BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terorisme ...repository.radenfatah.ac.id/6922/1/Skripsi BAB I.pdf · 2. Deden Abdul Malik, Fakultas Syariah Dan Hukum, Universitas Islam
Post on 21-Nov-2020
10 Views
Preview:
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ter o r isme buka nlah sua t u ha l ba r u da lam dunia
Internasional, peristiwa tersebut merupakan isu global yang dapat
mempengaruhi kebijakan politik seluruh negara-negara di dunia.
Perkembangan aksi terorisme saat ini telah membuat dunia
menjadi tidak aman. Hal ini dikarenakan ancaman terorisme
dapat terjadi kapan saja dan di mana saja serta dapat mengancam
keselamatan jiwa, termasuk warga negara, Oleh karena itu, PM
Howard menerbitkan kebijakan Travel Warning untuk negara
yang rentan terhadap serangan terorisme.1
Perkembangan paling penting dalam terorisme internasional
adalah bantuan senjata, pembelaan dan pembiayaan dana yang
dilakukan oleh beberapa negara dengan menyediakan fasilitas
perlindungan untuk para terorisme termasuklah pemalsuan
dokumen/passpor. Bantuan inilah yang memudahkan bagi para
terorisme untuk menyelinap keluar masuk ke dalam sesuatu
negara dalam melakukan aktivitas atau kegiatan terornya dan
menjadikan para aparat kesulitan dalam melacak atau dalam arti
kata lain menelusuri jejak teroris dan jaringannya.
Isu Terorisme mencuat kembali Pasca 11 September 2001
1 Foreign Affrairs and Trade, Consular Service-Travel Advice
Indonesia, 13 October 2002 hlm. 42
2
atau dengan runtuhnya gedung World Trade Center di
Amerika Serikat, peristiwa tersebut menjadi hari buruk bagi
pemerintah Amerika dan warganya. Saat itu Bush Presiden
Amerika Serikat kecewa atas kejadian tersebut dan menilai
bahwa kejadian itu merupakan t indakan pengecut untuk
menyerang Amerika Serikat dan menyebutnya sebagai tindakan
"Terroris". Amerika Serikat meyakini perist iwa tersebut
dilatarbelakangi oleh Al-Qaeda yang dipimpin oleh Osama bin
Laden yang kerap kali menjadi otak diberbagai penyerangan
seperti pembajakan pesawat ataupun peledakan bom yang
memakan korban t entara Amerika Ser ikat . Per ist iwa 11
September 2001 kerap menjadi per tanyaan bagi banyak
masyarakat di Amerika, mengapa gedung tersebut menjadi
sasaran teroris.2
Pinkerton Risk Assesment of the United States of America
telah mengkalkulasi bahwa serangan teroris di seluruh dunia
cenderung meningkat. Hal tersebut dapat diketahui dalam catatan
setiap tahunnya, sejak pengetoman World Trade Centre di New
York pada tanggi 26 Februari 1993 hingga tragedi pengeboman
yang meruntuhkan gedung kembar itu dan memakan 3000 korban
pada tanggal 11 September 2001. Selain itu aksi peledakan bom
mobil, bom bunuh diri juga meningkat tajam bahkan korban dari
2 Serambinews.Com, Mengenang Peristiwa 11 September, Runtuhnya
Menara Kembar dan Keterkaitan Osama bin Laden, aceh.tribunnews.com.
Senin, 09/03/2020.
3
aksi peledakan bom juga meningkat tajam.3
Permasalahan teroris dalam konteks Indonesia menjadi titik
perhatian pada saat terjadi peledakan bom di Paddy's Cafe dan
Sari Club, Legian, Kuta Bali pada tanggal 12 October 2002 (Bom
Bali I). Tragedi peledakan bom tersebut telah menyebabkan
Indonesia menjadi sorotan publik Internasional mengingat
banyaknya korban yang berjatuhan merupakan orang asing yang
sedang berlibur di Pulau Bali.4
Serangkaían bom lain yang meledak di Indonesia sudah
cukup panjang. Bermula dengan ledakan bom di depan kediaman
Dubes Filipina pada tanggal 1 Agustus 2000, Bursa Efek Jakarta
pada tanggal 13 September 2000, serangkaian pengeboman pada
malam Natal pada tanggal Desember 2000, Bom Bali I pada
tanggal 12 Oktober 2002, ledakan di restoran McDonald,
Makassar pada tanggal 5 Desember 2002, ledakan bom di depan
Hotel J.W. Marriott pada tanggal 5 Agustus 2004, bom di salah
satu kafe karaoke yang terletak di Poso pada tanggal 10 Januari
2004, bom di depan Kedutaan Australia di Jalan HR Rasuna Said,
Kuningan Jakarta Selatan pada tanggal 9 September 2004, bom
di Pasar Tentena pada tanggal 28 Mei 2005, Bom Bali II pada
3 Lis budi qurnianti, Adjie S.2003. Terorisme. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan/xiv. 4 Rizki Gunawan, Bom Bali I Renggut 202 Nyawa, liputan6.com, Senin,
09/03/2020.
