BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/3778/3/T1_292009017_BAB II.pdfmengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora
Post on 06-Mar-2019
223 Views
Preview:
Transcript
8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
Manusia dan masyarakat merupakan objek kajian yang selalu menarik dan
berkembang. Interaksi antar manusia kadang menimbulkan permasalahan yang
harus diselesaikan. Pada tataran yang lebih luas, masyarakat beranggotakan
manusia dari berbagai suku, agama, warna kulit, dan sebagainya. Semua ini
dipelajari dalam IPS.
Depdiknas (2004) IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji seperangkat
peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial serta
berfungsi untuk mengembangkan pengetahuan, nilai, sikap dan keterampilan
siswa tentang masyarakat, bangsa dan negara Indonesia.
Widiarto & Suwarso (2007:1) IPS adalah program pendidikan yang
mengintegrasikan secara interdisiplin konsep ilmu-ilmu sosial dan humaniora
Ilmu pengetahuan sosial lahir dari keinginan para pakar pendidikan untuk
membekali para siswa supaya nantinya mereka mampu menghadapi dan
menangani kompleksitas kehidupan di masyarakat yang seringkali berkembang
secara tidak terduga.
Hal ini lebih ditegaskan lagi oleh Saidiharjo (1996:4) bahwa IPS
merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah
mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik. Mata
pelajaran tersebut mempunyai ciri-ciri yang sama, oleh karena itu dipadukan
menjadi satu bidang studi yaitu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa IPS adalah program
pendidikan yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, generalisasi yang
berkaitan dengan isu sosial dengan mengintegrasikan secara interdisiplin konsep
ilmu-ilmu sosial dan humaniora dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi,
ekonomi, sejarah, antropologi, dan politik.
9
Menurut Permendiknas No.22 Tahun 2006 (2006:170) tentang standar isi
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, bahwa mata pelajaran IPS memiliki
ruang lingkup aspek-aspek berikut, yaitu :
(1) manusia, tempat dan lingkungan
(2) waktu, berkelanjutan, dan perubahan
(3) sistem soisal dan budaya
(4) perilaku ekonomi dan kesejahteraan
Ruang lingkup pembelajaran IPS dituangkan menjadi beberapa ilmu sosial
yaitu geografi, antropologi,dan sosiologi, serta ekonomi. Cabang-cabang ilmu
tersebut sangat erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat dalam kehidupan
sosialnya, baik kehidupan sosial masyarakat masa kini maupun kehidupan dan
peradaban masyarakat masa lampau yang terjadi secara berkesinambungan dan
mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan kebutuhan hidup
manusia.
Dalam Permendiknas No. 22 tahun 2006 (2006:170) tentang standar isi
untuk satuan pendididkan dasar dan menengah, dijelaskan bahwa mata pelajaran
IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
1. mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya
2. memiliki kemampuan dasar untuk berikir logis, dan kritis, rasa ingin tahu,
inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial.
3. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan
kemanusiaan
4. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi
dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat local, nasional dan global.
(BNSP, 2006:170).
Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS di SD/MI
merupakan standar minimum yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan
menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.
Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk
membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang
difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang
ditujukan untuk siswa kelas VI SD disajikan melalui tabel 1 berikut ini.
10
Tabel 3
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Mata Pelajaran IPS Kelas 4 Semester 2
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
2. Mengenal sumber daya
alam, kegiatan ekonomi,
dan kemajuan teknologi di
lingkungan kabupaten/kota
dan provinsi
2.1 Mengenal aktivitas ekonomi yang
berkaitan dengan sumber daya alam dan
potensi di daerahnya
2.2 Mengenal pentingnya koperasi dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
2.3 Mengenal perkembangan teknologi
produksi, komunikasi, dan transportasi
serta pengelaman menggunakannya
2.4 Mengenal permasalahan sosial di
daerahnya
Sumber : Permendiknas No. 22 Tahun 2006
Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang akan digunakan
dalam penelitian dengan menggunakan model group investigation adalah sebagai
berikut :
Standar Kompetensi :
Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di
lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
Kompetensi Dasar :
Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan
potensi di daerahnya
Harapan yang peneliti lakukan dengan menggunakan model group
investigation pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tersebut di atas
agar siswa lebih memahami materi sehingga meningkatkan kreativitas dan hasil
belajar siswa pada mata pelajaran IPS khususnya serta dapat meneliti dan mencari
sendiri materi pembelajaran sehingga dapat menerapkan pengetahuan yang
diperoleh dari lingkungan sekitarnya.
