BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Vaskularisasi otak
Suplai darah ke otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri
karotis interna, yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus serebri
Willisi. Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang terdiri atas 3
cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis kiri dan arteri
subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari bagian kanan arkus
aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis komunis kanan dan arteri
subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masing-masing bercabang menjadi arteri
karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan) dan arteri subklavia kiri dan kanan masing-masing
mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri dan kanan.1-2
Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabang-cabangnya disebut
sistem vertebrobasiler, sedangkan aliran yang melalui arteri karotis interna beserta cabang-
cabangnya disebut sistem karotis. Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu arteri karotis
komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.1,3,4
Gambar 1. Vaskularisasi otak ( sirkulus wilisi)
Darah vena otak mengalir dari vena profunda serebri dan vena superfisialis serebri menuju
sinus venosus duramater, dan dari sini menuju ke vena jugularis interna kedua sisi.5
Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang mengalir ke otak ialah 50-60 ml per 100 gram
otak per menit. Maka, berat otak dewasa 1200-1400 gram memerlukan aliran darah sebanyak 700-
840 ml/menit.1,6
2.2 Definisi
Stroke termasuk penyakit serebrovaskular (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan
kematian jaringan otak (infark serebral) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen
ke otak. Berkurangnya aliran darah dan oksigen ini bisa dikarenakan adanya sumbatan,
penyempitan atau pecahnya pembuluh darah.1,2,3
Menurut WHO, Stroke adalah kumpulan gejala klinis yang ditandai dengan hilangnya
fungsi otak baik fokal atau global secara tiba-tiba, disertai gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain gangguan
vaskuler.1,3,5
2.3 Klasifikasi
Stroke di klasifikasikan sebagai berikut :4,5,6,7
1. Berdasarkan kelainan patologis :
Stroke hemoragik
Perdarahan intra serebral
Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)
Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)
Stroke akibat trombosis serebri
Emboli serebri
Hipoperfusi sistemik
2. Berdasarkan waktu terjadinya :
Transient Ischemic Attack (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul
mendadak dan menghilang dalam beberapa menit sampai kurang 24 jam.
Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke : perjalanan stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Kondisi stroke di mana defisit neurologisnya terus bertambah berat.
Completed stroke / serangan stroke iskemik irreversible : gangguan neurologis
maksimal sejak awal serangan dengan sedikit perbaikan. Kondisi stroke di mana defisit
neurologisnya pada saat onset lebih berat, dan kemudiannya dapat membaik/menetap.4-7
3. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler :1,2
Sistem karotis
Motorik : hemiparese kontralateral, hiperrefleks fisiologis, disartria
Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesia
Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaks
Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia
Sistem vertebrobasiler
Motorik : hemiparese alternans, disartria, hiporefleks fisiologis
Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesia
Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia, disfagia
2.4 Etiologi Stroke Hemoragik 1,2,6,8
Penyebab terjadinya stroke hemoragik sangat beragam, yaitu:
1. Perdarahan intraserebral primer (hipertensi)
2. Ruptur kantung aneurisma
3. Ruptur malformasi arteri dan vena
4. Trauma (termasuk apopleksi tertunda paska trauma)
5. Kelainan perdarahan seperti leukemia, anemia aplastik, ITP, gangguan fungsi hati,
komplikasi obat trombolitik atau anti koagulan, hipofibrinogenemia, dan hemofilia.
6. Perdarahan primer atau sekunder dari tumor otak.
7. Septik embolisme, myotik aneurisma
8. Penyakit inflamasi pada arteri dan vena
9. Amiloidosis arteri
10. Obat vasopressor, kokain, herpes simpleks ensefalitis, diseksi arteri vertebral, dan acute
necrotizing haemorrhagic encephalitis.
2.5 Faktor Resiko
Faktor risiko yang mempermudah terjadinya stroke, di bagi menjadi 2, yaitu factor yang
dapat di ubah dan factor yang tidak dapat di ubah :
Faktor resiko yang dapat di ubah Faktor resiko yang tidak dapat di ubah
1. Hipertensi
2. Diabetes mellitus
3. Kadar lemak (kolesterol) darah yang
tinggi
4. Kegemukan (obesitas)
1. Usia tua
2. Jenis kelamin
3. Ras
4. Pernah menderita stroke
5. Kecenderungan stroke pada keluarga
5. Kadar asam urat yang tinggi
6. Stress
7. Merokok
8. Alkohol
9. Pola hidup tidak sehat
(faktor keturunan/genetik)
6. Arteri Vena Malformasi atau aneurisma
berupa kelainan pembuluh darah otak
di mana stroke terjadi pada usia lebih
muda (misalnya anak-anak dan atau
remaja).
Patofisiologi Stroke Haemoragik
Patofisiologi stroke haemoragik di kelompokkan berdasarkan penyebabnya, yaitu :
1. Intracerebral hemoragik
Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah di otak, kemudian masuk ke dalam
jaringan otak di sekitarnya, mengakibatkan sel-sel otak rusak. Sel-sel otak mengalami
kebocoran sehingga akibatnya terjadi kekurangan darah dan juga rusaknya sel otak itu
sendiri. Tekanan darah tinggi adalah penyebab paling umum dari jenis stroke
hemoragik. Seiring waktu, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan arteri kecil di dalam
otak menjadi rapuh dan rentan terhadap retak dan pecah.
2. Subarachnoid hemoragik
Pendarahan dimulai dalam arteri yang terdapat atau dekat permukaan otak dan
tumpahan ke dalam ruang antara permukaan otak dan tengkorak. Perdarahan ini sering ditandai
oleh, perasaan sakit kepala tiba – tiba yang parah. Jenis stroke ini biasanya disebabkan oleh
pecahnya aneurisma, yang dapat timbul seiring dengan usia atau hadir sejak lahir. Setelah
perdarahan, pembuluh darah di otak bisa diperluas dan sempit tak menentu (vasospasme),
menyebabkan kerusakan sel otak dengan lebih membatasi aliran darah ke bagian otak.
3. Berry Aneurysm
Terjadi akibat hipertensi tidak terkontrol yang membuat titik lemah dalam dinding arteri,
mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan
kongenital pada pembuluh darah otak.