4
tanggal 2 Oktober 2005.Bom yang meledek di Hotel J.W Marriott
dan Hotel Ritz Carlton pada tanggal 17 Juli 2009.5
Bom yang meledak di depan Hotel J.W. Marriott, pada
siang hari waktu berkerja telah menewaskan 12 orang dan
mencederai 149 orang lainnya (termasuk dua warga negara
Amerika Serikat).6dan lima kasus terror pada tahun 2018 yang
berlaku (Jawa Barat, Jawa Timur dan Riau)7 Untuk itu terorisme
perlu dilakukan secara terkoordinasi lintas instansi, lintas
nasional, dan secara simultan bersifat represif, preventif,
premetif, maupun rehabilitasi.8
Pencegahan dan pemberantasan terorisme dilakukan tidak
hanya melibatkan satu pihak saja, melainkan membutuhkan
kerjasama seluruh pihak termasuk masyarakat. Kebijakan dan
langkah antisipatif yang bersifat proaktif atas dasar kehati-hatian
sangat diperlukan karena pemberantasan terorisme tidak semata-
mata merupakan masalah dan penegakan hukum. Pemberantasan
tindak pidana terorisme juga merupakan masalah sosial, budaya
dan ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah ketahanan
bangsa. Selain itu, kebijakan dan langkah pemberantasan
terorisme juga ditujukan untuk memelihara keseimbangan dalam
5 Muhammad Saifullah, Teroris Bangkit, Setelah "Tidur" 14
Tahun, okezone.com, Senin, 09/03/2020, 15:30 WIB 6 Lis budi qurnianti, Adjie S. 200S. Terorisme. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan/hlm. 437. 7 Margith Juita Damanik, 5 Kasus Teror di Indonesia Selama Mei 2018,
idntimes.com, Senin, 09/03/2020, 15:37 WIB 8 Pusat Media Damai, Konsepsi Pencegahan Dan Penanggulangan
Terorisme di Indonesia Dalam Rangka Menjaga Keutuhan NKRI,
damailahindonesiaku.com, Senin, 09/03/2020, 15:33 WIB
5
kewajiban melindungi kedaulatan negara, hak asasi korban dan
saksi, serta hak asasi tersangka/terdakwa.
Sementara itu, wujud terorisme di Thailand untuk pertama
kalinya pada tanggal 28 December 1972 oleh anggota proses
teroris Palestina, yang bernama "September hitam" (The Black
September), 4 orang menyerang kedutaan besar Israel di
Thailand, yang terletak di Bangkok menangkap 6 orang di
kedutaan sebagai penjamin 6 orang dan berlaku untuk tiga
penerbangan resmi Israel untuk Dewan Thai pesawat khusus
dengan escorts akan dikirim ke Kairo. Mesir Acara diakhiri tanpa
alasan serius.9
Pembebasan Nasional Moro pada tahun 1976, FRONT
pembebasan Mindanao, 3 orang menyebabkan pesawat disita dari
Filipina. Siap untuk menangani 70 penumpang diasuransikan
terbang ke Thailand dan pada tahun 1981 (Komando Jihad
gerakan) 5 orang yang terbang dari Indonesia ke Sri Lanka, tapi
mengunjungi Thailand. Klaim teroris Indonesia, melepaskan
tawanan 84 orang.10
Berlaku di Masjid Krue Sek Wilayah Pattani Terjadi pada
pagi hari 28 April 2004. Pada saat itu, kelompok kekerasan telah
melakukan serangan terhadap pos-pos pemeriksaan 10 pejabat
pemerintah di banyak daerah di provinsi perbatasan selatan.
