Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia oleh Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) Tahun 1948 (Indonesia ikut menandatanganinya) dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 28 H, menetapkan
bahwa kesehatan adalah hak dasar setiap individu dan semua warga negara
berhak mendapatkan pelayanan kesehatan termasuk masyarakat miskin, dan
dalam implementasinya dilaksanakan secara bertahap sesuai kemampuan
keuangan Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Kesadaran tentang pentingnya jaminan perlindungan sosial terus
berkembang sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2, yaitu
menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Dengan dimasukkannya Sistem Jaminan Sosial dalam
perubahan UUD 1945, dan terbitnya UU Nomor 40 Tahun 2004tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN), menjadi suatu bukti yang kuat bahwa
pemerintah dan pemangku kepentingan terkait memiliki komitmen yang besar
untuk mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyatnya. Karena melalui
SJSN sebagai salah satu bentuk perlindungan sosial pada hakekatnya bertujuan
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya
yang layak.
Berdasarkan konstitusi dan Undang-Undang tersebut, Kementerian
Kesehatan sejak tahun 2005 telah melaksanakan program jaminan kesehatan
sosial, dimulai dengan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi
Masyarakat Miskin/JPKMM atau lebih dikenal dengan program Askeskin (2005-
2007) yang kemudian berubah nama menjadi program Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas) sejak tahun 2008 sampai dengan sekarang.
JPKMM/Askeskin, maupun Jamkesmas kesemuanya memiliki tujuan yang sama
yaitu melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat
miskin dan tidak mampu dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan
sosial.
Program Jamkesmas Tahun 2011 dilaksanakan dengan beberapa
perbaikan pada aspek kepesertaan, pelayanan, pendanaan dan
pengorganisasian. Pada aspek kepesertaan, sejak tahun 2010 telah dilakukan
upaya perluasan cakupan, melalui penjaminan kesehatan kepada masyarakat
miskin penghuni panti-panti sosial, masyarakat miskin penghuni lapas/rutan serta
masyarakat miskin akibat bencana paska tanggap darurat, sampai dengan satu
tahun setelah kejadian bencana. Peserta yang telah dicakup sejak tahun 2008
meliputi masyarakat miskin dan tidak mampu yang ada dalam kuota, peserta
Program Keluarga Harapan (PKH), gelandangan, pengemis dan anak terlantar.
Kementerian Kesehatan saat ini telah mencanangkan Jaminan Kesehatan
Semesta pada akhir Tahun 2014, sehingga nantinya seluruh penduduk
Indonesia akan masuk dalam suatu Sistem Jaminan Kesehatan Masyarakat
(universal coverage).
Pada aspek pelayanan pada tahun 2010 diperkenalkan paket INA-DRG
versi 1.6 yang lebih sederhana, lebih terintegrasi serta mudah dipahami dan
diaplikasikan. Menteri Kesehatan telah menandatangani kesepakatan dengan 4
(empat) BUMN farmasi untuk menjamin ketersediaan obat dan alat yang
dibutuhkan oleh Pemberi Pelayanan Kesehatan (PKK) Jamkesmas dengan
harga terjangkau sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri
Kesehatan. Pada aspek pengorganisasian dan manajemen, dilakukan
penguatan peran Tim Pengelola dan Tim Koordinasi Jamkesmas Pusat, Provinsi,
Kabupaten/Kota terutama peningkatan kontribusi pemerintah daerah dalam
pembinaan daaan pengawasan serta peningkatan sumber daya yang ada untuk
memperluas cakupan kepersertaan melalui Jaminan Kesehatan Daerah
(Jamkesda) dan memberikan bantuan tambahan (suplementasi dan
komplementasi) pada hal-hal yang tidak dijamin oleh program Jamkesmas. Pada
aspek pendanaan, Kementerian Kesehatan melalui Tim Pengelola Jamkesmas
terus melakukan upaya perbaikan mekanisme pertanggungjawaban dana
Jamkesmas, agar dana yang diluncurkan sebagai uang muka kepada PPK dapat
segera dipertanggungjawabkan secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran,
akuntabel, efisien dan efektif.
