1
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di
Chili, Amerika (Anonim, 2000). Penghasil stroberi terbesar di dunia adalah negara
Amerika Serikat, disusul Polandia, Italia, Jepang dan Meksiko. Keberhasilan industri
stroberi di Amerika Serikat khususnya California, terutama karena ditemukannya kultivar-
kultivar baru yang unggul, sistem penanaman dan teknik budi daya yang tepat, telah
menempatkan Amerika Serikat (AS) menjadi negara penghasil stroberi terbesar di dunia
(Siagian, 2011).
Tanaman stroberi merupakan tanaman buah yang kini mulai ditanam di beberapa
daerah dataran tinggi di Indonesia. Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah
dengan curah hujan 600-700 mm/tahun. Tanaman stroberi ditanam pada ketinggian tempat
yang memenuhi syarat iklim tersebut yaitu antara 600-1.500 meter dpl, suhu udara pada
siang hari 22-25 ˚C dan malam hari 14-18 ˚C, serta kelembaban udara relatif (RH) yang
tinggi antara 85-95 % (Kurnia dalam Hendy, 2012).
Jenis stroberi ini pula yang jadi pertama kali masuk ke Indonesia dan menyebar lebih
luas dibanding spesieslainnya. Stroberi dikenal juga dengan nama arbei (Rukmana dalam
Mu’min, 2012). Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di
dunia, terutama untuk Negara-negara beriklim subtropics. Di Negara-negara yang beriklim
subtropics pengembangan budidaya stroberi dijadikan sebagai salah satu sumber devisi.
Pola dan sistem pengembangan budidaya stroberi telah dipadukan dengan sektor
pariwisata, yaitu menciptakan kebun agrowisata. Misalnya, di Eropa kebun agrowisata
stroberi telah terdapat di berbagai negara (Mu’min, 2012).
Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di dunia,
terutama untuk negara-negara beriklim subtropis. Menggunakan variasi somaklonal,
menghasilkan beberapa variasi baru yang menjanjikan dan dievaluasi untuk kemampuan
stroberi berbunga dan berbuah. Untuk menginduksi variasi, menggunakan berbagai teknik
kultur jaringan. Kultur in vitro merupakan hal yang penting untuk perbaikan tanaman
dalam pemuliaan tanaman dan merupakan aplikasi umum untuk induksi variasi
somaklonal (Biswas, et al, 2009).
Kultur jaringan tanaman (plant tissue culture) atau sering kali disebut juga dengan
kultur in vitro adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan semua prosedur
2
budi daya tanaman secara aseptik. Karena pertumbuhannya memerlukan tempat steril
dengan wadah yang biasanya tembus cahaya, maka disebut juga kultur in vitro yang berarti
kultur di dalam gelas. Secara lebih rinci, kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai suatu
metode mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma sel, sekelompok sel,
jaringan, dan organ serta menumbuhkannya dalam media yang sesuai dan kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi
tanaman lengkap (Suliansyah, 2013).
Variasi somaklonal pada dasarnya terjadi akibat peristiwa mutasi, yaitu perubahan
suatu karakter yang diwariskan yang disebabkan oleh berubahnya pembawa sifat menurun
(inherited trait) baik pada tingkat DNA atau gen yang disebut juga mutasi kecil atau
mutasi titik, maupun pada tingkat kromosom yang disebut juga mutasi besar (Riduan,
2007). Menurut Wattimena dalam Hutami, dkk (2006), keragaman somaklonal berasal dari
keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan.
Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya polisomik
dari jaringan tertentu.
Salah satu metode keragaman somaklonal yang banyak dimanfaatkan adalah seleksi
in vitro. Metode tersebut lebih efektif dan efisien karena perubahan lebih diarahkan pada
perubahan sifat yang diharapkan. Perubahan sifat genetik pada sel somatik yang
dikulturkan sering membentuk tanaman mutan baru walaupun tanpa diberi perlakuan
mutagen (Linaceru dan Vazquez 1992; Starys 1992). Perubahan sifat genetik tersebut akan
meningkat apabila ke dalam media diberikan komponen organik tertentu yang dapat
memunculkan variasi genetik (Hutami, dkk, 2006).
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka tujuan dari
penulisana makalah ini adalah untuk mengetahui “variasi somaklonal pada tanaman
stroberi”.
3
BAB IIPEMBAHASAN
2.1 Kultur Jaringan
Kultur jaringan merupakan terjemahan dari Tissue culture. Tissue dalam bahasa
indonesia adalah jaringan yaitu sekelompok sel yang mempunyai fungsi dan bentuk yang
sama, kultur diterjemahkan sebagai kulutr atau pembudidayaan. Sehingga kultur jaringan
diartikan sebagai budidaya jaringan/sel tanaman utuh yang kecil yang mempunyai sifat
yang sama dengan induknya (Harahap, 2011).
Kultur Jaringan adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti sel,
sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang
lengkap. Kultur Jaringan, membudidayakan jaringan tanaman menjadi tanaman baru yang
mempunyai sifat sama dengan induknya Dasar orientasi kultur jaringan adalah teori
totipotensi sel, yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, bahwa bagian tanaman yang
hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di lingkungan yang sesuai, dapat
tumbuh menjadi tanaman yang sempurna (Henuhili, 2013).