11
2.1.2 Kreativitas Siswa
Pada dasarnya setiap orang dilahirkan di dunia dengan memiliki potensi
kreatif. Kreativitas dapat ditemukenali dan dipupuk melalui pendidikan yang
tepat. Maslow dalam Munandar 2012 menyatakan kreativitas merupakan salah
satu kebutuhan pokok manusia, yaitu kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi
diri) dan merupakan kebutuhan paling tinggi bagi manusia.
Haefele dalam Munandar 2012 “kreativitas adalah kemampuan untuk
membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial.”
Guilford dalam Munandar 2009 menyatakan kreativitas merupakan
kemampuan berpikir divergen atau pemikiran menjajaki bermacam-macam
alternatif jawaban terhadap suatu persoalan, yang sama benarnya.
Selanjutnya menurut Rogers dalam Zulkarnain, 2002, kreativitas
merupakan kecenderungan-kecenderungan manusia untuk mengaktualisasikan
dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dari ketiga pendapat tersebut maka dapat ditarik kesimpulan kreativitas
adalah kemampuan berpikir divergen dan membuat kombinasi-kombinasi baru
yang mempunyai makna sosial terhadap suatu persoalan sesuai dengan
kemmapuan yang dimilikinya.
Kreativitas tidak hanya tergantung pada potensi bawaan yang khusus,
tetapi juga pada perbedaan mekanisme mental atau sikap mental yang menjadi
sarana untuk mengungkapkan sikap bawaan trersebut. Menurut Harlock (2005:11)
beberapa kegiatan untuk meningkatkan kreativitas adalah :
1. Waktu
Untuk menjadi kreatif kegiatan anak seharusnya jangan diatur
sedemikian rupa sehingga anak mempunyai sedikit waktu bebas untuk
bermain-main dengan gagasan dan konsep yang dipahaminya.
2. Kesempatan
Apabila mendapat tekanan dari kelompok, kemudian anak menyendiri
maka ia menjadi lebih kreatif
3. Dorongan
Orang tua sangat berperan dalam hal ini, anak seharusnya dibebaskan
dari ejekan dan kritik yang seringkali memojokkan anak
4. Sarana
Harus disediakan untuk merangsang dorongan eksperimen dan
eksplorasi yang merupakan unsure penting dari kreativitas
12
5. Lingkungan
Keadaan lingkungan yang merangsang kreativitas anak
6. Hubungan dengan orang tua
Orang tua yang terlalu melindungi atau posesif terhadap anak dapat
menghambat proses kreativitas
7. Cara mendidik anak
Mendidik secara demokratis dan persimis di rumah dan di sekolah
akan meningkatkan kreativitas, sedangkan mendidik dengan otoriter
akan menghambat proses kreativitas
8. Pengetahuan
Semakin banyak pengetahuan yang diperoleh anak maka semakin
banyak dasar untuk mencapai proses kreativitas.
