TUGAS PENELITIAN PENDIDIKAN TEKNIK“SKRIPSI PENELITIAN TINDAKAN KELAS”
Dosen Pengampu : Prof.Dr.M.Akhyar, M.Pd
DISUSUN OLEH :MADE RAI PUSPANDARI
K2510045
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MESINJURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUANFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA
2013
JUDUL SKRIPSI :PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE KUMON
UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SISWA KELAS XI SMK N 2 SRAGEN TAHUN
PELAJARAN 2012/2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu pendidikan menjadi prioritas utama dari
program pendidikan nasional pada saat ini. Undang – undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan, bahwa
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Pendidikan bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
(Trianto,2009;1).
Proses belajar mengajar yang berkembang di dunia pendidikan
umumnya ditentukan oleh peranan guru dan siswa sebagai individu-individu
yang terlibat langsung di dalam proses tersebut. Prestasi belajar siswa itu
sendiri sedikit banyak tergantung pada cara guru menyampaikan pelajaran
pada anak didiknya. Oleh karena itu kemampuan serta kesiapan guru dalam
mengajar memegang peranan penting bagi keberhasilan proses belajar
mengajar siswa. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara prestasi
belajar siswa dengan metode mengajar yang digunakan oleh guru.
Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika SMK
N 2 Sragen dari pengalaman tahun lalu masalah yang di hadapi kelas XI
ditemukan permasalahan siswa cenderung kurang aktif dalam pembelajaran
matematika, kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah atau soal
masih kurang, siswa kurang aktif bertanya kepada guru tentang materi yang
disampaikan pada waktu belajar mengajar berlangsung, siswa kurang aktif
dalam menyampaikan ide atau menyanggah ide pada waktu berdiskusi.
Kurangnya keaktifan siswa ini mengakibatkan siswa hanya mendengarkan
informasi yang disampaikan oleh guru atau pengajar tanpa memahami
informasi tersebut. Hal ini berimbas pada nilai belajar siswa yang belum dapat
memenuhi ketuntasan belajar atau mencapai tujuan pembelajaran minimal
dengan kriteria ketuntasan minimum 60, karena pembelajaran yang tidak
optimal baik dari segi pemahaman dan penggunaan pada kehidupan sehari –
hari.
Metode Kumon dipilih untuk diterapkan pada pembelajaran matematika
agar siswa dapat menggali potensi dirinya dan mengembangkan
kemampuannya secara maksimal. Pembelajaran Kumon tidak hanya
mengajarkan cara berhitung tetapi juga dapat meningkatkan kemampuan siswa
untuk lebih fokus dalam mengerjakan sesuatu dan kepercayaan diri. Dengan
menggunakan model ini diharapkan pembelajaran matematika siswa dapat
lebih aktif.
Metode Kumon adalah suatu model belajar dari Jepang dan
dikembangkan pertama kali oleh Toru Kumon, seorang guru matematika SMU
yang pada awalnya ingin membantu pelajaran matematika anaknya yang
waktu itu masih duduk di kelas 2 SD. Metode Kumon menggunakan bahan
pelajaran berupa lembar kerja yang disusun sedemikian rupa secara sistematis
dan small step yang berisi materi pelajaran matematika dari tingkat prasekolah
sampai dengan tingkat SMU. Bahan pelajarannya dirancang sehingga anak
dapat mengerjakan dengan kemampuannya sendiri, bahkan memungkinkan
bagi anak untuk mempelajari bahan pelajaran di atas tingkatan kelasnya di
sekolah (Johky, 2006:
(http://www.sentrainfo.com/artikel/2/metode/kumon/cara/efektif/belajar/
matematika/business_article.htm ).
Dari uraian di atas, maka salah satu upaya yang di anggap dapat
memecahkan masalah tersebut adalah dengan menggunakan metode kumon
sebagai salah satu strategi yang diharapkan melibatkan siswa secara aktif
dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu perlu diamati dengan
penerapan langsung di lapangan, maka peneliti akan melakukan suatu
penelitian yang berjudul: “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF METODE KUMON UNTUK MENINGKATKAN
KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
SISWA KELAS XI SMK N 2 SRAGEN TAHUN PELAJARAN 2012/2013”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan diatas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana peningkatan keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran
matematika melalui penerapan model pembelajaran kooperatif metode
kumon?
2. Bagaimana peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif metode kumon pada mata pelajaran matematika?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Keaktifan belajar siswa pada mata pelajaran matematika melalui
penerapan pembelajaran kooperatif metode Kumon.
2. Hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif
metode Kumon pada mata pelajaran matematika.
D. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dunia pendidikan.
Manfaat yang diharapkan peneliti adalah :
a. Bagi siswa dapat meningkatkan keaktifan, membantu memahami dan
menyelesaikan soal matematika.
b. Memberikan masukan yang bermanfaat bagi guru tentang model
pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dan
memperbaiki dan meningkatkan mutu pembelajaran matematika di kelas.
c. Bagi sekolah dapat memberikan sumbangan yang baik dalam rangka
perbaikan pembelajaran dan peningkatan mutu sekolah khususnya
pembelajaran matematika.
d. Bagi peneliti agar memiliki pengetahuan yang luas tentang model
pembelajaran dan memiliki keterampilan untuk menerapkannya,
khususnya dalam pengajaran matematika.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis
1.1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran
Menurut sosiologi, belajar adalah jantungnya dari proses sosialisasi,
pembelajaran adalah rekayasa sosio-psikologis untuk memelihara
kegiatan belajar tersebut sehingga tiap individu yang belajar akan belajar
secara optimal dalam mencapai tingkat kedewasaan dan dapat hidup
sebagai anggota masyarakat yang baik ( Team MKPBM, 2001:9).
Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang
kompleks,yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara
simple dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara
pengembangan dan pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih
kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru
untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan
sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan.
Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaranmerupakan interaksi dua
arah dari seorang guru dan peserta didik,di mana antara keduanya terjadi
komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target
yang telah ditetapkan sebelumnya (Trianto.2009;17).
1.2. Pengertian Model Pembelajaran
Agar pembelajaran matematika dapat diserap dengan baik oleh
siswa, selain diperlukan strategi pembelajaran, guru juga perlu memilih
metode dan model pembelajaran yang dipandang tepat dan sesuai dengan
kondisi siswa. Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah metode
pembelajaran. Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi
siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan
kegiatan belajar mengajar di kelas. Sedangkan metode pembelajaran
adalah cara menyajikan materi yang masih bersifat umum. Jadi istilah
model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada metode
pembelajaran.
Menurut Soekamto, dkk (Trianto, 2009:22) model pembelajaran
adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis
dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang
pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar
mengajar.
Menurut Joyce dan Weil dalam (Rusman, 2010:132) bahwa model
pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk
membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang),
merancang bahan-bahan pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di
kelas atau yang lain.
Jadi dapat disimpulkan dari kedua pendapat para ahli diatas bahwa
model pembelajaran merupakan kerangka yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam membentuk kurikulum dan merancang program
pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran dalam proses belajar
mengajar.
Model-model pembelajaran terdiri atas model pembelajaran
langsung, pembelajaran kooperatif dan pembelajaran berbasis masalah.
a) Model pembelajaran langsung
Model pembelajaran langsung tidak sama dengan ceramah, tapi
ceramah dan resitasi (pengecekan pemahaman dengan tanya jawab)
berhubungan erat dengan model pembelajaran langsung. Pengajaran
langsung berpusat pada guru, tetapi siswa tetap terlibat pada
kegiatan. Ciri-ciri pengajaran langsung:
(1) Adanya tujuan pembelajaran dan prosedur penilaian hasil belajar.
(2) Sintak atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
(3) Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang mendukung
berlangsung dan berhasilnya pengajaran.
b) Model pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
yang mengutamakan kerjasama untuk mencapai tujuan
pembelajaran.
c) Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Menurut Moffit dalam Rusman (2010:241) mengemukakan
bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran yang menggunakan masalah nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
Pembelajaran berbasis masalah merupakan pendekatan yang
efektif untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran
ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi
dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang
dunia sosial dan sekitarnya.
1.3. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Salvin (2007) dalam Rusman (2010:201), pembelajaran
kooperatif menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam
kelompok.
Menurut Suyatno (2009: 51-52) menyatakan model pembelajaran
kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk
bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep, menyelesaikan
persoalan, atau inkuiri.
Dalam pengungkapannya Slavin dan Suyatno menguraikan bahwa
pembelajaran kooperatif sangat ideal diterapkan di sekolah untuk
menjadikan siswa aktif dalam bersosialisasi antar teman (afektif), kreatif
dalam memecahkan masalah (psikomotorik) dengan cara bertukar
pendapat (pengetahuan kognitif).
Selain mengemukan pendapatnya tentang pembelajaran kooperatif
Suyatno juga membuat langkah pembelajaran kooperatif yang harus
dilakukan seorang guru sebelum memberikan pengarahan kepada peserta
didik apa yang ingin dicapai dalam kompetensi yang diajarkn. Langkah-
langkah pembelajaran kooperatif terlebih dahulu adalah:
a. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa.
b. Menyajikan informasi.
c. Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
d. Membimbing kelompok belajar dan bekerja.
e. Evaluasi.
f. Memberikan penghargaan.
Keunggulan Model pembelajaran kooperatif yaitu tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai sumber,
dan belajar. Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe
diantaranya: tipe Student Teams-Achievement-Division (STAD), Jigsaw,
Investigasi Kelompok (Group Investigasion), Make a Match (Membuat
Pasangan), tipe Think Pair Share (TPS) dan Team-Games-Tournament
(TGT).
1.4. Pengertian Model Pembelajaran Kumon
Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, keterampilan, kerja
individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sinyaknya
adalah sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-
dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa
lagi, lima kali salah, guru membimbing (Suyatno, 2009: 76).
Sistem belajar KUMON dikembangkan pertama kali oleh seorang
Jepang yang bernama Toru Kumon, yang juga adalah seorang guru
Matematika SMU. Awalnya, pada tahun 1954, ia diminta oleh istrinya
untuk membantu pelajaran Matematika anaknya, Takeshi, yang ketika itu
duduk di kelas 2 SD. Ia kemudian merancang suatu sistem agar anaknya
dapat belajar secara efektif, sistematis, serta memiliki dasar-dasar
Matematika yang kuat.
Di Kumon, anak belajar dengan cara: membaca petunjuk dan contoh
soal pada lembar kerja, berpikir sendiri, lalu mengerjakan soal dengan
kemampuannya sendiri. Sistem belajar, bahan pelajaran, dan
pembimbingan Kumon dibuat sedemikian rupa agar anak dapat belajar
secara mandiri.Di Kumon pelajaran yang diberikan disesuaikan dengan
kemampuan masing-masing anak, bukan berdasarkan tingkatan kelas atau
usia anak.Rangkaian soal-soal pada lembar kerja Kumon tersusun secara
"small steps" sehingga dapat leluasa disesuaikan dengan kemampuan
belajar dan kemajuan anak. Disusun sedemikian rupa agar dapat
membentuk kemampuan dasar yang mantap dan memungkinkan anak
mengerjakan level yang lebih tinggi dari tingkatan kelasnya dengan
kemampuannya sendiri
(Nuketea,MetodeKumon http://id.shvoong.com/exact-sciences/
mathematics/1708371-metode-kumon/#ixzz1INJCGJbr).