Menyebabkan bentrokan di banyak titik Menyebabkan banyak
9 Charan Phisit Changphan, Kejahatan, komchadluek.net, Senin,
09/03/2020, 15:39 WIB 10Voice online, Ringkasan insiden teroris internasional di Thailand,
voicetv.co.th/read, Senin, 09/03/2020, 15:40 WIB
6
petugas terluka Dari 108 kematian, lebih dari 30 orang tewas di
Masjid Krue Sek. Salah satu masjid paling penting di wilayah
Pattani.
Atas dasar tersebut, maka penulis memperbandingkan
hukum nasional dengan hukum asing dapat memperdalam
pengetahuan tentang hukum nasional dan dengan secara objektif
dapat melihat persamaan dan perbedaan hukum nasional
dibandingkan dengan hukum negara lain atau sebaliknya. Oleh
karena itu penulis bermaksud untuk menyusun penulisan hukum
dengan judul SANKSI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA
TERORISME (STUDI TERHADAP UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 DAN KODMIN
THAILAND MATRA 135 TENTANG SANKSI HUKUMAN MATI
BAGI PELAKU TERORISME.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan lat ar belakang yang t elah dipaparkan
sebelumnya, penulis merumuskan permasalahan untuk dikaji
lebih rinci. Adapun beberapa permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini yaitu :
1. Bagaimana Pengaturan Sanksi Hukuman Mati Menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2018 dan Kodmin Thailand Matra 135 Tentang Sanksi
bagi Pelaku tindak Pidana Terorisme ?
2. Apakah persamaan dan perbedaan Pengaturan Sanksi
Hukuman Mati Dalam Undang -Undang Republik
7
Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 dan Kodmin Thailand
Matra 135 Tentang Sanksi bagi Pelaku tindak Pidana
Terorisme?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pengaturan Sanksi Hukuman Mati
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5
Tahun 2018 Dan Kodmin Thailand Matra 135 Tentang
Sanksi Bagi Pelaku tindak Pidana Terorisme.
2. Untuk memahami persamaan dan perbedaan Pengaturan
Sanksi Hukuman Mat i Da lam Undang -Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 Dan Kodmin
Thailand Matra 135 Tentang Sanksi Bagi Pelaku tindak
Pidana Terorisme.
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat
dan berguna bagi masyarakat umum di Thailand dan Indonesia
dan terutama bagi penulis sendiri khususnya. Namun secara rinci,
kegunaan penelitian dan pembahasan ini dapat penulis paparkan
antara lain seperti berikut:
1. Secara Akademis
a. M e mb e r ik a n s u mb a n g a n p e mik i r a n b a g i
pengembangan penelitian melalui pendekatan ilmu
8
syariah dan hukum sebagai referensi ilmiah utama
pada jurusan Perbandingan Mazhab.
b. Untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat agar
tidak terlibat dalam tindak pidana terorisme ini
setelah mengatahui sanksi hukuman mat i bagi
pelaku terorisme ini.
2. Secara Praktis
a. Sebagai rujukan dan dasar bagi peneliti lain dalam
mengkaji penelitian yang lebih luas.
b. M e n j a d i w a h a n a b a g i p e n u l i s u n t u k
mengembangkan penelaran, mambentuk pola pikir
ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemanpuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperolah.
c. Dapat d ijad ikan sebaga i bahan acuan bag i
masyarakat dalam meneliti hukuman-hukuman yang
ada di dalam undang-undang bagi negara Thailand
dan Indonesia.
d. Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan
masukan bagi semua pihak yang berkepentingan dan
memberikan jawaban terhadap permasalahan yang
diteliti serta memberikan jawaban mengenai sanksi
hukuman mati bagi pelaku terorisme di Indonesia
dan di Thailand.
