BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Pustaka
Lebih dari 25 tahun penelitian mengenai feedback-seeking behavior telah
menunjukkan bahwa tugas yang berhubungan dengan feedback adalah sumber
individu dan organisasi yang dapat membantu karyawan mengembangkan pandangan
diri secara akurat, mencapai tujuan kinerja mereka, dan meningkatkan hubungan
kedudukan sosial mereka (Ashford, Blatt, & VandeWalle, 2003; et al). Baru-baru ini
berbagai model teoritis baru mempelajari pengembangan dan kinerja manajemen
dalam organisasi yang telah menyoroti pentingnya membangun yang disebut
feedback orientation (misalnya, Gregory, Levy, & Jeffers, 2008; et al).
London & Smither (2002) mencatat bahwa feedback orientation harus terkait
dengan kedua kunci perbedaan individu dan aspek konteks organisasi. Mereka
mengusulkan bahwa sifat seperti self-monitoring, keterbukaan terhadap pengalaman,
dan orientasi penguasaan tujuan harus diprediksi dari feedback orientation, dan
dukungan untuk beberapa harapan-harapan telah ditemukan dalam penelitian
sebelumnya (Linderbaum & Levy, 2007, et al).
2.1.1 Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
Daniel Goleman (1999) mengatakan bahwa emotional intelligence merujuk
kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain,
kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik
pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Orang yang hanya memiliki
emotional intelligence yang tinggi tidak menjamin seseorang akan punya kesempatan
untuk mempelajari kecakapan emosi yang penting untuk bekerja; ini berarti bahwa
mereka hanya mempunyai potensi maksimum untuk mempelajarinya. Kemampuan
emotional intelligence adalah:
1. Mandiri: masing-masing menyumbang secara unik kepada performa kerja.
2. Saling tergantung: masing-masing sampai batas tertentu memerlukan hal-hal
yang tertentu pada yang lain, dengan interaksi yang banyak dan insentif.
3. Hierarkis: kemampuan kecerdasan emosi membentuk bangun yang
bertingkat.
4. Perlu, tapi tidak cukup: dengan memiliki kemampuan kecerdasan emosi
sebagai dasar belum menjamin orang akan mengembangkan atau
memperlihatkan kecakapan-kecakapan terkait, misalnya dalam hal kerja sama
atau kepemimpinan. Faktor-faktor seperti iklim perusahaan, atau minat
seseorang terhadap pekerjaannya, juga akan menentukan apakah kecakapan
akan terwujud.
5. Generik: walaupun daftar umum ini sampai batas tertentu berlaku bagi semua
pekerjaan, pekerjaan berbeda memerlukan kecakapan-kecakapan yang
berbeda pula.
Menurut Goleman, ada 5 dimensi dari emotional intelligence yaitu:
1. Kesadaran diri
Kesadaran diri termasuk mengetahui kondisi diri sendiri, kesukaan, sumber daya, dan
intuisi. Orang yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya mempunyai
kepekaan yang lebih tinggi tentang perasaan mereka yang sesungguhnya.
Keterampilan mengenali emosi diri atau kesadaran diri ini dapat dijelaskan dengan
ciri-ciri:
1). Kesadaran emosi: mengenali emosi diri sendiri dan efeknya.
2). Penilaian diri secara teliti: mengetahui kekuatan dan batas-batas diri
sendiri.
3). Percaya diri: keyakinan tentang harga diri dan kemampuan sendiri.
2. Pengaturan diri
Pengaturan diri termasuk mengelola kondisi, impuls, dan sumberdaya diri sendiri.
Orang yang buruk kemampuannya dalam hal ini akan terus-menerus bergumul
dengan kemurungan dan keputusasaan ketika mereka mengalami kegagalan,
sementara mereka yang pandai akan lebih cepat bangkit dari kemerosotan.
Keterampilan mengelola emosi ini dapat dijelaskan dengan ciri – ciri:
1). Kendali diri: mengelola emosi-emosi dan desakan-desakan hati yang
merusak.