Dalam penerapannya metode ini membagi kedalam 6 tahap,
diantaranya:
1. Mula-mula, anak mengambil buku saku yang telah disediakan,
menyerahkan lembar kerja PR yang sudah dikerjakannya di rumah,
dan mengambil lembar kerja yang telah dipersiapkan pembimbing
untuk dikerjakan anak pada hari tersebut.
2. Anak duduk dan mulai mengerjakan lembar kerjanya. Karena
pelajaran diprogram sesuai dengan kemampuan masing-masing,
biasanya anak dapat mengerjakan lembar kerja tersebut dengan
lancar.
3. Setelah selesai mengerjakan, lembar kerja diserahkan kepada
pembimbing untuk diperiksa dan diberi nilai. Sementara lembar
kerjanya dinilai, anak berlatih dengan alat bantu belajar.
4. Setelah lembar kerja selesai diperiksa dan diberi nilai, pembimbing
mencatat hasil belajar hari itu pada “Daftar Nilai”. Hasil ini
nantinya akan dianalisa untuk penyusunan program belajar
berikutnya.
5. Bila ada bagian yang masih salah, anak diminta untuk membetulkan
bagian tersebut hingga semua lembar kerjanya memperoleh nilai
100. Tujuannya, agar anak menguasai pelajaran dan tidak
mengulangi kesalahan yang sama.
6. Setelah selesai, anak mengikuti latihan secara lisan. Sebelum
pulang, pembimbing memberikan evaluasi terhadap pekerjaan anak
hari itu dan memberitahu materi yang akan dikerjakan anak pada
hari berikutnya.
(Lukman,http://haydar85.wordpress.com/2008/07/07/bagaimanakah-
penerapan-metode-kumon-itu/).
Agar permasalahan yang diteliti lebih fokus dan terarah, dalam hal
ini akan diperjelas bahwa langkah – langkah metode kumon diatas
merupakan model pembelajaran langsung, agar sesuai dengan judul serta
isi permasalahan yang diteliti maka peniliti melakukan modifikasi
menjadi model pembelajaran kooperatif metode kumon dengan langkah –
langkah :
1. Guru memberikan konsep dan menerangkan secara umum materi
yang akan dipelajari dan meminta siswa untuk menyerahkan
lembar kerja PR.
2. Guru membentuk kelompok hiterogen yang tediri dari 4-5 orang
siswa.
3. Guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok untuk
dikerjakan.
4. Guru berkeliling kelas memantau kegiatan diskusi tiap kelompok.
5. Guru memeriksa dan menilai hasil kerja tiap kelompok, sementara
lembar kerja dinilai, siswa berlatih dengan alat bantu belajar.
6. Guru mengembalikan lembar kerja kepada siswa jika terdapat
bagian yang masih salah untuk dibetulkan.
7. Guru memberikan latihan secara lisan.
8. Guru mengadakan evaluasi dan memberi tahu materi yang akan
dikerjakan anak pada pertemuan berikutnya.
1.5. Pengertian Keaktifan Siswa
Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi
keberhasilan proses pembelajaran. Berikut ini dapat dikemukakan
beberapa pengertian dari keaktifan belajar siswa :
Hermawan (2007 : 83): Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak
lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka
aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang
mereka hadapi dalam kegiatan pembelajaran
(http://panduan-skripsi.blogspot.com/2011/01/pengertian-keaktifan-belajar-
siswa.html).
Keaktifan siswa dalam belajar matematika tampak dalam kegiatan berbuat
untuk memahami materi pelajaran dengan penuh keyakinan dan sungguh-
sungguh, mencoba menyelesaikan latihan soal-soal dan tugas-tugas yang
diberikan guru, belajar dalam kelompok, mencoba sendiri konsep-konsep
tertentu, dan mampu mengkomunikasikan pikiran dan penemuan secara lisan
atau penampilan (Yoni, 2010:155).
Menurut pendapat para ahli di atas, keaktifan adalah mengetahui tingkat
kemampuan siswa untuk memahami materi pembelajaran yang disampaikan
dalam proses pembelajaran.
Aktivitas belajar itu banyak sekali macamnya, Paul D. Diericch membagi
kegiatan belajar dalam 8 kelompok, yaitu:
a. Kegiatan visual
b. Kegiatan lisan
c. Kegiatan mendengarkan
d. Kegiatan menulis
e. Kegiatan menggambar
f. Kegiatan metric
g. Kegiatan mental
h. Kegiatan emosional
Dalam penelitian ini siswa dapat dikatakan aktif dalam pembelajaran jika
terjadi peningkatan prosentase keaktifan belajar pada akhir pembelajaran (Yoni,
2010:156).
1.6. Pengertian Pembelajaran Matematika
Matematika sekolah adalah matematika yang diajarkan di
sekolah,yaitu matematika yang diajarkan di Pendidikan Dasar (SD dan
SLTP ) dan Pendidikan Menengah ( SMU dan SMK ).Hal ini berarti
bahwa yang dimaksud dengan kurikulum matematika adalah kurikulum
pelajaran matematika yang diberikan di jenjang pendidikan menengah ke
bawah,bukan diberikan di jenjang pendidikan tinggi ( Team
MKPBM,2001:54).
