repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44717/1/DHEA ALDA...repository.uinjkt.ac.idAuthor: Dhea Alda MutyaPublish Year: 2018
Post on 19-Jun-2019
249 Views
Preview:
Transcript
i
TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN
ATAS KEHILANGAN BARANG DI PESAWAT
( STUDI PUTUSAN NO. 10/Pdt.Sus- BPSK/2016/PN.JKT.BRT, NO. 649
K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DAN NO. 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Dhea Alda Mutya
(11140480000107)
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439H /2018M
v
ABSTRAK
Dhea Alda Mutya. NIM 11140480000107. TANGGUNG JAWAB MASKAPAI
PENERBANGAN ATAS KEHILANGAN BARANG DI PESAWAT (STUDI
PUTUSAN NO. 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT, NO. 649 K/Pdt.Sus-
BPSK/2016 DAN NO. 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017). Program studi Ilmu Hukum,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
1439 H/2018 M. x + 148 halaman + 3 halaman daftar pustaka + 73 halaman lampiran.
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan tanggung jawab pihak maskapai dalam
kasus kehilangan bagasi kabin pesawat, serta bagaimana pelaksanaan tanggung jawab
dari pihak maskapai penerbangan Qatar Airways dalam kasus Qatar Airways vs Leo
Mualdy Christoffel. Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban maskapai dan
penumpang dalam Perundang-Undangan di Indonesia dan juga menjelaskan
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut. Menganalisis Putusan
Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dan studi
perpustakaan dengan melakukan pengkajian terhadap peraturan perundang-undangan,
buku-buku dan dengan cara menganalisis bahan pustaka atau dokumen siap pakai.
Hasil penelitian menunjukan/ membuktikan bahwa permasalahan yang terjadi
terkait dengan barang bawaan penumpang maskapai penerbangan ialah terjadinya
kehilangan terhadap barang bawaan penumpang baik bagasi tercatat maupun bagasi
kabin. Maskapai penerbangan Qatar Airways harus bertanggung jawab terhadap
kerugian yang dialami oleh konsumen karena tindakan yang dilakukan oleh Qatar
Airways telah lalai dalam menerapkan pelayanan jasa dan standar mutu yang sangat
merugikan konsumen. Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8
Tahun 1999 dan Undang-Undang Penerbangan Nomor 11 Tahun 2009 Qatar Airways
sebagai pelaku usaha penerbangan harus bertanggung jawab untuk melakukan ganti
rugi atas kerugian yang dialami oleh konsumen.
Kata Kunci: Tanggung jawab, Maskapai, Bagasi kabin.
Pembimbing : Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H.
Daftar Pustaka : 1995-2018
vi
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بســــــــــــــــــم هللا الر
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah S.W.T, karena berkat
rahmat, nikmat serta karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN ATAS KEHILANGAN
BARANG DIPESAWAT (STUDI PUTUSAN NO. 10/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN.JKT.BRT, NO. 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DAN NO. 117
PK/Pdt.Sus-BPSK/2017)”. Sholawat serta salam peneliti panjatkan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu’Alayhi wa Sallam, yang telah membawa umat manusia dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini.
Selanjutnya, dalam penelitian skripsi ini, peneliti banyak mendapatkan
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini
peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan
Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum, Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah berkontribusi dalam pembuatan skripsi ini.
3. Terkhusus Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H., Dosen Pembimbing
skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta
kesabaran dalam memberikan bimbingan, motivasi, arahan, dan saran-saran yang
sangat berharga kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.
4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
dalam menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti mengadakan studi
kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
vii
5. Kepada pihak yang terkait yang tidak dapat peneliti sebutkan satu-persatu. Tidak
ada yang dapat peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian kecuali dengan
ucapan doa dan terima kasih.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi
peneliti dan umumnya bagi pembaca. Sekian dan Terima kasih.
Jakarta, 1 Juli 2018
Dhea Alda Mutya
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………………...ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI…………………………iii
LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………....iv
ABSTRAK…………………………………………………………………………....v
KATA PENGANTAR………………………………………………………………vi
DAFTAR ISI……………………………………………………………………….viii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………1
A. Latar Belakang…………………...…………………………….......1
B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah dan Perumusan
Masalah….…………..………...…………………………………...5
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian……………......…………………...6
D. Metode Penelitian….…………………..…….…………….……….7
E. Sistematika Penulisan………….………………………………….10
BAB II KAJIAN PUSTAKA…………………………..………………...….11
A. Kerangka Konseptual…………………………..………….……...11
B. Kerangka Teori……………...……………………………….……18
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu……………………………..28
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG YANG DI
RUGIKAN HAKNYA.......................................................................30
A. Duduk Perkara....………………………………………………….30
B. Tanggung jawab maskapai kepada penumpang yang kehilangan
barang........................................................................................…..32
C. Penyelesaian sengketa terhadap kehilangan barang di bagasi kabin
pesawat……………………………………………………………37
BAB IV PERTIMBANGAN HAKIM TERHADAP PUTUSAN.....……….42
A. Analisis putusan nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT….42
B. Analisis putusan nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016..……………44
C. Analisis putusan nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017……………45
BAB V PENUTUP……………………………………….………………….57
ix
A. Kesimpulan………………………………………………………..57
B. Rekomendasi…………...………………………………………....58
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………........59
LAMPIRAN………………………………………………………………………...62
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada era globalisasi seperti sekarang ini, teknologi dan transportasi telah
berkembang pesat. Manusia pada era modern seperti sekarang ini lebih
menyukai hal yang cepat dan praktis. Manusia selalu ingin berpindah dari
satu tempat ke tempat yang lain dengan cara cepat. Oleh karena itu,
transportasi di era modern ini bisa dibilang menjadi kebutuhan paling
mendesak di dalam kehidupan manusia. Salah satu jenis transportasi yang
sangat dibutuhkan oleh manusia dalam pemenuhan kebutuhannya adalah
transportasi udara. Transportasi udara merupakan alat transportasi yang
mutakhir dan tercepat dengan jangkauan yang luas karena memiliki beberapa
kelebihan, yaitu antara lain:1
1. Faktor kecepatan, hal ini karena pada transportasi udara menggunakan
pesawat terbang yang memiliki kecepatan;
2. Keuntungan kedua dari angkutan udara adalah bahwa jasanya dapat
diberikan untuk daerah-daerah yang tidak ada permukaan jalannya
seperti daerah-daerah penggunungan, berjurang-jurang;
3. Untuk angkutan yang jaraknya jauh maka lebih menguntungkan
dengan angkutan udara;
4. Adanya keteraturan jadwal dan frekuensi penerbangan.
Transportasi udara merupakan satu-satunya alternatif yang cepat, efisien
dan ekonomis bagi pengangkutan antar pulau dan antar daerah terutama
daerah terpencil di pulau-pulau besar lainnya dan antar negara. Mengingat
transportasi udara telah menjadi kebutuhan masyarakat secara luas maka
diperlukan campur tangan pemerintah dalam kegiatan pengangkutan udara
yaitu menentukan kebijakan-kebijakan atau regulasi yang berhubungan
dengan kegiatan pengangkutan udara sehingga kepentingan konsumen
1 Rustian Kamaluddin, Ekonomi Transportasi: Karekteristik, Teori dan Kebijakan,
(Jakarta:Ghalia Indonesia,2003), h. 75
2
pengguna jasa transportasi udara terlidungi. Pengguna jasa penerbangan atau
penumpang sering mengeluhkan mengenai pelayanan yang diberikan oleh
penyedia jasa penerbangan. Bentuk-bentuk keluhan yang paling sering
disampaikan adalah kerusakan dan kehilangan bagasi.
Terdapat beberapa kasus yang terjadi terkait kerusakan bagasi yang kerap
kali terjadi. Sebagai salah satu contohnya yakni pada penerbangan rute Jenewa
menuju Jakarta telah terjadi kehilangan barang di bagasi kabin pesawat, ketika
pesawat mulai descend (turun ketinggian) di daerah wilayah Indonesia dan
lampu dinyalakan, konsumen melakukan pengecekan dan disitu konsumen
menyadari akan kehilangan barang yang dialaminya. Konsumen kemudian
melaporkan kembali ke kru kabin dan meminta dilakukan pemeriksaan kepada
penumpang sebelum penumpang turun, kemudian kru kabin menghubungi
kapten dan konsumen dijelaskan bahwa kru kabin tidak memiliki kewenangan
untuk melakukan pemeriksaan dan airport security yang akan naik dan
melakukan pemeriksaan. Pihak pesawat menjanjikan konsumen akan
melakukan pemeriksaan kepada penumpang sebelum penumpang dibolehkan
turun dari pesawat, namun setelah pesawat mendarat, seluruh penumpang
dipersilahkan turun. Akibat dari tindakan tersebut, konsumen kehilangan
kesempatan untuk menemukan kembali uang milik konsumen yang pasti
berada di dalam pesawat dan/atau melakukan pembuktian perpindahan tangan
dari uang yang konsumen miliki karena para tersangka sudah keluar dari
pesawat tanpa dilakukan pemeriksaan apapun. Seharusnya pesawat melakukan
tindakan untuk melindungi konsumen agar tidak terjadinya kasus kehilangan
seperti ini. Suatu sistem perlindungan hukum total akan memberikan
perlindungan pada penumpang mulai dari taraf pembuatan pesawat udara
sampai saat ia telah sampai di tempat tujuan, dan konsumen atau penumpang
peswat udara harus di lindungi oleh peraturan hukum perlindungan konsumen.
Unsur-unsur dari makna perlindungan konsumen yaitu unsur tindakan
melindungi, unsur adanya pihak-pihak yang melindungi dan unsur cara
melindungi. Berdasarkan unsur-unsur ini berarti perlindungan mengandung
makna suatu tindakan perlindungan atau tindakan melindungi dari pihak-pihak
3
tertentu yang ditujukan untuk pihak tertentu dengan menggunakan cara-cara
tertentu. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara perlindungan konsumen
dapat dilakukan melalui berbagai bentuk diantaranya perlindungan ekonomi,
sosial, politik dan perlindungan hukum. Bentuk-bentuk perlindungan terhadap
konsumen tersebut yang terpenting adalah perlindungan yang tidak sesuai atau
tidak berhubungan dengan kalimat untuk kepentingan pihak lain, serta
rumusannya hanya terpaku pada orang atau mahluk lain, padahal dalam
kenyataan tidak hanya orang saja yang disebut konsumen, tetapi masih ada
yang lain yakni badan usaha.2
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen
yang memuat kaidah-kaidah atau asas-asas yang melindungi kepentingan
konsumen. Menurut Az. Nasution hukum perlindungan konsumen adalah
hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaedah-kaedah bersifat
mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen. Adapun hukum konsumen diartikan sebagai keseluruhan asas-asas
dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur hubungan dan masalah antara
berbagai pihak satu sama lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa
konsumen didalam pergaulan hidup.3 Kegiatan pengangkutan udara terdiri atas
angkutan udara niaga dan angkutan udara bukan niaga.4 Angkutan udara niaga
adalah angkutan udara untuk umum dengan memungut pembayaran. Angkutan
udara bukan niaga adalah angkutan udara yang digunakan untuk melayani
kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan yang usaha
pokoknya selain di bidang angkutan udara. Menurut Pasal 1 Angka 13
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Penerbangan, Angkutan
udara adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk
mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih
2 Ahmadi Miru, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2005), h. 4
3 Az. Nasution, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perlindungan Konsumen Di
Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, h. 38 4 H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan Undang-
Uandang Nomor 1 Tahun 2009 , (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2011), h. 54
4
dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara.
Hukum pengangkutan udara adalah salah satu bagian dari hukum
pengangkutan secara umum, definisi hukum pengangkutan udara atau hukum
penerbangan dapat ditafsirkan sebagai hukum yang mengatur pengangkutan
melalui udara, termasuk dinas-dinas bantuan didarat, pegawai-pegawai, dan
alat-alat penerbangan serta orang-orang dan barang-barang yang diangkut
melaui udara.
Pesawat udara memiliki fasilitas yang dapat digunakan oleh konsumennya
untuk menyimpan barang bawaan mereka selama di perjalanan, agar tidak
memenuhi kabin pesawat udara, sehingga para penumpang selaku konsumen
dapat duduk dengan nyaman di pesawat udara. Barang penumpang itu
diserahkan kepada pihak maskapai penerbangan untuk diangkut bersama
penumpang, namun tidak dalam ruangan yang sama dengan penumpang.
Tujuan diberikan fasilitas tersebut adalah memberi rasa aman dan nyaman
kepada para penumpang. Fasilitas tersebut dinamakan bagasi pesawat udara/
bagasi tercatat, menurut Pasal 1 Angka (24) Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan yaitu Bagasi Tercatat adalah barang penumpang
yang diserahkan oleh penumpang kepada pengangkut untuk diangkut dengan
pesawat udara yang sama. Selain bagasi tercatat, fasilitas yang diberikan oleh
pesawat juga ada yang dinamakan dengan bagasi kabin pesawat. Bagasi kabin
pesawat adalah salah satu fasilitas yang diberikan oleh pihak pesawat. Tetapi
jika terjadinya kehilangan di kabin pesawat pihak maskapai tidak
bertanggung jawab, peraturan ini tertera pada Pasal 1 Angka (25) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan yang berbunyi sebagai
berikut: “Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan
berada dalam pengawasan penumpang sendiri”. Perkara ini dimenangkan oleh
pihak penerbangan. Seharusnya, pihak konsumen mendapatkan ganti rugi
ataupun pertanggung jawaban dari pihak pesawat agar pihak konsumen
merasa aman dan nyaman ketika sedang menggunakan jasa transportasi
pesawat udara. Menurut Pasal 2 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77
Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara jenis tanggung
5
jawab pengangkut, pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib
bertanggung jawab atas kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia,
cacat tetap atau luka-luka; hilang atau rusaknya bagasi kabin; hilang, musnah,
atau rusaknya bagasi tercatat; hilang, musnah, atau rusaknya kargo;
keterlambatan angkutan udara; dan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Dalam transportasi udara terdapat 3 (tiga) macam konsep dasar tanggung
jawab hukum5 yaitu: konsep tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan
(based on fault liability), konsep tanggung jawab hukum atas dasar praduga
bersalah (presumption of liability), dan konsep tanggung jawab hukum tanpa
bersalah (liability without fault) atau tanggung jawab mutlak (absolute
liability atau strict liability). Walaupun memang sudah tertera pada peraturan
perundang-undangan bahwa bagasi kabin bukan tanggung jawab dari pihak
pesawat, akan tetapi seharusnya pihak pesawat memberikan keamanan bagi
konsumen saat konsumen itu berada dalam pesawat, agar konsumen merasa
nyaman ketika sedang menggunakan jasa transportasi pesawat udara.
Berdasarkan Latar Belakang di atas peneliti ingin mengkaji skripsi yang
berjudul “TANGGUNG JAWAB MASKAPAI PENERBANGAN ATAS
KEHILANGAN BARANG DI PESAWAT (STUDI PUTUSAN NO. 10/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN.JKT.BRT, NO. 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 DAN NO. 117
PK/Pdt.Sus-BPSK/2017)”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Bagaimana pihak maskapai bertanggung jawab atas hilangannya
barang penumpang
b. Apakah sudah cukup pihak maskapai memberikan fasilitas keamanan,
seperti pelacakan
c. Bagaimana pihak maskapai dalam menyelesaikan masalah kehilangan
barang
d. Apa undang-undang yang mengatur masalah ini
5 H.K. Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Bagian Pertama,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 145
6
e. Bagaimana hakim memutuskan perkara tersebut
2. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas
pada penelitian ini maka peneliti membatasi masalah yang diteliti hanya
terfokus pada pembahasan Hukum Perlindungan Konsumen untuk
menganalisis putusan hakim terhadap kasus dari Qatar Airways VS Leo
Mualdy Christoffel tentang hilangnya barang konsumen di kabin pesawat.
3. Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti yaitu tentang
tanggung jawab maskapai penerbangan atas kehilangan barang di pesawat
pada putusan No. 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT, No. 649
K/Pdt.Sus-BPSK/2016 Dan No. 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017, dan
menganalisis putusan dari hakim tersebut dalam memutuskan perkara ini.
Untuk mempertegas arah pembahasan dari masalah utama yang
telah diuraikan di atas, maka dibuat rincian perumusan masalah dalam
bentuk pertanyaan:
a. Bagaimana pengaturan hak dan kewajiban maskapai dan penumpang
dalam Perundang-Undangan di Indonesia?
b. Bagaimana bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan udara
Qatar Airways terhadap penumpang yang mengalami kehilangan
barang?
c. Bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara pada
putusan No. 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT, No. 649
K/Pdt.Sus-BPSK/2016 Dan No. 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017 tersebut?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Mengacu pada permasalahan yang telah disebutkan di atas,
penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk mengetahui peraturan Perundangan-Undangan yang
mengatur tentang transportasi ataupun angkutan udara dan juga
7
mengetahui aspek-aspek tentang hak dan kewajiban penumpang
dan maskapai.
b. Untuk mengetahui perlindungan konsumen atas kehilangannya
barang berharga milik konsumen di kabin pesawat.
c. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT, 649
K/Pdt.Sus-BPSK/2016 Dan 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017 sudah
sesuai atau tidak dengan peraturan yang berlaku.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, adalah:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan berguna sebagai bahan untuk
pengembangan wawasan dan juga dapat berkontribusi bagi
penelitian yang lain sebagai salah satu sumber data yang digunakan
dalam penelitian perlindungan konsumen dan memperdalam
tentang masalah hukum perlindungan konsumen.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga bermanfaat untuk masyarakat supaya
dapat menyadari bahwa perlindungan konsumen itu penting, dan
sebagai masukan apabila menjadi konsumen penerbangan dan
mengalami kerugian seperti kehilangan barang dikabin pesawat
maka dapat menuntut pertanggug jawaban sesuai hukum
perlindungan konsumen dan hukum penerbangan yang berlaku.
D. Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
yuridis normatif, yaitu yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis
positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma
tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang
berwenang. Konsepsi ini memandang hukum sebagai suatu sistem normatif
8
yang bersifat mandiri, tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang
nyata.6
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan
berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,
konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula
dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku,
peraturan perundang-undangan dan dokumen lain yang berhubungan
dengan penelitian ini.
2. Jenis Penelitian
Peneliti memakai jenis penelitian secara kualitatif yaitu
memusatkan perhatiannya pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
pewujudan keseluruhan data yang diperoleh dirangkum, diteliti, dan
dipelajari sebagai satu kesatuan yang utuh sehingga dapat menghasilkan
data yang akurat kemudian dijabarkan dengan kalimat-kalimat.7
3. Data Dan Sumber Data Penelitian
Data penelitian yang digunakan oleh peneliti yaitu:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan,
catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-
undangan dan putusan-putusan hakim.8 Dalam penelitian ini bahan
hukum primer yang digunakan yaitu bahan hukum yang mengikat
dan terdiri dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999, Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut
Udara dan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus- BPSK/2016/PN.JKT.BRT,
6 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1988) h. 13-14
7 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 20-21
8 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, cet-IV: 2010), h. 141
9
Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 dan Nomor 117 PK/Pdt.Sus-
BPSK/2017.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa, memahami dan menjelaskan bahan hukum primer.
Yang termaksud bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi
tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi
seperti buku-buku, makalah, pendapat ahli hukum, artikel, jurnal,
internet, yang berkaitan dengan apa yang diteliti terutama tentang
Bantuan Hukum.
c. Bahan Hukum Non-Hukum (Tersier)
Bahasa Non-Hukum adalah yang merupakan bahan-bahan
hukum yang primer dan sekunder, seperti: Kamus Inggris-
Indonesia, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Kamus Besar
Bahasa Indonesia.
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dengan cara Studi Dokumentasi dan
Studi Pustaka. Studi Dokumentasi, teknik ini dipergunakan untuk
mendapatkan data yang diperlukan dengan cara melihat dokumen
putusan-putusan Mahkamah Agung dan perundang-undangan yang
terkait dengan pokok masalah yang akan diteliti. Studi Pustaka, dengan
menggunakan buku-buku, skripsi, jurnal maupun sumber pustaka lainnya
yang berhubungan dengan penelitian ini.
5. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan yaitu Komparatif, penelitian
yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau
lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda. Dan dari data-
data yang telah terkumpul tersebut. Metode Penulisan mengacu kepada
buku pedoman penulisan skripsi yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah
dan Hukum tahun 2017. Metode ini lebih menekankan ke arah penulisan
deduktif.
10
E. Sistematika Penelitian
Berdasarkan berbagai uraian diatas, maka peneliti merumuskan
sistematika penulisan dalam penelitian ini sebagai berikut:
BAB I: Pada bab ini penulis memaparkan latar belakang, identifikasi
pembatasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metode penelitian dalam penulisan, serta sistematika
penulisan sebagai rancangan penelitian.
BAB II: Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai kerangka konseptual,
kerangka teori dan tinjauan (review) kajian terdahulu.
BAB III: Bab ini membahas tentang kronologis dari kasus Qatar Airways
dan Leo Mualdy Christoffel, lalu tanggung jawab maskapai
kepada penumpang dan penyelesaian sengketa terhadap
kehilangan barang di bagasi kabin pesawat
BAB IV: Pada bab ini pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor
Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017, lalu analisis Putusan
Mahkamah Agung Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017 perkara
perlindungan konsumen atas hilangnya barang dikabin pesawat
dan akibat hukum dari putusan tersebut.
BAB V: Bab ini merupakan penutup, berisi kesimpulan dari hasil analisis
pada bab-bab sebelumnya yang merupakan inti dari keseluruhan
isi dari skripsi dan dikemukakan beberapa rekomendasi yang
relevan dengan analisis.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
1. Hukum Perlindungan Konsumen
Salah satu fungsi hukum adalah untuk memberikan perlindungan
kepada warga masyarakat, terutama yang berada pada posisi yang
lemah akibat hubungan hukum yang tidak seimbang demikian hanya
dengan hukum perlindungan konsumen untuk melindungi konsumen
dari pelaku usaha yang tidak jujur.1 Kepastian hukum untuk
memberikan perlindungan kepada konsumen itu antara lain adalah
dengan meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta membuka
akses informasi tentang barang dan/atau jasa baginya, dan
menumbuhkan sikap pelaku usaha yag jujur dan bertanggung jawab.2
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi
hukum untuk mewujudkan tujuan-tujuan hukum yakni keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum adalah suatu
perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan
aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun
dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan), baik yang secara
tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakan peraturan
hukum. Perlindungan konsumen itu sendiri identik dengan
perlindungan yang diberikan hukum kepada konsumen dan haknya.3
Asas-asas dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan dan
masalah konsuen itu terdapat di dalam berbagai sub-bidang hukum:
hukum perdata, hukum pidana, hukum administrasi (negara) dan
1 Kurniawan, Hukum Perlindungan Konsumen, (Malang: Tim UB Press, 2011), h. 42
2 Adrian Sutedi, Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan Konsumen, (Bogor:
Ghalia Indonesia, 2008), h. 9
3 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. II. (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2004) h. 19
12
hukum internasional terutama konvensi-konvensi yang berkaitan
dengan kepentinganan-kepentingan konsumen. Dalam hubungan ini
orang menyebut tentang penggunaan instrumen hukum perdata, hukum
pidana, hukum administrasi dan atau hukum internasional, dalam
membahas masalah dan atau hubungan konsumen.4
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum
konsumen yang memuat kaidah-kaidah atau asas-asas yang melindungi
kepentingan konsumen. Kenyataan berbagai hasil penelitian dan
pendapat para pakar, konsumen dalam hubungannya dengan
pengusaha berada dalam posisi lemah, dari sudut ekonomi, tingkat
pendidikan dan kemampuan atau daya bersaing. Dibutuhkannya, dan
dalam berbagai peraturan perundang-undangan kita sudah ada termuat,
merupakan legitimasi dari hukum perlindungan konsumen tersebut.
Jadi paralel dengan batasan hukum konsumen, pengertian
perlindungan hukum konsumen adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan
asas-asas yang melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah
antara para pihak berkaitan dengan barang dan atau jasa konsumen,
satu sama lain dalam pergaulan hidup.5 Menurut Az. Nasution hukum
perlindungan konsumen adalah hukum konsumen yang memuat asas-
asas atau kaedah-kaedah bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat
yang melindungi kepentingan konsumen. Adapun hukum kosumen
diartikan sebagai keseluruhan asas-asas dan kaedah-kaedah hukum
yang mengatur hubungan dan masalah antara berbagai pihak satu sama
lain berkaitan dengan barang dan/atau jasa konsumen di dalam
pergaulan hidup.6 Dalam Pasal 1 Angka (1) Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 yaitu “Perlindungan
4 Az. Nasution, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perlindungan Konsumen Di Indonesia,
Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman RI, h. 38
5 Az. Nasution, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perlindungan Konsumen Di
Indonesia..., h. 38
6 AZ. Nasution, Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta :Penerbit Daya
Widya, 1999), h. 13
13
Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Kepastian
hukum untuk melindungi hak-hak konsumen, yang diperkuat melalui
undang-undang khusus, memberikan harapan agar pelaku usaha tidak
lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan hak konsumen. Dengan
adanya UU Perlindungan Konsumen beserta perangkat hukum lainnya,
konsumen memiliki hak dan posisi yang berimbang, dan mereka pun
bisa menggugat atau menuntut jika ternyata hak-haknya telah
dirugikan atau dilanggar oleh pelaku usaha.
Pada hakekatnya, terdapat 2 (dua) instrumen hukum penting yang
menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia,
yakni:7
a. Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa
pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional
diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang
demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan
mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa
yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
b. Kedua, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang
ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk
memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas
transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya
kepastian hukum bagi konsumen.
2. Konsumen
Menurut Janus Sidabalok, konsumen adalah semua orang yang
membutuhkan barang dan jasa untuk mempertahankan hidupnya
7https://rennymagdawiharnani.wordpress.com/sih/hukum-dagang/dasar-hukum-
perlindungan-konsumen/ ,diakses pada tanggal 17 April 2018.
14
sendiri, keluarganya ataupun untuk memelihara atau merawat harta
bendanya.8 Sebagai suatu konsep, “konsumen” telah dikenalkan
beberapa tahun puluh tahun lalu diberbagai Negara dan sampai saat ini
sudah puluhan Negara memiliki undang-undang atau peraturan khusus
yang memberikan perlindungan termasuk penyediaan sarana peradilan.
Sejalan dengan perkembangan itu, berbagai Negara telah pula
menetapkan hak-hak konsumen yang digunakan sebagai landasan
pengaturan perlindungan kepada konsumen. Disamping itu, telah pula
berdiri organisasi konsumen internasional, yaitu Internasional
Organization of Consumer Union (IOCU). Di Indonesia telah pula
berdiri berbagai organisasi konsumen seperti Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI) di Jakarta, dan organisasi konsumen di
Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan sebagainya.9 Menurut Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (selanjutnya disingkat YLKI),
konsumen adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, bagi keperluan diri sendiri atau keluarganya atau orang
lain dan tidak untuk diperdagangkan kembali.10
Pengertian konsumen
menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) ini tidak jauh
berbeda dengan pengertian konsumen dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer
(Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda).
Pengertian dari consumer atau consument tergantung dari posisi
dimana ia berada. Secara harfiah arti kata consumer adalah (lawan dari
produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan
menggunakan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen
kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa
8 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Cet. I, (Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti, 2006), h. 17
9 Nurmadjito, Hukum Perlindungan Konsumen, (Bandung: Mandar Maju, 2000), h. 12
10
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Daya
Widya, 1999), h. 10
15
Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau
konsumen.11
Pengertian “konsumen” di Amerika Serikat dan MEE, kata
“konsumen” yang berasal consumer sebenarnya berarti “pemakai”.
Namun, di Amerika Serikat kata ini diartikan lebih luas lagi sebagai
“korban pemakaian produk yang cacat”, baik korban tersebut pembeli,
bukan pembeli tetapi pemakai, bahkan juga korban yang bukan
pemakai, karena perlindungan hukum dapat dinikmati pula bahkan
oleh korban yang bukan pemakai.12
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Sedangkan Schiffman dan Kanuk
mengklasifikasikan konsumen menjadi dua macam yaitu konsumen
individual dan konsumen organisasi. Konsumen individual adalah
orang-orang atau individu yang membeli produk (barang, jasa, atau
ide) untuk dikonsumsi sendiri (misalnya, notebook elektronik), untuk
pemakaian rumah tangga, atau untuk dikonsumsi bersama teman.
Sedangkan konsumen organisasi diartikan sebagai lembaga atau
instansi yang membeli produk (barang, jasa, atau ide) untuk
diperjualbelikan atau untuk kepentingan instansi/ lembaga tersebut.13
Berdasarkan definisi diatas maka diketahui bahwa sikap Konsumen
adalah gabungan dari kepercayaan, perasaan, dan kecenderungan untuk
berperilaku terhadap sebuah objek. Dari pengertian-pengertian
konsumen diatas, menunjukkan sangat beragamnya pengertian
konsumen.
11
Dalam Kamus Bahasa Inggris-Indonesia, Lihat Az. Nasution, Hukum Perlindungan
Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2001), h. 3
12
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika
Offset, 2011), cet. III, h. 23
13
Schiffman dan Kanuk, Perilaku konsumen, Edisi 7, (Jakarta: Indeks, 2008), h. 4
16
Oleh karena itu, dapat disimpulkan ada 3 (tiga) macam pengertian
konsumen yang dikenal, yaitu:14
a. Konsumen umum, yaitu setiap orang yang mendapatkan barang
atau jasa digunakan untuk tujuan tertentu.
b. Konsumen antara, yaitu setiap orang yang medapatkan barang
dan/atau jasa lain untuk diperdagangkan kembali.
c. Konsumen akhir, yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan
tidak untuk diperdagangkan.
3. Hukum Pengangkutan Udara
Menurut Abdulkadir Muhammad, Pengangkutan berasal dari kata
dasar “angkut” yang berarti angkat dan bawa, muat dan bawa atau
kirimkan. Mengangkut artinya mengangkat dan membawa, memuat
dan membawa atau mengirimkan. Pengangkutan artinya pengangkatan
dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang
atau orang, barang atau orang yang diangkut.15
Pengangkutan menurut
Sinta Uli didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai
benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan
dalam rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.16
Jadi,
dalam pengertian pengangkutan itu tersimpul suatu proses kegiatan
atau gerakan dari satu tempat ke tempat lain.
Angkutan udara menurut Pasal 1 Angka (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 40 tahun 1995 adalah setiap kegiatan dengan menggunakan
pesawat untuk mengangkut penumpang, kargo, dan pos untuk satu
14
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar..., h. 13
15
Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara, (Bandung:
Penerbit PT Citra Aditya Bakti, 1991), h. 19
16
Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan
Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara, (Medan: USU Press, 2006), h. 20
17
perjalanan atau lebih dari satu bandara ke bandara yang lain atau
beberapa bandara. Menurut Pasal 1 Ayat (13) Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2009 tentang Penerbangan yaitu Angkutan Udara adalah
setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk
mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan
atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau
beberapa bandar udara. Hukum pengangkutan udara adalah salah satu
bagian dari hukum pengangkutan secara umum, definisi hukum
pengangkutan udara atau hukum penerbangan dapat ditafsirkan sebagai
hukum yang mengatur pengangkutan melalui udara, termasuk dinas-
dinas bantuan didarat, pegawai-pegawai, dan alat-alat penerbangan
serta orang-orang dan barang-barang yang diangkut melaui udara.
4. Tanggung Jawab Hukum
Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab
hukum menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum
atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab
hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung jawab atas suatu sanksi
dalam hal perbuatan yang bertentangan.17
Dan mengenai tanggung
jawab pun telah disebutkan dalam firman Allah QS. Al Muddatstsir
ayat 38.
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah
diperbuatnya” (QS. Al Muddatstsir: 38)
Tanggung jawab hukum yang meliputi tanggung jawab atas dasar
kesalahann (based on fault liability), tanggung jawab praduga bersalah
(presumption of liability), tanggung jawab tanpa bersalah (liability
without fault) semuanya termaksud unsur-unsur, ajaran hukum
(doctrine), dilanjutkan penjelasan mengenai konvensi Warsawa 1929
17
Hans Kalsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, (Bandung: PT. Raja Grafindo
Persada, 2006), h.81
18
yang meliputi dokumen angkutan udara termasuk tiket penumpang,
tiket bagasi tercatat, surat muatan udara (airwaybill), tanggung jawab
hukum, beban pembuktian terbalik, perlindungan hukum
(exoneration), tanggung jawab terbatas (limited liability), ikut bersalah
(contributory negligent), tanggung jawab tidak terbatas (unlimited
liability), praduga bersalah, batas minimum tanggung jawab, jumlah
tanggung jawab, pengajuan keluhan (complaint), angkutan udara
internasional, yurisdiksi, angkutan campuran, pembuatan perjanjian,
ketentuan penutup, Protokol The Hague 1955, Protokol Guatemala
City 1971, Protokol Tambahan Montreal 1975 Nomor 1, 2, 3 dan 4,
Montreal Agreement of 1966, konvensi Roma 1952, konvensi
Guadalajara 1956.18
Dalam angkutan udara juga terdapat 3 (tiga) macam konsep dasar
tanggung jawab hukum (legal liability concept) masing-masing konsep
tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan (based o fault liability),
konsep tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah
(presumption of liability), dan konsep tanggung jawab hukum tanpa
bersalah (liability without fault) atau tanggung jawab mutlak (absolute
liability atau strict liability).19
B. Kerangka Teori
1. Teori Hukum Perlindungan Konsumen
Prinsip-prinsip mengenai kedudukan konsumen dalam hubungan
dengan pelaku usaha berdasarkan doktrin atau teori yang dikenal
dalam perkembangan sejarah hukum perlindungan konsumen, antara
lain20
:
18
H.K. Martono dan Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2011) h. 217
19
H.K. Martono dan Amad Sudiro, Hukum Angkutan Udara..., h. 219
20
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2006), h.
