BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/152/4/6.BAB II.pdf · pemeriksaan fisik tentang kejajaran tubuh, gaya berjalan, penampilan
Post on 30-Apr-2020
6 Views
Preview:
Transcript
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia manurut Abraham Maslow atau disebut dengan
Hirarki kebutuhan dasar maslow yang meliputi lima kategori kebutuhan dasar
yaitu:
a. Kebutuhan fisiologis (Physiologic Needs)
Kebutuhan fisilogis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki maslow.
Umumnya seorang yang memiliki beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi
akan lebih dulu memnuhi kebutuhan fisiologisnya dibandingkan kebutuhan
lainnya. Adapun macam-macam kebutuhan dasar fisiologis menurut hirarki
maslow adalah kebutuhan oksigen dan pertukaran gas, kebutuhan cairan dan
elektrolit, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan aktifitas, kebutuhan kesehatan
temperatur tubuh dan kebutuhan seksual.
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman (safety and security needs)
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud adalah aman dari
berbagai aspek baik fisiologis maupun psikologis, kebutuhan ini meliputi
kebutuhan perlindungan diri udara dingin, panas, kecelakaan dan infeksi.
Bebas dari rasa takut dan kecemasan, bebas dari perasan terancam dari
pengalami yang baru dan asing.
c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki (love and belonging needs)
Kebutuhan rasa cinta adalah kebutuhan saling memiliki dan dimiliki
terdiri dari memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan
hubungan yang berarti dengan orang lain, kehangatan, habatan, mendapatkan
tempat atau diakui dalam keluarga dan kelompok.
d. Kebutuhan harga diri (self-esteem needs)
Kebutuhan harga diri ini meliputi perasaan tidak tergantung pada orang
lain, kompeten, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
e. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Needs For Self Actualizatiion)
6
Kebutuhan aktulisasi merupakan kebutuhan tertinggi dalam piramida
hirarki maslow yang meliputi dapat mengenal diri sendiri dengan baik
(mengenal dan memahami potensi diri ), belajar memenuhi kebutuhan diri
sendiri, tidak emosial, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif dan
mempunyai kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya.
Konsep Hirarki Maslow ini mengajarkan bahwa manusia senantiasa
berubah menurut kebutuhannya. Jika seseorang merasa kepuasan, ia akan
menikmati kesejahteraan dan bebas untuk berkembang menuju potensi yang
lebih besar. Sebaliknya, jika proses pemenuhan kebutuhan ini terganggu maka
akan timbul kondisi patologis. Oleh karena itu, dengan konsep kebutuhan dasar
maslow akan diperoleh persepsi yang sama bahwa untuk beralih ke butuhan
yang lebuh tinggi, kebutuhan dasar yang ada dibawahnya harus terpenuhi
terlebih dahulu. (Mubarak,2008)
2. Konsep Dasar Kebutuhan Aktifitas
a. Definisi kebutuhan aktifitas
Karakteristik fisik individu yang sehat adalah adanya kemampuan
melakukan aktifitas untuk memenuhi kebutuhan misalnya berdiri, berjalan, dan
bekerja. Aktifitas adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Kemampuan aktifitas seseorang dipengaruhi oleh
adekuatnya siatem persyarafan, otot dan tulang, atau sendi. (Tarwoto dan
Tarwonah, 2010). System tubuh yang berperan dalam aktifitas antara lain:
1) Sistem Persarafan
System saraf terdiri dari : System saraf pusat (otak dan medulla spinalis)
terjadinya kerusakan pada siatem saraf pusat seperti pada fraktur tulang
belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum dan system saraf tepi
(percabangan dari saraf pusat) kerusakan saraf tepi dapat menyebabkan
tergangggunya daerah yang inervisi.
2) Sistem musculoskeletal yang terdiri dari:
a) Otot
7
Otot skelet (otot lurik) berperan dalam gerakan tubuh, postur, dan
fungsi produksi panas. Fungsi otot yaitu mengontrol pergerakan,
mempertahankan postur tubuh, dan menghasilkan panas. Otot, tulang, dan
sendi terintegrasi menghasilkan pergerakan tubuh, misalnya berjalan dan
berlari. Otot skelet berkontaksi untuk mempertahankan postur. (M. Asikin,
2016)
Menurut Tarwoto & Wartonah, (2010), kontraksi otot skelet dapat
dikelompokan menjadi dua yaitu, Kontraksi isometric dan Kontraksi
isotonic, kontraksi isometrik ini tidak terjadi pendekatan otot selama
kontraksi, karena tidak memerlukan sliding myofibril, tetapi secara paksa.
