i
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK
ETANOL 96 KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea
coromandelica) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
SKRIPSI
FITRI RAHMADANI
1111102000048
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK
ETANOL 96 KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea
coromandelica) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Farmasi
OLEH
FITRI RAHMADANI
1111102000048
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JUNI 2015
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri
dan semua sumber baik diketik maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama Fitri Rahmadani
NIM 1111102000048
Tanda tangan
Tanggal 28-5-2015
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Fitri Rahmadani
Program Studi Farmasi
Judul Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC
43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa diperoleh melalui metode maserasi Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan uji diameter zona hambat dengan metode difusi agar
menggunakan kontrol positif kloramfenikol kontrol negatif DMSO 5 dan
Konsentrasi Hambat Minimum dengan metode dilusi cair Hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan menunjukkan nilai diameter zona hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 pada konsentrasi 500 μlml adalah 71 mm Bakteri Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml 125 μlml beturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70 mm Bakteri Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berturut-turut adalah
82 mm 73 mm dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berutut-turut adalah 85 mm 68 mm Nilai
Konsentrasi Hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhdap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 125 μlml Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 250 μlml dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853 pada konsentrasi 250 μlml Berdasarkan penelitian ini ekstrak
etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki antivitas
antibakteri
Kata kunci Kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) Antibakteri
Diameter zona hambat Konsentrasi hambat minimum
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Fitri Rahmadani
Program Study Pharmacy
Tittle Antimicrobial Activity Test of 96 Ethanolic Extract of
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Against
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter
pylori Pseudomonas aeruginosa
This study aimed to find out antibacterial activity of 96 ethanolic extract of kayu
jawa (Lannea coromandelica) Bark against Staphylococcus aureus ATCC 6538
Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC 43504 and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 96 ethanolic exctract was obtained by
maceration method Antibacterial activity test conducted by test inhibition zone
diameter with the agar diffusion method using chloramphenicol as positive
control DMSO 5 as negative control and Minimum Inhibitory Concentration
with liquid dilution method The antibacterial activity showed that the inhibition
zone diameter of Staphylococcus aureus ATCC 6538 bacteria using 500 μlml
concentration extract was 71 mm Escherichia coli ATCC 8739 using 500 μlml
250 μlml and 125 μlml extract were 85 mm 78 mm and 70 mm respectively
Helicobacter pylori ATCC 43504 using 500 μlml and 125 μlml extract were 85
mm and 73 mm respectively And Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 using
500 μlml and 250 μlml extract were 85 mm and 68 mm respectively Minimum
Inhibitory Concentration of 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark most effective against bacteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 at concentrations of 500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 at
concentrations of 125 μlml Helicobacter pylori ATCC 43504 at concentrations
of 250 μlml Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 at concentrations of 250
μlml Based on this study 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) bark was have activity antibacterial
Key word Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark Antibacterial Inhibition
zone diameter Minimum inhibitory concentration
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
ii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI DARI EKSTRAK
ETANOL 96 KULIT BATANG KAYU JAWA (Lannea
coromandelica) TERHADAP BAKTERI Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Farmasi
OLEH
FITRI RAHMADANI
1111102000048
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JUNI 2015
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri
dan semua sumber baik diketik maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama Fitri Rahmadani
NIM 1111102000048
Tanda tangan
Tanggal 28-5-2015
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Fitri Rahmadani
Program Studi Farmasi
Judul Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC
43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa diperoleh melalui metode maserasi Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan uji diameter zona hambat dengan metode difusi agar
menggunakan kontrol positif kloramfenikol kontrol negatif DMSO 5 dan
Konsentrasi Hambat Minimum dengan metode dilusi cair Hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan menunjukkan nilai diameter zona hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 pada konsentrasi 500 μlml adalah 71 mm Bakteri Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml 125 μlml beturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70 mm Bakteri Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berturut-turut adalah
82 mm 73 mm dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berutut-turut adalah 85 mm 68 mm Nilai
Konsentrasi Hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhdap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 125 μlml Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 250 μlml dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853 pada konsentrasi 250 μlml Berdasarkan penelitian ini ekstrak
etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki antivitas
antibakteri
Kata kunci Kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) Antibakteri
Diameter zona hambat Konsentrasi hambat minimum
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Fitri Rahmadani
Program Study Pharmacy
Tittle Antimicrobial Activity Test of 96 Ethanolic Extract of
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Against
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter
pylori Pseudomonas aeruginosa
This study aimed to find out antibacterial activity of 96 ethanolic extract of kayu
jawa (Lannea coromandelica) Bark against Staphylococcus aureus ATCC 6538
Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC 43504 and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 96 ethanolic exctract was obtained by
maceration method Antibacterial activity test conducted by test inhibition zone
diameter with the agar diffusion method using chloramphenicol as positive
control DMSO 5 as negative control and Minimum Inhibitory Concentration
with liquid dilution method The antibacterial activity showed that the inhibition
zone diameter of Staphylococcus aureus ATCC 6538 bacteria using 500 μlml
concentration extract was 71 mm Escherichia coli ATCC 8739 using 500 μlml
250 μlml and 125 μlml extract were 85 mm 78 mm and 70 mm respectively
Helicobacter pylori ATCC 43504 using 500 μlml and 125 μlml extract were 85
mm and 73 mm respectively And Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 using
500 μlml and 250 μlml extract were 85 mm and 68 mm respectively Minimum
Inhibitory Concentration of 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark most effective against bacteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 at concentrations of 500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 at
concentrations of 125 μlml Helicobacter pylori ATCC 43504 at concentrations
of 250 μlml Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 at concentrations of 250
μlml Based on this study 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) bark was have activity antibacterial
Key word Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark Antibacterial Inhibition
zone diameter Minimum inhibitory concentration
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
iii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri
dan semua sumber baik diketik maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
Nama Fitri Rahmadani
NIM 1111102000048
Tanda tangan
Tanggal 28-5-2015
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Fitri Rahmadani
Program Studi Farmasi
Judul Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC
43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa diperoleh melalui metode maserasi Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan uji diameter zona hambat dengan metode difusi agar
menggunakan kontrol positif kloramfenikol kontrol negatif DMSO 5 dan
Konsentrasi Hambat Minimum dengan metode dilusi cair Hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan menunjukkan nilai diameter zona hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 pada konsentrasi 500 μlml adalah 71 mm Bakteri Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml 125 μlml beturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70 mm Bakteri Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berturut-turut adalah
82 mm 73 mm dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berutut-turut adalah 85 mm 68 mm Nilai
Konsentrasi Hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhdap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 125 μlml Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 250 μlml dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853 pada konsentrasi 250 μlml Berdasarkan penelitian ini ekstrak
etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki antivitas
antibakteri
Kata kunci Kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) Antibakteri
Diameter zona hambat Konsentrasi hambat minimum
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Fitri Rahmadani
Program Study Pharmacy
Tittle Antimicrobial Activity Test of 96 Ethanolic Extract of
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Against
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter
pylori Pseudomonas aeruginosa
This study aimed to find out antibacterial activity of 96 ethanolic extract of kayu
jawa (Lannea coromandelica) Bark against Staphylococcus aureus ATCC 6538
Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC 43504 and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 96 ethanolic exctract was obtained by
maceration method Antibacterial activity test conducted by test inhibition zone
diameter with the agar diffusion method using chloramphenicol as positive
control DMSO 5 as negative control and Minimum Inhibitory Concentration
with liquid dilution method The antibacterial activity showed that the inhibition
zone diameter of Staphylococcus aureus ATCC 6538 bacteria using 500 μlml
concentration extract was 71 mm Escherichia coli ATCC 8739 using 500 μlml
250 μlml and 125 μlml extract were 85 mm 78 mm and 70 mm respectively
Helicobacter pylori ATCC 43504 using 500 μlml and 125 μlml extract were 85
mm and 73 mm respectively And Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 using
500 μlml and 250 μlml extract were 85 mm and 68 mm respectively Minimum
Inhibitory Concentration of 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark most effective against bacteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 at concentrations of 500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 at
concentrations of 125 μlml Helicobacter pylori ATCC 43504 at concentrations
of 250 μlml Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 at concentrations of 250
μlml Based on this study 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) bark was have activity antibacterial
Key word Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark Antibacterial Inhibition
zone diameter Minimum inhibitory concentration
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
iv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Fitri Rahmadani
Program Studi Farmasi
Judul Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC
43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa diperoleh melalui metode maserasi Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan uji diameter zona hambat dengan metode difusi agar
menggunakan kontrol positif kloramfenikol kontrol negatif DMSO 5 dan
