013).
2.1.3 Etiologi Diare
Kemenkes RI mengelompokkan penyebab diare secara klinis dalam enam
golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit),
malabsorbsi, alergi terhadap makanan/minuman, keracunan, imunodefisiensi, dan
keadaan psikologis (cemas, rasa takut). Penyebab yang paling sering ditemukan di
lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan
keracunan. Di negara berkembang seperti Indonesia, patogen penting penyebab
diare akut pada anak antara lain rotavirus, escherichia coli, enterotoksigenik,
shigella, campylobacter jejuni dan cryptosporidium.
2.1.4 Patogenesis Diare
Bentuk yang paling umum dari diare adalah diare akut. Diare dapat disebabkan
oleh berbagai hal dan dapat bersifat ringan hingga berat. Diare pada anak – anak
biasanya disebabkan oleh infeksi. Ada dua prinsip patomekanisme terjadinya
diare akut cair, yaitu : (1) sekretorik (2) osmotik. Infeksi usus dapat menyebabkan
diare melalui kedua mekanisme tersebut, diare sekretorik lebih sering terjadi dan
keduanya dapat terjadi pada satu penderita. Diare sekretorik disebabkan sekresi air
3
dan elektrolit ke dalam usus halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili
usus gagal sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau
meningkat. Hasil akhir adalah sekresi cairan yang mengakibatkan kehilangan air
dan elektrolit dari tubuh sebagai tinja cair.
Diare osmotik disebabkan meningkatnya osmolaritas intra luminal, misalnya
absorbsi larutan dalam lumen kolon yang buruk. Sebagai diare yang disebabkan
Rotavirus akan menyebabkan gangguan pemecahan karbohidrat golongan
disakarida karena kerusakan mikrovili. Adanya karbohidrat yang tidak dapat
diabsorbsi, setelah mencapai usus besar akan difermentasi bakteri menjadi asam
organik sehingga menyebabkan suasana hiperosmolar yang kemudian dapat
mengakibatkan sekresi air ke dalam lumen usus.
2.1.5 Klasifikasi Diare
Pembagian diare dapat didasarkan pada etiologi, mekanisme gangguan, derajat
dehidrasi, dan juga menurut lamanya. Pembagian diare menurut mekanismenya
meliputi diare akibat gangguan sekresi dan akibat gangguan osmotik. Diare
berdasarkan waktunya meliputi diare akut dan diare kronik. Diare akut
berlangsung kurang dari 14 hari sedangkan diare yang berlangsung lebih dari 14
hari disebut diare kronik. Istilah diare kronik biasanya dipakai untuk diare yang
penyebabnya adalah non infeksi sedangkan diare persisten berlangsung lebih dari
14 hari dengan penyebab infeksi.
4
Berdasarkan derajat dehidrasi, diare dapat dibedakan menjadi diare tanpa
dehidrasi, diare dengan dehidrasi ringan, diare dengan dehidrasi sedang dan diare
dengan dehidrasi berat.
2.1.6 Cara Penularan dan faktor resiko diare
1. Cara penularan diare
Menurut Subagyo dan Santoso (2010), cara penularan diare melalui fekal oral
yaitu melalui makanan (food) dan minuman (fluid) yang tercemar enteropatogen
atau kontak langsung tangan (finger) dengan penderita atau barang-barang yang
telah tercemar tinja (feces) penderita atau tidak langsung melalui lalat (flies).
2. Faktor resiko diare
Berdasarkan konsep segitiga epidemiologi, faktor-faktor yang menyebabkan
timbulnya penyakit diklasifikasikan menjadi:
a. Agen penyakit (etiologi): terdiri dari agen kimia, fisik dan biologis atau agen
infeksius.
b. Faktor pejamu (intrinsik): mempengaruhi pajanan, kerentanan dan respon
terhadap penyakit terdiri atas faktor usia, status imunologi, tidak memberikan
ASI eksklusif, status gizi, dan perilaku kesehatan. Pengaruh usia tampak jelas
pada manifestasi diare. Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun
pertama kehidupan, insiden tertinggi pada kelompok umur 6–11 bulan pada
saat diberikan makanan pendamping ASI. Terdapat hubungan timbal balik
antara status gizi dan kejadian diare, dimana kejadian diare meningkat pada
anak dengan status gizi rendah, dan kejadian diare dapat memperparah
penurunan status gizi.
5
Perilaku kesehatan individu berawal dari pengetahuan yang dimilikinya.
Rendahnya tingkat pengetahuan orang tua diduga menjadi faktor yang sangat
berpengaruh terhadap tingginya angka kejadian diare. Menurut Khalili
(dikutip dari Sulisnadewi, 2010) menjelaskan bahwa pendidikan orang tua
adalah faktor yang sangat penting dalam keberhasilan manjemen diare pada
anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah khususnya buta huruf
tidak akan dapat memberikan perawatan yang tepat pada anak diare karena
kurangnya pengetahuan dan kurangnya kemampuan menerima informasi.
c. Faktor lingkungan (ektrinsik): mempengaruhi keberadaan agen, pajanan atau
kerentanan terhadap agen. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air
oleh tinja, tidak memadainya sarana kebersihan (MCK), kebersihan
lingkungan dan pribadi yang buruk, serta sarana pembuangan limbah yang
tidak memadai.
2.1.7 Penatalaksanaan Diare
1. Penatalaksanaan anak diare di rumah
Penatalaksanaan anak diare di rumah mengacu pada program lima langkah
tuntaskan diare.
a. Memberikan oralit
Penanganan utama pada penderita diare adalah memberikan cairan. Pemberian
cairan yang kurang dari kebutuhan tubuh dan pengeluaran cairan yang terus
menerus lewat feces akan mengakibatkan dehidrasi bahkan kematian. Oralit
diberikan untuk mencegah terjadinya dehidrasi dengan mengganti cairan dan
6
elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Bila tidak tersedia dapat
diberikan cairan rumah tangga seperti air tajin, kuah sayur dan air matang..
