28695056 Portofolio Optimal
Post on 22-Dec-2015
22 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORITIS
2.1 Investasi
Setiap manusia menginginkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Ketika pendapatan lebih besar dari kebutuhan maka yang dilakukan orang-
orang adalah menyimpan kelebihan tersebut untuk kepentingan yang akan datang.
Menyimpan kelebihan tersebut bisa dengan beberapa cara diantaranya investasi.
2.1.1 Pengertian Investasi
Jogiyanto (2003:5) mendefinisikan investasi sebagai penundaan konsumsi
sekarang untuk digunakan dalam produksi yang efisien selama periode waktu
tertentu. Halim (2005:4) mengemukakan bahwa investasi merupakan penempatan
sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di
masa mendatang.
Pengertian lain dari investasi dinyatakan oleh Sunariyah (2004:4) yang
berpendapat bahwa investasi adalah penanaman modal untuk satu/ lebih aktiva
yang dimiliki dan biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapatkan
keuntungan di masa yang akan datang. Sementara Brown dan Relly (2003:5)
berpendapat bahwa investasi adalah komitmen terhadap sejumlah dana saat ini
yang pembayarannya akan diterima di masa datang sebagai kompensasi untuk
ganti rugi yang diberikan kepada investor karena (1) sejumlah dana yang
dipercayakan (2) tarif inflasi yang diharapkan, dan (3) ketidakpastian atas
pembayaran masa depan. Sedangkan Mayo (2003:6) mendefinisikan investasi
adalah pembelian aset untuk tujuan meningkatkan nilai aset yang diinvestasikan
pada masa yang akan datang.
2.1.2 Tipe-Tipe Investasi
Jogiyanto (2003:7) membagi investasi keuangan menjadi dua, yaitu:
a. Investasi langsung
Investasi langsung adalah pembelian langsung aktiva keuangan suatu
perusahaan. Investasi ini dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan
yang diperjualbelikan di pasar uang (money market), pasar modal (capital
market), atau di pasar turunan (derivative market). Investasi langsung juga
dapat dilakukan dengan membeli aktiva keuangan yang tidak dapat
diperjualbelikan, yang biasanya diperoleh melalui bank komersial dan dapat
berupa tabungan di bank atau sertifikat deposito.
b. Investasi Tidak Langsung
Investasi tidak langsung adalah pembelian saham dari perusahaan investasi
yang mempunyai portofolio aktiva-aktiva keuangan dari perusahaan-
perusahaan lain. Perusahaan investasi adalah perusahaan yang menyediakan
jasa keuangan dengan cara menjual sahamnya ke publik dan menggunakan
dana yang diperoleh untuk diinvestasikan ke dalam portofolionya.
Selain itu, Halim (2005:4) juga mengemukaakan pendapat yang sama
dengan Mayo (2003:5), mereka membedakan investasi ditinjau dari segi ruang
lingkup usahanya menjadi dua, yaitu:
a. Investasi pada aktiva nyata (real assets/ real investment)
Jenis investasi dapat berbentuk pembelian aset produktif, pendirian pabrik,
pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan, dan lainnya..
b. Investasi pada aktiva keuangan (financial assets/ financial investment)
Jenis investasi ini dapat dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat
deposito, surat berharga pasar uang, dan lainnya. Selain dilakukan di pasar
uang, investasi ini dapat juga dilakukan di pasar modal baik berupa saham,
obligasi, warrant, opsi, dan lain-lain.
Sedangkan dari segi kepastian memperoleh keuntungan, investasi dapat
dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Investasi bebas risiko (free risk investment)
Investasi bebas risiko adalah investasi yang akan memperoleh keuntungan
secara pasti, seperti pembelian obligasi (investment in bonds), sebab obligasi
akan memberikan jasa bunga yang pasti kepada pemiliknya tanpa
memperhatikan apakah perusahaan yang mengeluarkan obligasi itu mampu
memperoleh keuntungan atau tidak.
b. Investasi berisiko (risk investment)
Investasi berisiko adalah investasi yang ditujukan bagi pembeli saham biasa
(investment in common stock) dan investasi di bidang aktiva nyata. Dikatakan
demikian karena investasi bidang nyata mempunyai EBIT yang bisa
berfluktuasi, artinya bisa untung tapi bisa juga rugi. Dikatakan bahwa
investasi dalam saham itu berisiko karena dengan memiliki saham tertentu
berarti ikut memiliki perusahaan yang mengeluarkan saham tersebut.
2.1.3 Tujuan Investasi
Ada beberapa alasan mengapa seseorang melakukan investasi. Berikut ini
beberapa alasan yang dinyatakan oleh Kamaruddin Ahmad (2004:3) yaitu:
1. Untuk mendapatkan kehidupan yang layak di masa yang akan datang.
Seseorang yang bijaksana akan berpikir bagaimana meningkatkan taraf
hidupnya dari waktu ke waktu atau mempertahankan tingkat pendapatannya
yang ada sekarang agar tidak berkurang di masa yang akan datang.