Sebagaimana gambaran perkembangan diatas, berdasarkan survey,
akses masyarakat Yogyakarta terhadap sarana pelayanan kesehatan telah
cukup baik. Salah satunya diperlihatkan dari aksesibilitas jarak jangkauan. Hasil
survey Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun 2008 dimana menunjukkan bahwa
lebih dari 80% penduduk DIY hanya berjarak 1-5 km terhadap puskesmas dan
lebih dari 70% penduduk hanya berjarak 1-5 km terhadap rumah sakit dan dokter
praktik swasta. Tidak ditemukan penduduk yang memiliki jarak tempuh lebih dari
10 km terhadap sarana pelayanan puskesmas, dokter praktik swasta dan bidan,
yang menunjukkan mudahnya akses jarak jangkauan penduduk terhadap sarana
pelayanan. Aksesibilitas jarak jangkauan terhadap sarana pelayanan kesehatan
cukup merata antar kabupaten/kota. Penduduk DIY di setiap kabupaten/kota
pada umumnya berada pada kisaran 1-5 km terhadap puskesmas. Meskipun
akses jangkauan sarana cukup baik namun tidak demikian dengan akses
informasi pelayanan kesehatan. Salah satu hasil survey tahun 2008 yang
menunjukkan bahwa hanya 75% masyarakat DIY yang menyatakan pernah
menerima informasi Jamkesmas dan Jamkesos. Selain itu besarnya biaya
pemerintah untuk pembangunan termasuk pelayanan kesehatan masih rendah.
Saat ini kontribusi pemerintah baru mencapai 30% sedangkan
masyarakat/swasta 70%. Sementara distribusi dana pemerintah juga belum
efektif. Pengeluaran private goods masih lebih besar daripada public goods dan
pembelanjaan belum mengedepankan keluarga miskin. Upaya mobilisasi dana
dan sumbardaya di masyarakat juga belum maksimal dan masih bersifat out of
pocket. Ketika biaya kesehatan terus meningkat, mekanisme DIY biaya belum
juga berkembang dan sementara itu hanya 40% masyarakat memiliki Jaminan
Kesehatan meskipun kemampuan masyarakat untuk memabayar pelayanan
cukup baik.
Dari seluruh kegiatan yang telah dilaksanakan, maka diperlukan proses
pemantauan dan evaluasi. Untuk mendukung proses tersebut, sangat perlu
dilakukan pencatatan dan pelaporan penyelenggaraan Program Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) secara rutin setiap bulan sesuai pedoman
pelaporan). Puskesmas/Rumah Sakit/Balkesmas yang menjadi pemberi
pelayanan kesehatan program Jamkesmas wajib mengirimkan laporan
penyelenggaraan Jamkesmas setiap tanggal 5 bulan berikutnya ke Tim
Pengelola Jamkesmas Kabupaten/Kota. Kelengkapan penyampaian laporan
fasilitas pelayanan akan menjadi pertimbangan Tim Penglola Pusat untuk
pengalokasian dan pengiriman dana Jamkesmas berikutnya. Tim Pengelola
Jamkesmas /Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selanjutnya melakukan entry
data laporan tersebut ke dalam SIM Jamkesmas. Dengan demikian pada waktu
bersamaan rekapitulasi laporan telah dapat di akses untuk diolah dan dinalisis
oleh Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi dan Tim Pengelola Jamkesmas Pusat.
Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang belum mempunyai fasilitas internet
tetap mengirimkan rekapitulasi laporan seluruh PPK Jamkesmas ke Tim
Pengelola Jamkesmas Provinsi setiap tanggal 10 bulan berjalan. Selanjutnya
Tim Pengelola Jamkesmas Provinsi mengirimkan rekapitulasi Kabupaten/Kota
setiap tanggal 15 bulan berjalan ke Tim Pengelola Jamkesmas Pusat. Demikian
juga, Tim Pengelola Jamkesmas Pusat mengirimkan laporan rekapitulasi
nasional setiap tangal 20 bulan berjalan ke Menteri Kesehatan RI. Tim Pengelola
Jamkesmas Kabupaten/Kota membuat dan mengirimkan umpan balik (feedback)
pelaporan ke Puskesmas/Rumah Sakit/Pelayanan Kesehatan. Tim Pengelola
Provinsi membuat dan mengirimkan umpan balik ke Tim Pengelola Jamkesmas
Kabupaten/Kota. Tim Pengelola Jamkesmas Pusat membuat feedback ke Tim
Pengelola Jamkesmas Provinsi.
Tabel 1.1Jumlah Rumah Sakit dan Sarana Lainnya
Alur pengelolaan diatas adalah alur yang sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 903/Menkes/PER/V/2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Jaminan Kesehatan Masyarakat. Tetapi pada implementasinya, ternyata
pelaporan tidak berjalan sesuai dengan prosedur, misalnya Rumah Sakit
langsung melaporkan ke Jamkesmas Pusat tanpa melalui Tim Pengelola
Jamkesmas Kabupaten/Kota, sehingga data yang diperoleh tidak lengkap.