Kultur jaringan tanaman (plant tissue culture) atau sering kali disebut juga dengan
kultur in vitro adalah terminologi yang digunakan untuk menggambarkan semua prosedur
budi daya tanaman secara aseptik. Karena pertumbuhannya memerlukan tempat steril
dengan wadah yang biasanya tembus cahaya, maka disebut juga kultur in vitro yang berarti
kultur di dalam gelas. Secara lebih rinci, kultur jaringan dapat didefinisikan sebagai suatu
metode mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma sel, sekelompok sel,
jaringan, dan organ serta menumbuhkannya dalam media yang sesuai dan kondisi aseptik,
sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi
tanaman lengkap. Ada beberapa karakter yang dapat dipakai untuk mencirikan teknik
kultur jaringan, yaitu: (1) Terbebas dari segala mikroorganisme, (2) Lingkungan tumbuh
optimal, (3) Pola perkembangan normal tanaman dapat dimodifikasi, dan (4)Manipulasi
jaringan untuk perbaikan tanaman (Suliansyah, 2013).
Sumarni (2012) menjelaskan tiga kemampuan dasar tanaman, yaitu (1) Totipotensi
(Total genetic potential), Potensi atau kemampuan bawaan sel tanaman untuk berkembang
menjadi tanaman lengkap pada kondisi yang sesuai. Seluruh informasi genetik untuk
pertumbuhan dan reproduksi makhluk hidup ada di dalam sel, (2) Dediferensiasi,
4
Kemampuan sel dewasa untuk kembali menjadi kondisi meristematik dan berkembang
menjadi titik tumbuh baru, diikuti rediferensiasi yang dapat mengatur untuk membentuk
organ tanaman baru, dan (3) Kompetensi, Potensi dalam tanaman untuk membentuk sel
atau jaringan berkembang sesuai sifat masing-masing zat
Kelebihan Kultur Jaringan :
1. Tidak tergantung musim dan faktor lingkungan lain
2. Tidak perlu daerah pembibitan yg luas
3. Hanya perlu bag kecil darr tanaman asal
4. Membantu dalam usaha eliminasi patogen
5. Memudahkan pertukaran plasma nutfah internasional
6. Perbanyakan tanaman dalam waktu singkat
Tipe Kultur Jaringan
a. Kultur Meristem
Kultur meristem merupakan isolasi dan pertumbuhan aseptik ujung tunas (shoot-tips)
atau meristem seca-ra in vitro yang bertujuan untuk mendapatkan klon-klon tanaman,
tanaman bebas virus, atau untuk konservasi plasmanutfah (kriopreservasi). Teknik kultur
meristem yang mungkin paling banyak digunakan adalah untuk tujuan memproduksi klon-
klon secara cepat. Teknik kultur meristem telah digunakan untuk berbagai species
tanaman, antara lain pisang, kentang, sawit, eukaliptus, krisan, dan stroberi. Penggunaan
kultur meristem yang tidak kalah penting adalah produksi tanaman bebas virus, seperti
pada tanaman kentang, tebu, dan anggrek (Suliansyah, 2013). Kultur jaringan tanaman
dengan eksplan jaringan-jaringan meristematik, yaitu (1) Meristem pucuk terminal / tunas
aksilar dan (2) untuk mendapatkan tanaman sempurna, memperbanyak Tanaman (Sumarni,
2012).
b. Mikropropagasi
Mikropogasi merupakan perbanyakan dari galur tanaman yang terpilih melalui teknik kultur
jaringan. Mikropropagasi termasuk dalam ilmu dan seni memperbanyak tanaman di dalam
wadah kaca dalam kondisi steril (the art and science of multiplying plants in vitro).
Mikropropagasi merupakan bagian dari teknik kultur jaringan tanaman (Plant Tissue
Culture), yang berskala komersial.Selain itu, teknik mikropropagasi ini juga sering disebut
dengan micro cutting (Nugrahani, dkk, 2011).
5
c. Organogenesis
Organogenesis merupakan proses pembentukan dan perkembangan tunas dari
jaringan meristem. Proses organogenik dimulai dengan perubahan sel parenkim tunggal
atau sekelompok kecil sel, dimana selanjutnya membelah menghasilkan suatu masa sel
globuler atau meristemoid, besifat kenyal dan berkembang menjadi primordium pucuk
atau akar. Kejadian ini dapat terjadi langsung pada eksplan atau tidak langsung melalui
pembentukan kalus (Nugrahani, dkk, 2011). Organogenesis adalah proses terbentuknya
organ seperti tunas atau akar baik secara langsung dari permukaan eksplan atau secara
tidak langsung melalui pembentukan kalus terlebih dahulu (Sipayung, 2010)
d. Kultur Kalus
Kultur kalus merupakan induksi dan pertumbuhan aspetik kalus secara in vitro yang
bertujuan untuk mendapatkan tanaman yang “baru” (diperbaiki sifatnya) atau untuk
mendapatkan produk sekunder tanaman. Teknik kultur kalus telah digunakan untuk
berbagai tujuan, antara lain: a) menghasilkan varian genetik yang berguna, b) penyaringan
sel-sel secara in vitro bagi tipe-tipe yang memiliki karakter berguna, dan c) memproduksi
produk kimia yang berguna. Salah satu teknik kultur kalus yang umum digunakan adalah
untuk memperoleh keragaman somaklonal dan seleksi in vitro galur-galur sel terhadap
cekaman kekeringan, garam, herbisida, patogen, atau virus (Siliansyah, 2013).