Konsentrasi Hambat Minimum dengan metode dilusi cair Hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan menunjukkan nilai diameter zona hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 pada konsentrasi 500 μlml adalah 71 mm Bakteri Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml 125 μlml beturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70 mm Bakteri Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berturut-turut adalah
82 mm 73 mm dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berutut-turut adalah 85 mm 68 mm Nilai
Konsentrasi Hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhdap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 125 μlml Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 250 μlml dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853 pada konsentrasi 250 μlml Berdasarkan penelitian ini ekstrak
etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki antivitas
antibakteri
Kata kunci Kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) Antibakteri
Diameter zona hambat Konsentrasi hambat minimum
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Fitri Rahmadani
Program Study Pharmacy
Tittle Antimicrobial Activity Test of 96 Ethanolic Extract of
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Against
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter
pylori Pseudomonas aeruginosa
This study aimed to find out antibacterial activity of 96 ethanolic extract of kayu
jawa (Lannea coromandelica) Bark against Staphylococcus aureus ATCC 6538
Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC 43504 and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 96 ethanolic exctract was obtained by
maceration method Antibacterial activity test conducted by test inhibition zone
diameter with the agar diffusion method using chloramphenicol as positive
control DMSO 5 as negative control and Minimum Inhibitory Concentration
with liquid dilution method The antibacterial activity showed that the inhibition
zone diameter of Staphylococcus aureus ATCC 6538 bacteria using 500 μlml
concentration extract was 71 mm Escherichia coli ATCC 8739 using 500 μlml
250 μlml and 125 μlml extract were 85 mm 78 mm and 70 mm respectively
Helicobacter pylori ATCC 43504 using 500 μlml and 125 μlml extract were 85
mm and 73 mm respectively And Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 using
500 μlml and 250 μlml extract were 85 mm and 68 mm respectively Minimum
Inhibitory Concentration of 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark most effective against bacteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 at concentrations of 500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 at
concentrations of 125 μlml Helicobacter pylori ATCC 43504 at concentrations
of 250 μlml Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 at concentrations of 250
μlml Based on this study 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) bark was have activity antibacterial
Key word Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark Antibacterial Inhibition
zone diameter Minimum inhibitory concentration
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
v
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Fitri Rahmadani
Program Studi Farmasi
Judul Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC
43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa diperoleh melalui metode maserasi Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan uji diameter zona hambat dengan metode difusi agar
menggunakan kontrol positif kloramfenikol kontrol negatif DMSO 5 dan
Konsentrasi Hambat Minimum dengan metode dilusi cair Hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan menunjukkan nilai diameter zona hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 pada konsentrasi 500 μlml adalah 71 mm Bakteri Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml 125 μlml beturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70 mm Bakteri Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berturut-turut adalah
82 mm 73 mm dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berutut-turut adalah 85 mm 68 mm Nilai
Konsentrasi Hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhdap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 125 μlml Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 250 μlml dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853 pada konsentrasi 250 μlml Berdasarkan penelitian ini ekstrak
etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki antivitas
antibakteri
Kata kunci Kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) Antibakteri
Diameter zona hambat Konsentrasi hambat minimum
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Fitri Rahmadani
Program Study Pharmacy
Tittle Antimicrobial Activity Test of 96 Ethanolic Extract of
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Against
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter
pylori Pseudomonas aeruginosa
This study aimed to find out antibacterial activity of 96 ethanolic extract of kayu
jawa (Lannea coromandelica) Bark against Staphylococcus aureus ATCC 6538
Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC 43504 and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 96 ethanolic exctract was obtained by
maceration method Antibacterial activity test conducted by test inhibition zone
diameter with the agar diffusion method using chloramphenicol as positive
control DMSO 5 as negative control and Minimum Inhibitory Concentration
with liquid dilution method The antibacterial activity showed that the inhibition
zone diameter of Staphylococcus aureus ATCC 6538 bacteria using 500 μlml
concentration extract was 71 mm Escherichia coli ATCC 8739 using 500 μlml
250 μlml and 125 μlml extract were 85 mm 78 mm and 70 mm respectively
Helicobacter pylori ATCC 43504 using 500 μlml and 125 μlml extract were 85
mm and 73 mm respectively And Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 using
500 μlml and 250 μlml extract were 85 mm and 68 mm respectively Minimum
Inhibitory Concentration of 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark most effective against bacteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 at concentrations of 500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 at
concentrations of 125 μlml Helicobacter pylori ATCC 43504 at concentrations
of 250 μlml Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 at concentrations of 250
μlml Based on this study 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) bark was have activity antibacterial
Key word Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark Antibacterial Inhibition
zone diameter Minimum inhibitory concentration
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama Fitri Rahmadani
Program Studi Farmasi
Judul Uji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
Penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC
43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 Ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa diperoleh melalui metode maserasi Pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan dengan uji diameter zona hambat dengan metode difusi agar
menggunakan kontrol positif kloramfenikol kontrol negatif DMSO 5 dan
Konsentrasi Hambat Minimum dengan metode dilusi cair Hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan menunjukkan nilai diameter zona hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 6538 pada konsentrasi 500 μlml adalah 71 mm Bakteri Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml 125 μlml beturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70 mm Bakteri Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berturut-turut adalah
82 mm 73 mm dan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853
pada konsentrasi 500 μlml 250 μlml berutut-turut adalah 85 mm 68 mm Nilai
Konsentrasi Hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhdap bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi
500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 pada konsentrasi 125 μlml Helicobacter
pylori ATCC 43504 pada konsentrasi 250 μlml dan Pseudomonas aeruginosa
ATCC 27853 pada konsentrasi 250 μlml Berdasarkan penelitian ini ekstrak
etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki antivitas
antibakteri
Kata kunci Kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) Antibakteri
Diameter zona hambat Konsentrasi hambat minimum
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Fitri Rahmadani
Program Study Pharmacy
Tittle Antimicrobial Activity Test of 96 Ethanolic Extract of
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Against
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter
pylori Pseudomonas aeruginosa
This study aimed to find out antibacterial activity of 96 ethanolic extract of kayu
jawa (Lannea coromandelica) Bark against Staphylococcus aureus ATCC 6538
Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC 43504 and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 96 ethanolic exctract was obtained by
maceration method Antibacterial activity test conducted by test inhibition zone
diameter with the agar diffusion method using chloramphenicol as positive
control DMSO 5 as negative control and Minimum Inhibitory Concentration
with liquid dilution method The antibacterial activity showed that the inhibition
zone diameter of Staphylococcus aureus ATCC 6538 bacteria using 500 μlml
concentration extract was 71 mm Escherichia coli ATCC 8739 using 500 μlml
250 μlml and 125 μlml extract were 85 mm 78 mm and 70 mm respectively
Helicobacter pylori ATCC 43504 using 500 μlml and 125 μlml extract were 85
mm and 73 mm respectively And Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 using
500 μlml and 250 μlml extract were 85 mm and 68 mm respectively Minimum
Inhibitory Concentration of 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark most effective against bacteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 at concentrations of 500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 at
concentrations of 125 μlml Helicobacter pylori ATCC 43504 at concentrations
of 250 μlml Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 at concentrations of 250
μlml Based on this study 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) bark was have activity antibacterial
Key word Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark Antibacterial Inhibition
zone diameter Minimum inhibitory concentration
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Fitri Rahmadani
Program Study Pharmacy
Tittle Antimicrobial Activity Test of 96 Ethanolic Extract of
Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Against
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter
pylori Pseudomonas aeruginosa
This study aimed to find out antibacterial activity of 96 ethanolic extract of kayu
jawa (Lannea coromandelica) Bark against Staphylococcus aureus ATCC 6538
Escherichia coli ATCC 8739 Helicobacter pylori ATCC 43504 and
Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 96 ethanolic exctract was obtained by
maceration method Antibacterial activity test conducted by test inhibition zone
diameter with the agar diffusion method using chloramphenicol as positive
control DMSO 5 as negative control and Minimum Inhibitory Concentration
with liquid dilution method The antibacterial activity showed that the inhibition
zone diameter of Staphylococcus aureus ATCC 6538 bacteria using 500 μlml
concentration extract was 71 mm Escherichia coli ATCC 8739 using 500 μlml
250 μlml and 125 μlml extract were 85 mm 78 mm and 70 mm respectively
Helicobacter pylori ATCC 43504 using 500 μlml and 125 μlml extract were 85
mm and 73 mm respectively And Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 using
500 μlml and 250 μlml extract were 85 mm and 68 mm respectively Minimum
Inhibitory Concentration of 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) Bark most effective against bacteri Staphylococcus aureus ATCC
6538 at concentrations of 500 μlml Escherichia coli ATCC 8739 at
concentrations of 125 μlml Helicobacter pylori ATCC 43504 at concentrations
of 250 μlml Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 at concentrations of 250
μlml Based on this study 96 ethanolic extract of kayu jawa (Lannea
coromandelica) bark was have activity antibacterial
Key word Kayu jawa (Lannea coromandelica) bark Antibacterial Inhibition
zone diameter Minimum inhibitory concentration
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Assalamu lsquoalaikum warahmatullahi wabarakatuh
Alhamdulillahirabbilrsquoalamin puji syukur selalu terpanjatkan atas
kehadirat Allah subhanahu wa tarsquoala atas segala berkah dan kasih sayang-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Besar
Muhammad SAW Skripsi dengan judul ldquoUji Aktivitas Antibakteri dari Ekstrak