Dengan ketidaklengkapan data maka akan terjadi kesalahan pemetaan.
Disadari meskipun perbaikan terus dilakukan, tentu saja masih banyak hal
yang perlu dibenahi karena program kebijakan Jamkesmas sampai saat ini
belum sepenuhnya dapat diimplementasikan. Salah satu masalah yang dihadapi
oleh Jamkesmas Provinsi DIY adalah belum terintegrasinya pembuatan laporan
secara berjenjang. Pelaporan berjenjang tersebut akan berguna untuk
perencanaan program ke depannya.
Namun demikian diharapkan program Jamkesmas ini semakin mendekati
tujuannya yaitu meningkatkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu akan tercapai melalui penyelenggaraan
program Jamkesmas yang transparan, akuntabel, efisien dan efektif menuju
good governance.
Dasar Hukum
Beberapa dasar hukum yang terkait langsung dengan kebijakan pelayanan
Jamkesmas adalah sebagai berikut.
a. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) Pasal 25.
b. UUD 1945 Perubahan Kedua Bab XA, Pasal 28A.
c. UU No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
d. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan; Pasal 4,
Pasal 5, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 18, Pasal 174, Pasal 50, Pasal 54,
Pasal 55.
e. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; Pasal 2
dan Pasal 3.
f. Permenkes No 903/Menkes/Per/V/2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jamkesmas
g. Permenkes No 1097/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Juknis Pelayanan
Kesehatan Dasar Jamkesmas
h. ..............( tambahkan dasar peraturan pemda )
i. ............... idem
B. Isu Aktual
Dalam pelaksanaan kegiatan mendukung pemantauan dan evaluasi, maka
beberapa isu umum yang menjadi penyebab belum optimalnya pencatatan dan
pelaporan program Jamkesmas di identifikasi sebagai berikut:
1. Sistim informasi pelaporan belum terintegrasi
2. Informasi mengenai pelayanan di rumah belum dapat diakses masyarakat
3. Mutu pelayanan belum optimal
4. Belum optimalnya kontribusi pemerintah dalam pembiayaan kesehatan.
Selanjutnya dari isu umum tersebut dilakukan pemilihan isu aktual yang
memenuhi kriteria sebagai isu yang paling dominan dengan menggunakan
teknik analisis APKL dengan kreteria sebagai berikut : (1) Aktual (A) yaitu isu
yang benar dan akan terjadi, (2) Kehalayakan (K), yaitu isu yang menyangkut
orang banyak (3) Problematik (P) yaitu isu yang segera harus dicari penyebab
dan pemecahannya serta Kelayakan (L) yaitu isu yang logis, pantas dan realistis
untuk diangkat.
Formulasi pemilihan isu aktual dengan empat kriteria di atas tampak
pada Tabel 1.1 memperlihatkan proses penetapan isu isu umum tersebut
menjadi beberapa isu aktual yang akan di angkat menjadi masalah utama.
Tabel 1.1
Penetapan Isu Aktual berdasarkan Kriteria AKPL
NO ISU UMUM KRITERIA
TERPILIHA K P L
1Sistim informasi pelaporan belum terintegrasi + + + + V
2
Informasi mengenai pelayanan di rumah sakit belum dapat diakses masyarakat
+ + + + V
3Mutu pelayanan belum optimal
- - + + -
4
Belum optimalnya kontribusi pemerintah dalam pembiayaan kesehatan.
+ + + + V
Untuk mendapatkan isu aktual prioritas, maka dilakukan penyaringan 3 (tiga) isu
aktual tersebut dengan menggunakan teknik komparasi cara penyaringan
analisis USG (Urgency, Seriousness, Growth). Teknik penyaringan USG ini
dilakukan dengan menyusun urutan isu prioritas sesuai sifatnya yaitu mendesak
(urgency), tingkat keseriusan (seriousness) dan kecenderungan berkembang
(growth) dengan memakai skala Likert (1-5)