e. Embriogenesis Somatik
Embriogenesis somatik merupakan suatu proses saat sel somatik (baik haploid
maupun diploid) berkembang membentuk tumbuhan baru melalui tahap perkembangan
embrio yang spesifik tanpa melalui fusi gamet. Istilah embrio somatik pertama kali
digunakan oleh tolkin pada tahun 1964 yang digunakan untuk menggambarkan
pembentukan organisme dari suatu sel atau kumpulan sel somatik. Pada teknik
embriogenesis somatik ini, sel-sel somatik mengalami pembelahan sel dan membentuk
embrio yang sama dengan embrio zigotik, dimana embrio memiliki struktur bipolar yang
terdiri atas jaringan meristem tunas dan meristem akar(anonim, 2014)
Selanjutnya menurut Nugrahani (2011) bahwa embriogenesis somatik adalah
menumbuhkan embrio (calon tanaman) dari sel somatik atau sel tanpa dibuahi. Dapat juga
didefinisikan sebagai proses regenerasi eksplan melalui pembentukan struktur menyerupai
embrio (embrioid) dari sel somatik yang telah memiliki calon akar dan tunas. Sedangkan
embriogenesis zygotik merupakan suatu proses dimana sel somatik berkembang
6
membentuk tumbuhan baru melalui fusi gamet (pembuahan). Embryogenesis somatik
adalah proses pertumbuhan & perkembangan embrio dalam kultur jaringan. asal dari: (1)
sel-sel vegetatif dari tanaman dewasa, (2) jaringan reproduksi selain zygote, dan (3)
hipokotil dan kotiledon embrio (Makhziah, 2010).
2.2 Botani Stroberi
Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis yang dikenal
saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern
(komersial) dengan nama ilmiah Fragaria xananassa var duchenes. Stroberi ini adalah
hasil persilangan antara Fragaria virginiana L. var duschenes dari Amerika Utara dengan
Fragaria chiloensis L. var duschenes dari Chili, Amerika Selatan (Sitepu, 2007).
Persilangan kedua jenis stroberi tersebut dilakukan pada tahun 1750. Persilangan-
persilangan lebih lanjut menghasilkan jenis stroberi dengan buah berukuran besar, harum,
dan manis (Adanikid, dalam Siagian, 2011).
Klasifikasi botani tanaman stroberi adalah sebagai berikut (Plantamor, 2011):
Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Ordo : Rosales Famili : Rosaceae (suku mawar-mawaran) Genus : Fragaria Spesies : Fragaria x ananassa
Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi
tropis yang memiliki temperatur 17–20oC. Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di
daerah dengan curah hujan 600-700 mm/tahun. Lamanya penyinaran cahaya matahari yang
dibutuhkan dalam pertumbuhan adalah 8–10 jam setiap harinya. Kelembaban udara yang baik
untuk pertumbuhan tanaman stroberi antara 80-90%. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat
iklim tersebut adalah 1.000-1.500 m dpl (Rukmana, 1998). Di Indonesia, tanaman stroberi
biasanya diusahakan di daerah dengan ketinggian > 600 m dpl, dengan suhu udara siang hari
22-25 oC dan malam hari 14-18 oC. Di Indonesia budidaya stroberi biasa dilakukan di
Bandung, Lembang, dan Ciwidey (Kurnia, 2005).
Morfologi tanaman stroberi terbagi menjadi organ vegetatif dan organ generatif.
Organ vegetatif stroberi terdiri dari akar (radix), batang (Caulis), stolon, dan daun
(Folium). Akar stroberi merupakan akar serabut dan tunggang (radix primaria) dengan
struktur akar terdiri atas pangkal akar (collum), batang akar (corpus), ujung akar (apex),
bulu akar (pilus radicalis), serta tudung akar (calytra). Batang stroberi memiliki ruas yang
7
sangat pendek dan bersifat lunak. Batang stroberi memiliki cabang kecil yang tumbuh
menjalar di atas permukaan tanah yang dikenal dengan stolon. Penampakan stolon secara
visual mirip dengan sulur. Sroberi memiliki daun majemuk, yaitu daun trifoliat dengan tepi
bergerigi dan terdapat 300 sampai 400 stomata per mm2 (Semendaya, 2014)
Bunga stroberi berbentuk klaster (tandan) pada beberapa tangkai bunga. Biasanya
bunga mekar tidak bersamaan, bunga yang terbuka awal biasanya lebih besar ukurannya.
Bunga berwarna putih, berdiameter 2,5 - 3,5 cm, terdiri dari 5 – 10 kelopak bunga
berwarna hijau, 5 mahkota bunga, sejumlah tangkai putik dan 2 – 3 lusin benang sari.
Benang sari tumbuh pada 3 lingkaran kedudukan. Jika benang sari berisi tepung sari
fertile, benang sari tersebut berwarna kuning emas. Sementara itu, cairan nektar dihasilkan
di daerah tangkai buah, bagian dasar benang sari atau disebelah luar bunga betina.