2). Sifat dapat dipercaya: memelihara norma kejujuran dan integritas.
3). Kewaspadaan: bertanggungjawab atas kinerja pribadi.
4). Adaptibilitas: keluwesan dalam menghadapi perubahan.
5). Inovasi: mudah menerima dan terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan
informasi-informasi baru.
3. Motivasi.
Motivasi termasuk kecenderungan emosi yang mengantar atau memudahkan
peraihan sasaran. Orang yang memiliki keterampilan ini cenderung jauh lebih
produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. Keterampilan
memotivasi diri sendiri dapat dijelaskan dengan ciri-ciri:
1). Dorongan prestasi: dorongan untuk menjadi lebih baik atau memenuhi
standar keberhasilan.
2). Komitmen: menyesuaikan diri dengan sasaran kelompok atau perusahaan.
3). Inisiatif: kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan.
4). Optimisme: kegigihan dalam memperjuangkan sasaran kendati ada
halangan dan kegagalan.
4. Empati
Empati termasuk kesadaran terhadap perasaan, kebutuhan, dan kepentingan orang
lain. Orang yang empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial tersembunyi
yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan dan dikehendaki orang lain. Orang-orang
seperti ini cocok untuk pekerjaan-pekerjaan yang bersentuhan langsung dengan
konsumen. Keterampilan empati ini dapat dijelaskan dengan ciri-ciri:
1). Memahami orang lain: mengindra perasaan dan perspektif orang lain, dan
menunjukkan minat aktif terhadap kepentingan mereka.
2). Orientasi pelayanan: mengantisipasi, mengenali, dan berusaha memenuhi
kebutuhan pelanggan.
3). Mengembangkan orang lain: merasakan kebutuhan perkembangan orang
lain dan berusaha menumbuhkan kemampuan mereka.
4). Mengatasi keragaman: menumbuhkan peluang melalui pergaulan dengan
bermacam-macam orang.
5). Kesadaran politis: mampu membaca arus-arus emosi sebuah kelompok dan
hubungannya dengan kekuasaan.
5. Keterampilan sosial
Keterampilan sosial termasuk kepintaran dalam menggugah tanggapan yang
dikehendaki pada orang lain. Keterampilan membina hubungan ini dapat dijelaskan
dengan ciri-ciri:
1). Pengaruh: memiliki taktik-taktik untuk melakukan persuasi.
2). Komunikasi: mengirimkan pesan yang jelas dan meyakinkan.
3). Kepemimpinan: membangkitkan inspirasi dan memandu kelompok dan
orang lain.
4). Katalisator perubahan: memulai dan mengelola perubahan.
5). Manajemen konflik: negoisasi dan pemecahan silang pendapat.
6). Pengikat jaringan: menumbuhkan hubungan sebagai alat.
7). Kolaborasi dan kooperasi: kerja sama dengan orang lain demi tujuan
bersama.
8). Kemampuan tim: menciptakan sinergi kelompok dalam memperjuangkan
tujuan bersama.
2.1.2 Feedback Orientation (Orientasi Umpan Balik)
Menurut Prof. Dr. Wibowo (2007) feedback dapat didefinisikan sebagai
informasi tentang perilaku masa lalu, disampaikan sekarang, yang mungkin
mempengaruhi perilaku di waktu yang akan datang. Feedback pada tingkat
organisasi berkenaan dengan monitoring apakah terjadi deviasi antara rencana
dengan pelaksanaan dan memprediksi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Apabila terjadi deviasi, perlu ditetapkan tindakan yang harus dilakukan
untuk mengoreksinya sehingga tujuan tetap dapat dicapai. Feedback pada tingkat
individu dan kelompok dimaksudkan untuk mengetahui seberapa jauh kemampuan
individu atau kelompok tersebut dalam menyelesaikan tugasnya. Apabila kinerjanya
dibawah standar yang telah ditentukan, dapat dilakukan koreksi terhadap perilaku
pekerja atau dengan meningkatkan kemampuan karyawan melalui pelatihan dan
pengembangan.