Cara pembuatan larutan oralit adalah satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam
satu gelas air matang (200 cc). Anak kurang dari 1 tahun diberi 50-100 cc
larutan oralit setiap kali buang air besar. Anak lebih dari 1 tahun diberi 100-
200 cc larutan oralit setiap kali buang air besar. Apabila anak muntah, maka
pemberian oraalit dihentikan selama kurang lebih sepuluh menit, kemudian
lanjutkan pemberian dengan cara sedikit demi sedikit atau satu sendok makan
setiap dua sampai tiga menit. Pemberian minuman yang terlalu manis dan
minuman bersoda sebaiknya dihindari karena dapat memperparah terjadinya
diare.
b. Memberikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut
Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh. Zinc juga
berperan dalam epitelisasi dinding usus yang mengalami kerusakan morfologi
dan fungsi selama kejadian diare. Pemberian Zinc selama diare terbukti
mampu mengurangi lama dan tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi
buang air besar, mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan
kejadian diare pada tiga bulan berikutnya..
Pemberian zinc dilakukan dengan cara melarutkan tablet zinc dalam 1 sendok
makan air matang atau ASI, sesudah larut berikan pada anak diare. Zinc
diberikan selama sepuluh hari berturut-turut dengan dosis balita umur < 6
bulan setengah tablet (10 mg)/hari sedangkan balita umur ≥ 6 bulan satu tablet
(20 mg)/hari.
7
c. Meruskan pemberian ASI dan makanan
ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta
pengganti nutrisi yang hilang. Anak yang masih minum ASI harus lebih
sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula juga diberikan lebih
sering dari biasanya. Anak usia enam bulan atau lebih termasuk bayi yang
telah mendapatkan makanan padat harus diberikan makanan yang mudah
dicerna dan diberikan lebih sering. Setelah diare berhenti, pemberian
makanan ekstra diteruskan selama dua minggu untuk membantu pemulihan
berat badan.
d. Memberikan antibiotik secara selektif
Antibiotik hanya diberikan jika ada indikasi, seperti diare berdarah atau diare
karena kolera, atau diare dengan disertai penyakit lain. Ini sangat penting
karena seringkali ketika diare, masyarakat langsung membeli antibiotik
seperti Tetrasiklin atau Ampicillin. Selain tidak efektif, tindakan ini
berbahaya, karena jika antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan
menimbulkan resistensi kuman terhadap antibiotik.
Obat-obatan antidiare juga tidak boleh diberikan pada anak yang menderita
diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah tidak di anjurkan
kecuali atas saran dokter. Obat-obatan ini tidak mencegah dehidrasi ataupun
meningkatkan status gizi anak, bahkan sebagian besar menimbulkan efek
samping yang bebahaya dan bisa berakibat fatal.
8
e. Memberikan nasihat pada ibu/pengasuh
Ibu atau pengasuh yang berhubungan erat dengan balita harus diberi nasehat
tentang cara memberikan cairan maupun obat di rumah dan kapan harus
membawa kembali balita ke petugas kesehatan yaitu apabila ada demam,
tinja berdarah, muntah berulang, makan atau minum sedikit, tampak sangat
haus, diare makin sering atau belum membaik dalam tiga hari.
Ibu juga diberikan edukasi untuk mencegah terjadinya iritasi kulit di sekitar
anus dengan cara mengamati tanda-tanda iritasi kulit setiap kali mengganti
popok, membersihkan anus setiap kali buang air besar, menjaga anus tetap
kering dengan menggunakan kain lembut dan mengganti kain atau popok
bayi setiap buang air. Untuk memutus rantai penularan diare ajarkan ibu
untuk melakukan cuci tangan menggunakan sabun di bawah air mengalir
pada saat setelah membersihkan kotoran anak, dan sebelum menyiapkan
makanan atau minuman.
2. Penatalaksanaan anak diare di rumah sakit
Pada dasarnya penatalaksanaan anak diare selama di rumah sakit sama dengan
penatalaksanaan anak diare di rumah yaitu mengacu pada lima langkah tuntaskan
diare. Peran ibu dibutuhkan untuk menunjang perawatan anak karena ibu
menunggui anaknya selama di rawat di rumah sakit. Selain cairan diberikan lewat
minuman, cairan melalui infus juga diberikan pada pasien diare untuk membantu
memenuhi kebutuhan cairan. Peran ibu dibutuhkan untuk ikut memantau aliran
infus, dan melaporkan kepada petugas perawat jika infus tidak menetes, atau
tetesan terlalu cepat.
9
3. Perawatan setelah pulang dari rumah sakit
Menurut WHO (2005) adapun tujuan dari perencanaan pulang pasien yaitu :
a. Meningkatkan pemahaman pasien dan keluarga tentang masalah kesehatan
dan kemungkinan komplikasi dan pembatasan yang akan diberlakukan pada
pasien di rumah
b. Mengembangkan kemampuan pasien dan keluarga untuk merawat kebutuhan
pasien dan memberikan lingkungan yang aman untuk pasien dirumah
c. Meyakinkan bahwa rujukan yang diperlukan untuk perawatan selanjutnya
dibuat dengan tepat
Perawatan anak diare setelah pulang dari rumah sakit yaitu melanjutkan
pemberian suplemen zinc sampai hari ke 14, melakukan kontrol ulang ke fasilitas
pelayanan kesehatan, melanjutkan pemberian makanan dengan porsi lebih banyak
dari biasanya sampai dua minggu setelah diare, serta melakukan upaya