Buah stroberi berwarna merah. Buah yang biasanya dikenal adalah buah semu, yang
sebenarnya merupakan receptacle yang membesar. Buah sejati yang berasal dari ovul yang
diserbuki berkembang menjadi buah kering dengan biji keras. Struktur buah keras ini
disebut achene yang terbentuk ditentukan oleh jumlah pistil dan keefektifan penyerbukan.
Bunga primer mempunyai pistil terbanyak yaitu lebih dari 400 buah, jumlah pistil pada
bunga sekunder antara 200-300 buah, sedangkan pada bunga tersier hanya 50-150 buah
(Siagian 2011).
2.3 Variasi Somaklonal
Variasi somaklonal adalah variasi genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur
jaringan atau kultur sel, yang meliputi semua variasi genetik yang terjadi pada tanaman
yang diregenerasikan dari sel yang tidak berdiferensiasi protoplas, kalus maupun jaringan
(Larkin and Scowcroft dalam Harahap, 2011).
Menurut Wattimena dalam Hutami (2006) bahwa keragaman somaklonal berasal
dari keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur
jaringan. Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya
polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan
disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom (fusi endomitosis), perubahan struktur
kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma. Dengan demikian, dari kultur
jaringan dapat diseleksi genotipe yang berguna bagi pemuliaan tanaman. Keragaman
genetik dapat dicapai antara lain melalui fase tak berdiferensiasi yang relatif panjang
(Wattimena dalam Hutami, 2006). Daud (1996) menyatakan bahwa mutasi spontan yang
8
terjadi pada sel somatik berkisar antara 0,2-3%. Keragaman tersebut dapat ditingkatkan
dengan pemberian mutagen baik fisik maupun kimiawi.
Variasi somaklonal pada dasarnya terjadi akibat peristiwa mutasi, yaitu perubahan
suatu karakter yang diwariskan yang disebabkan oleh berubahnya pembawa sifat menurun
(inherited trait) baik pada tingkat DNA atau gen yang disebut juga mutasi kecil atau
mutasi titik, maupun pada tingkat kromosom yang disebut juga mutasi besar. Oleh karena
itu, mekanisme kejadiannya hampir sama dengan efek mutagenesis konvensional (radiasi)
(Maluszynski et al., 1995), yakni bersifat acak dan keragaman yang dihasilkan nya dapat
bermanfaat atau kurang bermanfaat, bahkan mungkin rnerugikan (Riduan, 2007).
2.4 Variasi Somaklonal Pada Tanaman Stroberi (Fragaria x ananassa Duch.)
Salah satu cara mengembangkan kultivar stroberi di daerah tropis dengan
menginduksi variasi somaklonal. Pada penelitian Biswas et al. (2009), untuk menginduksi
variasi somaklonal stroberi digunakan berbagai teknik kultur jaringan. Persediaan bahan
tanam Biswas et al. (2009) melakukan pemilihan tanaman stroberi (Fragaria x ananassa
Duch.) yang memiliki pertumbuhan yang baik sebagai bahan untuk kultur jaringan. Variasi
somaklonal adalah variasi yang terjadi diantara tanaman regenerasi yang terjadi sebagai
akibat kultur jaringan jenis apapun (Bridgen, 1994).
Teknik kultur jaringan yang digunakan dalam penelitian Biswas et al (2009)
diantaranya adalah kultur meristem, mikropropagasi (subkultur ke-2 dan subkultur ke-12),
organogenesis langsung, kultur kalus, dan Embriogenesis Somatik. Selanjutnya tanaman
hasil kultur jaringan ditanam di lahan dan dilakukan pemilihan terhadap variasi
somaklonal yang terbentuk. Tahapan yang dilakukan Biswas et al., 2009 meliputi induksi
variasi somaklonal melalui kultur jaringan, pemilihan somaklon di lapangan, perbanyakan
somaklon, perbanyakan somaklon, pemilihan somaklon terbaik dan stabil, perbanyakan di
lapangan, dan uji molecular RAPD.
Variasi somaklonal pada dasarnya terjadi akibat peristiwa mutasi, yaitu perubahan
suatu karakter yang diwariskan yang disebabkan oleh berubahnya pembawa sifat menurun
(inherited trait) baik pada tingkat DNA atau gen yang disebut juga mutasi kecil atau
mutasi titik, maupun pada tingkat kromosom yang disebut juga mutasi besar. Oleh karena
itu, mekanisme kejadiannya hampir sama dengan efek mutagenesis konvensional (radiasi)
(Maluszynski et al., 1995), yakni bersifat acak dan keragaman yang dihasilkan nya dapat
bermanfaat atau kurang bermanfaat, bahkan mungkin rnerugikan (Riduan, 2007).
9
Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya
polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan
disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom (fusi endomitosis), perubahan struktur
kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma. Dengan demikian, dari kultur
jaringan dapat diseleksi genotipe yang berguna bagi pemuliaan tanaman. Keragaman
genetik dapat dicapai antara lain melalui fase tak berdiferensiasi yang relatif panjang
(Wattimena dalam Hutami, 2006). Daud (1996) menyatakan bahwa mutasi spontan yang
terjadi pada sel somatik berkisar antara 0,2-3%. Keragaman tersebut dapat ditingkatkan
dengan pemberian mutagen baik fisik maupun kimiawi.