2. Mengurangi tekanan inflasi. Dengan melakukan investasi dalam pemilihan
perusahaan atau objek lain, seseorang dapat menghindarkan diri agar
kekayaan atau harta miliknya tidak merosot nilainya karena digerogoti oleh
inflasi.
3. Dorongan untuk menghemat pajak. Beberapa negara di dunia banyak
melakukan kebijakan yang sifatnya mendorong tumbuhnya investasi di
masyarakat melalui fasilitas perpajakan yang diberikan kepada masyarakat
yang melakukan investasi pada bidang-bidang usaha tertentu.
2.2 Saham
Saham merupakan salah satu bentuk sekuritas yang diperdagangkan di pasar
modal. Untuk tujuan investasi saham merupakan salah satu alternatif yang dapat
memberikan banyak keuntungan tetapi dengan resiko yang lebih tinggi.
2.2.1 Pengertian Saham
Sunariyah (2004:27) saham adalah penyertaan modal dalam pemilikan suatu
PT atau yang biasa disebut emiten. Pemilik saham merupakan pemilik sebagian
dari perusahaan tersebut. Anonaga dan Pakarti (2001:58) mendefinisikan saham
adalah surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun
institusi dalam suatu perusahaan. Sedangkan Darmadji (2001:5) mengungkapkan
bahwa saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan
seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau PT.
Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:14), memiliki saham berarti memiliki
perusahaan. Penghasilan yang dinikmati oleh pembeli saham adalah pembagian
dividen ditambah dengan kenaikan harga saham tersebut (capital gains). Dengan
demikian dipandang dari segi kepastian, maka penghasilan pemilik saham
menjadi semakin tidak pasti karena pembayaran dividen dipengaruhi oleh prospek
perusahaan yang tidak pasti. Hanafi (2004:427) meyatakan saham merupakan
bukti kepemilikan suatu perusahaan. Pendapatan pemegang saham diperoleh dari
dividen dan capital gain (selisih antara harga jual dan harga beli).
2.2.2 Jenis saham
Menurut Darmadji (2001:6) menggolongkan jenis-jenis saham yang ditinjau
dari beberapa segi, antara lain:
1. Ditinjau dari segi kemampuan dalam hak tagih atau klaim:
a. Saham Biasa (Common Stocks)
Yaitu merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior
terhadap pembagian dividen, dan hak atas harta kekayaan perusahaan
apabila perusahaan tersebut dilikuidasi.
b. Saham Preferen (Preferred Stocks)
Merupakan saham yang memiliki karakteristik gabungan antara obligasi
dan saham biasa, karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti
bunga obligasi), tetapi juga bisa tidak mendatangkan hasil seperti yang
dikehendaki investor.
2. Dilihat dari cara penilaiannya:
a. Saham Atas Tunjuk (Bearer Stocks)
Pada saham tersebut tidak tertulis nama pemiliknya, agar mudah dipindah
tangankan dari satu investor ke investor yang lain. Secara hukum, siapa
yang memegang saham tersebut, maka dialah diakui sebagai pemilikan
dan berhak untuk ikut hadir dalam RUPS.
b. Saham Atas Nama (Registered Stocks)
Merupakan saham yang ditulis dengan jelas siapa nama pemiliknya,
dimana cara peralihannya harus melalui prosedur tertentu.
Dari beberapa jenis saham tersebut, saham yang paling banyak dikeluarkan
oleh perusahaan adalah jenis saham biasa. Melalui penerbitan saham biasa dapat
menghimpun dana dari masyarakat dalam jumlah tertentu yang diinginkan sesuai
dengan kebutuhan perusahaan, karena saham biasa dapat diperjualbelikan secara
cepat serta dimiliki oleh masyarakat luas.
2.2.2.1 Saham Biasa
Para pemegang saham pada suatu perusahaan mempunyai hak-hak yang
melekat dalam kepemilikan saham biasa yang dijamin oleh Undang-Undang, agar
terhindar dari praktek-praktek merugikan dibuat untuk menjaga investor dari
kemungkinan manipulasi pihak ketiga. Beberapa hak yang dimiliki oleh
pemegang saham biasa menurut Jogiyanto (2003:73) yaitu:
a. Hak kontrol saham biasa, yaitu hak pemegang saham biasa untuk memilih
pimpinan perusahaan.
b. Hak menerima pembagian keuntungan, yaitu hak pemegang saham biasa
untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan.
c. Hak Preemptive, yaitu hak untuk mendapatkan persentasi kepemilikan yang
sama jika perusahaan mengeluarkan tambahan lembar saham untuk tujuan
melindungi hak kontrol dari pemegang saham lama dan melindungi harga
saham lama dari kemerosotan nilai.