61
19
a. Let the buyer beware (caveat emptor)
Doktrin let the buyer beware atau caveat emptor merupakan
dasar dari lahirnya sengketa dibidang transaksi konsumen. Asas ini
berasumsi bahwa pelaku usaha dan konsumen adalah dua pihak
yang sangat seimbang, sehingga konsumen tidak memerlukan
perlindungan. Prinsip ini mengandung kelemahan, bahwa dalam
perkembangan konsumen tidak mendapat informasi yang memadai
untuk menentukan Pilihan terhadap barang dan/atau jasa yang
dikonsumsinya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh keterbatasan
pengetahuan konsumen atau ketidak terbukaan pelaku usaha
terhadap produk yang ditawarkannya. Dengan demikian, apabila
konsumen mengalami kerugian, maka pelaku usaha dapat berdalih
bahwa kerugian tersebut akibat dari kelalaian konsumen sendiri.
b. The due care theory
Doktrin ini menyatakan bahwa pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk berhati-hati dalam memasarkan produk, baik
barang maupun jasa. Selama pelaku usaha berhati-hati dengan
produknya, maka ia tidak dapat dipersalahkan. Pada prinsip ini
berlaku pembuktian siapa mendalilkan maka dialah yang
membuktikan. Hal ini sesuai dengan jiwa pembuktian pada hukum
privat di Indonesia yaitu pembuktian ada pada penggugat, sesuai
dengan pasal 1865 BW yang secara tegas menyatakan bahwa
barang siapa yang mendalilkan mempunyai suatu hak atau untuk
meneguhkan haknya atau membantah hak orang lain, atau
menunjuk pada suatu peristiwa, maka diwajibkan membuktikan
adanya hak atau peristiwa tersebut.
c. The privity of contract
Doktrin ini menyatakan pelaku usaha mempunyai
kewajiban untuk melindungi konsumen, tetapi hal itu baru dapat
dilakukan jika diantara mereka telah terjalin suatu hubungan
kontraktual. Pelaku usaha tidak dapat disalahkan diluar hal-hal
20
yang diperjanjikan. Dengan demikian konsumen dapat menggugat
berdasarkan wanprestasi. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam
pasal 1340 BW yang menyatakan tentang ruang lingkup
berlakunya perjanjian hanyalah antara pihak-pihak yang membuat
perjanjian saja.
Menurut Teori Gustav Rudbruch ada 3 nilai dasar hukum yatu,
keadilan, kemanfaatan dan kepastian, menurut Gustav Rudbruch dalam
tataran penerapan hukum nya harus dianut skala prioritas, pertama
wajib mendahulukan keadilan baru kemanfaatan dan kepastian. Namun
yang ideal, adalah agar kiranya dalam setiap penerapan hukum
senantiasa mensinergikan antar ketiga tujuan hukum dimaksud supaya
ketiga nilai dasar hukum tersebut dapat terwujud secara bersama-sama
tanpa ada kepincangan antar satu dengan lainnya, akan tetapi jika hal
itu tidak dimungkinkan, maka keadilan harus diprioritaskan terlebih
dahulu, kemudian baru berpikir untuk kemanfaatannya dan
kepastiannya.21
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan
konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 Undang-Undang
Perlindungan Konsumen adalah:
a. Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak,
konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang
kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah
pihak harus memperoleh hak-haknya.
b. Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang
mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku
usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha
21
Nurul Qamar, Hukum Itu Ada Tapi Harus Ditemukan, (Makassar: Pustaka Refleksi,
2010), h. 13-14
21
dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara
seimbang.
c. Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan
konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara
seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
d. Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan
atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
e. Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha
mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan
perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Dalam hukum perlindungan konsumen terdapat pula hak dan
kewajiban konsumen. Menurut Undang-Undang Perlindungan
Konsumen Pasal 4 dan 5 hak dan kewajiban konsumen, yaitu:
a. Hak konsumen adalah:
1) Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4) Hak untuk di dengan pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6) Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
22
7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
b. Kewajiban konsumen adalah:
1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaianatau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang
dan/atau jasa;
3) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.
2. Teori Hukum Pengangkutan Udara
Sumber hukum udara perdata nasional terdapat di berbagai
peraturan perundang-undangan nasional sebagai implementasi undang-
undang dasar 1945, seperti KUH Perdata, Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUHD), Stb. 1939-100, Undang-Undang Nomor 33
Tahun 1964 beserta peraturan pelaksanaannya, Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
beserta peraturan pelaksanaannya, Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor KM 77 Tahun 2011 dan KM Nomor 92 Tahun 2011.22
Secara
konprehensif, Abdulkadir Muhammad juga menggambarkan konsep
hukum pengangkutan meliputi tiga aspek23
, diantaranya:
22
H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013) h. 8
23 Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung: Penerbit PT Citra
Aditya Bakti, 2008), h. 7-8
23
a. Pengangkutan sebagai usaha (business)
Pengangkutan sebagai usaha adalah kegiatan usaha di
bidang jasa pengangkutan yang menggunakan alat pengangkut
mekanik. Alat pengangkut mekanik contohnya ialah gerbong untuk
mengangkut barang, kereta untuk mengangkut orang, truk untuk
mengangkut barang, bus untuk mengangkut penumpang, pesawat
kargo, pesawat penumpang untuk mengangkut penumpang, kapal
kargo untuk mengangkut barang dan kapal penumpang untuk
mengangkut penumpang. Kegiatan usaha tersebut selalu dalam
bentuk perusahaan perseorangan, persekutuan, atau badan hukum.
Karena menjalankan perusahaan usaha jasa pengangkutan
bertujuan memperoleh keuntungan dan/atau laba.
b. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)
Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh
kesepakatan antara pihak pengangkut dan pihak penumpang atau
pengirim. Kesepakatan tersebut pada dasarnya berisi kewajiban
dan hak, baik pengangkut dan penumpang maupun pengirim.
Kewajiban pengangkut adalah mengangkut penumpang atau
barang sejak tempat pemberangkatan sampai ke tempat tujuan yang
telah disepakati dengan selamat. Sebagai imbalan, pengangkut
berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang
disebut biaya pengangkutan. Kewajiban penumpang atau pengirim
adalah membayar sejumlah uang sebagai biaya pengangkutan dan
memperoleh hak atas pengangkutan sampai di tempat tujuan
dengan selamat. Perjanjian pengangkutan pada umumnya bersifat
lisan (tidak tertulis) tetapi selalu didukung oleh dokumen
pengangkutan. Dokumen pengangkutan berfungsi sebagai bukti
sudah terjadinya perjanjian pengangkutan dan wajib dilaksanakan
pihak-pihak. Dokumen pengangkutan barang lazim disebut surat
muatan sedangkan dokumen penumpang lazimnya disebut karcis
penumpang.
24
c. Pengangkutan sebagai proses penerapan (aplying process)
Pengangkutan sebagai proses terdiri atas serangkaian
perbuatan mulai dari permuatan ke dalam alat pengangkut.
Kemudian dibawa oleh pengangkut menuju tempat tujuan yang
telah ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat
tujuan. Pengangkutan sebagai proses merupakan sistem yang
mempunyai unsur-unsur sistem yaitu subjek pengangkutan, status
pelaku pengangkutan, objek pengangkutan, peristiwa
pengangkutan dan hubungan pengangkutan.
Berbicara mengenai perlindungan hukum, maka berbicara sejauh
mana hukum serta aturan yang ada menegaskan dilaksanakannya
tanggung jawab masing-masing pihak. Oleh karenannya secara teoritis
terdapat aturan yang mengatur mengenai batasan tanggung jawab
khususnya bagi pelaku usaha pengangkutan udara, namun bukan
berarti mengesampingkan hak mereka sebagai pelaku usaha. Dalam hal
ini tetap mengutamakan keseimbangan hak dan kewajiban antara
pelaku usaha dan pengguna jasa sesuai dengan Asas keseimbangan,
keserasian dan keselarasan yang tersebut dalam UU Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan.
Dalam transportasi udara terdapat (tiga) macam konsep dasar
tanggung jawab hukum24
yaitu : konsep tanggung jawab hukum atas
dasar kesalahan (based on fault liability), konsep tanggung jawab
hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of liability), dan
konsep tanggung jawab hukum tanpa bersalah (liability without fault)
atau tanggung jawab mutlak (absolute liability atau strict liability).
Sehubungan dengan tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang
seperti yang telah disebutkan, di bawah ini membahas prinsip
tanggung jawab pengangkut yang diterapkan dalam UUP, yaitu:
24 H.K. Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Bagian Pertama,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 145
25
a. Tanggung Jawab Hukum Atas Dasar Kesalahan (Base on Fault
Liability)
Berdasarkan konsep tanggung jawab hukum atas dasar
kesalahan (based on fault liability), kelalaian/ kesalahan produsen
yang berakibat pada timbulnya kerugian konsumen merupakan
faktor penentu hak konsumen untuk mengajukan tuntutan ganti
rugi kepada produsen. Konsep tanggungjawab atas dasar kesalahan
dirasakan adil apabila kedudukan kedua belah pihak (penumpang
dan maskapai penerbangan) mempunyai kemampuan yang sama
sehingga mereka dapat saling membuktikan kesalahan. Konsep
tanggungjawab atas dasar kesalahan ini menurut HK. Martono
tidak boleh digunakan dalam pengangkutan udara karena
kedudukan penumpang dan pengangkutan tidak berimbang.25
b. Tanggung Jawab Hukum Praduga Bersalah
Konsep tanggung jawab praduga bersalah (presumption of
liability concept), penumpang atau pengirim barang tidak perlu
membuktikan kesalahan pengangkut (maskapai penerbangan),
sebab maskapai penerbangan telah dianggap bersalah. Dalam
konsep tanggung jawab praduga bersalah, yang harus
membuktikan adalah perusahaan penerbangan yang disebut dengan
pembuktian terbalik (burden of proof) atau disebut juga dengan
pembuktian negatif. Jadi maskapai penerbangan harus
membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Apabila maskapai
penerbangan (termasuk karyawan, pegawai, agen atau
perwakilannya) dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah,
maka maskapai penerbangan bebas dari tanggung jawab untuk
membayar ganti rugi kepada penumpang atau pengirim barang.
25
H.K. Martono, Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional, Bagian
Pertama..., h. 149
26
c. Tanggung Jawab Mutlak (Absolute liability principle)
Dalam pengangkutan udara pengangkut bertanggung jawab
atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau
luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam
pesawat dan/atau naik turun pesawat, demikian menurut ketentuan
Pasal UUP. Ketentuan ini mencirikan pula bahwa UUP menganut
konsep tanggung jawab mutlak (absolute liability), berdasarkan
konsep tanggung jawab ini korban tidak perlu membuktikan
kesalahan dari maskapai penerbangan, tetapi otomatis memperoleh
ganti rugi. Para korban cukup memberi tahu bahwa menderita
kerugian akibat jatuhnya pesawat udara atau orang dan barang-
barang dari pesawat udara.
d. Tanggung Jawab Dengan Pembatasan (Limitation Of Liability)
Prinsip ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk
dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar
yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film, misalnya
ditentukan bila film yang ingin dicuci/dicetak itu hilang atau rusak,
maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugiannya sebesar
sepuluh kali harga satu rol film baru.26
Secara umum prinsip
tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila ditetapkan
secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen seharusnya tidak
boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan
konsumen, termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika
ada pembatasan, mutlak harus berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang jelas.
e. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
(Presumption Of Non liability)
26
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT Grasindo, 2000), h.
65
27
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip praduga untuk
selalu bertanggung jawab. Prinsip praduga untuk tidak selalu
bertanggung jawab (presumption of non liability) hanya dikenal
dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas, dan
pembatasan demikian biasanya secara common sense dapat
dibenarkan.27
Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum
pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi
kabin/bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh si
penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang.
Dalam hal ini, pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya.
Dalam hal ini pengangkut disebut sebagai Pelaku Usaha,
yang mana diatur dalam UUPK Pasal 6 bawa hak dan kewajiban
pelaku usaha yaitu:
a. Hak pelaku usaha adalah:
1) Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2) Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
b. Kewajiban pelaku usaha adalah:
1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
27
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia..., h. 61
28
2) Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
4) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan, mencari perbedaan dan sebagai
referensi penulis pada penulisan skripsi ini dengan penelitian tentang
perlindungan konsumen lainnya, maka penulis melakukan penelusuran
terhadap beberapa judul penelitian terlebih dahulu. Diantara penelitian-
penelitian tersebut ialah:
1. Skripsi yang berjudul “Perlindungan konsumen atas kehilangan barang
(Studi putusan mahkamah agung nomor 3010K/Pdt/2014 atas perkara
konsumen D’Batoe boutique Hotel)”. Yang disusun oleh Novia
Andriani, dari Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016. Dalam skripsi
ini penulis membahas mengenai tentang hak-hak konsumen dan
perlindungan konsumen atas kehilangan barang, perbedaan antara
29
skripsi ini dengan penelitian penulis bahwa skripsi ini mengenai
perlindungan konsumen atas kehilangan barang di D’Batoe boutique
Hotel, sedangkan peneliti mengenai perlindungan konsumen atas
kehilangan barang di kabin pesawat. Sangat berkaitan karna sama
sama menjelaskan tentang kasus hukum perlindungan konsumen,
hanya saja berbeda konten nya.
2. Buku yang berjudul “Hukum Angkutan Udara”. Yang disusun oleh
H.K. Martono dan Amad Sudiro, buku ini membahas mengenai
tentang bagaimana tanggung jawab dari pihak pesawat jika terjadi
kehilangan barang dan buku ini menjadi referensi peneliti dalam
mengerjakan skripsi, karena sangat berkaitan dengan pembahasan yang
peneliti bahas di skripsi ini.
3. Jurnal Ilmu Hukum yang berjudul “Perlindungan konsumen atas
kerusakan dan kehilangan bagasi penumpang pesawat udara maskapai
penerbangan (studi kasus PT. metro bataviacabang medan)”. Yang
disusun oleh Freddy Luth Putra Purba, T. Keizerina Devi dan Windha.
Jurnal ini membahas mengenai tentang hak-hak konsumen dan
perlindungan konsumen atas kehilangan dan kerusakan barang,
perbedaan antara jurnal ini dengan penelitian peneliti bahwa jurnal ini
menbahas tentang kerusakan dan kehilangan bagasi, sedangkan
peneliti membahas kehilangan barang di kabin.
30
BAB III
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUMPANG YANG DIRUGIKAN
HAKNYA
A. Duduk Perkara
1. Para Pihak
a. Qatar Airways Q.C.S.C yang berkedudukan di Qatar Airways Tower,
Qatar yang berkantor perwakilan di Lantai 38 Suite 3802, Grand
Indonesia, Jalan M.H Thamrin No.1 Jakarta Pusat dan diwakili oleh
Kantor Hukum Ivan Almaida Baely & Firmansyah Law Firm.
Kedudukan Qatar Airways dalam perkara ini ialah sebgai pemohon
keberatan, yang semula berkedudukan sebagai tergugat di BPSK.
b. Leo Mualdy Christoffel yang bertempat tinggal di Jl. Masjid No.11,
RT.002/RW.006, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan Kalideres,
Jakarta Barat. Merupakan konsumen pengguna jasa angkutan udara
Qatar Airways yang dalam perkara ini berkedudukan sebagai
penggugat di BPSK dalam hal ini diwakili oleh kuasa hukumnya
Sabam, S.H. dan Hasraldi, S.H.
2. Perkara Di Tingkat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Pada hari Jumat tanggal 15 Mei 2015, konsumen memulai
perjalanan dari Jenewa menuju Jakarta dengan penerbangan Qatar pada
pukul 16.00 waktu setempat dan sempat delay karena cuaca buruk selama
satu jam di dalam pesawat untuk kemudian pesawat terbang menuju
Doha, Qatar. Setelah tiba, konsumen transit di Doha untuk kemudian
melanjutkan perjalanan dengan QR 956 pada pukul 02.20 waktu setempat
menuju Jakarta. Di dalam perjalanan konsumen membawa di dalam tas
konsumen sebuah jam Rolex GMT Master II warna biru hitam lengkap
dengan kartu garansi dan uang tunai di dalam agenda senilai US 8.500.00
(delapan ribu lima ratus dolar amerika) dengan pecahan 100, 50, 20, 10,
yang konsumen letakkan di dalam amplop money changer korea dengan
31
motif dan warna putih serta ada aksen garis biru dibawah. Dan beberapa
uang pecahan 1 dollar. Di dalam tas tersebut juga terdapat dompet
berisikan uang tunai senilai pecahan besar Rp 3.200.000,- (tiga juta dua
ratus ribu rupiah) ditambah beberapa lembar pecahan 50 ribu, 10 ribu, 5
ribu dan 2 ribu rupiah, serta uang sebesar CHF 50 dengan empat nomor
seri terakhir 3774 yang konsumen simpan selalu di dalam dompet
bersamaan dengan pecahan rupiah. Ketika pesawat mulai descend (turun
ketinggian) di daerah wilayah Indonesia dan lampu dinyalakan, konsumen
melakukan pengecekan atas jam tangan konsumen dan menemukan jam
tangan konsumen sudah hilang. Lalu konsumen melaporkan kepada kru
kabin dan mereka melakukan kontak kepada kapten dan kapten
melakukan kontak kepada ground.
Di dalam kabin tersebut, kru kemudian mengambil foto atas jam
konsumen yang hilang dan disarankan agar konsumen kembali ke tempat
duduk. Namun, ketika konsumen kembali ke tempat duduk, konsumen
temukan jam konsumen tergeletak diatas tas begitu saja dan kembali
konsumen melaporkan kepada kru kabin. Dengan rasa curiga kemudian
konsumen mengecek keberadaaan barangnya yang lain dan mengetahui
bahwa uang konsumen yang disimpan dalam amplop sudah diambil dan
uang milik konsumen yang lainnya di dalam dompet sudah hilang.
Konsumen kemudian melaporkan kembali ke kru kabin dan meminta
dilakukan pemeriksaan kepada penumpang sebelum penumpang turun.
Kemudian kru kabin menghubungi kapten dan konsumen dijelaskan
bahwa kru kabin tidak memiliki kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan dan airport security yang akan naik dan melakukan
pemeriksaan. Konsumen tegaskan “apakah Indonesian National Police
will be on board?” (Kepolisian Republik Indonesia akan naik ke pesawat
untuk memeriksa?), mereka jawab “iya” dan konsumen disarankan untuk
tenang dan kembali duduk. Namun, setelah pesawat mendarat, seluruh
penumpang dipersilahkan turun. Dan entah bagaimana cara mereka
menemukan pelaku, kemudian satu orang penumpang yang ditahan atas
32
kecurigaan petugas security bandara. Ketika konsumen tanyakan kepada
ground crew yang bertugas kenapa seluruh penumpang dilepaskan karena
sebelumnya konsumen sudah meminta dilakukan pemeriksaan sebelum
turun, pihak ground (petugas darat) menanyakan kembali apakah
konsumen memiliki penumpang yang dicurigai. Konsumen kemudian
memberikan jawaban bahwa karena konsumen tidak memiliki orang yang
dicurigai, maka konsumen meminta pemeriksaaan kepada seluruh
penumpang. Namun secara mengejutkan, jawaban atau respon dari
ground crew (Petugas darat) adalah tidak etis jika dilakukan pemeriksaan
tanpa adanya orang yang dicurigai dan konsumen harus berempati kepada
penumpang yang sudah lelah, kemudian mereka melepaskan seluruh
penumpang tanpa adanya pemeriksaan sebagaimana yang dijanjikan
sebelumnya oleh pihak kru kabin ketika masih didalam pesawat, kecuali
satu orang yang ditahan atas kecurigaan security bandara dan petugas
darat dari Pemohon Keberatan.
Akibat dari tindakan tersebut, konsumen kehilangan kesempatan
untuk menemukan kembali Uang milik Konsumen yang pasti berada di
dalam pesawat dan/atau melakukan pembuktian perpindahan tangan dari
uang yang konsumen miliki karena para tersangka sudah keluar dari
pesawat tanpa dilakukan pemeriksaan apapun.
B. Tanggung Jawab Maskapai Kepada Penumpang Yang Kehilangan
Barang
Tanggung jawab maskapai penerbangan dalam bagasi yang rusak maupun
hilang sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009
Tentang Penerbangan Pasal 144 yaitu Pengangkut bertanggung jawab atas
kerugian yang diderita oleh penumpang karena bagasi tercatat hilang,
musnah, atau rusak yang diakibatkan oleh kegiatan angkutan udara selama
bagasi tercatat berada dalam pengawasan pengangkut. Pasal 1 angka 22
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan menyebutkan
bahwa tanggung jawab pengangkut adalah kewajiban perusahaan angkutan
33
udara untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau
pengirim barang serta pihak ketiga. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangakut,
tanggung jawab pengangkut sebagai kewajiban perusahaan angkutan udara
untuk mengganti kerugian yang diderita oleh penumpang dan/atau pengirim
barang serta pihak ketiga.
Masalah mengenai barang bawaan penumpang sangat menarik dan
mendasar karena sering kali dijumpai adanya kasus-kasus yang merugikan
penumpang. Dari segi hukum, khususnya Hukum Perdata masalah
perlindungan hukum terhadap barang bawaan penumpang sangat erat
kaitannya mempunyai hubungan hukum dengan penumpang maupun
pengangkut. Hubungan hukum tersebut menimbulkan suatu hak dan
kewajiban antara pengangkut dengan penumpang selaku pemilik barang
bawaan. Dengan demikian antara pengangkut dengan penumpang
mendapatkan jaminan kepastian hukum tentang kedudukan hukum serta hak
dan kewajibannya. Konsep tanggung jawab hukum yang di gunakan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan adalah
tanggung jawab praduga bersalah (presumption of liability), karena itu
pengangkut otomatis bertanggung jawab, kecuali pengangkut dapat
membuktikan bahwa pengangkut tidak bersalah atau beban pembuktian
terbalik atau pembuktian negatif.1
Dalam pasal 168 Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2009 Tentang
Penerbangan dicantumkan bahwa ganti kerugian untuk setiap bagasi tercatat
hanya ditetapkan dengan Peraturan Menteri. Barang bagasi penumpang
dikategorikan dalam Pasal 1 angka 24 dan 25 Undang- Undang RI Nomor 1
Tahun 2009 Tentang Penerbangan, yaitu barang bagasi kabin dan barang
bagasi tercatat (ada dua kategori). Peraturan Menteri yang digunakan sebagai
pedoman tanggung jawab disini ialah Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara. Menurut PM
1 H.K. Martono dan Agus Pramono, Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional,
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 194
34
Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara Pasal 2,
jenis tanggung jawab pengangkut, pengangkut yang mengoperasikan pesawat
udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap:
1. Penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;
2. Hilang atau rusaknya bagasi kabin;
3. Hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat;
4. Hilang, musnah, atau rusaknya kargo;
5. Keterlambatan angkutan udara; dan f. kerugian yang diderita oleh pihak
ketiga.
Dijelaskan didalam Pasal 2 bahwa wajib bagi pengangkut untuk
bertanggung jawab atas kehilangan atau rusaknya barang pada bagasi kabin.
Hukum pengangkutan mengenal tiga prinsip tanggung jawab dan cara
membedakan prinsip-prinsip tanggung jawab tersebut pada dasarnya
diletakkan pada masalah pembuktian, yaitu mengenai ada tidaknya kewajiban
pembuktian, dan kepada siapa beban pembuktian dibebankan dalam proses
penuntutan. Ketiga prinsip tanggung jawab ini adalah sebagai berikut:
1. Tanggung Jawab Hukum Atas Dasar Kesalahan (Liability Based on
Fault)
Tanggung jawab hukum atas dasar kesalahan (liability based on
fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum perdata
khususnya Pasal 1365 KUH Perdata yang lazim dikenal sebagai Pasal
Tentang perbuatan melawan hokum, mengharuskan terpenuhinya 4
(empat) unsur pokok, yaitu:
a. Adanya perbuatan;
b. Adanya unsur kesalahan;
c. Adanya kerugian yang diderita;
d. Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum.
Pengertian “hukum”, tidak hanya bertentangan dengan undang-undang
prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum perdata khususnya Pasal
1365 KUH Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan
35
melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:
kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.2 Asas tanggung jawab ini
dapat diterima karena adalah adil bagi orang yang berbuat salah untuk
mengganti kerugian bagi pihak korban. Dengan kata lain, tidak adil jika
orang yang tidak bersalah harus mengganti kerugian yang diderita orang
lain. Tanggung jawab atas dasar kesalahan melemahkan hak-hak
penumpang, karena penumpang tidak punya keahlian untuk
membuktikan kesalahan pengangkut. Tanggung jawab pengangkut
terbatas setinggi-tingginya sebesar kerugian penumpang. Konsep
tanggung jawab atas dasar kesalahan dirasakan adil apabila kedudukan
kedua belah pihak (penumpang selaku konsumen dan pengangkut)
mempunyai kemampuan yang sama sehingga mereka dapat saling
membuktikan kesalahan.
2. Tanggung Jawab Hukum Atas Dasar Praduga Bersalah (Presumption of
Liability)
Prinsip ini menyatakan, pengangkut selalu dianggap bertanggung
jawab, sampai ia dapat membuktikan ia tidak bersalah. Beban
pembuktiannya ada pada pengangkut. Pengangkutan udara dalam hal
tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah (presumption of
liability) pernah diakui.3 Berkaitan dengan prinsip tanggung jawab ini,
dalam doktrin hukum pengangkutan khususnya, dikenal 4 (empat)
variasi:
a. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab kalau ia
dapat membuktikan kerugian yang ditimbulkan oleh hal-hal diluar
kekuasaannya;
b. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia
dapat membuktikan ia mengambil suatu tindakan yang diperlukan
untuk menghindari timbulnya kerugian;
2 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Penerbit Sinar
Grafika, 2010), h. 93
3 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen..., h. 94
36
c. Pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab jika ia
dapat membuktikan kerugian yang timbul bukan karena
kesalahannya;
d. Pengangkut tidak bertanggung jawab jika kerugian itu
ditimbulkan oleh kesalahan/kelalaian penumpang atau karena
kualitas/mutu barang yang diangkut tidak baik.
Menurut konsep tanggung jawab hukum atas dasar praduga bersalah
(presumption of liability), perusahaan penerbangan dianggap bersalah,
sehingga perusahaan penerbangan demi hukum harus membayar ganti
kerugian yang diderita oleh penumpang tanpa dibuktikan kesalahan lebih
dahulu, kecuali perusahaan membuktikan tidak bersalah yang dikenal
sebagai beban pembuktian terbalik.4
3. Tanggung Jawab Hukum Mutlak (Strict Liability)
Tanggung jawab hukum mutlak (strict liability) sering diidentikan
dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati
demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua teminologi diatas.5
Strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan
tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun, ada pengecualian yang
memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya force
majeur.
Sedangkan, Absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa
kesalahan dan tidak ada pengecualiannya. Selain itu, ada pandangan yang
agak mirip, yang mengaitkan perbedaan keduanya pada ada atau tidak
adanya hubungan kausalitas antara subjek yang bertanggung jawab dan
kesalahannya. Menurut Koesnadi Hardjasoemantri, konsep tanggung
jawab mutlak diartikan terutama sebagai kewajiban mutlak yang
dihubungkan dengan timbulnya kerusakan. Salah satu ciri utama
4 H.K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Angkutan Udara Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2009 , (Jakarta: Penerbit Rajawali Pers, 2011), h. 223
5 Sidharta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Penerbit Grasindo, 2000), h. 62-63
37
tanggung jawab mutlak adalah tidak adanya persyaratan tentang perlu
adanya kesalahan.6
C. Penyelesaian Sengketa Terhadap Kehilangan Barang Di Bagasi Kabin
Pesawat
Kelalaian pelaku usaha dalam menjalankan kewajibannya yang merupakan
hak konsumen seringkali menimbulkan sengketa. Begitu pula halnya dengan
tidak dipenuhinya kewajiban maskapai penerbangan selaku pelaku usaha
yang menyebabkan timbulnya kerugian berupa kehilangan barang penumpang
selaku konsumen di bagasi kabin peswat udara, akan menimbulkan sengketa
diantara kedua pihak tersebut. Sengketa konsumen dapat bersumber dari 2
(dua) hal, yaitu:7
1. Pelaku usaha tidak melaksanakan kewajiban hukumnya sebagaimana
diatur dalam undang-undang. Artinya pelaku usaha mengabaikan
ketentuan undang-undang tentang kewajibannya sebagai pelaku usaha
dan larangan-larangan yang dikenakan padanya dalam menjalankan
usahanya. Sengketa seperti ini dapat disebut sengketa yang bersumber
dari hukum.
2. Pelaku usaha atau konsumen tidak menaati isi perjanjian, yang berarti
baik pelaku usaha maupun konsumen tidak menaati kewajibannya
sesuai dengan kontrak atau perjanjian yang dibuat diantara mereka.
Sengketa seperti ini dapat disebut sengketa yang bersumber dari
kontrak.
Berdasarkan penjelasan UUPK Pasal 45 Ayat (2) penyelesaian sengketa
konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini tidak menutup kemungkinan
penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa. Pada setiap tahap
diusahakan untuk menggunakan penyelesaian damai oleh kedua belah pihak
yang bersengketa. Penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang
6 Wahyu Sasongko, Ketentuan-Ketentuan Pokok Hukum Perlindungan Konsumen, (
Bandar Lampung: Penerbit UNILA, 2007), h. 9
7 Janus Sidabulok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006), h. 143
38
bersengketa (pelaku usaha dan konsumen) tanpa melalui pengadilan atau
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen dan tidak bertentangan
dengan UU ini. Berdasarkan ketentuan pasal 45 ayat (2) UUPK dihubungkan
dengan penjelasannya, maka penyelesaian sengketa konsumen dapat
dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut:8
1. Penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa tanpa
melibatkan pengadilan atau pihak ketiga yang netral.
2. Penyelesaian melalui pengadilan; dan
3. Penyelesaian di luar pengadilan melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen.
Satu dari ketiga cara itu dapat ditempuh oleh pihak-pihak yang
bersengketa, dengan ketentuan bahwa penyelesaian sengketa melalui tuntutan
seketika wajib ditempuh pertama kali untuk memperoleh kesepakatan para
pihak. Sedangkan dua cara lainnya adalah pilihan yang ditempuh setelah
penyelesaian dengan cara kesepakatan gagal. Kalau sudah menempuh cara
melalui pengadilan tidak dapat lagi ditempuh penyelesaian melalui BPSK dan
sebaliknya. Penyelesaian sengketa konsumen diatur dalam Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yaitu terdapat dalam
Pasal 45:
1. Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
2. Penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar
pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud ayat
tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur
dalam undang-undang.
8 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2000), h. 239-240
39
4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila
upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau
oleh para pihak yang bersengketa.
Dalam ketentuan tersebut berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen, penyelesaian sengketa konsumen
dapat dilakukan dengan jalan pengadilan dan luar pengadilan. Dalam
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
memberikan sarana bagi konsumen yang ingin mengadukan bahwa hak-
haknya sebagai konsumen telah terlanggar atas perbuatan pelaku usaha dan
mengatur lembaga-lembaga pengaduan konsumen yang dapat digunakan oleh
konsumen untuk melaporkan pelaku usaha yang tidak memenuhi
kewajibannya.
Lembaga perlindungan konsumen yang dapat dijadikan sarana oleh
penumpang pesawat udara selaku konsumen untuk mengadukan pelanggaran
haknya oleh maskapai udara yaitu Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang diatur dalam pasal 44 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal tersebut
mengatakan bahwa pemerintah mengakui LPKSM dengan tujuan untuk
LPKSM tersebut berperan aktif dalam mewujudkan perlindungan konsumen.
Dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 59
Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat, tugas dari LPKSM ini salah satunya adalah membantu konsumen
dalam memperjuangkan haknya termasuk menerima keluhan atau pengaduan
konsumen, serta melakukan pengawasan bersama pemerintah dan masyarakat
terhadap pelaksanaan perlindungan konsumen. Namun keberadaan LPKSM
ini hanya untuk menerima pengaduan konsumen saja, untuk selanjutnya dapat
mengajukan gugatan atas nama konsumen. Sedangkan untuk putusan
penyelesaian sengketa konsumen, LPKSM tidak berhak atas hal tersebut.
