BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar ...repository.poltekkes-tjk.ac.id/451/3/BAB II.pdf · c. Hipotermi Suhu tubuh berada dibawah rentang normal tubuh. 12 d.
Post on 03-Mar-2020
4 Views
Preview:
Transcript
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Konsep Kebutuhan Dasar
1. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia
Kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow atau yang di
sebut Hirearki kebutuhan dasar Maslow yang meliputi lima kategori
kebutuhan dasar, yaitu;
a. Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam
Hierarki Maslow. Umumnya seseorang yang memiliki beberapa
kebutuhan yang belum terpenuhi akan lebih dulu memenuhi
kebutuhan fisiologisnya di bandingkan dengan kebutuhan lainnya.
Adapun macam-macam kebutuhan dasar fisiologis menurut
Hierarki Maslow adalah kebutuhan oksigen dan pertukaran gas,
kebutuhan cairan dan elektrolit, kebutuhan makanan, kebutuhan
eliminasi urine dan alvi, kebutuhan istirahat tidur, kebutuhan
aktivitas, kebutuhan kesehatan temperature tubuh dan kebutuhan
seksual.
b. Kebutuhan keselamatan dan rasa aman
Kebutuhan keselamatan dan rasa aman yang dimaksud
adalah aman dari berbagai aspek baik fisiologis maupun
psikologis.Kebutuhan ini meliputi kebutuhan perlindungan diri dari
udara dingin, panas, kecelakaan, bebas dari perasaan terancam
karena pengalaman yang baru atau asing.
c. Kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki
Setelah kebutuhan dasar dan rasa aman relative dipenuhi,
maka timbul kebutuhan untuk dimiliki dan dicintai.Kebutuhan rasa
cinta adalah kebutuhan saling memiliki dan dimiliki terdiri dari
memberi dan menerima kasih sayang, perasaan dimiliki dan
hubungan yang berarti dengan orang lain. Kehangatan,
9
persahabatan, mendapat tempat atau di akui daam keluarga,
kelompok atau lingkungan social.
d. Kebutuhan harga diri
Ada dua macam kebutuhan akan harga diri. Pertama, adalah
kebutuhan-kebutuhan akan kekuatan, penguasaan, kompetensi,
percaya diri, kemandirian. Sementara yang kedua adalah
kebutuhan akan penghargaan dari orang lain, status, ketenaran,
dominasi, kebanggaan, dianggap penting, dan apresiasi dari orang
lain. Kebutuhan harga diri meliputi perasaan tidak bergantung pada
orang lain, kompeten, penghargaan terhadap diri sendiri dan orang
lain.
e. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan yang
terdapat 17 meta kebutuhan yang tidak tersusun secara hierarki,
melainkan saling mengisi.Kebutuhan ini meliputi dapat mengenal
diri sendiri dengan baik (mengenal dan memahami potensi diri),
belajar memenuhi kebutuhan diri sendiri, tidak emosional,
mempuya dedikasi yang tinggi, kreatif dan mempunyai
kepercayaan diri yang tinggi dan sebagainya.
Dalam buku kebutuhan dasar manusia, konsep Hierarki
Maslow ini menjelaskan bahwa manusia senantiasa berubah
menurut kebutuhannya.Jika seseorang merasa kepuasan, ia akan
menikmati kesejahteraan dan bebas untuk berkembang menuju
potensi yang lebih besar. Sebaliknya, jika proses pemenuhan
kebutuhan ini terganggu maka akan timbul kondisi patologis. Oleh
karena itu, dengan konsep kebutuhan dasar maslow akan di peroleh
persepsi yang sama bahwa untuk beralih ke kebutuhan yang lebih
tinggi kebutuhan dasar yang ada di bawahnya harus terpenuhi
terlebih dahulu (Mubarak dkk, 2015).
10
2. Pengertian Kebutuhan Keamanan dan Proteksi
Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang
terhindar dari ancaman bahaya atau kecelakaan.Kecelakaan merupakan
kejadian yang tidak dapat di duga dan tidak di harapkan yang dapat
menimbulkan kerugian, sedangkan keamanan adalah keadaan aman
dan tentram (Tarwoto dan Wartonah, 2010). Menurut Mubarak dkk
(2015) kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah suatu
keadaan seseorang agar terhindar dari ancaman bahaya atau
kecelakaan.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebutuhan Keamanan dan
Keselamatan (Tarwoto dan Wartonah, 2010:143)
a. Usia
Pada anak-anak tidak terkontrol dan tidak mengetahui akibat dari
apa yang di lakukan. Pada orang tua atau lansia akan mudah sekali
terjatuh atau kerapuhan tulang
b. Tingkat kesadaran
Pada pasien koma, menurunnya respon terhadap rangsangan,
paralisis, disorentasi, dan kurang tidur.
c. Emosi
Emosi seperti kecemasan, depesi, dan marah akan mudah sekali
terjadi dan berpengaruh terhadapmasalah keselamatan dan
keamanan.
d. Status mobilisasi
Keterbatasan aktivitas, paralisis, kelemahan otot, dan kesadaran
menurun memudahkan terjadinnya risiko injuri atau gangguan
integritas kulit.
e. Gangguan presepsi sensori
Kerusakan sensori akan memengaruhi adaptasi terhadap
rangsangan yang berbahaya seperti gangguan penciuman dan
penglihatan.
11
f. Informasi atau komunikasi
Gangguan komunikasi seperti afasia atau tidak dapat membaca
menimbulkan kecelakaan.
g. Penggunaan antibiotic yang tidak rasional
Antibiotik dapat menimbulkan resisten dan syok anafilaktik.
h. Keadaan imunitas
Gangguan imunitas akan menimbulkan daya tahan tubuh yang
kurang sehinggamudah terserang penyakit.
i. Ketidakmampuan tubuh dalam tubuh dalam memproduksi sel
darah putih. Sel darah putih berfugsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap sesuatu penyakit.
j. Status nutrisis
Keadaan nutrisis yang kurang dapat menimbulkan kelemahan dan
mudah terserang penyakit, demikian sebaliknya, kelebihan nutrisi
berisiko terhadap penyakit tertentu.
k. Tingkat pengetahuan
Kesadaran akan terjadinya gangguan keselamatan dan keamanan
dapat di prediksi sebelumnya.
4. Konsep Dasar Masalah Pada Kebutuhan Keamanan dan Proteksi
Masalah keperawatan yang masuk dalam kategori lingkungan dan
sub kategori keamanan dan proteksi dalam stadar diagnosis
keperawatan Indonesia (SDKI, 2016).
a. Gangguan kerusakan integritas kulit/jaringan
Kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis) atau jaringan
(membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,kartilago,
kapsul sendi atau ligament).
b. Hipertermi
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
c. Hipotermi
Suhu tubuh berada dibawah rentang normal tubuh.