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai alat, pola piker,dan ilmu
atau pengetahuan. Ketiga fungsi tersebut hendaknya dijadikan acuan
daam pembelajaran matematika sekolah ( Team MKPBM,2001:55).
Tujuan pembelajaran matematika di sekolah mengacu kepada fungsi
matematika serta kepada tujuan pendidikan nasional yang telah
dirumuskan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)( Team
MKPBM,2001:56).
Pembelajaran metematika di SLTP dan SMU tersebut pada dasarnya
adalah dan kemampuan yang diharapkan dalam pembelajaran
matematika di SLTP dan SMU.Pembelajaran matematika di sekolah tidak
bisa terlepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan sifat
perkembangan intelektuan siswa yang kita ajar. Oleh karena itu kita perlu
memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran di sekolah:
a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)
b. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral.
c. Pembelajaran matematika menekankan pada pola piker deduktif.
d. Pembelajaran matematikamenganut kebenaran konsistensi.
( Team MKPBM,2001:63-65).
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas dalam
pembelajaran diantaranya yaitu:
1. Penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan oleh Heni Purwanti dengan
judul Upaya Meningkatkan Peran Aktif Siswa dalam Pembelajaran
Matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Berpasangan di
Kelas VIII SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta. Adapun hasil penelitiannya :
(1) pembelajaran matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe
Berpasangan di kelas VIII SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta dapat
meningkatkan peran aktif siswa, (2) upaya-upaya yang dilakukan guru
untuk meningkatkan peran aktif siswa dalam pembelajaran matematika
melalui model pembelajaran kooperatif tipe Berpasangan di kelas VIII
SMP Negeri 2 Depok Yogyakarta meliputi: a) menggunakan LKS yang
memunculkan persoalan-persoalan yang menarik dan menantang siswa
pada setiap pembelajaran, b) membimbing siswa yang mengalami
kesulitan baik individu maupun kelompok, c) mendorong siswa agar
berani bertanya, member tanggapan maupun ide di kelas, d) berdiskusi
dalam menyelesaikan persoalan-persoalan baik secara berpasangan
maupun dalam kelompok.
2. Penelitian yang dilaksanakan oleh Siti Aminah dari Universitas
Muhammadiyah Gresik dengan judul: Membandingkan Hasil Belajar
Siswa Yang Diajar dengan Model Kooperatif Tipe TGT dengan
Konvensional pada Pokok Bahasan Statistika di Kelas II MTs Trate
Gresik. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar Matematika
pokok bahasan Statistika diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif
TGT lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional
(http://digilib.umg.ac.id/go).
C. Kerangka Berpikir
Keaktifan belajar matematika siswa sangat penting untuk ditingkatkan
karena keaktifan belajar siswa menjadi penentu bagi keberhasilan
pembelajaran yang dilaksanakan. Siswa kelas XI SMK N 2 Sragen memiliki
keaktifan belajar matematika yang masih rendah. Hal ini terlihat dari
kurangnya respon siswa saat guru memberikan pertanyaan/instruksi, siswa
takut untuk bertanya atau berpendapat, kurangnya interaksi siswa dengan
siswa lain berkaitan dengan pembelajaran matematika, serta kurang
diikutsertakannya siswa dalam membuat kesimpulan. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa pembelajaran masih didominasi oleh guru sehingga
siswa cenderung pasif. Oleh karena itu, diperlukan usaha perbaikan yang
dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif
menekankan pada interaksi siswa dan kerjasama kelompok. Salah satu tipe
pembelajaran kooperatif adalah tipe Kumon yaitu pembelajaran dengan
mengaitkan antar konsep, keterampilan, kerja individual, dan menjaga suasana
nyaman-menyenangkan. Sinyaknya adalah sajian konsep, latihan, tiap siswa
selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan
untuk diperbaiki dan diperiksa lagi. Dengan demikian diharapkan dapat
meningkatkan keaktifan belajar matematika siswa.
D. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran
kooperatif tipe Kumon dapat meningkatkan keaktifan belajar matematika
siswa di SMK N 2 Sragen kelas XI.
Perencanaan
Refleksi PelaksanaanSIKLUS I
Perencanaan
Refleksi Pelaksanaan
Pengamatan
SIKLUS II
Pengamatan
?
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas XI Teknik Kendaraan Ringan SMK
Negeri 2 Sragen yang beralamat di Jl. Raya Sukowati. Waktu penelitian
dilakukan selama 2 bulan.
B. Subyek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI Teknik Kendaraan Ringan
SMK Negeri 2 Sragen tahun pelajaran 2012/2013.
C. Prosedur Penelitian
Proses pembelajaran dalam penelitian ini dilaksanakan sebanyak 2
siklus, masing-masing siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Dengan masing-
masing pertemuan 2 x 40 menit. Model Penelitian Tindakan terdiri dari 4 tahap
(Arikunto, dkk,2009:16) seperti pada gambar.
Gambar Siklus Penelitian Tindakan Kelas
(Arikunto, dkk, 2009:16)
Siklus I
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas pada siklus I ini dilakukan
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan meliputi :
a. Peneliti meminta kesediaan sekolah dan guru mata pelajaran
matematika di SMK N 2 Sragen sebagai mitra PTK.
b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan
metode pembelajaran kooperatif tipe kumon yang berkolaborasi
dengan guru matematika kelas XI Teknik Kendaraan Ringan SMK
N 2 Sragen.
c. Menentukan dan mempersiapkan kelompok heterogen.
d. Membuat lembar kerja kelompok
e. Mempersiapkan lembar evaluasi akhir siklus berupa kuis individual
dan mempersiapkan lembar aktivitas siswa.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
a. Pertemuan pertama
Mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan
pembelajaran.
Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif tipe kumon yang dilakukan oleh guru
matematika kelas XI SMK N 2 Sragen.
Guru mengamati proses diskusi siswa dan memberi arahan.
Siswa melaporkan hasil diskusi dan diperiksa oleh guru.
Guru memberikan tugas rumah kepada siswa.
b. Pertemuan kedua
Mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan
pembelajaran dan siswa menyerahkan hasil tugas rumah.
Melakukan pembelajaran sesuai Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat pada tahap perencanaan.
c. Melaksanakan Evaluasi hasil Belajar
Pelaksanaan evaluasi hasil belajar, soal yang disajikan berbentuk
uraian dan jumlah soal yang harus dikerjakan sebanyak 3 butir soal.
Waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal sebanyak 25 menit,
pelaksanaan dilakukan di akhir siklus.
3. Observasi
Observasi dilaksanakan (diamati) oleh peneliti terhadap siswa pada
saat proses pembelajaran berlangsung yang berkolaborasi dengan guru.
4. Refleksi
Pada tahap ini guru segera menganalisa pelaksanaan PTK setelah
kegiatan belajar mengajar berakhir, sebagai bahan refleksi. Disamping
itu mencatat kekurangan dan kendala dalam pelaksanaan pembelajaran,
kemudian mencari solusi agar kekurangan dan kendala yang ada pada
siklus pertama tidak terulang kembali pada siklus berikutnya.
Siklus II
Siklus II merupakan tindak lanjut dari siklus I dengan memperhatikan
hasil observasi dari pengamat, hasil diskusi dengan pengajar selaku pelaksana
tindakan serta hasil belajar siswa yang dilihat dari ketuntasan belajar secara
individu maupun klasikal.
1. Tahap Perencananaan
a. Memperbaiki hal-hal yang kurang yang terjadi pada siklus I
b. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
berkolaborasi dengan guru matematika kelas XI SMK N 2 Sragen.
c. Mempersiapkan lembar evaluasi akhir siklus berupa kuis
individual dan mempersiapkan lembar aktivitas siswa.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pertemuan Pertama
Mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan
pembelajaran.
Melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode
pembelajaran kooperatif tipe kumon.
Guru mengamati proses diskusi siswa dan memberi arahan.
Siswa melaporkan hasil diskusi dan diperiksa oleh guru.
Guru memberikan tugas rumah kepada siswa.
b. Pertemuan Kedua
Mengondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan
pembelajaran dan siswa menyerahkan hasil tugas rumah.
Melakukan pembelajaran sesuai Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) yang telah dibuat pada tahap perencanaan
yang telah dibuat.
c. Melaksanaan evaluasi hasil Belajar
Pelaksanaan evaluasi hasil belajar, soal yang disajikan berbentuk
uraian dan jumlah soal yang harus dikerjakan sebanyak 3 butir
soal. Waktu yang disediakan untuk mengerjakan soal sebanyak 25
menit, pelaksanaan dilakukan di akhir siklus.
3. Observasi
Observasi dilaksanakan (diamati) oleh peneliti terhadap siswa pada
saat proses pembelajaran berlangsung yang berkolaborasi dengan guru.
4. Refleksi
Tahap ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat
pada saat dilakukan pengamatan. Refleksi juga merupakan upaya untuk
mengkaji apa yang telah dihasilkan atau yang belum berhasil
dituntaskan dengan pelaksanaan tindakan yang telah dilakukan.hasil
yang telah diperoleh pada tahap pengamatan dikumpulkan dan
dianalisis.
Berdasarkan hasil tersebut guru akan merefleksikan diri dengan
melihat data hasil observasi apakah terjadi peningkatan hasil belajar
siswa untuk materi yang telah disajikan. Berdasarkan hasil observasi
dan hasil evaluasi diakhir siklus, apabila hasil belajar siswa secara
individu maupun secara klasikal sudah memenuhi kriteria keberhasilan
yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah dan hasil observasi dari
observer juga meningkat, maka penelitian tindakan kelas dinyatakan
berhasil dan tidak perlu lagi memasuki siklus berikutnya.
D. Jadwal Penelitian
Siklus I
Pertemuan Hari / Tanggal Kelas JPl
1 Senin, 22 April 2013 XI 2 – 3
2 Selasa, 23 April 2013 XI 3 – 4
Siklus II
3 Senin, 13 Mei 2013 XI 2 – 3
4 Selasa, 14 Mei 2013 XI 3 – 4
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
4.1 Pelaksanaan Siklus I
Pembelajaran pada siklus 1 dilaksanakan dalam dua kali pertemuan
yaitu pada tanggal 22 dan 23 April 2013. Tahapan-tahapan pada siklus I
dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan yang ditetapkan pada metode
kumon, yaitu:
1. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah membuat
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menentukan dan
mempersiapkan kelompok heterogen, membuat lembar kerja
kelompok, mempersiapkan lembar evaluasi akhir siklus berupa kuis
individual dan mempersiapkan lembar aktivitas siswa.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
Pembelajaran pada siklus I tentang menentukan persamaan garis
yang di bagi menjadi 2 kali pertemuan.
Pertemuan I dan Pertemuan II membahas tentang persamaan
garis, kemudian dilanjutkan dengan tes hasil belajar mengenai materi
yang telah dibahas dari awal pertemuan.