2.7 Gejala Klinis
2.7.1 Gejala Stroke Iskemik
Gejala yang timbul tergantung oleh lokasi yang terkena, yaitu :
1. Gejala penyumbatan arteri karotis interna
- Buta mendadak (amaurosis fugaks)
- Disfasia bila gangguan terletak pada sisi dominan
- Hemiparesis kontralateral dan dapat disertai sindrom Horner
2. Gejala sumbatan a.cerebri anterior:
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih dominan
- Hemihipestesi bisa ada atau tidak
- Inkontinensia urine
- Gangguan mental
- Bisa kejang-kejang
3. Gejala sumbatan a. cerebri media:
- Hemiplegia kontralateral lengan lebih menonjol
- Hemihipestesi dan afasia
4. Gejala sumbatan di a.cerebri posterior:
a. Hemianopsia homonym kontralateral dari sisi lesi
b. Hemiparesis kontralateral
c. Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral
Bila salah satu cabang ke thalamus tersumbat, timbullah sindrom talamikus:
a. Nyeri talamik, suatu rasa nyeri yang terus menerus dan sukar dihilangkan. Terdapat
rasa anastesi, tetapi pada tes tusukan timbul nyeri (anastesi dolorosa)
b. Hemikhorea, disertaihemiparesis, disebut sindrom Dejerine Marie.
5. Gangguan sumbatan pada arteri vetebralis:
Bila sumbatan pada sisi yang dominant dapat terjadi sindrom Wallenberg. Sumbatan pada
sisi yang tidak dominant sering tidak menimbulkan gejala.
6. Sumbatan / gangguan pada a. serebeli posterior inferior
- Sindroma Wallenberg berupa ataksia serebelar pada lengan dan tungkai di sisi yang
sama, gangguan N.II dan refleks kornea hilang pada sisi yang sama.
- Sindroma Horner sesisi dengan lesi
- Disfagia, bila mengenai nucleus ambigus ipsilateral
- Nistagmus, bila mengenai nucleus vestibular
- Hemihipestesi alternans
7. Sumbatan / gangguan pada cabang kecil a.basilaris adalah paresis nervi kranialis yang
nukleusnya terletakdi tengah-tengah N.III,VI,XII, disertai hemiparesis kontralateral.
8. Gejala lesi di cortex:
Hemiplegia kontralateral
Afasia
Ada fase syok/fase akut yaitu dimana gejala kelumpuhan UMN belum menunjukkan
gangguan kelumpuhan tipe UMN.
9. Gejala lesi di subcortex:
Hemiplegia di kontralatera
Afasia
10. Gejala lesi di capsula interna:
Hemiplegia
Tidak ada afasia
Disertai gangguan ekstrapiramidal berupa rigiditas atau hiperefleksi- untuk membedakan
dengan lesi di cortex.
Gejala kelumpuhan tipe UMN sudah tampak pada fase akut.
11. Gejala lesi di batang otak:
Hemiplegia alternans:
o Parese nn cranialis setinggi lesi, sesisi dengan lesi LMN
o Parese nn cranialis dibawah lesi, kontralateral lesi UMN
Hemiplegia kontralateral:
o Sindroma Weber – lesi di mesensefalon
o Sindroma Millard – Gubler – lesi di pons
o Sindroma Wallenberg – lesi di medula oblongata
2.7.2 Gejala Stroke Haemoragik
Gejala umum :
Gejala timbul mendadak berkembang dalam beberapa menit-jam, hematom membesar,
menekan, menembus, merusak daerah sekitarnya. Tekanan intrakranium meninggi → sakit
kepala, muntah, kesadaran menurun. Darah masuk ke ruang subaraknoidal →
meningismus. Darah masuk ke ventrikel → deserebrasi (prognosa buruk), timbulnya
tegang/kaku.
Gejala fokal :
Tergantung tempat hematom odem kolateral, pergeseran dan tekanan pada struktur lain
(herniasi). Diagnosa tepat pungsi lumbal (dulu), sekarang dengan CT scan. Perdarahan
intracerebral dapat disebabkan infark hemoragik, trauma, tumor, malformasi, pembuluh
darah (AVM), vaskulitis, koagulopati.8,9
2.8 Penegakan diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Sesuai dengan definisi stroke, dari anamnesis akan didapatkan adanya defisit neurologi
fokal yang biasanya bermanifestasi sebagai kelumpuhan sebelah badan/hemiparesis, mulut
mencong atau bicara pelo atau defisit neurologi global yang ditandai dengan penurunan kesadaran.
Semua manifestasi tadi timbul secara mendadak dan sesuai daerah otak yang mengalami gangguan
perfusi. Anamnesis yang baik juga akan dapat membedakan antara stroke perdarahan dan non
perdarahan. Selain itu bisa didapatkan informasi tentang riwayat TIA sebelumnya, faktor risiko,
terkontrol atau tidak, riwayat keluarga, juga beberapa faktor yang dapat diduga sebagai pemicu
serangan, misalnya riwayat minum obat, tindakan medik, infeksi sebelumnya, trauma kepala
maupun trauma leher, maupun penyakit lain yang menyertainya.10,11
Stroke haemorhagik :
- Penderita rata-rata lebih muda
- Ada hipertensi
- Terjadi dalam keadaan aktif
- Didahului nyeri kepala
- Kesadaran menurun (tidak selalu)
- Ada meningismus (tidak selalu kecuali
subarachnoid)
Stroke iskemik :
- Penderita rata-rata lebih tua
- Terjadi dalam keadaan istirahat
- Ada dislipidemia(LDL tinggi), DM, disaritmia jantung
- Nyeri kepala
- Gangguan kesadaran jarang.
Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik
Onset atau awitan Mendadak Mendadak
Saat onset sedang aktif Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ ±
Kejang ± -
Muntah ± -
Penurunan kesadaran ±±± ±
Tabel 2: Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis
Pemeriksaan fisik
i. Status generalis: Tanda vital, keadaan gizi/habitus, irama jantung, bising kardial.
ii. Fungsi kognitif: Tingkat kesadaran, tingkah laku, orientasi, perhatian, fungsi bahasa
(kelancaran, komprehensi, repetisi), gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5
menit).
iii. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
iv. Pemeriksaan saraf otak: Ptosis, refleks cahaya pupil, konfrontasi lapangan pandang,
gerakan okuler, nistagmus, paralisis fasial dan sensasi, eviasi lidah dan palatum, disartria.
v. Pemeriksaan motorik: inspeksi, palpasi, gerak pasif dan gerak aktif.
vi. Pemeriksilaan sensorik: karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik berat
dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai dengan
gangguan motorik ringan.
vii. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks fisiologis pada sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali yang didahului dengan refleks patologis.