12
d. Perilaku kekerasan
Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak
terkendai secara verbal sampai dengan mencederai orang lain
dan/atau merusak lingkungan.
e. Perlambatan pemulihan pasca bedah
Pemanjangan jumlah hari pascabedah untuk memulai dan
melakukan aktivitas sehari-hari.
f. Resiko infeksi
Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
g. Resiko jatuh
Beresiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan
akibat terjatuh.
h. Resiko bunuh diri
Beresiko melakukan upaya menyakiti diri sendiri untuk mengakhiri
kehidupan.
i. Resiko cidera pada ibu
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik pada ibu selama
masa kehamilan sampai dengan proses persalinan.
j. Resiko cidera pada janin
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik pada janin selama
proses kehamilan dan persalinan.
k. Resio mutilasi diri
Bersesiko sengaja mencederai diri yang menyebabkan kerusakan
fisik untuk memperoleh pemulihan ketegangan.
l. Resiko alergi
Beresiko mengalami stimulasi respon imunitas yang berlebihan
akibat terpapar alergen.
m. Resiko luka tekan
Beresiko mengalami cedera lokal pada kulit dan/atau jaringan,
biasannya pada tonjolan tulang akibat tekanan dan/atau gesekan.
n. Termoregulasi tidak efektif
Kegagalan mempertahankan suhu tubuh dalam rentang normal.
13
o. Resiko cedera
Beresiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang
menyebabkan seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam
kondisi baik.
5. Pencegahan Infeksi
Proses inflamasi tidak boleh dihentikan oleh karena menjadi
mekanisme pertahanan tubuh terhadap cidera trauma yang merusak
kulit. Berikut tindakan keperawatan dan kolaborasi pada tahap
inflamasi.
a. Mencuci luka dengan larutan fisiologis yang tidak iritatif atau
merusak jaringan luka dan dapat menggunakan antiseptik gentle
(lembut) untuk mencegah infeksi atau mengontrol pertumbuhan
kuman. Mencuci luka dapat menggunakan teknik swab atau
gosokan lembut dan irigasi.
b. Membatasi penggunaan iodine povidine yang dapat menghambat
fibroblast dalam sintesis kolagen dan penggunaan hydrogen
peroksida yang merusak jaringan luka.
c. Mengajarkan individu manajemen nyeri dan elevasi bagian tubuh
yang cedera atau luka untuk meningkatkan kenyamanan dan
mencegah edema berlebihan.
d. Memilih tropikal terapi yang mendukung lingkungan luka lembab
(moist), sehingga mempercepat proses penyembuhan luka dan
mencegah infeksi.
e. Memberikan vitamin c (antioksidan), pyridoxine, riboflavin dan
thiamine yang dapat membantu stamina tubuh atau sel dalam
melawan bakteri sebagai penyebab infeksi serta asam lemak omega
3 yang dapat membantu dalam respon inflamasi dan mencegah
infeksi.
f. Memberikan pendidikan kesehatan cara perawatan luka di rumah
14
g. Mengawasi pemberian obat antibiotik, kortikosteroid, atau anti
inflamasiyang dapat menghambat sel neutrophil dan fibroblast
bekerja (Wijaya, 2018).
B. Tinjauan Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data
dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi
status kesehatan klien (Budiono dkk, 2016).
Data dapat diperoleh dari riwayat keperawatan, keluhan utama pasien,
pemeriksaan fisik, serta penunjang atau tes diagnostik.Riwayat
keperawatan, misalnya; riwayat kesehatan keluarga, riwayat peyakit
sekarang, dan riwayat kejadian.Pemeriksaan fisik meliputi
pemeriksaan kepala sampai ke kaki (head to toe) melalui teknik
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.Pemeriksaan penunjang,
misalnya hasil pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi, dan
pemeriksaan biopsy (Tarwoto dan Wartonah, 2010).
Berikut adalah pengkajian pada pasien diabetes mellitus;
a. Identitas klien
1. Nama : -
2. Umur : Pada pasien diabetes tipe 2 biasanya terjadi
pada usia di atas 40 tahun (Hans Tandra, 2017).
3. Jenis kelamin : Wanita lebih banyak dibandingkan pria
(Hans Tandra, 2017)
4. Tempat tinggal : Daerah perkotaan ( Bilous dan Donelly,
2014)
b. Keluhan utama
Keluhan utama adalah penyebab yang mendorong seseorang
mencari pertolongan (Brunner dan Suddarth, 2001).Keluhan utama
yang biasa dikeluhkan pasien diabetes melitus yaitu banyak
15
kencing, rasa haus, berat badan turun, luka sukar sembuh disertai
infeksi, sering kesemutan, badan terasa lemah, kulit kering dan
gatal.(Hans Tandra, 2015).
c. Riwayat kesehatan sekarang
1. Banyak kencing
Hal ini terjadi karena ginjal tidak dapat menyerap kembali
gula yang berlebihan di dalam darah sehingga gula akan
menarik air ke luar jaringan. Selain kencing menjadi sering dan
banyak, anda juga mengalami dehidrasi atau kekurangan
cairan.
2. Rasa haus
Untuk mengatasi dehidrasi, rasa haus timbul dan anda akan
banyak minum,dan terus minum.
3. Berat badan selalu turun
Hal ini diakibatkan otot tidak mendapat cukup gula dan
energy untuk tumbuh sehingga mau tak mau jaringan lemak
dan otot harus di pecah untuk memenuhi kebutuhan
energi.Efeknya berat badan menjadi turun, meskipun makannya
banyak.
4. Luka sukar sembuh
Penyabab luka sukar sembuh adalah pertama, akibat infeksi
hebat sehingga kuman atau jamur mudah tumbuh pada kondisi
gula darah tinggi, kedua karena kerusakan pembuluh darah
sehingga aliran darah tidak lancar pada kapiler sehingga
menghambat penyembuhan luka, dan yang ketiga adalah
kerusakan saraf, luka yang tidak terasa menyebabkan diabetesi
tidak menaruh perhatian luka dan membiarkannya semakin
busuk.
5. Mudah kena infeksi
Leukosit (sel darah putih) yang biasanya dipakai untuk
melawan infeksi tidak dapat berfungsi dengan baik pada
16
keadaan gula darah tinggi.Diabetes membuat anda mudah
terkena infeksi.