Tahapan pelaksanaan pembelajaran guru memulai pelajaran
dengan mengucapkan salam, berdo’a dan mengabsen siswa. Kemudian
guru memberikan arahan pembelajaran yang akan dilaksanakan,
menyampaikan tujuan yang ingin dicapai dan melakukan apersepsi
dengan mengajak siswa mengingat kembali pelajaran yang lalu.
Setelah menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai,
kemudian guru membagi siswa dalam 7 kelompok yang hiterogen
dimana setiap kelompok yang terdiri dari 4 orang yang telah
ditentukan oleh guru.
Masing-masing kelompok diberikan tugas kelompok berupa
lembar kerja siswa yang harus dikerjakan dan dijawab dengan benar.
Pada saat masing-masing kelompok mengerjakan lembar kerja
yang telah diberikan, guru selaku pembimbing berkeliling kelas
memantau kegiatan diskusi tiap kelompok sekaligus memberikan
arahan.
Setelah waktu yang ditentukan untuk mengerjakan dan berdiskusi
telah habis, maka masing-masing kelompok menyerahkan lembar kerja
kepada guru untuk diperiksa dan dinilai. Setelah lembar kerja selesai
diperiksa dan dinilai, guru mencatat hasil belajar kelompok tersebut,
hasil ini nantinya akan dianalisa untuk penyusunan program belajar
berikutnya.
Apabila masih ada terdapat bagian yang salah dalam pengerjaan
lembar kerja kelompok, maka guru meminta kelompok bersangkutan
untuk membetulkan bagian tersebut hingga semua lembar kerjanya
memperoleh nilai 100. Tujuannya, agar siswa menguasai pelajaran dan
tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebelum mengakhiri pelajaran
pada pertemuan pertama guru memberikan lembar kerja kepada siswa
untuk dikerjakan dirumah.
Pada pertemuan kedua berikutnya, kegiatan dimulai dengan
melakukan apersepsi singkat untuk mengingat kembali pelajaran
sebelumnya, setelah itu siswa diminta menyerahkan lembar kerja PR
dan kembali ke kelompok masing-masing kemudian melakukan
kegiatan inti seperti pada pertemuan pertama.
Setelah itu siswa mengikuti latihan secara lisan dan sebelum
pulang dilakukan tes evaluasi akhir siklus I berupa kuis individual
untuk mengetahui hasil belajar siswa yaitu kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal yang diberikan. Tes dilaksanakan dalam
waktu 25 menit untuk 3 butir soal. Soal-soal yang diberikan adalah
soal-soal yang sesuai dengan materi yang dipelajari dipertemuan
pertama dan kedua.
3. Tahap Observasi dan Evaluasi
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengamatan pada
siklus I kegiatan siswa berjalan sesuai dengan langkah-langkah dalam
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Akan tetapi masih ada siswa
yang terlihat ribut dan kurang teratur ketika guru meminta mereka
membuat kelompok dan mengerjakan tugas kelompok secara bersama-
sama. Juga ada beberapa siswa yang tidak mendengarkan dan
berbicara dengan teman kelompoknya saat temannya menjelaskan di
depan kelas, hal ini mungkin dikarenakan metode kumon baru pertama
kali dilaksanakan di kelas tersebut.
Peneliti melakukan observasi terhadap aktivitas siswa pada saat
pembelajaran berlangsung. Peneliti mengamati aktivitas siswa dengan
mengisi lembar observasi yang telah disiapkan terlebih dahulu. Pada
pelaksanaan siklus I pertemuan pertama aktivitas siswa dengan jumlah
aktivitas secara klasikal adalah 49,28% dan dikualifikasikan
“rendah”, sedangkan pada pertemuan kedua sebanyak 54,64% dan
dikualifikasikan “sedang”.
Dan dengan hasil belajar siswa pada siklus I dengan rata-rata
70,89 dapat dilihat pada table.
Tabel Kualifikasi Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus I
No. Skor Frekuensi Persentasi
(%)
Keterangan
1 85 – 100 3 10,71 Baik Sekali
2 75 – < 85 9 32,14 Baik
3 56 – < 75 10 35,71 Cukup
4 0 – < 56 6 21,43 Kurang
Jumlah 28 100,00 -
Berdasarkan data dari tabel di atas rata-rata nilai siswa setelah
evaluasi siklus I adalah 70,89 dengan kualifikasi “cukup”, sedangkan
ketuntasan siswa secara klasikal adalah 78,57%. Dapat dikatakan
bahwa pada siklus I hasil belajar ketuntasan individual siswa dapat
dikatakan tuntas, akan tetapi tidak tuntas secara klasikal yaitu ≤ 80%.
Tabel Kualifikasi Kriteria Ketuntasan Minimal Siklus I
KKMSiklus I
KualifikasiFrekuensi Persentasi (%)
≥ 60 22 78,57 Tuntas
< 60 6 21,43 Tidak Tuntas
Jumlah 28 100,00 -
4. Refleksi
Analisis terhadap observasi dan evaluasi pada pelaksanaan
pembelajaran siklus I, diperoleh hasil belajar siswa dengan rata-rata
70,89 dengan kualifikasi “cukup”, sedangkan ketuntasan siswa secara
klasikal adalah 78,57%. Dapat dikatakan bahwa masih terdapat
beberapa kekurangan yang perlu diperhatikan yaitu hasil belajar pada
siklus pertama tidak tuntas secara klasikal karena ≤ 80% dan
diperbaiki untuk perencanaan tindakan pada siklus selanjutnya.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
(a) Masih ada siswa kurang aktif pada pertemuan pertama dengan
jumlah aktivitas secara klasikal adalah 49,28% dan
dikualifikasikan “rendah”, dikarenakan kurang tanggapnya siswa
dari pertanyan yang dberikan guru dan kurang terbiasa dalam
pengerjaan soal-soal yang diberikan karena siswa terbiasa
mendapat informasi dari guru. Serta masih ada siswa yang diam
saja dan mengganggu teman yang lain dalam kelompoknya
maupun kelompok lain.