etanol 96 Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) Terhadap Bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosardquo Ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Selama proses penelitian dan penyusunan skripsi ini penulis menyadari
begitu banyak bantuan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya
mendidik dan membimbing memberikan secercah harapan dan mendoakan yang
terbaik kepada penulis Maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan
penghargaan setinggi-tingginya dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada
1 Bapak Dr H Arif Sumantri SKm MKes selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta
2 Bapak Drs Umar Mansur MSc Apt selaku Ketua Program Studi
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3 Ibu Eka Putri MSi Apt dan ProfDrAtiek Soemiati MSi Apt sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II yang dengan sabar senantiasa
meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing dan mendidik
penulis
4 Ibu Puteri Amelia MFarm Apt Selaku dosen pembimbing Akademik
yang setia membimbing selama kuliah dengan penuh kasih sayang
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan ilmunya kepada penulis
6 Kedua orangtua tercinta ayahanda Habimar Habib dan ibunda Rosnani
yang selalu memberikan doa kasih sayang yang luar biasadukungan moril
maupun materil dan nasihatnya yang tak akan pernah mampu penulis
membalas itu semua Penulis hanya bisa berdorsquoa kepada Allah yang maha
pengasih lagi maha penyayang agar kiranya dengan segala kebesaran-Nya
mengasihi dan melindungi Ayahanda dan Ibunda tercinta melimpahkan
rezeki dan memberikan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak
Aamiin
7 Kakakku yang terhebat Marsoni Syahputra dan Yosmardiansyah adikku
tersayang Ferdinand Julian Kakek dan Nenekku Syofyan dan Rosmini
serta tante Rosnidar yang selalu memberikan semangat dan keceriaan
dalam hidup penulis
8 Teman-teman seperjuangan Farmasi Angkatan 2011 yang selalu
memberikan warna baru dalam hidup penulis kebersamaan yang begitu
indah dan ilmu tentang hidup dan kehidupan yang begitu berharga
9 Sahabat-sahabatku Dini Fauzana M Firda Happy Rahma Mazay Tari
Mozer Dhenny dan Ari yang setia menemani cerita suka maupun duka
selama penelitian
10 Serta semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu
Semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala
bantuan dan dukungannya kepada penulis Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan dan kekurangan Maka dari itu
dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
pembaca agar lebih sempurnanya skripsi ini
Jakarta 28 Mei 2015
Penulis
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta saya yang bertanda tangan dibawah ini
Nama Fitri Rahmadani
NIM 11110200048
Program Study Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan saya menyetujui skripsi saya dengan
judul
UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL 96 KULIT
BATANG KAYU JAWA (Lannea coromandelica) TERHADAP BAKTERI
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
Untuk publikasi atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library
perpustakaan Universitas Islam Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-undang Hak Cipta
Demikian surat pernyataan persetujuan publikasi skripsi ini saya buat
dengan sebenar-benarnya
Dibuat di Jakarta
Pada tanggal 30 Mei 2015
Yang menyatakan
(Fitri Rahmadani)
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
HALAMAN PENGESEHAN v
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
KATA PENGANTAR viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
11 Latar Belakang 1
12 Rumusan Masalah 3
13 Tujuan Penelitian 3
14 Manfaat Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
21 Kayu Jawa (Lannae coromandelica) 5
22 Ekstrak dan Ekstraksi 6
23 Pelarut 10
24 Bakteri 12
25 Antibakteri 15
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba 17
25 Antibiotik Pembanding 19
BAB III METODE PENELITIAN 21
31 Waktu dan Tempat Penellitian 21
32 Alat dan Bahan 21
321 Alat 21
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
322 Bahan 21
323 Bakteri Uji 22
33 Prosedur kerja 22
331 Pembuatan Simplisia 22
332 Pembuatan Ekstrak 22
333 Parameter Ekstrak 23
334 Pemeriksaan Kulit Batang Kayu Jawa 24
335 Pengujian aktivitas antibakteri 25
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan 25
3352 Pembuatan Media 26
3353 Peremajaan Bakteri 26
3354 Identifikasi Bakteri Uji 26
3355 Pembuatan Suspensi Bakteri 26
3356 Pembuatan Larutan Uji 27
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat 27
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 28
BAB IV PEMBAHASAN 29
41 Determinasi Tanaman 29
42 Penyiapan sample 29
43 Ekstraksi 30
44 Parameter Ekstrak 30
45 Penapisan Fitokimia 32
46 Penentuan Diameter Zona Hambat 33
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum 35
BAB V PENUTUP 38
51 Kesimpulan 38
52 Saran 38
DAFTAR PUSTAKA 39
LAMPIRAN 43
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 41 Hasil Penetapan Ekstrak Parameter spesifik dan Non Spesifik
Lannea coromandelica 31
Tabel 42 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Lannea coromandelica 33
Tabel 43 Hasil Diameter Zona Hambat Ekstrak Lannea coromandelica 34
Tabel 44 Hasil Nilai Absorbansi Kekeruhan 36
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21 Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) 5
Gambar 26 Struktur Kimia Kloramfenikol 19
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur Kerja Penelitian 44
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman 45
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu Jawa 46
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak 47
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol 48
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak 48
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Air Abu 48
Lampiran 8 Pembuatan Konsentrasi Larutan Uji 49
Lampiran 9 Pembuatan Suspensi Bakteri 50
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji 50
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat 52
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum 56
Lampiran 13 Alat dan Bahan yang digunakan 58
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
11 Latar Belakang
Dahulu manusia menggunakan bahan alam untuk pengobatan baik dari
tumbuhan hewan ataupun mineral Pengobatan dengan menggunakan bahan
alam diperkirakan berusia sama dengan usia peradaban manusia itu sendiri
Dari catatan sejarah dapat diketahui bahwa fitoterapi atau terapi menggunakan
tumbuhan telah dikenal oleh masyarakat sejak masa sebelum masehi
(Gana 2008)
Pada saat ini bahan alam terutama tumbuhan obat telah digunakan oleh
berbagai lapisan masyarakat dunia baik di negara berkembang ataupun negara
maju Sekitar 80 penduduk negara berkembang masih mengandalkan
pengobatan tradisional dan 85 pengobatan tradisional dalam prakteknya
menggunakan tumbuh-tumbuhan (Gana 2008)
Indonesia adalah negara yang kaya akan keanekaragaman hayati
Kekayaan alam yang melimpah ini merupakan suatu berkah dari Allah SWT
yang sangat besar potensinya untuk dikembangkan dalam bidang kesehatan
maupun dalam pengembangan ilmu pengetahuan lainnya
Di Indonesia terdapat berbagai jenis tumbuhan obat lebih dari 20000
jenis tumbuhan obat tersebar di seluruh negara ini Sekitar 1000 jenis tanaman
telah terdata dan baru sekitar 300 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan
untuk pengobatan secara tradisional Penggunaan tanaman sebagai bahan obat
tradisional memerlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui khasiatnya dan
digunakan sebagai sumber senyawa penuntun untuk sintesis senyawa obat baru
(Akbar 2010)
Salah satu tanaman obat tradisional yang banyak dimanfaatkan
masyarakat Indonesia masyarakat Sulawesi tenggara khususnya adalah Kayu
jawa (Lannea coromandelica) atau dalam masyarakat Bugis dikenal dengan
sebutan ldquoaju jawardquo Tanaman ini adalah salah satu tanaman obat tradisional
yang masih sering digunakan oleh masyarakat Bugis sampai sekarang ini
karena khasiatnya yang dipercaya sangat ampuh Biasanya digunakan untuk
1
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengobati luka dalam maupun luka luar Masyarakat Bugis juga sering
menggunakan tanaman aju jawa ini untuk mengobati diare mual dan muntah
Cara penggunaan tanaman ini berbeda-beda tergantung tujuan penggunaannya
misalnya untuk pengobatan diare atau muntah masyarakat meminum rebusan
tanaman ini Sedangkan untuk mempercepat penyembuhan luka masyarakat
biasanya langsung menggunakan bagian tanaman aju jawa dengan
menempelkannya ke bagian luka (Rahayu 2006)
Berdasarkan studi fitokimia kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea
coromandelica) telah dilaporkan mengandung senyawa golongan karbohidrat
steroid glikosida jantung terpenoid tanin dan flavonoid (Manik et al 2013)
Ektsrak metanol kulit batang Lannea coromandelica memiliki aktivitas
antidiare yang disebabkan mikroorganisme patogen (Rajib et al 2013)
Avinash (2011) juga melaporkan bahwa kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) digunakan untuk pengobatan ulcer pengobatan luka hipotensi
dan antimikroba di India Selain itu fraksi n-heksana diklorometana dan etil
asetat kulit batang dan daun tumbuhan kayu jawa memiliki aktivitas
antioksidan antimikroba dan trombolitik (Manik et al 2013) Kayu jawa
yang berasal dari Sulawesi baru dilaporkan memiliki antivitas antioksidan dan
uji toksisitas (Erwin 2014)
Penelitian yang telah ada menunjukkan bahwa kayu jawa yang berasal
dari Sulawesi juga memiliki potensi sebagai antibakteri Berdasarkan khasiat
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) di daerah sulawesi yaitu
sebagai obat luka dan obat diare serta sebagai obat peptic ulcer di India Maka
pada penelitian aktivitas antibakteri kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) ini digunakan bakteri yang berhubungan dengan empiris yang
digunakan masyarakat untuk pengobatan diantaranya adalah sebagai berikut
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri flora normal pada mulut
dan saluran pernapasan tetapi bersifat patogen menyebabkan infeksi pada kulit
Bakteri ini banyak terdapat pada selaput lendir kulit bisul dan
luka(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri
normal usus namun dalam keadaan tidak normal bersifat patogen umumnya
menyebabkan diare dan sebagai indikator pencemaran air dengan tinja
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Dwidjoseputro 1990) Bakteri Helicobacter pylori (H pylori) adalah bakteri
berbentuk spiral yang ditemukan pada lapisan mukosa lambung atau melekat
pada lapisan epitel lambung Helicobacter pylori menyebabkan lebih dari 90
dari ulkus duodenum dan hingga 80 dari ulkus lambung (Jawetz 1992)
Bakeri Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang sering menyebabkan
penyakit bagi manusia dimana sering diisolasi dari penderita neoplastik luka
dan luka bakar yang berat
Berdasarkan uraian diatas dan penggunaan empiris secara luas
pengobatan masyarakat Bugis menggunakan Kulit batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) serta belum adanya publikasi ilmiah tentang pengujian
aktivitas antibakteri tanaman ini di Indonesia maka dilakukan penelitian
tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia
coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
12 Rumusan Masalah
1 Belum adanya penelitian tentang aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96
kulit batang kayu jawa (Lannae coromandelica) yang berasal dari daerah
Sulawesi Indonesia
2 Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu Jawa
(Lannea coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
13 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol
96 kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) terhadap bakteri
Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14 Manfaat Penelitian
1 Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
aktivitas ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannae
coromandelica) yang berasal dari daerah Sulawesi Indonesia sebagai
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus Escherichia coli
Helicobacter pylor Pseudomonas aeruginosa
2 Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi ilmiah
mengenai potensi kearifan lokal tanaman obat di Indonesia
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
21 Kayu jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 21 Tanaman Lannea coromandelica
( Erwin Prawirodiharjo 2014)
Secara taksonomi tanaman Kayu Jawa digolongkan sebagai berikut
Kingdom Plantae
Phylum Mannoliophyta
Class Magnoliatae
Order Sapindales
Family Anacardiaceae
Genus Lannea
Species Lannea coromandelica
(Houtt) Merr (httpindiabiodiversityorgspeciesshow230190)