Kegiatan pengembangan dapat terdiri dari rangkaian kesempatan belajar yang
dapat diselenggarakan sepanjang dimensi yang berbeda. Dimensi-dimensinya adalah:
1). Aktivitas yang terjadi didalam pekerjaan
Aktivitas yang terjadi didalam pekerjaan seperti menerima pembinaan atau on-
the-job training.
2). Aktivitas yang terjadi diluar pekerjaan.
Aktivitas yang terjadi diluar pekerjaan seperti pengambilan kursus,
memperoleh petunjuk audio / video rekaman, atau membaca buku karir yang
relevan.
Model teoritis Smither tentang proses manajemen kinerja mengusulkan
bahwa feedback orientation memiliki efek pada setiap tahap dari proses feedback.
Tahap-tahapnya yaitu:
1). Tahap Penerimaan
Karyawan dengan feedback orientation yang tinggi harus lebih mampu
mengendalikan dan mengatasi emosi mereka reaksi terhadap feedback.
2). Tahap pengolahan
Karyawan harus memproses feedback yang lebih bermakna dan mengatasi
kesalahan.
3). Tahap penggunaan
Berhasil menerapkan feedback untuk menetapkan tujuan dan meningkatkan
kinerja.
London dan Smither (2002) juga menekankan bahwa pengalaman dengan
feedback dapat mengubah feedback orientation seseorang selama periode waktu yang
moderat (misalnya, 6-12 bulan), dan mereka menyarankan bahwa manajer dapat
bekerja untuk mengembangkan feedback orientation yang tinggi di kalangan
bawahan mereka.
Meskipun tidak ada teori yang cukup, penelitian empiris tentang feedback
orientation masih cukup terbatas sampai saat ini. Satu-satunya ukuran feedback
orientation yang ada, Orientasi Feedback Skala, dikembangkan oleh Linderbaum dan
Levy (2010). Linderbaum dan Levy menggunakan skala lebih dari dua studi
percontohan dan bukti dari reliabilitas dan validitas menggunakan sampel mahasiswa
sarjana yang bekerja dan orang dewasa yang bekerja penuh waktu dalam pengaturan
manufaktur. Hasilnya menunjukkan bahwa feedback orientation ditunjukkan
sederhana, hubungan positif terkait dengan perbedaan individu seperti tujuan
orientasi pembelajaran, etika kerja, self-efficacy. Selanjutnya, prediksi itu merupakan
hasil dari laporan keterlibatan kerja (job involvement), kejelasan peran (role clarity),
penilaian kepuasan kinerja (performance appraisal satisfaction), persepsi lingkungan
umpan balik (feedback environment perceptions). Secara keseluruhan, penelitian ini
lebih lanjut diperlukan untuk menguji pengaruh feedback orientation tentang
bagaimana karyawan mencari dan menggunakan feedback.
Banyak penulis telah mengusulkan bahwa feedback orientation merupakan
prediktor penting dari kriteria seperti:
1). Keberhasilan pelatihan
Herold dan Fedor (2003) mengusulkan bahwa peserta dengan orientasi positif
terhadap umpan balik akan memiliki keuntungan dalam konteks pelatihan ketika
mereka harus mempelajari tugas-tugas baru dan tidak bisa mengandalkan
penilaian internal mereka.
2). Pengembangan karyawan
Feedback orientation juga diperkirakan memiliki implikasi penting untuk
bagaimana pemimpin mencari dan menanggapi perkembangan umpan balik
(London, 2002, London & Maurer, 2004), khususnya dalam pembinaan
hubungan eksekutif (Gregory et al., 2008) dan multisource umpan balik sistem
(Smither, London, & Reilly, 2005).