Selanjutnya untuk melengkapi uraian mengenai faktor yang
mempengaharui kreativitas , perlu dikemukakan adanya beberapa indikator
kreativitas. Menurut Uno (2009:21) indikator kreativitas sebagai berikut :
1. Memiliki rasa ingin tahu yang besar
2. Sering mengajukan pertanyaan yang berbobot
3. Memberikan banyak gagasan dan usul terhadap suatu masalah
4. Mampu menyatakan pendapat secara spontan dan tidak malu-malu
5. Mempunyai atau menghargai keindahan
6. Mempunyai pendapat sendiri dan dapat mengungkapkannya, tidak
mudah terpengaruh orang lain
7. Memiliki rasa humor tinggi
8. Mempunyai daya imajinasi yang kuat
9. Mampu mengajukan pemikiran, gagasan pemecahan masalah yang
berbeda dari orang lain (orisinil)
10. Dapat bekerja sendiri
11. Senang mencoba hal-hal baru
12. Mampu mengembangkan atau merinci suatu gagasan (kemampuan
elaborasi)
Kreativitas lahir bukan semata-mata karena faktor keturunan, tetapi lebih
karena adanya faktor stimulasi dan lingkungan. Stimulus dan bimbingan
merupakan faktor utama dalam menumbuh kembangkan kreativitas anak. Dengan
mengenali dan memahami ciri anak kreatif, maka perlu adanya pengarahan
13
dengan memberi kegiatan yang dapat mengembangkan kreativitas anak. Dari
indikator-indikator kreativitas di atas tersebut nantinya akan menjadi dasar
penilaian kreativitas.
2.1.3 Hasil Belajar
Belajar dan mengajar sebagai aktivitas utama di sekolah meliputi tiga
unsur yaitu tujuan pengajaran, pengalaman belajar mengajar dan hasil belajar.
Hasil belajar memiliki peran penting dalam proses pembelajaran. Penilaian
terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan
siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui berbagai kegiatan
belajar. Selanjutnya, dari informasi tersebut guru dapat menyusun dan membina
kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun
individu.
Menurut Purwanti dalam Subiyanto (2008) menyatakan bahwa “hasil
belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah
diberikan kepada siswa dalam waktu tertentu.”
Soedjiharto (2007:49) mendefinisikan hasil belajar adalah “tingkat
penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Selanjutnya menurut Nana Sudjana
(2011:22) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
setelah menerima pengalaman belajarnya.”
Berdasarkan tiga pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai tingkat penguasaan yang
dicapai oleh pelajar setelah menerima pengalaman belajarnya dengan mengikuti
program belajar dalam waktu tertentu.
Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai
suatu tujuan pendidikan. ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas
pengukuran. Kerlinger dalam buku Purwanto (2010:2) pengukuran (measurement)
adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan alat ukurnya dan kemudian
menerapkan angka menurut sistem aturan tertentu Untuk menetapkan angka
dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrument. Dalam
14
dunia pendidikan instrument yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan
siswa yaitu seperti teknik tes dan non tes.
Teknik penilaian hasil belajar bentuk tes adalah cara merekam hasil belajar
peserta didik dengan cara ujian menggunakan instrumen penilaian berbentuk soal,
baik soal bentuk uraian maupun soal bentuk objektif. Secara umum teknik tes
berfungsi sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes
berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh
peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka
waktu tertentu dan sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab
melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah berapa jauh program pengajaran
yang telah ditentukan, telah dapat dicapai.
Purwanto (2004:25) tes formatif yaitu tes yang berfungsi untuk mencari
umpan balik atau feedback yang berguna dalam usaha memperbaiki cara mengajar
yang dilakukan oleh guru dan cara belajar siswa. Hasil tes formatif tidak
dimaksudkan untuk memberi nilai kepada siswa tetapi hasil tes formatif
dimanfaatkan untuk memonitor apakah proses pembelajaran yang baru saja
dilaksanakan telah dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
dalam rencana pembelajaran atau belum.