Kayu Jawa merupakan deciduous tree atau pohon gugur yang dapat tumbuh
hingga mencapai 25 m (umumnya 10-15 m) Permukaan batang berwarna abu-abu
sampai coklat tua kasar ada pengelupasan serpihan kecil yang tidak teratur
5
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batang dalam berserat berwarna merah atau merah muda gelap dan memiliki
eksudat yang bergetah Daun meruncing dan berjumlah 7-11 Bunga berkelamin
tunggal berwarna hijau kekuningan Buah berbiji panjang 12 mm bulat telur
kemerahan dan agak keras Tanaman ini berbunga dan berbuah dari bulan Januari
hingga Mei Lannea coromandelica memiliki sinonim Odina wodier yang tersebar
di Himalaya (Swat-Bhutan) Assam Burma Indo-China Ceylon Pulau
Andaman China dan Malaysia (Avinash 2004)
Tanaman Kayu Jawa (Lannea coromandelica) merupakan tanaman
pekarangan yang dapat dimanfaatkan daun dan kulit batangnya dengan cara
ditumbuk ataupun direbus untuk mengobati luka luar luka dalam dan perawatan
paska persalinan (Rahayu 2006) Kulit batang dapat digunakan sebagai astringen
mengobati sakit perut lepra peptic ulcer penyakit jantung disentri dan
sariawan Kulit batang digunakan bersama dengan kulit batang Aegle mermelos
Artocarpus heterophyllus dan Sygygium cumini berguna dalam penyembuhan
impotensi Perebusan daun juga dianjurkan untuk mengobati pembengkakan dan
nyeri lokal (Wahid 2009)
22 Ektrak dan Ektraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (DepKes RI 2000)
Parameter non spesifik dan spesifik ekstrak
1 Parameter non spesifik
a Kadar air
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang berada
dalam bahan dilakukan dengan cara yang tepat dengan cara titrasi
destilasi atau gravimetri (DepKes RI 2000)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Kadar abu
Parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur
dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap
sehingga tinggal unsur mineral dan anorganik Tujuannya adalah
untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan
eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak
(DepKes RI 2000)
2 Parameter spesifik
a Identitas
Parameter identitas deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak nama
latin tumbuhan dan ekstrak yang mempunyai kandungan identitas
Tujuannya adalah untuk memberikan identitas obyektif dari mana
dan spesifik dari senyawa identitas
b Organoleptik
Parameter organoleptik ekstrak adalah penggunaan pancaindera yang
mendeskripsikan bentuk (padat serbuk kental dan cair) warna bau
(aromatik tidak bau) dan rasa (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehinggga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair Simplisia yang
diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak
dapat larut seperti serat karbohidrat protein dan lain-lain Senyawa aktif yang
terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan kedalam golongan minyak
atsiri alkaloid flavonoid dan lain-lain Dengan diketahuinya senyawa aktif yang
terkandung dalam simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara
ekstraksi yang tepat (DepKes RI 2000)
Ekstraksi adalah pemisahan bagian aktif sebagai obat dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan menggunakan pelarut yang sesuai melalui prosedur
yang telah ditetapkan Selama proses ekstraksi pelarut akan berdifusi sampai ke
material padat dari tumbuhan dan akan melarutkan senyawa dengan polaritas yang
sesuai dengan pelarutnya (Tiwari et al 2011)
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Beberapa cara metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu
1 Cara dingin
a Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
kamar (Ditjen POM 2000) Keuntungan ekstraksi dengan cara maserasi
adalah pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana sedangkan
kerugiannya yakni cara pengerjaannya lama membutuhkan pelarut yang
banyak dan penyarian kurang sempurna Dalam maserasi (untuk ekstrak
cairan) serbuk halus atau kasar dari tumbuhan obat yang kontak dengan
pelarut disimpan dalam wadah tertutup untuk periode tertentu dengan
pengadukan yang sering sampai zat tertentu dapat terlarut Metode ini
cocok digunakan untuk senyawa yang termolabil (Tiwari et al 2011)
b Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi
penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar
Proses perkolasi terdiri dari tahap pengembangan bahan tahap perendaman
tahap perkolasi antara tahap perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak)
secara terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) Untuk
menentukan akhir dari pada perkolasi dapat dilakukan pemeriksaan zat
secara kualitatif pada perkolat akhir Ini adalah prosedur yang paling sering
digunakan untuk mengekstrak bahan aktif dalam penyusunan tincture dan
ekstrak cairan (Tiwari et al 2011)
2 Cara panas
a Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi mengunakan pelarut yang selalu baru dengan
menggunakan alat soklet sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah
pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur
titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik (Ditjen POM 2000)
c Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 900C selama 15
menit Bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih temperatur yang
digunakan (96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit) (Ditjen POM
2000)
d Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur sampai
titik didih air (Ditjen POM 2000) Dekok adalah ekstraksi dengan pelarut
air pada temperatur 90oC selama 30 menit Metode ini digunakan untuk
ekstraksi konstituen yang larut dalam air dan konstituen yang stabil terhadap
panas (Tiwari et al 2011)
e Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik pada temperatur lebih tinggi dari
temperatur suhu kamar yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50oC (Ditjen POM 2000) Digesti adalah maserasi dengan pengadukan
kontinyu pada temperatur lebih tinggi dari temperatur ruang (umumnya
25-30oC) Ini adalah jenis ekstraksi maserasi di mana suhu sedang
digunakan selama proses ekstraksi (Tiwari et al 2011)
23 Pelarut
Pelarut adalah zat yang digunakan sebagai media untuk melarutkan zat lain
Kesuksesan penentuan senyawa biologis aktif dari bahan tumbuhan sangat
tergantung pada jenis pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi Sifat
pelarut yang baik untuk ekstraksi yaitu toksisitas dari pelarut yang rendah mudah
menguap pada suhu yang rendah dapat mengekstraksi komponen senyawa
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dengan cepat dapat mengawetkan dan tidak menyebabkan ekstrak terdisosiasi
(Tiwari et al 2011)
Pemilihan pelarut juga akan tergantung pada senyawa yang ditargetkan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pelarut adalah jumlah senyawa yang
akan diekstraksi laju ekstraksi keragaman senyawa yang akan diekstraksi
kemudahan dalam penanganan ekstrak untuk perlakuan berikutnya toksisitas
pelarut potensial bahaya kesehatan dari pelarut (Tiwari et al 2011)
Berbagai pelarut yang digunakan dalam prosedur ekstraksi antara lain
1 Air
Air adalah pelarut universal biasanya digunakan untuk mengekstraksi
produk tumbuhan dengan aktivitas antimikroba Meskipun penyembuhan
secara tradisional menggunakan air sebagai pelarut tetapi ekstrak tumbuhan
dari pelarut organik telah ditemukan untuk memberikan aktivitas
antimikroba lebih konsisten dibandingkan dengan ekstrak air Air juga
melarutkan flavonoid (kebanyakan antosianin) yang tidak memilik aktivitas
signifikansi terhadap antimikroba dan senyawa fenolat yang larut dalam air
yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan (Tiwari et al 2011)
2 Aseton
Aseton melarutkan beberapa komponen senyawa hidrofilik dan lipofilik dari
tumbuhan Keuntungan pelarut aseton yaitu dapat bercampur dengan air
mudah menguap dan memiliki toksisitas rendah Aseton digunakan terutama
untuk studi antimikroba dimana banyak senyawa fenolik yang terekstraksi
dengan aseton (Tiwari et al 2011)
3 Alkohol
Aktivitas antibakteri yang lebih tinggi dari ekstrak etanol dibandingkan
dengan ekstrak air dapat dikaitkan dengan adanya jumlah polifenol yang
lebih tinggi pada ekstrak etanol dibandingkan dengan ekstrak air Etanol
lebih mudah untuk menembus membran sel untuk mengekstrak bahan
intraseluler dari bahan tumbuhan Metanol lebih polar dibanding etanol
namun karena sifat yang toksik sehingga tidak cocok digunakan untuk
ekstraksi (Tiwari et al 2011)
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4 Kloroform
Terpenoid lakton telah diperoleh dengan ekstraksi berturut-turut
menggunakan heksana kloroform dan methanol dengan konsentrasi
aktivitas tertinggi terdapat dalam fraksi kloroform Kadang-kadang tanin
dan terpenoid ditemukan dalam fase air tetapi lebih sering diperoleh dengan
pelarut semipolar (Tiwari et al 2011)
5 Eter
Eter umumnya digunakan secara selektif untuk ekstraksi kumarin dan asam
lemak (Tiwari et al 2011)
6 n-Heksana
n-Heksana mempunyai karakteristik sangat tidak polar volatil mempunyai
bau khas yang dapat menyebabkan hilang kesadaran (pingsan) Berat
molekul heksana adalah 862 grammol dengan titik leleh -943 sampai -
953degC Titik didih n-Heksana pada tekanan 760mmHg adalah 66 sampai
71degC (Daintith 1994) n-Heksana biasanya digunakan sebagai pelarut untuk
ekstraksi minyak nabati
7 Etil asetat
Etil asetat merupakan pelarut dengan karakteristik semipolar Etil asetat
secara selektif akan menarik senyawa yang bersifat semipolar seperti fenol
dan terpenoid (Tiwari et al 2011)
24 Bakteri
Nama bakteri berasal dari kata ldquoBakterionrdquo (bahasa Yunani) yang berarti
tongkat atau batang Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok
mikroorganisme bersel satu tidak berklorofil berkembangbiak dengan
pembelahan diri serta dengan demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan
mikroskop (Dwidjoseputro1990) Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu dan
berkembang biak membelah diri (aseksual) Ukuran bakteri bervariasi baik
penampang maupun panjangnya
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan
reaksinya terhadap pewarnaan Gram Perbedaan antara Gram positif dan Gram
negatif diperlihatkan dari perbedaan dinding sel Dinding sel bakteri Gram positif
sebagian besar terdiri atas beberapa lapisan peptidoglikan yang membentuk
struktur yang tebal dan kaku Kekakuan dinding sel bakteri yang disebabkan
karena lapisan peptidoglikan dan ketebalan peptidoglikan ini membuat bakteri
Gram positif resisten terhadap lisis osmotik (Jawetz 1996)
Dinding sel bakteri Gram negatif mengandung lapisan peptidoglikan yang
tipis membran luar yang terdiri dari protein lipoprotein fosfolipid
lipopolisakarida dan membran dalam Selain itu dinding sel bakteri Gram negatif
mengandung polisakarida dan lebih rentan terhadap kerusakan mekanik dan kimia
(Jawetz 1996)
Berdasarkan bentuk morfologinya maka bakteri dapat dibagi atas tiga
golongan yaitu (Dwidjoseputro1990)
1 Golongan basil
Basil (dari bacillus) berbentuk serupa batang silindris Sebagian besar
bakteri berupa basil Ukuran bakteri basil ada yang lebarnya 02 sampai 20μ
sedangkan panjangnya ada yang 1 sampai 15μ
2 Golongan kokus
Kokus adalah bakteri yang bentuknya bulat Golongan ini tidak sebanyak
golongan basil Ukuran bakteri kokus ada yang berdiameter 05μ ada pula
yang berdiameter sampai 25μ
3 Golongan spiral
Spiral adalah bakteri yang bengkok atau berbengkok-bengkok serupa spiral
Bakteri yang berbentuk spiral ini tidak banyak terdapat jika dibandingkan
dengan golongan kokus maupun golongan basil
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bakteri uji
1 Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif yang bersifat
patogen Morfologi bakteri ini selnya berbentuk bulat atau kokus
berdiameter 08 - 10μm tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak
teratur seperti buah anggur tidak membentuk spora dan tidak bergerak
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37ordmC tetapi membentuk pigmen
paling baik pada suhu kamar (20-25ordmC) Pertumbuhan terbaik pada suasana
aerob namun juga bersifat aerob fakultatif Bakteri ini sering ditemukan
ditanah air tawar dan selaput lendir pada binatang berdarah panas termasuk
manusia (Jawetz 1996)
Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut
Divisi Protophyta atau Schizophyta
Kelas Schizomycetes
Bangsa Eubacteriales
Suku Micrococcaceae
Marga Staphylococcus
Spesies Staphylococcus aureus
2 Escherichia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek
yang memiliki panjang sekitar 2μm diameter 07μm lebar 04μm
(Jawetz1996) Bakteri ini tidak membentuk spora tidak tahan asam
sebagian besar bergerak dengan flagel pentrikus (merata tersebar diseluruh
permukaan sel dan beberapa strain mempunyai kapsul) Escherichia coli ini
bersifat patogen bakteri ini dapat menyebabkan beberapa penyakit pada
