SURVEI TERPADU GEOLOGI DAN GEOKIMIA
DAERAH PANAS BUMI SAJAU
KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN UTARA
Andri Eko Ari Wibowo, Mochamad Nur Hadi, Suwarno
Kelompok Penyelidikan Panas Bumi, Pusat Sumber Daya Geologi
S A R I
Daerah Sajau berada pada bagian barat dari cekungan Tarakan, yang didominasi oleh
kehadiran batuan sedimen pada daerah transisi. Kehadiran sesar yang berarah baratlaut–
tenggara dibagian tengah derah penyelidikan menjadikan daerah ini memiliki permeabilitas
yang baik dalam membentuk suatu wadah/kantung reservoir. Indikasi dari permeabilitas ini
juga dengan ditemukannya manifestasi di sekitar sesar tersebut.
Manifestasi permukaan berupa mata air panas Sajau dengan temperatur 58 s/d 85°C
dan batuan ubahan, yang diindikasikan sebagai zona upflow dari sistem panas bumi Sajau.
Manifestasi panas bumi di Sajau merupakan representasi dari kondisi reservoir panas bumi di
bawahnya yang pada saat ini diperkirakan memiliki temperatur sebesar 190°C.
Batuan reservoir pada sistem panas bumi Sajau diperkirakan berupa batupasir yang
terkekarkan kuat. Diduga berada pada satuan batupasir karbonat yang berumur Tersier pada
Formasi Sembakung. Batuan reservoir tersebut dipanaskan oleh aktivitas plutonisme di
kedalaman yang tidak dapat di lihat kehadirannya di permukaan, namun berdasarkan studi
gaya berat sisa, menunjukkan adanya anomali positif di sekitar air panas Sajau. Sumber panas
daerah Sajau bisa juga berasal dari proses geopressure. Aliran fluida panas dari reservoir ke
permukaan tertahan oleh lapisan penudung yang diduga berupa batuan dengan jenis lempung
maupun serpih.
Sebaran area prospek panas bumi Sajau terdapat di bagian tengah daerah
penyelidikan yaitu di sekitar pemunculan manifestasi dengan luas area 7 km2 dengan potensi
sumber daya hipotetik sebesar 23 MWe. Mengingat temperatur reservoirnya yang termasuk
entalpi menengah, maka potensi panas bumi ini cukup baik untuk dikembangkan sebagai
pembangkit listrik tenaga panas bumi berteknologi binary cycle atau dimanfaatkan langsung
(direct use).
PENDAHULUAN
Kebutuhan energi alternatif selain
energi fosil dirasakan semakin mendesak
bagi pemenuhan energi listrik di dalam
negeri. Dalam memenuhi kebutuhan
tenaga listrik tersebut, pemerintah perlu
melakukan penyelidikan energi alternatif
panas bumi, untuk mengetahui besarnya
potensi energi panas bumi bagi
penyediaan tenaga listrik.
Salah satu pulau yang memiliki
potensi panas bumi yaitu Kalimantan.
Kalimantan yang dikenal sebagai penghasil
sumber energi fosil terbesar di Indonesia,
juga mempunyai beberapa daerah prospek
panas bumi yang tersebar di 14 lokasi,
salah satunya adalah Sajau (Anonim,
2015).
Daerah panas bumi Sajau berada di
Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan
Utara, pada posisi geografis antara
117º23’50” – 117º34’38”BT dan 2º35’19” -
2º46’6” LU atau 544157– 564157 mT dan
286139 – 306139 mU, dengan luas daerah
sekitar 20 x 20 km (Gambar 1).
Penyelidikan ini dimaksudkan untuk
mengumpulkan data geosains dengan
mengetahui karakteristik batuan dan fluida
dalam sistem panas bumi daerah Sajau
dengan tujuan untuk mengetahui sebaran
prospek (vertikal, horizontal) serta
besarnya potensi panas bumi pada kelas
sumber daya.
METODOLOGI
Metode geologi digunakan untuk
mengetahui sebaran batuan, mengenali
gejala tektonik, dan karakteristik fisik
manifestasi panas bumi. Pemetaan
morfologi, satuan batuan, struktur geologi
dan manifestasi panas bumi, dimaksudkan
untuk lebih mengetahui hubungan antara
semua parameter geologi yang berperan
dalam pembentukan sistem panas bumi di
daerah tersebut.
Metode geokimia dilakukan untuk
mengetahui karakteristik fluida dan kondisi
reservoir panas bumi. Karakteristik
beberapa parameter diperoleh dari jenis
manifestasi, konsentrasi senyawa kimia
terlarut dan terabsorpsi dalam fluida panas
yang terkandung dalam sampel air, dan
anomali distribusi horizontal pada tanah
dan udara tanah pada kedalaman satu
meter sebagai indikasi sumber daya panas
bumi. Parameter yang digunakan meliputi
sifat fisika dan kimia manifestasi, data hasil
analisis kimia air, gas, isotop, serta Hg
tanah dan CO2 udara tanah.
HASIL PENYELIDIKAN GEOLOGI
Geologi Regional
Pada Peta Geologi Lembar Tanjung
Redeb, Provinsi Kalimantan Utara (R. L.
Situmorang dan G. Burhan,1995) (Gambar
2) menunjukkan batuan tertua yang
terdapat didaerah Sajau dan sekitarnya
adalah Formasi Sembakung (Tes) yang
tersusun dari batuan sedimen berjenis
batulempung, batupasir, batulanau,
batugamping, rijang dan tuf yang
terendapkan pada lingkungan laut dan
berumur Eosen.