3). Mempertahankan standar kinerja yang tinggi
Pada tingkat analisis organisasi, feedback orientation yang menguntungkan juga
telah diajukan sebagai karakteristik kontinyu peserta didik yang memberikan
kontribusi untuk pengembangan dan pemeliharaan budaya belajar yang sukses
(Sessa & London, 2006).
2.1.2.1 Tujuan Orientasi
Tujuan orientasi mengacu pada orientasi individu terhadap berbagai jenis
tujuan dalam situasi prestasi. Umumnya dua orientasi utama telah dibedakan:
1). Tujuan orientasi pembelajaran, dengan penekanan pada perolehan situasi baru
menguasai keterampilan baru, dan bekerja keras; dan
2). Tujuan orientasi kinerja, di mana penekanannya adalah menunjukkan dan
memvalidasi kompetensi unggul dengan mencari keuntungan, dan menghindari
yang tidak menguntungkan, penilaian tentang kemampuan (Duda, 1993; Dweck,
1986).
VandeWalle dan Cummings (1997) menyatakan bahwa: tujuan orientasi
pembelajaran dan kinerja pada individu juga menunjukkan pola perilaku yang
berbeda dalam menanggapi kesulitan dan kegagalan pada tugas. Yang pertama
cenderung meningkatkan ketekunan usaha mereka, dan menikmati tantangan. Untuk
yang terakhir, mengerahkan usaha untuk mengatasi tantangan tersebut.
Karena pembelajaran orientasi individu difokuskan pada peningkatan kinerja
dan bersedia untuk mengerahkan usaha untuk melakukannya, maka dari itu harus
mampu menunjukkan keinginan yang kuat untuk informasi yang berguna.
2.1.2.2 Hubungan feedback orientation
Model ini adalah untuk menguji hubungan antara emotional intelligence dan
feedback orientation. Ada beberapa alasan mengapa emotional intelligence dan
feedback orientation harus terkait. Pertama, orang-orang dengan emotional
intelligence yang tinggi memiliki persepsi diri yang akurat. Mereka memahami
perasaan mereka sendiri, apa yang memicu mereka, dan bagaimana menggunakannya
untuk mencapai tujuan (Mayer & Salovey, 1997). Demikian pula, karyawan dengan
orientasi umpan balik yang kuat yang diusulkan untuk menjadi sadar diri, terbuka
untuk introspeksi, tertarik untuk belajar tentang diri mereka sendiri, dan bersedia
untuk menindaklanjuti feedback untuk meningkatkan kinerja mereka (Linderbaum &
Levy, 2007; London, 2003; et al). Dengan demikian, koneksi yang penting antara
emotional intelligence dan feedback orientation adalah kualitas umum akurat
memahami diri dan menggunakan informasi yang relevan untuk mencapai tujuan.
Hubungan kedua antara konstruksi ini adalah orang dengan emotional
intelligence yang tinggi secara akurat dapat membaca emosi orang lain dan memiliki
rasa yang baik tentang bagaimana orang lain merasa tentang mereka (misalnya,
Mayer, Caruso, & Salovey, 2000). Demikian juga, London (2003) menyarankan
bahwa karyawan dengan feedback orientation yang kuat sensitif terhadap perasaan
orang lain tentang mereka dan dapat menggunakan wawasan untuk menjadi pekerja
lebih efektif. Dengan demikian, secara emosional karyawan cerdas juga cenderung
memiliki feedback orientation yang tinggi karena kepekaan mereka terhadap emosi
orang lain dan kemampuan untuk menggunakan informasi sosial untuk
meningkatkan kinerja.
2.1.3 Feedback Inquiry
Feedback inquiry memberikan kontribusi berkualitas tinggi dan membantu
untuk mendefinisikan peran dan harapan untuk satu sama lain. Inquiry memiliki
potensi untuk meningkatkan baik kinerja tugas dan kualitas hubungan sosial, yang
menunjukkan bahwa itu adalah suatu mekanisme mediasi cenderung untuk
menyampaikan efek feedback orientation.
