Transcript
Get Homework Done Homeworkping.comHomework Help https://www.homeworkping.com/
Research Paper helphttps://www.homeworkping.com/
Online Tutoringhttps://www.homeworkping.com/
click here for freelancing tutoring sitesI. IDENTITAS PENDERITA
Nama Penderita : By. Ny. Triswanti
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat & tanggal lahir : Bandung, 20 Juni 2012
Golongan Darah : B
Umur : 5 hari
Tanggal dirawat : 20 Juni 2012
Tanggal diperiksa : 25 Juni 2012
Ayah :
Nama : Tn. Eko
Umur : 35 tahun
Golongan Darah : AB
Pendidikan : S1 Komputer
Pekerjaan : Polri
Alamat : Komp. Taman Holis Indah Blok B5 No.47, Bandung
Ibu :
Nama : Ny. Triswanti
Umur : 31 tahun
Golongan Darah : O
Pendidikan : S1 Ekonomi
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Komp. Taman Holis Indah Blok B5 No.47, Bandung
II. ANAMNESIS
2.1. Heteroanamnesis diberikan oleh : Ibu pasien dan perawat Tanggal : 25 Juni 2012
2.2. Keluhan Utama : Kuning dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
2.3. Riwayat perjalanan penyakit :
Bayi lahir spontan dari seorang ibu G2P1A0 pada jam 03.30 WIB dengan letak
kepala, tunggal, jenis kelamin laki-laki, berat badan lahir 3600 gram dan panjang badan
lahir 52 cm. Bayi memiliki anus dan tidak memiliki kecacatan. Ketika bayi lahir
dilakukan penghisapan dari mulut dan hidung sampai bersih, bayi segera menangis. Nilai
APGAR 1’=9, 5’=10, kemudian bayi diletakkan dalam inkubator. Tali pusat dirawat dan
ditutup dengan menggunakan kain kassa betadine. Injeksi Neo-K dan tetes mata
diberikan. Meconium (+), inisiasi menyusui dini (+).
Dalam 24`jam setelah lahir, bayi tampak kuning pada bagian kepala dan leher
(ikterik Kramer I), yang semakin lama semakin bertambah. Ikterik menyebar hingga ke
seluruh tubuh termasuk kedua ekstremitas sampai telapak tangan dan kaki. Menurut ibu
pasien, pasien masih terlihat aktif, menangis kuat, dan menyusu kuat. Keluhan kuning
tidak disertai panas badan, kejang, batuk, pilek, muntah, serta penurunan kesadaran.
BAK : warna kuning, jumlah dan frekuensi dalam batas normal
BAB : warna kuning, frekuensi dan konsistensi dalam batas normal
RPK : tidak ada anggota keluarga yang sakit kuning
2.4. Riwayat kehamilan dan persalinan
Anak: ke-2. Lahir hidup: 2 Lahir mati: 0 Abortus: 0
Lahir: aterm, spontan
Berat badan lahir: 3600 gr. Panjang badan lahir: 52 cm
Riwayat kehamilan : Riwayat PNC teratur, ibu penderita menyangkal minum obat atau
jamu secara teratur selama kehamilan, pernah ditransfusi darah selama kehamilan,
menggunakan obat terlarang, pergi ke endemis hepatitis, kontak dengan penderita sakit
kuning sebelumnya, serta menderita infeksi lainnya selama masa kehamilan.
Riwayat persalinan : pasien lahir cukup bulan pada usia kandungan 40 minggu, lahir
spontan, langsung menangis, air ketuban normal.
Riwayat imunisasi : pasien belum mendapat imunisasi
2.5. Gigi geligi
Belum ada
2.6. Susunan Keluarga
No. Nama Umur L/PJelaskan: Hubungan keluarga, sehat, sakit (apa)
meninggal (umur, sebab)
1. Tn. Eko 35 thn L Ayah (sehat)
2. Ny. Triswanti 31 thn P Ibu (sehat)
3. An. Ellya F. 1,5 thn P Kakak pasien (sehat)
4. By. Ny.
Triswanti
5 hari L Pasien
2.7. Makanan
Usia 0 – sekarang : ASI/PASI ± 20-30 cc, setiap 3 jam
2.11. Penyakit keluarga
Asma : + (ibu) Penyakit darah : -
TBC : - Penyakit keganasan : -
Ginjal : - Kencing manis : -
Lain-lain : -
III. PEMERIKSAAN FISIK
3.1. Keadaan Umum : compos mentis, menangis kuat, aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer IV, sianosis -, dismorfik -.
3.2. Tanda Vital
Nadi : 1210 x/mnt, regular, ekual, isi cukup
Respirasi : 64x/mnt, tipe abdominothorakal
Suhu : (aksiler) 36 oC
Tensi : -
3.3. Pengukuran
Berat badan : 3620 gram
Panjang badan : 52 cm
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar dada : 32 cm
Lingkar perut : 35 cm
Status perkembangan berdasarkan New Ballard Score
Maturitas Neuromuscular : 25
Maturitas Fisik : 20
Total : 45
Perkiraan usia kandungan : 42 minggu
Status pertumbuhan berdasarkan kurva Lubchenco
BB : 3600, perkiraan usia kehamilan 42 minggu AGA(Appropiate Gestational Age)
3.4. Pemeriksaan sistematik
3.4.1. Rambut : hitam, distribusi merata
Kulit :ikterik (+), lutut sampai pergelangan kaki, bahu sampai
pergelangan tangan (Kramer IV)
3.4.2. Kepala : simetris, kiri = kanan, fontanel 2x3 cm, kaput suksedaneum -,
hematom sefal -
Mata : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik +/+, pupil bulat isokor 2mm,
reflek cahaya +/+
Hidung : PCH (-), sekret (-)
Telinga : sekret (-), kembali cepat
Mulut : bibir dan mukosa mulut basah, langit-langit (+) normal
3.4.3. Leher
KGB : tidak teraba membesar; tortikolis (-)
3.4.4. Dada
Inspeksi : B/P simetris kiri = kanan, retraksi (-)
Palpasi : pergerakan simetris kiri = kanan, tidak ada fraktur claviculae
maupun costae, ictus cordis di ICS LMCS
Perkusi : tidak dilakukan
Auskultasi : frekuensi denyut jantung 120 x/menit, bunyi jantung murni,
regular, murmur (-), BBS +/+, Rh -/-, Wh -/-
3.4.5. Perut
Inspeksi : cembung
Palpasi : lembut, hepar teraba 1 cm BAC, 1 cm BPX, tepi tajam, konsistensi
kenyal, permukaan rata; lien tidak teraba
3.4.6. Genital
Testis sudah turun, rugae cukup jelas
3.4.7. Anus dan rectum
Anus (+), tidak ada kelainan
3.4.8. Anggota gerak dan tulang
Tidak ada kelainan, tonus otot baik, pergerakan motorik aktif, akral hangat, CRT
< 2 detik
Pemeriksaan Neurologis
Refleks primitif:
Refleks Moro: (+)
Refleks sucking: (+)
Refleks rooting: (+)
Refleks plantar grasp: +/+
Refleks palmar grasp: +/+