Tabel 1.2
Penentuan Isu Aktual Prioritas dengan USG
NO ISU AKTUALURUTAN
PRIORITASU S G TOTAL
1 Informasi mengenai pelayanan di rumah belum dapat diakses masyarakat
3 4 3 11 III
2 Sistim informasi pelaporan belum terintegrasi 5 4 5 14 I
3 Belum optimalnya kontribusi pemerintah dalam pembiayaan kesehatan.
5 4 3 12 II
Keterangan:
5 : Sangat Mendesak/Gawat/Berdampak
4 : Mendesak/Gawat/Berdampak
3 : Cukup Mendesak/ Cukup Gawat/ Cukup Berdampak
2 : Kurang Mendesak/ Kurang Gawat/ Kurang Berdampak
1 : Sangat Kurang Mendesak/ Kurang Gawat/ Kurang Berdampak
Dari hasil seleksi isu aktual menggunakan metode USG seperti yang
diperlihatkan pada Tabel 1.2 diatas, maka diperoleh nilai tertinggi (14) dan
merupakan nilai isu aktual prioritas tertinggi yaitu ”Belum optimalnya sistim
informasi pelaporan.”
C. Perumusan Masalah
Setelah dilakukan penetapan isu aktual prioritas, maka langkah
selanjutnya adalah mengidentifikasi masalah-masalah yang karenanya
menyebabkan munculnya isu aktual tersebut. Setelah melakukan identifikasi
masalah penyebab munculnya isu aktual prioritas tersebut, maka diperoleh hasil
identifikasi sebagai berikut:
1. Kurangnya komitmen dari penyelenggara program Jamkesmas kepada
masyarakat.
2. Peran aktif masyarakat belum berjalan maksimal.
3. Kewajiban pelaporan belum dilaksanakan sesuai pedoman
Gambar .1.1
Pohon Masalah
Belum diperoehnya data terkini
AKIBAT
Belum optimalnya sistim pelaporan sesuai pedoman
Masalah Utama
Kurangnya komitmen dari penyelenggara program Jamkesmas kepada masyarakat
Kewajiban pelaporan belum dilaksanakan
Peran aktif masyarakat belum berjalan maksimal
Masalah Pokok
Dengan menggunakan metoda matrik prioritas, dilakukan penyaringan masalah-
masalah penyebab munculnya isu prioritas diatas. Hasil penyaringan masalah
dengan metoda matrik prioritas dapat dlihat pada tabel 1.4
Tabel 1.4
Matrik Prioritas Masalah
No Masalah Rangking
Manfaat
Rangking
Usaha
Extended
Value
Keterangan
1
Kurangnya komitmen dari penyelenggara program Jamkesmas kepada masyarakat
5 5 15 III
2
Peran aktif masyarakat belum berjalan maksimal
4 5 20 II
3Kewajiban pelaporan belum dilaksanakan 5 3 15 I
Dari hasil seleksi dengan matriks prioritas pada tabel 1.4 di atas,(yang terpilih
adalah dengan extended value terendah, rangking manfaat besar dan rangking
usaha rendah) maka diperoleh masalah prioritas yang mengakibatkan
munculnya isu aktual prioritas. yaitu “Kewajiban pelaporan belum dilaksanakan.”
Berdasarkan analisis tersebut di atas diperoleh prioritas masalah seperti table
1.4, selanjutnya untuk merumuskan masalah, digunakan metode 4 W dan 1 H,
agar diketahui rumusan masalah yang dihadapi dan alternatif penyelesaiannya,
sebagai berikut:
1. What - Apa yang terjadi?
Sistim pelaporan belum terintegrasi
2. When – Kapan masalah itu terjadi ?
Semenjak program Jamkesmas diberlakukan tahun 2008
3. Where – Dimana masalah itu terjadi?
Di Daerah Istimewa Yogyakarta
4. Who – Siapa yang menyebabkan terjadinya masalah tersebut?
Pelaksana Fasilitas Pelayanan
5. How Much – c50%
Atas dasar rumusan 4 W + 1 H dapat disimpulkan :
“Belum optimalnya sistim informasi pelaporan pelaksana fasilitas pelayanan
sesuai pedoman Jamkesmas.”
D. Lingkup Bahasan
Sesuai dengan Tugas dan Fungsi yang dilaksanakan pada Tim Pengelola dan
Tim Koordinasi Jamkesmas, maka Kertas Kerja Kelompok (KKK) membatasi
ruang lingkup pembahasan pada sistim pelaporan program Jamkesmas agar
dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif. Masalah yang telah teridentifikasi
berdasarkan teknik analisis manajemen yang digunakan adalah “Belum optimal
sistim informasi pelaporan”.Berkaitan dengan masalah yang sudah teridentifikasi
tersebut maka judul yang diambil dalam Kertas Kerja Kelompok ini adalah :
“Rencana Kerja Peningkatan Kinerja sistim informasi pelaporan pelaksana
fasilitas pelayanan sesuai pedoman Jamkesmas.”
top related