Karakteristik saham biasa menurut Darmadji (2001:7), antara lain:
1. Dividen dibayarkan sepanjang perusahaan memperoleh laba.
2. Memiliki hak suara dalam RUPS (one share one vote).
3. Memiliki hak terakhir (junior) dalam hal pembagian kekayaan perusahaan jika
perusahaan tersebut dilikuidasi (dibubarkan) setelah semua kewajiban
perusahaan dilunasi.
4. Memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi
sahamnya.
5. Hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya.
2.2.2.2 Keuntungan Investasi Pada Saham Biasa
Pada dasarnya ada dua keuntungan yang diperoleh pemodal dengan membeli
atau memiliki saham menurut Darmadji (2001:8) yaitu:
1. Dividen, yaitu pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit
saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Dividen
diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS.
2. Capital gain, yaitu selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain
terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
Kelebihan dari investasi pada saham biasa ini adalah kemampuannya untuk
memberikan tingkat keuntungan atau rate of return yang tidak terhingga.
Keuntungan yang tidak terhingga ini berhubungan dengan perkembangan
perusahaan dalam menghasilkan laba. Dengan adanya pertambahan dan
meningkatnya laba perusahaan, maka diharapkan adanya kenaikan dividen.
2.2.2.3 Risiko investasi pada saham biasa
Saham dikenal dengan karakteristik high risk - high return. Artinya, saham
merupakan surat berharga yang memberikan peluang keuntungan tinggi namun
juga berpotensi risiko tinggi. Saham memungkinkan pemodal untuk mendapatkan
return atau keuntungan dalam jumlah besar pada waktu yang singkat. Risiko yang
dihadapi pemodal atau investor dengan kepemilikan sahamnya menurut Darmadji
(2001:10) antara lain:
a. Tidak mendapat dividen
Perusahaan tidak dapat membagikan dividen jika perusahaan tersebut
mengalami kerugian. Dengan demikian potensi keuntungan investor untuk
mendapatkan keuntungan oleh kinerja perusahaan tersebut tidak dapat dicapai.
b. Capital Loss
Dalam aktivitas perdagangan saham, tidak selalu pemodal mendapatkan
capital gain atau keuntungan atas saham yang dijualnya. Adakalanya pemodal
harus menjual sahamnya dengan harga jual lebih rendah dari harga beli.
Selisih harga jual dengan harga jual yang lebih rendah dari harga beli disebut
dengan capital loss.
2.3 Risiko
Jogiyanto (2003:130) berpendapat bahwa return dan risiko merupakan dua
hal yang tidak terpisah, karena pertimbangan bahwa investasi merupakan trade off
dari kedua faktor ini. Return dan risiko merupakan hubungan yang positif,
semakin besar risiko yang harus ditanggung , semakin besar return yang harus
dikompensasikan.
Mayo (2003:6) mengatakan bahwa resiko adalah kemungkinan untuk
mengalami kerugian karena ketidakpastian pengembalian di masa yang akan
datang Dengan adanya ketidakpastian (uncertainty) berarti investor akan
memperoleh return di masa mendatang yang belum diketahui persis nilainya.
Untuk itu, return yang akan diterima perlu diestimasi nilainya dengan segala
kemungkinan yang dapat terjadi. Hanafi (2004:192) berpendapat bahwa resiko
merupakan penyimpangan dari hasil yang diharapkan, dimana untuk
memperolehnya bisa menggunakan standar deviasi yang menghitung
penyimpangan dari hasil yang diharapkan, semakin besar standar defiasi semakin
tinggi resiko saham tersebut.
2.3.1 Macam-Macam Risiko
Dalam membicarakan masalah risiko ini, terdapat dua macam risiko pada
setiap sekuritas menurut Halim (2005:43) yaitu:
a. Risiko Sistematis (Systematic Risk/ Market Risk)
Risiko ini tidak dapat dihilangkan melalui diversifikasi karena fluktuasi risiko
ini dipengaruhi oleh faktor-faktor makro yang dapat mempengaruhi pasar
secara keseluruhan. Misalnya perubahan tingkat suku bunga, kurs valuta
asing, kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
b. Risiko Tidak Sistematis (Unsystematic Risk/ Unique Risk)
Risiko ini dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi karena risiko ini
hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu. Fluktuasi risiko ini
besarnya berbeda-beda antara satu saham dengan saham yang lain. Karena
perbedaan atau keunikan itulah maka masing-masing saham memiliki tingkat
sensitivitas yang berbeda terhadap setiap perubahan pasar. Misalnya faktor
struktur modal, struktur aset, tingkat likuiditas, tingkat keuntungan, dan
sebagainya.
Mayo (2003:8) juga mengemukakan teori yang sama, yaitu membagi resiko
saham menjadi resiko sistematis dan tidak sistematis. Resiko sistematis
merupakan resiko yang tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi
(Nondiversifiable), yang terdiri dari resiko pasar, tingkat suku bunga, kurs valuta
asing dan sebagainya. Resiko tidak sistematis yang bisa dihilangkan melalui
diversifikasi terdiri dari resiko bisnis dan resiko keuangan.