9
E. Penelitian Terdahulu
Dalam rangka menyusun dan mengkaji skripsi ini, penulis
mencuba mengembangkan penulisan ini dengan mendatangkan
kajian-kajian ilmiah penulisan-penulisan yang telah dikaji dan
dibuat oleh para peneliti atau penulis terdahulu yang berkaitan
dengan judul ini, antara sebagai berikut;
1. Fauziah Ratnasari, seorang mahasiswa Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah,
Palembang, tahun 2017 dengan judul skripsinya, “Sanksi
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Terorisme Ditinjau Dari
Prespektif Fiqih Jinayah Dan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2003”. Tindak pidana terorisme adalah tindak pidana
yang mendapatkan perhat ian sangat serius dalam hal
penanganannya. Hal ini dibukt ikan dengan dibuatnya
penjelasan lengkap mengenai sanksi bagi pelaku tindak
pidana terorisme baik itu di dalam hukum Islam ataupun
dalam Hukum Posit if.11
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian pustaka (Liblrary Research),
Menelik merujuk pada sumber-sumber diantaranya Al-Quran,
Hadits, Undang-Undang, Buku-buku, Skripsi serta pendapat
ataupun pernyataan pakar hukum. Tindak Pidana Terorisme
dalam Fiqih Jinayah adalah perbuatan yang melanggar syara'
yang sanksinya disamakan dengan jarimah hirabah .
11 Fauziah Ratnasari, “Sanksi Terhadap Pelaku Tindak Pidana
Terorisme Ditinjau Dari Prespektif Fiqih Jinayah Dan Undang-undang
Nomor 15 Tahun 2003”. Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri (uin) Raden Fatah, Palembang, Tahun 2017 hlm. 35
10
Sedangkan dalam Hukum Posit if, sanksi t indak pidana
terorisme di atur sendiri di dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2003 yang sanksinya berupa pidana penjara paling
singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta hukuman mati.
2. Deden Abdul Malik, Faku lt as Syar iah Dan Hukum ,
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung,
Tahun 2018, dengan judul skripsinya “Hukuman Tindak
Pidana Terorisme Menurut Undang-undang Nomor 15
Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme Dan Relevansinya Dengan Hukum Pidana
Islam” Dari hasil penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi
yang saling berkaitan yakni segi teoritis dan segi praktis,
Islam sangat sejalan dengan UU tersebut karena dalam ajaran
Islam sendiri bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan
sehingga sampai menimbulkan hilangnya nyawa orang lain,
maka hukuman yang paling pantas adalah sanksi hukuman.12
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode descriptive analysis, karena penulis menggambarkan
hukuman pidana yang terdapat pada Undang-Undang Nomor
15 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan
Hukum Pidana Islam berkenaan tentang hukuman bagi pelaku
teror, dari buku-buku dan kitab-kitab fiqih yang berkaitan
12 Deden Abdul Malik, “Hukuman Tindak Pidana Terorisme Menurut
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme Dan Relevansinya Dengan Hukum Pidana Islam” Fakultas
Syariah Dan Hukum, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, Bandung,
Tahun 2018 hlm. 45
11
dengan permasalahan. Adapun pendekatan penelitian yang
digunakan adalah pendekatan normatif comparatif yakni
penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan
melalui analisis tentang perhubungan-hubungan sebab-akibat,
yakni yang meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan
dengan s it uas i a t au feno mena yang d ise lid ik i da n
membandingkan satu faktor dengan yang lain. Dari penelitian
yang berjudul Hukuman Tindak Pidana Terorisme Menurut
U nd a n g -U nd a n g N o mo r 1 5 Ta hu n 2 0 0 3 t e n t a n g
pemberantasan tindak pidana terorisme yang mempunyai
hukuma pokok berupa pidana mati dan pidana penjara dan
Hukum Pidana Islam perbuatan teroris diberikan sanksi
hukuman berupa hukuman mati.
3. Nasih H. Ahmad, seorang mahasiswa Universitas Islam
Malang Fakultas Agama Islam Jurusan Ahwal Al-Syakshiyah
pada tahun 2012, menulis tentang: “Study Komparasi
Terorisme Dan Jihad Dalam Pandangan Hukum Islam”.
Dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa pengertian Jihad
tidak sama dengan Teroris, Jika jihad ada sasaran serta
wilayah untuk Jihad, yang aktifitasnya berperang. Para
pelakunya di sebut Mujahid. Ketika Mujahid tewas dalam
pertempuran, dia di sebut Syahid.13
Adapun Teror adalah
aktifitas yang mengganggu kedamaian suatu wilayah. Teror
13 Nasid H. Ahmad, Study Komparasi Terorisme Dan Jihad Dalam
Pandangan Hukum Islam, Fakultas Agama Islam Jurusan Ahwal Al-
Syakshiyah, Universitas Islam Malang, tahun 2012 hlm. 55
12
ini membuat situasi kacau, maka pelakunya tidak bisa kita
katakan Syahid. Bila niatnya benar untuk membela agama,
tentu ia akan menggunakan cara yang benar, bukan dengan
cara meneror masyarakat, yang sedang dalam keadaan damai
dan tenang.Tujuan dan maksud syariat ajaran Islam ada lima
hal yang terpenting yaitu ; Menjaga Agama, Menjaga Jiwa,
Menjaga Aqal, Menjaga Nasab atau Keturunan, Menjaga
Harta.Tujuan Jihad adalah untuk memperluas penyebaran
Islam, juga untuk menguji kesabaran ( bagi orang yang
diperintahkan untuk berjihad), mencegah ancaman musuh,
mencegah kezaliman, dan menjaga perjanjian.
4. Ade Sunardi, seo rang mahasiswa Fakult as Hukum,
Universitas Swadaya Gunung Jati, Cirebon, tahun 2016
dengan judul penelitian “Terorisme Dalam Perspektif
Hukum Islam Dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2003” Tindak pidana t ero r isme yang t imbul saat ini
diakibatkan oleh tiga hal yaitu, kemiskinan, ketidakadilan dan
kesengajaan. Ketiga faktor ini merupakan persoalan yang
cukup mendasar dalam terjadinya suatu tindak pidana
terorisme, apalagi pada saat ini terorisme identik dengan
Islam.14
Untuk itu penulis ingin mengatahui bagaimana cara
pandangan hukum Islam mengenai tindak pidana terorisme
yang terjadi sekarang ini, serta bagaimana cara penyelesaian
14 Ade Sunardi, “Terorisme Dalam Perspektif Hukum Islam Dan
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003” Fakultas Hukum, Universitas
Swadaya Gunung Jati, Cirebon, Tahun 2016 hlm. 45
13
dan penanganan tindak pidana terorisme menurut Undang-
undang Nomor 15 Tahun 2003 dan Hukum Islam, serta hal-
ha l apa sa ja yang menjad i hambat an da lam p r o se s
pemberantasan tindak pidana terorisme baik menurut hukum
Islam maupun menurut Undang-undang Nomor 15 Tahun
2003. Adapun metode yang digunakan penulis adalah, metode
deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan yuridis
normatit, yang bertujuan menggambarkan fakta-fakta dari
be b e r a p a d a t a ya ng d ip e r o l e h d e n g a n k e g ia t a n
mengumpulkan data sekunder tentang objek penelitian yang
diperoleh dari hasil penelitian yang kemudian dianalisis
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun
proses penyelesaian dan penanganan tindak pidana terorisme
menurut hukum Islam yaitu dengan menciptakan rasa cinta
damai, kasih sayang, toleransi, serta adanya dialog antar umat
beragama untuk tidak menyalah artikan makna dari jihad itu
sendiri dalam setiap perlaksanaannya. Sedangkan menurut
Undang -undang N o mo r 15 Tahun 2003 k it a ha r u s
menegakkan supermasi hukum yang berlaku di negara
Indonesia, sehingga tindak pidana terorisme dapat dihapuskan
di negara Indonesia.