Tanda (Sign) Stroke Hemoragik Stroke Infark
Bradikardi ±± (dari awal) ± (hari ke-4)
Edema papil sering + -
Kaku kuduk + -
Tanda Kernig, Brudzinski ++ -
Tabel 3. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tandanya
viii. Pemeriksaan koordinasi
a. Tes kesimbangan: Tes Romberg, berjalan digaris lurus, jalan ditempat
b. Tes non keseimbangan (dismetri: tes tunjuk hidung, tes telunjuk-telunjuk, tes tumit-
lutut, disgrafia dan disdiadokokinesia: melakukan gerak cepat secara berselingan)
2.8.3 Pemeriksaan penunjang
i. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap
b. Elektrolit serum
c. Kimia darah : GDS, ureum, kreatinin, asam urat, SGOT, SGPT, albumin, globulin,
protein total, profil lipid (trigliserid, LDH cholesterol, HDL cholesterol , lipid total)
d. Analisis Gas Darah
e. Pemeriksaan hemostasis: INR, Prothrombin time (PT), aktifasi waktu tromboplastin
parsial (aPTT), kadar fibrinogen, D-dimer, viskositas darah
f. C-reactive protein (CRP), laju endap darah (LED)
g. Pemeriksaan tambahan atas indikasi: protein S, protein C, ACA, AT III, homosistein,
enzim jantung (CK, CK-MB, tingkat troponin), vaskulitis screening (ANA, Lupus
AC)
ii. Pemeriksaan radiologi
a. CT scan nonkontras
CT scan memiliki sensitivitas lebih dari 95% bila digunakan dalam identifikasi
perdarahan intrakranial dalam 24 jam pertama onset serangan, jadi dapat digunakan
untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis perdarahan intracranial sebelum
dimulainya tindakan selanjutnya pada pasien stroke. Kelemahan CT scan termasuk
sensitivitas rendah untuk iskemia awal (6-8 jam setelah serangan). Kematian sel
dan edema akan memperlihatkan daerah hipodens akibat gliosis dan infark jaringan
yang diganti oleh cairan serebrospinal.
b. Transcranial Doppler (TCD)
TCD digunakan dalam evaluasi penyakit serebrovaskular, tetapi sering tidak akurat.
Tidak adanya sinyal dalam pemeriksaan awal tidak selalu berarti oklusi. TCD
sangat membantu untuk tujuan tindak lanjut setelah evaluasi awal menunjukkan
lesi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography (MRA)
MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan dalam identifikasi iskemia (karena tulang
tidak menurunkan gambar). MRI dan magnetic resonance angiography (MRA)
sangat membantu dalam menemukan lesi okusif. MRA memiliki sensitivitas hingga
97% dan spesifisitas hingga 98% bila digunakan untuk mengidentifikasi oklusi
vertebrobasilar.
d. Arteriografi
Prosedur ini memberikan pandangan arteri di dalam otak tidak biasanya terlihat
dalam sinar-X. Dokter memasukkan tabung tipis, fleksibel (kateter) melalui sayatan
kecil, biasanya di pangkal paha. Kateter dimanipulasi melalui arteri utama dan ke
dalam arteri karotis atau vertebralis. Kemudian dokter menyuntikkan pewarna
melalui kateter untuk menyediakan X-ray dari arteri.
e. Rontgen thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri
yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke dan adakah
kelainan lain pada jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi kelainan paru yang
potensial mempengaruhi proses manajeman dan memperburuk prognosis.
iii. Pemeriksaan neurokardiologi
a. Elektrokardiografi
Electrocardiography harus dilakukan pada semua pasien pada evaluasi awal.
Perubahan iskemik dalam EKG harus diselidiki lebih lanjut dengan serum creatine
kinase, isoenzim jantung, dan tingkat troponin karena sampai dengan 20% pasien
dengan stroke akut memiliki aritmia, juga serangan jantung terjadi pada 2-3%
pasien.
b. Echocardiografi (transthoracic/transesofagial)
Teknologi USG ini menciptakan gambar jantung, memungkinkan dokter untuk
melihat apakah bekuan (embolus) dari jantung meuju ke otak dan menyebabkan
stroke.Prosedur tambahan dengan menggunakan transesophageal echocardiography
(TEE) untuk melihat jantung dengan jelas dan memungkinkan pandangan yang
lebih baik dari bekuan darah yang mungkin tidak terlihat jelas dalam ujian
ekokardiografi tradisional.
2.8.4 Penentuan jenis stroke berdasarkan alogoritme stroke
a. Perkiraan Skor stroke Gadjah Mada :
Penurunan kesadaran Nyeri Kepala Babinski Jenis Stroke
+ + + Perdarahan
+ - - Perdarahan
- + - Perdarahan
- - - Iskemik
- - - Iskemik
b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score.3
No. Gejala / Tanda Penilaian Indeks Skor
1. Kesadaran (0) Kompos mentis
(1) Mengantuk
(2) Semi koma / koma
X 2,5 +
2. Muntah (0) Tidak
(1) Ya
X 2 +
3. Nyeri kepala (0) Tidak
(1) Ya
X 2 +
4. Tekanan darah Diastolik X 10% +
5. Ateroma
a. DM
b. Angina pectoris
Klaudikasio intermiten
(0) Tidak
(1) Ya
X (-3) -
6. Konstanta -12 -12
1. SSS > 1 = Stroke hemoragik
2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik
c. Bamford Clssification digunakan untuk tipe infark.
1. PACI : Partial Anterior Circulation Infarct, gejala lebih terbatas pada daerah yang
lebih kecil dari sirkulasi serebral pada system karotis.