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium tanggal 21 Juni 2012
Bilirubin total : 15,34 mg/dl
Bilirubin direk : 0,35 mg/dl
Bilirubin indirek :14,99 mg/dl
Hasil Laboratorium tanggal 23 Juni 2012
Bilirubin total : 16,09 mg/dl
Bilirubin direk : 0,44 mg/dl
Bilirubin indirek :15,65 mg/dl
V. RESUME
Seorang bayi laki-laki, lahir spontan dari seorang ibu G2P1A0, lahir aterm, berumur 5 hari, dengan BB 3620 gram, PB 52 cm, status pertumbuhan berdasarkan kurva Lubchenco baik, status perkembangan berdasarkan New Ballard Score sesuai dengan usia kehamilan 42 minggu. Keluhan kuning dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
Ketika bayi lahir dilakukan penghisapan dari mulut dan hidung sampai bersih, bayi segera menangis. Nilai APGAR 1’=9, 5’=10, kemudian bayi diletakkan dalam inkubator. Tali pusat dirawat dan ditutup dengan menggunakan kain kassa betadine. Injeksi Neo-K dan tetes mata diberikan. Meconium (+), inisiasi menyusui dini (+).Riwayat kehamilan : Riwayat PNC teratur, ibu penderita menyangkal minum obat atau jamu secara teratur selama kehamilan, pernah ditransfusi darah selama kehamilan, menggunakan obat terlarang, pergi ke endemis hepatitis, kontak dengan penderita sakit kuning sebelumnya, serta menderita infeksi lainnya selama masa kehamilan. Riwayat persalinan : pasien lahir cukup bulan, spontan
Dalam 24 jam setelah lahir, bayi tampak kuning pada bagian kepala dan leher (ikterik Kramer I), yang semakin lama semakin bertambah. Ikterik menyebar hingga ke seluruh tubuh termasuk kedua ekstremitas sampai telapak tangan dan kaki. Menurut ibu pasien, pasien masih terlihat aktif, menangis kuat, dan menyusu kuat. Keluhan kuning tidak disertai panas badan, kejang, batuk, pilek, muntah, serta penurunan kesadaran.BAK : warna kuning, jumlah dan frekuensi dalam batas normalBAB : warna kuning, frekuensi dan konsistensi dalam batas normalRPK : tidak ada anggota keluarga yang sakit kuning
Pemeriksaan fisik :Kulit : ikterik (+), lutut sampai pergelangan kaki, bahu sampai
pergelangan tangan (Kramer IV)Kepala : simetris, kiri = kanan, fontanel 2x3 cm, kaput suksedaneum -,
hematom sefal - Mata : conjungtiva anemis -/-, sclera ikterik +/+ Hidung : PCH (-), sekret (-) Telinga : sekret (-), kembali cepat Mulut : bibir dan mukosa mulut basah, langit-langit (+) normalLeher : KGB idak teraba membesar; tortikolis (-)
Dada Inspeksi : B/P simetris kiri = kanan, retraksi (-) Palpasi : tidak ada fraktur claviculae maupun costae, ictus cordis di ICS
LMCS Perkusi : - Auskultasi : frekuensi denyut jantung 120 x/menit, bunyi jantung murni
regular, murmur (-), BBS +/+, Rh -/-, Wh -/-Perut Inspeksi : cembung Palpasi : lembut, hepar teraba 1 cm BAC, 1 cm BPX, konsistensi
kenyal, tepi tajam, permukaan rata, lien tidak teraba
GenitalTestis sudah turun, rugae cukup jelas
Anus dan rectumAnus (+), tidak ada kelainan
Anggota gerak dan tulangTidak ada kelainan, tonus otot baik, pergerakan motorik aktif, akral hangat, CRT < 2 detik
Pemeriksaan NeurologisRefleks primitif:Refleks Moro: (+) Refleks sucking: (+)Refleks rooting: (+) Refleks plantar grasp: +/+Refleks palmar grasp: +/+
Pemeriksaan penunjang :
Hasil Laboratorium tanggal 21 Juni 2012
Bilirubin total : 15,34 mg/dl
Bilirubin direk : 0,35 mg/dl
Bilirubin indirek : 14,99 mg/dl
Hasil Laboratorium tanggal 23 Juni 2012
Bilirubin total : 16,09 mg/dl
Bilirubin direk : 0,44 mg/dl
Bilirubin indirek :15,65 mg/dl
VI. DIAGNOSISDiagnosis banding
1. Neonatus AtermNeonatus PretermNeonatus Posterm
2. AGASGALGA
3. Neonatal Bilirubinemia PatologisNeonatal Bilirubinemia Fisiologis
Diagnosis kerja : Neonatus Aterm, AGA (sesuai masa kehamilan), Neonatal Bilirubinemia Patologis. VII. USUL PEMERIKSAAN
Hematologi rutin
Kadar bilirubin serum secara berkalaGolongan darah ibu dan bayi sistem ABO dan RhesusSADTCoomb’s testPemeriksaan skrining defisiensi enzim G6PD
VIII. PENATALAKSANAAN
Pertahankan suhu tubuh 36,5oC-37,5oC
Fototerapi dengan blue lamps (420-450 nm pada jarak 30-40 cm)
Berikan minum ASI dini dan sering
Monitor kadar bilirubin total, direct dan indirect
IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonamQuo ad functionam : ad bonamQuo ad sanationam : ad bonam
X. PENCEGAHANEdukasi kepada ibu pasien agar kelak tidak terjadi hal serupa bila memiliki anak lagi
1. Pemeriksaan kehamilan secara teratur2. Menghindari obat-obatan yang dapat membuat bayi menjadi kuning pada masa
kehamilan dan kelahiran (missal: sulfafurazol, novobiocin)3. Ibu makan makanan yang bergizi4. Teratur minum vitamin5. Bila ibu sakit berobat ke dokter kandungan6. Pencegahan infeksi dengan menjaga hygiene, pemberian vaksinasi
Jika anak masih tampak kuning setelah pulang dari RS: jemur bayi di bawah matahari pagi selama setengah jam.Follow up : kontrolkan pasien ke dokter sesuai jadwal untuk mencegah morbiditas yang mungkin akan terjadi pada pasien
XI. FOLLOW UP HARIAN
KU, PF Lab
20 Juni 2012
HR : 120x/menit
RR : 60x/menit
S : 36,80C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer I, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
21 Juni 2012
HR : 124x/menit
RR : 50x/menit
S : 36,70C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer IV, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Periksa lab bilirubin
22 Juni 2012
HR : 140x/menit
RR : 60x/menit
S : 36,10C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer IV, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Th/ : Fototerapi
Pulpus 3x1
Hasil Lab 21 Juni :
Bil total : 15,34
Bil direk : 0,35
Bil indirek : 14,99
23 Juni 2012
HR : 110x/menit