Gambar 1. Hasil Induksi somaklonal yang menggunakan metode kultur jaringan yang berbeda
Keterangan: A-C: Mikropropagasi, D-F: Kultur Meristem, G-I: Regenerasi tanaman Melalui Kultur Kalus, J-L: Regenerasi Tanaman Langsung dari daun, dan M-O: Regenerasi tanaman Melalui embriogenesis somatik
10
Variasi somaklonal tidak muncul sebagai fenomena yang sederhana, dan mungkin
merefleksikan perbedaan-perbedaan pre-existing cellular genetic atau keragaman yang
diinduksi oleh kultur jaringan. Keragaman genetik yang ter jadi di dalam kultur jaringan
disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom (fusi, endomitosis), perubahan struktur
kromosom, perubahan gen dan perubahan sitoplasma. Melalui teknik kultur jaringan ini
terdapat dua hal yang berbeda kepentingannya bagi pamuliaan tanaman yaitu
mempertahankan kestabilan genetik dan merangsang keragaman genetik. Kestabilan
genetik dapat dicapai dengan mendorong sesingkat mungkin fase pertumbuhan tak
berdiferensiasi (fase kalus sel bebas), sedangkan keragaman genefik dapat dicapai dengan
fase tak berdiferensiasi yang relatif panjang (Riduan, 2007).
Prospek kultur in vitro untuk peningkatan keragaman genetik terhadap perubahan
sifat tertentu dan tipe tanaman yang beradaptasi dengan baik sangat baik untuk untuk
dikembangkan walaupun tanpa melalui hibridisasi. Variasi yang berasal dari kultur
jaringan harus diperhatikan secara serius sebagai komponen dalam program pemuliaan
hanya bila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) Perubahan harus stabil, (2)
Perubahan harus merupakan sifat-sifat penting seperti vigor, hasil, kemasakan, tipe
tanaman, fertilitas, dan lain-lain, (3) Variasi somaklonal yang menarik pada umumnya
meliputi sifat-sifat positif yang belum ada pada nomor-nomor galur yang dihasilkan oleh
para pemulia tanaman, (4) Kemampuan identifikasi dan karakterisasi variasi somaklonal
tidak melebihi dari syarat-syarat yang diperlukan dalam pemuliaan secara konvensional,
(5) Variasi somaklonal yang nyata sebagai sumber bagi pemulia juga tergantung pada
proses pembentukannya/kejadiannya pada galur-galur penting.
Berdasarkan hasil penelitian tentang variasi somaklonal stroberi Biswas et al.,
(2009), dalam kebanyakan kasus somaklon lebih vigor dari pada kontrol. Tangkai daun
lebih pendek dan tebal dan lamina relatif lebih besar dari kontrol. Sebagian besar daun
berwarna hijau muda dan jumlah daun lebih sedikit dari kontrol. Berdasarkan tabel 1,
tanaman regenerasi dari embrigenesis somatik memiliki ukuran kanopi lebih besar dari
kontrol secara signifikan. Semua tanaman invitro berbunga lebih lambat dari pada kontrol
(tabel 1). Sebagian besar tanaman memiliki jumlah bunga per tanaman dan jumlah buah
yang lebih banyak dari pada kontrol. Tandan bunga somaklon lebih bercabang dari pada
kontrol tetapi jumlah tandan per tanaman lebih sedikit dari pada kontrol. Variasi lain yang
dapat dibedakan terdapat pada embriogenesis somatik yang menghasilkan buah lebih besar
11
dari somaklon lain dan kontrol. Sebagian besar somaklon menghasilkan buah dengan
tekstur yang berbeda dibandingkan dengan kontrol (gambar 2. O-U).
Tabel 1. Data pertumbuhan klon dari kultur jaringan di lapangan
metode ukuran kanopi (cm)
jumlah stolon
umur berbunga
jumlah bunga per tanaman
jumlah buah pertanaman
rata-rata bobot per buah
persentase hidup
kultur meristem
24,83±0,87bc 7,50±0,76a 79,50±3,41b 29,67±1,20a 9,33±0,56a 19,39±1,67a 51,67±2,03a
subkultur 2 kali
24,33±0,80bc 7,67±0,76a 78,83±2,48b 28,50±2,64a 9,17±0,70a 19,74±2,43a 53,67±1,45a
subkultur 12 kali
25,33±0,84b 7,83±0,70a 78,83±1,91b 27,17±1,30a 9,17±0,48a 19,82±1,82a 54,50±2,35a
organogenesis langsung
22,17±0,95c 3,83±0,91b 88,17±3,20a 29,33±2,40a 8,83±0,95a 18,45±2,11a 33,67±3,44b
kultur kalus 22,33±0,67c 4,83±0,83b 89,67±1,91b 28,17±2,39a 8,50±0,85a 19,39±1,94a 36,00±2,31b
Embriogenesis somatik
30,83±0,98+ 5,67±0,71ab 84,00±2,99ab 21,50±0,76b 5,50±0,76b 18,70±1,82a 35,83±1,40b
kontrol 24,50±1,18bc 3,67±0,88b 65,17±2,36c 22,00±0,82b 9,50±0,67a 12,20±1,64b 38,33±2,12b
Rataan dengan huruf yang sama pada kolom tidak berbeda secara signifikan pada p ≥ 0,05 berdasarkan uji DMRT.
