Tugas Makalah Kelompok PERBEDAAN ILMU-ILMU ALAM DAN ILMU-ILMU SOSIAL DITINJAU DARI DASAR ONTOLOGI DAN EPISTEMOLOGI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah FILSAFAT ILMU Doses Pengampu: Prof. SAMSI, M.Pd Disusun Oleh: 1. SUCIYATI (NIM 12155140016) 2. MUJIYATI (NIM 12155140026) 3. ZUKY IRIANI (NIM 12155140037) 4. DISEN WANIMBO (NIM 12155140038)
32
Embed
Perbedaan Ilmu-ilmu Alam Dan Ilmu-ilmu Sosial Ditinjau Dari Dasar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tugas Makalah Kelompok
PERBEDAAN ILMU-ILMU ALAM DAN ILMU-ILMU
SOSIAL DITINJAU DARI DASAR
ONTOLOGI DAN EPISTEMOLOGI
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
FILSAFAT ILMU
Doses Pengampu: Prof. SAMSI, M.Pd
Disusun Oleh:
1. SUCIYATI (NIM 12155140016)
2. MUJIYATI (NIM 12155140026)
3. ZUKY IRIANI (NIM 12155140037)
4. DISEN WANIMBO (NIM 12155140038)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Era modernisasi ditandai dengan perkembangan ilmu yang sedemikian
cepat. Awalnya secara garis besar terdapat dua bidang pembagian ilmu
pengetahuan, yakni ilmu alam dan ilmu sosial. Dinamika perkembangan
masyarakat telah memunculkan bidang ilmu yang lain, seperti ilmu
humaniora. Perkembangan ilmu alam, ilmu sosial, dan ilmu humaniora juga
mengalami percepatan dan kemajuan. Hal ini tidak lepas dari perdebatan
antara para ilmuwan mengenai bidang ilmu mana yang lebih cepat mengalami
kemajuan. Para ilmuwan sepakat bahwa dibanding ilmu-ilmu alam, seperti
fisika, kimia, biologi, astronomi, geologi, dan sejenisnya, ilmu-ulmu sosial
seperti sosiologi, psikologi, ekonomi, politik, sejarah, antropologi, dan
seterusnya, dan juga ilmu-ilmu humaniora seperti bahasa, sastra, dan seni
dianggap jauh tertinggal. Bahkan ada yang berpendapat lebih ekstrim, bahwa
ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu humaniora tidak akan mampu mengejar
kemajuan ilmu-ilmu alam. Sebab, ketika ilmu-ilmu sosial mencoba
mengejarnya, ilmu-ilmu alam sudah melompat sedemikian jauh.
Ada pula yang berpendapat bahwa lambat laun ilmu-ilmu sosial akan
mampu mengejar ketertinggalannya dengan ilmu-ilmu alam. Ini karena gejala
sosial yang menjadi kajian utama dalam ilmu-ilmu sosial berkembang sangat
pesat. Dilain sisi gejala alam yang menjadi kajian utama ilmu-ilmu alam
relatif tetap. Kalaupun berubah, perubahan tersebut tidak secepat gejala
sosial. Bisa saja anggapan tersebut benar, tetapi bisa juga salah.
Mengkontraskan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, bukan berarti
menempatkan yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, atau
yang satu lebih bermanfaat dari yang lain.
Dalam kajian ilmu pengetahuan ada fakta sosial dan ada definisi sosial.
Ilmu alam bertugas mengkaji fakta sosial yang empirik, sedangkan ilmu
sosial dan ilmu humaniora bertugas mengkaji definisi sosial yang abstrak dan
simbolik. Perbedaan objek material antara ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu
sosial juga berbada, sehingga berbeda pula dalam metode dan cara
memperoleh ilmunya. Dalam filsafat ilmu bisa dikatakan bahwa, jika
ontologinya berbeda, maka epistemologinya pasti berbeda.
Terlepas dari perdebatan mengenai bidang ilmu mana yang lebih cepat
berkembang dan lebih maju, baik ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial tetap
dibutuhkan manusia dalam kehidupan ini. Dilihat dari landasan berpikir,
objek material, kajian, dan fungsinya yang berbeda, seharusnya baik ilmu
alam maupun ilmu sosial mampu saling mendukung. Penjelasan mengenai
perbedaan keduanya dimaksudkan untuk menunjukkan batas keduanya dan
menunjukkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi dalam suatu
hubungan timbal balik yang sepadan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan ilmu alam dan ilmu sosial?
2. Bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial dilihat
dari dasar ontologi?
3. Bagaimana perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial dilihat
dari dasar epistemologi?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan
makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui pengertian tentang ilmu alam dan ilmu sosial.
2. Mengetahui perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial dilihat
dari dasar ontologi.
3. Mengetahui perbedaan ilmu-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial dilihat
dari dasar epistemologi.