Feedback inquiry dilakukan melalui pencarian umpan balik yang dapat
membantu karyawan untuk mendefinisikan secara jelas peran dan harapan satu sama
lain. Hal ini juga dapat meningkatkan kinerja yaitu dengan memberikan kemampuan
pada karyawan untuk memonitoring dan mengevaluasi pekerjaan mereka, dan
menetapkan tujuan kinerja yang tepat.
2.1.4 Performance Ratings (Peringkat Kinerja)
Kinerja individu dapat diukur menggunakan metode yang berbeda. Namun,
metode dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori besar: catatan organisasi, dan
evaluasi subjektif. Menurut Viswesvaran & Ones (2005), catatan organisasi yang
dianggap lebih "obyektif", berbeda dengan evaluasi subjektif yang bergantung pada
penilaian manusia. Performance Ratings secara tradisional juga memainkan peran
umum dalam pengukuran kinerja.
Dari cara yang berbeda untuk mengukur kinerja, performance ratings yang
paling lazim. Ratings merupakan evaluasi subjektif yang bisa diperoleh dari
supervisor, teman sebaya, bawahan, diri sendiri, atau pelanggan, dengan supervisor
menjadi sumber yang paling umum digunakan dan rekan-rekan merupakan sumber
umum kedua yang digunakan.
Ukuran kinerja memainkan peran penting dalam penelitian dan praktek.
Peringkat merupakan metode penting pengukuran prestasi kerja dalam organisasi.
Banyak keputusan dibuat atas dasar penilaian. Dengan demikian, keandalan
peringkat adalah penting dalam organisasi. Performance ratings dapat diukur dari:
1). Perilaku individu
Dilihat dari in-role behavior dan extra-role behavior.
2). Perilaku organisasi umum
Dilihat dari tingkat kehadiran dan mengikuti kebijakan yang ada.
3). Manfaat
Dilihat dari kerja sama tim, usaha ekstra, dan inisiatif.
Dimensi kinerja dan kategori ini yang sesuai digunakan dalam studi
sebelumnya (Williams & Anderson, 1991; Werner, 1994).
2.1.5 PATH Analisis
Model Path analysis (analisis jalur) digunakan untuk menganalisis pola
hubungan diantara variabel. Model ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
langsung maupun tidak langsung seperangkat variabel bebas (eksogen) terhadap
variabel terkait (endogen) (Riduwan dan Kuncoro,2008:2)
Asumsi-asumsi Path Analysis antara lain sebagai berikut:
1. Hubungan diantara variabel bersifat linear dan adaptif (mudah menyesuaikan
diri).
2. Data yang digunakan berdistribusi normal, valid, dan reliable.
3. Adanya recurivitas, yaitu suatu keadaan dimana anak panah mempunyai
hubungan satu arah dan tidak boleh terjadi pemutaran kembali (looping).
4. Variabel terkait (endogen) setidaknya/minimal dalam ukuran interval dan
rasio.
5. Menggunakan sample probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk
dipilih menjadi anggota sample.
Menurut Riduwan dan Kuncoro (2008:116), koefisien jalur (path) adalah
koefisien regresi yang distandarkan, yaitu koefisien regresi yang dihitung dari basis
data yang telah diset dalam angka buku atau Z-score (data yang diset dengan nilai
rata-rata = 0 dan standar deviasi = 1).
Catatan: sebelumnya melakukan analisis jalur, peneliti hendaknya melakukan uji
validitas dan uji reliabilitas, uji asumsi klasik, serta analisis korelasi terdahulu.
2.1.5.1 Langkah- langkah Pengujian Path Analysis
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2011: 116-118)
ada beberapa langkah pengujian path analisis yaitu sebagai berikut:
1. Merumuskan hipotesis dan persamaan structural
Struktural:
2. Menghitung koefisien jalur yang didasarkan pada koefesien regresi
a. Gambarkan diagram jalur lengkap, tentukan sub-sub strukturnya dan
rumuskan persamaan strukturnya yang sesuai hipotesis yang diajukan.