6. Rasakesemutan
Kerusakan saraf yang disebabkan glukosa tinggi akan
merusak dinding pembuluh darah, yang mengganggu nutrisi
bagi saraf. Karena rusaknya saraf sensori maka keluhan yang
paling sering muncul adalah rasa kesemutan atau baal (tidak
terasa).
7. Badan lemah
Keluhan diabetes dapat menyerupai rasa capek, lemah, dan
nafsu makan menurun. Pada diabetesi, gula tidak lagi dapat
diangkut ke dalam sel untuk menjadi energi.
8. Mata kabur
Gula darah yang tinggi akan menarik ke luar cairan dari lensa
mata sehingga lensa menjadi tipis. Akibatnya mata diabetesi
mengalami kesulitan focus, selanjutnya membuat penglihatan
menjadi kabur(Hans Tandra, 2015).
d. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya klien diabetes melitus memiliki riwayat hipertensi (Hans
Tandra, 2015).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Penyakit yang mungkin diturunkan, menular, atau berhubungan
dengan lingkungan hidup. Pada pasien diabetes biasanya adanya
riwayat keluarga yang menderita Diabetes melitus (Wijaya, 2018)
1. Pengkajian Luka Menurut (Hess, 1999) dalam Wijaya (2018)
a. Tipe penyembuhan luka
Tipe penyembuhan luka adalah klasifikasi proses kulit dan jaringan
tubuh yang mengalami ciderauntuk memperbaiki diri dan melakukan
proses penyembuhan luka (type of wound repair) dapat di bagi menjadi
tiga tipe dimana setiap tipe tergantung pada luka dapat diuraikan
sebagai berikut:
17
1. Tipe primer
Type penyembuhan primer merupakan perbaikan jaringan
tubuh dalam proses penyebuhan luka dibantu dengan suatu alat
atau bahan.tipe ini terjadi pada luka pascabedah dimana tepi luka
satu dan lainnya, penyembuhannya dibantu dengan jahitan benang
(suture), surgical staples, tape (plaster), lem atau gel (perekat).
2. Tipe sekunder
Tipe penyembuhan sekunder adalah perbaikan jaringan
tubuh dalam proses penyembuhan luka tanpa bantuan alat tetapi
dengan menumbuhkan jaringan baru (granulasi) dari dasar luka
sampai luka menutup. Tipe penyembuhan ini menggunakan
berbagai balutan luka yang dapat menstimulasi pertumbuhan
jaringan granulasi dari dasar luka sampai epitelisasi menutup
seluruh permukaan luka.
3. Tipe tersier
Tipe penyembuhan tersier tersebut sebegai tipe
penyembuhan primer yang lambat (delayed primary intention)
yatu perbaikan jaringan tubuh dalam proses penyembuhan luka
dengan menghilangkan infeksi atau benda asing yang terjadi pada
tipe penyembuhan primer. Ketika infeksi atau benda asing dapat
di hilangkan, maka tipe penyembuhannya dapat menggunakan
tipe penyembuhan sekunder atau primer. Pada tipe penyembuhan
ini, perawat dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan tenaga
kesehatan profesional lainnya untuk mengatasi infeksi, sehingga
tujuan penyembuhan luka akan cepat tercapai.
b. Lokasi anatomi luka
Pengkajian lokasi anatomi luka dilakukan untuk memberikan
deskripsi luka secara akurat pada kolega dan menjadi tanda terkait
penyebab dari luka.Lokasi anatomi luka juga memberikan gambaran
bagaimana rencana perawatan yang di butuhkan.pada klien dengan
diabetes yang memiliki luka pada telapak kaki akibat neuropati akan
18
membutuhkan control glukosa darah adekuat dan off-loading serta
perawatan kaki secara berkelanjutan (Wijaya, 2018).
c. Dimensi luka
Dimensi luka adalah hasil pengukuran luas luka menggunakan
parameter standar melupiti dua dimensi (panjang dan lebar) atau Tiga
dimensi (panjang, lebar dan kedalaman). Pengkajian dimensi luka
dilakukan untuk memberikan gambaran perubahan ukuran luka
sebagai indikasi adanya proses penyembuhan luka lebih baik(Wijaya,
2018).
d. Stadium luka
Pengkajian stadium luka adalah pengukuran seberapa luas lapisan
kulit dan jaringan yang rusak.menyatakan bahwa pengukuran luka
dapat di gunakan untuk memilih intervensi yang tepat dalam
mengembalikan integritas kulit dan memberikan informasi berapa
lama waktu yang dibutukan dalam proses penyembuhan luka. Stadium
luka di bagi menjadi empat berdasarkan kerusakan lapisan kulit.Pada
luka yang di tutupi oleh slough atau nekrotik (jaringan mati) maka
pengkajian stadium luka tidak dapat dilakukan sehingga pada keadaan
tersebut diklasifikasikan sebagai unstadium atau tidak terstadiumkan.
1. Stadium 1; lapisan kulit epidermis utuh hanya kemerahan
2. Stadium 2; lapisan epidermis hilang sampai mengenai sebagian
dermis
3. Stadium 3; kerusakan sampai ke lapisan subkutan
4. Stadium 4; kerusakan sampai terlihat tendon, kapsul sendi, tulang
dan fasia
5. Tidak terstadiumkan, tertutup jaringan nekrotik(Wijaya, 2018).
e. Warna dasar luka dan tipe jaringan
Dasar luka memiliki tiga tipe jaringan yang di bedakan
berdasarkan warnanya.System warna yang digunakan untuk
membedakan tipe jaringan luka di kenal dengan system RBY (red
yellow black).System ini digunakan karena lebih mudah dan konsisten
dalam penggunaanya. System warna dasar luka tersebut yaitu; merah
19
(granulasi), kuning (slough), hitam (nekrotik).pada umumnya luka
terdiri dari kombinasi dari berbagai tipe jaringan dan harus harus di
gambarkan dengan presentase, misalnya 50% granulasi, 50% slough
(Wijaya, 2018).
f. Eksudat
Eksudat atau cairan luka atau drainage adalah akumulasi caira yang
di keluaran oleh luka yang terdiri dari serum, debris selular, bakteri
dan leukosit.Pengkajian eksudat meliputi; jumlah, warna,
konsistensidan baunya. Menurut Bates-Jensen (1997) membagi jumlah
eksudat menjadi tidak ada eksudate, lembap, sedikit, sedang dan
banyak
Jumlah eksudat dan efek pada luka;
1. Tidak ada, jaringan luka kering.
2. Lembap, jaringan lua lembab.
3. Sedikit, jaringan luka basah,kelembapan merata pada luka, cairan
sekitar 25% dari dressing.
4. Sedang, jaringan luka jenih (saturasi),kelembapan mungkin
merata atau tidak pada luka,cairan sekitar 25%-75% dari dressing.