Yang berhak memberikan putusan atas sengketa yang diadukan ke LPKSM
adalah pengadilan negeri di tempat perkara tersebut diajukan. Lembaga yang
40
bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha adalah
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). BPSK diatur dalam Pasal
49 sampai Pasal 58 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
BPSK adalah pengadilan khusus konsumen (small claim court) yang
sangat diharapkan dapat menjawab tuntutan masyarakat agar proses
berperkara berjalan dengan cepat, sederhana, dan murah.9 Tugas utama dari
BPSK adalah menyelesaikan sengketa konsumen diluar pengadilan melalui
cara mediasi, arbitrase, atau konsiliasi. Selain tugas utama BPSK
menyelesaikan sengketa dengan ketiga bentuk alternatif penyelesaian
sengketa tersebut, wewenang BPSK yang tak kalah pentingnya adalah dapat
menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang terbukti
melanggar peraturan perundang-undangan. Penyelesaian sengketa melalui
BPSK ini relatif memakan waktu yang singkat jika dibandingkan dengan
melalui pengadilan namun, kelemahan penyelesaian sengketa melalui BPSK
adalah putusan yang dikeluarkan oleh BPSK tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial yang artinya tidak dapat melakukan eksekusi terhadap putusan.
Setelah putusan dikeluarkan oleh BPSK kemudian segera dimintakan
penetapan eksekusi pada Pengadilan Negeri sebagaimana tercantum dalam
Pasal 57 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Jadi dalam hal ini, putusan majelis BPSK tersebut memang
bersifat final dan mengikat. Tetapi untuk pelaksanaan eksekusi putusan
tersebut, dilaksanakan oleh Pengadilan Negeri yang terhadap putusannya
masih dapat diajukan kasasi dan peninjauan kembali.
Penyelesaian sengketa berikutnya yaitu melalui jalur litigasi atau dengan
kata lain melalui pengadilan. Penyelesaian sengketa konsumen melalui
pengadilan hanya dimungkinkan apabila:10
9 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 126
10 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Gravindo Persada, 2004), h. 234
41
1. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian sengketa konsumen
di luar pengadilan; atau
2. Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh para pihak
yang bersengketa.
Bahwa dapat dikatakan penyelesaian sengketa melalui pengadilan
merupakan upaya hukum terakhir yang dapat ditempuh oleh para pihak yang
bersengketa, setelah menempuh upaya penyelesaian sengketa di luar
pengadilan sebelumnya. Semua upaya penyelesaian sengketa konsumen ini
dapat ditempuh oleh penumpang yang dirugikan atas hilang, musnah, dan
rusaknya barang penumpang di bagasi pesawat udara. Namun penyelesaian
sengketa di luar pengadilan lebih di sarankan untuk dilakukan. Setelah
penyelesaian di luar pengadilan tersebut tidak berhasil, maka penumpang
selaku konsumen dapat menggugat maskapai penerbangan melalui
Pengadilan Negeri. Bahwa Qatar pada tingkat BPSK telah mengajukan
keberatan atas Putusan BPSK No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10
Desember 2015 secara tertulis tertanggal 11 Januari 2016 dan telah
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan nomor
register 10/Pdt.SusBPSK/2016/PN.JKT.BRT, Qatar Airways tidak puas
dengan hasil dari tingkat pertama maka Qatar mengajukan kasasi dengan
nomor putusan 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016, merasa tidak puas dengan putusan
hakim yang diajukan Qatar Airways kembali mengajukan peninjauan kembali
dengan Nomor Putusan 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017 hakim mengabulkan
permohonan peninjauan kembali dari pihak Qatar.
42
BAB IV
PERTIMBANGAN DAN PUTUSAN HAKIM TERHADAP DALAM
PUTUSAN NOMOR 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT, 649 K/Pdt.Sus-
BPSK/2016 DAN 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
A. Analisis Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT
Dalam Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT ini Majelis
Hakim menjatuhkan amar putusan yang menyebutkan bahwa mengabulkan
keberatan pemohon keberatan/ tergugat pada tingkat BPSK khususnya
terhadap biaya pengacara dan menghukum pemohon keberatan/ tergugat pada
tingkat BPSK untuk mengganti rugi kepada termohon keberatan, penggugat
pada tingkat BPSK sebesar 50% dari kehilangan uang sebesar 8.500,- US
Dollar, Rupiah Rp. 3.200.000,- dan 50 Swis Franc.
Menurut peneliti, Hakim dalam memutuskan perkara ini menggunakan
pertimbangan aspek filosofis yaitu merupakan aspek yang berintikan pada
kebenaran dan keadilan. Aspek filosofis penerapannya sangat memerlukan
pengalaman dan pengetahuan yang luas serta kebijaksanaan yang mampu
mengikuti nilai-nilai dalam masyarakat yang terabaikan, jelas penerapannya
sangat sulit sebab tidak mengikuti asas legalitas dan tidak terikat pada
sistem.1 Pencantuman aspek filosofis tersebut tidak lain agar putusan
dianggap adil bagi pihak yang dirugikan. Dalam putusan ini terlihat bahwa
adanya kerugian yang dirasakn oleh pihak konsumen, karena pihak maskapai
lepas tanggungjawab begitu saja atas kehilangan barang yang terjadi di kabin
bagasi pesawat. Memang sudah dijelaskan pada Pasal 1 Angka 25 Undang-
Undang Penerbangan Nomor 1 Tahun 2009 bahwa bagasi kabin adalah
barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan
penumpang itu sendiri, tetapi dalam penerapannya seharusnya pihak pesawat
tidak lepas tanggung jawab begitu saja kepada penumpang. Konsumen selaku
pengguna jasa angkutan udara dalam kasus ini memang salah, karena tidak
1Ahmad Rifai, Penemun Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.126
43
berhati-hati dalam menjaga barang bawaan nya di bagasi kabin pesawat.
Akan tetapi pihak pesawat selaku pelaku usaha seharusnya memberi rasa
aman dan nyaman kepada pihak penumpang dan barang bawaan penumpang,
dengan melakukan upaya pencegahan agar kehilangan barang penumpang
pada bagasi kabin pesawat tidak terjadi. Pada kronologis kasus yang
dijelaskan pada putusan ini, pihak maskapai menjanjikan pihak konsumen
untuk diadakannya pemeriksaan sebelum penumpang diperbolehkan turun
dari pesawat namun tidak dilakukan oleh pihak maskapai seharusnya
kehilangan yang menimbulkan kerugian bagi pihak konsumen dapat dicegah
oleh pihak maskapai namun tidak dilakukan dan ini mutlak adalah kesalahan
dan menjadi tanggungjawab pihak maskapai. Upaya lain untuk mencegah
kehilangan pada bagasi kabin dapat dilakukan dengan cara mengingatkan
kepada seluruh penumpang pesawat agar senantiasa berhati-hati dalam
menjaga barang bawaan yang mereka bawa serta melakukan upaya preventif
lainnya seperti usaha penyediaan keamanan disekitar area kabin penumpang
dengan System Cabin Vidio System (SCMS) yang telah diterapkan oleh
beberapa maskapai penerbangan Internasional lainnya dan/atau dalam bentuk
kunci kabin secara otomatis yang hanya dapat dibuka atas bantuan cabin crew
(awak kabin) dan atau setiap upaya lainnya yang dapat mencegah terjadinya
kehilangan barang bawaan di bagasi kabin pesawat yang disebabkan karena
pencurian, namun hal tersebut tidak dilakukan oleh pihak pelaku usaha yang
terungkap dalam fakta persidangan.
Hakim sudah memutuskan perkara ini dengan se adil-adilnya keadilan
hukum dengan menggunakan pertimbangan aspek filosofis. Sejatinya
pelaksanaan tugas dan kewenangan seorang hakim dilakukan dalam kerangka
menegakkan kebenara dan keadilan, dengan berpegang pada hukum, undang-
undang, dan nilai-nilai keadilan dalam masyarakat. Dalam diri hakim
dilemban amanah agar peraturan perundang-undangan diterapkan secara
benar dan adil, dan apabila penerapan peraturan perundang-undangan akan
menimbulkan ketidakadilan, maka hakim wajib berpihak pada keadilan
(moral justice) dan mengenyampingkan hukum atau peraturan perundang-
44
undangan (legal justice). Hukum yang baik adalah hukum yang sesuai dengan
hukum yang hidup dimasyarakat yang tentunya sesuai pula atau merupakan
pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (social justice).
Keadilan yang dimaksudkan disini, bukanlah keadilan proseduril (formil),
akan tetapi keadilan substantif (materiil), yang sesuai dengan hati nurani.2
B. Analisis Putusan Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
Dalam Putusan Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 Hakim menjatuhkan
amar putusan yang menyebutkan bahwa menolak permohonan kasasi dari
pemohon kasasi yaitu Qatar Airways dan menghukum pemohon
kasasi/pemohon keberatan untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi
yang ditetapkan sebesar Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).
Menurut peneliti, Hakim dalam memutuskan perkara ini menggunakan
pertimbangan aspek filosofis yaitu merupakan aspek yang berintikan pada
kebenaran dan keadilan. Sama dengan putusan di tingkat pertama, pada
putusan tingkat kasasi juga hakim menggunakan pertimbangan aspek
filosofis. Dan hakim memenangkan pihak konsumen kembali dengan alasan
mengingat penerbangan tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang
cukup lama yaitu rata-rata di atas 2 (dua) jam perjalanan lintas Negara atau
benua, tanpa harus mewujudkan tanggung jawab moral pihak maskapai dalam
memberi jaminan keamanan dalam bentuk ketenangan dan kenyamanan
kepada pihak konsumen dalam tindakan Preventif berupa usaha penyediaan
keamanan disekitar area kabin penumpang seperti System Cabin Vidio
Monitoring System (SCMS) yang telah diterapkan oleh beberapa maskapai
penerbangan Internasional lainnya dan atau dalam bentuk kunci kabin secara
otomatis yang hanya dapat dibuka atas bantuan Cabin Crew (awak kabin)
dan atau setiap upaya yang dapat menjamin keamanan dan kenyamanan para
penumpang dan barang bawaannya selama dalam penerbangan, dimana
penggunaan system kamera keamanan di sekitar area kabin penumpang
pesawat diharapkan dapat meminimalisir tindak kejahatan baik berupa
2 Ahmad Rifai, Penemun Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.127-128
45
pencurian barang, dan upaya keamanan ini tidak diterapkan oleh pihak
maskapai sehingga dari fakta tersebut dapat dinyatakan bahwa kesalahan
tersebut juga merupakan tanggung jawab dari pihak maskapai. Walaupun
memang sudah tertera pada Undang-Undang penerbangan Pasal 1 Ayat (25)
mengenai barang bawaan penumpang yang di simpan di bagasi kabin adalah
tanggung jawab dari pihak pempang itu sendiri, tetapi pihak maskapai tidak
bisa lepas tanggung jawab begitu saja karena pihak pesawat tidak melakukan
tindakan Preventif apapun untuk meminimalisir terjadinya kehilangan barang
dan tidak memberikan keamanan bagi barang bawaan penumpang dibagasi
kabin. Jadi tidak dapat lepas tanggungjawab begitu saja, karena pihak
konsumen memakai jasa angkutan udara dari pihak maskapai. Hakim sudah
memutuskan perkara ini dengan se adil-adilnya keadilan hukum dengan
menggunakan pertimbangan aspek filosofis. Sejatinya pelaksanaan tugas dan
kewenangan seorang hakim dilakukan dalam kerangka menegakkan kebenara
dan keadilan, dengan berpegang pada hukum, undang-undang, dan nilai-nilai
keadilan dalam masyarakat.
Dalam diri hakim dilemban amanah agar peraturan perundang-undangan
diterapkan secara benar dan adil, dan apabila penerapan peraturan perundang-
undangan akan menimbulkan ketidakadilan, maka hakim wajib berpihak pada
keadilan (moral justice) dan mengenyampingkan hukum atau peraturan
perundang-undangan (legal justice). Hukum yang baik adalah hukum yang
sesuai dengan hukum yang hidup dimasyarakat yang tentunya sesuai pula
atau merupakan pencerminan dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
(social justice). Keadilan yang dimaksudkan disini, bukanlah keadilan
proseduril (formil), akan tetapi keadilan substantif (materiil), yang sesuai
dengan hati nurani.3
C. Analisis Putusan Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Majelis Hakim menjatuhkan amar putusan yang menyebutkan bahwa
3 Ahmad Rifai, Penemun Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif...,
h.127-128
46
mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan
kembali Qatar Airways tersebut, membatalkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 tanggal 8 September 2016 juncto, Putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Jkt. Brt
tanggal 23 Februari 2016 juncto Putusan BPSK Nomor 006/A/BPSK-
DKI/XII/2015, tanggal 10 Desember 2015 lalu menolak gugatan Penggugat
untuk seluruhnya dan menghukum Termohon Peninjauan Kembali/Termohon
Kasasi/Termohon Keberatan/Penggugat untuk membayar biaya perkara
dalam pemeriksaan peninjauan kembali sejumlah Rp2.500.000,00 (dua juta
lima ratus ribu rupiah).
Putusan tersebut menurut peneliti dianggap tidak adil untuk pihak
konsumen. Menurut Pasal 4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77
Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara pada
memang sudah dijelaskan bahwa pihak pesawat tidak bertanggung jawab
untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, dan barang bawaan
yang diletakan di bagasi kabin adalah tanggung jawab dari pihak penumpang
sendiri dan penumpang mempunyai tanggung jawab tersendiri untuk
mengawasi dan menjaga barang bawaannya yang diletakan di bagasi kabin
pesawat. Akan tetapi dalam penerapannya, seharusnya pihak pesawat tidak
lepas tanggung jawab begitu saja kepada penumpang. Konsumen selaku
pengguna jasa angkutan udara dalam kasus ini memang salah, karena tidak
berhati-hati dalam menjaga barang bawaan nya di bagasi kabin pesawat.
Akan tetapi pihak pesawat selaku pelaku usaha seharusnya memberi rasa
aman dan nyaman kepada pihak penumpang dan barang bawaan penumpang,
dengan melakukan upaya pencegahan agar kehilangan barang penumpang
pada bagasi kabin pesawat tidak terjadi. Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan cara mengingatkan kepada seluruh penumpang pesawat agar
senantiasa berhati-hati dalam menjaga barang bawaan yang mereka bawa
serta melakukan upaya preventif lainnya seperti usaha penyediaan keamanan
disekitar area kabin penumpang dengan System Cabin Vidio System (SCMS)
yang telah diterapkan oleh beberapa maskapai penerbangan Internasional
47
lainnya dan/atau dalam bentuk kunci kabin secara otomatis yang hanya dapat
dibuka atas bantuan cabin crew (awak kabin) dan atau setiap upaya lainnya
yang dapat mencegah terjadinya kehilangan barang bawaan di bagasi kabin
pesawat yang disebabkan karena pencurian, namun hal tersebut tidak
dilakukan oleh pihak pelaku usaha yang terungkap dalam fakta persidangan.
Kasus kehilangan barang tidak hanya terjadi pada bagasi tercatat saja
melainkan kehilangan barang bawaan penumpang juga kerap terjadi pada
bagasi kabin pesawat. Kehilangan barang di dalam pesawat Qatar Airways ini
bukan kali pertama terjadi, melainkan sudah pernah terjadi sebelum nya.
Polres Bandara Soekarno Hatta telah menangkap komplotan pencuri yang
beraksi di dalam penerbangan Qatar menuju Jakarta, Senin 21 September
2015. Modus komplotan ini adalah membongkar maupun merogoh tas milik
penumpang yang disimpan di dalam kabin pesawat. Komplotan yang
tertangkap tangan ini merupakan WNA dari China, pelaku berjumlah 4 orang
ini beraksi disaat kondisi pesawat sepi dan penumpang tengah tertidur lelap.
Saat tengah melakukan aksinya, salah seorang penumpang telah mencurigai
gerak gerik pelaku. Tak hanya penumpang, pramugari yang bertugas pun
telah mencurigai. Untuk membuktikan rasa curiga, akhirnya saat pesawat
landing di Jakarta, pramugari dan keamanan menginstruksikan keseluruh
penumpang untuk tidak turun dari pesawat sebelum pemeriksaan tas masing-
masing selesai. Setelah beberapa saat ternyata benar, bahwa seorang korban
bernama Stevan menyatakan kehilangan uang sebanyak 200 Euro.4 Pencurian
terhadap barang bawaan penumpang khususnya bagasi kabin pesawat, sudah
beberapa kali terjadi dalam maskapai penerbangan Qatar Airways.
Seharusnya pihak pelaku usaha yaitu Qatar Airways meningkatkan keamaan
pada bagasi kabin pesawat dengan menyediakan alat pengaman bagasi dan
menindaki secara tegas oknum-oknum yang melakukan pencurian pada
bagasi kabin dengan melaporkan ke pihak berwajib agar tidak terus terulang
kasus kehilangan yang merugikan pihak penumpang selaku konsumen.
4“Polisi Ringkus 4 WNA Komplotan Pencopet Di Atas Pesawat”,
http://ntmcpolri.info/home/polisi-ringkus-4-wna-komplotan-pencopet-di-atas-pesawat/, diakses
pada tanggal 22 Mei 2018
48
Adapun hak-hak konsumen yang dilakukan Qatar Airways selaku
pelaku usaha penyediaan jasa angkutan udara sebagai berikut:
1. Hak konsumen atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang/jasa.
Tertera dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8
tahun 1999 Pasal 4, konsumen pada dasarnya memiliki hak-hak sebagai
berikut:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang
dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan;
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
g. Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif;
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan lainnya.
Melihat peraturan dalam UUPK, penulis berpendapat bahwa dalam
kasus ini hak-hak dari Leo Mualdy Christoffel selaku konsumen
terlanggar akibat perbuatan dari Qatar Airways selaku pelaku usaha.
Pelaku usaha disini telah melanggar hak-hak Leo selaku konsumen
khususnya hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
49
mengkonsumsi atau menggunakan jasa dari Qatar Airways yang diatur
dalam Pasal 4 UUPK.
Asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UUPK terdapat asas manfaat,
menurut asas ini tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi
dibanding pihak lainnya, kedua belah pihak harus memperoleh hak-
haknya. Jadi dalam kasus ini harus diterapkan asas manfaat agar hak dari
leo tidak dilanggar. Sudah seharusnya pihak Leo mendapatkan hak-hak
kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam menggunakan jasa
angkutan udara dari Qatar Airways namun pihak pelaku usaha telah
melalaikan kewajibannya, dan dalam kasus ini harus juga diterapkan asas
keamanan dan keselamatan konsumen, yaitu asas yang memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan. Pelaku usaha dalam perkara ini tidak seharusnya melepaskan
tanggung jawab begitu kepada barang bawaan penumpang yang di
simpan di bagasi kabin pesawat. Walaupun memang dalam peraturan
perundang-undangan Internasional dan Nasional memang sudah jelas
bahwa barang bawaan yang disimpan di bagasi kabin pesawat merupakan
tanggung jawab dari pihak individual konsumen, akan tetapi pihak Qatar
selaku pelaku usaha seharusnya tidak sepenuhnya terlepas tanggung
jawab hukum untuk mengganti kerugian. Pelaku usaha dan konsumen
memiliki hubungan timbal balik yang menyebabkan masing-masing
pihak memiliki hak dan kewajibannya tersendiri, sehingga memang
sepatutnya dalam perkara ini konsumen wajib juga berhati-hati dalam
mengawasi barang bawaan mereka sendiri. Tetapi dipihak lain pelaku
usaha juga memiliki kewajiban dan tanggung jawab moral kepada
konsumen. Penerbangan Doha menuju Jakarta berlangsung cukup lama
yaitu dalam jangka waktu rata-rata di atas 2 (dua) jam perjalanan lintas
Negara dan Benua pelaku usaha memiliki tanggung jawab untuk
memberikan fasilitas seperti jaminan kenyamanan dan keamanan kepada
50
konsumen dengan melakukan tindakan preventif, agar tindak kejahatan
seperti pencurian di bagasi kabin pesawat dapat dihindari. Tindakan
preventif tersebut bisa berupa usaha penyediaan keamanan disekitar area
kabin penumpang dengan System Cabin Vidio System (SCMS) yang telah
diterapkan oleh beberapa maskapai penerbangan Internasional lainnya
dan atau pihak penerbangan membuat keamanan seperti kunci kabin
secara otomatis yang hanya dapat dibuka atas bantuan pihak pesawat dan
atau setiap upaya yang dapat menjamin keamanan dan kenyamanan para
penumpang dan barang bawaannya selama dalam penerbangan. Dalam
perkara ini pihak Qatar nyatanya tidak melakukan tindakan pencegahan
tersebut, dan tidak adanya upaya dari pihak pesawat untuk memberikan
perlindungan untuk barang bawaan bagasi kabin karena sebelumnya
sudah pernah terjadi kasus yang serupa pada penerbangan di Qatar
Airways. Seharusnya pihak dari Qatar melalukan upaya agar tidak terus
terulang kejadian pencurian di penerbangan Qatar. Hilangnya barang
bawaan milik Leo Mualdy Christoffel membuktikan bahwa pihak Qatar
Airways tidak memberikan kenyamanan dan keamanan pada barang
bawaan yang merupakan objek kebendaan milik Leo dalam
pengangkutan udara karena keamanan, kenyamanan dan keselamatan
bukan hanya untuk diri pribadi pihak konsumen tapi juga berlaku untuk
objek kebendaan milik konsumen itu dalam menggunakan jasa angkutan
udara.
2. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur secara tidak
diskriminatif.
Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf g
yaitu hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif. Menurut penulis Qatar Airways selaku pelaku usaha
dalam perkara ini, tidak memenuhi hak konsumen untuk mendapatkan
hak tersebut. Pelayanan secara tidak benar dan jujur oleh Qatar Airways
kepada Leo dilakukan ketika Leo mengetahui jam tangan miliknya sudah
hilang dan barang lainnya hilang di bagasi kabin, lalu kemudian
51
melaporkan ke kru kabin dan meminta dilakukan pemeriksaan kepada
penumpang sebelum penumpang turun. Kemudian kru kabin menjelaskan
bahwa kru kabin tidak memiliki kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan dan kepolisian bandara yang akan naik dan melakukan
pemeriksaan. Namun nyatanya, setelah pesawat mendarat di Bandara
Soekarno-Hatta, seluruh penumpang justru dipersilahkan turun dan tidak
ada dari pihak kepolisian yang memeriksa ke dalam pesawat sesuai yang
dijanjikan oleh pihak kru kabin dari Qatar Airways. Hanya satu yang
ditangkap atas kecurigaan pihak security bandara. Karena permintaan
Leo tidak dipenuhi, lantas ia menanyakan kepada ground crew yang
bertugas kenapa seluruh penumpang dilepaskan, karena sebelumnya Leo
sudah meminta dilakukan pemeriksaan sebelum turun tetapi pihak
petugas darat menanyakan kembali apakah memiliki penumpang yang
dicurigai, kemudian Leo memberikan jawaban bahwa karena ia tidak
memiliki orang yang dicurigai, maka ia meminta pemeriksaaan kepada
seluruh penumpang. Secara mengejutkan, jawaban atau respon dari
Petugas darat ialah “tidak etis jika dilakukan pemeriksaan tanpa adanya
orang yang dicurigai dan konsumen harus berempati kepada penumpang
yang sudah lelah”. Kemudian Qatar Airways melepaskan seluruh
penumpang tanpa adanya pemeriksaan sebagaimana yang dijanjikan
sebelumnya oleh pihak kru kabin ketika masih didalam pesawat, kecuali
satu orang yang ditahan atas kecurigaan security bandara dan petugas
darat dari pihak Qatar Airways. Jika pihak maskapai memenhi
permintaan Leo untuk diadakannya pemeriksaan sebeum seluruh
penumpah diperbolehkan turun, mungkin barang-barang Leo yang hilang
besar kemungkinan akan kembali ketangan Leo kembali, dan bisa
mencegah kehilangan yang terjadi tersebut. Menurut Penulis, pihak Qatar
Airways tidak sepantasnya untuk memberikan pelayanan secara tidak
benar dan tidak jujur kepada Leo sebagai konsumen dengan tidak
memenuhi janji untuk memeriksa penumpang pesawat sebelum meraka
52
turun, seperti yang pihak pesawat janjikan kepada Leo saat penerbangan
menuju Jakarta.
3. Hak untuk mendapatkan Kompensasi, Ganti Rugi, Dan Penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian
atau tidak sebagaimana mestinya.
Menurut Pasal 4 huruf h Undang-Undang Perlindungan Konsumen
yaitu hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Namun pada
dasarnya, tujuan penyediaan hak ini adalah untuk memulihka keadaan
yang telah menjadi rusak akibat adanya penggunaan barang atau jasa
yang tidak memenuhi harapan konsumen.5 Menurut Pasal 19 Ayat (2)
Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai tanggung
jawab pelaku usaha tentang masalah ganti rugi dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis
atau setara nilainya, dalam pasal itu mengharuskan bahwa pelaku usaha
harus bertanggung jawab untuk mengganti kerugian atas kehilangan
barang yang dialami oleh konsumen setara dengan nilai yang dirugikan.
Pada putusan peninjauan kembali ini, Majelis Hakim memutuskan bahwa
pihak Qatar Airways yang menang di pengadilan, dan Leo mengalami
kerugian karena tidak adanya ganti rugi dari pihak penerbangan. Memang
sudah jelas pada Undang-Undang Penerbangan Nasiaonal dan Internasional
sudah jelas peraturan tertera bahwa bagasi kabin adalah tanggungjawab pihak
pridadi, tetapi pihak pelaku usaha tidak bisa lepas tanggungjawab begitu saja.
Dalam kasus ini bisa diselesaikan dengan menerapkan Prinsip Presumption
Of Non liability dan Prinsip Limitation Of Liability terhadap pemberian ganti
rugi atas hilangnya barang dibagasi kabin. Pada pengangkutan bagasi
tangan/bagasi kabin, terdapat beberapa prinsip salah satunya yaitu Prinsip
Presumption Of Non liability dan Prinsip Limitation Of Liability, pada
5 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Gravindo Persada, 2007), h.44
53
prinsipnya pengangkut tidak bertanggungjawab pengangkut terletak pada
penumpang serta tanggungjawab ini baru muncul ketika terdapat kesalahan
dari pihak maskapai udara. Pada pengangkutan terhadap bagasi kabin,
maskapai udara tidak bertanggung jawab dan tidak terdapat persoalan
mengenai beban pembuktian, apabila:6
1. Maskapai udara membuktikan bahwa ia telah mengambil semua
tindakan untuk mencegar timbulnya kerugian.
2. Maskapai udara membuktikan bahwa ia mungkin mengambil semua
tindakan yang diperlukan untuk mencegah timbulnya kerugian.
3. Maskapai udara membuktikan juga bahwa kerugian adalah akibat dari
suatu kesalahan pada pengemudian, pimpinan pesawat terbang atau
navigasi.
4. Maskapai udara membuktikan adanya kesalahan penumpang lainnya.
5. Maskapai udara membuktikan adanya kesalahan penumpang sendiri.
Bedasarkan hal di atas, maka terdapat kemungkinan bahwa Prinsip
Presumption Of Non liability tidak berlaku, akan tetapi Prinsip Limitation Of
Liability diberlakukan. Hal tersebut berarti bahwa tetap ada pembatasan
dalam hal pemberian ganti kerugian, apabila penumpang telah mengambil
tindakan seperlunya dalam menjaga bagasi kabin miliknya dan pada pihak
maskapai udara juga terdapat kesalahan ringan (kelalaian) yang terjadi.
Dalam demikian beban pembuktian juga terletak pada penumpang yang
dirugikan. Dalam kasus ini penulis berpendapat bahwa Majelis Hakim dalam
menjatuhkan putusan menerapkan Prinsip Limitation Of Liability. Menurut
167 UU Penerbangan serta Pasal 4 ayat (2) Peraturan Mentri Perhubungan
Nomor 77 Tahun 2011, ganti kerugian terhadap penumpang dibatasi setinggi-
tingginya hanya sebesar kerugian nyata yang dialami oleh penumpang. Selain
itu, menurut penulis kesalahan dari pihak maskapai udara juga hanya
merupakan kelalaian sehingga digunakan Prinsip Limitation Of Liability.
Menurut peneliti, putusan tersebut dianggap tidak adil untuk pihak
konsumen. Menurut Pasal 4 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77
6 E. Suherman, Tanggungjawab Pengangkut Dalam Hukum Udara Indonesia..., h.26
54
Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara pada
memang sudah dijelaskan bahwa pihak pesawat tidak bertanggung jawab
untuk kerugian karena hilang atau rusaknya bagasi kabin, dan barang bawaan
yang diletakan di bagasi kabin adalah tanggung jawab dari pihak penumpang
sendiri dan penumpang mempunyai tanggung jawab tersendiri untuk
mengawasi dan menjaga barang bawaannya yang diletakan di bagasi kabin
pesawat. Dalam penerapannya, seharusnya pihak pesawat tidak lepas
tanggung jawab begitu saja kepada penumpang. Konsumen selaku pengguna
jasa angkutan udara dalam kasus ini memang salah, karena tidak berhati-hati
dalam menjaga barang bawaan di bagasi kabin pesawat. Pihak pesawat selaku
pelaku usaha seharusnya memberi rasa aman dan nyaman kepada pihak
penumpang dan barang bawaan penumpang, dengan melakukan upaya
pencegahan agar kehilangan barang penumpang pada bagasi kabin pesawat
tidak terjadi. Jika pihak maskapai penerbangan lepas tanggung jawab atas
kehilangan yang terjadi di bagasi kabin pesawat, besar kemungkinan akan ada
lagi kejadian kehilangan barang yang akan terulang. Apalagi kehilangan ini
termaksud pencurian, dan diketahui pernah terjadi kehilangan barang di
bagasi kabin pesawat di maskapai yang sama yaitu Qatar Airways.
Seharusnya juga pihak maskapai melakukan keamanan yang ketat dengan
melakukan penyediaan keamanan disekitar area kabin penumpang dengan
System Cabin Vidio System (SCMS) yang telah diterapkan oleh beberapa
maskapai penerbangan Internasional lainnya dan atau pihak penerbangan
membuat keamanan seperti kunci kabin secara otomatis yang hanya dapat
dibuka atas bantuan pihak pesawat, karena penggunaan sistem kamera
keamanan di sekitar area bagasi kabin penumpang pesawat dapat
meminimalisir tindak kejahatan baik berupa pencurian barang.
Menurut peneliti, Hakim dalam memutuskam perkara ini menggunakan
pertimbangan aspek yuridis, yaitu aspek yang pertama dan utama denga
berpatokan kepada undang-undang yang berlaku. Hakim harus menilai
apakah undang-undang tersebu adil, ada kemnfaatannya, atau memberikan
kepastian hukum jika ditegakkan, sebab salah satu tujuan hukum itu
55
unsurnya adalah menciptakan keadilan.7 Maksud keadilan disini yaitu
keadilan huku (legal justice) adalah keadilan berdasarkan hukum dan
perundang-undangan. Justru pada suatu kondisi akn menimbulkan ketidak
adilan bagi masyarakat sebab undang-undang tertulis yang diciptakan
mempunyai daya laku tertentu yang suatu saat daya laku tersebut akan mati,
karena saat undang-undang diciptakan unsur keadilannya memela
masyarakat, akan tetapi setelah diundangkan seiring dengan perubahan nilai-
nilai keadilan masyarakat akibatnya undang-undang unsur keadilannya akan
hilang. Sejatinya pelaksanaan tugas dan kewenangan seorang hakim
dilakukan dalam kerangka menegakkan kebenaran dan keadilan.8
Menurut Teori Gustav Radbruch ada 3 nilai dasar hukum yatu, keadilan,
kemanfaatan dan kepastian, menurut Gustav Rudbruch dalam tataran
penerapan hukum nya harus dianut skala prioritas, pertama wajib
mendahulukan keadilan baru kemanfaatan dan kepastian.9 Jika menerapkan
Teori Gustav, kasus ini prioritas utamanya yaitu keadilan. Dalam hal ini
keadilan yang dimaksud yaitu hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban pihak
maskapai terhadap penumpang disini menurut saya belum maksimal karena
pihak pesawat tidak mau bertanggung jawab atas kehilangan barang ini, dan
tidak memfasilitasi keamanan yang cukup untu penumpang. Seharusnya
pihak maskapai melakukan keamanan yang ketat dengan melakukan
penyediaan keamanan disekitar area kabin penumpang dengan System Cabin
Vidio System (SCMS) yang telah diterapkan oleh beberapa maskapai
penerbangan Internasional lainnya dan atau pihak penerbangan membuat
keamanan seperti kunci kabin secara otomatis yang hanya dapat dibuka atas
bantuan pihak pesawat, agar barang yang disimpan oleh penumpang di bagasi
kabi pesawat tetap diawasi keamanannya. Lalu teori yang kedua adalah
kemanfaatan. Kemanfaatan hukum diterapkan karena sangat bersangkutan
7 Ahmad Rifai, Penemun Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif..., h.126
8 Ahmad Rifai, Penemun Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum Progresif..., h.127
9 Nurul Qamar, Hukum Itu Ada Tapi Harus Ditemukan, (Makassar: Pustaka Refleksi,
2010), h. 13
56
dengan tujuan pemidanaan terutama sebagai prevensi khusus agar terdakwa
tidak mengulangi kembali melakukan perbuatan melawan hukum, dan
prevensi umum setiap orang berhati-hati untuk tidak melanggar hukum
karena akan dikenakan sanksinya. Oleh karena itu putusan hakim harus
memberi manfaat bagi dunia peradilan dan masyarakat umum. Jadi agar tidak
terulang kembali kejadian yang sama yaitu kehilangan barang bawaan dikabin
pesawat yang disebabkan kurangnya keamanan yang disediakan dari pihak
maskapai. Karena kasus kehilangan barang bawaan dikabin pesawat ini bukan
kali pertama terjadi di Qatar Airways. Seharusnya pihak maskapi dapat
mencegah kehilangan tersebut, tetapi pihak maskapai tidak melakukannya.