Misalnya, saat kita mengangkat barang yang sangat berat, mendorong meja,
dengan tangan lurus sehingga terjadi tegangan. Sedangkan Kontraksi
isotonic adalah jenis kontraksi dimana terjadi pemendekatan otot tetapi
tegangan pada otot tetap konstan. Kontraksi ini memerlukan energi yang
sangat besar. Contoh jenis kontraksi ini adalah mengangkat beban
menggukan otot bisep, kegiatan makan, menyisir, dan lainnya.
b) Sendi
Sendi merupakan semua persambungan tulang, baik yang
memungkinkan tulang tersebut dapat bergerak satu sama lain maupun tidak
dapat bergerak satu sama lain. Ada tiga klasifikasi sendi yaitu, Sendi
sinartrosis, sendi yang tidak dapat digerakan karena terdapat jaringan ikat
(sisdenmosis) diantaranya tulang yang saling berhubungan, sendi
amfirtrosis, sendi yang pergerakannya terbatas, dan Sendi diartrosis, sendi
yang mampu digerakan secara bebas.
c) Tulang (rangka)
Secara umum fungsi dari tulang (rangka) adalah sebagai berikut:
(1) Menyongkong jaringan tubuh, termasuk memberi bentuk pada
tubuh (postur tubuh)
(2) Melindungi bagian tubuh yang lunak, seperti otak, paru-paru, hati
dan medulla spinalis
8
(3) Sebagai tempat melekatnya otot dan tendon, termasuk juga
ligament
(4) Sebagai sumber mineral, seperti garam, fosfat dan lemak.
(5) Berperan dalam proses hematopoiesis (produksi sel darah).
b. Faktor Yang Mempengaruhi Aktifitas
Menurut Andri & Wahid, 2016 faktor-faktor yang mempengaruhi
aktivitas adalah sebagai berikut :
1) Tingkat perkembangan tubuh
Usia akan mempengaruhi tingkat perkembangan mobilitas pada
tingkat usia yang berbeda.
2) Keadaan fisik
cacat tubuh, dan mobilisasi akan mempengaruhi pergerakan tubuh.
3) Keadaan nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan pada otot, dan
obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang bebas.
4) Kelemahan neuromuscular dan skeletal
Adanya postur abnormal seperti scoliosis, lordosis, dan kifosis dapat
berpengaruh terhadap pergerakan.
5) Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas bila
dibandingkan dengan petani atau buruh.
c. Mekanika Tubuh
Mekanika tubuh adalah penggunaan organ tubuh secara efisiensi dan
efektif sesuai dengan fungsinya.melakukan aktivitas dan istirahat pada
posisi yang benar akan meningkatkan kesehatan. Setiap aktifitas yang
dilakukan oleh perawat harus memperhatikan mekanika tubuh yang benar
seperti kegiatan mengangkat dan mempindahkan pasien.
9
d. Faktor Yang Mempengaruhi Mekanika Tubuh Dan Ambulasi
Menurut hahwita dan sulistyowati (2017) faktor yang mempengaruhi
dinamika tubuh dan ambulasi antara lain:
1) Status kesehatan
Perubahan status kesehatan dapat mempengaruhi siastem
musculoskeletal dan sistem saraf berupa penurunan kordinasi. Perubahan
tersebut dapat disebabkan oleh penyakit, berkurangnya kemampuan untuk
melakukan aktifitas sehari-hari.
2) Nutrisi
Salah satu fubgsi bagi tubuh adalah membantu proses pertumbuhan
tulang dan perbaikan sel. Kekurangan nutrisi bagi tubuh dapat menyebabkan
kelemahan otot dan memudahkan terjadinya penyakit.
3) Emosi
Kondisi psikologis dapat menurunkan kemampuan dinamika tubuh dan
ambulasi yang baik, seseorang yang mengalami perasaan tidak aman , tidak
bersemangat dan harga diri rendah, akan mudah mengalami perubahan
mekanika tubuh dan ambulasi.
4) Situasi dan kebiasaan
Situasi dan kebiasaan yang dilakukan seseorang misalnya, sering
mengangkat benda-benda berat,akan menyebabkan perubahan mekanika
tubuh dan ambulasi.
5) Gaya hidup
Gaya hidup adalah perubuhan pola hidup seseorang, dapat menyebabkan
stress ddan kemungkinan besar akan menimbulkan kecerobohan dalam
beraktifitas sehingga dapat menggagu koordinasi musculoskeletal dan
neurologi, yang akhirnya akan mengakibatkan perubahan mekanika tubuh.
10
3. Konsep Mobilisasi fisik
a. Pengertian Mobilisasi
Mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan memenuhi
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya (Haswita dan sulistyowati,
2017).