2.3.2 Sikap Investor Terhadap Risiko
Sikap investor terhadap risiko sangat tergantung kepada preferensi investor
tersebut terhadap risiko. Menurut Tandelilin (2001:7), investor yang lebih berani
akan memilih risiko investasi yang lebih tinggi, yang diikuti oleh harapan tingkat
return yang tinggi pula. Demikian pula sebaliknya, investor yang tidak mau
menanggung risiko yang terlalu tinggi, tentunya tidak akan bisa mengharapkan
tingkat return yang terlalu tinggi.
Dalam hubungannya dengan hal tersebut, Sartono (2001:139)
mengelompokkan investor menjadi tiga kelompok:
1. Risk seeker adalah investor yang senang menghadapi risiko. Apabila individu
atau investor tersebut dihadapkan dengan dua pilihan investasi yang
memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan risiko yang berbeda, maka
investor tersebut akan lebih senang mengambil investasi dengan risiko yang
lebih besar.
2. Risk averter adalah investor atau kelompok individu yang lebih senang pada
pilihan investasi dengan risiko yang lebih kecil dengan tingkat keuntungan
yang sama.
3. Risk neutrality adalah kelompok investor atau individu yang bersikap netral
terhadap risiko, artinya investor akan meminta kenaikan tingkat keuntungan
yang sama untuk setiap kenaikan risiko.
Dari ketiga sikap investor tersebut, pada umumnya para investor cenderung
menjadi risk averter. Para investor cenderung bersifat menghindari risiko dalam
setiap keputusannya, sehingga selalu berusaha memilih investasi yang
menawarkan tingkat return tertinggi dengan risiko rendah. Pendapat yang sama
juga dikemukakan oleh dikemukakan oleh Weston dan Thomas (1991:446) bahwa
kelompok investor terdiri dari kelompok pengambil resiko (risk seeker),
kelompok enti resiko (risk averter) dan kelompok yang acuh terhadap resiko (risk
indeference).
2.3.3 Investasi Yang Berisiko
Investasi yang paling tinggi tingkat risikonya adalah investasi pada saham,
sehingga saham dikenal dengan karakteristik high risk-high return. Tujuan
investor dalam berinvestasi adalah memaksimalkan return, tanpa melupakan
faktor risiko investasi. Menurut Tandelin (2001:6) hal penting yang harus selalu
dipertimbangkan, yaitu berapa besar risiko yang harus ditanggung dari investasi
tersebut.
Investasi pada saham dikatakan berisiko karena jika para pemodal (investor)
membeli saham, berarti mereka membeli prospek perusahaan. Prospek perusahaan
itu bersifat tidak pasti. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:14)
mengungkapkan kalau prospek perusahaan membaik, harga saham tersebut akan
meningkat. Demikian pula sebaliknya.
Salah satu karakteristik investasi pada saham adalah adanya kemudahan
untuk membentuk portofolio investasi. Investor juga dapat melakukan
diversifikasi pada berbagai kesempatan investasi untuk meminimalisasi risiko
yang mungkin terjadi. Oleh karena itu, sebelum melakukan investasi sekuritas,
seorang investor harus menentukan sekuritas apa yang akan dipilih, berapa banyak
dan kapan investasi tersebut akan dilakukan. Untuk mengambil keputusan
tersebut, menurut Husnan dan Pudjiastuti (2004:14) diperlukan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Menentukan kebijakan investasi
Di sini investor perlu menentukan apa tujuan investasinya, dan berapa banyak
investasi tersebut dilakukan.
b. Analisis sekuritas
Salah satu tujuan kegiatan ini adalah mendeteksi sekuritas mana yang
memiliki kemungkinan mispriced. Bisa dilakukan dengan analisis teknikal
yaitu analisis yang menggunakan data (perubahan) harga di masa yang lalu
sebagai upaya untuk memperkirakan harga sekuritas di masa yang akan
datang, dan analisis fundamental berupaya mengidentifikasi prospek
perusahaan (lewat analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh) untuk
memperkirakan harga saham di masa yang akan datang.
c. Pembentukan portofolio
Tahap ini menyangkut identifikasi sekuritas-sekuritas mana yang akan dipilih,
dan berapa proporsi dana yang akan ditanamkan pada masing-masing
sekuritas.
d. Melakukan revisi portofolio
Tahap ini merupakan pengulangan terhadap tiga tahap sebelumnya, dengan
maksud kalau perlu melakukan perubahan terhadap portofolio yang telah
dimiliki.
e. Evaluasi kinerja portofolio
Dalam tahap ini investor melakukan penilaian terhadap kinerja portofolio,
baik dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun risiko yang
ditanggung.