Oleh karena itu putusan hakim harus memberi manfaat bagi dunia peradilan
dan masyarakat umum. Yang terakhir yaitu kepastian hukum. Kepastian
hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat dikatakan sebagai bagian dari
upaya mewujudkan keadilan. Bentuk nyata dari kepastian hukum adalah
pelaksanaan atau penegakan hukum. Jika terjadinya benturan peraturan
hukum dengan apa yang terjadi, menurut teori Gustav Radbruch itu pertama
wajib mendahulukan keadilan baru kemanfaatan dan kepastian hukum. Jadi
utamakan keadilan dari konsumen, karena pada kasus ini pihak konsumen
merasa rugi atas kehilangan barang di kabin pesawat yang sebenarnya bisa
dicegah oleh pihak pesawat, tapi tidak dilakukan oleh pihak pesawat.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan dan sekaligus sebagai jawaban atas beberapa
perumusan masalah yang penulis berikan.
1. Pengaturan hak dan kewajiban maskapai dan penumpang dalam
perundang-undangan di Indonesia diatur secara tegas dan jelas dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999, hak dan
kewajiban konsumen (penumpang) Pasal 4 dan 5 dan hak dan kewajiban
pelaku usaha (maskapai) terdapat dalam Pasal 6 dan 7.
2. Dari segi hukum, khususnya Hukum Perdata masalah perlindungan
hukum terhadap barang bawaan penumpang sangat erat kaitannya dengan
penumpang maupun pengangkut/maskapai. Hubungan hukum tersebut
menimbulkan suatu hak dan kewajiban antara pengangkut dengan
penumpang selaku pemilik barang bawaan. Dengan demikian antara
pengangkut dengan penumpang mendapatkan jaminan kepastian hukum
tentang kedudukan hukum serta hak dan kewajibannya. Konsep tanggung
jawab hukum yang di gunakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 Tentang Penerbangan adalah tanggung jawab praduga bersalah
(presumption of liability), karena itu pengangkut otomatis bertanggung
jawab, kecuali pengangkut dapat membuktikan bahwa pengangkut tidak
bersalah.
3. Putusan Perkara Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017 bertentangan
dengan Teori Gustav Radbruch ada 3 nilai dasar hukum yaitu, keadilan,
kemanfaatan dan kepastian, menurut Gustav Rudbruch dalam tataran
penerapan hukum nya harus dianut skala prioritas, pertama wajib
mendahulukan keadilan baru kemanfaatan dan kepastian. Jadi, harus di
dahulukan keadilan untuk pihak penumpang/konsumen untuk ganti rugi
atas kehilangan barang pada bagasi kabin pesawat.
58
B. Rekomendasi
Sebagai penutup dari kesimpulan di atas, peneliti akan memberikan
rekomendasi agar tidak lagi terjadinya kehilangan barang di bagasi kabin
pesawat sebagai berikut:
1. Terkait kehilangan barang di bagasi tercatat di pesawat memang sering
terjadi akibat lalai-nya pegawai yang mengakibatkan hilangnya barang
konsumen dan merugikan konsumen akan kehilangan barang tersebut.
Bukan hanya pada bagasi tercatat namun terjadi juga kehilangan pada
bagasi kabin pesawat. Kasus ini semakin meresahkan keprcayaan
masyarakat khususnya penumpang terhadap maskapai penerbangan.
Dalam hal ini Kementerian Perhubungan (Kemenhub) harus menindak
tegas segala bentuk pelanggaran karena hal tersebut merugikan
konsumen penerbangan.
2. Pihak maskapai bisa melakukan keamanan yang ketat dengan melakukan
penyediaan keamanan disekitar area kabin penumpang dengan System
Cabin Vidio System (SCMS) yang telah diterapkan oleh beberapa
maskapai penerbangan Internasional lainnya dan atau pihak penerbangan
membuat keamanan seperti kunci kabin secara otomatis yang hanya
dapat dibuka atas bantuan pihak pesawat, karena penggunaan sistem
kamera keamanan di sekitar area bagasi kabin penumpang pesawat dapat
meminimalisir tindak kejahatan baik berupa pencurian barang.
3. Perlunya perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat udara
sebagai konsumen yang merasa hak-haknya dirugikan agar mendapatkan
apa yang menjadi haknya, serta pihak maskapai agar menjalankan
kewajibannya untuk bertanggungjawab apabila penumpang mengalami
kerugian.
59
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Ashofa, Burhan. 1998. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta
Kalsen, Hans. 2006. Teori Umum tentang Hukum dan Negara. Bandung: PT.
Raja Grafindo Persada
Kristiyanti, Celina Tri Siwi. 2008. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Sinar Grafika
2011. Hukum Perlindungan Konsumen, cet. III. Jakarta: Sinar
Grafika Offset
Kurniawan. 2011. Hukum Perlindungan Konsumen. Malang: Tim UB Press
Lamintang dan Theo Lamintang. 2013. Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana Dan Yurisprudensi. Jakarta: Sinar
Grafika
Martono, H.K. dan Sudiro, Ahmad. 2011. Hukum Angkutan Udara
Berdasarkan UU No. 1 Tahun 2009. Jakarta: Penerbit Rajawali
Pers
Martono, H.K. 2007. Pengantar Hukum Udara Nasional dan Internasional.
Bagian Pertama. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
2013. Hukum Udara Perdata Internasional dan Nasional. Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian Hukum, cet. IV. Jakarta: Kencana
Miru, Ahmadi. 2005. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
2004. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja
Gravindo Persada
2007. Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT. Raja Gravindo
Persada
Muhammad, Abdulkadir. 1991. Hukum Pengangkutan Darat, Laut dan Udara.
Bandung : Penerbit PT Citra Aditya Bakti.
2008. Hukum Pengangkutan Niaga. Bandung: Penerbit PT Citra
Aditya Bakti
60
Muhammad, Rusli. 2007. Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung: PT
Citra Aditya Bakti
Nasution, AZ. 1999. Pengantar Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
Penerbit Daya Widya
Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perlindungan Konsumen Di
Indonesia. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen
Kehakiman RI.
2001. Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta:
Diadit Media
Qamar, Nurul. 2010. Hukum Itu Ada Tapi Harus Ditemukan. Makassar:
Pustaka Refleksi
Rifai, Ahmad. 2011. Penemun Hukum Oleh Hakim Dalam Persfektif Hukum
Progresif. Jakarta: Sinar Grafika
Schiffman dan Kanuk. 2008. Perilaku konsumen. Edisi 7. Jakarta: Indeks
Shidarta. 2000. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia. Jakarta: PT
Grasindo
2004. Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, cet. II. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia
Shofie, Yusuf. 2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK
Teori dan Praktek Penegakan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti
Sidabalok, Janus. 2006. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, cet. I.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Hukum dan
Jurimetri. Jakarta: Ghalia Indonesia
Sutedi, Adrian. 2008. Tanggung Jawab Produk Dalam Perlindungan
Konsumen. Bogor: Ghalia Indonesia
Uli, Sinta. 2006. Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport
Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara. Medan:
USU Press
2. Peraturan Perundang-Undang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Penerbangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
61
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung
Jawab Pengangkut Udara
Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1995 Tentang Angkutan Udara
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2001 Tentang
Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat
3. Web
https://rennymagdawiharnani.wordpress.com/sih/hukum-dagang/dasarhukum-
perlindungan-konsumen/, diakses pada tanggal 17 April 2018
http://www.academia.edu/7718727/PERJANJIAN_PENGANGKUTAN_UD
ARA_DI_INDONESIA, di akses pada tanggal 22 April 2018
“Polisi Ringkus 4 WNA Komplotan Pencopet Di Atas Pesawat”,
http://ntmcpolri.info/home/polisi-ringkus-4-wna-komplotan-
pencopet-di-atas-pesawat/, diakses pada tanggal 22 Mei 2018
62
LAMPIRAN
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara
perdata pada peradilan tingkat pertama, telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam
perkara:
QATAR AIRWAYS Q.C.S.C, berkedudukan di Qatar Airways Tower, Airport Road, PO
Box 22550, Doha, Qatar yang berkantor perwakilan di Lantai 38
Suite 3802, Grand Indonesia, Jalan M.H Thamrin No.1, Jakarta
Pusat, dalam hal ini diwakili oleh Kantor Hukum Ivan Almaida
Baely & Firmansyah Law Firm yang beralamat di Intiland Tower
9th Floor, Jl. Jenderal Sudirman 32, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat
Kuasa tertanggal 07 Januari 2016, selanjutnya disebut sebagai
PEMOHON KEBERATAN semula TERGUGAT;
M E L A W A N:
LEO MUALDY CHRISTOFFEL (KONSUMEN), bertempat tinggal di Jl. Masjid
No.11, RT.002/RW.006, Kel. Pegadungan, Kec. Kalideres, Jakarta
Barat, dalam hal ini diwakili oleh Sabam, S.H. dan Hasraldi, S.H.
Advokat & Konsultan Hukum yang berKantor di Kantor H.I.S &
PARTNERS beralamat di Jalan Raya Pos Pengumben, Ruko Pos
Pengumben No.34 D Jakarta Barat, berdasarkan Surat Kuasa
tertanggal 21 Januari 2016, selanjutnya disebut sebagai
TERMOHON KEBERATAN semula PENGGUGAT;
Pengadilan Negeri tersebut;
Telah membaca berkas perkara;
Telah membaca surat-surat yang bersangkutan;
Telah memperhatikan surat-surat bukti yang diajukan kedua belah pihak;
Telah mendengar keterangan kedua belah pihak;
TENTANG DUDUKNYA PERKARA
Menimbang, bahwa Pemohon Keberatan semula Tergugat pada tingkat BPSK telah
mengajukan keberatan atas Putusan BPSK No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10
Desember 2015 secara tertulis tertanggal 11 Januari 2016 dan telah didaftarkan di
1
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan nomor register 10/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN.JKT.BRT, berbunyi sebagai berikut:
Namun sebelum PEMOHON KEBERATAN mengemukakan keberatan terhadap Putusan
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta, terlebih dahulu
PEMOHON KEBERATAN mengemukakan amar putusan BPSK DKI Jakarta. Adapun
amar putusan BPSK Provinsi DKI Jakarta berbunyi sebagai berikut:
• Mengabulkan sebagian Permohonan/Gugatan Konsumen.
• Kerugian ditanggung kedua belah pihak masing-masing 50% (Lima puluh per
seratus).
• Menolak biaya hidup Konsumen, selama cuti 2 (dua) minggu di Jakarta sebesar Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
• Mengabulkan jasa Hukum Pengacara sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah).
• Menghukum Tergugat (Qatar Airways) membayar 50% dari kehilangan uang
sebesar 8.500,- US Dolar, Rp. 3.200.000,- dan 50 Swis Franc ditambah jasa hukum
pengacara sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
Setelah mengemukakan amar putusan dari BPSK Provinsi DKI Jakarta, berikut ini
PEMOHON KEBERATAN akan mengemukakan alasan keberatan atas putusan aquo
sebagai berikut:
1 Pengajuan Keberatan dari PEMOHON KEBERATAN Masih dalam Tenggang
Waktu yang Ditetapkan oleh Peraturan Perundang-undangan.
Bahwa putusan BPSK Provinsi DKI Jakarta No. 006/A/BPSK-DKI/XII/2015
diucapkan pada tanggal 10 Desember 2015;
Bahwa PSK Provinsi DKI Jakarta memberitahukan Putusan BPSK Provinsi DKI
Jakarta No. 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 kepada PEMOHON KEBERATAN (QATAR
AIRWAYS Q.C.S.C.) tanggal 28 Desember 2015; (terlampir)
PEMOHON KEBERATAN telah memberitahukan penolakan terhadap Putusan BPSK
Provinsi DKI Jakarta No. 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015
kepada BPSK Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan Penolakan Putusan Arbitrase BPSK
tanggal 4 Januari 2016; (terlampir).
Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. 1 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan
Penyelesaian Konsumen, bahwa keberatan diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari
terhitung sejak Pelaku Usaha atau Konsumen menerima Pemberitahuan putusan BPSK;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 41 ayat (3) Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan
Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen bahwa Konsumen dan
Pelaku Usaha yang menolak putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada
Pengadilan Negeri selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja
terhitung sejak keputusan BPSK diberitahukan;
Dari ketentuan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan di atas, waktu untuk
mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK yang diajukan oleh PEMOHON
KEBERATAN masih dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh perundang-undangan
yang berlaku. Dengan demikian, dari segi formalitas pengajuan Keberatan terhadap
putusan BPSK, upaya pengajuan keberatan yang diajukan oleh PEMOHON
KEBERATAN pada tempatnya untuk dikabulkan;
2 Majelis Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Provinsi DKI
Jakarta Tidak Menyebutkan Dasar Atau Alasan Untuk Mengabulkan
Permohonan/Gugatan dari Termohon Keberatan (Konsumen);
Majelis Arbitrase BPSK Provinsi DKI Jakarta dalam pertimbangan hukumnya halaman
3 antara lain mengemukakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa maksud dan tujuan konsumen adalah sebagaimana tersebut di
atas;
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, majelis arbitrase
BPSK DKI Jakarta, selanjutnya disebut majelis, terlebih dahulu harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Apakah BPSK DKI Jakarta berwenang
untuk memeriksa dan memutus permohonan konsumen selaku Penggugat?
Menurut UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 52, salah satu
tugas dan wewenang BPSK telah tegas diatur secara limitative, yaitu:
a Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsomuen dengan cara
mediasi atau konsiliasi atau Arbitrase.
b ..
c …
d .. dst
e
f.
g.
h.
3
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
i.
j.
k.
l.
m.
n. Menurut ketentuan pasal 1 angka 8 keputusan Memperindag: No. 350/MPP/
Kep/12/2001 tentang Tugas dan wewenang BPSK, pengertian sengketa konsumen
adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen.
Menimbang dan memperhatikan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
dan UU No. 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
serta Peraturan perundang lainnya yang berkenaan dengan perkara ini;
Menimbang bahwa kewenangan BPSK dibatasi oleh Undang-undang hanya
menyelesaikan sengekta berupa tuntutan material atau kerugian secara langsung”;
Dari pertimbangan hukum putusan Majelis Arbitrase BPSK DKI Jakarta sebagaimana
dikutip di atas, tidak terlihat sama sekali alasan dari Majelis Arbitrase BPSK DKI
Jakarta untuk mengabulkan sebagian gugatan atau permohonan dari Konsumen
(Termohon Keberatan);
Dalam suatu putusan, seyogianyalah terlihat pertimbangan apa yang dipergunakan oleh
pihak sebagai acuan untuk sebelum sampai pada pendirian untuk menerima atau
menolak gugatan/permohonan. Di dalam setiap putusan, yang penting bukan hanya
amar putusan semata, akan tetapi yang juga tidak kalah penting adalah dasar atau
landasan dari amar tersebut;
Dalam jagad berpikir yang tertib, hal yang tidak pernah bisa diabaikan adalah
mengenai premis (landasan) yang menjadi dasar pengambilan keputusan. Putusan tidak
dapat diambil tanpa ada premis (pertimbangan) yang mendasarinya. Memang
dimungkinkan suatu putusan (kesimpulan) tanpa ada pertimbangan. Namun putusan
yang tidak disertai dengan pertimbangan yang cukup, tentu tidak dapat dikategorikan
sebagai putusan yang baik;
Dalam putusan BPSK DKI Jakarta, majelis arbitrase mengemukakan bahwa mereka
berwenang untuk mengadili perkara arbitrase. Soal apakah BPSK berwenang untuk
menangani atau sengketa konsumen, PEMOHON KEBERATAN tidak
mempersoalkannya. Yang dipermasalahkan oleh
PEMOHON KEBERATAN adalah pertimbangan untuk menerima sebagian gugatan
atau permohonan dari TERMOHON KEBERATAN. Majelis arbitrase juga tidak
merujuk aturan atau kepatutan mana yang mereka pergunakan sebagai titian untuk
sampai pada pendirian mengabulkan permintaan dari TERMOHON KEBERATAN;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Oleh karena BPSK DKI Provinsi DKI Jakarta tidak menyebutkan alasan untuk
mengabulkan tuntutan dari TERMOHON KEBERATAN, putusan dari BPSK DKI
Jakarta adalah putusan yang minim atau putusan yang tidak ada pertimbangan. Sesuai
dengan hukum, bahwa setiap putusan yang tidak ada pertimbangan pada tempat untuk
ditolak atau diabaikan seluruhnya;
3 PEMOHON KEBERATAN Tidak Bertanggung Jawab Atas Hilangnya Barang
Bawaan Penumpang;
Mengenai tanggung jawab dari PEMOHON KEBERATAN terhadap barang bawaan
dari penumpang selaku pengangkut hal ini diatur dalam Condition of Carriage Section
pada Article 9 point 12 (http://www.qatarairways.com/global/en/conditions-of-
carriage.page), yang berbunyi sebagai berikut:
Personal Belongings:
“We will not accept liability for damage to and or loss or destruction of any of your
personal property in consequence of your leaving it unattended in any of our aircraft
and or in any property, airport facilities or vehicles we use.”
Terjemahannya
Ketentuan Tentang Barang Bawaan, Pasal 9 butir 12;
Barang pribadi:
"Kami tidak akan bertanggung jawab atas kerugian dan atau kehilangan atau
kerusakan dari setiap barang pribadi Anda karena Anda meninggalkannya tanpa
pengawasan di pesawat dan atau di properti kami, fasilitas bandara atau kendaraan
yang kami gunakan;
Dari ketentuan mengenai barang bawaan penumpang sebagaimana dikemukakan di
atas, PEMOHON KEBERATAN telah memberitahukan kepada setiap dan seluruh
penumpang untuk menjaga sendiri barang bawaannya agar tidak hilang atau terhindar
dari kerusakan;
PEMOHON KEBERATAN sudah memberitahukan kepada setiap konsumennya
bahwa atas adanya kehilangan barang bawaan yang tidak termasuk ke dalam bagasi
terdaftar adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri. Dalam hal atau
bilamana terjadi kehilangan atau
kerusakan atas barang bawaan selama dalam penerbangan, setiap penumpang
(termasuk di dalamnya TERMOHON KEBERATAN) tidak berhak untuk menuntut
atau meminta kerugian atas hilang, rusak atau bekurangnya barang bawaan terhadap
PEMOHON KEBERATAN. Bila ingin barang bawaan mendapat ganti rugi apabila
5
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hilang atau rusak, PEMOHON KEBERATAN sudah memberitahukan kepada
penumpang agar barang dimasukkan ke dalam bagasi terdaftar;
Dengan rumusan atau ketentuan sebagaiman dikemukakan di atas, cukup alasan untuk
menolak seluruh tuntutan dari TERMOHON KEBERATAN atas hilangnya barang
milik TERMOHON KEBERATAN;
4 Peraturan dan Perundang-Undangan di Indonesia Dalam Bidang atau
Mengenai Penerbangan Tidak Memberi Hak Kepada Konsumen Untuk
Menuntut Ganti Rugi kepada Penerbangan Atas Hilang Atau Rusaknya
Barang Bawaan Penumpang;
a Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 1 ayat 25 yang berbunyi sebagai berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam
pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 143 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya
barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian
tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya”;
b Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab
Pengangkut Angkutan Udara;
Pasal 1 ayat (9) Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 tahun 2011 berbunyi sebagai
berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam
pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 4 ayat (1) Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 tahun 2011 berbunyi sebagai
berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya
barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian
tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya”.
Pasal 4 ayat (2) Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 tahun 2011 berbunyi sebagai
berikut:
“Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakan bersalah, maka ganti
kerugian ditetapkan setinggi-tingginya sebesar kerugian nyata penumpang”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 tahun 2011 tentang Tanggung
Jawab Pengangkut Udara bahwa pengangkut hanya bertanggung jawab terhadap
bagasi tercatat, sedangkan terhadap bagasi yang tidak tercatat adalah tanggung jawab
dari penumpang sendiri;
Untuk lengkapnya adapun bunyi Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM
77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara adalah berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 5 ayat (1)
“Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan, musnah
atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf c
ditetapkan sebagai berikut:
a Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat musnah
diberikan ganti kerugian sebesar Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu per kg dan paling
banyak Rp. 4.000.000 (empat juta rupiah) per penumpang; dan
b Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya, bentuknya,
ukuran dan merk bagasi tercatat”.
Pasal 5 ayat (2)
“Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila
tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak tanggal dan
jam kedatangan penumpang di Bandar udara tujuan”;
Pasal 5 ayat (3).
“Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas bagasi tercatat
yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) sebesar Rp. 200.000.00 (dua ratus ribu) per hari paling lama 3 (tiga)
hari kalender”;
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
tentang Penerbangan dan peraturan yang berlaku di Qatar Airways (PEMOHON
KEBERATAN) bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya
bagasi kabin. Yang bertanggung jawab atas rusaknya bagasi kabin adalah penumpang
sendiri (TERMOHON KEBERATAN), bukan perusahaan pengangkutan (PEMOHON
KEBERATAN);
Dengan demikian, permintaan ganti rugi dari TERMOHON KEBERATAN yang
dikabulkan oleh TERMOHON KEBERATAN adalah tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang penerbangan. PEMOHON KEBERATAN menolak
putusan BPSK DKI Jakarta mengenai tuntutan ganti rugi, karena tidak mempunyai
alasan yang cukup atau tidak mempunyai dasar hukum. Setiap permohonan, permintaan
7
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
atau tuntutan yang tidak ada alasan atau tidak ada dasar hukumnya adalah pada
tempatnya untuk ditolak atau tidak dikabulkan;
Sebagai analog atau sebagai perbandingan, PEMOHON KEBERATAN dapat
mengemukakan bahwa dalam hal penumpang dalam bis kota, antar kota, kereta api atau
kapal laut misalnya, pengangkut atau pengusaha pengangkutan tidak dapat dituntut
untuk membayar ganti rugi atas hilangnya barang bawaan penumpang di dalam bisa
kota, antar kota, kereta atau kapal api tersebut. Setiap kehilangan di dalam angkutan
adalah tanggungan atau tanggung jawab dari penumpang sendiri, bukan tanggung jawab
dari supir atau pengusaha angkutan;
Kalau untuk pengangkutan yang lain, bila penumpang kehilangan suatu barang dalam
perjalanan, penumpang tidak berhak untuk menuntut ganti rugi terhadap angkutan, maka
demi kesamaan perlakuan terhadap sesama angkutan, maka tunutan dari TERMOHON
KEBERATAN pada tempatnya juga ditolak seluruhnya;
5 Biaya Advokat Tidak Dapat Dibebankan oleh BPSK DKI Provinsi Jakarta
terhadap PEMOHON KEBERATAN
BPSK DKI Provinsi Jakarta dalam putusannya Mengabulkan jasa Hukum Pengacara
sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);
Tuntutan TERMOHON KEBERATAN agar PEMOHON KEBERATAN membayar
biaya advokat dari TERMOHON KEBERATAN sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah) yang dikabulkan oleh BPSK DKI Jakarta jelas sudah menyalahi hukum acara
yang berlaku di Indonesia mengenai biaya jasa pengacara;
Dalam hukum acara perdata misalnya, berlaku suatu prinsip bahwa pihak yang
mempergunakan jasa pengacara, apakah itu sebagai penggugat (pemohon) atau tergugat
(termohon) harus bersedia untuk mengeluarkan biaya untuk itu. Beracara dengan
mempergunakan jasa advokat dalam hukum pada prinsipnya adalah tidak gratis. Berani
mempergunakan jasa advokat, artinya harus berani mengeluarkan biaya untuk jasa
advokat yang dipergunakan. Demikian juga
dalam sengketa konsumen ini, oleh karena TERMOHON KEBERATAN sendiri yang
berinsiatif untuk mengajukan tuntutan ganti rugi, maka TERMOHON KEBERATAN
harus bersedia mengeluarkan biaya untuk membayar biaya advokat untuk mengajukan
gugatan/permohonan melalui BPSK DKI Provinsi DKI Jakarta;
Alasan sederhananya adalah, bahwa pihak yang mempergunakan jasa pengacara/advokat
untuk mengajukan gugatan/permohonan adalah TERMOHON KEBERATAN sendiri.
Oleh karena yang mempergunakan jasa advokat adalah TERMOHON KEBERATAN
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
maka yang berkewajiban untuk membayar biaya advokat adalah TERMOHON
KEBERATAN sendiri bukan PEMOHON KEBERATAN atau pihak lain;
Dalam hukum berlaku suatu asas, bahwa pihak yang telah mempergunakan sesuatu atau
telah menikmati sesuatu berkewajiban untuk memberikan biaya atas apa yang telah
dipergunakan atau dinikmatinya tersebut. Secara sederhananya dapat dikemukakan kalau
seorang makan di warung nasi misalnya, maka yang berkewajiban untuk membayar
makanan tersebut adalah pihak yang makan tadi bukan pihak lain;
Karena yang mempergunakan jasa advokat dalam mengajukan gugatan/permohonan
melalui BPSK DKI Jakarta adalah TERMOHON KEBERATAN sendiri, maka secara
akal sehat yang berkewajiban untuk menanggung biaya advokat adalah TERMOHON
KEBERATAN bukan pihak lain. Tidak tepat dan tidak beralasan bagi BPSK DKI
Provinsi DKI Jakarta untuk menghukum PEMOHON KEBERATAN untut membayar
biaya advokat yang dipergunakan oleh TERMOHON KEBERATAN menjadi kewajiban
PEMOHON KEBERATAN sekalipun itu hanya sebagian dari tuntutan TERMOHON
KEBERATAN;
Dalam hal ini, biaya advokat yang dipergunakan jasanya oleh TERMOHON
KEBERATAN tidak dapat ditimpakan kepada PEMOHON KEBERATAN. Biaya
pengacara/advokat tidak termasuk biaya yang dapat dituntut. Hal ini jelas diatur dalam
pasal 182 HIR. Di dalam pasal 182 HIR ini ditentukan bahwa yang termasuk biaya
(ongkos) adalah bersifat limitatif, yaitu hanya untuk 6 macam. Dari ke enam macam
biaya (ongkos), biaya pengacara/advokat tidak termasuk di dalamnya. Karena biaya
pengacara tidak termasuk biaya dalam hukum acara perdata maka putusan BPSK Provinsi
DKI Jakarta yang menghukum PEMOHON KEBERATAN untuk membayar biaya
advokat dari TERMOHON KEBERATAN harus ditolak seluruhnya;
Berdasarkan alasan dan pertimbangan hukum sebagaimana yang dikemukakan di atas,
untuk itu PEMOHON KEBERATAN memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Barat atau Majelis Hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini, untuk
sudilah kiranya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1 Mengabulkan keberatan dari PEMOHON KEBERATAN untuk seluruhnya;
2 Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi
DKI Jakarta No. 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015 untuk
seluruhnya;
3 Menolak tuntutan ganti rugi dari TERMOHON KEBERATAN (d/h PEMOHON)
untuk seluruhnya;
4 Menghukum TERMOHON KEBERATAN untuk membayar seluruh biaya yang timbul
dalam perkara ini;
9
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa pada persidangan yang telah ditentukan para pihak masing-
masing menghadap kuasanya;
Menimbang, bahwa persidangan dilanjutkan dengan pembacaan keberatan
Pembanding, dan atas keberatannya tersebut Pembanding tetap pada keberatannya;
Menimbang, bahwa atas keberatan Pembanding tersebut, Terbanding menyatakan
mengajukan jawabannya sebagai berikut:
Dalam Pokok Perkara:
1 Bahwa TERMOHON KEBERATAN dengan tegas menolak seluruh dalil-
dalil Keberatan PEMOHON KEBERATAN terkecuali yang diakui secara
tegas dan jelas;
2 Tentang Majelis Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Provinsi DKI Jakarta tidak menyebutkan Dasar atau Alasan untuk
mengabulkan Permohonan/ Gugatan dari Termohon Keberatan (Konsumen);
Bahwa dalam hal ini TERMOHON KEBERATAN memberikan tanggapan sebagai
berikut :
PEMOHON KEBERATAN tidak cermat dalam membaca Putusan Arbitrase
BPSK, dasar atau alasan Majelis Arbitrase BPSK sudah dimasukkan secara jelas
dalam Putusan Arbitrase No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015 yang dituangkan dalam
Pertimbangan Majelis Arbitrase halaman ke-2 (dua) dan ke-3 (tiga) Putusan Aquo
(Tentang DUDUK PERKARA dan TENTANG HUKUMNYA).
3 Tentang PEMOHON KEBERATAN tidak bertanggung jawab atas
Hilangnya Barang Bawaan Penumpang;
Bahwa dalam hal ini TERMOHON KEBERATAN memberikan tanggapan sebagai
berikut;
Bahwa dalil-dalil yang disampaikan PEMOHON KEBERATAN masuk dalam Pokok
Perkara yang sebenarnya sudah disampaikan dalam Tanggapannya terhadap
Permohonan TERMOHON KEBERATAN di BPSK, namun demikian apa yang
didalilkan oleh PEMOHON KEBERATAN tersebut tidak relevan dengan Kronologis
yang disampaikan TERMOHON KEBERATAN (d/h Pemohon), karena kejadian
kehilangan uang yang menimpa TERMOHON KEBERATAN sudah TERMOHON
KEBERATAN permasalahkan sebelum pesawat mendarat, dan seharusnya kehilangan
tersebut dapat dicegah oleh Pihak PEMOHON KEBERATAN namun tidak
dilakukan oleh PEMOHON KEBERATAN, sebagaimana dapat TERMOHON
KEBERATAN sampaikan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
i Pada hari Jumat tanggal 15 Mei 2015, konsumen memulai
perjalanan dari Jenewa menuju Jakarta dengan penerbangan
Qatar pada pukul 16.00 waktu setempat dan sempat delay karena
cuaca buruk selama satu jam di dalam pesawat untuk kemudian
pesawat terbang menuju DOHA, Qatar. Setelah tiba, konsumen
transit di DOHA untuk kemudian melanjutkan perjalanan dengan
QR 956 pada pukul 02.20 waktu setempat menuju Jakarta;
ii Di dalam perjalanan konsumen membawa di dalam tas
konsumen sebuah jam Rolex GMT Master II warna biru
hitam lengkap dengan kartu garansi dan uang tunai di dalam
agenda senilai US 8.500.00 (delapan ribu lima ratus dolar
amerika) dengan pecahan 100, 50, 20, 10, yang konsumen
letakkan di dalam amplop money changer korea dengan
motif dan warna putih serta ada aksen garis biru dibawah.
Dan beberapa uang pecahan 1 dollar. Di dalam tas tersebut
juga terdapat dompet berisikan uang tunai senilai pecahan
besar Rp 3.200.000,-(tiga juta dua ratus ribu rupiah) ditambah
beberapa lembar pecahan 50 ribu, 10 ribu, 5 ribu dan 2 ribu
rupiah, serta uang sebesar CHF 50 dengan empat nomor seri
terakhir 3774 yang konsumen simpan selalu di dalam dompet
bersamaan dengan pecahan rupiah;
iii Ketika pesawat mulai descend (turun ketinggian) di daerah
wilayah Indonesia dan lampu dinyalakan, konsumen
melakukan pengecekan atas jam tangan konsumen dan
menemukan jam tangan konsumen sudah hilang. Lalu
konsumen melaporkan kepada kru kabin dan mereka
melakukan kontak kepada kapten dan kapten melakukan
kontak kepada ground. Di dalam kabin tersebut, kru
kemudian mengambil foto atas jam konsumen yang hilang
dan
disarankan agar konsumen kembali ke tempat duduk. Namun, ketika konsumen
kembali ke tempat duduk, konsumen temukan jam konsumen tergeletak diatas tas
begitu saja dan kembali konsumen melaporkan kepada kru kabin.;
iv Dengan rasa curiga kemudian konsumen mengecek
keberadaaan barangnya yang lain dan mengetahui bahwa
uang konsumen yang disimpan dalam amplop sudah diambil
11
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan uang milik konsumen yang lainnya di dalam dompet
sudah hilang. Konsumen kemudian melaporkan kembali ke
kru kabin dan meminta dilakukan pemeriksaan kepada
penumpang sebelum penumpang turun. Kemudian kru
kabin menghubungi kapten dan konsumen dijelaskan bahwa
kru kabin tidak memiliki kewenangan untuk melakukan
pemeriksaan dan airport security yang akan naik dan
melakukan pemeriksaan. Konsumen tegaskan apakah
Indonesian National Police will be on board ? (Kepolisian
Republik Indonesia akan naik ke pesawat untuk
memeriksa?), mereka jawab iya dan konsumen disarankan
untuk tenang dan kembali duduk;
v Namun, setelah pesawat mendarat, seluruh penumpang
dipersilahkan turun. Dan entah bagaimana cara mereka
menemukan pelaku, kemudian satu orang penumpang yang
ditahan atas kecurigaan petugas security bandara. Ketika
konsumen tanyakan kepada ground crew yang bertugas
kenapa seluruh penumpang dilepaskan karena sebelumnya
konsumen sudah meminta dilakukan pemeriksaan sebelum
turun, pihak ground (petugas darat) menanyakan kembali
apakah konsumen memiliki penumpang yang dicurigai.