manusia antara lain menyebabkan infeksi primer pada usus manusia (diare
pada anak) infeksi pada saluran kemih Bakteri ini banyak ditemukan dalam
saluran pencernaan habitat pada umumnya adalah ditanah lingkungan
akuatik makanan air seni dan tinja
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Schizomycetes
Bangsa Enterobacteriales
Suku Enterobacteriaceae
Marga Escherichia
Spesies Escherichia coli
3 Helicobacter pylori
Helicobacter pylori adalah bakteri berbentuk spiral atau batang bengkok
bersifat Gram negatif dan hidup dalam lingkungan mikroaerofilik dalam
lapisan mukosa epitel dan jaringan lambung Infeksi H pylori telah
diketahui sebagai penyebab utama penyakit peptic ulcer (tukak lambung dan
duodenum)
Klasifikasi Helicobacter pylori adalah sebagai berikut
Devisi Bacteria
Kelas Epsilon Probacteria
Bangsa Campylobacteralis
Suku Helicobateraceae
Marga Helicobacter
Spesis Helicobacter pylori
4 Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa berbentuk batang dengan ukuran sekitar 06 x
2μm Bakteri ini terlihat sebagai bakteri tunggal berpasangan dan
terkadang membentuk rantai yang pendek P aeruginosa termasuk bakteri
Gram negatif Suhu optimum untuk pertumbuhan P aeruginosa adalah
42o
C P aeruginosa mudah tumbuh pada berbagai media pembiakan karena
kebutuhan nutrisinya sangat sederhana Bakteri ini dijumpai pada luka
bakar infeksi telinga serta luka-luka setelah operasi
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klasifikasi Pseudomonas aerugenosa adalah sebagai berikut
Divisi Bacteria
Phylum Proteobacteria
Kelas Gamma Proteobacteria
Marga Pseudomonadales
Suku Pseudomonadaceae
Genus Pseudomonas
Species Pseudomonas aeruginosa
25 Antibakteri
Antibakteri merupakan zat atau obat untuk membasmi jasad renik yang
diperoleh dari sintesis atau yang berasal dari senyawa non organik Bakteriostatik
yaitu antimikroba yang hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Bakterisidal adalah antimikroba yang dapat membunuh mikroorganisme
Mekanisme kerja antibakteri
1 Menghambat sintesis dinding sel
Struktur diding sel dapat dirusak dengan cara menghambat
pembentukannya atau mengubah dinding sel setelah terbentuk (Pleczar
1988)
2 Menganggu keutuhan membran sel mikroba
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu didalam sel
serta mengatur aliran keluar-masuknya bahan-bahan lain Membran
memelihara integritas komponen-komponen selular Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau
matinya sel (Pleczar 1988)
3 Menghambat sintesis protein sel mikroba
Hidupnya suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul
protein dan asam nukleat dalam keadaan alaminya Suatu kondisi atau
substansi yang mengubah keadaan ini yaitu mendenaturasi protein dan
asam-asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali
Suhu tinggi dan konsentrasi pekat beberapa zat kimia dapat
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengakibatkan koagulasi (denaturasi) ireversible (tidak dapat balik)
komponen-komponen selular yang vital ini (Pleczar 1988)
4 Menganggu metabolisme sel mikroba
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda ada yang di dalam
sel merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat
Banyak zat kimia telah diketahui dapat mengganggu reaksi biokimia
Penghambatan ini dapat mengakibatkan terganggunya metabolisme atau
matinya sel (Pleczar 1988)
5 Penghambatan sintesis asam nukleat dan protein
DNA RNA dan protein memegang peranan penting di dalam proses
kehidupan normal sel Hal itu berarti bahwa gangguan apa pun yang akan
terjadi pada pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat
mengakibatkan kerusakan total pada sel (Pleczar 1988)
26 Metode Pengujian Aktivitas Antimikroba
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu
konsentrasi komponen tertentu pada campuran komplek kimia untuk
mendiagnosis penyakit tertentu serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan Pada uji ini diukur
pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien
Adapun uji antimikroba antara lain sebagai berikut
1 Metode difusi
a Metode disc diffusion untuk menentukan aktivitas agen antimikroba
Piringan yang berisi agen antimiroba diletakan pada media agar yang
telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar
(Pratiwi 2008)
b Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum Inhibitory
Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme Pada metode ini digunakan strip plastik yang
mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan
diletakan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme Pengamatan dilakukan pada area jernih yang
ditimbulkan yang menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi 2008)
c Ditch plate technique Pada metode ini sampel uji berupa agen
antimikroba yang diletakan pada parit yang dibuat dengan cara
memotong media agar dalam cawan petri pada bagian tengah secara
membujur dan mikroba uji (maksimum 6 macam) digoreskan ke arah
parit yang berisi agen antimikroba (Pratiwi 2008)
d Cup-plate technique Metode ini serupa dengan metode disc diffusion
dimana dibuat sumur pada media agar yang telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi 2008)
e Gradient-plate technique Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan Campuran kemudian dituang
kedalam cawan petri dan diletakan dalam posisi miring Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan inkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusidan permukaan media
mengering Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah Hasil diperhitungkan sebagai panjang
total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin
dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil goresan Bila
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan aktual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media
mgmL atau μgmL
Maka konsentrasi hambat adalah = C (mg mL atau μg Ml)
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi 2008)
2 Metode dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu
a Metode dilusi cair broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory concentration atau
Kadar hambat minimum (KHM) dan MBC (Minimum Bacteridal
Concentration) atau Kadar Bunuh Minimum (KBM) Cara yang
dilakukan adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba
pada medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji Larutan uji
agen antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya
dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun
agen antimikroba dan diinkubasi selama 18-24jam Media cair yang
tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM
(Pratiwi 2008)
b Metode dilusi padat solid dilution test
Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun menggunakan
media padat (solid) Keuntungan metode ini adalah satu konsentrasi
agen mikroba yang diuji dapat digunakan untuk menguji beberapa
mikroba uji (Pratiwi 2008)
27 Antibiotika Pembanding
Antibiotik yang digunakan sebagai pembanding adalah Kloramfenikol
Gambar 27 Struktur kimia kloramfenikol (Depkes RI 1995)
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pemerian hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan larutan
praktis netral atau larutan agak asam (Depkes RI 1995)
Kelarutan sukar larut dalam air mudah larut dalam etanol dalam
propilenglikol dalam aseton dan dalam etil asetat
(Depkes RI 1995)
Mekanisme aksi Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada
sel bakteri Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel
dengan unit ribosom 50 S sehingga mencegah ikatan
antara asam amino dengan ribosom Obat ini berikatan
secara spesifik dengan akseptor (tempat ikatan awal dari
amino asil t-RNA) atau pada bagian peptidil yang
merupakan tempat ikatan kritis untuk perpanjangan rantai
peptida (Katzung 2004)
Penggunaan klinik kloramfenikol digunakan untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan oleh Salmonella Hinfluenza dan infeksi
anaerob termasuk yang disebabkan oleh B fragilis
kloramfenikol juga digunakan pada saat antibiotik tidak
efektif untuk infeksi meningitis ricketsia dan infeksi
Gram negatif yang disebabkan oleh bakterimia (virus yang
memakan bakteri) (Kester et al 2007)
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODE PENELITIAN
31 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1 Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia Laboratorium Steril Fakultas Kesehatan dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penelitian dimulai pada bulan
Januari-April 2015
32 Alat dan Bahan
321 Alat
Alat untuk ekstraksi terdiri dari timbangan analitik (Sartonius CP224S)
spatula erlenmeyer (Pyrex) botol maserasi alumunium foil corong labu
evaporator (Pyrex) cawan penguap kaca arloji pipet blender dan alat-alat gelas
standar laboratorium
Alat untuk uji antibakteri terdiri dari erlenmeyer (Pyrex) tabung reaksi
(Wikai) rak tabung reaksi spatula gelas ukur (pyrex) autoklaf (Tommytipe SS-
325) cawan petri (Indomark) jarum ose batang L pinset mikropipet dan tip
(Epphendrorf) lampu spiritus kapas steril vortex (Labnet) hot plate dan
magnetic stirer (Daiki Kblee 5001) oven lemari pendingin (Sanyo Medicool)
laminar air flow LAF (EACI) inkubator (Gallenkamp) cakram kosong steril
(oxoid) jangka sorong
322 Bahan
Bahan uji yang digunakan pada penelitian ini adalah simplisia kulit batang
kayu jawa (Lannea coromandelica) diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten
Bone Sulawesi Selatan Tanaman dideterminasi di Herbarium Bogoriense Pusat
Penelitian Indonesia (LIPI) Kebun Raya Bogor untuk memastikan bahan uji yang
akan digunakan etanol 96 Nutrient Agar (NA) Nutrient Borth (NB) antibiotik
kloramfenikol diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI aquadest steril NaCl
fisiologis DMSO pereaksi Dragendorff Hcl pereaksi Lieberman-Bouchardat
NaOH asam sulfat kloroform asam asetat anhidrat Fe Cl3 etanol 70 etanol
96 spirtus
21
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
323 Bakteri Uji
Bakteri yang digunakan antara lain
Staphylococcus aureus ATCC 6538 Escherichia coli ATCC 8739
Helicobacter pylori ATCC 43504 Pseudomonas aeruginosa ATCC 27853 yang
diperoleh dari laboratorium Mikrobiologi UI
33 Prosedur Kerja
331 Pembuatan simplisia
Sampel kulit batang tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica)
diperoleh dari daerah Watampone Kabupaten Bone Sulawesi Selatan dari
peneliti sebelumnya dalam bentuk rajangan Sebanyak 1 kg kulit batang segar
disortasi basah selanjutnya dicuci dengan air mengalir Sampel kemudian
dirajang dan dikeringkan dengan cara dikering-anginkan dan selanjutnya disortasi
kering (dilakukan oleh peneliti sebelumnya) Simplisia yang telah kering dalam
bentuk rajangan Selanjutnya dihaluskan menggunakan blender hingga diperoleh
serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
332 Pembuatan Ekstak
Serbuk kering kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) ditimbang
600 gram dan diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi dengan pelarut
etanol 96 Maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia kulit batang
kayu jawa selama 3 hari dengan sesekali diaduk Prosedur diulangi hingga enam
kali proses maserasi kemudian disaring menggunakan kapas dan selanjutnya
menggunakan kertas saring Hasil maserasi (maserat) tersebut dikentalkan
menggunakan alat vacum rotary evaporator sehingga didapatkan ekstrak kental
Kemudian dihitung persen rendeman
Rendeman ekstrak = i i i x 100
333 Parameter ekstrak
a Identitas Ekstrak
Identitas ekstrak di identifikasi dengan tata nama yang meliputi nama
ekstrak nama latin tumbuhan bagian tumbuhan yang digunakan dan
nama Indonesia tumbuhan (Depkes RI 2000)
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
b Organoleptik Ekstrak
Organoleptik ekstrak di identifikasi menggunakan pancaindera untuk
mengetahui bentuk warna bau dan rasa (Depkes RI 2000)
c Residu Pelarut Etanol
Sebanyak 800 mg ekstrak etanol 70 dilarutkan dalam aquades hingga 10
mL dan di destilasi pada suhu 785degC hingga diperoleh destilat sebanyak 2
mL Destilat ditambahkan aquades hingga 10 mL Selanjutnya bobot jenis
cairan ditetapkan menggunakan piknometer Persentase residu pelarut
etanol dalam ekstrak dihitung menggunakan tabel bobot jenis dan kadar
etanol pada Farmakope Indonesia edisi III (Depkes RI 2000)
d Kadar Air
Ekstrak ditimbang sebanyak 1 gram dimasukan ke dalam cawan penguap
yang sebelumnya telah dipanaskan dan ditara sampai bobot tetap
Dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC selama 5 jam dan ditimbang
Sebelum dan setiap pemanasan dibiarkan dalam deksikator hingga suhu
kamar Lanjutkan pemanasan dan timbangan hingga bobot tetap selama 2
hari (Depkes RI 2000)
e Kadar Abu Total
Penetapan kadar abu total dilakukan dengan cara sebanyak 2 gram ekstrak