5. Banyak, jaringan luka sangat basah, cairan sekitar membasahi
seluruh dressing atau merembes.
Eksudat juga termasuk memeriksa warna dan kosistensinya yang dapat
dibagi menjadi empat yaitu;
1. Serous; eksudat bening atau kuning pucat yang berisi plasma cair.
2. Sanguineus; eksudat berisi darah segar dengan konsistensi kental
atau cair.
3. Serosanguineus; eksudat berisi plasma dan sel darah merah.
4. Purulen; eksudat mengandung sel darah putih, organisme hidup
atau mati, warna kuning, hijau atau coklat sebagai tanda infeksi
serta konsistensi kental atau cair dan berbau(Wijaya, 2018).
20
g. Odor
Odor atau bau pada luka atau cairan luka (eksudat) dapat
menandakan adanya pertumbuhan mikroorganisme pada
luka.karakteristik bau pada luka akan bervariasi tergantung pada
kelembapan luka, organisme, jumlah jaringan mati. Menurut Hugton
dan Young (1995), bau dapat dikaji dengan Odour Assessment Scoring
Tool yang di bagi menjadi empat sector yaitu;
1. Kuat; bau ketika memasuki ruangan (6-10 kaki atau 2-3
meter dari klien) dengan dressing utuh tidak di buka.
2. Moderate; bau ketika memasuki ruangan (6-10 kaki atau 2-3
meter dari klien) dengan dressing sudah di buka.
3. Ringan; bau ketika berada didekat klien dengan balutan di
buka.
4. Tidak ada; tidak ada bau walaupun di samping klien dengan
dressing di buka(Wijaya, 2018).
h. Pinggiran luka
Pinggiran luka harus di kaji sebagai bagian integral dari evaluasi
luka.Pinggiran luka akan memberikan gambaran proses epiteisasi
berkembang, kronisitas dan bahkan etiologi. Baranoski dan Ayello
(2012)menyatakan bahwa proses migrasi luka di mulai dari pinggir
luka menuju ke tengah sampai menutupi seluruh luka(Baranoski dan
Ayello, (2012) dalam Wijaya, 2018).
i. Kulit sekitar luka
Pengkajian kulit sekitar luka harus di lakukan secara rutin setiap
mengganti dressing atau balutan. Parameter dalam pengkajian kulit
sekitar luka sebagai berikut;
1. Warna; eritema, pucat atau kebiruan.
2. Tekstur; lembab, kering, maserasi dan mengeras.
3. Suhu kulit; hangat atau dingin.
4. Integritas kulit; maserasi, ekskoriasi, mengelupas, lesi, edema atau
erosi(Wijaya, 2018).
21
j. Infeksi
Ada tidaknya tanda infeksi local harus didokumentasikan sebagai
bagian dari pengkajian.Infeksi local yang klasik dapat di tandai dengan
peningkatan slough, eksudat berlebih disertai perubahan warna dan
konsistensi, jaringan granulasi pucat, kemerahan dan hangat sekitar
luka, nyeri atau nyeri tekan, bau yang tidak sedap dan luka semakin
meluas(Wijaya, 2018).
k. Nyeri
Nyeri pada luka dapat di identifikasi adanya infeksi atau kerusakan
luka lebih parah akibat pilihan tindakan yang tidak tepat atau
insufisiensi vascular.Pengkajian nyeri perlu dilakukan secara teratur
untuk membantu penyembuhan luka.Nyeri tidak hanya di ungkapkan
tetapi juga dapat di ekspresikan dari raut wajahnya, sehingga perawat
dalam melakukan perawatan luka harus memperhatikan respon non
verbal klien (Wijaya, 2018).
2. Pemeriksaan Umum (Kardiyudiani dan Susanti, 2019)
a. Aktivitas atau Istirahat
Gejala; insomnia, sensitivitas meningkat, otot lemah, gangguan
koordinasi, kelelahan berat.
tanda; Atrofi otot.
b. Sirkulasi
Gejala; palpitasi, nyeri dada (angina).
Tanda; distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur,
peningkatan tekanan darah dengan tekanan nada yang
berat.Takikardia saat istirahat, sirkulasi kolaps, syok (krisis
tirotoksikosis).
c. Eliminasi
Gejala; perubahan pola berkemih (polyuria, nocturia), rasa nyeri
atau terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), infeksi saluran kemih
berulang, nyeri tekan abdomen, diare, urine encer, pucat, kuning,
polyuria (dapat berkembang menjadi oliguria atau anuria jika terjadi
22
hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk (infeksi), bising usus
lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
d. Integritas atau ego
Gejala; stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
Tanda; ansietas peka rangsang.
e. Makanan atau cairan
Gejala; hilang nafsu makan, mual atau muntah, tidak mengikuti
diet, peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat
badan lebuh dari periode beberapa hari atau minggu, haus,
penggunaan diuretic (tiazid).
Tanda; kulit kering atau bersisik, muntah, pembesaran tiroid
(peningkatan kebutuhan metabolisme dengan peningkatan gula
darah), bau halitosis ataumanis, bau buah (napas aseton).
f. Neurosensory
Gejala; pusing atau pening, sakit kepala kesemutan, kelemahan
pada otot parasetia, gangguan penglihatan.
Tanda; disorientasi, mengantuk, lethargi, stupor atau koma (tahap
lanjut), gangguan memori baru masa lalu, kacau mental. Reflek
tendon dalam (RTD menurun;koma), aktivitas kejang (tahap lanjut
dari DKA).
g. Nyeri atau kenyamanan
Gejala; abdomen yang tegang atau nyeri (sedang atau berat), wajah
meringis dengan palpitasi,tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala; merasa kekurangan oksigen, batuk dengan atau tanpa
spuntum purulun (tergantung adanya infeksi atau tidak).
Tanda; sesak napas, batuk dengan atau tanpa puntum purulent
(infeksi), frekuensi pernapasan meningkat.
i. Keamanan
Gejala; kulit kering, gatal, ulkus kulit.
23
Tanda; demam, diafhoresis, kulit rusak, lesi atau ulserasi,
menurunnya kekuatan umum atau rentang gerak, paratesia atau
paralysis otot termasuk otot pernapasan (jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam).
j. Seksualitas
Gejala; Rabas wanita (cenderung infeksi), masalah impotent pada
pria.
Tanda; glukosa darah meningkat 100-200 mg/dl atau lebih, aseton
plasma positif secara mencolok asam lemak bebas kadar lipid dengan
kolestrol meningkat.