Gejala klinisnya :
Deficit motorik / sensorik + hemianopia
Deficit motorik / sensorik + gejala fungsi luhur
Gejala fungsi luhur + hemianopia
Deficit motorik/sensorik murni (pure) yang kurang ekstensif dibandingkan infark
lakunar (hanya monoparesis – monosensorik)
Gangguan fungsi luhur saja
1. TACI : Total Anterior Circulation Infarct, pada system sirkulasi karotis, dengan
gambaran :
Hemiparesis dengan gangguan sensorik kontralateral sisi lesi
Hemianopia kontralateral sisi lesi
Gangguan fungsi luhur : misal afasia, gangguan visuospasial, hemineglect,
agnosia, apraxia.
2. LACI : Lacunar Infarct, Disebabkan oleh infark pada arteri kecil dalam otak (small deep
infarct). Tanda – tanda klinisnya :
Tidak ada deficit visual
Tidak ada gangguan fungsi luhur
Tidak ada gangguan fungsi batang otak
Deficit maksimum pada satu cabang arteri kecil
Gambaran klinik dari LACI :
- Pure Motor Stroke (PMS)
- Pure Sensory Stroke (PSS)
- Ataksik hemiparesis (termasuk ataksia dan dysarthria – clumsy – hand
syndrome)
3. POCI : Posterior Circulation Infarct. Oklusi pada batang otak atau lobus posterior.
Gejala klinisnya:
Disfungsi saraf otak, satu atau lebih sisi ipsilateral dan gangguan motorik / sensorik
kontralateral.
Gangguan motorik dan sensorik bilateral
Gangguan pergerakan konjugat mata (horizontal et vertical)
Disfungsi serebelar tanpa gangguan long tract ipsilateral
Penurunan kesadaran yang cukup berat karena gangguan pada traktus retikularis.
2.9 Tatalaksana Stroke Akut secara Umum
2.9.1 Prinsip manajemen stroke akut 4,5,6
1. Diagnosis cepat dan tepat terhadap stroke
2. Mengurangi meluasnya lesi di otak
3. Mencegah dan mengobati komplikasi stroke akut
4. Mencegah berulangnya serangan stroke
5. Memaksimalkan kembalinya fungsi-fungsi neurologik
2.9.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik neurologi penting untuk membuktikan gangguan fungsi motorik,
gangguan saraf otak, dan penurunan kesadaran atau koma. Tanda dan gejala klinis sesuai definisi
stroke menurut WHO yaitu hilangnya fungsi otak sebagian atau defisit neurologi fokal misalnya:7-10
1. Hemiparese/hemiplegi, dilakukan pemeriksaan dengan memerintah pasien mengangkat
kedua tangan dan tungkai
2. Mulut mencong (parese saraf fasialis atau nervus kranial VII)
3. Bicara pelo/disartria (gangguan nervus kranial XII)
4. Gangguan menelan/ disfagia (nervus kranial IX dan X)
5. Hemihipestesi atau kehilangan rasa peka tubuh sesisi
6. Gangguan defekasi dan miksi
7. Gangguan bicara
8. Gangguan mengontrol emosi
9. Gangguan daya ingat.
Sedangkan gangguan fungsi otak menyeluruh adalah pasien akan mengalami penurunan kesadaran.
Dinilai dengan pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif GCS. Jika tanda-tanda dan gejala tersebut
hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic Attack (TIA), dimana
merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
2.9.3 Penanganan stroke prahospital
‘Time is brain, golden hour’. Keberhasilan penanganan stroke akut terdapat pada waktu,
dengan penanganan yang tepat pada jam-jam pertama, angka kecatatan stroke dapat berkurang
30%. Stroke dan TIA merupakan medical emergency, menyelamatkan nyawa dan mencegah
kecacatan jangka panjang.
1. Deteksi terhadap tanda-tanda stroke dan TIA terutama pasien dengan faktor resiko tinggi
seperti hipertensi, fibrilasi atrial, diabetes, dan penyakit vaskuler lain. Tanda-tanda awal
antaranya hemiparesis, gangguan sensorik satu sisi tubuh, hemianopia atau buta mendadak,
diplopia, vertigo, afasia, disfagia, disatria, ataksia, kejang, dan penurunan kesadaran secara
mendadak. Dapat juga digunakan kriteria ‘FAST’:
- Facial movement
- Arm movement
- Speech
- Test all three
2. Pengiriman pasien ke fasilitas yang tepat menangani stroke: amulans
3. Transportasi/ambulans (fasilitas SDM, alat-alat gawat darurat, EKG, resusitasi, obat
neuroprotektan, telemedisin)
4. Pelayanan stroke komprehensif: ICU, stroke unit
2.9.4 Penatalaksanaan di ruang gawat darurat
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus
cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik meliputi:
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologik dan skala stroke
Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes
fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi
oksigen.
2. Terapi umum
Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen
Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ETT, bila > dua minggu
dianjurkan trakeostomi
Pada pasien hipoksia saturasi O2 < 95%, diberi suplai oksigen
Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2
Stabilisasi hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
Optimalisasi tekanan darah
Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140 mmHg
Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama
Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi
Pemeriksaan awal fisik umum
Tekanan darah
Pemeriksaan jantung
Pemeriksaan neurologi umum awal:
1. Derajat kesadaran
2. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
3. Keparahan hemiparesis
Pengendalian peninggian TIK
Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan
memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologik pada hari pertama stroke
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang
mengalami penurunan kesadaran
Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
Elevasi kepala 20-30º
Hindari penekanan vena jugulare
Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
Hindari hipertermia
Jaga normovolemia
Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama > 20 menit, diulangi
setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV
Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik
serebelar
Pengendalian Kejang, Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti
fenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama
1 bulan dan kemudian diturunkan dan dihentikan bila kejang tidak ada.
Pengendalian suhu tubuh
Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi
penyebabnya. Beri Asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC.
Pemeriksaan penunjang
EKG
Laboratorium: kimia darah, fungsi ginjal, hematologi dan faal hemostasis, KGD,
analisa urin, AGDA dan elektrolit
Bila curiga PSA lakukan punksi lumbal
Pemeriksaan radiologi seperti CT scan dan rontgen dada
2.9.5 Penatalaksanaan umum di ruang rawat inap
1. Cairan
Berikan cairan isotonis seperti 0,9 % salin, CVP pertahankan antara 5-12 mmHg
Kebutuhan cairan 30 ml/kgBB
Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi urin sehari ditambah
pengeluaran cairan yanng tidak dirasakan.