etanol 96 ditimbang ke dalam krus yang telah ditara dan dipijarkan
perlahan Suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600plusmn25degC Didinginkan
dalam desikator dan ditimbang berat abu Kadar abu dihitung dalam persen
terhadap berat sampel awal (Depkes RI 2000)
334 Pemeriksaan Kandungan Kimia kulit batang kayu jawa
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui metabolit sekunder yang
terkandung di dalam ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) Metabolit sekunder yang diuji secara kualitatif ini antara lain
alkaloid flavonoid saponin glikosida triterpenoid dan steroid fenol dan tanin
1 Uji alkaloid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam larutan HCl encer kemudian
disaring Kedalam filtrat ditambahkan 2 ml larutan ammonia kemudian
ditambahkan kloroform 5 ml dan dikocok perlahan-lahan untuk
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mengekstraksi basa alkaloid Lapisan kloroform diambil lalu diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat kemudian dibagi menjadi 2 bagian Pada bagian
pertama ditambahkan reagen Mayer dan bagian kedua ditambahkan reagen
Dragendorff Terbentuk warna putih dengan reagen Mayer dan endapan
coklat kemerahan dengan reagen Dragendorff menunjukkan adanya
senyawa golongan alkaloid ( Ayoola GA 2008)
2 Uji Flavonoid
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan NaOH Terjadinya perubahan intensitas warna
kuning menjadi tidak berwarna pada penambahan asam sulfat
mengindikasikan adanya senyawa flavonoid (Tiwari et al 2011)
3 Uji Saponin
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dalam 20mL aquades kemudian
larutan dikocok dalam labu ukur selama 15 menit Terbentuknya busa
setinggi 1 cm mengindikasikan adanya senyawa saponin (Farnsworth
1969)
4 Uji Glikosida
Sebanyak 05 gram ekstrak ditambahkan 1 mL aquades dan ditambahkan
larutan NaOH Terbentuknya warna kuning mengindikasikan adanya
senyawa glikosida (Tiwari et al 2011)
5 Uji Triterpenoid dan steroid
Dilakukan dengan reaksi Lieberman-Burchard Larutan uji sebanyak 2 mL
diuapkan dalam cawan porselen dilarutkan dalam 05 mL kloroform
kemudian ditambahkan 05 mL asam asetat anhidrat selanjutnya melalui
dinding tabung ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat Terbentuk cicin
kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menandakan positif
triterpenoid jika cincin biru kehijauan menandakan positif steroid
(Ayoola GA 2008)
6 Uji Fenol
Sebanyak 05 gram ekstrak dilarutkan dengan 2 mL etanol 70 dan
ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 Terbentuknya warna hitam kebiruan
mengindikasikan adanya senyawa fenol (Tiwari et al 2011)
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7 Uji Tanin
Sebanyak 05 gram ekstrak dididihkan dalam 10 ml aquadest dalam tabung
reaksi lalu disaring Kemudian kedalam filtrat ditambahkan 3 tetes larutan
FeCl3 Terbentuk warna hijau kecoklatan atau biru kehitaman menunjukkan
adanya tannin (Ayoola GA 2008)
335 Pengujian Aktivitas Antibakteri
3351 Sterilisasi Alat dan Bahan
Seluruh alat yang akan digunakan dicuci bersih dikeringkan dan
disterilkan terlebih dahulu Alat alat gelas seperti gelas ukur labu ukur dan tip
mikropipet dimasukan kedalam plastik tahan panas disterilkan menggunakan
autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit Bahan-bahan yang terbuat dari karet
disterilkan dengan direndam dengan alkohol 70 dan jarum ose disterilkan
dengan dipijarkan menggunakan nyala bunsen Alat-alat kaca non presisi seperti
tabung reaksi beaker glass dan erlenmeyer ditutup mulutnya dengan kapas
Cawan petri dibungkus dengan kertas kemudian semuanya dimasukkan dalam
plastik tahan panas dan disterilkan dengan oven pada suhu 1800C selama 2 jam
Laminar Air Flow disterilkan dengan lampu UV selama 15 menit dan
disemprotkan dengan alkohol 70 Sterilisasi laminar ini dilakukan sebelum dan
sesudah bekerja didalamnya (Pertiwi 2010)
Media (NA dan NB) disterilkan dengan autoklaf pada temperatur 1210C
selama 15 menit Pengerjaan aseptis dilakukan didalam lemari aseptis yang
sebelumnya telah dibersihkan dengan alkohol 70 lalu disterilkan dengan UV
3352 Pembuatan Medium
1 NA (Nutrient Agar)
Sebanyak 20 gram NA dilarutkan dengan pemanasan dalam 1 liter
aquadest diatas hot plate dan menggunakan magnetik stirer sampai bening
kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf pada suhu 1210C selama 15
menit pembuatan agar miring NA dilakukan dengan memasukan media yang
telah disterilkan kedalam tabung reaksi sebanyak plusmn5 ml tabung disumbat dengan
kapas steril dan diletakan miring plusmn 450 ditunggu hingga memadat (Alexander
2007)
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 NB (Nutrient Broth)
Sebanyak 8 gram serbuk nutrient broth (NB) ditambahkan dengan 1 liter
aquades dipanaskan hingga larut diatas hot plate dan menggunakan magnetik
stirer sampai bening Media disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 1210C selama
15 menit (Alexander 2007)
3354 Peremajaan Bakteri
Peremajaan bakteri menggunakan agar miring NA peremajaan bakteri
yaitu Staphylococcus aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas
aeruginosa Bakteri diambil satu ose menggunakan ose steril selanjutnya
digoreskan pada permukaan agar miring dengan cara silang (zig-zag) dan di
inkubasi selama 24 jam pada suhu 37 0C (Nurcahyani dan Timous 2011)
3355 Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi bakteri uji dilakukan dengan teknik pewarnaan Gram yaitu
dengan cara sebagai berikut sebanyak 1 tetes NaCL diteteskan diatas kaca objek
kemudian disebar setipis mungkin menggunakan ose yang ada bakterinya yang
diambil dari bakteri uji Selanjutnya difiksasi dengan melewatkanya diatas api
Dan siap diwarnai
Sebanyak 1 tetes larutan karbol kristal ungu diteteskan pada preparat di
atas dan dibiarkan selama 5 menit kemudian dicuci dengan air Setelah itu
sebanyak 1 tetes Lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama 1 menit
kemudian dicuci dengan air kemudian preparat dibilas dengan alkohol 70
dengan cara dicelupkan kedalam bejana berisi alkohol Selanjutnya dicuci kembali
dengan air selanjutnya sebanyak 1 tetes larutan air Safranin diteteskan pada
preparat dan dibiarkan selama 1 sampai 2 menit setelah itu dicuci dengan air dan
dibiarkan mengering Bentuk dan warna sel bakteri dalam preparat diamati secara
mikroskopik pada perbesaran 1000 x
3356 Pembuatan Suspensi Bakteri
Bakteri dibiakan dengan cara di inkubasi dengan nutrien agar miring
selama 24 jam pada suhu 370C kemudian diambil dengan ose dan disuspensikan
dengan cara dimasukan kedalam tabung berisi 10 mL NaCl fisiologis 09 lalu
divortex sampai homogen dan dilihat kekeruhannya yang menandai bahwa ada
pertumbuhan bakteri kekeruhan disetarakan dengan Mc Farland no 3 yaitu
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
setara dengan 109 sel bakterimL Kemudian diencerkan dengan NaCl fisiologis
09 steril sampai diperoleh konsentrasi 106 sel bakterimL (Kuete 2011)
Penggunaan konsentrasi 106 sel bakterimL pada suspensi bakteri berdasarkan
kerentanan anaerobik yaitu 106 - 10
4 (pokyni2010)
3357 Pembuatan larutan uji
Larutan uji dibuat dengan melarutkan ekstrak menggunakan DMSO 5
(dimetil sulfoxide) Larutan uji dibuat dengan membuat larutan induk 5000 ppm
yaitu sebanyak 025 gram ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5 kemudian larutan induk
tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625
ppm untuk melakukan uji aktivitas antibakteri
3357 Penentuan Diameter Zona Hambat
Media agar NA yang telah disterilkan dimasukan kedalam cawan petri
steril masing-masing sebanyak 20 mL dan dibiarkan memadat pada suhu kamar
Media tersebut ditetesi dengan 100 μL suspensi bakteri uji dan diratakan dengan
menggunakan batang L sampai rata dan kering Kertas cakram steril dengan
diameter 6 mm diteteskan ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) sebanyak 10 μl masing-masing konsentrasi yaitu 500 ppm 250
ppm 125 ppm dan 652 ppm kemudian diletakan pada media agar padat yang
telah ditetesi suspensi bakteri uji DMSO 5 sebagai kontrol negatif dan cakram
30 μg kloramfenikol sebagai kontrol positif Kemudian di inkubasi pada suhu
370C selama 24 jam dan setelah di inkubasi diukur zona hambat yang terbentuk
yang ditandai dengan adanya zona bening menggunakan jangka sorong (Atikah
2013)
3358 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan KHM dilakukan dengan cara membuat konsentrasi ekstrak kulit
batang Kayu Jawa sesuai dengan konsentrasi pada diameter zona hambat Masing-
masing konsentrasi tersebut diambil sebanyak 04 mL dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang telah berisi NB (Nutrient Broth) sebanyak 05 mL dan
ditambahkan 01 mL suspensi bakteri uji Kemudian untuk kontrol media (KM)
dimasukan 1 mL NB (Nutrient Broth) ke dalam tabung dan kontrol kuman (KK)
09 mL NB (Nutrient Broth) dan 01 mL suspensi bakteri uji dimasukan ke dalam
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tabung kontrol kuman Selanjutnya tabung tersebut divortex hingga homogen dan
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam pada inkubator kemudian diamati
kekeruhan yang terjadi dengan membandingkan tabung-tabung tersebut dengan
kontrol Konsentrasi terendah dari larutan sampel yang dapat menghambat
pertumbuhan bakteri ditandai dengan mulai adanya kejernihan secara visual
Konsentrasi inilah yang ditentukan sebagai Konsentrasi Hambat Minimum Nilai
konsentrasi Hambat Minimum juga dapat diketahui dengan mengukur nilai
absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri uv-vis KHM (Atikah 2013)
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
41 Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman terlebih dahulu dilakukan untuk mengetahui identitas
tanaman yang digunakan Determinasi tanaman ini dilakukan di Pusat Konservasi
Tumbuhan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) Kebun Raya Bogor
Hasil determinasi menunjukkan bahwa sampel yang digunakan merupakan
Lannea coromandelica (Houtt) Merr dari famili Anacardiacea
42 Penyiapan Sampel
Bagian tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit batang
dari tanaman kayu jawa (Lannea coromandelica) Kayu jawa yang menjadi
sampel adalah kayu jawa yang tumbuh di daerah Watampone kabupaten Bone
Sulawesi Selatan Tanaman ini banyak tumbuh liar ataupun sengaja ditanam
sebagai tanaman pagar
Sebanyak 1 kg kulit batang segar disortasi basah untuk memisahkan
dengan pengotor seperti tanah ataupun bagian tanaman yang tidak digunakan
dalam penelitian dan terbawa pada saat proses pengumpulan kulit batang Kulit
batang selanjutnya dicuci dengan air mengalir Kulit batang yang telah dicuci
dirajang untuk memperbesar luas permukaan sampel sehingga pelarut lebih
mudah berpenetrasi ke dalam sel sehingga penarikan senyawa kimia yang
terkandung dalam sampel lebih maksimal Setelah proses perajangan dilanjutkan
proses pengeringan dengan cara dikering-anginkan Pengeringan dilakukan untuk
menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menyebabkan penguraian atau
perubahan kandungan kimia yang terdapat pada kulit batang Selain itu
pengeringan dilakukan di tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung
Hal ini dilakukan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada
kandungan kimia kulit batang akibat pemanasan Kulit batang yang telah kering
disortasi kering untuk memisahkan dari pengotor-pengotor yang masih terbawa
pada saat proses pengeringan Kulit batang yang telah disortasi kering dihaluskan
menggunakan blender dan diperoleh serbuk simplisia kering sebanyak 600 gram
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43 Ekstraksi
Proses ekstraksi simplisia kulit batang kayu jawa dilakukan dengan
metode maserasi langsung dengan cara mengekstraksi langsung simplisia kulit
batang dengan etanol 96 Maserasi dipilih karena proses pengerjaan yang mudah
dan peralatan yang cukup sederhana Pada maserasi ini digunakan simplisia
sebanyak 600 gram Proses maserasi dilakukan selama 3 hari Prosedur diulangi
hingga 6 kali proses maserasi Total pelarut etanol 96 yang digunakan sebanyak
12 L dan sebelumnya telah didestilasi terlebih dahulu Menurut (Tiwari et al
2011) etanol lebih efisien dalam degradasi dinding sel sehingga polifenol akan
tersari lebih banyak Selain itu flavonoid ditemukan lebih tinggi pada penggunaan
etanol pada proses ekstraksi Pada penelitian ini menggunakan etanol 96 karena
pada uji antibakteri air sangat berpengaruh pada sensitifitas uji aktivitas
antibakteri dimana air merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
mikroorganisme yaitu untuk membantu nutrisi masuk kedalam mikroorganisme
dengan menggunakan etanol 96 yang hanya mengandung 4 air maka dapat
mengurangi kontaminasi pada ekstrak Filtrat hasil maserasi disaring dengan
kapas dan kertas saring yang kemudian dipekatkan dengan vacum rotary