RR : 56x/menit
S : 36,40C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer V, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Th/ : Fototerapi
Pulpus 3x1
Periksa lab bilirubin
24 Juni 2012
HR : 108x/menit
RR : 54x/menit
S : 36,40C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer V, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Hasil Lab 23 Juni :
Bil total : 16,09
Bil direk : 0,44
Bil indirek : 15,65
Th/ : Fototerapi
Pulpus 3x1
25 Juni 2012
HR : 120x/menit
RR : 64x/menit
S : 360C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer IV, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Th/ : Fototerapi
Pulpus 3x1
26 Juni 2012
HR : 118x/menit
RR : 60x/menit
S : 36,20C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer III-IV, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Th/ : Fototerapi
Pulpus 3x1
Periksa lab bilirubin
27 Juni 2012
HR : 144x/menit
RR : 48x/menit
S : 36,20C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer III, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Th/ : Fototerapi
Pulpus 3x1
Hasil Lab 26 Juni :
Bil total : 13,70
Bil direk : 0,50
Bil indirek : 13,20
28 Juni 2012
HR : 140x/menit
RR : 40x/menit
S : 360C
compos mentis, menangis kuat,
aktif, menyusu kuat, ikterik
kramer III, ikterik berkurang,
ikterik terutama terlihat pada
punggung, sianosis -, pucat –
BAB (+)
BAK (+)
Th/ : Fototerapi
Pulpus 3x1
Pasien diizinkan rawat jalan
Periksa lab bilirubin
Hasil Lab 28 Juni :
Bil total : 10,65
Bil direk : 0,45
Bil indirek : 10,20
IKTERUS NEONATORUM
Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan diskolorisasi kulit, mukosa, dan sklera oleh
karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum (>2 mg/dl). Ikterus secara klinis akan
tampak pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl. Ikterus pada
neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya
tidak melewati kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi kern
icterus dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai
yang disebut hiperbilirubinemia.
Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologis
Kriteria diagnosis:
a. Pada bayi cukup bulan umumnya ikterus tampak pada hari ke-2 atau hari ke-3
kehidupan akibat peningkatan bilirubin indirek, kecepatan akumulasi bilirubin <5
mg/dl/24 jam dengan kadar puncak bilirubin sekitar 10-12 mg/dl dan ikteus mulai
menghilang pada hari ke-5 atau hari ke-6 kehidupan.
b. Pada bayi prematur umumnya ikterus tampak pada hari ke-3 atau hari ke-4
kehidupan, yang juga disebabkan karena peningkatan bilirubin indirek, kecepatan
akumulasi bilirubin <5mg/dl/24 jam dengan kadar puncak bilirubin sekitar 15
mg/dl dan ikterus mulai menghilang pada hari ke-7 atau hari ke-9 kehidupan.
Etiologi:
a. Peningkatan produksi bilirubin
Disebabkan karena neonatus cenderung memiliki jumlah eritrosit yang lebih
banyak dengan masa hidup yang lebih singkat sehingga peningkatan degradasi
eritrosir di RES.
b.Kapasitas metabolisme hati terhadap bilirubin yang masih rendah dan belum
sempurna. Disebabkan karena masih rendahnya kadar ligandin protein pengikat
yang berperan dalam uptake bilirubin oleh hepatosit, dan juga masih rendahnya
aktivitas enzim glukoronil transferase, enzim yang berperan dalam proses
konjugasi.
c. Peningkatan sirkulasi enterohepatik
Disebabkan karena berkurangnya pemberian ASI atau PASI pada awal kehidupan
neonatus sehingga motilitas usus akan menurun, akibatnya terjadi peningkatan
reabsorbsi bilirubin yang sebelumnya telah diekskresikan ke dalam usus.
Peningkatan ini juga dikarenakan masih rendahnya jumlah mikroba usus pada
neonatus, dimana mikroba usus dapat merubah bilirubin mrnjadi bentuk yang
tidak dapat direabsorpsi lagi.
2. Ikterus patologis
Secara umum kriteria untuk menentukan ikterus patologis yaitu, ikterus yang
tampak pada 24 jam pertama kehidupan bayi, kecepatan akumulasi bilirubin >5
mg/dl/24 jam dengan kadar bilirubin serum total mencapai lebih dari 17 mg/dl dan
ikterus menetap setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi
kurang bulan dan atau disertai kadar bilirubin indirek >2 mg/dl. Ikterus patologis
dapat disebabkan oleh peningkatan bilirubin indirek atau bilirubin direk.
Etiologi peningkatan bilirubin indirek:
1. Hemolitik
a. Intrinsik: Kelainan morfologi eritrosit, kelainan enzimatik eritrosit (defisiensi
G6PD), kelainan sintesis hemoglobin (thalasemia alfa dan beta).
b. Ekstrinsik: Sistem ABO, Rhesus, golongan darah lainnya.
2.Non hemolitik: Hipotiroid, sepsis, asfiksia, polisitemia, sefalohematom, DIC,
obstuksi intestinal, inborn errors of metabolism.
Etiologi peningkatan bilirubin direk:
1. Hepatik
a. Infeksi: sepsis, hepatitis virus, TORCH
b. Metabolik: galaktosemia, def α1-antitripsin, kistik fibrotik
c. Obat-obatan hepatotoksik (parasetamol, halotan, antibiotika)
2. Post hepatik (kolestasis): atresia biliaris, stenosis biliaris, kista kholedokus.
Ikterus karena Inkompatibilitas Darah
Inkompatibilitas ABO
Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO disebabkan oleh antibodi anti A dan
anti B yang masuk ke dalam sirkulasi fetus dan bereaksi dengan antigen A atau B
pada permukaan sel darah merah. Pada mereka yang memiliki darah tipe A atau B
secara alami terdapat anti B atau A dalam bentuk molekul IgM sehingga tidak dapat
melewati plasenta. Sebaliknya, pada mereka yang bergolongan darah O, antibodi
terutama terdiri dari molekul IgG. Dengan alasan ini, maka inkompatibilitas ABO
biasanya terbatas pada ibu golongan darah O dengan fetus bergolongan A atau B.