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri,
meningkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khusunya penyakit
degenerative, dan untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh). Lingkup
mobilisasi itu sendiri mencakup exercize atau range of motion (ROM),
ambulasi, body mechanic (Kozier, 2000,: Mubarak & Wahit Iqbal, 2015
b. Tujuan Mobilisasi
Memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-
hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma),
mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan
nonverbal (Mubarak & Wahit Iqbal, 2015). Tujuan dari mobilisasi ROM
menurut brunner & suddarth 2002 ( dalam buku ajar ilmu keperawatan dasar
Mubarak & Wahit Iqbal, 2015) adalah sebagai berikut:
1) Mempertahankan fungi tubuh dan mencegah kemunduran serta
mengembalikan rentang gerak aktifitas tertentu sehingga penderita
dapat kembali normal atau setidak-tidaknya dapat memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
2) Memperlancar peredaran darah.
3) Membantu pernafasan jadi lebih kuat.
4) Mempertahankan tonus otot, memelihara, dan meningkatkan
pergerakan dari persendian.
5) Memperlancar eliminasi alvi dan urine.
6) Melatih atau ambulasi.
11
c. Jenis Mobilisasi
1) Mobilisasi penuh
Merupakan kemampuan untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi social dan menjalankan peran sehari-
hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motoric volunteer dan
sensoris untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
2) Mobilitas sebagian
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan
jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu Mobilitas sebagian
temporer dan mobilitas sebagian permanen.
d. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilitas
1) Gaya hidup
Mobilisasi di pengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai yang dianut,
serta lingkungan tempat ia tinggal (masyarakat).
2) Kemampuan
Kelemahan fisik dan mental akan manghalangi seseorang untuk
melakukan aktifitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan
ada dua macam, yakni ketidakmampuan primer dan sekunder.
3) Tingkat energi
Energi dibutuhkan banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal
ini, cadangan energi yang dimiliki masing-masing individu bervariasi.
Disamping itu, ada kecenderungan seseorang untuk menghindari
stressor guna mempertahankan kesehatan fisik dan psikologis.
12
4) Usia
Usia dipengaruhi terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan
aktivitas dan mobilitas menurun sejalan dengan penuaan. (Mubarak &
wahit Iqbal, 2015)
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian riwayat aktifitas klien meliputi riwayat keperawatan dan
pemeriksaan fisik tentang kejajaran tubuh, gaya berjalan, penampilan dan
pergerakan sendi, kemampuan dan keterbatasan gerak, kekuatan dan massa otot,
toleransi aktifitas, masalah terkait mobilitas, serta kebugaran fisik. (Mubarak &
Chayatin, 2008).
Data dapat diperoleh dari riwayat keperawatan, keluhan utama pasien,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang atau tes diagnostik. Riwayat
keperawatan misalnya: riwayat kesehatan keluarga, riwayat penyakit sekarang,
dan kejadian. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan dari kepala sampai kaki
(hand to toe) melalui Teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. (Tarwoto
& Wartonah, 2010).
Menurut Wijaya dan Putri (2013) pengkajian pada pasien fraktur antara lain:
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, Pendidikan, alamat, pekerjaan, agama,
suku, bangsa, tanggal dan jam MRS, nomer register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan utama
Tidak dapat melakukan pergerakan, merasakan nyeri pada area fraktur, rasa
lemah dan tidak dapat melakukan aktivitas (Istianah, 2017).
c. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadinya keluhan/gangguan dalam mobilisasi dan imobilitas, seperti adanya
13
nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan imobilitas, daerah dan
lama terjadinya gangguan mobilitas.
d. Riwayat kesehatan sebelumnya
Apakah pasien pernah mengalami penyakit tertentu yang dapat mempengaruhi
kesehatan sekarang.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga klien memiliki penyakit keturunan yang mungkin
akan mempengaruhhi kondisi sekarang.
f. Riwayat psikososial
Konsep diri pasien imobilisasi mungkin terganggu, oleh karena itu kaji
gambaran ideal diri, harga diri, dan identitas diri serta interaksi pasien dengan
anggota keluarga maupun lingkungan tempat tinggalnya.
g. Aktivitas sehari-hari
Pengkajian ini bertujuan untuk melihat perubahan pola yang berkaitan dengan
terganggunya sistem tubuh, serta dampaknya terhadap pemenuhan kebutuhan
dasar pasien.
h. Pemeriksaan fisik
Menurut Noor (2016) pemeriksaaan fisik pada sistem muskuloskletal yaitu:
1) Inspeksi (look)
Inspeksi sebenarnya telah dimulai sejak awal pertama bertatap muka dengan
pasien. Saat pertama kali melihat pada inspeksi yang diperhatikan adalah raut
muka pasien (apakah terlihat kesakitan), cara jalannya sekurang – kurangnya
20 langkah, cara duduk, cara tidur (periksa adanya kelainan dalam cara
berjalan). Penilaian klinis abnormalitas Gait dapat membantu mencari kelainan
yang mendasari penyakit.