Pada tabel 2 hasil dari evaluasi di lahan menunjukkan bahwa frekuensi struktur daun
tertinggi terdapat pada subkultur 12 kali dan embrigenesis somatik. Variasi tandan bunga
dan variasi ukuran buah tertinggi terdapat pada subkultur ke-12. Secara keseluruhan,
variasi terbanyak terdapat pada subkultur ke-12 yaitu sebanyak 120 varian. Dari pemilihan
dilapangan berdasarkan sifat-sifat unggul yang terkait dengan produksi, dipilih 25. Hasil
dari performa lapangan dari somaklon terpilih mengungkapkan 20% (5 dari 25) somaklon
tidak dapat bertahan di lapangan dalam berbagai kondisi iklim, 32% (8 dari 25) klon
memiliki pertumbuhan yang buruk, 36% (9 dari 25) kembali pada fenotip asalnya, dan
12% (3 dari 25) memiliki pertumbuhan yang baik.
Tabel 2. Frekuensi varian fenotipe pada populasi tanaman regenerasi. Metode Jumlah
tanaman regenerasi
Variasi struktur daun
Variasi tandan bunga
Variasi ukuran buah
Total variasi Jumlah somaklon terpilih
kultur meristem
568 15(2,64) 4(0,70) 33(5,81) 52(9,15) 4
subkultur 2 kali
943 9(0,95) 4(0,42) 23(2,44) 36(3,82) 1
subkultur 12 kali
1154 22(1,91) 19(1,65) 79(6,85) 120,(10,40) 10
organogenesis langsung
543 8(1,47) 7(1,29) 25(4,60) 40(7,37) 2
kultur kalus 673 11(1,63) 7(1,04) 34(5,05) 52(7,37) 2 Embriogenesis Somatik
745 19(2,55) 11(1,48) 49(6,58) 79(10,60) 6
Total 4626 84(1,82) 62(1,34) 243(5,25) 389(8,41) 25 *Angka yang ada didalam tanda kurung merupakan persentase dari variasi somaklonal
12
Gambar 2. Sifat Kuantitatif Somaklon
Keterangan: A-G: Ukuran Kanopi, H-N: Morpologi daun, O-U: Morpologi Buah, V-W: Variasi tandan Bunga, MSDS: Kultur Meristem, TSDS: Subkultur ke-12, DODS: Organogenesis langsung, CCDS: Kultur kalus, SSCDS: Subkultur ke-2, SEDS: Embriogenesis Somatik
Pada tahap pemilihan ke-2, somaklon yang terpilih yaitu kultur meristem, subkultur
12 kali, dan somatik embriogenesis (SE), selanjutnya diperbanyak melalui kultur jaringan
untuk mengetahui kestabilan genetiknya dan selanjutnya dievaluasi lagi dilapangan.
Kemudian 3 somaklon tersebut diperbanyak menggunakan stolon selama 2 generasi.
Tabel 3. Pertumbuhan 3 somakon dari 6 populasi Klon Asal klon Jumlah bunga
per tanaman Jumlah buah pertanaman
Rata-rata bobot buah
Persentase hidup
varian 1 kultur meristem
18a 11b 12,18c 79%
varian 2 subkultur 12 kali
16b 10b 18,63b 82%
varian 3 SE 12b 8c 21,29a 81%kontrol 20a 13a 10,87c
Analysis of variance Somaclonal Variation (S) ** ** ***Clonal Generation (C) NS NS NSS x C ** ** **
Rataan dengan huruf yang sama pada kolom tidak berbeda secara signifikan pada p ≥ 0,05 berdasarkan uji DMRT. *** dan ** masing-masing signifikan pada 0,1% dan 1%; NS=Non-Significant
13
Untuk induksi variasi somaklonal, konsentrasi BAP yang tinggi diberikan untuk
menumbuhkan tunas adventif dari eksplan. Dalam jumlah yang tinggi, BAP menyebabkan
variasi dan telah banyak digunakan untuk menginduksi variasi somaklonal pada tanaman
yang berbeda (Biswas, et al, 2009). Pernyataan ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Lestari, dkk (2013) bahwa Pemberian perlakuan variasi kombinasi mT dan NAA
pada saat in vitro berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, lebar daun, jumlah daun,
dan berat basah. Keberhasilan aklimatisasi stroberi (Fragaria ananassa var. Dorit) yang
diberikan perlakuan variasi kombinasi mT dan NAA pada saat in vitro lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan variasi kombinasi BAP dan NAA yang menunjukkan
bahwa perlakuan pada saat in vitro juga berpengaruh pada saat ex vitro (aklimatisasi).
Selanjutnya penelitian Sitepu (2007) dari analisis data secara statistik diperoleh bahwa
pemberian perlakuan terhadap parameter umur muncul akar, jumlah tunas, jumlah akar,
tinggi tunas, jumlah daun, panjang akar, dan berart eksplan stroberi. Sedangkan pemberian
perlakuan BAP berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah tunas, jumlah akar, jumlah
daun, dan berat eksplan stroberi. Interaksi antara pemberian perlakuan NAA dan BAP
berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar, jumlah daun, tinggi tunas dari stroberi.