(b) Masih ada siswa yang kurang berani meminta bimbingan kepada
guru tentang kesulitan yang dihadapi waktu proses kerja kelompok
berlangsung, karena siswa masih merasa malu dengan keadaan
yang baru di dapatnya dalam pembelajaran.
Untuk memperbaiki kekurangan pada Siklus I, dalam
pelaksanaan siklus II ini peneliti mengusulkan kepada guru bidang
studi untuk mengajak segenap siswa pada setiap kelompok membagi
tugas untuk setiap indvidu untuk memahami soal dan bisa bertanya
waktu diskusi kelompok. Dan juga guru harus lebih banyak memberi
motivasi serta dorongan semangat agar siswa bangkit semangatnya,
sehingga mau aktif dan diharapkan dapat membuat kegiatan
pembelajaran berlangsung dengan menyenangkan.
4.2 Pelaksanaan Siklus II
Pembelajaran pada siklus II dilaksanakan dalam dua kali pertemuan
yaitu pada tanggal 13 dan 14 Mei 2013. Materi yang diajarkan adalah
tentang menentukan Persamaan garis, Seperti halnya pada siklus I, siklus
II dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan pada siklus II mengacu pada hasil refleksi
dari siklus I. Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I, pelaksanaan
tindakan siklus I belum mencapai indikator keberhasilan yang telah
ditetapkan, sehingga peneliti bersama guru merencanakan tindakan
siklus II. Kelemahan-kelemahan yang ada pada siklus I akan diperbaiki
pada siklus II.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas siklus II sama halnya pada
siklus I, hanya saja meteri yang berbeda yaitu materi lanjutan dari
siklus I. Dalam kegiatan siklus II siswa bekerja lebih aktif
dibandingkan pada kegiatan siklus I, setiap kelompok bisa kerjasama
antar siswa dalam kelompok terbentuk. Suasana kelas pun terlihat
dinamis karena siswa dapat menemukan sendiri jawaban terhadap
permasalahan yang dihadapi.
Setelah kegiatan siklus II berakhir, maka dilaksanakan evaluasi
yang kedua berupa kuis individu untuk mengetahui tingkat penguasaan
siswa terhadap materi. Pemberian tes evaluasi siklus II dilaksanakan
pada pertemuan keempat selama 25 menit untuk 3 butir soal. Soal- soal
yang diberikan adalah soal-soal yang sesuai dengan materi yang
dipelajari dipertemuan ketiga dan keempat tersebut.
3. Tahap Observasi dan Evaluasi
Berdasarkan pengamatan pada siklus II kegiatan siswa berjalan
sesuai dengan langkah-langkah dalam rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP). Berdasarkan hasil pengamatan observer pada
siklus II ini siswa lebih teratur. siswa sudah berani menanyakan hal-hal
yang kurang dimengerti mengenai materi yang pelajari kepada
kelompok lain. Siswa terlihat aktif bekerjasama pada saat diskusi,
melakukan tanya jawab, memberikan masukan pendapat serta sesama
anggota kelompok saling membantu, serta berkurangnya pengulangan
dalam memperbaiki bagian soal yang masih salah.
Seperti halnya Siklus I, pada pelaksanaan Siklus II peneliti juga
melakukan observasi terhadap keaktifan siswa saat pembelajaran
berlangsung Secara keseluruhan keaktifan dari aktivitas siswa pada
pelaksanaan siklus II pertemuan ketiga dengan jumlah aktivitas secara
klasikal adalah 58,93% dan dikualifikasikan “sedang”, sedangkan pada
pertemuan keempat sebanyak 65,36% dan dikualifikasikan “sedang”.
Pemberian tes evaluasi berupa kuis individual siklus II
dilaksanakan setelah kegiatan pembelajaran di pertemuan ketiga dan
keempat. Soal-soal yang diberikan adalah soal-soal yang sesuai dengan
materi yang dipelajari pada pertemuan tersebut. Taraf penguasaan
siswa tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Kualifikasi Nilai Hasil Belajar Siswa Siklus II
No. Skor Frekuensi Persentasi (%) Keterangan
1 85 – 100 12 42,86 Baik Sekali
2 75 – < 85 10 35,71 Baik
3 56 – < 75 4 14,29 Cukup
4 0 – < 56 2 7,14 Kurang
Jumlah 28 100,00 -
Berdasarkan data dari tabel di atas, rata-rata nilai siswa setelah
evaluasi siklus II adalah 82,67 dengan kualifikasi “Baik”. Hasil belajar
siswa siklus II ini dapat dilihat pada lampiran 10, sedangkan
ketuntasan siswa secara klasikal adalah 92,86%.
Tabel Kualifikasi Kriteria Ketuntasan Minimal Siklus II
KKMSiklus I
KualifikasiFrekuensi Persentasi (%)
≥ 60 26 92,86 Tuntas
< 60 2 7,14 Tidak Tuntas
Jumlah 28 100,00 -
Karena persentase siswa yang memperoleh nilai ≥ 60 sebanyak
92,86% maka berdasarkan KKM kelas ini dapat dikatakan tuntas.