5. Isa, Wandy Set iawan, Fakult as Hukum, Universit as
Hasanuddin Makassar, tahun 2017. dengan judul skripsinya
“Tinjauan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pendanaan
Terorisme”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
14
suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
pendanaan teroris dan pertanggungjawaban pidana pelaku
tindak pidana pendanaan teroris. 15
Hasil penelitian ini
menunjukkan: 1). Pada kasus t indak pidana pendanaan
terorisme subjek hukum dapat dikatakan telah melakukan
perbuatan pendanaan terhadap aksi-aksi terorisme apabila
subjek hukum telah memenuhi syarat-syarat hukum pidana
baik objektif maupun subjektifnya. 2) Pertanggungjawaban
pada t indak pidana pendanaan t ero risme merupakan
konsekuensi dari peristiwa pidana yang dilakukan oleh subjek
hukum, bentuk pertanggung jawaban hukum pada pelaku
tindak pidana pendanaan terorisme yaitu pertanggung
jawaban ganti rugi dan pidana penjara bagi pelaku pendanaan
terorisme di Indonesia. Disarankan agar: 1). Undang-undang
ini akan sangat efektif berjalan apabila diawali dengan
semangat untuk memberantas terorisme, sehingga pemerintah
seharusnya melakukan penyuluhan dan sosialisasi agar
masyarakat umum mengetahui apa-apa saja yang menjadi
indikasi seseorang dikatakan terorisme, 2) Sebaiknya semua
perangkat pendukung pelaksanaan pengaturan tentang
pemberantasan terorisme, perlu menyelaraskan dengan
peraturan perundang-undangan pendanaan terorisme dan
undang-undang yang terkait dengan masalah pendanaan
15Isa, wandy setiawan, “tinjauan hukum terhadap tindak pidana
pendanaan terorisme” fakultas hukum, universitas hasanuddin makassar,
tahun 2017 hlm. 34
15
terorisme, mengingat upaya pemberantasan pendanaan
terorisme di Indonesia diharapkan semakin efektif dan
efisien, khususnya dalam menjerat para pelaku terorisme
yang hendak melakukan aksinya di wilayah Kesatuan
Republik Indonesia.
Dari hasil penelitian-penelitian yang telah penulis paparkan
dalam penulisan ini maka dapatlah penulis tegaskan bahwa judul-
judul penulisan di atas adalah berbeda dengan judul penulis dan
apa yang ingin penulis sampaikan dalam penulisan ini kerana
judul dalam penulisan penulis lebih tertumpu kepada
perbandingan undang-undang di Indonesia dan Thailand.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelit ian yang digunakan dalam penyusunan
penulisan ini adalah penelitian hukum normatif atau Library
Research, yaitu penelitian hukum atau data sumbernya yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan
bahan hukum tersier. Bahan-bahan tersebut disusun secara
sistematis, dikaji, kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam
hubungannya dengan masalah yang diteliti. Pendekatan normatif
berusaha untuk mengkaji bahan-bahan kajian yang muncul dari
segi norma hukum undang-undang negara Indonesía dan kodmin
negara Thailand.16
16 Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press,
Tahun 2006, hlm. 10
16
Penelitian seperti itu tidak mengenal penelitian lapangan
(Field research) karena yang diteliti adalah bahan-bahan hukum
sehingga dapat dikatakan sebagai : library based, focusing on
reading and analysis of the primary and secondary materials.17
2. Pendekatan penelitian
Penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan
pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari
berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari
jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam
penelitian hukum adalah pendekatan undang-undang (statute
approach) pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis
(historical approach), pendekatan komparatif (comparative
approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).18
Keempat pendekatan tersebut, pendekatan yang relevan
dengan penelitian hukum yang penulis angkat adalah pendekatan
perundang-undangan (statute approach) , dan pendekatan
komparatif (comparative approach). Pendekatan undang-undang
(statute approach) adalah pendekatan dengan menggunakan
regulasi dan legislasi, di mana dalam penelitian ini regulasi yang
digunakan sebagai acuan adalah tentang pemberantasan sanksi
hukuman mati bagi pelaku terorisme (Studi Terhadap Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2018 dan Kodmin
Thailand Matra 135). Sedangkan pendekatan komparatif yang
17 Johnny Ibrahim. Teori dan metodologi penelitian hukum normatif
edisi revisi. Malang; bayumedia. Tahun 2006, hlm. 46 18 Petaer Mahmad Marzuki, penelitian hukum. Jakarta; kencana, tahun
2006, hlm. 93
17
penulis maksud dalam penelit ian hukum ini yaitu dengan
membandingkan undang-undang suatu negara dengan undang-
undang dari satu negara lain mengenai hal yang sama.
Penelitian ini komparasi undang-undang yang diadakan
adalah dengan membandingkan Undang -Undang Republik
Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme dengan Kodmin Thailand Matra 135. Sementara hal
yang dibandingkan yaitu mengenai sanksi hukuman mati bagi
pelaku teror isme. Kegunaan dan tujuan dar i pendekatan
komparat if ini adalah untuk memperoleh persamaan dan
perbedaaan di antara kedua undang-undang tersebut atas sanksi
terhadap tindak pidana terorisme yang berlaku di Indonesia dan
Thailand.