evaporator pada suhu 45-50degC hingga diperoleh ekstrak kental sebanyak 42111
gram Rendeman ekstrak etanol 96 adalah 701 (lampiran 4)
44 Parameter Ekstrak
Parameter ekstrak dapat dibagi dua yaitu parameter spesifik dan parameter
non spesifik Hasil penetapan parameter ekstrak dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 41 Hasil penetapan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak etanol
96 Kulit batang Kayu Jawa (lannea coromandelica)
Karakteristik Hasil
Parameter spesifik
1 Identitas
- Nama Latin
- Bagian Tumbuhan
- Nama Indonesia
- Lannea coromandelica
- Kulit batang
- Kayu jawa
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2 Organoleptik
- Bentuk
- Warna
- Bau
- Rasa
- Kental
- Coklat kehitaman
- Khas
- Agak sepat
Parameter non spesifik
1 Residu pelarut etanol 0
2 Kadar air 58
3 Kadar abu 14
Parameter spesifik yang dilakukan yaitu untuk mengidentifikasi identitas
dan organoleptik ekstrak yang digunakan Tanaman yang digunakan merupakan
kayu jawa dengan nama latin Lannea coromandelica Ekstrak dibuat dari bagian
kulit batang tanaman tersebut Organoleptik ekstrak diidentifikasi menggunakan
pancaindera
Parameter non spesifik merupakan aspek yang tidak terkait dengan
aktivitas farmakologis secara langsung namun mempengaruhi aspek keamanan
dan stabilitas ekstrak (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Parameter residu
pelarut etanol dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada lagi pelarut etanol
yang tersisa setelah proses pemekatan ekstrak Bila sisa pelarut berupa etanol
masih tinggi dalam ekstrak maka kemungkinan bila masuk ke dalam tubuh dapat
memberikan reaksi efek samping (Saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu
pelarut etanol yang tersisa di dalam ekstrak dapat mengganggu hasil uji aktivitas
antibakteri yang dilakukan karena memberikan intervensi atas hasil zona hambat
dan konsentrasi hambat minimum Pada hasil penelitian inibobot jenis rata-rata
yang diperoleh adalah 1026 Nilai bobot jenis tersebut dalam tabel bobot jenis
dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III menunjukkan bahwa
kandungan etanol yang dimiliki sama dengan nol (lampiran 5)
Pada penentuan parameter non spesifik juga dilakukan penentuan kadar
air hasil penentuan kadar air adalah 58 (lampiran 7) Kadar air dikatakan cukup
beresiko jika lebih dari 10 Hal ini menunjukan bahwa kadar air ekstrak etanol
96 kulit batang Lannea coromandelica tidak beresiko karena belum melampaui
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
batas 10 dikatakan beresiko karena dapat mempengaruhi stabilitas ekstrak dan
bentuk sediaan selanjutnya (saifudin Rahayu amp Teruna 2011) Selain itu kadar
air yang tinggi pada ekstrak juga dapat menyebabkan hasil yang tidak efektif pada
pengujian aktivitas antibakteri
Penentuan kadar abu dilakukan bertujuan untuk memberikan gambaran
kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai
terbentuknya ekstrak Pada tahap ini ekstrak dipanaskan hingga senyawa organik
dan turunannya terdestruksi dan menguap sampai tinggal unsur mineral dan
anorganik saja (Depkes RI 2000) Kadar abu ekstrak etanol 96 kulit batang
Lannea coromandelica sebesar 14517 (lampiran 6) Hal ini menunjukkan
bahwa kadar abu ekstrak tersebut cukup tinggi Tingginya kadar abu ini dapat
dikarenakan tingginya kandungan mineral internal di dalam kulit batang Lannea
coromandelica sendiri ataupun mineral yang berasal dari luar (mineral eksternal)
45 Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan
metabolit sekunder yang tersari di dalam ekstrak etanol 96 Lannea
coromandelica sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang berpotensi
memiliki aktivitas antibakteri Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan dapat
dilihat pada tabel berikut ini
Tabel 42 Hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu
jawa (Lannea coromandelica)
Penguji senyawa Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Glikosida +
Steroid Triterpenoid -
Fenol +
Tanin +
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil penapisan fitokimia yang dilakukan pada ekstrak etanol 96 menunjukkan
adanya kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya flavonoid saponin
glikosida fenol dan tanin Umumnya metabolit sekunder yang diperoleh bersifat
polar sehingga tersari di dalam pelarut yang digunakan yaitu etanol 96
46 Penentuan Diameter Zona Hambat
Penentuan diameter zona hambat dilakukan dengan menggunakan metode
difusi agar yaitu dengan cara melihat zona bening dan mengukur diameter zona
bening tersebut Hasil diameter zona hambat dari penelitian ini dapat dilihat pada
tabel berikut
Tabel 43 Hasil diameter zona hambat ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
terhadap bakteri uji
Konsentrasi
ekstrak
Diameter zona hambat (mm) rata-rata
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Pseudomonas
aeruginosa
625 μgml - - - -
125 μgml - 70 - -
250 μgml - 78 73 68
500 μgml 71 85 82 85
Kontrol (-)
DMSO 5
- - - -
Kontrol (+)
kloramfenikol
204 250 233 203
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas
antibakteri yang ditandai dengan adanya zona bening pada penentuan diameter
zona hambat Konsentrasi uji yang dipakai pada penelitian ini adalah 500 ppm
250 ppm 125 ppm 625 ppm Pemilihan konsentrasi yang digunakan pada
penelitian ini adalah berdasarkan penelitian sebelumnya dan juga berdasarkan
literatur yang mengatakan bahwa Ekstrak dikatakan berpotensi sebagai
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
antimikroba jika pada kadar pemberian le 1000 μgmL mampu menghambat
pertumbuhan antimikroba (Mitscher et al 1992)
Kontrol negatif yang digunakan adalah DMSO 5 Kontrol negatif
menggunakan DMSO 5 pada beberapa bakteri menunjukkan adanya sedikit
zona bening pada uji diameter zona hambat Hal ini disebabkan oleh cakram yang
ditetesi DMSO 5 saat penanaman pada uji diameter zona hambat belum kering
sehingga menimbulkan zona bening pada uji diameter zona hambat Selain itu
menurut Kumar et al 2008 DMSO memiliki aktivitas antibakteri pada
konsentrasi diatas 5 Sehingga pada penelitian ini diameter zona bening yang
terbentuk dalam kontrol negatif (DMSO 5) ditambahkan dalam diameter ekstrak
kulit batang kayu jawa yang memiliki diameter zona bening dan dianggap dimeter
zona bening pada DMSO 5 tidak ada
Kontrol positif yang digunakan adalah kloramfenikol dengan konsentrasi
30 μg Kloramfenikol bekerja menghambat sintesis protein pada sel bakteri
Kloramfenikol akan berikatan secara reversibel dengan unit ribosom 50 S
sehingga mencegah ikatan antara asam amino dengan ribosom (Katzung 2004)
Pemilihan kontrol positif kloramfenikol pada penelitian ini adalah karena
kloramfenikol adalah antibakteri yang bersifat spektrum luas (Pertiwi 2008) Pada
penelitian ini menggunakan bakteri gram positif dan gram negatif sehingga
dengan menggunakan kontrol positif kloramfenikol dapat hanya menggunakan
satu kontrol positif saja yaitu kloramfenikol Kontrol positif terhadap Bakteri
Helicobacter pylori sebaiknya menggunakan antibiotik golongan PPP
(penghambat pompa proton) seperti metronidazole clarithromycin dan
amoxicillin karena lebih efektif dan yang biasa digunakan untuk infeksi
Helicobacter pylori karena keterbatasan antibiotik maka pada penelitian ini tetap
menggunakan kloramfenikol
Dari hasil yang tertera diatas menunjukan bahwa ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) memiliki aktivitas antibakteri terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ditunjukan dengan adanya zona bening pada
konsentrasi 500 ppm dengan diameter 71 mm Terhadap bakteri Escherichia coli
adanya zona bening pada konsentrasi 500 ppm 250 ppm 125 ppm dengan
diameter 85 mm 78 mm 70 mm Terhadap bakteri Helicobacter pylori adanya
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
zona bening pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter 82 mm dan
73 mm Sedangkan terhadap bakteri Pseudomonas aeruginosa memiliki aktivitas
antibakteri pada konsentrasi 500 ppm dan 250 ppm dengan diameter zona hambat
85 mm dan 68 mm
Ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea coromandelica) aktif
sebagai antibakteri dikarenakan komponen kimia yang tekandung dalam ekstrak
Berdasarkan hasil penapisan fitokimia ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) mengandung senyawa flavonoid glikosida saponin
tanin dan fenol Diduga senyawa inilah yang berpotensi memiliki aktivitas
antibakteri Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa senyawa
kimia yang berpotensi sebagai aktibakteri adalah flavonoid saponin steroid
glikosida tanin fenol (Harbone 1987)
47 Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)
Penentuan Konsentrasi Hambat Minimum adalah untuk mengetahui
konsentrasi minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa terhadap bakteri uji
berbeda-beda dapat dilihat pada konsentrasi penentuan diameter zona hambat
Pada penelitian ini penentuan KHM dilakukan terhadap bakteri uji dengan
menggunakan konsentrasi ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) 500 ppm 250 ppm 125 ppm dan 625 ppm
Penentuan KHM dilakukan dengan metode dilusi cair dimana
menggunakan media cair dan menggunakan kontrol media dan kontrol kuman
Kontrol media adalah NB (Nutrien Borth) yang dimasukan ke dalam tabung jika
di inkubasi selama 24 jam pada suhu 370C tidak mengalami kekeruhan karena
tidak ada bakteri yang tumbuh dalam media dan karena tidak ditambahkan
suspensi bakteri pada kontrol media Sedangkan kontrol kuman adalah media NB
yang ditambahkan suspensi bakteri yang akan menunjukkan kekeruhan jika di
inkubasi karena adanya bakteri yang tumbuh didalam media Kontrol media dan
kontrol kuman yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai pembanding
kekeruhan terhadap media yang ditambahkan ekstrak etanol 96 kulit batang
kayu jawa Dimana ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa sebagai larutan uji
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambahkan NB suspensi bakteri dan larutan uji dengan berbagai konsentrasi
Setelah di inkubasi akan terlihat kekeruhan oleh pertumbuhan bakteri dan
kekeruhan akan berkurang dengan ditambahkannya ekstrak etanol 96 kulit
batang kayu jawa (Lannea coromandelica) yang memiliki antivitas antibakteri
Nilai konsentrasi hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
(Lannea coromandelica) dapat ditentukan dengan melihat kekeruhan dan
membandingan dengan kontrol konsentrasi hambat minimum ditandai dengan
mulai adanya kejernihan secara visual (Pratiwi2008)
Konsentrasi Hambat Minimum ditentukan dengan melihat kekeruhan
secara visual dari hasil penentuan Konsentrasi Hambat Minimum diatas dapat
dilihat kekeruhan pada lampiran 12 namun untuk meningkatkan keefektifan nilai
Konsentrasi Hambat Minimum maka di ukur nilai absorbansi kekeruhan dengan
menggunakan spektrofotometer Uv-Vis pada panjang gelombang 600 nm
sehingga didapatkan nilai absorbansi sebagai berikut (Pratiwi 2008)
Tabel 44 Hasil nilai absorbansi kekeruhan menggunakan spektrofotometri Uv-
Vis ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa
Konsentrasi
ekstrak
Nilai absorbansi kekeruhan
Staphylococcus
aureus
Escherichia
coli
Helicobacter
pylori
Psedomonas
aeruginosa
500 ppm 1312 1096 1190 1128
250 ppm 1512 1252 1556 1395
125 ppm 1603 1293 1940 1603
625 ppm 1623 1369 1952 1645
Kontrol
kuman
1504 1295 1938 1546
Kontrol media
(blanko)
0000 0000 0000 0000
Dari hasil nilai absorbansi diatas dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi
hambat minimum ekstrak etanol 96 kulit batang kayu jawa (Lannea
coromandelica) terhadap bakteri Staphylococcus aureus adalah 500 ppm karena
nilai absorbansi 500 ppm lebih kecil dari pada nilai absorbansi kontrol kuman
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Staphylococcus aureus Sedangkan terhadap Escherichia coli 125 ppm
Helicobacter pylori 250 ppm dan Pseudomonas aeruginosa 250 ppm
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
51 Kesimpulan
1) Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
memiliki aktivitas sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus
aureus Escherichia coli Helicobacter pylori Pseudomonas aeruginosa
2) Bakteri Staphylococcus aureus menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dengan diameter zona hambat 71 mm Bakteri Escherichia coli
menunjukkan aktivitas pada konsentrasi 500 μgml 250 μgml 125 μgml
dengan diameter zona hambat berturut-turut adalah 85 mm 78 mm 70
mm Bakteri Helicobacter pylori menunjukkan aktivitas pada konsentrasi
500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat adalah 82 mm
dan 73 mm Bakteri Pseudomonas aeruginosa menunjukkan aktivitas
pada konsentrasi 500 μgml dan 250 μgml dengan diameter zona hambat
adalah 85 mm dan 68 mm
3) Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak etanol 96 kulit batang Kayu