Konsumen kemudian memberikan jawaban bahwa karena
konsumen tidak memiliki orang yang dicurigai, maka
konsumen meminta pemeriksaaan kepada seluruh
penumpang. Namun secara mengejutkan, jawaban/ respon
dari ground crew (Petugas darat) adalah tidak etis jika
dilakukan pemeriksaan tanpa adanya orang yang
dicurigai dan konsumen harus berempati kepada
penumpang yang sudah lelah, kemudian mereka
melepaskan seluruh penumpang tanpa adanya
pemeriksaan sebagaimana yang dijanjikan sebelumnya
oleh pihak kru kabin ketika masih didalam pesawat,
kecuali satu orang yang ditahan atas kecurigaan security
bandara dan petugas darat dari PEMOHON
KEBERATAN;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
vi Akibat dari tindakan tersebut, konsumen kehilangan
kesempatan untuk menemukan kembali Uang milik
Konsumen yang pasti berada di dalam pesawat dan/atau
melakukan pembuktian perpindahan tangan dari uang yang
konsumen miliki karena para tersangka sudah keluar dari
pesawat tanpa dilakukan pemeriksaan apapun;
4 Bahwa sebagaimana yang telah TERMOHON KEBERATAN sampaikan
pada poin 3(tiga) diatas, Keberatan yang disampaikan oleh PEMOHON
KEBERATAN dalam poin 4 (empat) yaitu:
“Tentang Peraturan dan Perundang-undangan yang berlaku di indonesia dalam
Bidang atau mengenai Penerbangan tidak memberi Hak Kepada Konsumen untuk
Menuntut Ganti Rugi kepada Penerbangan atas hilang atau rusaknya Barang
Bawaan Penumpang”
Maka jelas keberatan tersebut tidak relevan/ berhubungan dengan kejadian kehilangan
barang yang dialami oleh TERMOHON KEBERATAN dimana seharusnya
kehilangan yang menimbulkan kerugian bagi TERMOHON KEBERATAN
dapat dicegah oleh PEMOHON KEBERATAN namun tidak dilakukan oleh
PEMOHON KEBERATAN. Karenanya sesuai yang TERMOHON
KEBERATAN sampaikan sesuai dalam poin 3 dan 4 ini mutlak adalah
kesalahan dan yang menjadi tanggung jawab PEMOHON KEBERATAN;
5 Tentang Biaya Advokat tidak dapat dibebankan oleh BPSK DKI Provinsi
DKI Jakarta terhadap PEMOHON KEBERATAN;
Dalam hal ini PEMOHON KEBERATAN tidak cermat dalam mendalilkan (salah
kaprah), karena dalam poin 5(lima) PEMOHON KEBERATAN memasukkan dasar
hukum yang keliru sebagaimana yang tercantum dalam halaman 8(delapan) alinea
terakhir yaitu Pasal 182 HIR yang mengatur mengenai biaya dan bukan Kerugian yang
dialami oleh TERMOHON KEBERATAN;
Bahwa dalam Putusan Arbitrase BPSK, Majelis Arbitrase sudah tepat mengabulkan
Biaya Jasa Hukum Pengacara/ Advokat sebagai kerugian yang dialami oleh
TERMOHON KEBERATAN sebagaimana diatur dalam Pasal 183 HIR;
6 Bahwa dari apa yang telah TERMOHON KEBERATAN uraikan diatas,
kembali TERMOHON KEBERATAN tegaskan kejadian kehilangan barang
yang dialami oleh TERMOHON KEBERATAN dimana seharusnya
kehilangan yang menimbulkan kerugian bagi TERMOHON
KEBERATAN dapat dicegah oleh PEMOHON KEBERATAN namun
13
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
tidak dilakukan oleh PEMOHON KEBERATAN. Karenanya sesuai
yang TERMOHON KEBERATAN sampaikan sesuai dalam poin 3 dan
4 diatas. Kerugian yang dialami oleh
TERMOHON KEBERATAN mutlak adalah kesalahan dan yang menjadi
tanggung jawab PEMOHON KEBERATAN, karena dengan tidak dilakukannya
pemeriksaan terhadap seluruh penumpang ketika mendarat sebagaimana sesuai dengan
permintaan TERMOHON KEBERATAN dan telah dijanjikan oleh Kru kabin sebagai
pegawai dari PEMOHON KEBERATAN pada saat pesawat belum mendarat,
mengakibatkan kerugian bagi TERMOHON KEBERATAN;
Justru yang terjadi ketika pesawat mendarat, hanya dilakukan penggeledahan atas satu
penumpang yang dicurigai oleh Security Bandara dan Kru darat dari PEMOHON
KEBERATAN berdasarkan petunjuk dari Kru darat yang mengatakan bahwa
biasanya yang melakukan pencurian didalam pesawat adalah warga negara dari
China, dan memang benar faktanya ditemukan beberapa lembar uang (tetapi tidak
keseluruhan) yang konsumen kenali sebagai milik konsumen karena salah satunya
adalah mata uang CHF (Swiss Franc) 50 edisi khusus;
Di dalam pemeriksaan kepolisian, yang bersangkutan tidak bisa menjelaskan secara
jelas jumlah uang yang dibawa dan asal uang yang didapatkan. Dengan berdasar
laporan kepolisian (konsumen sudah sampaikan ke kantor Qatar), maka polisi
berketetapan bahwa yang bersangkutan adalah tersangka tindak pidana pencurian
internasional yang sudah beberapa kali beraksi di pesawat Qatar. Dan penetapan
tersangka pada saat itu dan akhirnya Terpidana, ini menunjukkan bahwa telah terjadi
perpindahan atas barang milik konsumen diatas pesawat Qatar Airways dengan nomor
penerbangan QR956;
Bahwa kemudian yang menjadi pertanyaan adalah, Bagaimana mungkin pihak Kru
darat dari PEMOHON KEBERATAN bisa dengan mudahnya menunjuk salah satu
penumpang dari ratusan penumpang yang ada pada saat penerbangan tersebut sebagai
pelaku? Dan memang benar bahwa penumpang yang ditunjuk tersebut memang pelaku
dari tindak pidana pencurian tersebut. Hal ini jelas sekali bukan merupakan kebetulan,
akan tetapi pihak PEMOHON KEBERATAN sudah mengetahui adanya kelompok/
orang-orang yang biasa melakukan pencurian diatas pesawat PEMOHON
KEBERATAN. Sehingga sudah sepatutnya apabila permintaan TERMOHON
KEBERATAN yang juga telah disetujui dan dijanjikan oleh Kru kabin PEMOHON
KEBERATAN untuk pemeriksaan seluruh penumpang dilakukan, maka seluruh uang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
TERMOHON KEBERATAN yang hilang dapat ditemukan dan kemungkinan pelaku
lainnya dapat diketahui;
Pasal 1 angka 8 Keputusan Menperindag nomor 350/ MPP/ Kep/12/ 2001 tentang
pelaksanaan Tugas dan wewenang BPSK, pengertian sengketa konsumen adalah
sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran dan atau yang menderita akibat mengkonsumsi barang
dan atau memanfaatkan jasa, sehingga jelas Konsumen sebagai pemilik Tas dan
barang berharga harus menjaga dengan baik barang bawaan di kabin pesawat
namun hak Konsumen dalam memanfaatkan Jasa Penerbangan adalah
Keamanan dan Keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/ atau jasa;
Berdasarkan alasan dan pertimbangan hukum sebagaimana yang telah dikemukakan
diatas, untuk itu Mohon kiranya Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili
perkara ini untuk berkenan memberikan Putusan sebagai berikut :
Dalam Pokok Perkara
1 Menolak keberatan dari PEMOHON KEBERATAN untuk seluruhnya;
2 Menguatkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi
DKI Jakarta No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015;
3 Menghukum PEMOHON KEBERATAN untuk membayar biaya yang timbul dalam
perkara ini;
Atau:
Apabila Majelis Hakim yang Terhormat berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-
adilnya;
Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon Keberatan mengajukan bukti-bukti
sebagai berikut:
1 (PK-1) Pasal 143 Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 tahun 2009 tentang
Penerbangan.
“Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya
bagasi kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya”;
2 (PK-2) Nilai Kurs Mata Uang Asing pada Bank Indonesia tanggal 15 Mei 2015;
3 (PK-3) Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang No. 8 tahun 2010 Tentang Pencegahan
dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang;
“Setiap orang yang membawa uang tunai dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang
asing dan/atau instrumen pembayaran lain dalam bentuk cek, cek perjalanan, surat
sanggup bayar atau bilyet giro paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
15
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean Indonesia
wajib memberitahukannya kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.”;
4 (PK-4) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor: PM 77 tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;
Pasal 4 ayat (1)
“Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau rusaknya
barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut
disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang yang dipekerjakannya”;
5 (PK-5) Ketentuan Mengenai Barang Bawaan Yang Berlaku pada Pemohon
Keberatan berdasarkan pada Pasal 9 angka 12 (http://www.qatarairways.com/
global/en/conditions-of-carriage.page) tentang barang bawaaan Barang pribadi:
"Kami (Qatar Airways) tidak akan bertanggung jawab atas kerugian dan atau
kehilangan atau kerusakan dari setiap barang pribadi Anda karena Anda
meninggalkannya tanpa pengawasan di pesawat dan atau di properti kami, fasilitas
bandara atau kendaraan yang kami gunakan”;
6 (PK-6) Pasal 20 Ketentuan Konvensi Montreal (Montreal Convention) Tentang
Pembebasan dari Tuntutan;
“Jika perusahaan transportasi membuktikan bahwa kerugian disebabkan atau
dikontribusikan oleh kelalaian atau tindakan yang salah lainnya atau kesalahan dari
orang yang mengklaim kompensasi atau dari orang yang berhak, perusahaan
transportasi harus sepenuhnya atau sebagian dibebaskan dari kewajibannya kepada
penggugat sepanjang bahwa kelalaian atau tindakan yang salah atau kesalahan tersebut
yang menyebabkan atau berkontribusi untuk kerugian tersebut. Ketika kompensasi
dengan alasan kematian atau cedera dari penumpang diklaim oleh orang lain selain
penumpang, perusahaan transportasi juga harus sepenuhnya atau sebagian dibebaskan
dari kewajibannya sepanjang bahwa perusahaan transportasi membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan atau dikontribusikan oleh kelalaian atau tindakan yang
salah lainnya atau kesalahan dari penumpang tersebut. Pasal ini berlaku untuk semua
ketentuan tanggung jawab dalam Konvensi ini, termasuk ayat 1 dari Pasal 21”;
7 (PK-7) Pasal 18 Konvensi Warsawa (Warsawa Convention) Tentang Tanggung
Jawab Pengangkut (Penerbangan);
“Perusahaan transportasi bertanggung jawab atas kerugian yang diderita jika ada
pembongkaran atau kehilangan dari, atau atas kerusakan dari, setiap bagasi atau setiap
barang yang terdaftar, jika kejadian yang menyebabkan kerusakan terjadi berlangsung
selama pengangkutan melalui udara. 2. Pengangkutan melalui udara dalam arti ayat
sebelumnya yaitu pada saat selama bagasi atau barang-barang menjadi tanggung jawab
dari perusahaan transportasi, apakah di bandara atau di atas pesawat, atau, dalam hal
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pendaratan di luar bandara, di tempat manapun. 3. Pada saat pengangkutan melalui
udara tidak mencakup untuk setiap pengangkutan melalui darat, laut atau sungai yang
dilakukan di luar bandara. Namun, jika pengangkutan tersebut terjadi pada saat
pelaksanaan kontrak untuk pengangkutan melalui udara, untuk tujuan pemuatan,
pengiriman atau pemindahan dari satu alat pengangkut ke alat pengangkut lain, setiap
kerusakan yang diduga, tunduk pada bukti yang lain, telah menjadi akibat dari suatu
peristiwa yang berlangsung selama pengangkutan melalui udara”;
8 (PK-8) Buku Komentar HIR yang disusun oleh Mr. R. Tresna tahun 1996;
Pasal 182 HIR hal menghukum ongkos hanya boleh dikenakan sampai:
1 Ongkos kantor panitera pengadilan dan ongkos meterai, yang perlu dipakai dalam
perkara itu;
2 Ongkos saksi, orang ahli atau juru bahasa, terhitung ongkos sumpah mereka itu,
dengan pengertian bahwa pihak yang minta supaya diperiksa lebih dari lima orang
saksi tentang satu kejadian itu juga, tiada boleh menuntut bayaran penyaksian yang
lebih itu kepada lawannya;
3 Ongkos pemeriksaan setempat dan perbuatan hakim lain;
4 Gaji pejabat yang diruh melakukan panggilan, Pemberitahuan dan segala surat juru
sita yang lain;
5 Ongkos yang tersebut pada pasal 138, ayat ke enam;
6 Gaji yang harus dibayar kepada panitera pengadilan atau penjabat lain karena
menjalankan putusan hakim; semuanya itu menurut peraturan dan tarip yang telah
ada atau yang akan ditetapkan kemudian oleh Gubernur Jenderal dan jika tiada,
menurut taksiran ketua;
9 (PK-9) Buku Hukum Acara Perdata tulisan Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.
terbitan Liberty Yogyakarta, tahun 1988, hal. 16.;
Menimbang, bahwa terhadap surat-surat bukti Pembanding/Pemohon keberatan
tersebut telah dicocokan dengan aslinya dan ternyata untuk bukti PK-1, PK-2, PK-3, PK-5,
PK-6, PK-7 dan PK-8 sesuai dengan aslinya sedangkan PK-4 tidak ada aslinya;
Menimbang, bahwa Pemohon Keberatan mengajukan saksi-saksi yang pada
pokoknya memberikan keterangan sebagai berikut;
Saksi Muh. Mirrzal Adlani Siregar di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut:
• Saksi adalah karyawan dari PT Jasa Angkasa Semesta;
• Saksi bekerja di PT Jasa Angkasa Semesta semenjak 2012;
• Bahwa saksi mengetahui adanya laporan dari penumpang mengenai kehilangan
karena ada pemberitahuan dari kantor pusat Qatar;
17
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Bahwa keluhan penumpang sudah ditangani sesuai dengan prosedur yang berlaku di
Qatar.
• Penanganan pengaduan Leo Mualdi sudah ditangani sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di Qatar;
• Informasi dari kantor pusat Qatar bahwa ada penumpang yang melaporkan tentang
kehilangan barang;
• Atas adanya laporan kehilangan barang dalam pesawat, penumpang tidak
diperkenankan untuk segera keluar begitu mendarat di Cengkareng;
• Petugas darat menahan penumpang kurang lebih antara 5 sampai 10 menit;
• Qatar sudah menanyakan kepada penumpang mengenai apakah ada orang yang
dicurigai. Leo Mualdi mengemukakan tidak ada penumpang yang dicurigai;
• Leo Mualdi meninggalkan pesawat karena merasa tidak ada penumpang untuk
dicurigai untuk diperiksa;
• Karena tidak ada penumpang yang dicurigai dan Leo Mualdi telah meninggalkan
pesawat lebih dahulu daripada penumpang lainnya kemudian penumpang
diperkenankan meninggalkan/keluar pesawat;
• Atas laporan/pengaduan dari Leo Mualdi, Qatar tidak membiarkan pengaduan
begitu saja;
• Pengaduan ini kemudian diserahkan kepada keamanan bandara;
• Keamanan bandara kemudian melakukan pengecekan terhadap salah satu
penumpang yang dicurigai;
• Atas pengecekan terhadap salah satu penumpang, ditemukan uang dollar sebanyak
US $700 (tujuh ratus Dolar Amerika Serikat) dan uang Rupiah sebanyak kurang
lebih 3 juta Rupiah. Di dalam lipatan Dolar Amerika Serikat ditemukan uang Franc
Swiss sebanyak 1 lembar dengan nilai 50 Franc Swiss.
• Akan tetapi, di dalam pemeriksaan tidak ada ditemukan uang sebanyak 8.500 dolar
Amerika Serikat;
• Dugaan mengenai hilangnya uang tidak bisa langsung ditangani oleh keamanan
bandara karena masalah kewenangan;
• Atas peristiwa mengenai dugaan kehilangan uang, saksi bersama dengan keamanan
bandara melaporkan peristiwa tersebut kepada polisi bandara;
• Setelah diserahkan kepada polisi bandara kemudian polisi menyerahkannya kepada
Polres Cengkareng;
• Perkara ini juga sudah disidik dan diperiksa oleh Polisi serta telah dilimpahkan oleh
Kejaksaan Negeri Tangerang kepada Pengadilan Negeri Tangerang;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Saksi juga telah diperiksa di Pengadilan Negeri Tangerang;
• Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tangerang, jumlah uang yang dijadikan
sebagai barang bukti dalam persidangan berjumlah 700 dolar Amerika Serikat
bukan 8.500 dolar Amerika Serikat.Perkara ini juga telah diputus oleh Pengadilan
Negeri Tangerang dengan amar putusannya adalah penumpang yang dicurigai
dinyatakan bersalah;
• Sejak saksi bekerja di PT Jasa Angkasa Semesta dari tahun 2009 baru kali ini saksi
mengetahui ada peristiwa pencurian di Qatar Airways;
Saksi Eviv Asharyanto di bawah sumpah menerangkan sebagai berikut:
• Saksi bekerja di Qatar sejak tahun 2012 pada bagian airport service agent;
• Pekerjaan yang ditangani saksi adalah menangani keluhan penumpang yang hendak
naik pesawat dan penumpang yang hendak turun pesawat;
• Setiap keluhan dari penumpang selalu ditangani sesuai dengan prosedur;
• Jika tidak ada laporan atau keluhan dari penumpang, Qatar tidak akan menahan
penumpang untuk turun dari pesawat;
• Namun bila ada keluhan dari penumpang maka seluruh penumpang tidak
diperkenankan keluar pesawat. Penumpang ditahan dahulu untuk sementara waktu
sampai keluhan penumpang ditangani;
• Dalam perkara ini, ada pemberitahuan dari kantor pusat Qatar yang melaporkan
mengenai adanya kehilangan barang di pesawat 30 menit sebelum pesawat
mendarat;
• Dalam laporan ke Qatar Head Office, tidak ada laporan mengenai kehilangan uang
melainkan laporan mengenai kehilangan barang;
• Atas informasi dari Qatar Head Office kemudian petugas di bandara menyiapkan
personil dari Qatar sendiri dan juga dari PT Jasa Angkasa Pura;
• Begitu pesawat mendarat, penumpang tidak segera diperbolehkan keluar;
• Petugas darat dan awak kabin mengadakan koordinasi;
• Setelah petugas darat berkordinasi dengan awak kabin, kemudian penumpang yang
melaporkan kehilangan dipanggil untuk diajukan pertanyaan apakah ada orang yang
dicurigai?;
• Bila ada orang yang dicurigai maka orang yang dicurigai tersebut akan diajukan
pemeriksaan;
• Bila tidak ada orang yang dicurigai maka tidak akan diajukan pemeriksaan;
• Loe Mualdi mengatakan tidak ada orang yang dicurigai;
19
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
• Karena tidak ada penumpang yang dicurigai maka penumpang diperbolehkan turun
dari pesawat;
• Setelah penumpang turun, Qatar tidak membiarkan penumpang tanpa pengontrolan.
Qatar melakukan pengawasan/pengontrolan sampai penumpang keluar dari bandara.
Qatar menempatkan orang untuk mengawasi gerak gerik penumpang;
• Setelah penumpang turun, saksi melakukan pemeriksaan terhadap sudut ruangan
pesawat. Tujuan saksi adalah untuk melakukan pengecekan terhadap sudut ruangan
agar memastikan bahwa tidak ada barang milik penumpang yang tertinggal di
dalam pesawat;
• Setelah melakukan pengecekan di dalam pesawat, saksi tidak menemukan ada
barang penumpang yang ketinggalan di dalam pesawat;
• Menurut pengetahuan saksi bahwa kejadian pencurian di Qatar baru sekali terjadi;
• Yang bertanggung jawab terhadap bagasi kabin adalah penumpang bukan maskapai
penerbangan;
• Saksi tidak ikut menghantarkan penumpang ke Polres Cengkareng;
Menimbang, bahwa Termohon Keberatan mengajukan bukti-bukti surat sebagai
berikut :
1 (Bukti K-1) Dokumen Penarikan Uang (Withdrawal) dari Bank UBS di Jenewa
sebesar USD 12.500.- Tanggal 12 Mei 2015 (ASLI);
2 (Bukti K- 2) Dokumen Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti di Kepolisian Bulan
Mei 2015 (sesaat setelah kejadian) (ASLI);
3 (Bukti K-3) a Artikel Harian Cetak KOMPAS tanggal 21 September 2015
“Kriminalitas – Maling di dalam Pesawat Makin Marak” (ASLI);
Bukti K – 3 b Artikel Harian Cetak KOMPAS tanggal 23 September 2015
“OTORITAS RI Miliki Wewenang” (ASLI);
4 (Bukti K-4) Artikel Media elektronik DETIK.COM tanggal 21 september 2015 “4
WN China diduga komplotan Copet di Pesawat masih diperiksa Intensif” (ASLI);
5 (Bukti K-5) Artikel Media elektronik NTMCPOLRI.info tanggal 22 September
2015 “Polisi Ringkus 4 WNA Komplotan Pencopet di Atas Pesawat” (ASLI);
6 (Bukti K-6) Surat Keterangan Domisili Termohon Keberatan tanggal 5 Agustus
2015 (SCAN COPY DARI ASLI);
7 (Bukti K-7) Surat Tanda Penerimaan Laporan Pengaduan Kepolisian di RESOR
KOTA BANDARA (ASLI);
8 (Bukti K-8) Surat Tanda Penerimaan BOARDING PASS Pesawat Qatar 956
DOHA a.n TERMOHON (ASLI);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
9 (Bukti K-9) Salinan Putusan Arbitrase BPSK No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015
Tanggal 10 Desember 2015 (ASLI);
Menimbang, bahwa terhadap surat-surat bukti Termohon Keberatan tersebut telah
dicocokan dengan aslinya dan ternyata untuk bukti K-1, K-2, K-3a, K-3b, K-4, K-7, K-8
dan K-9 sesuai aslinya sedangkan K-5 dan K-6 tidak ada aslinya;
Menimbang, bahwa selanjutnya para pihak tidak mengajukan bukti apa-apa lagi
selanjutnya para pihak mengajukan kesimpulan;
Menimbang, bahwa selanjutnya para pihak tidak mengajukan apa-apa lagi dan
mohon putusan;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat putusan ini, segala sesuatu yang terjadi di
persidangan dan termuat dalam Berita Acara Persidangan menjadi satu kesatuan yang tidak
terpisah dengan putusan ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA :
Menimbang, bahwa keberatan Pemohon Keberatan sebagaimana terurai diatas;
Menimbang, bahwa keberatan Pemohon Keberatan didasarkan atas Putusan BPSK
No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015 yang pada pokoknya sebagai
berikut:
• Mengabulkan sebagian Permohonan/Gugatan Konsumen;
• Kerugian ditanggung kedua belah pihak masing-masing 50% (Lima puluh per
seratus);
• Menolak biaya hidup Konsumen, selama cuti 2 (dua) minggu di Jakarta sebesar Rp.
15.000.000,- (lima belas juta rupiah);
• Mengabulkan jasa Hukum Pengacara sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta
rupiah);
• Menghukum Tergugat (Qatar Airways) membayar 50% dari kehilangan uang
sebesar 8.500,- US Dolar, Rp. 3.200.000,- dan 50 Swis Franc ditambah jasa hukum
pengacara sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah);
Menimbang, bahwa di persidangan Pemohon Keberatan telah mengajukan bukti-bukti
surat yaitu PK-1 sampai dengan Pk-9 sebagaimana tersebut diatas dan Termohon
Keberatan telah mengajukan bukti-bukti surat yaitu K-1 sampai dengan K-9 sebagaimana
tersebut diatas;
Menimbang, bahwa terhadap surat-surat bukti yang diajukan kedua belah pihak
sebagaimana tersebut diatas, Majelis Hakim hanya akan mempertimbangkan yang relevan
dengan perkara ini;
Menimbang, bahwa sebelum masuk kepada pokok perkara, secara tegas dalam pasal 3
huruf e Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan
21
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bahwa untuk menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Termohon Keberatan semula adalah Penggugat
pada tingkat BPSK merasa dirugikan oleh Pelaku Usaha yaitu Pemohon Keberatan semula
Tergugat;
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti tertulis yang diajukan Pemohon Keberatan yaitu
PK-1 berupa 4 undang-undang Transportasi dalam pasal 143, PK-4 berupa Permenhub No.
PM77 tahun 2011 pasal 4, PK-5 berupa ketentuan yang berlaku di Qatar Airways mengenai
barang bawaan penumpang pesawat, pada pokoknya mengatur tentang resiko bagi
penumpang yang kehilangan barangnya;
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti tertulis yang diajukan Termohon Keberatan yaitu
berupa Laporan Polisi tertanggal Mei 2015(K-2), surat ditujukan kepada BPSK dari pihak
korban(Penggugat semula) (K-6), Surat Laporan kehilangan pada polisi oleh (Penggugat
semula) (K-7) dan (K-8) yang pada pokoknya bukti-bukti Termohon Keberatan kehilangan
barang-barang berupa uang didalam pesawat Qatar Airways dalam perjalanan dari Doha ke
Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta;
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti surat Pemohon Keberatan tersebut diatas dan
bukti-bukti surat Termohon Keberatan tersebut diatas Majelis Hakim selanjutnya akan
mempertimbangkan apakah Termohon Keberatan yang semula di tingkat BPSK sebagai
Tergugat harus bertangung jawab atas kehilangan barang berupa uang milik penumpang
yaitu Termohon Keberatan yang semula di tingkat BPSK sebagai Penggugat atau
sebaliknya bahwa resiko kehilangan merupakan tanggung jawab penumpang sebagaimana
didalilkan oleh Pemohon Keberatan;
Menimbang, bahwa dari bukti-bukti surat yang diajukan pihak Pemohon Keberatan
pada pokoknya bersandarkan pada suatu perjanjian, dimana pihak pelaku usaha dalam hal
ini Qatar Airways melepaskan tanggung jawab atas resiko yang ditanggung penumpang,
dimana setiap barang yang hilang atau rusak adalah merupakan tanggung jawab
penumpang itu sendiri;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan Pemohon Keberatan tentang kerugian yang
diderita pihak konsumen/Termohon Keberatan, Majelis Hakim berpendapat bahwa oleh
karena masalah pokok dalam permohonan ini tentang keberatan menyangkut biaya jasa
pengacara yang dipergunakan pihak Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK
maka Majelis Hakim sependapat dengan Putusan BPSK Propinsi DKI Jakarta No.006/A/
BPSK-DKI/XII/2015 tertanggal 10 Desember 2015 yang mana kerugian yang dialami
pihak Termohon Keberatan ditanggung masing-masing 50% (lima puluh persen) oleh
Pemohon Keberatan dan 50% ditanggung Termohon Keberatan, hal tersebut dipandang
Majelis Hakim adalah putusan yang tepat dan adil;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Putusan BPSK Propinsi DKI Jakarta No.006/A/BPSK-DKI/
XII/2015 diberitahukan kepada Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat BPSK pada
tanggal 28 Desember 2015 sebagaimana terlampir;
Menimbang, bahwa walaupun pada awalnya Pemohon Keberatan menerima Putusan
BPSK sebagaimana terlampir dan telah ditandatangani pihak Qatar Airways/Pemohon
Keberatan bukan berarti Putusan BPSK tersebut serta merta inkraght/Berkekuatan Hukum
Tetap karena walaupun putusan tersebut telah dinyatakan oleh salah satu/kedua pihak yang
bersengketa, akan tetapi sikap tersebut masih diperbolehkan berubah dalam tenggang
waktu 14(empat belas) hari;
Menimbang, bahwa dari bukti lampiran lembar kedua ternyata pihak Qatar Airways/
Pemohon Keberatan telah mengajukan penolakan putusan pada tanggal 4 Januari 2016 dan
pada tanggal tersebut masih ada tenggang waktu 14(empat belas) hari, maka keberatan
tersebut haruslah dikabulkan;
Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati keberatan Pemohon
Keberatan pada pokoknya menyangkut tentang Jasa Pengacara pihak Termohon Keberatan/
Penggugat pada tingkat BPSK yang harus dipikul pihak Pemohon keberatan/Tergugat pada
tingkat BPSK;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan Pemohon Keberatan tentang Jasa Pengacara
tersebut Majelis Hakim akan mempertimbangkan sebagai berikut:
Menimbang, bahwa tentang memanfaatkan jasa pengacara untuk mendampingi
kepentingan hukum, baik dipersidangan atau diluar persidangan adalah merupakan hak dari
yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa oleh karena itu merupakan hak, maka hak tersebut boleh
dimanfaatkan juga boleh tidak dimanfaatkan, artinya jika yang bersangkutan
memanfaatkan maka yang bersangkutan berkewajiban untuk membayar jasa pengacara
tersebut, sebaliknya jika ia tidak memanfaatkan jasa pengacara maka ia tidak punya
kewajiban untuk membayar jasa pengacara tersebut;
Menimbang, bahwa atas dasar pilihan tersebut maka digunakan/dimanfaatkan atas
jasa pengacara tersebut merupakan pilihan dari yang bersangkutan, oleh karena itu
merupakan pilihan maka barang siapa yang memanfaatkan jasa pengacara tersebut
diharuskan untuk membayarnya dan tidak dapat dibebankan kepada pihak lain apalagi
pihak lawan, dengan demikian keberatan pihak Pemohon Keberatan/semula pada tingkat
BPSK sebagai Tergugat patut dikabulkan;
Menimbang, bahwa terhadap biaya hidup konsumen selama cuti 2(dua) minggu di
Jakarta sebesar Rp.15.000.000(lima belas juta), oleh karena Penggugat pada tingkat BPSK/
Termohon Keberatan tidak dapat membuktikan secara rinci tentang petitum tersebut,
Majelis Hakim sependapat dengan putusan BPSK yang menolak petitum tersebut;
23
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa oleh karena pokok permasalahan dalam perkara ini adalah
tentang Keberatan Pemohon mengenai biaya pengacara yang dipakai pihak Termohon
Keberatan/semula Penggugat pada tingkat BPSK dan mengenai pokok permasalahan telah
dikabulkan, maka terhadap biaya perkara yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada
pihak Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK, yang besarnya akan ditentukan
lebih lanjut dalam amar putusan dibawah ini;
Memperhatikan Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia No.01 tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen(BPSK)
dan ketentuan lain yang berhubungan dengan perkara ini;
Mengadili:
Membatalkan Putusan BPSK No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember
2015;
Mengadili Sendiri:
1 Mengabulkan keberatan Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat BPSK
Khususnya terhadap Biaya Pengacara;
2 Menghukum Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK untuk membayar
sendiri biaya pengacaranya sebesar Rp10.000.000,-(sepuluh juta rupiah);
3 Menolak biaya hidup Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK selama 2
(dua) minggu di Jakarta sebesar Rp.15.000.000,-(lima belas juta rupiah);
4 Menghukum Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat BPSK untuk mengganti
rugi kepada Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK sebesar 50% dari
kehilangan uang sebesar 8.500,- US Dollar, Rupiah Rp. 3.200.000,- dan 50 Swis
Franc;
5 Menghukum Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK untuk membayar
biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp.616.000,-(enam ratus enam
belas ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Barat pada hari: Rabu, tanggal 17 Februari 2016, oleh kami: Dr.DAHLAN
SINAGA,S.H.,M.H. sebagai Hakim Ketua, SARJIMAN, S.H.,M.Hum. dan LAMSANA
SIPAYUNG, S.H.,M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana
diucapkan pada hari Selasa, tanggal 23 Februari 2016 oleh Majelis tersebut dalam
persidangan yang terbuka untuk
umum, dibantu NUR IRFAN, S.H., Panitera Pengganti, dan dihadiri Kuasa Hukum
Pemohon Keberatan dan Kuasa Hukum Termohon Keberatan.