Inspeksi kemudian dilakukan secara sistematis dan ditujukan pada hal – hal
berikut:
a) Jaringan lunak, yaitu pembuluh darah. Saraf, otot, tendon, ligament,
jaringan lunak, fasia, dan kelenjar limfe.
14
b) Kulit, meliputi warna kulit (kemerahan, kebiruan, atau
hiperpigmentasi) dan tekstur kulit.
c) Tulang dan sendi.
d) Jaringan parut, apakah jaringan parut berasal dari luka operasi, trauma
atau supurasi. Apakah ada tanda cicateiks (jaringan parut baik yang
alami maupun buatan seperti bekas operasi) pada status lokalis.
e) Benjolan, pembengkaan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
f) Posisi dan bentuk dari ekstermitas (deformitas).
2) Palpasi (Feel )
Pengkajian yang perlu diperhatikan pada palpasi adalah sebagai berikut:
a) Evaluasi gerakan sendi secara aktif dan pasif. Apakah gerakan ini
menimbulkan rasa sakit. Apakah gerakan ini disertai dengan adanya
krepitasi.
b) Stabilitas sendi, terutama ditentukan oleh integritas kedua
permukaan sendi dan keadaan ligament yang mempertahankan sendi.
c) Pengkajian stabilitas sendi dapat dilakukan dengan memberikan
tekanan pada ligament kemudian gerakan sendi diamati.
d) Pengkajian range of joint movement (ROM). Pengkajian batas
gerakan sendi harus dicatat pada setiap pengkajian ortopedi yang
meliputi batas gerakan aktif dan batas gerakan pasif. Setiap sendi
mempunyai nilai batas gerakan normal yang merupakan patokan
untuk gerakan abnormal dari sendi. Gerakan sendi sebaiknya
dibandingkan dengan mencatat gerakan sendi normal dan abnormal
secara aktif dan pasif.
3) Gerak (Move)
Daerah tungkai yang patah tidak boleh digerakan, karena akan
memberikan respons trauma pada jaringan lunak sekitar ujung fragmen
tulang yang patah. Pasien terlihat tidak mampu melakukan pergerakan pada
sisi paha yang patah.
i. Pemeriksaan penunjang
15
Menurut Istianah, 2017 pemeriksaan penunjang sebagai berikut:
1) Foto rontgen (x-ray)
Tujuan: untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2) Scan tulang
Tujuan: memperhatikan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3) Arteriogram
Tujuannya: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap
Tujuannya: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan ; peningkatan leokosit sebagai respon terhadap peradangan.
5) Kretinin
Tujuannya: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal.
6) Profil koagulasi
Tujuannya: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah ; tranfusi atau
cedera hati.
j. Tingkat Kemampuan Aktivitas/Mobilisasi
1) Kategori tingkat kemampuan
Table 2. 1 tabel kategori tingkat kemampuan
Tingkat
aktivitas/mobilisasi
Kategori
Tingakt 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain dan
peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melaukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
(Wahyudi, 2016)
2) Kemampuan rentang gerak
Pengkajian rentang gerak (range of motion-ROM) dilakukan pada daerah
seperti, bahu, siku, lengan, panggul dan kaki.
Tabel 2.2 tabel kemampuan rentang gerak
Gerak sendi Derajat rentang
16
gerak
Bahu:
Aduksi: gerakan lengan dilateral dari posisi samping keatas kepala,
telapak tangan menghadap keposisi yang paling jauh.
180
Siku :
Flaksi: angkat lengan kebawah kearah depan dan kearah atas
menuju bahu.
150
Pergelangan tangan:
Freksi : tekuk jari-jari tangan kearah bagian dalam lengan bawah.
80-90
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari posisi flaksi 80-90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan kearah belakang sejauh
mungkin
70-90
Abduksi: tekuk pergerakan tangan ke sisi ibu jari ketika telapak
tangan menghadap keatas
0-20
Adduksi: tekuk pergelangan tangan kearah kelingking, telapak
tangan menghadap keatas
30-50
Tangan dan jari:
Flaksi:buat kepalan tangan
90
Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan belakang sejauh mungkin 30
Abduksi: kembangakan jari jangan 20
Adduksi :rapatkan jari-jari tangan dari posisi abduksi 20
Sumber: (Wahyudi & Wahid, 2016)
3) Kekakuan otot dan gangguan koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentuka kekuatan secara bilateral
atau tidak. Derajat kekakuan otot dapat ditentukan dengan:
Tabel 2.3 tabel kekuatan otot
Skala Presentase
Kekuatan Normal
Karakteistik
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat
dipalpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
tompangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan yang normal melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan menahan tahanan
penuh
(Sumber: Wahyudi & Wahid,2016)
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status masalah
kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi masalah
aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah. Manfaat diagnose
17
keperawatan adalah sebagai pedoman pemberian asuhan keperawatan dan
menggambarkan suatu masalah kesehatan dan penyebab adanya masalah.