Jika hasil tes formatif ternyata terdapat sejumlah kompetensi yang belum
dikuasai siswa, maka guru harus mencari penyebabnya. Penyebab tidak
dikuasainya kompetensi dapat berasal dari diri siswa maupun dari pelaksanaan
proses pembelajaran, seperti penggunaan metode dan media pembelajaran yang
tidak tepat. Setelah diketahui penyebabnya, maka dapat ditentukan tindakan
perbaikan pembelajaran yang sesuai, misalnya dengan mengulang proses
pembelajaran secara individu maupun klasikal, mengulang pembelajaran yang
berkaitan dengan sebagian kompetensi saja atau mengulang pembelajaran dengan
perbaikan metode yang digunakan. Selanjutnya dilakukan kembali tes formatif
untuk mengetahui apakah siswa telah benar-benar menguasai kompetensi yang
telah ditetapkan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tes formatif adalah tes hasil
belajar untuk mengetahui keberhasilan proses belajar mengajar yang dilakukan
15
oleh guru, guna memperoleh umpan balik dari upaya pengajaran yang dilakukan
oleh guru kepada siswa setelah siswa menyelesaikan satu unit pembelajaran.
Tujuan tes ini yaitu sebagai dasar untuk memperbaiki produktifitas belajar
mengajar. Dalam penelitian ini hasil belajar siswadiukur dengan tes formatif.
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaharui belajar seseorang. Faktor
tersebut bisa berasal dari dalam diri individu sendiri maupun berasal dari luar
individu.Slameto (2010: 54) menggolongkan faktor-faktor yang dapat
mempengaharui belajar ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Faktor intern yaitu factor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar.
Faktor intern terbagi ke dalam tiga faktor:
1) Faktor Jasmaniah, terdiri atas: factor kesehatan dan factor cacat tubuh
2) Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif,
kematangan, kesiapan.
3) Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasamni dan kelemahan rohani
b. Faktor Ekstern yaitu factor yang ada di luar individu. Faktor ekstern yang
berpengaruh terhadap hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi 3 faktor
yaitu:
1) Faktor keluarga, seperti: cara orang tua mendidik, relasi antar anggota
keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang
tua, latar belakang kebudayaan.
2) Faktor sekolah, meliputi: metode mengajar, kurikulum, relasi guru
dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran,
waktu sekolah, standar pelajaran di aats ukuran, keadaan gedung, metode
belajar, tugas rumah.
3) Faktor masyarakat, diantaranya: kegiatan siswa dalam masyarakat,
media masa, teman bergaul, bentuk kehidupan masyarakat.
2.1.4 Model Group Investigation
Group investigation sebuah bentuk pembelajaran kooperatif yang berasal
dari jamannya John Dewey (1970), tetapi telah diperbaharui dan diteliti pada
beberapa tahun terakhir ini oleh Shlomo dan Yael Sharan, serta Rachel-
16
Larazarowitz di Israel. Group Investigation memiliki akar filosofis, etis, psikologi
penulisan sejak awal tahun abad ini. Yang paling terkenal di antara tokoh-tokoh
terkemuka dari orientasi pendidikan ini adalah John Dewey. Pandangan Dewey
terhadap kooperasi di dalam kelas sebagai sebuah prasyarat untuk bisa
menghadapi berbagai masalah kehidupan yang kompleks dalam masyarakat
demokrasi. Kelas adalah sebuah tempat kreativitas kooperatif di mana guru dan
murid membangun proses pembelajaran yang didasarkan pada perencanaan
mutual dari berbagai pengalaman, kapasitas, dan kebutuhan mereka masing-
masing.
Group investigationn menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa
untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui
bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat mencari
melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam menentukan
topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Tipe ini menuntut
para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun
dalam keterampilan proses kelompok. Model group investigation dapat melatih
siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir mandiri. Keterlibatan siswa
secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama sampai tahap akhir
pembelajaran. Peran guru dalam kelas, guru bertindak sebagai nara sumber dan
fasilitator. Guru tersebut berkeliling diantara kelompok-kelompok yang ada dan
untuk melihat bahwa mereka bisa mengelola tugasnya dan membantu tiap
kesulitan yang mereka hadapi dalam interaksi kelompok, termasuk masalah dalam
kinerja terhadap tugas-tugas khusus yang berkaitan dengan proyek pembelajaran.