Hakim-hakim Anggota Ketua Majelis,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
SARJIMAN, S.H..M.Hum. Dr. DAHLAN SINAGA, S.H.,M.H.
LAMSANA SIPAYUNG, S.H.,M.H.
Panitera Pengganti,
NUR IRFAN, S.H.
Biaya-biaya :
PNBP Rp. 30.000,-
Proses perkaraRp. 75.000,-
Panggilan Rp. 500.000,-
Redaksi Rp. 5.000,-
Meterai Rp. 6.000,-
Jumlah Rp. 616.000,-
25
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
P U T U S A NNomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESAM A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada tingkat kasasi
memutus sebagai berikut dalam perkara antara:
QATAR AIRWAYS Q.C.S.C, berkedudukan di Qatar Airways
Tower, Airport Road, PO Box 22550, Doha, Qatar yang berkantor
Perwakilan di Lantai 38 Suite 3802, Grand Indonesia, Jalan M.H.
Thamrin, Nomor 1, Jakarta Pusat, diwakili oleh Sivaram Ramadas,
selaku Country Manager Indonesia, dalam hal ini memberi kuasa
kepada Ivan F. Baely, S.H.,L.L.M. dan kawan-kawan, Para
Advokat dan Konsultan Hukum pada Kantor Ivan Almaida Baely &
Firmansyah Law Firm, beralamat di Intiland Tower 9th Floor,
Jalan Jenderal Sudirman 32, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tanggal 1 Maret 2016;
Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan semula Tergugat;
L a w a n
LEO MUALDY CHRISTOFFEL, bertempat tinggal di Jalan Masjid,
Nomor 11, RT 002/RW 006, Kelurahan Pegadungan, Kecamatan
Kalideres, Jakarta Barat, dalam hal ini memberi kuasa kepada
Sabam, S.H., dan kawan, Advokat & Konsultan Hukum, yang
berkantor di Kantor H.I.S & Partner, beralamat di Jalan Raya Pos
Pengumben, Ruko Pos Pengumben, Nomor 34 D, Jakarta Barat,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 14 Maret 2016;
Termohon Kasasi dahulu Termohon Keberatan semula
Penggugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Pemohon Kasasi dahulu Pemohon Keberatan semula Tergugat telah
mengajukan keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.Jkt.Brt., tanggal 23 Februari
2015 yang amarnya sebagai berikut:
- Mengabulkan sebagian Permohonan/Gugatan Konsumen;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
- Kerugian ditanggung kedua belah pihak masing-masing 50% (lima puluh
per seratus);
- Menolak biaya hidup Konsumen, selama cuti 2 (dua) minggu di Jakarta
sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah);
- Mengabulkan jasa Hukum Pengacara sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah);
- Menghukum Tergugat (Qatar Airways) membayar 50% dari kehilangan uang
sebesar 8.500,- US Dolar, Rp3.200.000,00 dan 50 Swis Franc ditambah jasa
hukum pengacara sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
Bahwa, terhadap amar putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
tersebut, Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan di depan persidangan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Pengajuan Keberatan dari Pemohon Keberatan masih dalam tenggang
waktu yang ditetapkan oleh Peraturan Perundang Undangan.
Bahwa putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi
DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 diucapkan pada tanggal 10
Desember 2015;
Bahwa PSK Provinsi DKI Jakarta memberitahukan Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor
006/A/BPSK-DKI/XII/2015 kepada Pemohon Keberatan (Qatar Airways
Q.C.S.C.) tanggal 28 Desember 2015 (terlampir) Pemohon Keberatan telah
memberitahukan penolakan terhadap Putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-
DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015 kepada Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan
Penolakan Putusan Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) tanggal 4 Januari 2016; (terlampir).
Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan
Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Konsumen, bahwa keberatan
diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak Pelaku Usaha
atau Konsumen menerima Pemberitahuan putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK);
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 41 ayat (3) Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen bahwa Konsumen dan Pelaku Usaha
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
yang menolak putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),
dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri selambat-
lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK),
diberitahukan;
Dari ketentuan perundang undangan sebagaimana dikemukakan di atas,
waktu untuk mengajukan keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK), yang diajukan oleh Pemohon Keberatan
masih dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh perundang undangan
yang berlaku. Dengan demikian, dari segi formalitas pengajuan Keberatan
terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), upaya
pengajuan keberatan yang diajukan oleh Pemohon Keberatan pada
tempatnya untuk dikabulkan;
2. Majelis Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Provinsi DKI
Jakarta tidak menyebutkan dasar atau alasan untuk mengabulkan
permohonan/gugatan dari Termohon Keberatan (Konsumen);
Majelis Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Provinsi
DKI Jakarta dalam pertimbangan hukumnya halaman 3 antara lain
mengemukakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa maksud dan tujuan konsumen adalah sebagaimana
tersebut di atas;
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan,
majelis arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI
Jakarta, selanjutnya disebut Majelis, terlebih dahulu harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Apakah Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta berwenang untuk memeriksa dan
memutus permohonan konsumen selaku Penggugat?
Menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Pasal 52, salah satu tugas dan wewenang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) telah tegas diatur secara limitatif, yaitu:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen
dengan cara mediasi atau konsiliasi atau Arbitrase.
b. ..
c. …
d. .. dst
e.
f.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 8 Keputusan Memperindag Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Tugas dan Wewenang Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), pengertian sengketa
konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen.
Menimbang dan memperhatikan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan Undang Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta
Peraturan perundang lainnya yang berkenaan dengan perkara ini;
Menimbang bahwa kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) dibatasi oleh Undang-undang hanya menyelesaikan sengekta
berupa tuntutan material atau kerugian secara langsung”;
Dari pertimbangan hukum putusan Majelis Arbitrase Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta sebagaimana dikutip di atas, tidak
terlihat sama sekali alasan dari Majelis Arbitrase Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta untuk mengabulkan sebagian
gugatan atau permohonan dari Konsumen (Termohon Keberatan);
Dalam suatu putusan, seyogianyalah terlihat pertimbangan apa yang
dipergunakan oleh pihak sebagai acuan untuk sebelum sampai pada pendirian
untuk menerima atau menolak gugatan/permohonan. Di dalam setiap putusan,
yang penting bukan hanya amar putusan semata, akan tetapi yang juga tidak
kalah penting adalah dasar atau landasan dari amar tersebut;
Dalam jagad berpikir yang tertib, hal yang tidak pernah bisa diabaikan
adalah mengenai premis (landasan) yang menjadi dasar pengambilan
keputusan. Putusan tidak dapat diambil tanpa ada premis (pertimbangan)
yang mendasarinya. Memang dimungkinkan suatu putusan (kesimpulan)
tanpa ada pertimbangan. Namun putusan yang tidak disertai dengan
pertimbangan yang cukup, tentu tidak dapat dikategorikan sebagai putusan
yang baik;
Dalam putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI
Jakarta, majelis arbitrase mengemukakan bahwa mereka berwenang untuk
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
mengadili perkara arbitrase. Soal apakah Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) berwenang untuk menangani atau sengketa konsumen,
Pemohon Keberatan tidak mempersoalkannya yang dipermasalahkan oleh
Pemohon Keberatan adalah pertimbangan untuk menerima sebagian
gugatan atau permohonan dari Termohon Keberatan. Majelis arbitrase juga
tidak merujuk aturan atau kepatutan mana yang mereka pergunakan
sebagai titian untuk sampai pada pendirian mengabulkan permintaan dari
Termohon Keberatan;
Oleh karena Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Provinsi
DKI Jakarta tidak menyebutkan alasan untuk mengabulkan tuntutan dari
Termohon Keberatan, putusan dari Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) DKI Jakarta adalah putusan yang minim atau putusan yang tidak ada
pertimbangan. Sesuai dengan hukum, bahwa setiap putusan yang tidak ada
pertimbangan pada tempat untuk ditolak atau diabaikan seluruhnya;
3. Pemohon Keberatan tidak bertanggung jawab atas hilangnya barang
bawaan penumpang;
Mengenai tanggung jawab dari Pemohon Keberatan terhadap
barang bawaan dari penumpang selaku pengangkut hal ini diatur dalam
Condition of Carriage Section pada Article 9 point 12
(http://www.qatarairways.com/global/en/conditions-of-carriage.page), yang
berbunyi sebagai berikut:
Personal Belongings:
“We will not accept liability for damage to and or loss or destruction of any of
your personal property in consequence of your leaving it unattended in any
of our aircraft and or in any property, airport facilities or vehicles we use.”
Terjemahannya
Ketentuan Tentang Barang Bawaan, Pasal 9 butir 12;
Barang pribadi:
"Kami tidak akan bertanggung jawab atas kerugian dan atau kehilangan
atau kerusakan dari setiap barang pribadi Anda karena Anda
meninggalkannya tanpa pengawasan di pesawat dan atau di properti kami,
fasilitas bandara atau kendaraan yang kami gunakan;
Dari ketentuan mengenai barang bawaan penumpang sebagaimana
dikemukakan di atas, Pemohon Keberatan telah memberitahukan kepada
setiap dan seluruh penumpang untuk menjaga sendiri barang bawaannya
agar tidak hilang atau terhindar dari kerusakan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
Pemohon Keberatan sudah memberitahukan kepada setiap konsumennya
bahwa atas adanya kehilangan barang bawaan yang tidak termasuk ke
dalam bagasi terdaftar adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri.
Dalam hal atau bilamana terjadi kehilangan atau kerusakan atas
barang bawaan selama dalam penerbangan, setiap penumpang (termasuk
didalamnya Termohon Keberatan) tidak berhak untuk menuntut atau
meminta kerugian atas hilang, rusak atau berkurangnya barang bawaan
terhadap Pemohon Keberatan. Bila ingin barang bawaan mendapat ganti
rugi apabila hilang atau rusak, Pemohon Keberatan sudah memberitahukan
kepada penumpang agar barang dimasukkan ke dalam bagasi terdaftar;
Dengan rumusan atau ketentuan sebagaiman dikemukakan di atas, cukup
alasan untuk menolak seluruh tuntutan dari Termohon Keberatan atas
hilangnya barang milik Termohon Keberatan;
4. Peraturan dan Perundang Undangan di Indonesia Dalam Bidang atau
Mengenai Penerbangan Tidak Memberi Hak Kepada Konsumen Untuk
Menuntut Ganti Rugi kepada Penerbangan Atas Hilang Atau Rusaknya
Barang Bawaan Penumpang;
a. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan
Pasal 1 ayat 25 yang berbunyi sebagai berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 143 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau
orang yang dipekerjakannya”;
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;
Pasal 1 ayat (9) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 tahun 2011
berbunyi sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 4 ayat (1) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau
orang yang dipekerjakannya”.
Pasal 4 ayat (2) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
berbunyi sebagai berikut:
“Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakan
bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi-tingginya sebesar
kerugian nyata penumpang”;
Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara bahwa pengangkut hanya
bertanggung jawab terhadap bagasi tercatat, sedangkan terhadap bagasi
yang tidak tercatat adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri;
Untuk lengkapnya adapun bunyi Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara
adalah berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (1)
“Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami
kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi
tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp200.000,00 (dua
ratus ribu per kg dan paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta
rupiah) per penumpang; dan
b. Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya,
bentuknya, ukuran dan merk bagasi tercatat”.
Pasal 5 ayat (2)
“Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender
sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di Bandar udara tujuan”;
Pasal 5 ayat (3).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 8 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
“Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas
bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp200.000,00 (dua ratus
ribu) per hari paling lama 3 (tiga) hari kalender”;
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku di
Indonesia tentang Penerbangan dan peraturan yang berlaku di Qatar
Airways (Pemohon Keberatan) bahwa pengangkut tidak bertanggung
jawab atas hilang atau rusaknya bagasi kabin. Yang bertanggung jawab
atas rusaknya bagasi kabin adalah penumpang sendiri (Termohon
Keberatan), bukan perusahaan pengangkutan (Pemohon Keberatan);
Dengan demikian, permintaan ganti rugi dari Termohon Keberatan yang
dikabulkan oleh Termohon Keberatan adalah tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang penerbangan. Pemohon Keberatan menolak
putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta
mengenai tuntutan ganti rugi, karena tidak mempunyai alasan yang cukup
atau tidak mempunyai dasar hukum. Setiap permohonan, permintaan atau
tuntutan yang tidak ada alasan atau tidak ada dasar hukumnya adalah pada
tempatnya untuk ditolak atau tidak dikabulkan;
Sebagai analog atau sebagai perbandingan, Pemohon Keberatan dapat
mengemukakan bahwa dalam hal penumpang dalam bis kota, antar kota,
kereta api atau kapal laut misalnya, pengangkut atau pengusaha
pengangkutan tidak dapat dituntut untuk membayar ganti rugi atas
hilangnya barang bawaan penumpang di dalam bis kota, antar kota, kereta
atau kapal api tersebut. Setiap kehilangan di dalam angkutan adalah
tanggungan atau tanggung jawab dari penumpang sendiri, bukan tanggung
jawab dari supir atau pengusaha angkutan;
Kalau untuk pengangkutan yang lain, bila penumpang kehilangan suatu
barang dalam perjalanan, penumpang tidak berhak untuk menuntut ganti
rugi terhadap angkutan, maka demi kesamaan perlakuan terhadap sesama
angkutan, maka tuntutan dari Termohon Keberatan pada tempatnya juga
ditolak seluruhnya;
5. Biaya Advokat tidak dapat dibebankan oleh Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) DKI Provinsi Jakarta terhadap Pemohon Keberatan.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Provinsi Jakarta
dalam putusannya mengabulkan jasa Hukum Pengacara sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 9 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
Tuntutan Termohon Keberatan Agar Pemohon Keberatan membayar biaya
advokat dari Termohon Keberatan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) yang dikabulkan oleh Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) DKI Jakarta jelas sudah menyalahi hukum acara yang berlaku di
Indonesia mengenai biaya jasa pengacara;
Dalam hukum acara perdata misalnya, berlaku suatu prinsip bahwa pihak yang
mempergunakan jasa pengacara, apakah itu sebagai Penggugat (Pemohon) atau
Tergugat (Termohon) harus bersedia untuk mengeluarkan biaya untuk itu.
Beracara dengan mempergunakan jasa Advokat dalam hukum pada prinsipnya
adalah tidak gratis. Berani mempergunakan jasa advokat, artinya harus berani
mengeluarkan biaya untuk jasa advokat yang dipergunakan. Demikian juga
dalam sengketa konsumen ini, oleh karena Termohon Keberatan sendiri yang
berinisiatif untuk mengajukan tuntutan ganti rugi, maka Termohon Keberatan
harus bersedia mengeluarkan biaya untuk membayar biaya advokat untuk
mengajukan gugatan/permohonan melalui Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) DKI Provinsi DKI Jakarta;
Alasan sederhananya adalah, bahwa pihak yang mempergunakan jasa
Pengacara/Advokat untuk mengajukan gugatan/permohonan adalah
Termohon Keberatan sendiri. Oleh karena yang mempergunakan jasa advokat
adalah Termohon Keberatan maka yang berkewajiban untuk membayar biaya
advokat adalah Termohon Keberatan sendiri bukan Pemohon Keberatan atau
pihak lain;
Dalam hukum berlaku suatu asas, bahwa pihak yang telah mempergunakan
sesuatu atau telah menikmati sesuatu berkewajiban untuk memberikan biaya
atas apa yang telah dipergunakan atau dinikmatinya tersebut. Secara
sederhananya dapat dikemukakan kalau seorang makan di warung nasi
misalnya, maka yang berkewajiban untuk membayar makanan tersebut adalah
pihak yang makan tadi bukan pihak lain;
Karena yang mempergunakan jasa advokat dalam mengajukan
gugatan/permohonan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) DKI Jakarta adalah Termohon Keberatan sendiri, maka secara akal
sehat yang berkewajiban untuk menanggung biaya advokat adalah Termohon
Keberatan bukan pihak lain. Tidak tepat dan tidak beralasan bagi Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Provinsi DKI Jakarta untuk
menghukum Pemohon Keberatan untut membayar biaya advokat yang
dipergunakan oleh Termohon Keberatan menjadi kewajiban Pemohon
Keberatan sekalipun itu hanya sebagian dari tuntutan Termohon Keberatan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 10 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
Dalam hal ini, biaya advokat yang dipergunakan jasanya oleh Termohon
Keberatan tidak dapat ditimpakan kepada Pemohon Keberatan. Biaya
pengacara/advokat tidak termasuk biaya yang dapat dituntut. Hal ini jelas
diatur dalam Pasal 182 HIR. Di dalam Pasal 182 HIR ini ditentukan bahwa
yang termasuk biaya (ongkos) adalah bersifat limitatif, yaitu hanya untuk 6
macam. Dari keenam macam biaya (ongkos), biaya pengacara/advokat tidak
termasuk di dalamnya. Karena biaya pengacara tidak termasuk biaya dalam
hukum acara perdata maka putusan Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) Provinsi DKI Jakarta yang menghukum Pemohon
Keberatan untuk membayar biaya advokat dari Termohon Keberatan harus
ditolak seluruhnya;
Bahwa, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon Keberatan
mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Barat agar memberikan putusan
sebagai berikut:
1. Mengabulkan keberatan dari Pemohon Keberatan untuk seluruhnya;
2. Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10
Desember 2015 untuk seluruhnya;
3. Menolak tuntutan ganti rugi dari Termohon Keberatan (d.h Pemohon) untuk
seluruhnya;
4. Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar seluruh biaya yang timbul
dalam perkara ini;
Bahwa, terhadap keberatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Barat
telah memberikan putusan Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.Jkt.Brt. tanggal
23 Februari 2016 yang amarnya sebagai berikut:
- Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015;
Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan keberatan Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) khususnya terhadap Biaya
Pengacara;
2. Menghukum Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk membayar sendiri biaya
pengacaranya sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
3. Menolak biaya hidup Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) selama 2(dua) minggu di Jakarta
sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 11 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
4. Menghukum Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk mengganti rugi kepada
Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) sebesar 50% dari kehilangan uang sebesar
8.500,- US Dollar, rupiah Rp3.200.000,00 dan 50 Swis Franc;
5. Menghukum Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk membayar biaya perkara
yang timbul dalam perkara ini sebesar Rp616.000,00 (enam ratus enam
belas ribu rupiah);
Menimbang, bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tersebut
telah diberitahukan kepada Pemohon Keberatan pada tanggal 23 Februari
2016, terhadap putusan tersebut, Pemohon Keberatan melalui kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 1 Maret 2016 mengajukan
permohonan kasasi pada tanggal 7 Maret 2016, sebagaimana ternyata dari Akta
Permohonan Kasasi Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT yang dibuat
oleh Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat, permohonan tersebut diikuti
dengan memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat pada tanggal 8 Maret 2016.;
Bahwa memori kasasi telah disampaikan kepada Pemohon Keberatan
pada tanggal 14 Maret 2016, kemudian Termohon Keberatan mengajukan
kontra memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat pada tanggal 24 Maret 2016;
Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya
telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan saksama, diajukan dalam
tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang, oleh
karena itu permohonan kasasi tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa keberatan-keberatan kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Kasasi dalam memori kasasinya adalah:
- Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku;
- Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-
undangan yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang
bersangkutan;
1. Judex Facti (Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat) salah
menerapkan hukum yang berlaku di bidang penerbangan (Pengangkutan
Udara):
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam pertimbangan
hukumnya pada halaman 23, antara lain mengemukakan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 12 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
“Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati keberatan Pemohon
Keberatan pada pokoknya menyangkut tentang Jasa Pengacara pihak
Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) yang harus dipikul pihak Pemohon
Keberatan/Tergugat pada tingkat Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK)”;
Bahwa pertimbangan Majelis Hakim pada halaman 23 ini bertentangan
dengan pertimbangan hukum pada halaman 22, yang antara lain berbunyi
sebagai berikut:
”Menimbang, bahwa dari bukti-bukti yang diajukan pihak Pemohon
Keberatan pada pokoknya bersandarkan pada suatu perjanjian, dimana
pihak pelaku usaha dalam hal ini Qatar Airways melepaskan tanggung
jawab atas resiko yang ditanggung penumpang, dimana setiap barang
yang hilang atau rusak adalah merupakan tanggung jawab penumpang
itu sendiri”;
Bahwa Pemohon Kasasi keberatan terhadap Putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tertanggal
10 Desember 2015 yang menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar
ganti rugi. Hal tersebut telah dikemukakan oleh Pemohon Kasasi pada saat
memberikan tanggapan di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK). Pemohon Kasasi juga mengemukakan keberatan untuk membayar
ganti rugi kepada Termohon Kasasi pada saat mengajukan keberatan
melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Adapun petitum dalam Permohonan Keberatan dari Pemohon Kasasi pada
saat mengajukan keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015
tanggal 10 Desember 2015 melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat adalah
berbunyi sebagai berikut:
1. Mengabulkan keberatan dari Pemohon Keberatan untuk seluruhnya.
2. Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal
10 Desember 2015 untuk seluruhnya;
3. Menolak tuntutan ganti rugi dari Termohon Keberatan (d/h Pemohon/)
untuk seluruhnya;
4. Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 13 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
Bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta keliru dalam menerapkan
hukum yang berlaku dalam sektor pengangkutan udara atau penerbangan
dengan menjatuhkan putusan yang menghukum Pemohon Kasasi untuk
mengganti rugi kepada Termohon Kasasi (Termohon Keberatan/Penggugat
pada tingkat BPSK) sebesar 50% dari kehilangan uang sebesar 8.500,- US
Dolar, Rupiah Rp3.200.000,00 dan 50 Swis Franc;
Amar putusan Majelis Hakim yang berbunyi sedemikian rupa tersebut
menunjukkan bahwa Majelis Hakim keliru dalam menerapkan hukum
pengangkutan udara, baik itu hukum nasional maupun hukum
internasional di bidang pengangkutan udara/penerbangan.
Bahwa Pemohon Kasasi tidak bertanggung jawab atas hilangnya barang
bawaan penumpang. Hal tersebut diatur dalam sejumlah peraturan
nasional maupun internasional;
Mengenai tanggung jawab dari Pemohon Kasasi terhadap barang
bawaan dari penumpang selaku pengangkut hal ini diatur dalam
Condition of Carriage Section pada Article 9 point 12
(http://www.qatarairways.com/global/en/conditions-of-carriage.page),
yang berbunyi sebagai berikut:
Personal Belongings:
“We will not accept liability for damage to and or loss or destruction of
any of your personal property in consequence of your leaving it
unattended in any of our aircraft and or in any property, airport facilities or
vehicles we use.”
Terjemahannya
Ketentuan Tentang Barang Bawaan, Pasal 9 butir 12
Barang pribadi:
"Kami tidak akan bertanggung jawab atas kerugian dan atau kehilangan
atau kerusakan dari setiap barang pribadi Anda karena Anda
meninggalkannya tanpa pengawasan di pesawat dan atau di properti
kami, fasilitas bandara atau kendaraan yang kami gunakan;
Selanjutnya menurut Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan Pasal 1 ayat 25 yang berbunyi sebagai berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Kemudian Pasal 143 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 14 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau
orang yang dipekerjakannya”;
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;
Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 tahun
2011 berbunyi sebagai berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 tahun
2011 berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau
orang yang dipekerjakannya”;
Pasal 4 ayat (2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
Tahun 2011 berbunyi sebagai berikut:
“Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakan
bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi-tingginya sebesar
kerugian nyata penumpang”.
Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara bahwa pengangkut hanya
bertanggung jawab terhadap bagasi tercatat, sedangkan terhadap bagasi
yang tidak tercatat adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri;
Untuk lengkapnya, Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara adalah
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (1)“Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami
kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi
tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp200.000,00 (dua
ratus ribu) per kg dan paling banyak Rp4.000.000,00 (empat juta
rupiah) per penumpang; dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 15 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
b. Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya,
bentuknya, ukuran dan merk bagasi tercatat”.
Pasal 5 ayat (2)
“Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender
sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di Bandar udara tujuan”.
Pasal 5 ayat (3).
“Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas
bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan
hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp200.000.00 (dua
ratus ribu) per hari paling lama 3 (tiga) hari kalender”;
Berdasarkan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan
nasional maupun internasional di bidang penerbangan, baik itu yang
berlaku di Qatar Airways (Pemohon Kasasi) maupun hukum nasional
Indonesia mengenai penerbangan diatur secara tegas bahwa
pengangkut tidak bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya bagasi
kabin penumpang (Termohon Kasasi). Yang bertanggung jawab atas
rusaknya bagasi kabin adalah penumpang sendiri (Termohon Kasasi),
bukan perusahaan pengangkutan (Pemohon Kasasi);
Dengan demikian, putusan dari Majelis Hakim yang menghukum
Pemohon Kasasi untuk membayar ganti rugi kepada Termohon Kasasi
adalah sebuah kekeliruan dalam penerapan di bidang hukum di bidang
penerbangan. Dari ketentuan hukum sebagaimana yang dikemukakan di
atas, nyata bahwa Pemohon Kasasi selaku pengangkut penumpang,
tidak bertanggung jawab atas hilangnya bagasi kabin dari Pemohon
Kasasi. Hukum dan/atau peraturan perundang-undangan penerbangan
tidak ada yang membebankan kepada pemohon kasasi dalam hal
penumpang (Termohon Kasasi) kehilangan bagasi kabin. Kehilangan
bagasi kabin dari penumpang sepenuhnya adalah tanggung jawab dari
penumpang sendiri;
Pemohon Kasasi menolak putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Barat Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT tanggal 23
Februari 2016 jo. Putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK)
Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10
Desember 2015, yang menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar
ganti rugi kepada Termohon Kasasi karena putusan tersebut tidak
mempunyai alasan atau bertentangan dengan hukum dalam bidang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 16 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
pengangkutan/penerbangan. Hukum dan peraturan tidak ada yang
menentukan bahwa perusahaan penerbangan akan menanggung ganti
rugi dalam hal terjadi kehilangan atas barang milik penumpang
(konsumen). Karena itu putusan Pengadilan negeri Jakarta Barat Nomor
10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT tanggal 23 Februari 2016 jo
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) Provinsi DKI Jakarta
Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tertanggal 10 Desember 2015, yang
menghukum Pemohon Kasasi adalah penerapan hukum yang salah;
Dengan demikian putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta
Barat yang menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar ganti rugi
kepada Pemohon Kasasi adalah kekeliruan penerapan hukum dalam
bidang penerbangan/pengangkutan udara. Karena itu permohonan
Kasasi dari Pemohon Kasasi pada tempatnya untuk dikabulkan dan
selanjutnya pada tempatnya untuk membatalkan putusan dari Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada perkara Nomor 10/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN.Jkt.Brt; tanggal 23 Februari 2016 jo. Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa (BPSK) Provinsi DKI Jakarta No.006/A/BPSK-
DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015;
2. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat Keliru Dalam
Menerapkan Hukum Pembuktian.
Pasal 1865 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Berbunyi Sebagai
Berikut:
”Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau
guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang
lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya
hak atau peristiwa itu”;
Selanjutnya Pasal 163 HIR (Hukum Acara Perdata) menentukan bahwa
barang siapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak atau
menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu atau untuk
membantah hak orang lain maka orang itu harus membuktikan adanya
hak itu atau adanya kejadian itu;
Ketentuan dalam Pasal 1865 KUHPerdata dan/atau HIR mengatur
mengenai beban pembuktian. Beban pembuktian berada pada pundak
pihak yang mendalillkan hak. Hukum perdata dan hukum acara perdata
menentukan bahwa pihak yang mendalilkan memiliki hak atas sesuatu
mempunyai kewajiban untuk membuktikan dalilnya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 17 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
Dalam perkara ini, sejak penanganan perkara di Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta maupun di Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, Termohon Kasasi tidak mampu membuktikan kehilangan
uang sebesar 8.500,- US Dolar, Rupiah Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss
Franc di pesawat Qatar Airways (Pemohon Kasasi). Tidak ada bukti, baik
itu berupa surat atau saksi yang mendukung dalil Termohon Kasasi
mengenai hilangnya uang di pesawat Qatar Airways (Pemohon Kasasi)
tersebut. Selain itu juga Termohon Kasasi tidak mampu mengajukan
bukti yang menunjukkan bahwa dirinya betul membawa uang sebesar
8.500,- US Dolar, Rupiah Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc ke dalam
pesawat Qatar Airways (Pemohon Kasasi), sebagaimana didalilkan
dalam permohonannya di Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) DKI Jakarta;
Oleh karena Termohon Kasasi tidak berhasil membuktikan kehilangan
uang kehilangan uang sebesar 8.500,- US Dolar, Rupiah
Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc di dalam pesawat Qatar Airways
(Pemohon Kasasi) maka putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri
Jakarta Barat yang mengabulkan gugatan ganti rugi dari Termohon
Kasasi adalah penerapan hukum yang keliru mengenai asas pembuktian.
Majelis Hakim mengabulkan tuntuan yang tidak disertai dengan bukti;
Selama dalam proses persidangan baik di Badan Penyelesaian Sengketa
Konsumen (BPSK) DKI Jakarta maupun di Pengadilan Negeri Jakarta
Barat, Termohon Kasasi tidak dapat membuktikan kehilangan uang
tersebut. Dengan tidak berhasilnya Termohon Kasasi untuk membuktikan
mengenai kebenaran atas kehilangan uang di pesawat Qatar Airways
maka dengan itu saja sudah cukup alasan bagi Majelis Hakim Agung
pada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 10/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN.Jkt.Brt tertanggal 23 Februari 2016 jo Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa (BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor
006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015 mengenai
pembayaran ganti rugi oleh Pemohon Kasasi kepada Termohon Kasasi.
Dengan singkat, dapat dikatakan bahwa putusan Majelis Hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Barat adalah kekeliruan dalam penerapan
hukum mengenai beban hukum pembuktian. Dengan alasan tersebut
saja sudah semakin cukup alasan bagi Hakim Agung pada tingkat kasasi
untuk mengabulkan Kasasi dari Pemohon Kasasi dan sekaligus
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 18 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
membatalkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta barat Nomor
10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.Jkt.Brt tanggal 23 Februari 2016 jo Putusan
Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) Provinsi DKI Jakarta
No.006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tertanggal 10 Desember 2015;
Dengan alasan dan dasar hukum yang sedemikian rupa maka cukup
alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi
dan sekaligus membatalkan putusan Majelis Hakim Pengadilan
Negeri Jakarta Barat Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN.JKT.BRT
tertanggal 23 Februari 2016 jo Putusan Badan Penyelesaian
Sengketa (BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-
DKI/XII/2015 tanggal 10 Desember 2015;
3. Pengadilan Negeri Jakarta Barat Lalai Memenuhi Syarat-syarat yang
Diwajibkan oleh Peraturan Perundang Undangan yang Mengancam
Kelalaian itu dengan Batalnya Putusan yang Bersangkutan.
Pasal 50 (1) Undang Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman menentukan bahwa: “Putusan pengadilan selain harus
memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum
tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”;
Selanjutnya Pasal 178 ayat 2 HIR menentukan bahwa: ”Hakim itu wajib
mengadili segala bahagian tuntutan”.
Mr. R. Tresna, dalam bukunya, Komentar HIR, Cetakan ke-15, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 1996), halaman 159 mengemukakan sebagai berikut:
“Menurut ayat 2, Hakim wajib menjalankan hukum atas segala bagian
tuntutan. Ini maksudnya bahwa jika ada beberapa hal yang dituntutnya,
misalnya pokok utang dengan bunga yang harus dibayar atau dengan
pembayaran kerugian maka Pengadilan Negeri harus memberikan
keputusan dengan nyata dari tiap-tiap bagian tuntutan itu”;
Ketentuan dalam Undang Undang Kekuasaan Kehakiman dan HIR
menentukan bahwa setiap bagian dari tuntutan harus dipertimbangkan
secara menyeluruh satu persatu. Artinya setiap bagian harus ditimbang
satu-satu. Tiap bagian dari tuntutan tidak boleh ada bagian gugatan
yang diabaikan atau tidak dipertimbangkan;
Pemohon Kasasi dalam Permohonan Keberatan pada saat mengajukan
keberatan terhadap putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 tertanggal 10
Desember telah mengajukan petitum yang berbunyi sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 19 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
1. Mengabulkan keberatan dari Pemohon Keberatan untuk seluruhnya;
2. Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015
tanggal 10 Desember 2015 untuk seluruhnya;
3. Menolak tuntutan ganti rugi dari Termohon Keberatan (d.h Pemohon)
untuk seluruhnya;
4. Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini;
Petitum dalam Permohonan Keberatan sebagaimana disebutkan di atas
menunjukkan bahwa Pemohon Kasasi bukan hanya keberatan terhadap
biaya pengacara tetapi juga terhadap tuntutan ganti rugi yang diajukan
oleh Termohon Kasasi;
Karena itu pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat
pada halaman 23 yang mengatakan bahwa ”Menimbang, bahwa setelah
Majelis Hakim mencermati keberatan Pemohon Keberatan pada
pokoknya menyangkut tentang Jasa Pengacara pihak Termohon
Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK yang harus dipikul pihak
Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat BPSK”, adalah
pertimbangan yang tidak menyeluruh terhadap seluruh bagian tuntutan.