2.4 Teori portofolio
Seperti diketahui bahwa tujuan akhir investasi adalah untuk memaksimalkan
keuntungan dan meminimalkan resikonya. Agar resiko bisa dikendalikan, maka
investor harus melakukan penyebaran resiko dengan cara memperbanyak jenis
saham. Jika investor menanamkan modalnya ke dalam satu jenis saham saja risiko
yang dihadapi relatif besar, sehingga apabila perusahaan yang mengeluarkan
saham bangkrut maka investor juga akan ikut bangkrut, dengan mempunyai
beberapa jenis saham, apabila salah satu saham ini rugi lainnya masih untung.
Kombinasi beberapa jenis saham ini disebut dengan portofolio.
2.4.1 Pengertian Portofolio
Sutrisno (2005:334) portofolio menggambarkan kepemilikan dari instrumen
investasi yang disusun dengan perencanaan yang matang untuk pencapaian hasil
yang optimal melalui penyebaran risiko. Portofolio mempunyai beberapa
alternatif variasi dengan pertimbangan investor harus melihat risiko dan tingkat
keuntungan yang bergerak positif di dalam portofolio. Sartono (2001:143)
berpendapat bahwa portofolio merupakan sekumpulan investasi baik berupa asset
riil atau real asset maupun asset keuangan atau financial asset.
Sunariyah (2004:194) mengartikan portofolio sebagai serangkaian
kombinasi beberapa aktiva yang diinvestasi dan dipegang oleh investor, baik
perorangan maupun lembaga. Portofolio berarti sekumpulan investasi atau bisa
juga dikatakan sebagai daftar kelompok kekayaan. Mayo (2003:4) mendefinisikan
portofolio adalah kombinasi beberapa aset yang dirancang untuk mendapatkan
nilai masa datang sesuai dengan yang diharapan.
Sedangkan yang dimaksud portofolio efek sesuai dengan Undang-Undang
Pasar Modal No. 8 tahun 1995 pasal 1 ayat 23 dan 24 adalah sebagai
berikut:”Portofolio efek adalah kumpulan efek yang dimiliki oleh pihak, yang
dimaksud dengan pihak adalah orang perseorangan, perusahaan, usaha bersama,
asosiasi atau kelompok terorganisasi”. Dalam portofolio tujuan utamanya yaitu
mengurangi risiko dengan melakukan diversifikasi yakni mengkombinasikan
berbagai investasi.
2.4.2 Return Dan Risiko Portofolio
Return dan risiko bagaikan dua sisi mata uang yang selalu berdampingan.
Artinya, dalam berinvestasi, disamping menghitung return yang diharapkan,
investor juga harus memperhatikan risiko yang harus ditanggungnya. Oleh karena
itu, menurut Tandelilin (2001:47) investor harus pandai-pandai mencari alternatif
investasi yang menawarkan tingkat return diharapkan yang paling tinggi dengan
tingkat risiko tertentu, atau investasi yang menawarkan return tertentu pada
tingkat risiko terendah.
Jogiyanto (2003:109) menyatakan bahwa return merupakan hasil yang
diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi
atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi diharapkan akan terjadi di masa
mendatang. Salah satu pengukuran return realisasi yang banyak digunakan adalah
return total atau sering disebut return saja.
Jogiyanto (2003:111) menyatakan tingkat keuntungan (return)dengan
rumus sebagai berikut:
Notasi :
Rit = Tingkat keuntungan saham i
Pt = Indeks harga saham individu akhir periode
Pt-1 = Indeks harga saham individu awal periode
Dt = Dividen saham yang diterima pada saham i
Sedangkan return ekspektasi tiap saham oleh Jogiyanto (2003:244)
dinyatakan dalam rumus:
E (Ri) = αi + βi . E (Rm)
Notasi :
E (Ri) = Return ekspektasi saham i
αi = Alpha saham i
βi = Beta saham i
E (Rm) = Return ekspektasi dari indeks pasar
Mengukur return dan risiko untuk sekuritas tunggal memang penting, tetapi
bagi manajer portofolio, return dan risiko seluruh sekuritas di dalam portofolio
lebih diperlukan. Hal itu berguna karena nilai-nilai tersebut akan digunakan untuk
menghitung return dan risiko portofolio.
Tandelilin (2001:57) mengungkapkan, dalam konsep risiko portofolio
dinyatakan bahwa kita menambahkan secara terus menerus jenis sekuritas ke
dalam portofolio kita, maka manfaat pengurangan risiko yang kita peroleh akan
semakin besar sampai mencapai titik tertentu dimana manfaat pengurangan
tersebut mulai berkurang.
Dalam memahami konsep risiko portofolio, kita bisa mengasumsikan bahwa
return sekuritas yang ada dalam portofolio tidak saling mempengaruhi satu
dengan lainnya, sehingga risiko portofolio bisa diestimasi, dengan mengukur
varian portofolio tersebut.