Menurut Krismanto (2003:6) “Salah satu model pembelajaran yang
mendukung siswa dalam kegiatan belajar adalah model pembelajaran group
investigation.”
Selanjutnya Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21)
mengemukakan group investigation adalah strategi belajar kooperatif yang
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap
suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa model GI
17
mempunyai fokus utama untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau
objek khusus.
Group investigasi dikembangkan oleh Shlomo dan Yael Sharan di
Universitas Tel Aviv, merupakan perencanaan pengaturan kelas yang umum di
mana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan
kooperatif, diskusi kelompok, serta perencanaan dan proyek kooperatif (Slavin,
2009:24).
Dari ketiga pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa model
group investigation adalah model pembelajaran yang mendukung siswa dalam
kegiatan belajar menggunakan strategi belajar kooperatif dengan pengaturan kelas
dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil menggunakan pertanyaan
kooperatif, diskusi kelompok, perencanaan dan proyek kooperatif untuk
melakukan investigasi terhadap suatu topik.
Model group investigation memanglah suatu rancangan mengenai pola
pembelajaran aktif melalui investigasi kelompok yang terorganisir dengan baik.
Namun, (Robert E.Slavin, 2005) model ini mempunyai kelebihan dan kelemahan,
seperti di bawah ini:
1. Kelebihan Group Investigation
a. Meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan keterampilan
inkuiri kompleks
b. Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya
benar-benar diserap dengan baik
c. Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk bekerja
sama dengan siswa lain
d. Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif
dan group process skill (managemen kelompok)
e. Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun
di luar sekolah
f. Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan
g. mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, saling
menguntungkan, memperkuat ikatan sosial, tumbuh siakp untuk lebih
mengenal kemampuan diri sendiri, bertanggung jawab dan merasa
berguna untuk orang lain
h. Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam
mengembangkan pikiran kreatif dan inovatif
2. Kelemahan Group Investigation
a. Memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit
18
b. Mengutamakan keterlibatan pertukaran pemikiran para siswa kegiatan
mengobservasi secara rinci dan menilai secara sistematis, sehingga
tujuan tidak akan tercapai pada siswa yang tidak turut kreatif
c. Memerlukan waktu belajar relatif lama
d. Memerlukan waktu untuk penyesuaian sehingga suasana kelas
menjadi mudah ribut
e. Tidak semua mata pelajaran dapat diterapkan dengan model ini
f. Menuntut kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik
investigasi secara keseluruhan. Sehingga akan sulit terlaksana bagi
guru yang kurang kesiapannya
Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan
model group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa
untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari
perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic
teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi,
yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan
persamaan kesempatan, dan memperhatikan keberagaman peserta didik
(Budimansyah, 2007: 7). Adapun beberapa langkah-langkah pembelajaran antara
lain :
Menurut Robert E. Slavin (2005 :218-220) membagi langkah-langkah
pelaksanaan model investigasi kelompok meliputi 6 (enam) tahapan yaitu :
Tahap 1: Mengidentifikasi Topik dan Mengatur Murid ke dalam kelompok
c. Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik, dan
mengkategorikan saran-saran
d. Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang
telah mereka pilih
e. Komposisi kelompok didasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat
heterogen
f. Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan memfasilitasi pengaturan
Tahap 2: Merencanakan Tugas yang akan dipelajari
a. Para siswa merencanakan bersama mengenai apa yang kitapelajari?
Bagaimana kita mempelajarinya? Siapa melakukan apa? (pembagian tugas)
Tahap 3: Melaksanakan Investigasi
a. Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat
kesimpulan
b. Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan
kelompoknya
c. Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mensintesis semua
gagasan
19
Tahap 4: Menyiapkan laporan akhir
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan, dan
bagaimana mereka akan membuat presentasi mereka
c. Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk
mengkoordinasi rencana-rencana ppresentasi.