Adanya IgG anti A atau anti B pada ibu tipe O dapat menjelaskan hemolisis yang
disebabkan inkompatibilitas ABO sering terjadi pada kehamilan pertama tanpa
diperlukan sensitasi terlebih dahulu. Inkompatibilitas ABO jauh lebih ringan daripada
inkompatibiltas rhesus, gejala hiperbilirubinemia tidak berat. Bila memerlukan
transfusi tukar, darah yang digunakan adalah golongan darah O yang Rh negatif dan
kalau mungkin dalam plasma golongan AB.
Inkompatibiltas Rhesus
Terdapat 5 antigen Rhesus yaitu RhD, RhC, Rhc, RhE, dan Rhe. Yang paling
sering menyebabkan inkompatibilitas adalah RhD dan RhC. Kelima antibodi tersebut
terdapat pada 2 alel, yaitu gen RHCE yang mengkode C, c, E, dan e, sedangkan RHD
hanya mengkode D. Fenotip Rh (-) disebabkan adanya delesi dari RhD-RhD pada
kedua kromosom. Pada sebagian besar kasus, fenotip Rh(-) juga diasosiasikan dengan
Rhc dan Rhe. Fenotip Rh(+) bisa terjadi pada homozigot dari DD dan heterozigot Dd.
Jumlah darah fetus yang diperlukan untuk menyebabkan inkompatibilitas
rhesus bervariasi. Kadang-kadang 1 ml darah dapat membuat sukarelawan dengan
darah rhesus negatif menjadi tersensitisasi. Studi lain menunjukkan bahwa 30% dari
individu dengan rhesus negatif tidak terjadi inkompatibilitas rhesus walaupun
diberikan jumlah darah rhesus positif yang cukup banyak. Setelah tersensitisasi
diperlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk antibodi rhesus yang dibentuk ibu masuk
dalam sirkulasi fetus. Pada 90% kasus, sensitisasi ini terjadi selama persalinan. Oleh
karena itu, anak pertama dengan rhesus positif dari ibu rhesus negatif tidak
terpengaruh oleh karena paparan yang sangat singkat dari paparan ke persalinan
sehingga tidak cukup untuk membentuk IgG ibu yang bermakna. Risiko dan parahnya
respon sensitisasi meningkat sesuai dengan kehamilan berikutnya bila bayi rhesus
positif. Pada wanita yang berisiko terhadap inkompatibiltas rhesus, kehamilan kedua
dengan janin rhesus positif, sering menyebabkan bayi anemia ringan, namun
kehamilan berikutnya (ketiga, dst) dapat menyebabkan janin meninggal dalam
kandungan akibat anemia hemolitik. Risiko terjadi sensitisasi tergantung dari ketiga
faktor berikut : volume perdarahan transplasental, cakupan respons imun hormonal,
inkompatibilitas ABO yang terjadi bersamaan.
Kejadian inkompatibilitas Rh pada ibu Rh negatif dan dengan inkomoatibilitas
ABO menurun secara bermakna menjadi 1-2% dan tetap terjadi karena serum ibu
mengandung antibodi terhadap golongan darah ABO janin. Beberapa sel darah merah
janin yang bercampur dengan sirkulasi ibu dihancurkan sebelum sensitisasi Rh terjadi.
Untungnya, inkompatibilitas ABO biasanya tidak menyebabkan gejala sisa yang
serius. Diagnosis dapat dilakukan secara antenatal dengan cara melihat optical density
(OD) dari cairan amnion. Peningkatan titer IgG anti D ibu dapat menandakan ibu
telah tersensitisasi, tetapi tidak dapat memperkirakan beratnya gejala yang akan
timbul yang lebih baik memeriksa secara spektrofotometri jumlah pigmen bilirubin
dalam cairan amnion. Bila OD cairan amnion berada di zona 3 maka bayi memiliki
resiko yang besar untuk meninggal/terjadi hidrops fetalis yang berat. Bila berada di
zona 2 menandakan adanya hemolisis yang ringan atau sedang. Zona 1 menentukan
bahwa bayi tidak tersensitisasi atau hanya berupa hemolisis yang sangat ringan.
Hidrops fetalis dapat didiagnosis secara dini dengan menggunakan alat USG dengan
resolusi tinggi. Terapi utnuk inkom,patibilitas rhesus tergantung pada berat ringannya
gejala yang terjadi. Pada gejala berat, dapat dilakukan transfusi intrauterine.
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI (Breast-feeding jaundice dan
breast milk jaundice)
Ikterus yang berhubungan dengan pemberian ASI dan tampak pada hari ke-2
hingga hari ke-4 disebut sebagai Breast-feeding jaundice dan ikterus yang muncul
kemudian (setelah hari ke-5 atau hari ke-7 disebut breast milk jaundice).
Pada breast milk jaundice peningkatan kadar bilirubin indirek serum yang signifikan
terjadi pada sekitar 2% bayi yang diberi ASI setelah hari ke-7 kehidupan, dengan
kadar serum puncak mencapai 10-30 mg/dl. Jika pemberian ASI dilanjutkan, kadar
bilirubin serum akan secara bertahap turun tetapi dapat menetap selama 3-10 minggu.
Jika pemberian ASI dihentikan, kadar bilirubin serum akan turun dengan cepat hingga
nilai normal dalam beberapa hari. Etiologi dari breast milk jaundice diduga karena
adanya glukuronidase pada ASI dan pada beberapa wanita, ASI nya mengandung
metabolit progesterone yang disebut 3-α-20-β pregnandiol, yang dapat menghambat
kerja enzim UDPGT sehingga proses konjugasi bilirubin terhambat.
Pada Breast-feeding jaundice biasanya terjadi pada minggu pertama kehidupan
dimana peningkatan kadar bilirubin serum indirek terjadi pada 13% bayi yang disusui
oleh ibunya. Peningkatan kadar bilirubin serum tersebut disebabkan karena berkurang
asupan ASI pada awal-awal kehidupan sehingga terjadi penurunan asupan kalori.
Dengan berkurangnya asupan kalori akan terjadi stimulus peningkatan sirkulasi
enterohepatik. Selain itu akibat asupan ASI yang kurang maka motilitas usus juga
berkurang sehingga ekskresi bilirubin melalui saluran cerna berkurang dan terjadi
peningkatan reabsorpsi bilirubin masuk dalam sirkulasi enterohepatik.