D. Manfaat
Penulisan makalah ini diharapkan mampu memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis dari penulisan makalah ini
adalah, agar dapat menjadi masukan bagi penulisan makalah dengan topik
yang sama. Sedangkan manfaat praktisnya, atara lain:
1. Sebagai pengkaji pemula, agar kelompok penulis mengerti tentang konsep
dasar ontologi dan epistemologi kaitannya dengan perbedaan ilmu alam
dan ilmu sosial.
2. Diharapkan agar mahasiswa lebih memahami mengenai perbedaan ilmu-
ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial dilihat dari dasar ontologi dan
epistemologi.
3. Membekali mahasiswa dengan kemampuan berpikir metodologis yang
tepat dalam mengkaji ilmu pengetahuan, baik untuk mengkaji gejala alam,
sosial, dan kemanusiaan dalam upaya menjelaskan dan mengekplorasi
setiap peristiwa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Alam dan Ilmu Sosial.
Sebelum membahas mengenai perbedaan ilmu-ilmu alam dan imu-
ilmu sosial dilihat dari dasar ontologi dan epistemologi, terlebih dahulu akan
dibahas mengenai pengertian ilmu alam dan ilmu sosial.
1. Ilmu Alam.
Ilmu alam, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah
natural science, atau ilmu pengetahuan alam adalah istilah yang digunakan
yang merujuk pada rumpun ilmu dimana obyeknya adalah benda-benda
alam dengan hukum-hukum yang pasti dan umum, berlaku kapan pun
dimana pun. Ilmu alam mempelajari aspek-aspek fisik dan nonmanusia
tentang Bumi dan alam sekitarnya. Ilmu-ilmu alam membentuk landasan
bagi ilmu terapan, yang keduanya dibedakan dari ilmu sosial, humaniora,
teologi, dan seni.
Matematika tidak dianggap sebagai ilmu alam, akan tetapi
digunakan sebagai penyedia alat/perangkat dan kerangka kerja yang
digunakan dalam ilmu-ilmu alam. Istilah ilmu alam juga digunakan untuk
mengenali “ilmu” sebagai disiplin yang mengikuti metode ilmiah, berbeda
dengan filsafat alam. Di sekolah, ilmu alam dipelajari secara umum di
mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam(biasa disingkat IPA).
Tingkat kepastian ilmu alam relatif tinggi mengingat obyeknya
yang kongkrit, karena hal ini ilmu alam lazim juga disebut ilmu pasti. Di
samping penggunaan secara tradisional di atas, saat ini istilah “ilmu alam”
kadang digunakan mendekati arti yang lebih cocok dalam pengertian
sehari-hari. Dari sudut ini, “ilmu alam” dapat menjadi arti alternatif bagi
biologi, terlibat dalam proses-proses biologis, dan dibedakan dari ilmu
fisik (terkait dengan hukum-hukum fisika dan kimia yang mendasari alam
semesta). Cabang-cabang utama dari ilmu alam, antara laing: Astronomi,
Biologi, Ekologi, Fisika, Geologi, Geografi fisik berbasis ilmu, Ilmu bumi,
dan Kimia.
2. Ilmu Sosial.
Ilmu sosial (Inggris: social science) atau ilmu pengetahuan sosial
adalah sekelompok disiplin akademis yang mempelajari aspek-aspek yang
berhubungan dengan manusia dan lingkungan sosialnya. Ilmu ini berbeda
dengan seni dan humaniora karena menekankan penggunaan metode
ilmiah dalam mempelajari manusia, termasuk metoda kuantitatif dan
kualitatif.
Ilmu sosial, dalam mempelajari aspek-aspek masyarakat secara
subjektif, inter-subjektif, dan objektif atau struktural, sebelumnya
dianggap kurang ilmiah bila dibanding dengan ilmu alam. Namun
sekarang, beberapa bagian dari ilmu sosial telah banyak menggunakan
metoda kuantitatif. Demikian pula, pendekatan interdisiplin dan lintas-
disiplin dalam penelitian sosial terhadap perilaku manusia serta faktor
sosial dan 1ingkungan yang mempengaruhinya telah membuat banyak
peneliti ilmu alam tertarik pada beberapa aspek dalam metodologi ilmu
sosial. Penggunaan metoda kuantitatif dan kualitatif telah makin banyak
diintegrasikan dalam studi tentang tindakan manusia serta implikasi dan
konsekuensinya.
Ilmu-ilmu sosial selama bertahun-tahun telah menjadi arena
sejumlah kritik. Ilmu sosial secara garis besar dianggap sebagai ‘ilmu yang
tidak mungkin’. Argumentasi yang ada melihat bahwa gejala sosial adalah
terlalu rumit untuk diselidiki. Ilmu sosial, yang membahas mengenai
seluruh seluk beluk kehidupan manusia, dianggap tak mampu menangkap
ke-kompleksitas-annya. Manusia memiliki gejala dan perilaku yang selalu
berubah-ubah, inilah yang mendasari munculnya argumentasi tersebut.
Namun, pandangan ini muncul disebabkan oleh kesalahan pada
pemahaman tentang hakekat ilmu.
B. Perbedaan Ilmu-ilmu Alam dengan Ilmu-ilmu Sosial Dilihat dari Dasar
Ontologi.