Selanjutnya Jogiyanto (2003:149) mengungkapkan bahwa tidak seperti
halnya return portofolio yang merupakan rata-rata tertimbang dari seluruh return
sekuritas tunggal, risiko portofolio (portfolio risk) tidak merupakan rata-rata
tertimbang dari seluruh risiko sekuritas tunggal. Risiko portofolio, yang
merupakan varian return sekuritas-sekuritas yang membentuk portofolio tersebut,
mungkin dapat lebih kecil dari risiko rata-rata tertimbang masing-masing
sekuritas tunggal.
2.5 Diversifikasi Saham
Seorang investor yang menginvestasikan dananya di pasar modal biasanya
tidak hanya memilih satu saham saja. Alasannya, dengan melakukan kombinasi
saham, investor bisa meraih return yang optimal sekaligus akan memperkecil
risiko melalui diversifikasi.
Bagian dari risiko saham yang dapat dihilangkan dengan membentuk
portofolio disebut dengan risiko yang dapat didiversifikasikan atau risiko unik.
Diversifikasi ini sangat penting bagi investor, karena dapat meminimalkan risiko
tanpa harus mengurangi keuntungan yang diterima. Menurut Jogiyanto
(2003:173) diversifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
1. Diversifikasi dengan banyak aktiva
Risiko dari portofolio akan menurun dengan cepat karena semakin besar
jumlah saham (n). Semakin banyak sekuritas yang dimasukkan ke portofolio,
semakin kecil risiko portofolionya.
2. Diversifikasi secara random
Merupakan pembentukan portofolio dengan memilih sekuritas-sekuritas
secara acak tanpa memperhatikan karakteristik dari investasi yang relevan
seperti misalnya return dari sekuritas itu sendiri. Investor hanya akan memilih
sekuritas secara acak.
3. Diversifikasi secara Markowitz
Dapat didefinisikan sebagai diversifikasi dengan mengkombinasikan
sekuritas-sekuritas yang mempunyai korelasi nilai lebih rendah dari +1 akan
dapat menurunkan risiko portofolio. Semakin banyak sekuritas yang
dimasukkan ke dalam portofolio, semakin kecil risiko portofolio.
2.6 Konsep Model Indeks Tunggal
Konsep Model Indeks Tunggal merupakan teori investasi yang dalam
perkembangannya adalah untuk kepentingan penyederhanaan analisis dengan
memperhitungkan risiko pasar sebagai perbandingannya. Teori ini dikembangkan
oleh Sharpe pada tahun 1963. Menurut Husnan (2001:103) pada konsep Model
Indeks Tunggal menyatakan pada saat keadaan pasar membaik (ditunjukkan oleh
indeks pasar yang membaik) harga saham-saham individual akan meningkat.
Demikian pula sebaliknya, pada saat pasar memburuk maka harga saham-saham
individual akan turun harganya. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa suatu
saham bertoleransi dengan perubahan pasar.
Perubahan saham memberikan pergerakan terhadap indeks pasar umum,
sehingga pemilihan indeks pasar umum dapat memberikan pertimbangan dalam
analisis investasi. Indeks yang digunakan secara umum adalah Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG). Menurut Jogiyanto (2003:232) IHSG ini dapat
digunakan untuk menghitung besarnya return pasar untuk waktu ke-t, yang
dinyatakan dalam rumus:
Rmt =
Di dalam model ini risiko investasi yang terjadi adalah risiko sistematik,
sehingga investor perlu menaksir besarnya beta sebagai ukuran risiko.
2.6.1 Karakteristik Model Indeks Tunggal
IHSG t – IHSG t-1
IHSG t-1
Model ini mengkaitkan perhitungan return setiap aset pada return indeks
pasar. Secara matematis, Hanafi (2004:211) menyatakan Model Indeks Tunggal
sebagai berikut:
Ri = αi + β RM + ei
Notasi :
Ri = Return sekuritas i
RM = Return indeks pasar
αi = Bagian return sekuritas i yang tidak dipengaruhi kinerja pasar
βi = Ukuran kepekaan return sekuritas i terhadap perubahan return pasar
ei = Kesalahan residual
Menurut Husnan (2001:106) Model Indeks Tunggal akan mampu
mengurangi jumlah variabel yang perlu ditaksir karena mempunyai karakteristik,
yaitu beta portofolio (p) merupakan rata-rata tertimbang dari beta saham-saham
yang akan membentuk portofolio tersebut. Dinyatakan dalam rumus :
Βp = Xiβi
Notasi :
Βp = Beta portofolio
Xiβi = Rata-rata beta saham individu
Demikian juga alpha portofolio (p) adalah:
αp = Xi . αi
Notasi :
αp = Alpha potofolio
Xi . αi = Rata-rata alpha saham individu
Dengan demikian keuntungan ekspektasi portofolio adalah:
E (Rp) = αp + βp E (Rm)
Notasi :
E (Rp) = Rata-rata keuntungan dari portofolio
αp = Suatu variabel acak yang menunjukkan komponen dan keuntungan
portofolio yang bebas terhadap kinerja pasar
βp = Beta portofolio
E (Rm) = Rata-rata tingkat keuntungan pasar
Selanjutnya, Tandelilin (2001:69) menjelaskan bahwa penghitungan return
sekuritas dalam Model Indeks Tunggal melibatkan dua komponen utama, yaitu:
a. Komponen return yang terkait dengan keunikan perusahaan (i)
Komponen ini berkaitan dengan kejadian-kejadian mikro yang hanya
mempengaruhi perusahaan bersangkutan, misalnya ekspansi operasi
perusahaan atau rencana pengurangan tenaga kerja.