jawa (Lannea coromandelica terhadap bakteri Staphylococcus aureus
adalah 500 μgml terhadap bakteri Escherichia coli adalah 125 μgml
terhadap bakteri Helicobacter pylori adalah 250 μgml dan terhadap
bakteri Pseudomonas aeruginosa adalah 250 μgml
52 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut tentang isolasi senyawa-senyawa yang memiliki
aktivitas antibakteri dari kulit batang Kayu jawa (Lannea coromandelica)
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Akbar HR 2010 Isolasi dan Identifikasi Golongan Flavonoid Daun Dandang
Gendis (Clinacanthus nutans) Berpotensi sebagai Antioksidan Skripsi
Institut Pertanian Bogor
Aghighi S Bonjar S Rawashdeh Batayneh and Saadoun 2004 First Report of
Antifungial Spectra of Activity of Iranian Actynomicetes Strains
Against Alterinaria solani alterinaria alternate Phytophtora
Megaspermae Verticillium dahliae and Sacharomyces Cereviceae Asian
Journal of Plant Sciences three (4) 2004 463 ndash 471
Alexander K Strete D Niles MJ 2007 Organismal and molecular Microbiologi
McGraw Hill Higer Education
Asni A amp Dewi Y 2010 Etnofarmakologi Tumbuhan Obat Pada Etnis Bugis
Untuk Pengobatan Gangguan Saluran Cerna Dan Identifikasi
Farmakognostiknya Prosiding Seminar Nasional ldquoEight Star
Performance Pharmacistrdquo Yogyakarta
Atikah Nur 2013 Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum
americanum L) Terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans
Skripsi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Avinash Kumar Reddy Lannea coromandelica The Researcherrsquos Tree Journal of
Pharmacy Research 2011 4(3)577-579
Avinash Kumar Reddy 2004 Harmacological investigations on the standardized
leaf extractsof Lannea coromandelica (Hout) Merr Journal Indian
Ayoola Ga Hab Coker Sa Adesegun Aa Adepoju-Bello K Obaweya Ec
EzenniaTo Atangbayila 2008 Phytochemical Screening and Antooxidant
Activities of Some Selected Medicinal Plants Used For Malaria Therapy
In Southwestern Nigeria Research Article Tropical Journal of
Pharmaceutical Research
Badan POM RI 2010 Acuan Sediaan Herbal
Daintith John 1994 A Concise Dictionary of Chemistry Oxford Oxford
University Press
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2000 Parameter Standar Umum
Ekstrak Tanaman Obat Cetakan 1 Jakarta
Depkes RI 1995 Materia Medika Indonesia Jilid VI Jakarta
Depkes RI 1995 Farmakope Indonesia Jilid IV Jakarta
Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan 2000 Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Jakarta
Dwijiseputro D 1990 Dasar-Dasar Mikrobiologi Jakarta Penerbit Djambatan
Erwin prawirodiharjo 2014 Uji Aktivitas Antioksidan dan Toksisitas Ekstrak
Etanol 70 dan Ekstrak Air Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea
coromandelica) Jurusan farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fransworth NR 1966 Biological and Phytochemical Screening of Plants Jurnal
of Pharmaceutical Sciences55 1966-225-276
Gana AK 2008 Effects of organic and inorganic fertilizers on sugarcane
production African Journal of General Agriculture Vol 4 No 1 March
31 2008
Gandahusada SS Pribadi Ilahude HD 2004 Parasitologi Kedokteran Edisi III
Balai penerbit FKUI Jakarta
Harborne JB 1987Metode Fitokimia Penuntun Cara modern Menganalisis
Tumbuhan Penerjemah Kosasih P Soediro Iwang Bandung Penerbit
ITB Hal 6-17
Howarth WH et al 1982 Martindale The extra Pharmacopoeia 28th
edition
The Pharmaceutical Press London England
Jawetz E 1996 Mikrobiologi Kedokteran Jakarta Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Katzung BG 2004 Farmakologi Dasar dan Klinik Jakarta Salemba Medika
Kaur Rupinder Lal Jaiswal Mohan dan Jeik Vivien 2014 Protective effect of
Lannea coromandelica HouttMerrill against three common pathogens
Department of Pharmacy Faculty of Science and Technology Banasthali
Vidhyapith Tonk Rajasthan India IP 1122156679
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kester M V rana KE Quraishi SADowhower Karpa K 2007 Elsevierrsquos
Integrated Pharmacology Philadephia Mosby Elsevier
Kuette 2011 Antimicrobial Activities of Methanol Exstrac and Compuonds from
(Artocopus communis) BMC Complementory and Altenatife Medicine
httpwwwbiomedcentralcom1472-68821142
Kumar CS VL Dronamraju Sarada Rengasamy R 2008 Seaweed Extract
Control thr lraf Spot Diasease of The Medical Plant Gymnema sylvestre
India Journal of Sciense and Technology vol 1 no 13
Manik MA Wahid SMA Islam A Pal KT Ahmed 2013 A Comparative
Study of the Antioxidant Antimicrobial and Thrombolytic Activity of
the Bark and Leaves of Lannea coromandelica (Anacardiaceae)
International Journal of Pharmaceutical Sciences and Research Vol
4(7) 2609-2614 E-ISSN 0975-8232 P-ISSN 2320-5148
Mitscher LARyey PingL BathalaMS Wu-wu-Nan D and Roger W 1992
Antimicrobial agents from higher Plants Introduction Rational and
methodology
Nurcahyani Agustina dkk 2011 Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Ekstrak
Polar dan Non Polar Biji Selasih (Ocimum sanctum L) Jurnal Teknologi
dan Industri Pangan Vol XXII No 1
Pertiwi Nursitasari 2010 Uji Aktivitas Antibakteri dan Mekanisme Hambat
Ekstrak Air Campuran Daun Piper betle L Terhadaap Bakteri Uji
Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Pleczar Michael J and Chan ECS 1988 Dasar-Dasar Mikrobiologi 2
Terjemahan Ratna Siri Hadioetomo et al Jakarta UI Press
Pratiwi Silvya T 2008 Mikrobiologi Farmasi Jakarta Erlangga
Pokyni et al 2010 Prepared Turbidity Standard Mc Farland USA
Rajib Majumder Md Safkath Ibne JamiMd Efte Kharul Alam and Md Badrul
Alam Antidiarrheal Activity of Lannea coromandelica Linn Bark Extract
American-Eurasian Journal of Scientific Research 8 (3) 128-134 2013
Rahayu Sunarti S Diah P Suhardjono 2006 Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii Sulawesi
Tenggara Jurnal Biodiversitas Vol 7 (3)
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rao V Srinivasa Einstein John Wilkin Das Kuntal 2014 Hepatoprotective and
Antioxidant Activity of Lannea coromandelica Linn on Thioacetamide
Induced Hepatotoxicity in Rats International Letters of Natural
Sciences
Saifudin Rahayu amp Teruna 2011 Standarisasi Bahan Obat Alam Graha Ilmu
Yogyakarta
Tiwari Kumar Kaur Mandeep Kaur Gurpreet amp Kaur Harleem 2011
Phytochemical Screening and Extraction A Review Internationale
Pharmaceutica Sciencia vol 1 issue 1
Tofazzal I Toshiaki S Mitsuyoshi T Satoshi 2002 Zoosporicidal Activity of
Polyflavonoid Tannin Identified in Lannea coromandelicaStem Bark
against Phytopathogenic Oomycete Aphanomyces cochlioides Journal of
Agricultural and Food Chemistry
Venkata s S N Kantamreddi Y Nagendra Lakshmi and V V V Satyanarayana
Kasapu 2010 Preliminary Phytochemical Analysis of Some
Important Indian Plant Species International Journal of Pharma and
Bio Sciences
Wahid Arif In Vitro Phytochemical and Biological Investigation of Plant Lannea
coromandelica(Family Anacardiaceae) Thesis to Department of
Pharmacy East West University Bangladesh
WM Koneacute D Soro B Dro K Yao K Kamanz 2011 Chemical Composition
Antioxidant Antimicrobial And Acetylcholinesterase Inhibitory
Properties of Lannea Barteri (Anacardiaceae) Australian Journal of
Basic and Applied Sciences 5(10) 1516-1523
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1 Alur penelitian
Lampiran 2 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman segar Kayu jawa
(Lannea coromandelica) Determinasi Tanaman
1 kg kulit batang Kayu jawa
(Lannea coromandelica)
Penyiapan simplisia Sortasi basah dicuci dikering anginkan diblender
Serbuk simplisia 600 gram
Maserasi dengan menggunakan
etanol 96 sebanyak 12 L
Disaring dengan kapas
dan kertas saring
kemudian diuapkan
dengan vacum rotary
evaporator Ekstrak kental etanol 96 sebanyak 42111 gram
Skrining Fitokimia
Uji Aktivitas Antibakteri
Sterilisasi
alat
Pembuatan
media (NA amp
NB)
Peremajaan
bakteri
Pembuatan
larutan uji
Pembuatan
suspensi bakteri
uji
Uji Diameter Zona
Hambat
Uji Konsentrasi
Hambat Minimum
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol 96 Kayu jawa
NO Golongan
senyawa
Gambar Keterangan (hasil uji)
1 Alkaloid
(Dragendorf) (Mayer)
- Tidak terbentuk
endapan kream atau
putih (Mayer)
- Hasil (-) alkaloid
- Tidak terbentuk
endapan coklat
kemerahan
(Dragendorf)
- Hasil (-) alkaloid
2 Flavonoid
- Perubahan
intensitas warna
kuning menjadi
tidak berwarna
- Hasil (+)
flavonoid
3 Saponin
- Tebentuk busa
setinggi 1 cm
yang stabil
- Hasil (+)saponin
4 Glikosida
- Terbentuk larutan
berwarna kuning
- Hasil (+) glikosida
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Steroid dan
Triterpenoid
(steroid) (triterpenoid)
- Tidak terbentuk
warna hijau
kehitaman
(steroid) warna
merah
(triterprnoid)
- Hasil (-) steroid
dan triterpenoid
6 Fenol
- Terbentuk warna
hitam kebiruan
- Hasil (+) fenol
7 Tanin
(sebelum) (setelah)
Penambahan Fecl3 01
- Terbentuk biru
kehitaman
- Hasil (+) tanin
Lampiran 4 Perhitungan Rendeman Ekstrak = bobot total ekstrakbobot serbuk simplisia totak X
= g g X
= 701
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5 Perhitungan Residu Pelarut Etanol
= w minusww minusw Bobot jenis =
i g minus i g i g minus i g
Bobot jenis = minus minus
Bobot jenis = 1026
Bobot jenis yang diperoleh disetarakan dengan kadar etanol pada tabel bobot
jenis dan kadar etanol pada Farmakope Indonesia edisi III sehingga diperoleh
kesetaraan sama dengan 0
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Ekstrak = W minus WWI minus W x
= minus minus x =
Ket W0 berat cawan kosong (gram)
W1 berat cawan + ekstrak sebelum dipanaskan
W2 berat cawan + ekstrak sesudah dipanaskan
Lampiran 7 Perhitungan Kadar Abu Ekstrak = bobot abu akhir minus bobo krus tanpa tutupbobot ekstrak x
= gram minus gram gram x =
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8 Pembuatan konsentrasi larutan uji
Gambar I pengenceran larutan uji
Larutan induk 025 gram ekstrak dilarutkan dalam 50 ml DMSO 5
Larutan induk g =
μ = 5000 μlml atau 5000 ppm
500 ppm = V1 N1 V2 N2
= 5000 μL X 10 mL 500 μL
=
= 1 mL
250 ppm = V1 N1 V2 N2
= 500 μL X 10 mL 250 μL
=
= 5 mL
125 ppm = V1 N1 V2 N2
= 250 μL X 10 mL 125 μL
=
= 5 mL
625 ppm = V1 N1 V2 N2
= 125 μL X 10 mL 625 μL
=
= 5 mL
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9 Pembuatan suspensi bakteri
Perbandingan dengan McFarland
Lampiran 10 Hasil Pewarnaan Gram Bakteri Uji
Gambar I Staphylococcus aureus
Gambar II Escherichia coli
Ket Gambar pewarnaan bakteri
staphylococcus aureus dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk bulat dan berkelompok
seperti anggur
Berwarna ungu
ket Gambar pewarnaan bakteri Escherichia
coli dengan perbesaran 10 x 100
Bebentuk batang pendek
Berwarna merah
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar III Helicobacter pylori
Gambar IV Pseudomoas aeruginosa
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Helicobacter pylori dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk spiral atau batang
bengkok
Berwarna merah
Ket Gambar pewarnaan bakteri
Pseudomoas aeruginosa dengan
perbesaran 10 x 100
Berbentuk batang tunggal
Berwarna merah
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11 Hasil Uji Diameter Zona Hambat Ekstrak Etanol 96 Kulit
Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2 Terhadap Bakteri Escherichia coli
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 Terhadap Bakteri Helicobacter pylori
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4 Terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa
(+) kloramfenikol
(-) DMSO 5
Ekstrak konsentrasi 500
ppm
Ekstrak konsentrasi 250
ppm
Ekstrak konsentrasi 125
ppm
Ekstrak konsentrasi 625
ppm
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12 Hasil Uji Konsentrasi Hambat Minimum Ekstrak Etanol 96
Kulit Batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica)
Gambar 1 KHM Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Gambar 2 KHM Terhadap Escherichia coli
250 ppm
1512
125 ppm
1523
625 ppm
1623
k kuman
1504
k media
0000
500 ppm
1096
250 ppm
1252
125 ppm
1293
k kuman
1295
k media
0000
500 ppm
1321
625 ppm
1369
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3 KHM Terhadap Helicobacter pylori
Gambar 4 KHM Terhadap Psedomonas aeruginosa
Note karena dengan melihat secara visual tidak terlalu jelas perbedaannya maka
dilakukan menghitung nilai absorbansi kekeruhan dengan menggunakan
spektrofotometer uv-vis
500 ppm
1190
250 ppm
1556
125 ppm
1940
k kuman
1938
k media
0000
500 ppm
1128
250 ppm
1395
125 ppm
1603
k kuman
1546
k media
0000
625 ppm
1952
625 ppm
1645
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13 Alat dan bahan yang digunakan
Simplisia kulit batang
kayu jawa
Ekstrak kulit batang kayu
jawa
Vortex
Mikropipet
Hotplate
Refrigator
LAF
Oven
Autoklaf
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Inkubator
Spektrofotometer uv-vis
Jangka sorong