3. Jenis dan Sumber Data Dalam penelit ian ini penulis
menggunakan sumber data sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer, adalah bahan hukum sekunder
yang mempunyai otoritas (autoritati) seperti Undang-
Undang Republik Nomor 5 Tahun 2018 dan Kodmin
Thailand Matra 135 Adapun data primer yang penulis
gunakan untuk mengkaji permasalahan terorisme ini
berasal dari studi kepustakaan seperti: “Internasional
La w b o o k S e r v i c e s ” ha s i l s u s u na n L e mba g a
penyelidikan Kodmin Thailand dan undang-undang
Indonesia, Ensiklopedia Hukum Pidana Islam (Penulis:
Abdul Qadir Audah) Pembahasan Undang -Undang
18
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (Penulis: R.
Wiyono, S.H). Menyingkap Terorisme Dunia (Penulis:
As'ad As-Sahamrani) dan lain-lain.
b. Sumber Data Tersier, adalah bahan hukum yang
mendukung bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder dengan member ikan pemahaman dan
pengertian atas bahan hukum lainnya. Bahan hukum
yang digunakan penulis adalah daripada studi pustaka
(literatur pustaka), yaitu dengan dikumpulkan semua
buku-buku utama, junal, website di internet, makalah
da n li t e r a t u r la in ya ng be r hu bu ng a n de ng a n
permasalahan di atas terlebih dahulu dan setelah itu
dibaca, dianalisis dan seterusnya dicatatkan dalam
penulisan ini.19
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam studi
ini adalah studi pustaka (literatur pustaka), seperti membaca dan
menelaah buku-buku utama. jurnal, website di internet, skripsi,
makalah dan literatur lain yang berhubungan dengan
permasalahan yang penulis angkat.
5. Teknik Analisis Data
Keseluruhan data yang diperoleh atau yang berhasil
dikumpulkan selama proses penelitian baik data primer maupun
19 Zainuddin Ali. Metode Penelitian Hukum. Bab 3 Bahan Hukum
Dalam Penelitian Akademik dan Praktis, (Jakarta: Sinar Grafika, cetakan ke5,
2014) hlm. 47
19
sekunder diolah, kemudian data yang telah dikumpulkan
dianalisis secara deskriptif dan menguraikan seluruh
permasalahan yang ada dengan jelas, juga dikemukakan
perbedaan tersebut. Kemudian diambil kesimpulan secara
diduktif, yakni menarik suatu kesimpulan dari penguraian bersifat
umum ditarik ke khusus, sehingga penyajian hasil penelitian ini
dipahami dengan mudah.
G. Sistematika Penulisan
Selanjutnya agar pembaca mudah memahami skripsi ini dan
untuk memberikan gambaran secara rinci mengenai pokok
pembahasan maka penulis menyusun skripsi ini dalam beberapa
bab dengan sistematika sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Penulísan ini dimulai dengan prosedur standard ilmiah yaitu
Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, metode penelitian dan
sistematika penulisan, yang kemudian dalam bab ini penulis beri
judul pendahuluan.
BAB II TINJAUAN UMUM
Pada bab ini penulis akan memberikan landasan teori atau
memberikan penjelasan secara teoritik berdasarkan literatur-
literatur yang penulis gunakan, tentang hal-hal yang berkaitan
dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Kerangka teori
tersebut meliputi tinjauan umum tentang tindak pidana, tinjauan
20
umum tentang terorisme, faktor-faktor penyebab adanya
terorisme.
BAB III PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas secara rinci tentang
sanksi hukuman mati bagi pelaku terorisme menurut hukum di
Thailand dan hukum di Indonesia, selanjutnya penulis akan
membuat perbandingan yang akan diteliti dari sudut perbedaan
dan persamaan hukuman terhadap tindak pidana terorisme
menurut hukum (Thailand dan Indonesia).
BAB IV PENUTUP, KESIMPULAN, DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dari penulisan
skripsi ini agar lebih mudah memahami maksud dan subtansinya.
Sebagai bab Penutup tentunya akan memuat beberapa saran-saran
yang kontruktif guna menyempurnakan skripsi ini atau penelitian
lain di kemudian hari sehingga hasil penelitian tentang judul yang
telah penulis bahaskan ini akan semakin komprehensif dan
objektif.
21
top related