b. Komponen return yang terkait dengan pasar (i)
Komponen ini menyangkut kejadian-kejadian makro yang mempengaruhi
seluruh perusahaan, misalnya kenaikan suku bunga, peningkatan inflasi, dan
lain-lain.
Komponen kesalahan residual (ei) menurut Jogiyanto (2000:204) merupakan
kesalahan estimasi perbedaan atau selisih nilai antara nilai ekspektasi dengan nilai
realisasi suatu sekuritas. Salah satu konsep penting dalam Model Indeks Tunggal
adalah terminologi beta (). Tendelilin (2001:69) menyatakan beta merupakan
ukuran kepekaan return sekuritas terhadap return pasar. Semakin besar beta suatu
sekuritas, semakin besar kepekaan return sekuritas tersebut terhadap perubahan
return pasar.
Tandelilin (2001:69) juga mengungkapkan asumsi dari Model Indeks
Tunggal adalah bahwa sekuritas akan berkorelasi hanya jika sekuritas-sekuritas
tersebut mempunyai respon yang sama terhadap return pasar. Sekuritas akan
bergerak searah jika sekuritas-sekuritas tersebut mempunyai hubungan yang sama
terhadap return pasar. Sehingga kesalahan residu antara dua sekuritas yang tidak
berkorelasi akan mengakibatkan kovarian sama dengan nol, atau dapat dituliskan
sebagai:
Cov (ei,ej) = 0
2.6.2 Risiko (Varian Return) Sekuritas Model Indeks Tunggal
Menurut Jogiyanto (2003:238), risiko (varian return) sekuritas yang dihitung
berdasarkan model ini terdiri dari dua bagian yaitu risiko yang berhubungan
dengan pasar (market related risk) dan risiko unik masing-masing perusahaan
(unique risk). Selanjutnya, Jogiyanto (2000:255) juga menyatakan bahwa untuk
menghitung tingkat risiko yang berhubungan dengan pasar, rumus yang
digunakan adalah:
σm2 = E
Notasi :
(Rm – E (Rm) 2
n-1
σm2 = Varian dari return pasar
Rm = Indek return pasar
E (Rm) = Indek return pasar rata-rata
Sedangkan risiko unik (varian kesalahan residu) masing-masing perusahaan,
menurut Jogiyanto (2003:238), dapat dihitung dengan rumus:
σei2 =
Sehingga rumus varian return sekuritas berdasarkan Model Indeks Tunggal
adalah:
σi2 = βi
2 . σm2 + σei
2
Lebih lanjut menurut Jogiyanto (2003:248), karena dalam Model Indeks
Tunggal menggunakan karakteristik beta maka varian dari portofolio dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
σp2 = βp
2 . σm2 + ( . σei )2
Notasi :
σp2 = Varian portofolio
βp2 . σm
2 = Risiko yang berhubungan dengan pasar
Wi = Besarnya proporsi saham i
σei = Varian kesalahan residu (risiko unik)
2.6.3 Portofolio Optimal Berdasarkan Model Indeks Tunggal
E (ei – 0)2
n - 1
Portofolio yang optimal menurut Husnan (2001:123) adalah portofolio yang
menghasilkan tingkat keuntungan tertentu dengan risiko terendah, atau risiko
tertentu dengan tingkat keuntungan tertinggi. Untuk menentukan portofolio
optimal didasarkan pada sebuah angka yang dapat menentukan apakah suatu
sekuritas dapat dimasukkan ke dalam portofolio optimal tersebut. Angka tersebut
adalah rasio antara ekses return dengan beta (excess return to beta ratio/ ERB).
Angka ini memasukkan komponen aktiva bebas risiko. Aktiva bebas risiko,
menurut Tandelilin (2001:76) merupakan aktiva yang tingkat returnnya di masa
depan sudah bisa dipastikan. Dalam hal ini aktiva bebas risiko yang digunakan
adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Jogiyanto (2003:211) juga berpendapat, karena return aktiva bebas risiko ini
bersifat pasti maka return ekspektasinya sama dengan return realisasinya atau
E(RBR) adalah sama dengan RBR. Jogiyanto (2003:253) menyatakan dengan rumus:
Notasi :
E (Ri) = Keuntungan yang diharapkan dari saham i
βi = Beta saham i
RBR = Return aktiva bebas risiko
EBR berarti mengukur kelebihan return relatif terhadap satu unit risiko yang
tidak dapat didiversifikasikan yang diukur dengan beta. Rasio ERB ini
menunjukkan hubungan anatara dua faktor penentu investasi, yaitu return dan
risiko.