B. Pembahasan
Pada siklus I keaktifan siswa pada pertemuan pertama adalah 49,28%
dan dikualifikasikan “rendah”, sedangkan pada pertemuan kedua sebanyak
54,64% dan dikualifikasikan “sedang” dengan rata-rata hasil belajar adalah
70,89. Jadi pada pembelajaran kooperatif metode kumon ini belum mencapai
hasil seperti yang diharapkan. Siswa masih kesulitan untuk aktif, karena siswa
terbiasa mendapat informasi dari guru dan akan aktif menjawab persoalan
ataupun bertanya jika guru telah memberi persoalan lebih dulu, bahkan sampai
mengharuskan siswa untuk menjawab. Siswa masih takut untuk menjawab.
Siswa masih takut untuk bertanya ataupun menjawab dengan berdasar
pendapatnya karena takut apabila salah dalam menjawab atau pertanyaannya.
Demikian pula guru harus lebih banyak memberi motivasi dan dorongan
semangat siswa, sehingga mau aktif dan terlepas dari takut salah. Tindakan
yang akan ditempuh adalah dengan mengajak seluruh siswa di setiap
kelompok membagi tugas pada setiap individu, kemudian dipresentasikan di
depan kelas secara bergiliran.
Nilai rata-rata tes akhir siklus I baru mencapai 70,89 walaupun nilai ini
belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah memenuhi kriteria ketuntasan
hasil belajar secara klasikal. Meskipun demikian prestasi dan aktivitas siswa
sudah mulai terlihat dari hasil kerja siswa dan persentasi siswa. Karena belum
mencapai apa yang menjadi tujuan PTK ini sehingga dilakukan tindakan yang
kedua.
Pada pembelajaran proses belajar mengajar siklus II keaktifan siswa
meningkat menjadi 58,93% dan dikualifikasikan “sedang” pada pertemuan
ketiga, sedangkan pada pertemuan keempat sebanyak 65,36% dan
dikualifikasikan “sedang”. Ketika guru berkeliling ke tiap-tiap kelompok
tampak kerja sama antar siswa dalam kelompok telah terbentuk. Diketahui
bahwa siswa berani mengajukan pertanyaan tentang kesulitan yang dihadapi
dan terlihat siswa yang pandai membantu teman sekelompoknya untuk
memahami materi pelajaran. Selain itu pada saat menyelesaikan tugasnya
siswa aktif untuk mendapatkan kesempatan mengajukan pendapatnya.
Suasana kelas tampak dinamis dikarenakan siswa dapat menemukan sendiri
jawaban dari persoalan yang dihadapinya. Peningkatan itu ditunjang oleh
faktor situasi pembelajaran kelas dari dalam dan didukung oleh faktor dari
luar serta rencana pembelajaran yang semakin mendukung penggunaan
metode pembelajaran kumon.
Hasil belajar siswa pun mengalami peningkatan yang signifikan dengan
rata-rata kelas yaitu 82,67. Hasil pengamatan pada siklus II ini menunjukkan
adanya peningkatan dalam kegiatan pembelajaran dan adanya perubahan
positif yang cukup signifikan, terutama meningkatnya aktivitas siswa pada
saat pembelajaran matematika. Peningkatan siswa tersebut juga dapat dilihat
pada aspek daya ingat materi sebelumnya, pemahaman konsep dan prinsip,
kemampuan berfikir dalam menjawab persoalan baik secara individu maupun
berkelompok, kualitas diskusi, semangat belajar dan peran serta dalam
kelompok. Hal tersebut menandakan meningkatnya keaktifan siswa, sehingga
dapat membangkitkan minat dan pemahaman dalam belajar matematika.
Berdasarkan analisis hasil penelitian di atas maka peneliti merefleksi bahwa
metode kumon cocok untuk meningkatkan keaktifan belajar siswa.
BAB V
KESIMPULAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat
disimpulkan bahwa keaktifan belajar matematika siswa kelas XI SMK Negeri
2 Sragen dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe kumon
mengalami peningkatan.
Hal ini terlihat dari hasil pengolahan data yang memperlihatkan adanya
peningkatan keaktifan siswa. Pada siklus I keaktifan siswa pada pertemuan
pertama adalah 49,28% dan dikualifikasikan “rendah”, sedangkan pada
pertemuan kedua sebanyak 54,64% dan dikualifikasikan “sedang” dengan
rata-rata hasil belajar adalah 70,89. Pada pembelajaran proses belajar
mengajar siklus II keaktifan siswa meningkat menjadi 58,93% dan
dikualifikasikan “sedang” pada pertemuan ketiga, sedangkan pada pertemuan
keempat sebanyak 65,36% dan dikualifikasikan “sedang”. Hasil belajar siswa
pun mengalami peningkatan yang signifikan dengan rata-rata kelas yaitu
82,67. Peningkatan ditunjang oleh faktor situasi pembelajaran kelas dari
dalam dan didukung oleh faktor dari luar serta rencana pembelajaran yang
semakin mendukung penggunaan metode pembelajaran kumon.
B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, peneliti mempunyai
beberapa saran sebagai berikut:
1. Siswa kelas XI SMK N 2 Sragen menunjukkan tanggapan yang baik
setelah dilaksanakan model pembelajaran kumon. Melihat hal tersebut
peneliti menyarankan kepada guru untuk menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe kumon sebagai salah satu alternatif
pembelajaran matematika selanjutnya.
2. Jika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe kumon maka
dibutuhkan perencanaan yang baik.