2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu pertanyaan yang
menggambarkan respon manusia (keadaan sehat atau perubahan pola
interaksi aktual atau potensial) dari individu atau kelompok tempat Anda
secara legal mengidentifikasi dan Anda dapat memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi,
menyingkirkan, atau mencegah perubahan (Budiono, 2016).
Selanjutnya, pengertian lain menyebutkan bahwa diagnosis
keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respons individu,
keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan aktual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi
keperawatan untuk mecapai hasil tempat perawat bertanggung jawab
(Budiono, 2016).
Menurut SDKI (2016) diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien
yang mengalami diabetes melitus adalah:
1. Kerusakan integritas kulit atau jaringan
Kerusakan kerusakan integritas kulit atau jaringan adalah Kerusakan
kulit (dermis, dan epidermis) atau jaringan (membrane mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang,kartilago, kapsul sendi atau
ligament).
Gejala dan tanda
24
1. Kerusakan jaringan dan lapisan kulit
2. Nyeri
3. Pendarahan
4. Kemerahan
5. Hematoma (SDKI, 2016)
Faktor yang berhubungan
a. perubahan sirkulasi
b. perubahan status nutrisi (kelebihan dan kekurangan)
c. kekurangan atau kelebihan volume cairan
d. penurunan mobilitas
e. bahan kimia iritatif
f. faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan
tinggi)
g. suhu lingkungan yang ekstrem
h. efek samping terapi radiasi
i. proses penuaan
j. perubahan pigmentasi dan perubahan hormonal
k. kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau
melindungi integritas jaringan (SDKI, 2016).
2. Resiko infeksi
Resiko infeksi adalah dimana luka beresiko mengalami peningkatan
terserang organisme patogenik (SDKI, 2016).
Faktor resiko
1. Ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan integitas kulit,
perubahan sekresi PH, penurunan kerja siliaris, ketuban pecah
lama)
2. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder-penurunan
hemoglobin, leukopenia, respons imun tertekan.
3. Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus)
4. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5. Malnutrisi
25
6. Efek prosedur invasive (SDKI, 2016).
26
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Tabel 2.1 : Rencana Keperawatan Menurut SIKI 2018
i NO
DIAGNOSIS INTERVENSI UTAMA INTERVENSI PENDUKUNG
1 Gangguan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan (Nic-Noc, 2015). Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan kriteria hasil:
1. Perfusi jaringan normal
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi
3. Ketebalan dan tekstur jaringan normal
4. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang
5. Menunjukan terjadinya proses penyembuhan luka
Perawatan integritas kulit Observasi: 1. Identifikasi penyebab integritas kulit
(mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi, penurunan kelembapan, suhu lingkunganekstrem, penurunan mobilitas) (SIKI, 2018).
Terapeutik: 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
baring 2. Lakukan pemijatan pada area
penonjolan tulang 3. Bersihkan perineal dengan air
hangat,terutama selama periode diare 4. Gunakan produk berbahan petrolium
atau minyak pada kulit kering 5. Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
6. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering (SIKI, 2018).
1. Dukungan perawatan diri 2. Edukasi perawatan diri 3. Edukasi perawatan kulit 4. Edukasi perilaku upaya kesehatan 5. Edukasi pola perilaku kebersihan 6. Edukasi program pengobatan 7. Konsultasi 8. Latihan rentang gerak 9. Manajemen nyeri 10. Pelaporan status kesehatan 11. Pemberian obat 12. Pemberian obat intradermal 13. Pemberian obat intramuskular 14. Pemberian obat intravena 15. Pemberian obat kulit 16. Pemberian obat subkutan 17. Pemberian obat topikal 18. Penjahitan luka 19. Perawatan area insisi 20. Perawatan imobilisasi 21. Perawatan kuku 22. Perawatan luka bakar
27
Edukasi: 1. Anjurkan menggunakan pelembap
(mis. Lotion, serum) 2. Anjurkan minum air yang cukup 3. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi 4. Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur 5. Anjurkan menghindari terpapar suhu
ekstrem 6. Anjurkan menggunakan tabir surya
SPF minimal 30 saat berada di luar rumah
7. Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya (SIKI, 2018).
Perawatan luka Observasi: 1. Monitor karakteristik luka (mis.
Drainase, warna, ukuran, bau) 2. Monitot tanda-tanda infeksi (SIKI,
2018). Terapetik: 1. Lepaskan balutan dan plester secara
perlahan 2. Cukur rambut disekitar daerah luka 3. Bersihkan jaringan nekrotik 4. Bersikan salep yang sesuai ke kulit
23. Perawatan luka tekan 24. Perawatan pasca seksio sesaria 25. Perawatan skin graft 26. Teknik latihan penguatan otot dan sendi 27. Terapi lintah 28. Skrining kanker(SIKI, 2018).
28
atau lesi, jika perlu 5. Pasang balutan sesuai jenis luka 6. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatan luka 7. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
dan drainase 8. Jadwalkan perubahan situasi setiap 2
jam atau sesuai kondisi klien 9. Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kgBB/hari
10. Berikan suplemenvitamin dan mineral (mis. Vitamin, vitamin C, Zinc, asam amino), sesuai indikasi
11. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf transkutaneous), jika perlu (SIKI, 2018).
Edukasi: 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Anjurkan mengkonsumsi makanan
yang tinggi protein dan kalori 3. Ajarkan prosedur perawatan luka
secara mandiri (SIKI, 2018).
Kolaborasi: 1. Kolaborasi prosedur debriment (mis.
Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika
29
perlu (SIKI, 2018).
2 Risiko infeksi berhubungan dengan trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes melitus)(Nic-Noc, 2015). Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperarawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah teratasi dengan kriteria hasil: 1. Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi 2. Mendeskripsik.an proses
penularan penyaki, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
3. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
4. Jumlah leukosit dalam
Pencegahan Infeksi: Observasi:
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.
Terapeutik: 2. Batasi jumlah pengunjung. 3. Berikan perawatan kulit pada area
edema. 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkunganpasien.
5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi. (SIKI, 2018)
Edukasi: 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi. 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar. 8. Ajarkan etika batuk. 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi. 10. Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi.
1. Dukungan pemeliharaan rumah 2. Dukungan perawatan diri: mandi 3. Edukasi pencegahan luka tekan 4. Edukasi seksualitas 5. Induksi persalinan 6. Latihan batuk efektif 7. Manajemen jalan nafas 8. Manajemen imunisasi/vaksin 9. Manajemen lingkungan 10. Manajemen nutrisi 11. Manajemen medikasi 12. Pemantauan elektrolit 13. Pemantauan nutrisi 14. Pemantauan tanda vital 15. Pemberian obat 16. Pemberian obat intravena 17. Pemberian obat oral 18. Pencegahan luka tekan 19. Pengaturan posisi 20. Perawatan amputasi 21. Perawatan area insisi 22. Perawatan kehamilan risiko tinggi 23. Perawatan luka bakar
30
batas normal. 5. Menunjukan perilaku
hidup sehat.