E (Ri) - RBR
βiEBR =
Portofolio optimal akan berisi aktiva-aktiva dengan nilai rasio ERB yang
tinggi, sedangkan nilai rasio lebih rendah tidak dimasukk ke dalam portofolio
optimal. Untuk itu menurut Jogiyanto (2003:254) diperlukan sebuah titik
pembatas atau cut-off point (C*), dengan rumus:
Ai =
dan
Bi =
1 +
Cut off point (C*) merupakan suatu titik pembatas yang memisahkan saham-
saham mana saja yang akan dimasukkan dalam portofolio optimal. Jogiyanto
(2003:255) menyatakan besarnya C* adalah nilai Ci dimana nilai ERB terakhir
kali masih lebih besar dari nilai Ci. Dengan demikian portofolio optimal terdiri
dari sekuritas-sekuritas yang mempunyai nilai ERB lebih besar atau sama dengan
nilai ERB di titik C*.
Langkah selanjutnya setelah sekuritas-sekuritas yang membentuk portofolio
optimal telah dapat ditentukan adalah dengan menghitung berapa proporsi dana
[ E (Ri) – RBR ] . βi
σei2
βi2
σei2
Ci =
yang akan ditanamkan ke dalam masing-masing sekuritas tersebut. Menurut
Jogiyanto (2003:258) besarnya proporsi untuk sekuritas ke-i adalah:
Xi
Dan
ei2
Notasi :
Wi = Proporsi saham ke i
n = Jumlah saham
βi = Beta sekuritas ke i
σei2 = Varian dari kesalahan residu sekuritas ke-i
ERBi = Excess Return to Beta sekuritas ke-i
C* = Nilai cut-off point yang merupakan nilai Ci terbesar
2.7 Beta
Penggunaan Model Indeks Tunggal memerlukan penaksiran beta dari
saham-saham yang akan dimasukkan ke dalam portofolio. Beta digunakan untuk
mengukur resiko yang tidak bisa dihilangkan dengan diversifikasi.
2.7.1 Pengertian beta
Wi =
Xi = ( ERB1 – C* )
Jogiyanto (2003:266) beta adalah pengukur risiko sistematik (systematic
risk) dari suatu sekuritas atau portofolio relatif terhadap risiko pasar. Sementara
Husnan (2001:112) mengemukakan bahwa beta merupakan ukuran risiko yang
berasal dari hubungan antara tingkat keuntungan suatu saham dengan pasar.
Penggunaan beta bukan hanya bisa memperkecil jumlah variabel yang harus
ditaksir, tetapi juga memungkinkan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor
fundamental yang mungkin mempengaruhi beta tersebut.
2.7.2 Mengestimasi beta
Beta suatu sekuritas menunjukkan risiko sistematiknya yang tidak dapat
dihilangkan karena diversifikasi. Untuk menghitung beta portofolio, maka beta
masing-masing sekuritas perlu dihitung terlebih dahulu. Mengetahui beta masing-
masing sekuritas berguna untuk pertimbangan memasukkan sekuritas tersebut ke
dalam portofolio yang akan dibentuk. Menurut Jogiyanto (2003:267) beta suatu
sekuritas dapat dihitung dengan teknik estimasi yang menggunakan data historis.
Beta historis dapat dihitung menggunakan data historis berupa data pasar, data
akuntansi atau data fundamental. Beta yang dihitung dengan data pasar disebut
dengan beta pasar. Beta yang dihitung dengan data akuntansi disebut beta
akuntansi, dan beta yang dihitung dengan data fundamental disebut dengan beta
fundamental
2.7.3 Beta portofolio
Beta portofolio merupakan rata-rata tertimbang dari beta masing-masing
sekuritas. Rumus beta portofolio menurut Husnan (2001:106) seperti yang
dikemukakan sebelumnya adalah sebagai berikut:
βp = Xi βi
Dimana :
βp = Beta portofolio
Xi βi = Rata-rata beta saham individu
Beta portofolio umumnya lebih akurat dibandingkan dengan beta tiap-tiap
individual sekuritas. Alasannya adalah karena beta individual sekuritas
diasumsikan konstan dari waktu ke waktu. Dengan demikian jika beta adalah
konstan dari waktu ke waktu, maka beta portofolio akan lebih tepat dibandingkan
dengan beta individual sekuritas. Selain itu, perhitungan beta individual sekuritas
juga tidak lepas dari kesalahan pengukuran atau kesalahan acak. Pembentukan
portofolio akan mengurangi kesalahan acak ini. Dengan demikian, beta portofolio
juga akan lebih tepat dibandingkan dengan beta individual sekuritas.
top related