Menurut SDKI, 2016 (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) masalah
keperawatan yang muncul pada klien gangguan pemenuhan kebutuhan aktifitas
antara lain yaitu gangguan mobilitas fisik, nyeri akut dan gangguan pola tidur.
a. Gangguan mobilitas fisik
Kondisi di mana pasien tidak mampu melakukan pergerakan secara mandiri.
1) Gangguan persepsi kognitif
2) Imobilisasi
3) Gangguan neuromuscular
4) Kelamahan atau paralisis
5) Fraktur
b. Nyeri akut
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional.
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Kondisi pembedahan
2) Cidera traumatis
3) Sindrom coroner akut
4) Glaukoma
c. Gangguan pola tidur
Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal.
Kemungkinan berhubungan dengan:
1) Nyeri/kolik
2) Kecemasan
3) Hipertiroidisme
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan menurut Nuratif dan Kusuma (2015) sebagai berikut:
Tabel 2.4 Rencana Keperawatan
18
Diagnose Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Hasil Intervensi
Hambatan mobilitas fisik
Definisi: keterbatasan dalam
pergerakan fisik tubuh atau satu
atau lebih ekstremitas secara
mandiri dan terarah,
Batasan karakteristik:
1. Penurunan waktu reaksi
2. Kesulitan membolak-balik
posisi
3. Melakukan aktifitas lain
sebagai pengganti
penggerakan
(mis.meningkatkan
perhatian pada aktifitas
orang lain, mengendalikan
perilaku, focus pada
kemerdayaan/aktivitas
sebelum sakit)
4. Dispnea setelah beraktivitas
5. Perubahan cara berjalan
6. Gerakan bergetar
7. Keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan
motoric halus
8. Keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan
motoric kasar
9. Keterbatasan rentang
pergerakan sendi
10. Tremor akibat pergerakan
11. Ketidakstabilan positif
12. Pergerakan lambat
13. Pergerakan tidak
terkoordinasi
Faktor yang berhubungan:
1. Intoleransi aktivitas
2. Perubahan metabolisme
seluler
3. Ansietas
4. Indeks masa tubuh diatas
perentil ke 75 sesui usia
5. Gangguan kognitif
6. Konstraktur
7. Kepercayaan budaya tentang
aktivitas sesuai usia
8. Fisik tidak bugar
9. Penurunan ketahanan tubuh
10. Penurunan kendalli otot
11. Penurunan massa otot
12. Malnutrisi
13. Gangguan musculoskeletal
14. Gangguan neuromuskuler,
NOC
1. Joint movement : active
2. Mobility level
3. Self care : ADLs
4. Transfer performance
Kriteria hasil:
1. Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
2. Mengerti tujuan dan
peningkatan mobilitas
3. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
4. Memperagakan
penggunaan alat
5. Bantu untuk mobilisasi
(walker)
NIC
Exercise therapy:
ambulation
1. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan
lihat respon pasien saat latihan
2. Konsultasikan dengan terapi
fisik tentang rencana ambulasi
sesuai dengan kebutuhan
3. Bantu pasien untuk
menggunakan tongkat saat
berjalan dan cegah terhadap
cidera
4. Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang Teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam
ambulasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara
mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika pasien
memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana
mengubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
19
nyeri
15. Agens otot
16. Penurunan kekuatan otot
17. Kurang pengetahuan tentang
aktivitas fisik
18. Keadaan mood depresif
19. Keterlambatan perkembangan
20. Ketidaknyamanan
21. Difuse, kaku sendi
22. Kurang dukungan lingkungan
(mis,fisik atau social)
23. Keterbatasan ketahanan
kardiovaskuler
24. Kerusakan integritas struktur
tulang
25. Program pembatasan gerak
26. Keengganan memulai
pergerakan
27. Gaya hidup monoton
28. Gangguan sensori perceptual
Nyeri akut
Definisi : pengalaman sensori dan
emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jaringan yang
actual atau potensial.