Metabolisme Bilirubin
Keterangan :
Perbedaan utama metabolisme ini adalah pada janin melalui plasenta dalam
bentuk bilirubin indirek. Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai
berikut :
1. Produksi
Sebagian besar bilirubin terbentuk akibat degradasi hemoglobin pada
system retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin pada
neonatus lebih tinggi daripada bayi yang berumur lebih tua. 1 gram
hemoglobin dapat menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek
adalah bilirubin yang bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo
(reaksi Hymans van den bergh) yang bersifat tidak larut dalam air tapi
larut dalam lemak.
2. Transportasi
Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin. Sel parenkim hepar
mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari
plasma. Bilirubin ditransfer melalui membrane sel kedalam sel hepatosit,
sedangkan albumin tidak. Di dalam sel bilirubin akan terikat terutama
dengan ligandin (-protein Y, glutation S- transferase β) dan sebagian kecil
pada glutation S-transferase lain dan protein Z. Proses ini merupakan
proses 2 arah, tergantung dari konsentrasi dan afinitas albumin dalam
plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar bilirubin yang masuk
dalam hepatosit dikonjugasi dan dieksresi kedalam empedu. Dengan
adanya sitosol hepar, ligandin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak.
Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligandin dan memberi
tempat peningkatan yang lebih banyak untuk bilirubin.
3. Konjugasi
Didalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin
diglukoronide walaupun sebagian kecil ada dalam bentuk
monoglukoronide. Glukoronil transferase merubah bentuk
monoglukoronide menjadi diglukoronide. Ada 2 enzim yang terlibat dalam
sintesis bilirubin diglukoronide. Pertama ifosfatglukoronide transferase
(UDPG-T) yang mengkatalisa pembentukan bilirubin monoglukoronide.
Sintesis dan eksresi diglukoronide terjadi di membrane kanalikulus. Isomer
bilirubin yang dapat membentuk ikatan hydrogen seperti bilirubin natural
IX dapat dieksresi langsung kedalam empedu tanpa konjugasi misalnya
isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).
4. Ekskresi
Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam
air dan dieksresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam
usus bilirubin direk ini tidak diabsorbsi, sebagian kecil bilirubin direk
dihidrolisis menjadi bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut
siklus entero hepatic. Pada neonatus karena aktifitas enzim B
gulkoronidase yang meningkat, bilirubin direk banyak yang tidak dirubah
menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang terhidrolisa menjadi bilirubin
indirek meningkat dan terabsorbsi sehingga siklus enterohepatis pun
meningkat.
5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus
Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada
kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada minggu ke 36 – 37.
Pada inkompabilitas darah RH kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat
dipakai untuk menentukan beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin
amnion juga terdapat pada obstruksi usus fetus. Produksi bilirubin pada
fetus dan neonatus diduga sama banyaknya tetapi kemampuan hepar untuk
mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat terbatas. Dengan demikian
hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan
mudah melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan dieksresi oleh hepar ibunya.
Dalam keadaan fisioliogis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat
terjadi akumulasi bilirubin indirek sampai 2mg%. Pada masa janin hal ini
diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat
penumpukan bilirubin disertai ikterus. Pada bayi baru lahir karena fungsi
hepar belum matangatau terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat
hipoksia, asidosis, bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase
atau kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat
meninggi. Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung
pada kadar albumin dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar
albuminnya sangat rendah sehingga kada bilirubin indirek yang bebas
dapat meningkat dan sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas
inilah yang dapat melekat pada sel otak. Ini menjadi dasar pemberian
albumin atau plasma untukmencegah “kern icterus”. Bila kadar bilirubinin
direk mencapai 20mg% pada umumnya kapasitas maximal pengikatan
bilirubin oleh neonatus yang mempunyai kadar albumin normal telah
tercapai.
Faktor Predisposisi
Keadaan yang mengurangi kapasitas ikat bilirubin :
• Asidosis
• Asfiksia
• Hipoalbuminemia
• Infeksi
• Prematuritas
• Hipoglikemi
Obat yang menghambat daya kerja glukoronil transferase : novobiosin
Patofisiologi
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan
Konjugasi dan transfer pigmen empedu berlangsung normal tetapi supply
bilirubin tak terkonjugasi akan lebih besar dibandingkan kemampuan hati,
sehingga kadar bilirubin tak terkonjugasi akan meningkat. Bilirubin tak
terkonjugasi ini tidak larut dalam air dan tidak dieksresikan ke urin., tetapi
terdapat peningkatan pembentukan urobilinogen yang dieksresikan ke
urine akibat peningkatan beban bilirubin terhadap hati dan mengakibatkan
peningkatan eksresi sterkobilin ke feses.Pembentukan bilirubin yang
berlebihan misalnya pada keadaab penyakit hemolitik atau peningkatan
destruksi selo darah merah. Ikterus yang terjadi sering disebut sebagai
ikterus hemolitik.
2. Defek pengambilan bilirubin
Gangguan pengambilan bilirubin akibat berkurangnya ligandin, pengikatan
aseptor y dan z protein oelh anion lain atau pada keadaan asupan kalori
yang menurun pada 24 jam sampai 72 jam kehidupan pertama
3. Defek konjugasi bilirubin
Gangguan konjugasi dalam sel hati terjadi akibat berkurangnya aktivitas
enzim glukoronil transferase, dapat bersifat :
Total
Jika defisiensi terjadi secara total dapat menyebabkan empedu tidak
berwarna dan konjugasi bilirubin tidak dapat berlangsung. Kadar
bilirubin serum dapat melebihi 20mg/100ml, sehingga terjadi kern
icterus yang menyebabkan kematian.
Parsial
Ikterus sering tidak tampak sampai usia remaja dan prognosa biasanya
baik. Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi bersifat sementara biasanya
timbul pada hari kedua sampai kelima kehidupan, yang diduga akibat
imaturitas enzim. Pengobatan dengan fenobarbital dapat meningkatkan
aktivitas enzim glukoronil transferase sehingga dapat menghilangkan
gejala ikterus.
4. Eksresi bilirubin menurun
Gangguan eksresi bilirubin dapat disebabkan factor fungsional atau
obstruktif. Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya hiperbilirubinemia
terkonjugasi yang larut dalam air dan dapat dieksresikan ke urin, sehingga
timbul bilirubinuria. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat
dosertai kegagalan eksresi hati lainnya seperti garam empedu.
Ikterus obstruktif dapat bersifat intrahepatal (dalam sel hati kanalikuli atau
kolangiol) atau ekstrahepatal (mengenai saluran empedu diluar hati). Pada
keadaan ini terjadi perubahan warna kulit dan mukosa yaitu kuning jingga
sampai kuning hijau pada kasus obstruksi total saluran empedu.