Persoalan-persoalan metafisis dibedakan menjadi tiga persoalan,
yaitu: persoalan ontologi, persoalan kosmologi dan persoalan antropologi.
Ahli metafisika berupaya memperjelas pemikiran-pemikiran manusia
mengenai dunia, termasuk keberadaan, kebendaan, sifat, ruang, waktu,
hubungan sebab akibat, dan kemungkinan. Namun di lapangan, penggunaan
istilah “metafisika” telah berkembang untuk merujuk pada “hal-hal yang di
luar dunia fisika”. “Toko buku metafisika”, sebagai contoh, bukanlah menjual
buku mengenai ontologi, melainkan lebih kepada buku-buku mengenai ilmu
gaib, pengobatan alternatif, dan hal-hal sejenisnya.
Dengan demikian maka metafisika keilmuan yang berdasarkan
kenyataan yang sebagaimana adanya (das Sein) menyebabkan ilmu menolak
premis moral yang bersifat seharusnya (das Sollen). Ilmu justru merupakan
pengetahuan yang biasa dijadikan alat untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang
mencerminkan das Sollen dengan jalan mempelajari das Sein agar dapat
menjelaskan, meramalkan, serta mengontrol gejala alam. Kecenderungan
untuk memaksakan-meramalkan nilai moral secara dogmatik ke dalam
argumentasi ilmiah akan mendorong ilmu surut ke belakang ke jaman pra-
Copernicus dan mengundang kemungkinan berlangsungnya Inquisisi ala
Galileo pada jaman modern. Namun hal ini jangan ditafsirkan bahwa dalam
menelaah das Sein ilmu terlepas sama sekali dari das Sollen. Kaidah moral ini
menyebutkan bahwa dalam menetapkan objek telaah, kegiatan keilmuwan
tidak boleh melakukan upaya yang bersifat mengubah kodrat manusia,
merendahkan martabat manusia, dan mencampuri permasalahan kehidupan.
Di samping itu, metafisika juga, merupakan suatu kajian tentang
hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran, dan hakikat kaitan zat dengan
pikiran. Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua yakni :
1. Ada sebagai yang ada; pengetahuan yang mengkaji yang ada itu dalam
bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada
dalam arti kata tidak terkena perubahan, yang bisa ditangkap panca
indera.
2. Ada sebagai yang illahi; keberadaan yang mutlak, yang tidak bergantung
pada yang lain, yakni Tuhan (illahi berarti yang tidak dapat ditangkap
oleh panca indera).
Sebelum membahas mengenai perbedaan ilmu-ilmu alam dan ilmu-
ilmu sosial dilihat dari dasar ontologi, perlu dideskripsikan terlebih dahulu
mengenai ontologi itu sendiri. Cabang utama metafisika adalah ontologi.
Ontologi merupakan studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan
hubungan antara satu dan lainnya. Istilah “ontologi” berasal dari kata Yunani
‘onta’ yang berarti “yang ada secara nyata”, atau “kenyataan yang
sesungguhnya”. Sedangkan istilah “logi” beasal dari kata Yunani ‘logos’
yang berarti “studi tentang” atau “uraian tentang”.
Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno
dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang
bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat
ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles. Pada masanya,
kebanyakan orang belum membedakan antara penampakan dengan
kenyataan.
Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang
ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologi mempertanyakan tentang
objek yang ditelaah oleh ilmu, bagaimana wujud hakikinya, serta bagaimana
hubungannya dengan daya tangkap manusia yang berupa berpikir, merasa,
dan meng-indera yang membuahkan pengetahuan. Objek telaah Ontologi
tersebut adalah yang tidak terlihat pada satu perwujudan tertentu, yang
membahas tentang yang ada secara universal, yaitu berusaha mencari inti
yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua
bentuknya.
Adanya segala sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang
mengatasi semua perbedaan antara benda-benda dan makhluk hidup, antara
jenis-jenis dan individu-individu. Dari pembahasannya memunculkan
beberapa pandangan yang dikelompokkan dalam beberapa aliran berpikir,
yaitu:
1. Materialisme;
Aliran yang mengatakan bahwa hakikat dari segala sesuatu yang ada itu
adalah materi. Sesuatu yang ada (yaitu materi) hanya mungkin lahir dari
yang ada.
2. Idealisme (Spiritualisme);
Aliran ini menjawab kelemahan dari materialisme, yang mengatakan
bahwa hakikat pengada itu justru rohani (spiritual). Rohani adalah dunia
ide yang lebih hakiki dibanding materi.
3. Dualisme;
Aliran ini ingin mempersatukan antara materi dan ide, yang berpendapat
bahwa hakikat pengada (kenyataan) dalam alam semesta ini terdiri dari
dua sumber tersebut, yaitu materi dan rohani.
4. Agnotisisme;
Aliran ini merupakan pendapat para filsuf yang mengambil sikap skeptis,
yaitu ragu atas setiap jawaban yang mungkin benar dan mungkin pula