Elektrolit (Na, K, Ca, Mg) harus selalu diperiksaa dan diganti bila terjadi kekurangan
Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan hasil AGD.
Hindari cairan hipotonik dan glukosa kecuali hipoglikemia
2. Nutrisi
Nutrisi enteral paling lambat dalam 48 jam
Beri makanan lewat pipa orogastrik bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran
menurun
Pada keadaan akut kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari.
3. Pencegahan dan mengatasi komplikasi
Mobilisasi dan penilaian dini untuk mencegah komplikasi subakut (aspirasi, malnutrisi,
pneumonia, DVT, emboli paru, dekubitus, komplikasi ortopedik dan fraktur)
Berikan antibiotik sesuai indikasi dan usahakan tes kultur dan sensitivitas kuman
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas.
2.9.6 Tatalaksana Stroke Akut secara Khusus
2.9.6.1 Penatalaksanaan khusus stroke iskemik
1. Pengobatan hipertensi pada stroke akut
2. Pengobatan hiper/hipoglikemia
3. Trombolisis pada stroke akut
4. Antikoagulan:
Antikoagulan penting untuk mencegah serangan stroke ulang, menghentikan
perburukan defisit neurologi, memperbaiki keluaran setelah stroke iskemik akut (tidak
direkomendasikan untuk stroke hemoragik akut)
Tidak direkomendasikan penderita stroke akut sedang sampai berat, karena resiko
komplikasi perdarahan intrakranial mengingkat
Heparin, LMWH, heparinoid untuk terapi stroke iskemik akut dan cegah reembolisasi,
diseksi arteri, stenosis berat arteri karotis pre bedah.
KI heparin: infark besar > 50%, hipertensi tak terkontrol, dan perubahan
mikrovaskuler otak yang luas
5. Antiplatelet Clopidrogel
Aspirin dosis awal 325 mg dalam 24-48 jam setelah awitan stroke iskemik akut
Aspirin jangan diberikan bila akan diberikan trombolitik
Tidak boleh diganti sebagai pengganti tindakan intervensi akut, yaitu rtPA intravena.
Clopidogrel sahaja atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan kecuali pada pasien
dengan indikasi spesifik seperti non-Q-wave MI, recent stenting, pengobatan harus
diberikan sampai 9 bulan pengobatan.
Pemberian antiplatlet intravena yang menghambar reseptor glikoprotein IIb/IIa tidak
dianjurkan.
6. Citicoline 2x1000 mg 3 hari iv lanjut dengan 2x1000 mg 3 minggu oral. Pemakaian obat-
obatan neuroprotektan belum menunjukkan hasil yang efektif sehingga sampai saat ini
belum dianjurkan. Namun sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut.
7. Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke akut
Pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan 15 % (sistolik maupun diastolik)
dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) > 220
mmHg atau tekanan diastolik > 120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut, akan
diberi terapi trombolitik (rtPA), supaya tekanan darah diturunkan sehingga TDS < 185
mmHg dan TDD < 110 mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau sehingga
TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam setelah pemberian rtPA.
Obat anti hipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste, nitropusid, nikardipin,
atau ditialzem intravena.
Apabilan TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg, disertai dengan gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, dilakukan pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu
atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥ 60mmHg.
Apabila TDS >180 mmHg atau MAP > 130 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
peningkatan tekanan intrakranial, tekanan darah diturunkan secara hati-hati dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan
pemantauan tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP < 110 mmHg atau tekanan
darah 160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan tekanan darah hingga
140 mmHg masih diperbolehkan.
Penanganan nyeri penting dalam mengontrol tekanan darah pasien.
Pemakaian obat antihipertensi perenteral golongan beta blocker (labetolol dan
esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan ditialzem) intravena dipakai dalam
upaya di atas.
Hidralasin dan nitropusid sebaiknya tidak dipakai karena menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial meskipun bukan kontraindikasi mutlak.
Pemberian obat yang dapat menyebabkan hipertensi tidak direkomendasikan diberikan
pada kebanyakan stroke iskemik.
2.9.6.2 Penatalaksanaan khusus stroke hemoragik
Perdarahan Intra Serebral (ICH)
1. Diagnosis dan penilaian gawat darurat perdarahan intrakranial dan penyebabnya dilakukan
dengan:
CT atau MRI (direkomendasikan pada stroke iskemik dengan perdarahan intrakranial)
Angiografi CT Scan atau CT Scan dengan kontras, membantu identifikasi pasien resiko
perluasan hematom
2. Terapi medik pada perdarahan intrakranial
Pasien dengan defisiensi faktor koagulasi berat atau trombositopenia berat: terapi
penggantian faktor koagulasi atau trombosit
Pasien dengan perdarahan intrakranial dan peningkatan INR terkait obat antikoagulan oral,
sebaikanya jangan diberikan warfarin. Terapi diganti Vitamin K, pemberian Konsentrat
Kompleks Protrombin untuk mengurangi komplikasi, FFP.
Pasien dengan gangguan koagulasi:
- Vit K 10 mg/ iv dengan peningkatan INR
- FFP 2-6 unit untuk koreksi defisiensi faktor pembekuan darah/faktor koagulasi,
memperbaiki INR atau aPTT dengan cepat.
Faktor VIIa
LMWH dan UFH ssubkutan dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk mencegah
tromboemboli vena setelah perdarahan berhenti.
Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat, observasi tanda-tanda hipersensitif
3. Tekanan darah
Stroke hemoragik: sebaiknya ICU
Glukosa darah
Obat kejang dan antiepilepsi
4. Penanganan di rumah sakit dan pencegahan terjadi kerusakan otak sekunder
5. Prosedur / operasi:
Penanganan dan pemantauan: TIK, GCS < 8, tanda klinis herniasi transtentorial, perdarahan
intraventrikuler luas, hidrosefalus. Drainase ventrikuler dengan stroke iskemik dengan
hidrosefalus yang disertai penurunan kesadaran
Perdarahan intraventrikuler
Evakuasi hematom
Prediksi keluaran dan penghentian dukungan teknologi
Mencegah perdarahan intrakranial berulang
Rehabilitasi dan pemulihan
2.10 Komplikasi Stroke
a) Komplikasi neurologik : Edema otak, kejang, peningkatan tekanan intrakranial, infark
berdarah, stroke iskemik berulang, delirium akut, depresi
b) Komplikasi paru-paru : Obstruksi jalan nafas, hipoventilasi, aspirasi, pneumonia
c) Komplikasi kardiovaskular : Aritmia, dekompensasio kordis, hipertensi, DVT,
d) Komplikasi nutrisi/GIT : Ulkus, perdarahan lambung, konstipasi, dehidrasi, gangguan
elektrolit, malnutrisi, hiperglikemia
e) Komplikasi traktus urinarius : Inkontinensia, infeksi
f) Komplikasi Ortopedi-Kulit : Dekubitus, kontraktur, nyeri sendi bahu, jatuh-fraktur
2.12 Prognosis
1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan
2. Semakin rendah nilai GCS maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya tinggi
3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk, dan adanya darah di
dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi
4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat. Hal
ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau efek massa langsung dari
darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana berhubungan dengan hipoperfusi
global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular juga mengganggu fungsi normal dari
CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat lokal.
5. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul, sementara
prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity Daily Living (Barthel
Index) dan NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif
setelah 1 tahun adalah 20 – 30%.
HIPERTENSI
Klasifikasi Hipertensi menurut WHO
Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi ringan) 140-159 90-99
Sub grup : perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (hipertensi berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi ≥ 140 < 90
Sub grup : perbatasan 140-149 < 90
Klasifikasi Hipertensi menurut Joint National Committee 7
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Klasifikasi Hipertensi Hasil Konsensus Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Sistol (mmHg) Dan/atau Diastole (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Pre hipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi tahap 2 ≥ 160 Atau ≥ 100
Hipertensi sistol
terisolasi
≥ 140 Dan < 90
Dalam menangani penyakit hipertensi, banyak organisasi kesehatan di dunia membuat suatu
pedoman dalam tata laksana hipertensi. Pada intinya pedoman-pedoman tersebut berisikan cara
mengatasi penyakit hipertensi dengan perubahan gaya hidup atau terapi non farmakologi, obat
yang digunakan dalam terapi farmaklogi dan target tekanan darah yang ingin dicapai serta
penanganan pada penderita hipertensi dengan keadaan khusus. Berikut ini pedoman tata laksana
hipertensi :
1. Pedoman WHO dan International Society of Hypertension Writing Group (ISWG) tahun 2003,
berisikan :
Pasien hipertensi dengan tekanan darah sistole >= 140 mmhg dan diastole >= 90 mmhg
diawali dengan terapi non farmakologi seperti penurunan berat badan bagi penderita yang
obese/kegemukan, olahraga yang teratur, mengurangi konsumsi alkohol dan garam, tidak
merokok dan mengkonsumsi lebih banyak sayur dan buah.
Terapi farmakologi : untuk penderita tanpa komplikasi pengobatan dimulai dengan diuretik
tiazid dosis rendah dan untuk penderita dengan komplikasi menggunakan lebih dari satu
macam obat hipertensi.
2. Joint National Committee (JNC) berisikan :
Perubahan gaya hidup dan terapi obat memberikan manfaat yang berarti bagi pasien
hipertensi
Target tekanan darah < 140/90 bagi hipertensi tanpa komplikasi dan target tekanan darah <
130/80 bagi hipertensi dengan komplikasi
Diuretik tiazid merupakan obat pilihan pertama untuk mencegah komplikasi
kardiovaskular.
Hipertensi dengan komplikasi pilihan pertama diuretik tiazid tapi juga bisa digunakan
penghambat ACE (captopril,lisinopril,ramipril dll), ARB (valsartan, candesartan dll), beta
bloker (bisoprolol) dan antagonis kalsium (nifedipin, amlodipin dll) bisa juga
dipertimbangkan.
Pasien hipertensi dengan kondisi lain yang menyertai seperti gagal ginjal dan lain-lain, obat
anti hipertensi disesuaikan dengan kondisinya.
Monitoring tekanan darah dilakukan 1 bulan sekali sampai target tercapai dilanjutkan setiap
2 bulan, 3 bulan atau 6 bulan. Semakin jauh dari percapaian target tekanan darah, semakin
sering monitoring dilakukan.
3. British Hypertensive Society (BHS)
Terapi non farmakologi dilakukan pada pasien hipertensi dan mereka yang keluarganya ada
riwayat hipertensi
Pengobatan dimulai pada tekanan darah sistole >=140 dan diastole >= 90
Target yang ingin dicapai setelah pengobatan, sistol =< 140 dan diastole =< 85
obat piliha pertama tiazid atau beta bloker bila tidak ada kontraindikasi.
4. National Heart Lung Blood Institute (NHLBI)
Modifikasi gaya hidup sebagai penanganan menyeluruh, dapat dikombinasi dengan terapi
obat
Menerapkan pola makan DASH (Diet Approach to Stop Hypertension) untuk penderita
hipertensi
Hipertensi tanpa komplikasi harus dimulai dengan diuretik atau beta bloker
Hipertensi dengan penyakit penyerta, pemilihan obat harus berdasarkan masing-
masinghambat individu dan berubah dari mono terapi ke terapi kombinasi yang fleksibel
5. European Society of Hypertension (ESH)
Fokus diberikan pada paien individual dan risiko kardiovaskularnya.
Penderita hipertensi dapat menerima satu atau lebih macam obat selama tujuan terapi
tercapai
Penatalaksanaan harus difokuskan pada pencapaian target pengobatan kardiovaskular
dengan perubahan gaya hidup atau dengan terapi obat
Kombinasi obat yang digunakan untuk mencapai target tekanan darah harus ditetapkan
secara individual pada masing-masing pasien
Penghambat ACE dan ARB tidak boleh digunakan pada kehamilan.
6. UK's NICE
Penghambat ACE sebagai lini pertama bagi penderita hipertensi usia < 55 tahun dan
antagonis kalsium atau diuretika bagi penderita hipertensi > 55 tahun
ARB direkomedasikan jika penghambat ACE tidak dapat ditoleransi
Penggunakan beta bloker sebagai lini keempat.
7. PEDOMAN HIPERTENSI (KONSENSUS PERHIMPUNAN HIPERTENSI INDONESIA)
Hasil konsensus Pedoman Penanganan Hipertensi di Indonesia tahun 2007 berisikan :
Penanganan hipertensi ditujukan untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular (termasuk serebrovaskular) serta perkembangan penyakit ginjal dimulai
dengan upaya peningkatan kesadaran masyarakat dan perubahan gaya hidup ke arah yang
lebih sehat.