Hipotesis: naik turunnya variabel endogen (Y) dipengaruhi secara
signifikan oleh Variabel Eksogen (X1 dan X2).
b. Menghitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan.
Hitung koefisien regresi untuk struktur yang telah dirumuskan: persamaan
regresi berganda:
Y = a+ + +
3. Menghitung koefesien jalur secara simultan (keseluruhan)
a. Kaidah pengujian signifikan secara maunual: menggunakan tabel F
F=
Keterangan:
n= jumlah Sampel
k = jumlah variabel eksogen
R2 YXK= Rsquare
Jika F hitung ≥ F table, maka Ho ditolak atau Ha diterima yang artinya
signifikan.
Jika F hitung ≤ F table, maka Ho diterima yang artinya tidak signifikan
dengan taraf signifikan (α) = 0,05
Carilah nilai F table menggunakan table F dengan rumus:
F table= (1-α ) (dk = k ), (dk = n-k-1)} atau F {(1-α ) (v1= k ),(v2=n-k1)}
Cara mencari F table: nilai (dk=k ) atau v1 disebut nilai pembilang
Nilai (dk = n-k-1) atau v2 disebut nilai penyebut
b. Kaidah pengujian signifikan Progran SPSS
- Jika nilai probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai
probabilitas sig atau [ 0.05 ≤ sig], maka Ho diterima dan Ha ditolak,
artinya tidak signifikan.
- Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai
probabilitas sig atau [0.05 ≥ sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima,
artinya signifikan.
4. Menghitung Koefisien jalur secara individu
Secara individual uji statistik yang digunakan adalah uji t yang dihitung
dengan rumus (Kusnendi, 2005,p.12)
Keterangan:
Statistic sepX1 diperoleh dari hasil komputasi pada SPSS untuk analisis
regresi setelah data ordinal ditransformasikan ke interval.
Selanjutnya untuk mengetahui signifikansi analisis jalur bandingkan antara
nilai probabilitas sig dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut.
a. Jika nilai Probabilitas 0.05 lebih kecil atau sama dengan nilai probabilitas
sig atau [ 0.05 ≤ sig] maka Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak
signifikan.
b. Jika nilai probabilitas 0.05 lebih besar atau sama dengan nilai probabilitas
sig atau [0.05 ≥ sig], maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya signifikan.
2.1.6 Pengertian Regresi
Menurut Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2011, p83), regresi adalah
suatu proses yang memperkirakan secara sistematis tentang apa yang paling mungkin
terjadi di masa yang akan datang berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang
dimiliki agar kesalahannya dapat diperkecil. Jadi, regresi mengemukakan tentang
keingintahuan apa yang terjadi di masa depan untuk memberikan kontribusi
keputusan terbaik.
Kegunaan regresi dalam penelitian salah satunya adalah untuk meramalkan
(memprediksi) variabel terikat (Y) apabila variabel bebas (X) diketahui. Regresi
sederhana dapat dianalisis karena didasari oleh huungan fungsional atau hubungan
sebab akibat (kausal) variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y).
2.1.6.1 Regresi Linear Berganda
Menurut Santoso (2007, p164), analisis regresi dilakukan untuk melihat
pengaruh suatu variabel bebas (independent variabel) terhadap variabel terikat
(dependent variabel). Tujuan ini dilakukannya analisis regresi adalah untuk menaksir
besarnya efek kuantitatif suatu kejadian terhadap kejadian lain. Analisis regresi
dimana hanya terdapat lebih dari satu variabel bebas disebut sebagai regresi linier
berganda ( multiple regresion). Bentuk umum persamaan linear berganda adalah:
Y = b0 + b1x1 + b2x2 + ….+ bk xk
Keterangan :
Y = variabel terikat (dependent variabel)
1 2 , , …. , k x x x = variabel bebas (independent variabel)
1 2 , , …. , k b b b = koefisien regresi
Dalam penelitian ini menggunakan teknik regresi linear berganda (multiple
regresion). Regresi linear berganda adalah regresi dimana terdapat lebih dari satu
variabel bebas. Dari teknik regresi linear berganda ini akan diketahui apakah ada
pengaruh secara bersama-sama variabel bebas yang ada terhadap variabel terikat.