Menurut Karp (dalam Riduan 2007), banyak bukti menunjukkan bahwa variasi
somaklonal dipengaruhi oleh pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh di
dalam media. Kemungkinan zat pengatur tumbuh tersebut bertindak seperti mutagen.
Konsentrasi garam-garam nutrien yang tinggi seperti kalsium dan EDTA pada media
kultur tampaknya meningkatkan ketidaknormalan kromosom pada kultur sel. Selanjutnya,
konsentrasi sukrosa yang tinggi (10 atau 20 sampai 30 g L-1) dapat menginduksi
poliploidisasi sel kalus yang dihasilkan dari lini dihaploid dan tetraploid.
Demikian pula penggunaan 2,4-D dan NAA dalam media kultur kentang juga
meningkatkan frekuensi tanaman abnormal. Bayliss (dalam Riduan 2007), menyatakan
bahwa kondisi kultur dengan media yang mengandung auksin kuat dapat mengimbas
proses dedifirensiasi, sehingga kromosom menjadi tidak stabil dan mengganggu siklus
mitosis serta replikasi DNA. Ketidakstabilan ini diduga karena benang benang (spindle)
kromosom tidak normal sehingga terjadi keragaman kromosom dalam jenis tanaman yang
sama. Zat pengstur tumbuh mempengaruhi variasi somaklonal selama fase kultur melalui
efeknya pada pembelahan sel, tingkat pertumbuhan yang tidak beraturan (fase
pengkalusan), dan proliferasi selektif sel spesifik. Dalam hal ini terdapat hubungan yang
14
erat antara keberadaan zat pengatur tumbuh dengan lamanya periode kultur, yaitu fase
kalus (Ahloowalia dalam Riduan, 2007).
Hasil penelitian Biswas et al (2009) menunjukkan bahwa tanaman regenerasi
memiliki bobot per buah, ukuran buah dan persen bertahan hidup lebih tinggi dari pada
kontrol (Tabel 3). Beberapa variasi kembali kesifat aslinya, pada generasi berikutnya
menunjukkan sifat epigenetiknya. Pada penelitian Biswas et al. (2009), dihasilkan 3
somaklon yang memiliki sifat-sifat unggul dan bersifat stabil diantaranya adalah somaklon
yang berasal dari kultur meristem, subkultur 12 kali, dan embrigenesis somatik.
Gambar 3. Perbedaan Fenotip dari 3 variasi somaklonal terpilih dan kontrol
Keterangan: A-D: Variasi Ukuran Tanaman, E-H: Variasi Bentuk Daun, I-L: Variasi Tandan Bungan, danM-P: Variasi Bentuk Buah
Perubahan fenotip dengan perubahan pada pola pita DNA dengan RAPD dapat
dihubungkan, sebagai perbandingan yang diamati pada jalur 3 klon yang dipilih.
15
Memeriksa jumlah variasi somaklonal diseleksi tiga baris somaklon dengan RAPD
menggunakan 15 primer secara acak. Dari 15 primer acak yang diuji hanya 8 primer yang
berhasil memproduksi pita RAPD untuk semua tiga baris klon. 5 primer memproduksi
profile RAPD polimorfik. Namun tidak untuk semua baris klon memberi produk unik
dengan setiap primer. Beberapa primer seperti AL-04 dan O-05 menampilkan paling
polomorpik dibandingkan yang lainnya (Gambar 4). Somaklonal ini berbeda dengan yang
lain dalam hal buah dan karakter holtikultura lainnya dan memiliki potensi untuk
penanaman secara komersial di Bangladesh. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
variasi yang diamati dalam kultur jaringan berasal dari klon baik genetik dan epigenetik.
16
BAB IIIPENUTUP
Kesimpulan
1. Kultur Jaringan adalah metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
2. Stroberi adalah tanaman subtropis yang dapat beradaptasi dengan baik di dataran tinggi tropis yang memiliki temperatur 17–20oC. Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600-700 mm/tahun. Stroberi merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang penting di dunia, terutama untuk Negara-negara beriklim subtropics. Di Negara-negara yang beriklim subtropics pengembangan budidaya stroberi dijadikan sebagai salah satu sumber devisi.
3. Variasi somaklonal adalah variasi genetik tanaman yang dihasilkan melalui kultur jaringan atau kultur sel, yang meliputi semua variasi genetik yang terjadi pada tanaman yang diregenerasikan dari sel yang tidak berdiferensiasi protoplas, kalus maupun jaringan
4. Variasi somaklonal stroberi dipengaruhi pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, pemilihan jenis eksplan dan lamanya kultur in vitro.
5. variasi somaklonal dipengaruhi oleh pemilihan jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh di dalam media. Kemungkinan zat pengatur tumbuh tersebut bertindak seperti mutagen. Konsentrasi garam-garam nutrien yang tinggi seperti kalsium dan EDTA pada media kultur tampaknya meningkatkan ketidaknormalan kromosom pada kultur sel.