Tahap 5:Mempresentasikan laporan akhir
a. Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk
b. Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif
c. Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi
berdasarkan criteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota
kelas
Tahap 6: Evaluasi Pencapaian
a. Para siswa saling memberikan umppan balik mengenai topik tersebut,
mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan
pengalaman-pengalaman mereka
b. Guru dan murid berkolaborassi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa
c. Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi
Menurut Sharen et al (Krismanto, 2003:8) mendisain model pembelajaran
group investigation menjadi enam tahapan, yaitu:
1. Tahap mengidentifikasi topik dan pengelompokan
Para siswa memilih berbagai sub topik dalam suatu wilayah masalah umum
yang biasanya digambarkan lebih dahulu oleh guru. Para siswa selanjutnya
diorganisasikan menjadi kelompok-kelompok yang berorientasi pada tugas
(task oriented groups) yang beranggotakan 2 hingga 6 orang. Komposisi
kelompok pada pembelajaran ini heterogen baik dalam jenis kelamin, etnik,
maupun kemampuan akademik.
2. Tahap merencakan penyelidikan kelompok
Para siswa beserta guru merencakan berbagai prosedur belajar khusus, tugas
dan tujuan umum yang konsisten dengan topik dan subtopik yang telah dipilih
dari langkah di atas.
3. Tahap melaksakan penyelidikan
Para siswa melaksanakan rencana yang telah dirumuskan pada langkah di atas.
Pembelajaran harus melibatkan berbagai aktivitas dan keterampilan dengan
variasi yang luas dan mendorong para siswa untuk menggunakan berbagai
sumber, baik yang terdapat di dalam maupun di luar sekolah. Guru secara
terus-menerus mengikuti kemajuan tiap kelompok dan memberikan bantuan
jika deperlukan.
4. Tahap menyiapkan laporan akhir
Para siswa menganalisis dan mengsintesis berbagai informasi yang diperoleh
pada langkah 3 dan merencakan agar dapat diringkaskan dalam suatu
penyajian yang menarik di depan kelas.
20
5. Tahap menyajikan laporan
Semua kelompok menyajikan suatu presentasi yang menarik dari berbagai
topik yang telah dipelajari agar siswa dalam kelas saling terlibat dan mencapai
suatu perspektif yang luas mengenai topik tersebut.
6. Tahap evaluasi
Guru beserta siswa melakukan evaluasi mengenai kontribusi tiap kelompok
terhadap pekerjaan kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi dapat mencakup
tiap siswa secara individu atau kelompok dan bahkan kedua-duanya.
Sharan (dalam Supandi, 2005:6) mengemukakaan langkah-langkah
pembelajaran pada model pemelajaran GI sebagai berikut:
1. Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
2. Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus
dikerjakan.
3. Guru memanggil ketua-ketuaa kelompok untuk memanggil materi tugas
secara kooperatif dalam kelompoknya.
4. Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara kooperatif dalam
kelompoknya.
5. Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau
salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.
6. Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.
Berdasarkan ketiga pendapat di atas, maka untuk menerapkan
pembelajaran Model group investigation dengan menggunakan langkah-langkah
yang telah dimodifikasi yaitu sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi topik dan mengatur siswa ke dalam kelompok-
kelompok penelitian
2. Merencanakan investigasi dalam kelompok
3. Melaksanakan investigasi
4. Menyiapkan laporan akhir
5. Mempresentasikan laporan akhir
6. Evaluasi pencapaian
2.1.5 Hubungan Model Group Investigation dengan Krestivitas dan Hasil
Belajar IPS
Menurut Mafune (2005: 4) model pembelajaran kooperatif dirancang
untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab ketika siswa mengikuti
pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan manusia sosial. Model group
21
investigation merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat
mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dengan langkah-langkah yang khas yaitu
pertama guru menjelaskan materi pembelajaran, kemudian guru membagi materi
pelajaran menjadi beberapa topik pelajaran selanjutnya siswa berkelompok
menurut topik materi pembelajaran yang mereka sukai dan dibimbing untuk dapat
merencanakan dan mencari informasi, sumber data bersama kelompoknya,
kerjasama kelompok dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat
siswa untuk memiliki keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi
informasi dengan teman lainnya dalam membahas materi pembelajaran dan
menyimpulkan, siswa dilatih untuk menyajikan suatu presentasi yang menarik
dengan membuat sebuah hasil karya dengan mengembangkan keterampilannya
sehingga tercipta suasana belajar yang menyenangkan, siswa tidak hanya diam
saja, tidak hanya mendengarkan, dan tidak mudah bosan dalam pembelajaran.