Batasan karakteristik :
1. Perubahan selera makan
2. Perubahan tekanan darah
3. Laporan isyarat
4. Perlakuan distraksi
5. Mengekspresikan prilaku
6. Sikap melindungi area nyeri
7. Indikasi nyeri yang dapat
diamati
8. Perubahan posisi menghindari
nyeri
9. Dilatasi pupil
10. Melaporkan nyeri secara
verbal
11. Gangguan tidur
Faktor yang berhubungan :
1. Tirah baring atau imobilisasi
2. Kelemahan umum
3. Ketidakseimbangan antara
suplay dan kebutuhan oksigen
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
NOC
1. Level pain
2. Pain control
3. Comfort level
Kriteria hasil :
1. Mampu mengontol nyeri
(tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan
tehnik non farmakologi
untuk mengurangi
nyeri,mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri)
4. Mengatakan nyaman
setelah nyeri berkurang
NIC
Activity therapy
1. Kaji secara komprehensif
terhadap nyeri termasuk
lokasi, karakteristik,durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri dan faktor
presipitasi
2. Observasi reaksi
ketidaknyamanan secara
onverbal.
3. Gunakan srategi
komunikasi terapeutik
untuk menggungkapkan
pengalaman nyeri dan
penerimaan pasien
terhadap respon nyeri
4. Tentukan pengaruh
pengalaman nyeri terhadap
kualitas hidup (nafsu
makan, tidur, aktifitas,
mood, hubungan social)
5. Tentukan faktor yang
dapat memperburuk nyeri.
6. Lakukan evaluasi dengan
pasien dan tim kesehatan
lain tentang ukuran
pengontrolan nyeri yang
telah dilakukan
7. Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi
respon ketidaknyamanan
pasien (suhu ruangan,
cahaya, dan suara)
20
8. Ajarkan cara penggunaan
terapi nonfarmakologi
(distraksi, guide imagery,
relaksasi)
9. Tingkat istirahat
10. Berikan informasi tentang
nyeri termasuk penyebab
nyeri, berapa lama nyeri
akan hilang, antisipasi
terhadap ketidaknyamanan
11. Pemberian obat analgetik
untuk mengurangi nyeri
Gangguan pola tidur
Definisi : gangguan kualitas dan
kuntitas waktu tidur akibat faktor
eksternal.
Batasan karakteristik:
1. Perubahan pola tidur normal
2. Penurunan kemampuan
berfungsi
3. Ketidakpuasan tidur
4. Menyatakan sering terjaga
5. Menyatakan tidak mengalami
kesulitan tidur
6. Menyatakan tidak merasa
cukup istirahat
Faktor yang berhubungan:
1. Kelembaban lingkukngan
sekitar
2. Suhu lingkungan sekitar
3. Tanggung jabab memberi
asuhan
4. Perubahan pejanan terhadap
cahaya gelap
5. Kurang control tidur
6. Kurang privasi pencahayaan
7. Bising
NOC
1. Anxiety reduction
2. Comfort level
3. Rest: Extent dan pattern
4. Sleep :extent and pattern
Kriteria hasil:
1. Jumlah jam tidur dalam
batas normal 6-8 jam/hari
2. Pola tidur, kualitas dan
batas normal
3. Perasaan segar sesudah
tidur atau istirahat
4. Mampu mengidentifikasi
hal-hal yang
meningkatkan tidur
NIC
Sleep enhancement
1. Kaji kebutuhan tidur
pasien
2. Determinasi efek-efek
medikasi terhadap pola
tidur
3. Fasilitasi untuk
mempertahankan aktifitas
sebelum tidur (membaca)
4. Ciptakan lingkungan yang
nyaman
5. Mrendiskusikan dengan
pasien dan keluarga
tentang tehnik tidur pasien
6. Jelaskan pentingnya tidur
yang adekuat
7. Kolaborasi pemberian obat
yang tidur.
5. Implementasi Atau Pelaksanaan
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperwatan oleh
perawat. Hal-hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan implementasi
adalah intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan validasi,
penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dak teknikal, intervensi
harus dilakukan dengan cermat dan ifisien pada situasi yang tepat, keamanan
fisik dan psikologi dilindungi dan didokumentasi keperwatan berupa
pencatatan dan laporan.
21
6. Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,
kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, pencapaian
tujuan serta ketepatan intervensi keperawatan.