Pertimbangan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak sesuai
dengan ketentuan Pasal 178 ayat (2) HIR dan Pasal 50 ayat (1) Undan
Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Majelis
Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak mempertimbangkan
secara keseluruhan keberatan Pemohon Kasasi pada waktu
memutuskan perkara. Keberatan dari Pemohon Kasasi mengenai
pembayaran ganti rugi tidak dipertimbangkan oleh Majelis Hakim. Yang
dipertimbangkan hanya soal biaya advokat (pengacara) sedangkan
mengenai keberatan Pemohon Kasasi atas tuntutan ganti rugi tidak
dipertimbangkan;
Pertimbangan hakim yang sedemikian adalah pertimbangan yang tidak
lengkap atau tidak cukup (Onvoldoende gemotiveerd). Putusan yang
Onvoldoende gemotiveerd adalah putusan-putusan untuk menyebut jika
hakim pertama dan banding tak cukup pertimbangan. Dalam bahasa
Inggris lazim disebut insufficient judgement. Ada juga yang
mengartikannya sebagai pertimbangan yang tidak cukup lengkap, ada
pula yang menyebutnya putusan yang kurang pertimbangan. Lihat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 20 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
Putusan Mahkamah Agung Nomor 1992 K/Pdt/2000 memakai frasa
putusan tidak sempurna;
Selanjutnya Putusan Mahkamah Agung Nomor 638K/Sip/1969
menegaskan putusan yang tidak lengkap atau kurang cukup
dipertimbangkan menjadi alasan untuk kasasi, dan putusan demikian
harus dibatalkan. Putusan Mahkamah Agung Nomor 67 K/Sip/1972 juga
mengandung kaidah hukum “putusan Judex Facti harus dibatalkan
karena Judex Facti tidak memberikan alasan atau pertimbangan yang
cukup dalam hal dalil-dalil tidak bertentangan dengan pertimbangan-
pertimbangannya;
Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah
Agung berpendapat:
Bahwa keberatan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena setelah
meneliti secara saksama memori kasasi tanggal 8 Maret 2016 dan kontra
memori kasasi tanggal 24 Maret 2016 dihubungkan dengan pertimbangan
Judex Facti, dalam hal ini Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak salah
menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa dalam kedudukannya selaku Pengusaha dalam hal ini selaku
pemilik pesawat angkutan udara, walaupun secara hukum tentang pengakuan
udara baik hukum Nasional maupun hukum Internasional dinyatakan
Pengusaha tidak bertanggung jawab atas kerugian karena kerusakan ataupun
kehilangan barang yang diletakkan dalam Kabin pesawat, kecuali penumpang
dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan
Pengangkut (Pengusaha) atau oleh orang yang dipekerjakannya, kecuali
terhadap barang-barang yang ditempatkan pada bagasi atau yang disebut
sebagai bagasi tercatat;
Bahwa dari kenyataan dan fakta di atas dalam hubungan timbal balik antara hak
dan kewajiban para pihak, kebebasan Pengusaha dari tanggung jawab hukum
tersebut tidak mutlak atau tidak dapat dipertahankan secara utuh secara
menyeluruh hilang atau tiada tanggung jawab hukum bagi Pengusaha sama
sekali, mengingat penerbangan tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang
cukup lama yaitu rata-rata di atas 2 (dua) jam perjalanan lintas Negara atau
benua, tanpa harus mewujudkan tanggung jawab moral Pengusaha dalam
memberi jaminan keamanan dalam bentuk ketenangan dan kenyamanan
kepada Konsumen (penumpang) dalam tindakan Preventif berupa usaha
penyediaan keamanan disekitar area kabin penumpang dengan System Cabin
Vidio Monitoring System (SCMS) yang telah diterapkan oleh beberapa
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 21 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
maskapai penerbangan Internasional lainnya dan atau dalam bentuk kunci
kabin secara otomatis yang hanya dapat dibuka atas bantuan Cabin Crew
(awak kabin) dan atau setiap upaya yang dapat menjamin keamanan dan
kenyamanan para penumpang (Konsumen) dan barang bawaannya selama
dalam penerbangan (any in flight surveillance measures), dimana penggunaan
system kamera keamanan di sekitar area kabin penumpang pesawat
diharapkan dapat meminimalisir tindak kejahatan baik berupa pencurian barang
(in flight theft), yang kesemuanya itu ternyata tidak terungkap adanya dalam
perkara a quo baik ditingkat pemeriksaan BPSK maupun Judex Facti yang
dapat membebaskan tanggung jawan hukum (ganti rugi) Pengusaha dari
tuntutan Konsumen begitu pula in casu tidak ada upaya sama sekali dari
Pengusaha untuk menginformasikan kepada Para Penumpang bahwa dalam
penerbangan a quo untuk berhati-hati berkaitan dengan barang-barang yang
dibawa karena sebelumnya sudah pernah terjadi kasus serupa (to be
alert/precausenary principle), sehingga dari fakta tersebut dapat dinyatakan
bahwa kesalahan tersebut juga merupakan tanggung jawab Pengusaha dalam
perkara a quo;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, ternyata
bahwa putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 10/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN.Jkt.Brt., tanggal 23 Februari 2016 dalam perkara ini tidak
bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, oleh karena itu
permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi: QATAR AIRWAYS
Q.C.S.C. tersebut harus ditolak;
Menimbang, bahwa karena permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi/Pemohon Keberatan ditolak, maka Pemohon Kasasi/Pemohon
Keberatan harus dihukum untuk membayar biaya perkara pada tingkat
kasasi ini;
Memperhatikan, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi: QATAR AIRWAYS
Q.C.S.C. tersebut;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 22 dari 22 hal Put. Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
2. Menghukum Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan untuk membayar biaya
perkara pada tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada
Mahkamah Agung pada hari Kamis tanggal 8 September 2016 oleh H. Mahdi
Soroinda Nasution, S.H., M.Hum., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua
Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H.,
dan H. Hamdi, S.H., M.Hum., Hakim-Hakim Agung, masing-masing sebagai
Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada
hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh Anggota-anggota tersebut dan
Rafmiwan Murianeti, S.H., M.H., Panitera Pengganti tanpa dihadiri oleh para
pihak. .
Anggota-anggota, Ketua,
ttd. ttd.
I Gusti Agung Sumanatha, S.H., M.H. H. Mahdi Soroinda Nasution, S.H., M.Hum.
ttd.
H. Hamdi, S.H., M.Hum.
Panitera Pengganti,
ttd.
Rafmiwan Murianeti, S.H., M.H.
Biaya-biaya:
1. Meterai : Rp 6.000,00
2. Redaksi : Rp 5.000,00
3. Administrasi Kasasi : Rp 489.000,00 +
Jumlah : Rp 500.000,00
Untuk SalinanMAHKAMAH AGUNG RI
a.n. PaniteraPanitera Muda Perdata Khusus
Rahmi Mulyati, SH.MH.NIP : 1959 1207 1985 12 2 002
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
P U T U S A NNomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus sengketa konsumen pada pemeriksaan
peninjauan kembali memutus sebagai berikut dalam perkara antara:
QATAR AIRWAYS Q.C.S.C., yang diwakili oleh Country Manager
Indonesia, Ravindra Goonetilleke, berkedudukan di Qatar Airways
Tower, Airport Road, PO Box 22550, Doha, Qatar, yang berkantor
perwakilan di Lantai 38 Suite 3802, Grand Indonesia, Jalan M.H
Thamrin Nomor 1, Jakarta Pusat, dalam hal ini memberikan kuasa
kepada Ivan F. Baely, S.H., LL.M., dan kawan-kawan, Para
Advokat, beralamat di Intiland Tower lantai 9, Jalan Jenderal
Sudirman 32, Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tanggal 9 Desember 2016;
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Pemohon
Keberatan/Tergugat;
L a w a n
LEO MUALDY CHRISTOFFEL (KONSUMEN), bertempat tinggal di
Jalan Masjid Nomor 11, RT 002/RW 006, Kelurahan Pegadungan,
Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, dalam hal ini memberikan
kuasa kepada Sabam, S.H., dan kawan, Para Advokat, beralamat di
Graha 701, Jalan Danau Toba Nomor 151, Bendungan Hilir, Jakarta
Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 25 April 2017;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi/Termohon
Keberatan/Penggugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut, ternyata sekarang
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/
Tergugat telah mengajukan permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan
Mahkamah Agung Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016, tanggal 8 September
2016, yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkaranya melawan
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi/Termohon Keberatan/
Penggugat pada pokoknya sebagai berikut:
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu sebagai Pemohon Kasasi/Pemohon
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Keberatan telah mengajukan keberatan terhadap Putusan Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015, tanggal 10
Desember 2015 yang amarnya sebagai berikut:
- Mengabulkan sebagian permohonan/gugatan konsumen;
- Kerugian ditanggung kedua belah pihak masing-masing 50% (lima puluh per
seratus);
- Menolak biaya hidup Konsumen, selama cuti 2 (dua) minggu di Jakarta
sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah);
- Mengabulkan jasa hukum pengacara sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah);
- Menghukum Tergugat (Qatar Airways) membayar 50% dari kehilangan uang
sebesar 8,500.00 US Dolar, Rp3.200.000,00 dan 50 Swis Franc ditambah
jasa hukum pengacara sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
Bahwa, terhadap amar Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
tersebut, Pemohon Keberatan telah mengajukan keberatan di depan persidangan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Pengajuan Keberatan dari Pemohon Keberatan Masih dalam Tenggang
Waktu yang Ditetapkan oleh Peraturan Perundang-undangan;
Bahwa putusan BPSK Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/
2015, diucapkan pada tanggal 10 Desember 2015;
Bahwa PSK Provinsi DKI Jakarta memberitahukan Putusan BPSK Provinsi
DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015 kepada Pemohon Keberatan
(Qatar Airways Q.C.S.C.) tanggal 28 Desember 2015; (terlampir);
Pemohon Keberatan telah memberitahukan penolakan terhadap Putusan
BPSK Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015, tanggal 10
Desember 2015 kepada BPSK Provinsi DKI Jakarta sesuai dengan
Penolakan Putusan Arbitrase BPSK tanggal 4 Januari 2016 (terlampir);
Menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan
Terhadap Putusan Badan Penyelesaian Konsumen, bahwa keberatan
diajukan dalam waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak Pelaku Usaha
atau Konsumen menerima Pemberitahuan putusan BPSK;
Selanjutnya menurut ketentuan Pasal 41 ayat (3) Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/
12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen, bahwa Konsumen dan Pelaku Usaha yang menolak
putusan BPSK, dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
selambat-lambatnya dalam waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak
keputusan BPSK diberitahukan;
Dari ketentuan perundang-undangan sebagaimana dikemukakan di atas,
waktu untuk mengajukan keberatan terhadap putusan BPSK yang diajukan
oleh Pemohon Keberatan masih dalam tenggang waktu yang ditetapkan oleh
perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, dari segi formalitas
pengajuan Keberatan terhadap putusan BPSK, upaya pengajuan keberatan
yang diajukan oleh Pemohon Keberatan pada tempatnya untuk dikabulkan;
2. Majelis Arbitrase Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen Provinsi DKI
Jakarta Tidak Menyebutkan Dasar Atau Alasan Untuk Mengabulkan
Permohonan/Gugatan dari Termohon Keberatan (Konsumen);
Majelis Arbitrase BPSK Provinsi DKI Jakarta dalam pertimbangan hukumnya
halaman 3 antara lain mengemukakan sebagai berikut:
“Menimbang, bahwa maksud dan tujuan konsumen adalah sebagaimana
tersebut di atas;
Menimbang, bahwa sebelum mempertimbangkan pokok permohonan, majelis
arbitrase BPSK DKI Jakarta, selanjutnya disebut majelis, terlebih dahulu
harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: Apakah BPSK DKI
Jakarta berwenang untuk memeriksa dan memutus permohonan konsumen
selaku Penggugat?;
Menurut Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Pasal 52, salah satu tugas dan wewenang BPSK telah tegas
diatur secara limitative, yaitu:
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsomuen
dengan cara mediasi atau konsiliasi atau Arbitrase.
b. …;
c. …;
d. … dst;
e. …;
f. …;
g. …;
h. …;
i. …;
j. …;
k. …;
l. …;
m. …;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
n. Menurut ketentuan pasal 1 angka 8 keputusan Memperindag: Nomor
350/MPP/Kep/12/2001 tentang Tugas dan wewenang BPSK, pengertian
sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan
konsumen;
Menimbang dan memperhatikan Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dan Undang Undang Nomor 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa serta Peraturan
perundang lainnya yang berkenaan dengan perkara ini;
Menimbang bahwa kewenangan BPSK dibatasi oleh undang-undang
hanya menyelesaikan sengketa berupa tuntutan materiil atau kerugian
secara langsung”;
Dari pertimbangan hukum putusan Majelis Arbitrase BPSK DKI Jakarta
sebagaimana dikutip di atas, tidak terlihat sama sekali alasan dari Majelis
Arbitrase BPSK DKI Jakarta untuk mengabulkan sebagian gugatan atau
permohonan dari Konsumen (Termohon Keberatan);
Dalam suatu putusan, seyogianyalah terlihat pertimbangan apa yang
dipergunakan oleh pihak sebagai acuan untuk sebelum sampai pada pendirian
untuk menerima atau menolak gugatan/permohonan. Di dalam setiap putusan,
yang penting bukan hanya amar putusan semata, akan tetapi yang juga tidak
kalah penting adalah dasar atau landasan dari amar tersebut;
Dalam jagad berpikir yang tertib, hal yang tidak pernah bisa diabaikan adalah
mengenai premis (landasan) yang menjadi dasar pengambilan keputusan.
Putusan tidak dapat diambil tanpa ada premis (pertimbangan) yang
mendasarinya. Memang dimungkinkan suatu putusan (kesimpulan) tanpa ada
pertimbangan. Namun putusan yang tidak disertai dengan pertimbangan yang
cukup, tentu tidak dapat dikategorikan sebagai putusan yang baik;
Dalam putusan BPSK DKI Jakarta, majelis arbitrase mengemukakan bahwa
mereka berwenang untuk mengadili perkara arbitrase. Soal apakah BPSK
berwenang untuk menangani atau sengketa konsumen, Pemohon Keberatan
tidak mempersoalkannya. Yang dipermasalahkan oleh Pemohon Keberatan
adalah pertimbangan untuk menerima sebagian gugatan atau permohonan
dari Termohon Keberatan. Majelis arbitrase juga tidak merujuk aturan atau
kepatutan mana yang mereka pergunakan sebagai titian untuk sampai pada
pendirian mengabulkan permintaan dari Termohon Keberatan;
Oleh karena BPSK DKI Provinsi DKI Jakarta tidak menyebutkan alasan
untuk mengabulkan tuntutan dari Termohon Keberatan, putusan dari BPSK
DKI Jakarta adalah putusan yang minim atau putusan yang tidak ada
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
pertimbangan. Sesuai dengan hukum, bahwa setiap putusan yang tidak ada
pertimbangan pada tempat untuk ditolak atau diabaikan seluruhnya;
3. Pemohon Keberatan Tidak Bertanggung Jawab Atas Hilangnya Barang
Bawaan Penumpang;
Mengenai tanggung jawab dari Pemohon Keberatan terhadap barang
bawaan dari penumpang selaku pengangkut hal ini diatur dalam Condition of
Carriage Section pada Article 9 point 12 (http://www.qatarairways.com/
global/en/conditions-of-carriage.page), yang berbunyi sebagai berikut:
Personal Belongings:
“We will not accept liability for damage to and or loss or destruction of any of
your personal property in consequence of your leaving it unattended in any
of our aircraft and or in any property, airport facilities or vehicles we use”;
Terjemahannya;
Ketentuan Tentang Barang Bawaan, Pasal 9 butir 12;
Barang pribadi:
"Kami tidak akan bertanggung jawab atas kerugian dan atau kehilangan atau
kerusakan dari setiap barang pribadi Anda karena Anda meninggalkannya
tanpa pengawasan di pesawat dan atau di properti kami, fasilitas bandara
atau kendaraan yang kami gunakan”;
Dari ketentuan mengenai barang bawaan penumpang sebagaimana
dikemukakan di atas, Pemohon Keberatan telah memberitahukan kepada
setiap dan seluruh penumpang untuk menjaga sendiri barang bawaannya
agar tidak hilang atau terhindar dari kerusakan;
Pemohon Keberatan sudah memberitahukan kepada setiap konsumennya
bahwa atas adanya kehilangan barang bawaan yang tidak termasuk ke
dalam bagasi terdaftar adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri.
Dalam hal atau bilamana terjadi kehilangan atau kerusakan atas barang
bawaan selama dalam penerbangan, setiap penumpang (termasuk di
dalamnya Termohon Keberatan) tidak berhak untuk menuntut atau meminta
kerugian atas hilang, rusak atau bekurangnya barang bawaan terhadap
Pemohon Keberatan. Bila ingin barang bawaan mendapat ganti rugi apabila
hilang atau rusak, Pemohon Keberatan sudah memberitahukan kepada
penumpang agar barang dimasukkan ke dalam bagasi terdaftar;
Dengan rumusan atau ketentuan sebagaiman dikemukakan di atas, cukup
alasan untuk menolak seluruh tuntutan dari Termohon Keberatan atas
hilangnya barang milik Termohon Keberatan;
4. Peraturan dan Perundang-Undangan di Indonesia Dalam Bidang atau
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Mengenai Penerbangan Tidak Memberi Hak Kepada Konsumen Untuk
Menuntut Ganti Rugi kepada Penerbangan Atas Hilang Atau Rusaknya
Barang Bawaan Penumpang;
a. Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;
Pasal 1 ayat 25 yang berbunyi sebagai berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 143 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau
orang yang dipekerjakannya”;
b. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;
Pasal 1 ayat (9) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
berbunyi sebagai berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 4 ayat (1) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau
orang yang dipekerjakannya”;
Pasal 4 ayat (2) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
berbunyi sebagai berikut:
“Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakan
bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi-tingginya sebesar
kerugian nyata penumpang”;
Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara bahwa pengangkut hanya
bertanggung jawab terhadap bagasi tercatat, sedangkan terhadap bagasi
yang tidak tercatat adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri;
Untuk lengkapnya adapun bunyi Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor: PM 77 tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
adalah berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (1);
“Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami
kehilangan, musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana
dimaksud dalam pasal 2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi
tercatat musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp200.000,00 (dua
ratus ribu per kg dan paling banyak Rp4.000.000 (empat juta rupiah)
per penumpang; dan;
b. Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya,
bentuknya, ukuran dan merk bagasi tercatat”;
Pasal 5 ayat (2)
“Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender
sejak tanggal dan jam kedatangan penumpang di Bandar udara tujuan”;
Pasal 5 ayat (3);
“Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas
bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan
hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp200.000.00 (dua
ratus ribu) per hari paling lama 3 (tiga) hari kalender”;
Berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia tentang Penerbangan dan peraturan yang berlaku di Qatar
Airways (Pemohon Keberatan) bahwa pengangkut tidak bertanggung jawab
atas hilang atau rusaknya bagasi kabin. Yang bertanggung jawab atas
rusaknya bagasi kabin adalah penumpang sendiri (Termohon Keberatan),
bukan perusahaan pengangkutan (Pemohon Keberatan);
Dengan demikian, permintaan ganti rugi dari Termohon Keberatan yang
dikabulkan oleh Termohon Keberatan adalah tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang penerbangan. Pemohon Keberatan menolak
putusan BPSK DKI Jakarta mengenai tuntutan ganti rugi, karena tidak
mempunyai alasan yang cukup atau tidak mempunyai dasar hukum. Setiap
permohonan, permintaan atau tuntutan yang tidak ada alasan atau tidak ada
dasar hukumnya adalah pada tempatnya untuk ditolak atau tidak dikabulkan;
Sebagai analog atau sebagai perbandingan, Pemohon Keberatan dapat
mengemukakan bahwa dalam hal penumpang dalam bis kota, antar kota,
kereta api atau kapal laut misalnya, pengangkut atau pengusaha
pengangkutan tidak dapat dituntut untuk membayar ganti rugi atas hilangnya
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 8 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
barang bawaan penumpang di dalam bisa kota, antar kota, kereta atau kapal
api tersebut. Setiap kehilangan di dalam angkutan adalah tanggungan atau
tanggung jawab dari penumpang sendiri, bukan tanggung jawab dari supir
atau pengusaha angkutan;
Kalau untuk pengangkutan yang lain, bila penumpang kehilangan suatu
barang dalam perjalanan, penumpang tidak berhak untuk menuntut ganti
rugi terhadap angkutan, maka demi kesamaan perlakuan terhadap sesama
angkutan, maka tuntutan dari Termohon Keberatan pada tempatnya juga
ditolak seluruhnya;
5. Biaya Advokat Tidak Dapat Dibebankan oleh BPSK DKI Provinsi Jakarta
terhadap Pemohon Keberatan;
BPSK DKI Provinsi Jakarta dalam putusannya Mengabulkan jasa Hukum
Pengacara sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
Tuntutan Termohon Keberatan agar Pemohon Keberatan membayar biaya
advokat dari Termohon Keberatan sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) yang dikabulkan oleh BPSK DKI Jakarta jelas sudah menyalahi
hukum acara yang berlaku di Indonesia mengenai biaya jasa pengacara;
Dalam hukum acara perdata misalnya, berlaku suatu prinsip bahwa pihak
yang mempergunakan jasa pengacara, apakah itu sebagai penggugat
(pemohon) atau tergugat (termohon) harus bersedia untuk mengeluarkan
biaya untuk itu. Beracara dengan mempergunakan jasa advokat dalam
hukum pada prinsipnya adalah tidak gratis. Berani mempergunakan jasa
advokat, artinya harus berani mengeluarkan biaya untuk jasa advokat yang
dipergunakan. Demikian juga dalam sengketa konsumen ini, oleh karena
Termohon Keberatan sendiri yang berinsiatif untuk mengajukan tuntutan
ganti rugi, maka Termohon Keberatan harus bersedia mengeluarkan biaya
untuk membayar biaya advokat untuk mengajukan gugatan/permohonan
melalui BPSK DKI Provinsi DKI Jakarta;
Alasan sederhananya adalah, bahwa pihak yang mempergunakan jasa
pengacara/advokat untuk mengajukan gugatan/permohonan adalah
Termohon Keberatan sendiri. Oleh karena yang mempergunakan jasa
advokat adalah Termohon Keberatan maka yang berkewajiban untuk
membayar biaya advokat adalah Termohon Keberatan sendiri bukan
Pemohon Keberatan atau pihak lain;
Dalam hukum berlaku suatu asas, bahwa pihak yang telah mempergunakan
sesuatu atau telah menikmati sesuatu berkewajiban untuk memberikan biaya
atas apa yang telah dipergunakan atau dinikmatinya tersebut. Secara
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 9 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
sederhananya dapat dikemukakan kalau seorang makan di warung nasi
misalnya, maka yang berkewajiban untuk membayar makanan tersebut
adalah pihak yang makan tadi bukan pihak lain;
Karena yang mempergunakan jasa advokat dalam mengajukan gugatan/
permohonan melalui BPSK DKI Jakarta adalah Termohon Keberatan sendiri,
maka secara akal sehat yang berkewajiban untuk menanggung biaya
advokat adalah Termohon Keberatan bukan pihak lain. Tidak tepat dan tidak
beralasan bagi BPSK DKI Provinsi DKI Jakarta untuk menghukum Pemohon
Keberatan untuk membayar biaya advokat yang dipergunakan oleh
Termohon Keberatan menjadi kewajiban Pemohon Keberatan sekalipun itu
hanya sebagian dari tuntutan Termohon Keberatan;
Dalam hal ini, biaya advokat yang dipergunakan jasanya oleh Termohon
Keberatan tidak dapat ditimpakan kepada Pemohon Keberatan. Biaya
pengacara/advokat tidak termasuk biaya yang dapat dituntut. Hal ini jelas
diatur dalam Pasal 182 HIR. Di dalam Pasal 182 HIR ini ditentukan bahwa
yang termasuk biaya (ongkos) adalah bersifat limitatif, yaitu hanya untuk 6
macam. Dari ke enam macam biaya (ongkos), biaya pengacara/advokat
tidak termasuk di dalamnya. Karena biaya pengacara tidak termasuk biaya
dalam hukum acara perdata maka putusan BPSK Provinsi DKI Jakarta yang
menghukum Pemohon Keberatan untuk membayar biaya advokat dari
Termohon Keberatan harus ditolak seluruhnya;
Bahwa, berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Pemohon Keberatan
mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Barat agar memberikan putusan
sebagai berikut:
1. Mengabulkan keberatan dari Pemohon Keberatan untuk seluruhnya;
2. Membatalkan Putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015, tanggal 10
Desember 2015 untuk seluruhnya;
3. Menolak tuntutan ganti rugi dari Termohon Keberatan (d/h. Pemohon) untuk
seluruhnya;
4. Menghukum Termohon Keberatan untuk membayar seluruh biaya yang
timbul dalam perkara ini;
Bahwa terhadap keberatan tersebut, Pengadilan Negeri Jakarta Barat
telah memberikan Putusan Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Jkt. Brt, tanggal
23 Februari 2016, yang amarnya sebagai berikut:
Membatalkan Putusan BPSK Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015, tanggal
10 Desember 2015;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 10 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Mengadili Sendiri:
1. Mengabulkan keberatan Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat BPSK
khususnya terhadap biaya pengacara;
2. Menghukum Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK untuk
membayar sendiri biaya pengacaranya sebesar Rp10.000.000,00 (sepuluh
juta rupiah);
3. Menolak biaya hidup Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK
selama 2 (dua) minggu di Jakarta sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas
juta rupiah);
4. Menghukum Pemohon Keberatan/Tergugat pada tingkat BPSK untuk
mengganti rugi kepada Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK
sebesar 50% dari kehilangan uang sebesar 8,500.00 US Dollar, Rupiah
Rp3.200.000,00 dan 50 Swis Franc;
5. Menghukum Termohon Keberatan/Penggugat pada tingkat BPSK untuk
membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini sebesar
Rp616.000,00 (enam ratus enam belas ribu rupiah);
Bahwa, amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/
2016, tanggal 8 September 2016 adalah sebagai berikut:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi QATAR AIRWAYS
Q.C.S.C. tersebut;
2. Menghukum Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan untuk membayar biaya
perkara pada tingkat kasasi yang ditetapkan sebesar Rp500.000,00 (lima
ratus ribu rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah putusan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap tersebut, yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 649 K/Pdt.Sus-
BPSK/2016, tanggal 8 September 2016, diberitahukan kepada Pemohon
Kasasi/Pemohon Keberatan/Tergugat pada tanggal 14 November 2016,
kemudian terhadap putusan tersebut, Pemohon Kasasi/Pemohon Keberatan/
Tergugat melalui kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 9
Desember 2016, mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali
pada tanggal 16 Maret 2017, sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan
Peninjauan Kembali Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016 juncto Nomor 10/Pdt.
Sus/2016/PN Jkt. Brt, yang dibuat pada Panitera Muda Perdata Pengadilan
Negeri Jakarta Barat, permohonan tersebut disertai dengan memori peninjauan
kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada
tanggal 16 Maret 2017 itu juga;
Bahwa alasan peninjauan kembali telah disampaikan kepada Termohon
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 11 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Peninjauan Kembali pada tanggal 29 Maret 2017, kemudian Termohon Peninjauan
Kembali mengajukan jawaban alasan peninjauan kembali yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada tanggal 26 April 2017;
Menimbang, bahwa permohonan peninjauan kembali a quo beserta
keberatan-keberatannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan
saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan
dalam undang-undang, oleh karena itu permohonan pemeriksaan peninjauan
kembali tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Judex Juris Melakukan Suatu Kekhilafan Atau Kekeliruan Yang Nyata Karena
Mencampuradukkan Antara Kewajiban Hukum Dengan Kewajiban Moral;
Bahwa Judex Juris dalam pertimbangan hukumnya halaman 20-21 Putusan
antara lain mengemukakan hal berikut:
”Bahwa dalam kedudukannya selaku Pengusaha dalam hal ini selaku pemilik
pesawat angkutan udara, walaupun secara hukum tentang Pengakuan
[Pengangkutan: Sic] pengangkutan udara baik hukum Nasional maupun
Hukum Internasional dinyatakan Pengusaha tidak bertanggung jawab atas
kerugian karena kerusakan ataupun kehilangan barang yang diletakkan di
dalam Kabin pesawat, kecuali penumpang dapat membuktikan bahwa
kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan Pengangkut (Pengusaha) atau
oleh orang yang dipekerjakannya, kecuali terhadap barang-barang yang
ditempatkan pada bagasi atau yang disebut sebagai bagasi tercatat;
Bahwa dari kenyataan dan fakta di atas dalam hubungan timbal balik antara
hak dan kewajiban para pihak, kebebasan Pengusaha dari tanggung jawab
hukum tersebut tidak mutlak atau tidak dapat dipertahankan secara utuh
secara menyeluruh hilang atau tiada tanggung jawab hukum bagi
Pengusaha sama sekali, mengingat penerbangan tersebut berlangsung
dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu rata-rata di atas 2 (dua) jam
perjalanan lintas Negara atau benua, tanpa harus mewujudkan tanggung
jawab moral Pengusaha dalam memberi jaminan keamanan dalam bentuk
ketenangan dan kenyamanan kepada Konsumen (penumpang) dalam
tindakan Preventif berupa usaha penyediaan keamanan disekitar area kabin
penumpang dengan System Cabin Vidio System (SCMS) yang telah
diterapkan oleh beberapa maskapai penerbangan Internasional lainnya dan
atau dalam bentuk kunci kabin secara otomatis yang hanya dapat dibuka
atas bantuan cabin crew (awak kabin) dan atau setiap upaya yang dapat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 12 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
menjamin keamanan dan kenyamanan para penumpang (Konsumen) dan
barang bawaannya selama dalam penerbangan (any in flight surveillance
measures), dimana penggunaan system kamera keamanan di sekitar area
kabin penumpang pesawat diharapkan dapat meminimalisir tindak kejahatan
baik berupa pencurian barang (in flight theft… dan seterusnya)”;
Bahwa pelaku usaha (Pengusaha) dalam menjual dan/atau memberikan
jasanya kepada Konsumen harus mematuhi ketentuan perundang-undangan
di bidang usaha yang dijalankannya. Sepanjang peraturan perundang-
undangan sudah dipatuhi oleh pelaku usaha maka demi hukum tidak ada
lagi dasar bagi pihak lain untuk menuntut pertanggungjawaban dari pelaku
usaha yang bersangkutan. Pelaku usaha yang sudah patuh dan/atau tunduk
pada peraturan perundang-undangan baik secara nasional maupun
internasional, secara hukum haruslah dilindungi. Hukum harus memberikan
perlindungan terhadap pelaku usaha yang sudah menjalankan usahanya
sesuai dengan rambu-rambu hukum dari tuntutan pihak manapun juga.
Perlindungan hukum ini adalah demi untuk memberikan kepastian bagi
pelaku usaha untuk menjalankan usahanya;
Di dalam setiap peraturan perundang-undangan, hak dan kewajiban setiap
pihak yang terlibat atau berkepentingan selalu melekat terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang konsumen tersebut. Hal yang sama berlaku
juga dalam hubungan antara pelaku usaha selaku penyedia barang dan/atau
jasa dengan konsumen selaku pihak yang membutuhkan/membeli barang
dan/atau jasa. Hal-hal yang merupakan hak dari konsumen merupakan
kewajiban bagi pelaku usaha, sedangkan apa yang merupakan hak dari
pelaku usaha merupakan kewajiban bagi konsumen. Hubungan antara
pelaku usaha dengan konsumen adalah hubungan timbal balik yang saling
membutuhkan. Pelaku usaha tidak akan dapat eksis bilamana tidak ada
konsumen yang bersedia untuk membeli barang dan/atau jasa yang
diproduksi pelaku usaha. Sebaliknya, konsumen juga tidak akan dapat
memenuhi kebutuhannya bila tidak ada pelaku usaha atau produsen yang
bersedia untuk memproduksi barang dan/atau jasa;
Oleh karena hak dan kewajiban pelaku usaha dan konsumen sudah diatur
dalam peraturan perundang-undangan maka soal hubungan antara produsen
dengan konsumen tidak lagi tepat untuk dipersoalkan ketika penyelesaian
sengketa sudah masuk ke ranah pengadilan. Tugas pengadilan bukan untuk
mempertimbangkan soal tanggung jawab moral. Yang perlu dipertimbangkan
oleh lembaga yudisial adalah ketentuan perundang-undangan yang menjadi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 13 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
landasan hubungan hukum produsen dan konsumen. Tugas pengadilan
adalah menerapkan ketentuan dari peraturan perundang-undangan terhadap
kasus-kasus konkrit yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa untuk
diputuskan sesuai dengan hukum yang berlaku dalam kasus ini terhadap
hubungan produsen dengan konsumen;
Perbedaan antara hukum dan moral adalah penting dipahami dalam
mempelajari hukum dan bisnis karena pelaku usaha sepatutnya selalu
menggunakan hukum sebagai standar dari tindakan-tindakan bisnis maupun
sosial mereka;
Mengenai etika dalam bisnis, Pemohon Peninjauan Kembali merujuk pada
pendapat Carr dalam tulisannya yang berjudul “Is Business Bluffing Ethical”,
Harvard Business Review (January-February 1968, hal. 148, dalam Mark E.