Model regresi linear berganda untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2x2
Keterangan:
X1 = Emotional Intelligence
X2 = Feedback Orientation
Y = Feedback Inquiry
Z = Performance Ratings
2.1.7 Koefesien Korelasi Pearson
Berdasarkan Riduwan dan Ahmad Kuncoro (2007,p61) untuk mengetahui
hubungan antara variabel X1 dengan Y dan X2 dengan Y dan X1 dan X2 terhadap Y
digunakan teknik korelasi. Anlisis korelasi yang digunakan adalah pearson Product
Moment, dengan rumus:
Korelasi Pearson dilambangkan (r) dengan ketentuan r ≥ -1 dan r ≤ +
1.apabila nilai r= -1 artinya korelasinya negative sempurna; r=0 artinya tidak ada
korelasi; dan r=1 berarti korelasinya sangat kuat. Sedangkan arti harga r akan
ditampilkan pada table interpretasi nilai r sebagai berikut:
Table 2.1 Arti Nilai r
Interval koefisien Tingkat Hubungan
0,80-1,000 Sangat kuat
0,60-0,799 Kuat
0,40-0,599 Cukup kuat
0,20-0,399 Rendah
0,00-0,199 Sangat rendah
Sumber: Riduwan dan Kuncoro (2007:62)
Untuk mencari makna generalisasi, maka perlu melakukan uji signifikan dari
hubungan antara variable X terhadap Y. uji signifikansi adalah sebagai berikut:
Hipotesis
Ho: Variabel X tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel Y
Ha: Variabel X memiliki hubungan yang signifikan dengan variabel Y
Dasar Pengambilan keputusan
Sig ≥α Ho diterima, Ha ditolak
Sig <α Ho ditolak, Ha diterima
Ket: α(alpha) = tingkat presisi, batas ketidak akuratan (1- tingkat kepercayaan)
Besar kecilnya sumbangan variabel X terhadap variabel Y dapat ditentukan dengan
rumus Koefisien Determinan sebagai berikut:
KP = r2 x 100%
Dimana KP adalah nilai koefisien determinasi, dan r adalah koefisien korelasi
(Riduwan dan Kuncoro, 2011 :162).
2.1.8 Model Skala Sikap
Berdasarkan pendapat Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2011:19).
Model atau tipe skala pengukuran ini hanya dikemukakan skala untuk mengukur
sikap. Bentuk-bentuk model skala sikap yang perlu diketahui dalam melakukan
penelitian. Berbagai skala sikap yang sering digunakan ada lima macam, yaitu: skala
likert, skala guttman, skala simantict defferensial, rating scale, skala thurstone.
Dalam penelitian ini, model skala sikap yang digunakan oleh penulis adalah skala
likert.
2.1.8.1 Skala Likert
Menurut Riduwan dan Engkos Achmad Kuncoro (2011:20). Skala Likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapatan dan persepsi seseorang atau
sekelompok tentang kejadian atau gejala sosial. Dalam penelitian gejala sosial ini
telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjutnya disebut sebagai
variabel penelitian.
Dengan menggunakan skala likert, maka variabel yang akan diukur
dijabarkan menjadi dimensi, dimensi dijabarkan menjadi sub variabel kemudian sub
variabel dijabarkan lagi menjadi indikator-indikator yang dapat diukur. Akhirnya
indikator-indikator yang terukur ini dapat dijadikan titik tolak untuk membuat item
instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh
responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pertanyaan atau dukungan
sikap yang diungkapkan dengan kata-kata sebagai berikut.