Mengemukakan komponen evaluasi hasil dapat dibagi menjadi 5 komponen,
yaitu sebagai berikut:
a. Menentukan kriteria, standar dan pertanyaan evaluasi,
b. Mengumpulkan data mengenai keadaan klien terbaru,
c. Menganallisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar,
d. Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Pengertian Fraktur
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh tekanan atau trauma.selain itu, fraktur merupakan
rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh tekanan eksternal yang
datang lebih besar dibandingkan dengan yang di serap oleh tulang (M. Asikin,
2016)
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan mementukan apakah fraktur yang terjadi itu
lengkap atau tidak lengkap. (Price & Wilson, 2006 ; NANDA NIC-NOC,
2016)
Fraktur adalah kondisi tulang yang patah atau terputus sambungannya
akibat tekanan berat. Tulang merupakan bagian tubuh yang keras, namun jika
diberi gaya tekan yang lebih besar dari pada yang dapat diarbsorbsi, maka bisa
terjadi fraktur. Gaya tekan yang berlebihan yang dimaksud antara lain seperti,
pukulan yang keras, gerakan memuntir atau meremuk yang terjadi mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner & Suddarth, 2002 ; Istianah, 2017)
22
2. Penyebab Fraktur
a. Trauma
1) Trauma langsung, misalnya pada kecelakaan lalu lintas.
2) Trauma tidak langsung, misalnya jatuh dari ketinggian dengan posisi
berdiri/duduk dapat mengakibatkan fraktur tulang belakang.
b. Patologis: metastase dari tulang.
c. Degenerasi.
d. Spontan, misalnya akibat tarikan otot yang sangat kuat.
3. Jenis-Jenis Fraktur
a. Berdasarkan jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif : fraktur dimana garis patah lebih dari dua fragmen
2) Fraktur segmental : fraktur dimana garis patah lebih dari satu, tetapi
tidak berhubungan.
3) Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang
berlain tempat.
b. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Fraktur tertutup: jika kulit yang menutupi tulang masih intak (utuh).
2) Fraktur terbuka: jika kulit yang menutupi tulang tidak intak (utuh).
c. Berdasarkan komplet dan inkomplet fraktur
1) Fraktur komplet : jika garis patah melalui seluruh menampang tulang
atau melalui kedua konteks tulang.
2) Fraktur inkomplet : apabila garis patah tidak melalui penampang
tulang.
d. Berdasarkan bentuk fraktur dan kaitannya dengan mekanisme trauma
1) Frsktur tranversal : garis fraktur tegak lurus dengan sumbu panjang
tulang.
2) Fraktur oblik : garis fraktur membentuk suatu sudut dan sumbu
panjang tulang.
3) Fraktur spiral : garis fraktur mengelilingi tulang (membentuk spiral).
23
4) Fraktur avulsi : fragmen tulang yang berhubungan ligament/tendon
robek dari tulang utama.
(Istianah, 2017)
4. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Fraktur
a. Usia
Lamanya proses penyebuhan fraktur sehubung dengan umur lebih
bervariasi pada tulang dibandingkan dengan jaringan-jaringan lain pada
tubuh. Cepatnya proses penyembuhan ini sangat behubungan erat dengan
aktifitas osteogenesis dari periosterium dan endosteum. Proses pembentukan
tulang/ osteogenesis telah bermula sejak umur embrio 6 – 7 minggu dan
berlangsung sampai dewasa sekitar umur 30 – 35 tahun. Dari grafik, massa
tulang mulai tumbuh sejak usia 0 sampai usia 30 – 35 tahun, pada usia 30 –
35 tahun pertumbuhan tulang berheti, dan tercapai puncak massa tulang.
b. Tempat / lokasi fraktur
Lokasi yang dikelilingi otot akan sembuh lebih cepat dibandingkan
dengan tulang yang terdapat pada subkutan atau daerah persendian.
c. Ada atau tidaknya dislokasi
Fraktur yang tidak mengalami dislokasi akan lebih cepat sembuh, makin
besar dislokasinya maka semakin lama penyembuhannya.
d. Aliran darah ke fragmen tulang
Bila fragmen tulang mendapatkan aliran darah yang baik, maka
penyembuhannya akan lebih cepat dan tanpa komplikasi. Bila terjadi
berkurangnya aliran darah atau kerusakan jaringan lunak yang berat, maka
proses penyembuhannya akan semakin lama.
5. Gejala Klinis
24
Gejala-gejala fraktur tergantung pada lokasi, berat dan jumlah kerusakan
pada fraktur lain. Pengkajian gejala klinis fraktur meliputi:
a. Aktivitas/istirahat
Klien memperlihatkan keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang
cidera. Kemungkinan terjadi sebagai akibat langsung dari fraktur atau
akibat sekunder pembengkaan jaringan dan nyeri.
b. Sirkulasi
Klien menunjukan tanda/gejala:
1) Peningkatan tekanan darah, mungkin terjadi akibat respons terhadap
nyeri atau kecemasan. Sebaliknya penurunan tekanan darah mungkin
terjadi bila terjadi pendarahan
2) Takikardia
3) Penurunan atau hilangnya denyut nadi pada bagian distal atau cidera,
pengisian kapiler lambat, pucat pada area fraktur.
c. Neurosensori
Klien menunjukan tanda dan gejala:
1) Hilang gerakan
2) Parestesia (kesemutan), deformitas local, angulasi abnormal,
pemendekan, rotasi, krepitasi, spasme otot, kelemahan atau
kehilangan fungsi.