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan. (SIKI, 2018).
Kolaborasi: 12. Kolaborasi pemberian imunkisasi, jika
perlu (SIKI, 2018).
24. Perawatan luka tekan 25. Perawatan pasca persalinan 26. Perawatan perineum 27. Perawatan persalinan 28. Perawatan persalinan risiko tinggi 29. Perawatan selang 30. Perawatan selang dada 31. Perawatan selang gastrointestinal 32. Perawatan selang umbilikal 33. Perawatan sirkumsisi 34. Perawatan skin graft 35. Perawatan terminasi kehamilan(SIKI,
2018).
31
4. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam
rencana perawatan.Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri
(independen) dan tindakan kolaborasi. Tindakan mandiri (independen)
adalah aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan sendiri dan
bukan merupakn petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain.
Tindakan kolaborasi adalah tindakan yang didasarkan hasil keputusan
bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain. Agar lebih jelas dan
akurat dalam melakukan implementasi, diperlukan perencanaan
keperawatan yang spesifik dan operasional (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk
dapat menemukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada
dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan
tujuan atau kriteria hasil yang telah di tetapkan.Evaluasi perkembangan
kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan keperawatan.Tujuannya
untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan
memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Jika
tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang kelak kesalahanya, dicari jalan
keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu di
lakukan perubahan intervensi (Tarwoto dan Wartonah, 2015).
C. Tinjauan Konsep Penyakit
1. Pengetian Diabetes Melitus
Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit kronis yang di tandai
dengan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah dan selalu di sertai
dengan munculnya gejala utama, yakni urine yang berasa manis dalam
jumlah yang besar. Kelainan yang menjadi penyebab mendasar diabetes
32
melitus adalah difisiensi relatif atau absoult dari hormone insulin (Bilous
dan Donelly, 2014).
2. Klasifikasi Diabetes
Klasifikasi diabetes berdasarkan etiologi penyakit. Terdapat empat kategori
diabetes;
a. Diabetes tipe 1 (disebabkan oleh penghancuran sel pulau
pankreas).
Diabetes tipe 1 di bagi menjadi dua jenis utama; ia atau autoimun
(sekitar 90% pasien penderita diabetes tipe 1 di Eropa dan
Amerika Utara yang merupakan penanda imun, seperti antibody
sel pulau pankreas yang bersirkulasi, menunjukan penghancuran
atau destruksi sel β dan 1 b atau idiopatik (tidak ditemukan bukti
autoimun) (Bilous dan Donelly, 2014).
b. Diabetes tipe 2
Diabetes tipe ini adalah jenis yang paling sering dijumpai.
Biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun, tetapi biasa pula timbul
pada usia di atas 20 tahun. Sekitar 90-95% penderita diabetes
adalah tipe 2. Pada diabetes tipe 2 pankreas masih bisa membuat
insulin, tetapi kualitasnya buruk, tidak berfungsi dengan baik
sebagai kunci memasukan gula ke dalam sel. Pada diabetes tipe 2
pasien biasanya tidak di suntikan insulin dalam pengobatannya,
tetapi memerlukan obat untuk memperbaiki fungsi insulin itu
(Hans Tandra, 2017).
c. Diabetes pada kehamilan
Diabetes yang muncul hanya pada saat hamil disebut diabetes tipe
gestasi atau gestational diabetes.Keadaan ini terjadi karena
pembentukan beberapa hormone pada ibu hamil yang
menyebabkan resistensi insulin.Diabetes semacam ini biasannya di
ketahui setelah kehamilan bulan keempat ke atas, kebanyakan pada
33
trimester ke tiga (tiga bulan terakhir kehamilan).Setelah persalinan,
pada umumnya gula darah kembali normal (Hans Tandra, 2017).
d. Diabetes lain
Ada pula diabetes yang tidak termasuk dalam kelompok di atas
yaitu diabetes sekunder atau akibat dari penyakit lain, yang
mengganggu produksi insulin atau mempengaruhi kerja insulin
(Hans Tandra, 2017). Penyebab diabetes semacam ini adalah;
1. Radang pancreas (pankreatitis)
2. Gangguan kelenjar adrenal atau hipofisis
3. Penggunaan hormone kortikosteroid
4. Pemakaian beberapa obat antihipertensi atau antikolestrol
5. Malnutrisi
6. Infeksi
3. Penyebab Diabetes Tipe 2
Sekita 80% pendeita diabetes tipe 2 terbukti mengalami obesitas atau
kegemukan dan resiko diabetes meningkat secara progresif yang ditunjukan
oleh indeks massa tubuh (IMT) yakni berat badan kg di bagi dengan tinggi
badan dalam millimeter meningkat. Bila IMT lebih dari 35 kg/millimeter,
resiko diabetes akan meningkat sepanjang 10 tahun sebesar 80 kali lipat
dibandingkan dengan nilai IMT yang kurang dari 22 kg/millimeter. Obesitas
ditetapkan secara luas bila IMT >30 kg/millimeter, walaupin IMT tidak
secara akurat mencerminkan massa lemak atau distribusinya terutama pada
populasi Asia. Pemeriksaan yang sederhana untuk mencerminkan massa
lemak bersama distribusinya adalah lingkar lengan (Bilous & Donelly,
2014).
a. Olahraga fisik dan diet
Tingkat aktivitas fisik yang rendah juga mempengaruhi terjadinya
diabetes tipe 2, karena olahraga meningkat sensitivitas terjadi
diabetes tipe 2, karena olahraga meningkatkan sensitivitas insulin
34
dan membantu mencegah obesitas. Diabetes prevention
programmed an diabetes prevention di AS dan finlandia telah
membuktikan bahwa perubahan atau modifikasi gaya hidup
dengan olahraga tingkat sedang dan penurunan berat badan yang
sedang dapat secara dramatis mengurangu perburukan kondisi dari
IGT menjadi diabetes tipe 2 dan menguatkan pentingnya faktor
gaya hidup sebagai penyebab diabetes (Bilous dan Donelly, 2014).