Dengan demikian model group investigation dapat dipakai guru untuk
mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok
karena dipandang sebagai proses pembelajaran aktif, sebab siswa akan lebih
banyak belajar melalui proses pembentukan dan penciptaan, kerja dalam
kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu tetap
merupakan kunci keberhasilan pembelajaran. Selanjutnya model group
investigation dapat melatih siswa untuk menumbuhkan kemampuan berfikir
mandiri, melibatkan siswa secara aktif dapat terlihat mulai dari tahap pertama
sampai tahap akhir pembelajaran sehingga memberi dampak pembelajaran tentang
pengetahuan, proses pembelajaran yang efektif, pemahaman yang mendalam
terhadap materi pelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Kajian penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian yang terdahulu
yang menjadi upaya penulis untuk memperbaiki kekurangan dan meningkatkan
kelebihan dalam penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis. Hasil penelitian yang relevan dengan penulis sebelumnya telah dilakukan
Ratih Endarini Sudarmono (2011), dalam skripsi berjudul “Penerapan Metode
22
Group Investigation pada Pembelajaran IPA di SD Sidorejo Lor 02 Salatiga
Semester I Tahun Ajaran 2009/2010”, kesimpulan yang dapat ditarik dari
skripsi ini bahwa penerapan model group investigation dapat meningkatkan
aktivitas dan hasil belajar siswa terhadap pelajaran IPA pada siswa kelas V SD
Sidorejo Lor 02. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisa data dari aktivitas siswa
pada kondisi awal hanya 51%, siklus 1 mencapai 77% dan siklus 2 dengan
presentase 89%. Peningkatan aktivitas siswa member dampak pada peningkatan
hasil belajar siswa yaitu pada ulangan harian siswa pada kondisi awal hanya
mencapai nilai rata-rata 66, siklus 1 dengan rata-rata 78 dan siklus 2 dapat
mencapai nilai rata-rata 88.
Winoto (2011) dalam skripsi PTK yang berjudul “Penerapan Model
Group Investigation untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Kelas V SDN
Kidul Dalem 2 Malang” menarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajran
dengan menggunakan model Group Investigation dapat meningkatkan
pembelajaran IPA materi “Bumi dan Alam Semesta” pada siswa kelas 5 SDN
Kidul Dalem 2 Malang. Kondisi awal siswa yang sebelum menggunakan metode
Group Investigation terlihat ramai, tapi keramaian itu tidak disebabkan siswa
membalas tentang pembelajaran tetapi karena hal lain selain itu pembelajaran
masih berpusat pada guru, guru mendominasi. Dengan diterapkannya model
Group Investigation dalam pembelajaran didapati hasil belajar yang meningkat,
yaitu pada siklus 1 hasil belajar 55% dan siklus 2 mengalami peningkatan yaitu
75,93%. Sedangkan pada aspek aktivitas siswa meningkat dari 42,34% pada
siklus 1 menjadi meningkat 64,03% pada siklus 2.
Fitriyah, Lailatul (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa
penerapan pembelajaran kooperatif tipe group investigation dapat meningkatkan
hasil belajar IPS siswa kelas 4 Tegalrejo. Hasil belajar siswa pada pra tindakan
61,12%, siklus 1 pertemuan pertama prosentase hasil belajar siswa mengalami
penurunan yaitu mencapai 57,76%, hal ini disebabkan siswa belum mengenal
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation yang sedang digunakan.