Penegakan diagnosis hipertensi perlu dilakukan dengan melakukan pemeriksaan tekanan
darah minimal 2 kali dengan jarak 1 minggu bila tekanan darah <160/100 mmhg
Sebelum bertindak dalam penanganan hipertensi, perlu dipertimbangkan adanya risiko
kardiovaskular, kerusakan organ target dan penyakit penyerta. Penanganan dengan obat
dilakukan pada penderita dengan banyaknya faktor risiko 3 atau lebih atau dengan adanya
kerusakan organ target,diabetes, penyakit penyerta, di samping perubahan gaya hidup.
Penanganan dengan obat dilakukan bila upaya perubahan gaya hidup belum mencapai
target tekanan darah (masih >= 140/90 atau >= 130/80 bagi penderita diabetes/ penyakit
ginjal kronis).
Pemilihan obat didasarkan ada tidaknya indikasi khusus. Bila tidak ada indikasi khusus,
obat tergantung pada derajat hipertensi (derajat 1 atau derajat 2 JNC7)
ANALISA KASUS
Pada anamnesa keluhan utama pasien datang adalah anggota gerak sebelah kanan yang
secara tiba-tiba tidak bisa digerakan dan tidak terasa apa-apa setelah jatuh dari kamar mandi sejak
1 jam SMRS, hal ini sesuai dengan definisi stroke, dimana terjadinya defisit neurologi ( dalam hal
ini motorik dan sensorik) yang terjadi secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan pembuluh
darah otak dan timbul secara mendadak atau cepat, gejala dan tanda-tanda sesuai dengan daerah
fokal otak yang terganggu. Defisit neurologi timbul akibat ADO (aliran darah Otak) yang
menurun. Dalam keadaan normal aliran darah otak adalah 50 ml/100 gr otak/menit. Keadaan ini
akan tetap dipertahankan oleh kemampuan autoregulasi pembuluh darah otak. Bila tekanan ADO
mencapai 10-20 ml/100 gram/menit, maka terjadi penambahan pemakaian oksigen oleh jaringan
otak tanpa disertai gangguan fungsinya. Bila penurunan ADO mencapai 10-20 ml/100gr/menit,
terjadi sktifitas listrik neuronal dan sebagian struktur intrasel berada dalam proses disintergrasi dan
terjadi odema intraseluler. Pada keadaan ini timbul defisit neurologik.1
Pada pasien ini dapat dipikirkan suatu stroke hemoragik, dimana terjadi secara mendadak,
onset saat beraktivitas, nyeri kepala hebat, tanpa penurunan kesadaran, tanpa peringatan beberapa
saat sebelum lemas pada ektremitas. Pada stroke non hemoragik sebelum terjadi kelumpuhan
anggota badan sesisi terjadi, pasien biasanya mendapat peringatan atau warning terlebih dahulu
misalnya terjadi rasa kesemutan yang berlangsung hanya beberapa menit saja, kesemutan tersebut
sebenarnya adalah serangan TIA. Gejala nyeri kepala dan muntah dapat timbul karena TIK yang
meningkat atau karena rangsangan dari pembuluh darah sebelum terjadi perdarahan.
Gejala TIK yang meningkat pada stroke hemoragik timbul sejak onset dan tergantung dari
banyaknya perdarahan yang ada, sedangkan pada stroke non hemoragik baru muncul setelah
beberapa hari kemudian dan sifatnya minimal.
Tabel 1.Perbedaan stroke hemoragik dan stroke non hemoragik berdasarkan anamnesis2
Anamnesis Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik
Onset Mendadak Mendadak
Saat onset Sedang aktif Istirahat
Peringatan (warning) - +
Nyeri kepala +++ +
Kejang + -
Muntah + -
Penrunan kesadaran +++ +
Pada pasien ini dipikirkan adanya perdarahan intraserebral kiri, dimana perdarahan
intraserebral adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah dalam parenkim otak dan
bukan disebabkan oleh trauma3. Tidak adanya keluhan diplopia, pusing berputar yang berputar
yang merupakan gejala dari sistem pembuluh darah vetebrobasilaris3.
Tabel 2. Perbedaan antara perdarahan Intra Serebral dengan perdarahan Sub Araknoid2
Gejala dan tanda PIS PSA
Kelainan atau defisit
Sakit kepala
Kaku kuduk
Kesadaran
Hipertensi
Lemah sebelah tubuh
LCS
Angiografi
CT Scan
Hebat
Hebat
Jarang
Terganggu
Selalu ada
Ada sejak awal
Eritrosit > 5000/mm3
Shift ada
Area putih
Ringan
Sangat hebat
Biasanya ada
Terganggu sebentar
Biasanya tidak ada
Awalnya tidak ada
Eritrosit > 25000/ mm3
Shift tidak ada
Kadang normal
Bagian otak yang sering mengalamai perdarahan adalah putamen, talamus, substansia alaba
bagian dalam, serebelum dan pons. Putamen (40%), lobar (22%), talamus (15%). serebelum (8%)
dan nukleus kaudatus (7%). Secara umum etiologi PIS kebanyakan oleh karena hipertensi (24.9-
68.5%), disusul oleh aneurisma (6.2-37.7%), AVM (3-10%), tumor otak yang tumbuh cepat
(primer atau metastasis) (1.5-11%), diskrasia darah (1.2-13%).