b. Hormone dan sitokin
Lemak viresal melepaskan asam lemak non-esterifikasi (non-
estweified fatty acid, NEFA) dalam jumlah yang besar melalui
lipolysis yang meningkatkan glukonogenesis pada hati dan
menghambat ambilan glukosa serta penggunaanya pada
otot.NEFA dapat juga menghambat sekresi insulin dengan
meningkatkan akumulasi trigliserida dalam sel β. Selain itu
jarngan adipose menghasilkan sitokin yang semuanya telah
terbukti secara riset eksperimen mengganggu kerja insulin (Bilous
dan Donelly, 2014).
c. Inflamasi
Banyak sitokin ikut berperan dalam respons fase akut sehingga
tidak mengejutkan bila penanda (marker) dalam darah seperti
protein C-reaktif dan asam sialik meningkat pada pasien diabetes
tipe 2.Inflamasi atau peradangan dapat menjadi precursor dan
penghubungyang lazim antara diabetes dan penyakit arteri coroner
(Bilous dan Donelly, 2014).
d. Genetik
Bukti dari adanya faktor genetik pada kasus diabetes tipe 2
bersumber dari agregasi penyakit pada keluarga yang jelas, namun
segregasi tidak terjadi pada hukum mendel klasik. Sekitar 10%
pasien yang menderita diabetes tipe 2 mempunyai saudara
kandung yang sama-sama terkena penyakit tersebut.Angka
35
pewarisan genetik (concordance rate) pada kembar identic adalah
secara beragam diramalkan mencapai 33-90% (17-37% pada
bukan kembar identik.Pembawa alel risiko T telah terbukti
mengalami gangguan sekresi insulin dan peningkatan haluaran
glukosa hepatic. Hampir semua gen yang tidak normal tersebut
mempengaruhi massa atau fungsi sel β dan sebagian tanpak
berpotensi menimbulkan resistensi insulin (Bilous dan Donelly,
2014).
e. Sindrom metabolik
Agregasi obesitas, hiperglikemia, hipertensi, dan hyperlipidemia
pada pasien diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular saat ini
diistilahkan dengan sndrom metabolik.Penerapan prediktif
terhadap sindrom metabolik sebagai suatu konsep menambah
sedikit kontiusi terhadap faktor resiko konstituen (sebagian dari
seluruh faktor resiko yang ada) bila faktor risiko tersebut
digunakan secara terpisah (Bilous dan Donelly, 2014).
f. Disfungsi sel β
Diabetes tipe 2 terjadi karena kemunduran progresif fungsi sel β
ditambah dengan peningkatan resistensi insulin bila sel β tidak
mampu mengompensasinya.Pada saat didiagnosis, fungsi sel β
telah berkurang sekitar 50% dan terus menurun meskipun dengan
terapi (Bilous dan Donelly, 2014).
4. Patofisiologi Diabetes
Pancreas memiliki sel-sel beta yang menghasilkan insulin untuk mengatur
metabolisme karbohidrat dan membawa glukosa ke sel tubuh.Gangguan
reproduksi insulin di pancreas akibat kerusakan sel pancreas atau
kemampuan tubuh bereaksi terhadap insulin itu sendiri menjadi faktor
penyabab terjadinya diabetes mellitus.Faktor genetik bukan menjadi faktor
36
utama penyebab diabetes, melainkan faktor kebiasaan hidup dan lingkungan
juga dapat memengaruhi (Wijaya, 2018).
Padadiabetes tipe 2 disebabkan oleh kombinasi resisten insulin perifer dan
keadekuatan sekresi insulin dari sel beta pancreas di sebut sebagai Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) atau tidak tergantung
insulin.Resisten insulin dapat di pengaruhi oleh adannya asam lemak bebas
yang meningkat dan proinflammatory cytokines dalam plasma darah,
sehingga memicu penurunan transport glukosa ke sel otot, peningkatan
produksi glukosa dan pemecahan lemak juga meningkat.Beberapa faktor
yang mempengaruhi terjadinnya diabetes tipe 2, antara lain obesitas, riwayat
keluarga, etnik minoritas, social ekonomi rendah dan aktivitas fisik rendah
(Wijaya, 2018).
5. Pathway Diabetes Melitus (Irma Wahyu, 2019)
37
Gambar 2.1
Meningkatkan gula darah
Kerusakan sel alva dan beta pankreas
Kegagalan produksi Produksi glucagon berlebih
Produksi gula dari lemak dan protein
Membuang
massa tubuh fatique
Berat badan
turun Osmolaris meningkat
poliphagi polidipsi poliuri
Resiko kekurangan volume cairan
BB turun
Resiko kekurangan nutrisi
Peningkatan gula
darah kronik
Small vesse asterosklerosis Gangguan fungsi imun
Diabetik
- Berkurang sensasi
- Neuropati
Hipertensi, peningkatan kadar LDL
Suplai darah menurun
Gangguan perfusi jaringan
Infeksi, gangguan penyembuhan luka
nekrosis Kerusakan integritas kulit
Pembedahan; amputasi
Nyeri Intoleransi aktivitas
38
6. Pemeriksaan Penunjang (Wijaya, 2018)
1. Pemeriksaan glukosa darah menggunakan sample darah perifer atau vena.
Hasil yang ditemukan sebagai kriteria hiperglikemi atau diabetes mellitus,
yaitu; glukosa darah puasa >120 mg/dl, glukosa darah 2 jam setelah puasa
>200 mg/dl, dan glukosa darah acak >200 mg/dl, dan glukosa darah acak
>200 mg/dl.
2. Urine lengkap dapat juga digunakan untuk memastikan glukosa yang
berlebihan dalam darah menggunakan reaksi fehling atau kertas strip (BM
Test, Glukotest dan diastix).
3. A1C sebagai test diagnostic dan alat screening yang di anjurkan oleh
American (ADA) heng memiliki keuntungan mudah diaplikasikan dan
tidak membutuhkan puasa ( Patel dan Macerollo, 2010). A1C yang lebih
dari 6,5% dalam dua kali pemeriksaan, maka dapat ditegakkan sebagai
diabetes mellitus.
4. C peptide dapat digunakan untuk menentukan penyebab diabetes atau
mengklasifikasi diabetes mellitus. Diabetes tipe 1 memiliki C peptide
yang rendah ( <1.51 ng/ml), sedangkan diabetes tipe 2 memiliki C peptide
normal atau tinggi (> 1.51 ng/dl).
7. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
a. Banyak kencing
ginjal tidak dapat menyerap kembali gula yang berlebihan di dalam
darah sehingga gula akan menarik air ke luar jaringan. Selain kencing
menjadi sering dan banyak mengalami dehidrasi atau kekurangan cairan.
b. Rasa haus
Untuk mengatasi dehidrasi, rasa haus timbul dan anda akan banyak
minum, dan terus minum.
c. Berat badan turun
39
Sebagai kompensasi dehidrasi dan harus banyak minum, bisa jadi anda
mulai banyak makan.Memang pada mulanya berat badan makin
meningkat, tetapi lama-kelamaan otot tidak mendapat cukup gula dan
energi untuk tubuh sehingga mau tak mau jaringan otot dan lemak harus
dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi.Efeknya berat badan menjadi
turun walaupin makanya banyak.
d. Rasa seperti flu dan lemah
Keluhan diabetes dapat menyerupai sakit flu, rasa capek, lemah, dan
nafsu makan menurun. Pada diabetes, gula tidak lagi menjadi sumber
energy karena glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel untuk menjadi
energi.
e. Mata kabur
Gula darah yang tinggi akan menarik ke luar cairan dari lensa mata
sehingga lensa menjadi tipis. Akibatnya mata diabetes mengalami
kesulitan focus, selanjutnya membuat penglihatan jadi kabur.Apabila
anda mengontrol glukosa darah dengan baik, penglihatan jadi baik
karena lensa kembali normal.
f. Luka sukar sembuh
Penyebab luka sukar sembuh adalah pertama, akibat infeksi hebat
sehingga kuman dan jamur mudah tumbuh pada kondisi gula darah
tinggi, kedua karena kerusakan dinding pembuluh darah sehingga aliran
darah yang tidak lancer pada kapiler (pembuluh darah kecil)
menghambat penyembuhan luka, dan yang ketiga adalah kerusakan
saraf, luka yang tidak terasa menyebabkan diabetesi tidak menaruh
perhatian pada luka dan membiarkannya semakin busuk.
g. Rasa semutan
Kerusakan saraf yang disebabkan glukosa tinggi akan merusak dinding
pembuluh darah. Yang kemudian mengganggu nutrisis bagi
saraf.Karena yang rusak saraf sensoris maka keluhan yang paling sering
muncul adalah rasa kesemutan atau baal (tidak terasa), terutama pada
40
tangan dan kaki. Kemudian bisa timbul rasa nyeri pada anggota
tubuh,betis, lali, tangan, dan lengan, bahkan bisa terasa seperti terbakar.
h. Gusi merah dan bengkak
Kemampuan rongga mulut diabetesi menjadi lemah dalam melawan
infeksi sehingga terjadilah gusi bengkak dan merah, infeksi, serta gigi
yang tampak tidak rata dan mudah tanggal.
i. Kulit kering dan gatal
Kulit terasa kering, sering gatal, dan infeksi.Keluhan ini biasanya
menjadi penyebab pasien datang memeriksakan diri ke dokter.Pada
pemeriksaan dokter kulit barulah di temukan adanya diabetes.
j. Mudah kena infeksi
Leukosit (sel darah putih) yang biasanya dipakai untuk melawan infeksi
tidak dapat berfungsi dengan baik pada keadaan gula daraf
tinggi.Diabetes membuat anda mudah terkena infeksi.
k. Gatal pada kemaluan
Infeksi jamur menyukai suasana gula darah tinggi.Vagina mudah
terkena infeksi jamur sehingga mengeluarkan cairan kental putih
kekuningan serta timbul rasa gatal (Hans Thandra, 2015).
8. Konsep Luka
Luka adalah terputusnya kontiunitas suatu jaringan karena adanya proses
pembedahan atau cedera. Berdasarkan penampilan luka;
a. Nekrotik (hitam), eskar yang mengeras dan nekrotik, dapat kering atau
lembap.
b. Sloughy (kuning), jaringan mati yang fibrous.
c. Terinfeksi (kehijauan), adanya tanda-tanda klinis infeksi (nyeri,
bengkak, panas, kemerahan) dan peningkatan eksudat.
d. Epitelisasi (merah jambu), terjadi epitelisasi proses petrumbuhan
jaringan baru (Ali Maghfuri, 2016).
41
e. Granulasi (merah),tumbuhnya jaringan baru yang kaya akan pembuluh
darahdalam tahap ini luka riskan terkena gesekan, karena akan mudah
pendarahan.
9. Kaki Diabetik
Ulkus kaki diabetes merupakan komplikasi diabetes yang berkaitan dengan
morbiditas, yang disebabkan oleh makrovaskuler (kerusakan pembuluh
darah besar) dan mikrovaskuler (kerusakan pembuluh darah kecil)(Yuda
handaya, 2016). Menurut Ali Maghfuri (2016), luka diabetik adalah jenis
luka yang ditemukan pada penderita diabetes melitus. Luka mula-mula
tergolong biasa dan seperti luka pada umumnya tetapi luka pada penderita
DM ini jika salah penanganan dan perawatan akan menjadi terinfeksi. Luka
kronis dapat menjadi luka gangrene dan berakibat fatal serta berujung
amputasi.
Luka gangren adalah proses atau keadaan luka kronis yang ditandai dengan
adanya jaringan mati atau nekrosis. Namun, secara mikrobiologis luka
gangren adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. Gangren kaki
diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitaman dan berbau busuk
akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di
tungkai (Ali Maghfuri, 2016).
10. Patofisioligi Ulkus Diabetes Mellitus
Menurut Billous & Donelly, (2014), ulkus pada penderita diabetes
disebabkan terutama oleh neuropati (motorik, sensorik, dan otonom)
daniskemia, serta diperumit oleh infeksi.Neuropati diabetikum terjadi pada
setidaknya sebagian pasien yang berusia lebih dari 60 tahun, dan
meningkatkan resiko ulkus sebanyak tujuh kali lipat.Neuropati sensorik
sering kali menyebabkan kaki penderita diabetes menjadi semacam “ buta
dan tuli”. Neuropti motorik menyebabkan atrofi otot, deformitas kaki,
perubahan biomekanik, dan redistribusi tekanan pada kaki yang semuanya
42
dapat mengarah pada ulkus.Neuropati sensorik memengaruhi nyeri dan
ketidaknyamanan, yang menunjang kea rah trauma berulang pada kaki.Saraf
otonom yang rusak menyebabkan penurunan pengeluaran kringan sehingga
kulit menjadi kering dan pecah-pecah disertai fisura yang akibatnya dapat
menjadi pintu masuk bakteri yang akhirnya menyebabkan infeksi
menyebar.Kerusakan persarafan simpatis pada kaki menimbulkan taut
(shunting) arterivenosa dan distensi vena.Kondisi tersebut memintas
bantalan kapiler pada area yang terkena dan dapat menghambat suplai
nutrisi serta oksigen.Penyakit mikrovaskuler dapat juga mengganggu suplai
nutrisi oleh darah ke jaringan kaki (Billous dan Donelly, 2014).
top related