Hasil belajar siswa mengalami peningkatan pada siklus I pertemuan kedua yaitu
mencapai 69,16%. Pada siklus 2 pertemuan pertama hasil belajar siswa meningkat
23
secara signifikan hingga mencapai 72,92%. Sedangkan pada akhir siklus 2
pertemuan kedua hasil belajar siswa mencapai 77,60% dengan prosentase siswa
yang berhasil dalam pembelajaran mencapai 93%. Hasil penelitian yang telah
dilakukan diperoleh data peningkatan hasil belajar siswa dalam masing-masing
siklus.
Bertitik tolak dari hasil penelitian-penelitian yang terdahulu, meskipun ada
kendala dalam penggunaan model group investigation namun hasil yang
didapatkan diketahui bahwa penelitian tentang model group investigation dapat
meningkatkan berbagai aspek yaitu meningkatkan hasil belajar, aktivitas belajar
dan minat belajar siswa. Dalam penelitian ini diharapkan juga model group
investigation yang digunakan dapat meningkatkan kreativitas dan hasil belajar
siswa, dapat membantu siswa untuk mengalami pembelajaran yang bermakna dan
berusaha menghindari berbagai kendala yang ada dengan strategi yang sudah
direncanakan sesuai dengan kondisi siswa.
2.3 Kerangka Berpikir
Kerangka pikir dalam penelitian yang berjudul “Peningkatkan Kreativitas
dan Hasil Belajar IPS melalui Model Group Investigation Siswa Kelas 4 SD
Negeri Kluwan 01 Kabupaten Grobogan Semester 2 Tahun Pelajaran 2012/2013”
adalah sebagai berikut : pada mata pelajaran IPS, siswa kelas 4 SD Negeri
Kluwan 01 dalam mengikuti proses pembelajaran, siswa kurang aktif terutama
dalam proses berpikir, siswa hanya diam saja, kurang berani menyampaikan
pertanyaan atau pendapat, mudah bosan dan mudah mengantuk dalam
pembelajaran. Para siswa sulit untuk memperoleh nilai harian yang memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu ≥65, karena guru dalam menerapkan
pembelajaran lebih menekankan pada metode konvesional (ceramah), guru kurang
melibatkan siswa dalam pembelajaran terutama dalam kegiatan proses berfikir,
pembelajaran yang dilakukan guru kurang kreatif dan kurang mengembangkan
kreativitas siswa.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti merumuskan rencana
pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran yaitu dengan
24
guru menjelaskan topik-topik materi pembelajaran, kemudian siswa berkelompok
menurut topik materi pembelajaran yang mereka sukai dan dibimbing untuk dapat
merencanakan dan mencari informasi, sumber data tersebut bersama
kelompoknya, sehingga suasana belajar terasa lebih efektif, kerjasama kelompok
dalam pembelajaran ini dapat membangkitkan semangat siswa untuk memiliki
keberanian dalam mengemukakan pendapat dan berbagi informasi dengan teman
lainnya dalam membahas materi pembelajaran dan menyimpulkan, siswa dilatih
untuk menyajikan suatu presentasi yang menarik dengan membuat sebuah hasil
karya dengan mengembangkan keterampilannya sehingga tercipta suasana belajar
yang menyenangkan, siswa tidak hanya diam saja, tidak hanya mendengarkan,
dan tidak mudah bosan dalam pembelajaran. Dengan demikian maka diharapkan
dengan menggunakan model group investigation dapat meningkatkan kreativitas
dan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD Negeri Kluwan 01 Kabupaten Grobogan.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, tinjauan pustaka, dan kerangka
pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka didapatkan hipotesis tindakan
yang diajukan dalam penelitian ini adalah model group investigation dalam
meningkatkan kreativitas dan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD Negeri Kluwan
01 Kabupaten Grobogan semester 2 tahun pelajaran 2012/2013.
top related