6. Variasi omaklonal berasal dari keragaman genetik eksplan dan keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan. Keragaman pada eksplan disebabkan adanya sel-sel bermutasi maupun adanya polisomik dari jaringan tertentu. Keragaman genetik yang terjadi di dalam kultur jaringan disebabkan oleh penggandaan jumlah kromosom (fusi endomitosis), perubahan struktur kromosom (pindah silang), perubahan gen dan sitoplasma.
7. Variasi somaklonal stroberi dapat diinduksi dengan metode kultur meristem, subkultur, organogenesis langsung dan tidak langsung (kultur kalus), variasi jenis dan umur eksplan, penggunaan jenis dan konsentrasi ZPT dan embriogenesis somatik
8. Variasi somaklonal yang diturunkan dapat diketahui menggunakan pengujian molekuler salah satunya RAPD yaitu untuk melihat perbedaan pita polimorfisme antara somaklon dan tanaman induknya.
17
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, E. N. 2012. Penggunaan Penanda Molekuler untuk Mempercepat dan Mempermudah Perbaikan Kualitas Tanaman Teh (Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze). Makalah Seminar. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Biswas, M.K., Dutt, M., Roy, U.K., Islam, R., and Hossain, M. 2009. Development and evaluation of in vitro somaclonal variation in strawberry for improved horticultural traits. Scientia Horticulturae Journal. Vol:122:409–416.
Bridgen, M.P. 1994. Sources and Frequency Of Somaclonal Variation. HortScience Journal. 29 (11): 1231-1237.
Debnath, S. C., And Silva, J. A. T. D. 2007. Strawberry Culture In Vitro: Applications In Genetic Transformation And Biotechnology. Fruit, Vegetable And Cereal Science And Biotechnology. 1(1): 1-12
Harahap, F. 2011. Kultur Jaringan Tanaman. Medan: Universitas Negeri Medan Press.
Henuhili, V. 2013. Kultur Jaringan Tananam. Artikel. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Hutami, S., Mariska, I., dan Supriyati, Y. 2006. Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman melalui Keragaman Somaklonal. Jurnal AgroBiogen. 2(2):81-88.
Kadir, A. 2011. Induksi Dan Perbanyakan Populasi Kalus, Regenerasi Tanaman serta Uji Respon Kalus Terhadap Konsentrasi PEG dan Dosis Iradiasi Sinar Gamma. Artikel. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kuswandi, P.C. 2012. Metode Bioteknologi Tanaman. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Layla, Z. 2001. Teknik Penggunaan Marka RAPD dengan PCR. Bogor: Balai Penelitian Ternak Bogor.
Lestari, S. R., Ermavitalini, D., dan Agisimanto, D. 2013. Efektivitas meta-Topolin dan NAA terhadap Pertumbuhan In vitro Stroberi (Fragaria ananassa var. Dorit) pada Media MS Padat dan Ketahanannya di Media Aklimatisasi. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2(7): 2337-3520.
Makhziah. 2010. Mikropropagasi dan Kultur Jaringan, (Online), (http://elearning. upnjatim. ac.id/courses/mk001/document/ii._mikro_propagasi.pdf, diakses 29 Oktober 2014).
Mohamed, A. E. 2007. Somaclonal Variation In Micro-Propagated Strawberry Detected At The Molecular Level. International Journal Of Agriculture & Biology. 9 (5):721-725.
Murti, R.H., and Yeoung, Y.R. 2013. Effects of BA and IBA Concentrations and Subculture Frequent on Meristem Culture of Strawberry. ARPN Journal of Agricultural and Biological Science. 8 (5): 405-410.
Nugrahani, P., Sukendah, dan Makziah. 2011. Regenerasi Eksplan Melalui Organogenesis dan Embriogenesis Somatik. Modul Dasar Bioteknologi Tanaman. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
18
Nugrahani, P., Sukendah, dan Makziah. 2011. Teknik Propagasi Secara Invitro. Modul Dasar Bioteknologi Tanaman. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Riduan, A. 2007. Variasi Somaklonal Sebagai Salah Satu Sumber Keragaman Genetik untuk Perbaikan Sifat Tanaman. Jurnal Agronomi. 11(2): 107-112
Semendaya, F.H. 2014. Kultur Jaringan Stroberi (Fragaria Sp.) di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika Batu Jawa Timur. Artikel. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Siagian, D. N. 2011. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Stroberi (Fragaria Chiloensis L.) pada Ketinggian Tempat yang Berbeda. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Sitepu, H. G. 2007. Mikropropagasi Tunas Stroberi (Fragaria sp) dengan Pemberian NAA dan BAP pada Media MS. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Suliansyah, I. 2013. Tipe Kultur Jaringan, (Online), (http://www.leutikaprio.com/ main/media/sample/kultur%20jaringan%20tanaman%20sample%20download.pdf , diakses 29 Oktober 2014).
Sumarni, S. 2011. Materi Kultur Kalus. Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta.
Sumarni, S. 2011. Materi Kultur Organ (Kultur Pucuk dan Meristem). Yogyakarta: UPN “Veteran” Yogyakarta.
Yuliani, R.N., Ratnasari, E., dan Ashari, A. tt. Pengaruh Pemberian Naungan terhadap Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Stroberi Varietas Dorit dan Varietas Lokal Berastagi. E-jurnal UNESA. ISSN:2252-3979.