5. Campuran
Peningkatan kadar bilirubin terjadi karena produksi yang berlebihan dan
sekresi yang menurun. Keadaan ini ditemukan misalnya pada keadaan :
sepsis, infeksi intra uterin, asfiksia, dll.
Manifestasi Klinis
Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari. Bayi
baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya 6mg/dl atau
100 mikromol/L (1 mg/dl = 17,1 mikromol/L). Salah satu cara pemeriksaan
derajat kekuningan pada BBL secara klinis, sederhana, dan mudah adalah dengan
penilaian menurut Kramer. Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat
– tempat yang tulangnya menonjol seperti pada tulang hidung, dada, lutut, dll.
Tempat yang ditekan akan tampak kuning atau pucat Perkiraan kadar bilirubin
pada tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar
bilirubinnya.
Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu
dapat pula disertai dengan gejala-gejala:
Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum,muntah-muntah)
Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis.Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
Trauma lahir
Bruising, sefal hematom (perdarahan kepala), perdarahan tertutup lainnya
Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat,
letargik dan gejala sepsis lainnya
Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
Omfalitis (peradangan umbilikus)
Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
Feses dempul disertai urin warna coklat
Efek Hiperbilirubinemia
Perhatian utama pada hiperbilirubinemia adalah potensinya dalam menimbulkan
kerusakan sel-sel saraf, meskipun kerusakan sel-sel tubuh lainnya juga dapat terjadi.
Bilirubin dapat menghambat enzim-enzim mitokondria serta mengganggu sintesis
DNA. Bilirubin juga dapat menghambat sinyal neuroeksitatori dan konduksi saraf
(terutama pada nervus auditorius) sehingga menimbulkan gejala sisa berupa tuli saraf.
Kerusakan jaringan otak yang terjadi seringkali tidak sebanding dengan konsentrasi
bilirubin serum. Hal ini disebabkan kerusakan jaringan otak yang terjadi ditentukan
oleh konsentrasi dan lama paparan bilirubin terhadap jaringan.
Klinis : Ikterometer Kramer atau dengan bilirubinometer
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Kadar bilirubin serum berkala
- SADT, hitung jenis dan morfologi dan hitung jumlah retikulosit bertujuan
untuk mendeteksi apakah ikterus berasal dari anemia hemolitik.
- Golongan darah ibu dan bayi: Inkompabilitas ABO dan Rhesus dapat
didiagnosis dengan membandingkan golongan darah bayi dan ibu.
- Coomb Test (Tes antibodi direk): Dapat positif pada bayi dengan gangguan
isoimunisasi. Tes ini tidak berhubungan dengan beratnya ikterus.
- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.
- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.
- Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.
Penatalaksanaan
Menetapkan penyebab ikterus tidak mudah dan membutuhkan pemeriksaan yang
banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan khusus untuk
memperkirakan penyebabnya. Pendekatan ini dikemukakan oleh Harper dan
Yoon, yaitu :
A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama
Derajat
ikterusDaerah ikterus
Perkiraan
kadar
bilirubin
I Kepala dan leher 5,85 mg/dl
II Dada sampai umbilikus 8,77 mg/dl
III Umbilikus sampai lutut 11,7 mg/dl
IV
Lutut sampai pergelangan
kaki, bahu sampai
pergelangan tangan
14,62 mg/dl
VKaki dan tangan, termasuk
telapak kaki dan tangan >15 mg/dl
Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya
kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :
1. Inkompabilitas darah RH, ABO, atau golongan lain
2. Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues, kadang2 bakteri).
3. Kadang – kadang defisiensi G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah :
Kadar bilirubin serum berkala
Darah tepi lengkap
Golongan darah ibu dan bayi
Uji coombs
Pemeriksaan penyaring defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsy
hepar bila perlu
B. Ikterus yang timbul 24-72 jam sesudah lahir
1. Biasanya ikterus fisiologis
2. Masih ada kemungkinan inkompabilitas darah ABO atau RH atau
golongan lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar
bilirubin cepat, misalnya melebihi 5mg%/24 jam
3. Defisiensi enzim G6PD juga mungkin
4. Polisitemia
5. Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis,
perdarahanhepar subkapsuler, dll).
6. Hipoksia
7. Sferositosis, eliptositosis, dll
8. Dehidrasi asidosis
9. Dehidrasi enzim eritrosit
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
Bila keadaan bayi baik dan peningkatan ikterus tidak cepat, dapat
dilakukan pemeriksaan darah tepi, pemeriksaan jadar bilirubin berkala,
pemeriksaan penyaring enzim G6PD dan pemeriksaan lainnya.
C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu
pertama
1. Biasanya karena infeksi (sepsis)
2. Dehidrasi asidosis
3. Defisiensi enzim G6PD
4. Pengaruh obat
5. Sindrom Criggler-Najjar
6. Sindrom Gilbert
D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya
1. Biasanya karena obstruksi
2. Hipotiroidisme
3. “ Breast milk jaundice ”
4. Infeksi
5. Neonatal hepatitis
6. Galaktosemia
Pemeriksaan yang perlu dilakukan :
Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) secara berkala
Pemeriksaan darah tepi
Pemeriksaan penyaring enzim G6PD
Biakan darah, biopsi hepar bila ada infeksi
Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan
penyebab
Ikterus yang kemungkinan besar berkembang menjadi patologis ialah :
1. Ikterus yang terjadi 24 jam pertama
2. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12, 5 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 10mg% pada neonatus kurang bulan.
3. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg%/hari
4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama
5. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau
keadaan patologis lain yang telah diketahui
6. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
Terapi
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin dengan menggunakan fenobarbital. Obat
ini bekerja lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya
rendah dan ikterus yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat
ini sudah jarang dipakai
2. Menambahkan bahan yang kurang dalam metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia), atau menambahkan bahan
untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan
albumin boleh dilakukan walaupun tidak terdapat hipobilirubinemia. Tetapi
perlu diingat adanya zat – zat yang merupakan competitor albumin yang juga
dapat mengikat bilirubin (misalnya sulfonamide atau obat – obat lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi bilirubin
jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya Karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan
dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1g/kg
BB, sebelum maupun sesudah tindakan transfuse tukar.