3) Kekurangan atau hilangnya fungsi pada bagian yang cedera sebagai
akibat langsung dari fraktur.
4) Agitasi, mungkin berhubungan dengan nyeri, kecemasan, atau trauma
lain.
d. Rasa tidak nyaman
Klien menunjukan tanda dan gejala :
1) Nyeri hebat tiba-tiba pada saat cedera, mungkin terlokalisasi pada
klien fraktur, berkurang pada imobilisasi.
2) Spasme/kram otak setelah imobilisasi.
3) Pembengkaan local yang dapat meningkatkan bertahap atau tiba-tiba.
(Istianah, 2017).
25
6. Komplikasi
Komplikasi fraktur antara lain :
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma ditandai dengan menghilangnya denyut
nadi, menurunnya CRT, sianosis bagian distal, dan hematoma melebar.
Tanda lain adalah rassa lain pada ekstermitas akibat tindakan darurat
splinting, perubahan posisi yang sakit, tindakan reduksi, pembedahan.
2) Kompeten syndrome
Kompeten syndrome merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, syaraf, dan pembuluh darah dalam jaringan perut.
Konsisi ini biasanya disebabkan oleh edema atau pendarahan yang menekan
otot, saraf, dan pembuluh darah. Penyebab lain mungkin berasal dari
tekanan luar, seperti gips atau pembebatan yang terlalu kuat.
3) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak
atau terganggu. Konsisi ini dapat menyebabkan nekrosis tulang yang
diawali dengan munculnya Volkman’s ischemia.
4) Syok
Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
parmeabilitas kepiler. Kondisi yang umum ini terjadi pada kasus fraktur ini
bias menyebabkan turunnya oksigen.
5) Infeksi
Trauma pada jaringan dapat menurunkan fungsi sistem pertahanan
tubuh. Pada trauma ortopedik, infeksi dimulai pada kulit dan masuk
kedalam tubuh. Kondisi ini terjadi pada kasus fraktur terbuka, akan tetapi
bias juga karena penggunaan bahan asing dalam pembedahan seperti pin
dan plat.
b. Komplikasi lanjutan
1) Delayed union
26
Delayed union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu sesui
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Umumnya
disebabkan oleh penurunan suplay darah ke tulang.
2) Non union
Non union merupakan kondisi ketika fraktur gagal menyatu dan
memproduksi sambungn yang lengkap, kuat, dan stabil setelah enam bulan.
Kondisi ini ditandai dengan pergerakan berlebih pada sisi fraktur yang
membentu sendi palsu atau pseudoarthrosis. Sama halnya dengan delayed
union, konsisi non union juga disebabkan karena berkurangnya suplai darah
ketulang.
3) Mal union
Mal union merupakan kondisi penyembuhan tulang yang terlihat dari
meningkatnya kekuatan tulang dan perubahan bentuk (deformitas). Kondisi
ini dicapai memulai pembedahan dan reimobilitas.
7. Manifestasi Klinis
Nuratif dan Kusuma (2015) mengemukakan manifestasi klinis pada pasien
fraktur yaitu:
a. Tidak dapat menggunakan anggota gerak
b. Nyeri pembengkakan
c. Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
dari kamar mandi pada prang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
d. Gangguan fungsi otak gerak
e. Deformitas
f. Kelainan gerak
g. Krepitasi
8. Perkiraan Penyembuhan Fraktur
Menurut NANDA NIC-NOC, 2016 waktu penyembuhan fraktur adalah
sebagai beribut :
27
Tabel 2.5
9. P
e
n
a
talaksanaan Medis
a. Diagnosis dan penilaian fraktur
Anamnesis, pemeriksaan klinis dan radiologi dilakukan untuk
mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada awal pengobatan perlu
diperhatikan: lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan teknik yang sesuai
untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama pengobatan.
b. Reduksi
Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi
dan traksi manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai, dan alat yang
lainnya. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi interna dalam
bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku.
c. Retensi
Imobilitas fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat
atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstermitas yang
mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional seoptimal mungkin (Istianah, 2017)
Lokalisasi Waktu penyembuhan
1. Falang/metacarpal/kosta
2. Destal radius
3. Diafis ulna dan radius
4. Humerus
5. Klavikula
6. Panggul
7. Femur
8. Kondilus femur/tibia
9. Tibua/fibula
10.Vetebrata
3-6 minggu
6 minggu
12 minggu
10-12 minggu
6 minggu
10-12 minggu
12-16 minggu
8-10 minggu
12-16 minggu
12 minggu
28
10. Pathway
top related