Pertanyaan Posotif Pertanyaan Negatif
Sangat Setuju (SS) = 5 Sangat Setuju (SS =1
Setuju (S) = 4 Setuju (S) = 2
Kurang Setuju (KS) = 3 Kurang Setuju (N) = 3
Tidak Setuju (TS) = 2 Tidak Setuju (TS) = 4
Sangat Tidak Setuju (STS) = 1 Sangat Tidak Setuju (STS) = 5
2.1.9 Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Jason J. Dahling, Samantha L. Chau and
Alison O'Malley pada bulan July tahun 2010 yang berjudul Correlates and
Consequences of Feedback Orientation in Organizations. Dari penelitian tersebut di
katakan bahwa Emotional Intelligence dan Feedback Orientation mempunyai
hubungan positif dengan Feedback Inquiry. dan Performance Ratings juga
dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut. Temuan tersebut menunjukkan bahwa
Feedback Orientation memiliki efek, kuat langsung pada Feedback Inquiry dan efek
tidak langsung pada Performance Ratings, memberikan dukungan empiris pertama
untuk pernyataan London dan Smither’s (2002) bahwa Feedback Orientatian
memainkan peran penting dalam proses manajemen kinerja. Manajer yang bekerja
untuk meningkatkan Feedback Orientation cenderung menguntungkan dari
penyelidikan lebih aktif dalam situasi tidak menentu, kinerja yang lebih baik, dan
hubungan baik dengan bawahan mereka. Adapun temuan lain dari Linderbaum dan
Levy (2010) menunjukkan bahwa feedback orientation berkaitan dengan feedback
inquiry ketika mengontrol efek dari emotional intelligence.
1.2 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis, 2012Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan:
= Menggambarkan pengaruh secara simultan
= Menggambarkan pengaruh secara parsial
2.3 Hipotesis
Emotional Intelligence (X1):
- Kesadaran diri- Pengaturan diri- Motivasi- Empati- Keterampilan Sosial
Feedback Orientation(X2):
Keberhasilan pelatihan
Pengembangan karyawan
Mempertahankan standar kinerja
Feedback Inquiry (Y):
Memonitoring dan mengevaluasi pekerjaan
Menetapkan tujuan kinerja
Performance Ratings (Z):
Perilaku individuPerilaku organiasi
umumManfaat
Hipotesis adalah sebuah taksiran atau referensi yang dirumuskan serta diterima
untuk sementara yang dapat menerangkan fakta-fakta yang diamati ataupun kondisi-
kondisi yang diamati dan digunakan sebagai petunjuk untuk langkah-langkah
selanjutnya. Hipotesis dapat diturunkan dari teori yang berkaitan dengan masalah
yang akan diteliti. Hipotesis merupakan kebenaran sementara yang perlu diuji
kebenarannya oleh karena itu hipotesis berfungsi sebagai kemungkinan untuk
menguji kebenaran suatu teori.
H0 : Tidak ada pengaruh atau hubungan antar variabel
Ha : Ada pengaruh atau hubungan antar variabel
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini, maka hipotesis
sementara yang dapat disimpulkan dipenelitian ini yaitu:
1. Untuk T – 1
H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel emotional
intelligence (X1) dan feedback orientation (X2) terhadap feedback
inquiry (Y) secara simultan maupun parsial.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel emotional intelligence
(X1) dan feedback orientation (X2) terhadap feedback inquiry (Y)
secara simultan maupun parsial.
2. Untuk T – 2
H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel emotional
intelligence (X1) dan feedback orientation (X2) terhadap feedback
inquiry (Y) serta dampaknya terhadap performance ratings (Z)
secara simultan maupun parsial.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara variabel emotional intelligence
(X1) dan feedback orientation (X2) terhadap feedback inquiry (Y)
serta dampaknya terhadap performance ratings (Z) secara simultan
maupun parsial.