3. Mengurangi sirkulasi enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini
4. Memberikan terapi sinar sehingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang
tidak toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
Walaupun fototerapi dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini
tidak dapat menggantikan transfusi tukar pada proses hemolisis berat. Terapi
sinar dilakukan pada penderita :
Setiap saat apabila bilirubin indirek lebih dari 10 mg%
Pra transfusi tukar
Pasca transfusi tukar
Terdapat ikterus pada hari pertama yang disertai dengan proses
hemolisis
Melihat indikasi di atas, jelas bahwa terapi sinar dilakukan untuk mengobati
dan mencegah hiperbilirubinemia agar tidak mencapai tingkat yang
mengharuskan dilakukannya transfusi tukar. Hal ini dikarenakan transfusi
tukar beresiko kern ikterus. Sebaiknya dihindarkan penggunaan terapi sinar
pada penderita ikterus hemolisis yang jelas memerlukan transfusi tukar. Pada
keadaan tertentu seperti adanya asidosis, hipoksia, prematuritas,
hipoalbuminemia dan lain – lain, terkadang diperlukan pertimbangan secara
individual untuk menentukan dimulai atau dihentikannya tindakan terapi sinar
untuk mencegah ataupun dimulainya tindakan yang lebih efektif pada
penderita tersebut. Terapi sinar tidak mempunyai manfaat banyak pada
penderita dengan gangguan motilitas usus, obstruksi usus atau saluran cerna,
bayi yang tidak mendapatkan makanan secara adekuat. Hal ini dikarenakan
penurunan peristaltik usus akan mengakibatkan meningkatnya reabsorpsi
enterohepatik bilirubin, sehingga secara klinis seolah – olah terapi sinar tidak
bekerja efektif.
Menurut penelitian, terapi sinar tidak memperlihatkan hal yang dapat
mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi. Baik komplikasi segera ataupun
efek lanjut yang terlihat selama ini bersifat sementara yang dapat dicegah atau
ditanggulangi dengan memperhatikan tata cara penggunaan terapi sinar.
Kelainan yang mungkin timbul pada terapi sinar antara lain :
Peningkatan “ insensible water loss “ pada bayi
Hal ini terutama akan terlihat pada bayi kurang bulan. Oh dkk. (1972)
melaporkan kehilangan ini dapat meningkat 2 -3 kali lebih besar dari
keadaan biasa. Untuk hal ini pemberian cairan pada penderita dengan
terapi sinar perlu diperhatikan dengan sebaik – baiknya.
Frekuensi defekasi yang meningkat
Banyak teori yang menjelaskan keadaan ini, antara lain dikemukakan
karena meningkatnya peristaltik usus ( Windorfer dkk., 1975 ). Bakken
( 1976 ) mengemukakan bahwa diare terjadi karena efek sekunder yang
terjadi pada pembentukan enzim laktase karena meningkatnya bilirubin
indirek pada usus. Pemberian susu dengan kadar laktosa rendah akan
mengurangi timbulnya diare. Teori ini masih belum dapat dibuktikan
secara pasti karena masih sering dipertentangkan ( Chung dkk., 1976 ).
Timbulnya kelainan kulit yang sering disebut “ flea bite rash “ di
daerah muka, badan, dan ekstremitas. Kelainan ini segera hilang
setelah terapi dihentikan. Pada beberapa bayi dilaporkan pula
kemungkinan terjadinya “ bronze baby syndrome “ ( Kopelman dkk.,
1972 ). Hal ini terjadi karena tubuh tidak mampu mengeluarkan dengan
segera hasil terapi sinar. Perubahan warna kulit yang bersifat
sementara ini tidak mempengaruhi proses tumbuh kembang bayi.
Gangguan retina
Kelainan retina ini hanya ditemukan pada binatang percobaan ( Noell
dkk.,1966 ). Penelitian Dobson dkk., ( 1975 ) tidak dapat membuktikan
adanya perubahan fungsi pada retina demikian pula fungsi mata pada
umumnya. Walaupun demikian penyelidikan selanjutnya masih terus
dilakukan.
Gangguan pertumbuhan
Pada percobaan binatang ditemukan gangguan pertumbuhan
( Ballowics dkk., 1970 ). Lucy dkk., ( 1972 ) dan Drew dkk. (1976)
secara klinis tidak dapat menemukan gangguan tumbuh kembang bayi
yang mendapat terapi sinar. Meskipun demikian hendaknya pemakaian
terapi sinar dilakukan dengan indikasi yang tepat selama waktu yang
diperlukan.
Kenaikan suhu
Beberapa penderita yang mendapatkan terapi mungkin memperlihatkan
kenaikan suhu. Bila hal ini terjadi, terapi dapat terus dilanjutkan
dengan mematikan sebagian lampu yang digunakan.
Beberapa kelainan lain seperti gangguan minum, letargi, iritabilitas
kadang – kadang ditemukan pada penderita. Keadaan ini hanya bersifat
sementara dan akan menghilang dengan sendirinya.
Beberapa kelainan lain yang sampai sekarang belum diketahui secara
pasti ialah kelainan gonad, terjadinya hemolisis darah dan beberapa
kelainan metabolisme lain
5. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar
Indikasi transfusi tukar dini :
Hidrops fetalis
Adanya riwayat penyakit yang berat
Adanya riwayat sensitisasi
Tujuan transfusi tukar :
Mengoreksi anemia
Menghentikan hemolisis
Mencegah peningkatan bilirubin
Pada situasi penyakit hemolitik, pertimbangan dilakukan transfusi tukar dini
adalah :
Kadar bilirubin tali pusat melebihi 4,5 mg/dl, kadar Hb tali pusat < 11
g/dl
Kecepatan kenaikan kadar bilirubin melebihi 1 mg/dl/jam walaupun
telah dilakukan terapi sinar
Kadar hemoglobin antara 10 – 13 g/dl dan kenaikan kadar bilirubin
melebihi 0,5 mg/dl/jam walaupun telah dilakukan terapi sinar
Kadar bilirubin 20 mg/dl; atau terlihat akan mencapai 20 mg/dl dengan
kecepatan kenaikan seperti yang sedang berlangsung
Tetap terjadi anemia yang bertambah berat walaupun telah dilakukan
tindakan mengatasi kenaikan bilirubin dengan cara lain ( misal : terapi
sinar )
Tindakan transfusi tukar lanjut dilakukan apabila kadar bilirubin diduga dapat
berubah menjadi toksik. Pengulangan transfusi tukar dapat terjadi apabila :
Setelah transfusi tukar yang pertama selesai, kadar bilirubin masih juga
menunjukkan kecepatan kenaikan lebih dari 1 mg/dl/jam
Terdapat anemia hemolitik berat yang menetap.
Apabila kadar awal bilirubin melebihi 25 mg/dl, mungkin biasanya kadar
bilirubin setelah transfusi tukar pertama akan masih tinggi dan perlu dilakukan
transfusi tukar ulangan dalam 8 – 12 jam berikutnya.
Sesudah transfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan seperti
asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar
protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari
1500 g dan tanda – tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus
diobati seperti pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.