Roszkowski, Business Law – Principles, Case and Policy, (Urbana: Harper
Collin Publisher, 1989) hal. 6, yang menjelaskan hal berikut:
“We broke no law. We are in highly competitive industry. If we are going to
stay in business, we have to look for profit wherever the law permits. We
don’t make the laws. We obey them. Then why we do we have to put up with
this “holier than thou” talk about ethics? It is sheer hypocrisy. We are not in
business to promise ethics … If the ethics aren’t embodied in the laws by the
men who made them, you can’t expect businessmen to fill the lack”;
Terjemahannya adalah sebagai berikut:
“Kami tidak melanggar hukum. Kami berada dalam dunia industri yang
sangat kompetitif. Jika kami ingin bertahan dalam dunia bisnis, kami akan
berusaha untuk mendapatkan untung sepanjang diperbolehkan oleh hukum.
Kami tidak membuat hukum. Kami (pelaku usaha) tunduk pada hukum.
Selanjutnya mengapa kami harus menempatkan hukum adalah “lebih suci
dari anda” ketika berbicara tentang etika? Ini nampaknya seperti hipokrit.
Kami pelaku bisnis (pelaku usaha) tidak bertujuan untuk mempromosikan
etika. … Jika etika tidak tercakup atau tercantum dalam hukum yang dibuat
oleh pembuatnya, anda tidak dapat mengharapkan pelaku usaha untuk
mengisi kekosongan etika tersebut”;
Dari kutipan di atas, terlihat dengan jelas penegakkan etika dalam dunia bisnis
bukan merupakan tugas pelaku usaha untuk mewujudkannya sepanjang
tindakan bisnisnya sudah mengacu pada ketentuan peraturan perundang-
undangan. Yang bertugas untuk membuat agar etika melekat di dalam
peraturan perundang-undangan adalah para legislator atau pembuat peraturan.
Apabila di dalam ketentuan hukum tidak tercantum soal pertanggungjawaban
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 14 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
moral, pelaku usaha tidak memiliki kewajiban dan tidak bisa dipaksa oleh
pengadilan untuk mengisi kekosongannya. Jika terjadi kekosongan etika di
dalam sebuah peraturan perundang-undangan maka hal tersebut harus
dikembalikan kepada pembuat peraturannya dan bukan meminta pelaku usaha
untuk menutupi kekosongannya karena pelaku usaha hanya melakukan bisnis
dengan mengacu kepada ketentuan perundang-undangan semata;
Dengan kata lain, penegakan etika bukanlah tanggung jawab pelaku usaha
tetapi merupakan tugas negara untuk menuangkannya dalam peraturan
perundang-undangan. Para pelaku usaha hanya bergerak dalam ruang
gerak yang ditetapkan oleh penguasa berdasarkan peraturan perundang-
undangan. Selama pelaku usaha melakukan bisnisnya dalam koridor yang
dibangun berdasarkan peraturan perundang-undangan maka para pelaku
usaha memiliki hak dan tanggungjawab yang jelas dan limitatif dalam
melakukan aktivitasnya. Apabila ternyata dalam koridor hukum yang
membatasi hak dan kewajiban pelaku usaha tersebut terdapat hal yang
belum diatur atau masih ada kekurangan maka yang bertugas untuk
merumuskan hal tersebut adalah otoritas yang bertanggung jawab untuk itu
bukan para pelaku bisnis;
Dari uraian di atas, pertimbangan Judex Juris yang hendak memaksakan
kewajiban moral kepada Pemohon Peninjauan Kembali jelas merupakan hal
yang keliru dan tidak tepat. Pemaksaan standar moral untuk
dicampuradukkan dalam koridor hukum positif yang dianut di Indonesia
merupakan pertimbangan yang sangat keliru, penegakan kaidah moral kurang
tepat apabila dilaksanakan melalui proses litigasi di pengadilan akan tetapi
lebih tepat melalui jalur di luar pengadilan. Oleh karena penyelesaian
sengketa konsumen tidak dapat diselesaikan menurut kaidah-kaidah moral di
luar pengadilan maka dari itu Pemohon Peninjauan Kembali beserta
Termohon Peninjauan Kembali membawa persoalan ini untuk ditimbang dan
diputus pengadilan berdasarkan kaidah hukum yang berlaku dalam hubungan
antara pelaku usaha dengan konsumen bukan berdasarkan kaidah moral.
Penegakan kaidah etika atau moral, sarana atau tempatnya bukan melalui
pengadilan akan tetapi adalah lewat Dewan Kehormatan Etika yang berlaku
terhadap pengusaha tersebut dan bukan melalui Pengadilan Negeri;
Oleh karena itu, alasan moral yang dipergunakan oleh Judex Juris untuk
mempertimbangkan dan menolak memori kasasi yang diajukan oleh
Pemohon Peninjauan Kembali adalah alasan yang keliru atau kekhilafan
yang nyata. Sesuai dengan fungsi dan tugas Judex Juris dalam tingkat
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 15 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
kasasi, salah satunya adalah untuk menilai apakah sudah benar atau tidak
benar penerapan hukum yang dipergunakan oleh Judex Facti. Oleh karena
itu, yang harus dijadikan dasar oleh Majelis Hakim Agung pada tingkat
kasasi dalam memutus perkara adalah soal ketentuan hukum bukan
berdasarkan standar moral;
Bahwa selanjutnya mengenai keamanan harta benda penumpang, Pemohon
Peninjauan Kembali sudah menyediakan fasilitas bagi setiap penumpang.
Bagi penumpang yang hendak mendapatkan pengamanan yang lebih
terjamin dipersilahkan untuk mencatatkan bagasinya kepada maskapai
penerbangan. Harga tiket yang dijual oleh Pemohon Peninjauan Kembali
belum termasuk biaya untuk bagasi yang tercatat. Harga tiket hanya ongkos
untuk biaya perjalanan dan makanan, tidak termasuk untuk keselamatan
barang dan atau jasa. Bila penumpang ingin mendapatkan pengamanan
yang lebih, Pemohon Peninjauan Kembali sudah menyediakan fasilitas bagi
setiap penumpang yang ingin mendapatkan keamanan lebih melalui fasilitas
bagasi tercatat. Tentu dengan konsekuensi bagi penumpang yang hendak
mempergunakan fasilitas bagasi tercatat harus bersedia untuk membayar
biaya tambahan yang diperuntukkan untuk itu;
Dengan adanya pemberitahuan dari Pemohon Peninjauan Kembali di atas, hal
ini membuktikan bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah memberitahukan
hal-hal yang perlu diperhatikan oleh setiap penumpang untuk melindungi
barang bawaannya selama dalam penerbangan. Oleh karena itu, Pemohon
Peninjauan Kembali sudah melakukan kewajibannya selaku pelaku usaha
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaku usaha
sudah menawarkan kepada penumpang fasilitas agar barang bawaannya dapat
disimpan dengan aman sampai ke daerah tujuan penerbangan;
Sebagai perbandingan, Pemohon Peninjauan Kembali mencontohkan
mengenai tanggung jawab pengangkut lain yang tidak bertanggung jawab
atas hilangnya barang yang ada dalam kekuasaan penumpang selama
dalam perjalanan. Hal ini berlaku untuk pengangkutan pada angkutan umum
seperti bus, mikrolet, metro mini, kereta api dan angkutan laut. Pihak
pengangkut tidak mempunyai kewajiban untuk membayar ganti rugi terhadap
penumpang atas hilangnya barang bawaan penumpang pada saat
menggunakan moda angkutan ini. Pertanggungjawaban atas barang milik
penumpang berada pada penumpang yang bersangkutan bukan pada
perusahaan pengangkutan. Tidak realistis dan merupakan beban berat
apabila perusahaan pengangkut harus menjamin setiap barang yang dibawa
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 16 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
oleh pengangkut padahal sudah jelas bahwa jasa utama yang disediakan
adalah pada pengangkutan saja. Perusahaan pengangkut juga bukan
perusahaan penitipan barang. Oleh sebab itu, merupakan hal yang lazim
dikemukakan oleh kru pengangkut agar penumpang selalu menjaga barang
bawaannya supaya tidak berpindah tangan atau tertinggal di pesawat.
Pengangkut tidak bertanggung jawab atas hilangnya bagasi penumpang
yang tidak tercatat selama dalam perjalanan;
Sebuah analogi yang sederhana dapat dilihat pada salah satu angkutan
umum yang memiliki risiko kehilangan barang cukup tinggi seperti bus, apabila
terjadi pencurian atau terdapat barang yang tertinggal karena kelalaian
penumpang dan kemudian hilang pada saat penumpang menggunakan
angkutan umum tersebut, apakah perusahaan pengangkutan memiliki
kewajiban untuk memberi ganti rugi terhadap kehilangan tersebut? Apabila
iya maka sudah banyak perkara seperti ini yang akan bergulir di pengadilan
tetapi kenyataannya tidak demikian;
Oleh karena angkutan atau moda yang lain tidak ada kewajiban pengangkut
untuk menanggung kerugian atas hilangnya barang bawaan penumpang
maka atas nama kepastian hukum dan keadilan persyaratan yang sama
sepatutnya berlaku juga terhadap Pemohon Peninjauan Kembali selaku
pengangkut. Setiap pengangkut harus diperlakukan sama dalam hal
tanggung jawab atas hilangnya barang bawaan penumpang selama dalam
perjalanan. Sudah sepatutnya yang bertanggung jawab atas hilangnya
barang bawaan penumpang adalah penumpang sendiri sebagaimana
berlaku terhadap moda angkutan yang lain. Tidak pada tempatnya Pemohon
Peninjauan Kembali sebagai pengangkut berkewajiban untuk menanggung
kerugian atas hilangnya barang bawaan Termohon Peninjauan Kembali,
sementara kewajiban untuk menanggung kerugian tersebut tidak berlaku
bagi penumpang darat dan laut;
Dengan alasan dan pertimbangan hukum sebagaimana dikemukakan di atas
maka cukup alasan bagi Majelis Hakim untuk menerima Permohonan
Peninjauan Kembali dan Memori Peninjauan Kembali dari Pemohon
Peninjauan Kembali dan sekaligus membatalkan Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016, tanggal 8 September
2016 juncto Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 10/Pdt.Sus-
BPSK/2016/PN Jkt. Brt, tanggal 23 Februari 2016 juncto Putusan Badan
Penyelesaian Sengketa (BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor 006/A/BPSK-
DKI/XII/2015, tanggal 10 Desember 2015;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 17 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
2. Pemohon Peninjauan Kembali Tidak Mempunyai Tanggung Jawab Melebihi
Tanggung Jawab Yang Diatur Dalam Ketentuan Perundang-Undangan Di
Bidang Pengangkutan Udara;
Bahwa Pemohon Peninjauan Kembali sudah mematuhi ketentuan perundang-
undangan di bidang pengangkutan udara baik nasional maupun internasional.
Seluruh kewajiban dari pengangkutan udara sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan tersebut sudah dipenuhi oleh Pemohon
Peninjauan Kembali pada saat mengangkut Termohon Peninjauan Kembali dari
Swiss ke Jakarta. Sedangkan semua ketentuan mengenai pengangkutan udara
tidak ada satupun yang mengharuskan Pemohon Peninjauan Kembali untuk
bertanggung jawab atas hilangnya barang bawaan penumpang;
Mengenai tanggung jawab Pemohon Peninjauan Kembali selaku pengangkut
barang terhadap barang bawaan dari penumpang, hal ini diatur dalam
Condition of Carriage Section pada Article 9 point 12 (http://www.
qatarairways.com/global/en/conditions-of-carriage.page), yang berbunyi
sebagai berikut:
Personal Belongings:
“We will not accept liability for damage to and or loss or destruction of any of
your personal property in consequence of your leaving it unattended in any
of our aircraft and or in any property, airport facilities or vehicles we use”;
Terjemahannya;
Ketentuan Tentang Barang Bawaan, Pasal 9 butir 12;
Barang pribadi:
"Kami tidak akan bertanggung jawab atas kerugian dan atau kehilangan atau
kerusakan dari setiap barang pribadi Anda karena Anda meninggalkannya
tanpa pengawasan di pesawat dan atau di properti kami, fasilitas bandara
atau kendaraan yang kami gunakan”;
Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat 25 Undang Undang Nomor 1 Tahun 2009
tentang Penerbangan:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Kemudian Pasal 143 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang
yang dipekerjakannya”;
Selanjutnya berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 18 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara;
Pasal 1 ayat (9) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
berbunyi sebagai berikut:
“Bagasi kabin adalah barang yang dibawa oleh penumpang dan berada
dalam pengawasan penumpang sendiri”;
Pasal 4 ayat (1) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 berbunyi
sebagai berikut:
“Pengangkut tidak bertanggung jawab untuk kerugian karena hilang atau
rusaknya barang kabin, kecuali apabila penumpang dapat membuktikan
bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh tindakan pengangkut atau orang
yang dipekerjakannya”;
Pasal 4 ayat (2) Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 berbunyi
sebagai berikut:
“Apabila pembuktian penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dapat diterima oleh pengangkut atau berdasarkan keputusan pengadilan
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht) dinyatakan
bersalah, maka ganti kerugian ditetapkan setinggi-tingginya sebesar
kerugian nyata penumpang”;
Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang
Tanggung Jawab Pengangkut Udara bahwa pengangkut hanya bertanggung
jawab terhadap bagasi tercatat, sedangkan terhadap bagasi yang tidak
tercatat adalah tanggung jawab dari penumpang sendiri;
Untuk lengkapnya, Pasal 5 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Udara adalah berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (1);
“Jumlah ganti kerugian terhadap penumpang yang mengalami kehilangan,
musnah atau rusaknya bagasi tercatat sebagaimana dimaksud dalam pasal
2 huruf c ditetapkan sebagai berikut:
a. Kehilangan bagasi tercatat atau isi bagasi tercatat atau bagasi tercatat
musnah diberikan ganti kerugian sebesar Rp200.000,00 (dua ratus ribu
per kg dan paling banyak Rp4.000.000 (empat juta rupiah) per penumpang;
dan;
b. Kerusakan bagasi tercatat, diberikan ganti kerugian sesuai jenisnya,
bentuknya, ukuran dan merk bagasi tercatat”;
Pasal 5 ayat (2);
“Bagasi tercatat dianggap hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 19 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
apabila tidak diketemukan dalam waktu 14 (empat belas) hari kalender sejak
tanggal dan jam kedatangan penumpang di Bandar udara tujuan”;
Pasal 5 ayat (3);
“Pengangkut wajib memberikan uang tunggu kepada penumpang atas
bagasi tercatat yang belum ditemukan dan belum dapat dinyatakan hilang
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebesar Rp200.000.00 (dua ratus
ribu) per hari paling lama 3 (tiga) hari kalender”;
Berdasarkan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan nasional
maupun internasional di bidang penerbangan, baik yang berlaku di Qatar
Airways (Pemohon Peninjauan Kembali) maupun hukum nasional Indonesia
mengenai penerbangan diatur secara tegas bahwa pengangkut tidak
bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya bagasi kabin penumpang
(Termohon Peninjauan Kembali). Pihak yang bertanggung jawab atas
hilangnya atau rusaknya bagasi kabin adalah penumpang sendiri (Termohon
Peninjauan Kembali) bukan perusahaan pengangkutan (Pemohon
Peninjauan Kembali);
Dengan demikian, putusan dari Majelis Hakim yang menghukum Pemohon
Peninjauan Kembali untuk membayar ganti rugi kepada Termohon Peninjauan
Kembali adalah sebuah kekeliruan dalam penerapan hukum di bidang
hukum di bidang penerbangan. Nyata bahwa Pemohon Peninjauan Kembali
selaku pengangkut penumpang tidak bertanggung jawab atas hilangnya
bagasi kabin dari Termohon Peninjauan Kembali. Tidak ada ketentuan hukum
dan/atau peraturan perundang-undangan penerbangan yang membebankan
tanggung jawab kepada Pemohon Peninjauan Kembali dalam hal
penumpang (Termohon Peninjauan Kembali) kehilangan bagasi kabin.
Kehilangan bagasi kabin dari penumpang sepenuhnya adalah tanggung
jawab dari penumpang sendiri;
Pemohon Peninjauan Kembali menolak putusan Majelis Hakim Agung
Mahkamah Agung Republik Indonesia yang membenarkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat juncto putusan BPSK DKI Jakarta yang
menghukum Pemohon Kasasi untuk membayar ganti rugi kepada Termohon
Peninjauan Kembali karena putusan tersebut tidak mempunyai alasan atau
bertentangan dengan hukum pengangkutan/penerbangan. Hukum dan
peraturan tidak ada yang menentukan, bahwa perusahaan penerbangan
akan menanggung ganti rugi dalam hal terjadi kehilangan atas bagasi kabin
milik penumpang (konsumen);
Bagi Pemohon Peninjauan Kembali pertimbangan Judex Juris agar
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 20 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
melakukan upaya berupa penyediaan keamanan di sekitar area cabin
penumpang dengan System Cabin Video System (SCMS) yang telah
diterapkan oleh beberapa maskapai penerbangan Internasional lainnya
dan atau dalam bentuk kunci kabin secara otomatis yang hanya dapat
dibuka atas bantuan Cabin Crew (awak kanin) dan atau setiap upaya
yang dapat menjamin keamanan dan kenyamanan para penumpang
(konsumen) dan barang bawaannya selama dalam penerbangan (any in
flight surveilance measures) akan dipenuhi bila memang hal tersebut
sudah diatur dalam ketentuan hukum pengangkutan udara baik yang
berlaku secara nasional maupun secara internasional. Menurut
pengetahuan dan pengalaman Pemohon Peninjauan Kembali, hingga saat
ini pertimbangan hukum dari Judex Juris belum merupakan suatu
kewajiban berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jadi selama
belum diatur dalam peraturan perundang-undangan maka tidak ada dasar
bagi Judex Juris untuk membebankan kepada Pemohon Peninjauan
Kembali kewajiban yang melebihi ketentuan perundang-undangan;
Dengan demikian putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang
menguatkan putusan majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang
menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar ganti rugi
kepada Termohon Peninjauan Kembali adalah kekeliruan yang nyata
mengenai hukum penerbangan/pengangkutan udara. Oleh karena itu,
permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali sudah
sepatutnya dikabulkan dan selanjutnya pada fungsinya untuk membatalkan
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 649 K/Pdt.Sus-
BPSK/2016, tanggal 8 September 2016 juncto Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Barat Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Jkt. Brt, tanggal 23 Februari
2016 juncto Putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) Provinsi DKI
Jakarta Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015, tanggal 10 Desember 2015;
3. Judex Juris Melakukan Kekeliruan Dalam Menerapkan Hukum Pembuktian
Karena Termohon Peninjauan Kembali Tidak Mampu Membuktikan Dalilnya;
Pasal 1865 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi sebagai berikut:
”Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak, atau
guna meneguhkan haknya sendiri maupun membantah suatu hak orang lain,
menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau
peristiwa itu”;
Selanjutnya Pasal 163 HIR (Hukum Acara Perdata) menentukan bahwa
barang siapa yang mengatakan mempunyai barang sesuatu hak atau
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 21 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
menyebutkan sesuatu kejadian untuk meneguhkan haknya itu atau untuk
membantah hak orang lain maka orang itu harus membuktikan adanya hak
itu atau adanya kejadian itu;
Ketentuan dalam Pasal 1865 Kitab Undang Undang Hukum Perdata
dan/atau HIR mengatur mengenai beban pembuktian. Beban pembuktian
berada pada pundak pihak yang mendalilkan hak. Hukum perdata dan
hukum acara perdata menentukan bahwa pihak yang mendalilkan memiliki
hak atas sesuatu mempunyai kewajiban untuk membuktikan dalilnya;
Dalam perkara ini, sejak penanganan perkara di Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta, maupun di Pengadilan Negeri
Jakarta Barat, serta pemeriksaan di tingkat Kasasi dan bahkan sampai
Memori Peninjauan Kembali ini dibuat, Termohon Peninjauan Kembali
mutlak tidak mampu membuktikan bahwa dirinya benar membawa uang
sebesar 8,500.00 US Dolar, Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc di pesawat
Qatar Airways dan mutlak tidak mampu membuktikan kehilangan uang
sebesar 8,500.00 US Dolar, Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc di pesawat
Qatar Airways. Tidak ada bukti, baik itu berupa surat atau saksi yang
mendukung dalil Termohon Peninjauan Kembali Kasasi mengenai hilangnya
uang sebesar 8,500.00 US Dolar, Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc di
pesawat Qatar (Pemohon Peninjauan Kembali) tersebut karena Termohon
Peninjauan Kembali tidak dapat membuktikan bahwa Termohon Peninjauan
Kembali sesungguhnya benar membawa uang sebesar 8,500.00 US Dolar,
Rupiah Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc.
Oleh karena Termohon Peninjauan Kembali tidak berhasil membuktikan
kehilangan uang kehilangan uang sebesar 8,500.00 US Dolar,
Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc di dalam pesawat Qatar Airways
Mahkamah Agung yang membenarkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta
Barat yang mengabulkan gugatan ganti rugi dari Termohon Peninjauan
Kembali adalah kekeliruan yang nyata mengenai pembuktian. Majelis Hakim
telah mengabulkan tuntutan yang tidak disertai dengan bukti. Kekeliruan
Judex Juris di sini adalah nyata yaitu mengambil keputusan dari sesuatu
yang tidak memiliki bukti dan dasar pasti;
Berdasarkan putusan BPSK, Pengadilan Negeri Jakarta Barat maupun
dalam putusan Mahkamah Agung, Termohon Peninjauan Kembali tidak
pernah mampu membuktikan uang yang hilang dalam penerbangan
tersebut. Tidak ada satupun bukti yang menunjukkan bahwa Termohon
Peninjauan Kembali betul kehilangan uang sebesar 8,500.00 US Dolar,
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 22 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
Rp3.200.000,00 dan 50 Swiss Franc dalam masa penerbangan. Padahal
untuk mengabulkan tuntutan ganti rugi atas kehilangan barang haruslah
didasarkan pada bukti yang cukup untuk itu. Tanpa adanya bukti mengenai
kehilangan maka tidak ada alasan untuk mengabulkan ganti rugi tersebut;
Dengan gagalnya Termohon Peninjauan Kembali membuktikan mengenai
kebenaran atas kehilangan uang di pesawat Qatar Airways (Pemohon
Peninjauan Kembali) maka sudah cukup alasan bagi Majelis Hakim Agung
pada Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk membatalkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat juncto BPSK DKI Jakarta mengenai
pembayaran ganti rugi oleh Pemohon Peninjauan Kembali kepada
Termohon Peninjauan Kembali;
Oleh sebab itu, putusan Mahkamah Agung yang membenarkan putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Barat adalah sebuah kekeliruan yang nyata
dalam mengabulkan tuntutan ganti rugi tanpa ada bukti yang
mendukungnya. Dengan alasan itu, sudah cukup alasan bagi Hakim Agung
pada tingkat Peninjauan Kembali untuk mengabulkan Peninjauan Kembali
dari Pemohon Peninjauan Kembali dan sekaligus membatalkan putusan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
tanggal 8 September 2016 juncto Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Jkt. Brt, tanggal 23 Februari 2016 juncto
Putusan Badan Penyelesaian Sengketa (BPSK) Provinsi DKI Jakarta Nomor
006/A/BPSK-DKI/XII/2015, tanggal 10 Desember 2015;
4. Judex Juris Melakukan Kekeliruan Dalam Menerapkan Ketentuan Mengenai
Precautionary Principle Dalam Memutus Perkara Sengketa Konsumen;
Judex Juris dalam Putusannya pada halaman 21 antara lain mengemukakan
sebagai berikut:
“…begitu pula in casu tidak ada upaya sama sekali dari Pengusaha untuk
menginformasikan kepada Para Penumpang bahwa dalam penerbangan a
quo untuk berhati-hati berkaitan dengan barang-barang yang dibawa karena
sebelumnya sudah pernah terjadi kasus serupa (to be alert/precautionary
principle), sehingga dari fakta tersebut dapat dinyatakan bahwa kesalahan
tersebut juga merupakan tanggung jawab Pengusaha dalam perkara a quo”;
Bahwa soal precautionary principle adalah suatu istilah yang berlaku dalam
hukum lingkungan. Hal ini dengan jelas diatur dalam Deklarasi Rio de
Jainero Tahun 1992. Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
“In order to protect the environment, the precautionary approach shall be
widely applied by States according to their capabilities. Where there are
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 23 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
threats of serious or irreversible damage, lack of full scientific certainty shall
be not used as a reason for postponing cost-effective measures to prevent
environmental degradation";
Terjemahan bebasnya adalah:
“Dalam rangka untuk melindungi lingkungan, precautionary approach
(pendekatan kehati-hatian) harus diterapkan secara luas oleh negara-negara
berdasarkan kemampuan mereka masing-masing. Ketika ada terdapat
sejumlah ancaman serius atau kerusakan yang tidak dapat diperbaiki,
kelangkaan secara penuh mengenai kepastian secara ilmiah tidak akan
dipergunakan sebagai sebuah alasan untuk menunda pengukuran biaya
yang efektif untuk mencegah penurunan lingkungan”;
“The precautionary principle is essence, the notion that lack of full scientific
certainty should not prevent or delay action to protect the environment from
harm or prospective harm. It is an extension of the causes and
consequences of the environmental peril in question are imperpectly
understood”. (Lihat: David Wilkinso, Environment and Law: Routledge
Introduction to Environment Series, (London and New York: Routledge,
2002), hal. 111;
Terjemahan bebasnya:
“precautionary principle adalah inti, gagasan bahwa kekurangan kepastian
secara ilmiah tidak seharusnya mencegah atau memperlambat tindakan
untuk melindungi lingkungan dari bahaya atau kemungkinan bahaya, Dalam
cakupan yang lebih luas, pencegahan harus diterapkan sekalipun antara
sebab dan akibat dari bahaya lingkungan yang dipersoalkan tidak dapat
dimengerti secara sempurna”;
Berdasarkan rumusan di atas akan nampak bahwa ketika sebuah aktivitas
yang menimbulkan kerusakan atau gangguan terhadap lingkungan hidup,
prinsip kehati-hatian harus diterapkan sekalipun hubungan sebab akibat tidak
dapat dibuktikan secara ilmiah. Yang dilihat adalah apa dampak dari sebuah
aktivitas terhadap kerusakan lingkungan hidup. Yang lebih menjadi bahan
perhatian adalah akibat dari kegiatan terhadap kelestarian lingkungan;
Karena precautionary principle adalah prinsip yang berlaku dan dikenal
dalam hukum lingkungan maka pertimbangan Judex Juris yang
memasukkan precautionary principle sebagai prinsip dalam hukum
lingkungan ke dalam persoalan hukum konsumen adalah kekeliruan dalam
memutuskan perkara hukum perlindungan konsumen. Seyogianya, prinsip
yang menjadi dasar pertimbangan Judex Juris untuk mempertimbangkan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 24 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
persoalan dalam hukum konsumen adalah prinsip-prinsip yang dikenal atau
diakui dalam hukum perlindungan konsumen, bukan dalam hukum
lingkungan. Tindakan Judex Juris yang mempergunakan precautionary
principle sebagai dasar untuk mempertimbangkan dan memutus perkara
konsumen adalah kekeliruan yang sangat nyata dan salah tempat;
Terlepas dari tujuan dari penggunaan precautionary principle, di sisi lain para
ahli hukum dan ekonomi berpendapat bahwa paling tidak ada 2 (dua) alasan
untuk meragukan kegunaan dari precautionary principle. Pertama adalah,
precautionary principle tidak mempunyai pembenaran (justifikasi) secara
ekonomi. Implementasi dari precautionary principle bisa jadi membutuhkan
biaya eksesif yang jauh lebih besar dari biaya yang diperlukan untuk
mengadakan pencegahan. Kedua, precautionary principle dipicu oleh
irrasionalitas dan ini akan memunculkan kebijakan yang tidak rasional. Hal ini
menyebabkan bisa jadi akan menyebabkan pengambilan kebijakan terlampau
banyak menekankan pada pendapat publik tentang sebuah risiko tertentu, di
mana kemungkinan akan didasarkan pada ketakutan yang tidak rasional.
Lihat, M.R.A.G. Wibisana, Law and Economic Analysis of the Precautionary
Principle, (Maastricht, Universitaire Pers Maastricht, 2008), hal. 9-10.;
Precautionary principle secara teori masih ada keberatan dari para ahli
hukum dan ekonomi. Oleh karena masih mengundang perdebatan mengenai
kemanfaatannya, dengan demikian pertimbangan dari Judex Juris yang
meminta agar Pemohon Kasasi menerapkan prinsip precautionary principle
dalam persoalan hukum mengenai hubungan produsen dan adalah
pertimbangan yang tidak tepat. Ketika kemanfaatan dari sebuah kebijakan
belum jelas mengenai besarnya biaya untuk menerapkan prinsip
precautionary principle tidak sebanding dengan manfaat yang akan
diperoleh, dalam keadaan yang sedemikian rupa maka penggunaan dari
precautionary principle menjadi tidak relevan untuk dijadikan sebagai dasar
dalam mempertimbangkan dan memutus perkara. Pertimbangan dari Judex
Juris dalam perkara kasasi a quo pada tempatnya untuk dibatalkan;
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut,
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena setelah meneliti
secara seksama alasan-alasan peninjauan kembali tanggal 16 Maret 2017 dan
jawaban alasan-alasan peninjauan kembali tanggal 26 April 2017 dihubungkan
dengan pertimbangan Judex Juris/Judex Facti, ternyata ditemukan suatu
kekhilafan Hakim dan suatu kekeliruan nyata baik dalam pertimbangan maupun
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 25 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
putusan Judex Juris, dengan pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (25) Undang Undang Nomor
1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, ditentukan bahwa, “Bagasi kabin adalah
barang yang dibawa oleh penumpang dan berada dalam pengawasan
penumpang sendiri”;
Bahwa kemudian Pasal 143 mengatur pula, bahwa “Pengangkutan tidak
bertanggungjawab atas kerugian karena hilang atau rusaknya barang kabin,
kecuali apabila penumpang dapat membuktikan, bahwa kerugian tersebut
disebabkan oleh tindakan pengangkutan atau orang yang diperkerjakan;
Bahwa Mahkamah Agung tidak menemukan bukti hilangnya barang kabin
milik Penggugat tersebut disebabkan tindakan pengangkut atau orang yang
diperkerjakan padanya, sehingga dengan demikian gugatan Penggugat
haruslah ditolak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah
Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan
peninjauan kembali yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali QATAR
AIRWAYS Q.C.S.C., tersebut dan membatalkan Putusan Mahkamah Agung
Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016, tanggal 8 September 2016, selanjutnya
Mahkamah Agung akan mengadili kembali perkara ini dengan amar sebagaimana
akan disebutkan di bawah ini;
Menimbang, bahwa karena permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali dikabulkan, maka Termohon Peninjauan Kembali
dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan
kembali;
Memperhatikan, Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang
Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3
Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I:
- Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali QATAR AIRWAYS Q.C.S.C., tersebut;
- Membatalkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 649 K/Pdt.Sus-BPSK/2016
tanggal 8 September 2016 juncto Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Nomor 10/Pdt.Sus-BPSK/2016/PN Jkt. Brt, tanggal 23 Februari 2016 juncto
Putusan BPSK Nomor 006/A/BPSK-DKI/XII/2015, tanggal 10 Desember 2015;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 26 dari 26 hal. Put. Nomor 117 PK/Pdt.Sus-BPSK/2017
MENGADILI KEMBALI:
1. Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menghukum Termohon Peninjauan Kembali/Termohon Kasasi/Termohon
Keberatan/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan
peninjauan kembali sejumlah Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu
rupiah);
Demikian diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada hari
Rabu, tanggal 16 Agustus 2017 oleh Soltoni Mohdally, S.H., M.H., Hakim Agung
yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Dr. H.
Zahrul Rabain, S.H., M.H., dan Sudrajad Dimyati, S.H., M.H., Hakim-Hakim
Agung, masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri
oleh Para Hakim Anggota tersebut dan Febry Widjajanto, S.H., M.H., Panitera
Pengganti tanpa dihadiri oleh Para Pihak.
Hakim-Hakim Anggota: Ketua Majelis,
Ttd. Ttd.
Dr. H. Zahrul Rabain, S.H., M.H. Soltoni Mohdally, S.H., M.H.
Ttd.
Sudrajad Dimyati, S.H., M.H.
Panitera Pengganti,
Ttd.
Febry Widjajanto, S.H., M.H.
Biaya-biaya:1. M e t e r a i …….... Rp 6.000,002. R e d a k s i ……... Rp 5.000,003. Administrasi PK … Rp2.489.000,00J u m l a h ….........…..Rp2.500.000,00
Untuk Salinan
MAHKAMAH AGUNG RI
Atas nama Panitera
Panitera Muda Perdata Khusus,
RAHMI MULYATI, SH.,MH
NIP. 195912071985122002
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
top related