Pada keluhan tambahan didapatkan pasien berbicara pelo, mulut mencong kekiri, dan lidah
jatuh ke kanan maka dikatakan gangguan pada nervus Cranialis N.VII tipe UMN dextra dan N.XII
dextra. Reflek patologis (babinski kanan +), reflek fisiologis + normal, hipotonus, disimpulkan
bahwa kelumpuhan adalah tipe UMN1. tidak ditemukan tanda-tanda alternans, maka disimpulkan
gangguan terjadi pada sistem karotis, kemudian tidak diketemukan adanya rangsang meningeal
dimana biasanya rangsang meningeal + pada PSA (perdarahan subaraknoid).2
Tabel 3. perbedaan klinis stroke di hemisferium dan batang otak
Gejala dan tanda Stroke hemisfer/ Stroke batang otak/
sistem karotis sistem vertebrobasiler
Gangguan jaras kortikospinal unilateral bilateral
Tanda alternans - +
Nistagmus - +
Diplopia - +
Defisit sensorik unilateral bilateral
Gangguan kognitif + -
Kelumpuhan LMN N.Cranialis - +
Pada pemeriksaan N.VII, sudut mulut kanan lebih rendah, saat meringgis asimetris, mulut
tertarik ke kiri , maka pasian ini terdapat kerusakan lesi pada N.VII sentral dimana N.VII
merupakan saraf motorik yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Otot-otot bagian atas wajah
terdapat persarafan dari 2 sisi, karena itu terdapat perbedaan gejala kelumpuhan saraf N.VII jenis
sentral dan perifer. Pada gangguan sentral, sekitar mata dan dahi yang mendapatkan persarafan dari
2 sisi tidak lumpuh, yang lumpuh ialah bagian wajah. Pada gangguan N.VII perifer (gangguan
berada pada inti atau serabut saraf) maka semua otot sesisi wajah lumpuh dan mungkin juga
termasuk cabang saraf yang mengurus pengecapan dan sekresi ludah yang berjalan bersama saraf
fasialis.6
Pada pemeriksaan menjulurkan lidah terdapat deviasi kekanan dimana bila terdapat parese
satu sisi lidah akan dijulurkan mencong kesisi yang lumpuh6. Pada pasien ini terjadi kelumpuhan
tipe UMN.
Tabel 4. perbedaan kelumpuhan tipe UMN dan tipe LMN
Kelumpuhan tipe UMN Kelumpuhan tipe LMN
Spastis (kaku) Flaksid (lemas)
Reflek Fisiologis meningkat Reflek Fisiologis menurun
Reflek Patologis meningkat Reflek Patologis –
Atrofi otot - Atrofi otot +
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko stroke dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu 2
1.Yang tidak dapat dikontrol:
Umur : makin tua kejadian stroke makin tinggi
Ras/bangsa : Afrika/negro, Jepang dan Cina lebih sering terkena stroke
Jenis kelamin : laki – laki lebih beresiko dibanding wanita
Riwayat keluarga : (orang tua atau saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia muda
maka yang bersangkutan beresiko tinggi terkena stroke.
2. Yang dapat dikontrol :
Hipertensi
Diabetes Melitus / kencing manis
Transient aschemic attack (TIA) = serangan lumpuh sementara
Fibrasi atrial
Post stroke
Abnormalitas lipoprptein
Fibrinogen tinggi dan perubahan hemoreologikal lain
Perokok
Peminum alkohol
Hiperhomocysteinemia
Infeksi : virus dan bakteri
Obat kontrasepsi oral, obat – obatan lainnya
Obesitas / kegemukan
Kurang aktivitas fisik
Hiperkolesterolemia / hipertrigliserida / hiperglikemia
Stress fisik dan mental
Pada pasien ini didapatkan faktor-faktor resiko yang tidak dapat dikontrol berupa umur 52
tahun, sedangkan yang dapat dikontrol berupa hipertensi dan stress. Hubungan faktor resiko
hipertensi dengan terjadinya PIS (perdarahan Intraserebral) dimungkinkan berasal dari pecahnya
arteriol, kapiler atau vena. Biasanya sering disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma dari Charcot
Bouchard yang mengenai pembuluh darah penetrasi (perforasi) kecil dengan penampang antara
100-300 mikron. Hipertensi menahun adalah penyebab terbentuknya mikroaneurisma ini. Dilain
pihak pembuluh darah yang pecah tadi terlebih dahulu mengalami perlunakan karena hipetensi atau
arteriosklerosis.
Pada hipertensi kronis dapat terjadi aneurisma mikro dengan diameter 1 nm, disepanjang arteri,
aneurismatadi dapat pecah atau robek.urutan patogenesis yang paling umum adalah terjadinya
Lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid, keduanya melemahkan muskularis arteriol. Hipertensi yang
terus berlangsung akan mendesak dinding arteriol yang lemah tadi, membuat herniasi atau
pecahnya tunika intima yang kemudian menjadi aneurisma atau terjadi robekan-robekan kecil4.
darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk kedalam jaringan otak sehingga terjadi
hematom yang dapat mengkompresi jaringan sekitar dan dapat menyebabkan tekanan intrakranial
meningkat.
Adanya perdarahan menyebabkan gangguan aliran darah arteri yang terkena, sedangkan
kerusakan dinding menyebabkan pembuluh darah berkontriksi dan daerah yang disuplai menjadi
terhambat sehingga iskenik. Maka gejala klinis yang timbul bersumber pada kompresi jaringan
otak lainnya, serta kompresi pembuluh darah otak atau iskemik5.
Penatalaksanaan terapi pada stroke hemoragik meliputi mempertahankan fungsi organ vital
terutama kontrol tekanan darah dan 5B (breathing, Blood, Brain, Bowel, Bladder), dengan
mencegah peningkatan TIK pada pasien ini diberikan antiedema yakni manitol 20% dosis 1-1,5
gr/kgbb/hari dalam 20 menit, bila ada perbaikan dineri1/4 dosis awal 0,25 gr/kgbb diberikan tiap 4-
6 jam, 4-6 kali diberikan tappering off paling lama 2 minggu1. Pada masa akut, pasien ini diberikan
manitol dengan dosis 4 x 125 cc, dan sekarang bertahap diturunkan menjadi 4 x 100 cc. Captopril
disini diberikan setelah masa akut, berguna untuk mencegah perdarahan berulang dan anti
hipertensi.
Prognosa pada pasien ini:
Ad vitam : diubia ad bonam, karena tidak mengancam tanda-tanda vital. Tanda-tanda
vital dan status internus pasien ini dalam batas normal, dan diharapkan faktor resiko atau penyakit
lain dapat diminimalkan2.
Ad fungsionam : dubia ad bonam, diharapkan perdarahan di otak tersebut dapat diabsorbsi
dan dengan fisioterapi yang teratur, pasien dapat berfungi dengan baik atau meninggalkan gejala
sisa yang minimal atau tidak sama sekali. Begitu juga dengan ad sanationam.