Pencegahan
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan dengan:
1. Pengawasan antenatal yang baik
2. Menghindari obat yang dapat menyebabkan ikterus pada bayi pada masa
kehamilan dan kelahiran, misalnyas sulfafurazole, novobiosin, oksitosin,
dll
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksia pada janin dan neonatus
4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus
5. Iluminasi bangsal yang baik pada bayi yang baru lahir
6. Pemberian makanan yang dini
7. Pencegahan infeksi.
Komplikasi
Komplikasi utama dari hiperbilirubinemia indirek adalah kern ikterus
(ensefalopati bilirubin), merupakan kumpulan gejala neurologis yang disebabkan
deposisi bilirubin indirek pada ganglia basalis dan nukleus batang otak.
Stadium 1 : Reflex moro jelek, hipotoni, letargi, poor feeding, vomitus, high
pitched cry, kejang
Stadium 2 : Opistotonus, panas, rigiditas, occulogyric crises, mata cenderung
deviasi ke atas
Stadium 3 : Spastisitas menurun, apda usia 1 minggu
Stadium 4 : Gejala sisa lanjut, spastisitas, atetosis, tuli parsial / komplit, retardasi
mental, paralysis bola mata ke atas, displasia dental.
Prognosis
Ikterus neonatorum mempunyai prognosis buruk bila terjadi kern icterus.
TERAPI SINAR
Mekanisme kerja
Cara kerja terapi sinar adalah dengan mengubah bilirubin menjadi bentuk yang
larut dalam air untuk dieksresikan melalui empedu atau urin. Ketika bilirubin
mengabsorbsi cahaya, terjadi reaksi fotokimia yaitu isomerisasi. Juga terdapat
konversi ireversibel menjadi isomer kimia lainnya bernama lumirubin yang dengan
cepat dibersihkan dari plasma melalui empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak
degradasi bilirubin akibat terapi sinar pada manusia. Sejumlah kecil bilirubin plasma
tak terkonyugasi diubah oleh cahaya menjadi dipyrole yang diekskresikan lewat urin.
Foto isomer bilirubin lebih polar dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung
bisa dieksreksikan melalui empedu. Hanya produk foto oksidan saja yang bisa
diekskresikan lewat urin.
Terapi sinar konvensional
Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm. Intensitas cahaya yang biasa
digunakan adalah 6-12 watt/cm2 per nm. Cahaya diberikan pada jarak 35-50 cm di
atas bayi. Jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8 buah, terdiri dari
biru (F20T12), cahaya biru khusus (F20T12/BB) atau daylight fluorescent tubes.
Cahaya biru khusus memiliki kerugian karena dapat membuat bayi terlihat biru,
walaupun pada bayi yang sehat, hal ini secara umum tidak mengkhawatirkan.
Indikasi Terapi sinar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum
Usia Bayi Cukup Bulan Sehat Dengan Faktor Risikoa
mg/dL µmol/l mg/dL µmol/l
Hari ke-1 Kuning terlihat pada bagian tubuh manapunb
Hari ke-2 15 260 13 220
Hari ke-3 18 310 16 270
Hari ke-4 20 340 17 290
dan
seterusnyaa faktor risiko meliputi: bayi kecil (berat lahir < 2,5 kg atau lahir sebelum kehamilan berusia 37 minggu), hemolisis
dan sepsis.b Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan
kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus sangat parah dan memerlukan terapi sinar secepatnya.
Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar .
Indikasi Terapi Sinar Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah
Berat Badan (gr) Kadar Bilirubin (mg/dL)
< 1000 Fototerapi dimulai dalam usia 24 jam
pertama
1000 – 1500 7 – 9
1500 – 2000 10 – 12
2000 – 2500 13 – 15
Komplikasi Terapi Sinar
Kelainan Mekanisme yang mungkin terjadi
Bronze baby syndrome Berkurangnya ekskresi hepatik hasil penyinaran
bilirubin
Diare Bilirubin indirek menghambat laktase
Hemolisis Fotosensitivitas mengganggu sirkulasi eritrosit
Dehidrasi Bertambahnya Insensible Water Loss (30-100%)
karena menyerap energi foton
Ruam kulit Gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit
dengan pelepasan histamin
TRANFUSI TUKAR
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil darah yang
dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam jumlah yang sama yang
dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar darah penderita tertukar (Friel,
1982). Pada hiperbilirubinemia, tindakan ini bertujuan mencegah terjadinya
ensefalopati bilirubin dengan cara mengeluarkan bilirubin indirek dari sirkulasi. Pada
bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat tambahan, karena
membantu mengeluarkan antibodi maternal dari sirkulasi bayi. Sehingga mencegah
hemolisis lebih lanjut dan memperbaiki anemia.
Indikasi transfusi tukar :
o Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%
o Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam.
o Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.
o Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat < 14 mg% dan uji Coombs
direk positif. Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi.
Indikasi Transfusi Tukar Berdasarkan Kadar Bilirubin Serum
Indikasi Transfusi Tukar Pada Bayi Berat Badan Lahir RendahBerat Badan
(gram)
Kadar Bilirubin
(mg/dL)
< 1000 10 – 12
1000 – 1500 12 – 15
1500 – 2000 15 – 18
2000 – 2500 18 – 20
Keterangan :
Pada penyakit hemolitik segera dilakukan tranfusi tukar apabila ada indikasi:
a. Kadar bilirubin tali pusat > 4,5 mg/dL dan kadar Hb < 11 gr/dL
b. Kadar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam walaupun sedang mendapatkan terapi sinar
c. Selama terapi sinar bilirubin meningkat > 6 mg/dL/12jam dan kadar Hb 11 – 13 gr/dL
d. Didapatkan anemia yang progresif walaupun kadar bilirubin dapat dikontrol secara adekuat dengan
terapi sinar
Transfusi tukar harus dihentikan apabila terjadi:
- Emboli (emboli, bekuan darah), trombosis
- Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
- Gangguan pembekuan karena pemakaian heparin
- Perforasi pembuluh darah
Usia Bayi Cukup
Bulan Sehat
Dengan
Faktor Risiko
mg/dL mg/dL
Hari ke-1 15 13
Hari ke-2 25 15
Hari ke-3 30 20
Hari ke-4 dst 30 20
Komplikasi tranfusi tukar
- Vaskular: emboli udara atau trombus, trombosis
- Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
- Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipernatremia, asidosis
- Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
- Infeksi: bakteremia, hepatitis virus, sitomegalik, enterokolitis
nekrotikan
- Lain-lain: hipotermia, hipoglikemia
Perawatan pasca tranfusi tukar
- Lanjutkan dengan terapi sinar
- Awasi ketat kemungkinan terjadinya komplikasi
top related