Formasi Birang (Tomb) yang
tersusun dari perselingan napal,
batugamping, tuf pada bagian atas dan
perselingan napal, rijang, batupasir kuarsa,
konglomerat pada bagian bawah dengan
ketebalan bisa mencapai 1100 m dan
berumur Oligo – Miosen.
Formasi Domering (Tmpd) tersusun
atas batugamping terumbu, napal,
batugamping kapuran dengan sisipan
batubara muda, terendapkan pada
lingkungan rawa litoral, ketebalan
mencapai lebih dari 1000 m dan berumur
Miosen Akhir – Pliosen.
Formasi Sajau (TQps) tersusun dari
batulempung, batulanau, batupasir,
konglomerat dengan sisipan batubara,
ketebalan mencapai lebih dari 775 m,
lingkungan pengendapan fluviatil – delta
dan berumur Pliosen - Pleistosen.
Satuan termuda berupa Aluvium
(Qv) yang terdiri dari material lepas berupa
lumpur, pasir, kerikil, kerakal dan gambut
dengan ketebalam mencapai 40 m dan
berumur Holosen.
Geologi Rinci
Daerah Sajau berada di Tepian
cekungan Tarakan bagian barat, dengan
kondisi bentang alamnya dikelompokkan
menjadi Satuan Perbukitan Karst Curam,
Satuan Perbukitan Bergelombang Kuat,
Satuan Perbukitan Bergelombang Lemah
dan Pedataran.
Litologi daerah Sajau secara umum
tersusun oleh batuan sedimen dengan
stratigrafi batuan dibagi menjadi 7 satuan
batuan yaitu Satuan serpih (karbonat),
Satuan batugamping, Satuan batupasir
(karbonat), Satuan serpih (rijang), Satuan
konglomerat, Satuan batupasir karbon –
batubara, Satuan serpih (non karbonat),
Endapan aluvium.
Batuan tertua yang terbentuk di
daerah survei ini adalah serpih karbonatan
yang terbentuk di pada Kala Eosen,
menjemari dengan terbentuknya satuan
batugamping dan batupasir karbonat.
Satuan ini diduga merupakan batuan dasar
yang berada di bagian barat daerah survei.
Setelah itu pada Kala Oligosen hingga
Miosen terjadi pengangkatan sehingga
batuan karbonat terangkat dan mulai
terbentuk batubara pada lingkungan
deltaik, yang didahului pembentukan
konglomerat pasiran dengan komposisi
kuarsa dan serpih. Kemudian mulai
terbentuklah endapan batubara dengan
lapisan yang cukup tebal di bagian tengah
dan berangsur ke timurlaut sesuai arah
kelurusannya terbentuk endapan aluvial
berupa serpih dan batupasir non
karbonatan.
Struktur Geologi
Struktur geologi yang berpengaruh
di daerah penyelidikan mempunyai pola
tegasan yang berarah utara – selatan dan
baratlaut – tenggara. Pola utama sesar di
lokasi survei berarah barat laut – tenggara
(NW – SE) dengan jenis sesar normal yang
menunjukan bagian footwall pada lereng
barat membentuk sedimentasi pada
satuan serpih, batugamping, dan batupasir
karbonat. Sesar yang berarah hampir
utara–selatan kemungkinan sesar
antitetiknya atau sesar pasangannya.
Sesar normal Gunungsari yang
berarah baratlaut-tenggara diduga
memfasilitasi munculnya air panas di
daerah Sungai Apan sebagai air panas
Sajau dan juga naiknya fluida panas untuk
mengubah batuan yang terlewatinya.
Berdasarkan analisa densitas
rekahan pada peta densitas rekahan
(Gambar 3) menunjukkan adanya anomali
di bagian barat air panas Sajau (frekuensi)
dan di bagian selatan air panas (panjang).
Hasil penggabungan kedua anomali
tersebut kemudian diperoleh pola anomali
tinggi di sekitar air panas Sajau.
Manifestasi
Terdapat beberapa titik
pemunculan air panas dengan total luas
pemunculan 5 x 10 m dan total debit terukur
2 lt/dtk. Temperatur air panas terukur
sebesar 58,2 s/d 85,8oC dengan
temperatur udara 27,8oC.
Air panas Sajau 1, dengan
temperatur terukur 74,50C, pH 7,21
dengan daya hantar listrik relatif tinggi
sekitar 5650 µs/cm dan total debit 2
liter/detik.
Air panas Sajau 2, dengan
temperatur terukur 80,30C, pH 7,16
dengan daya hantar listrik relatif tinggi
sekitar 5580 µs/cm dan total debit sekitar 2
liter/detik.
Air Sajau 3, dengan temperatur
terukur 85,80C, pH 7,25 dengan daya
hantar listrik relatif tinggi 5640 µs/cm dan
total debit sekitar 2 liter/detik.
Air panas Sajau 4, dengan
temperatur terukur 58,20C, pH 7,23
dengan daya hantar sekitar 2270 µs/cm.
Terdapat rembesan air panas di tengah
sungai dengan temperatur terukur 75,60C.
Batuan ubahan, tersebar di sekitar
munculnya air panas di Sungai Apan,
namun terdapat pula alterasi batuan
dengan warna kemerahan di bagian
tenggara lokasi survei. Kenampakan di
lapangan berupa tanah berwarna putih,
abu–abu terang, kemerahan, hingga
kehijauan yang teridentifikasi dengan
analisis spektra sebagai mineral
monmorilonit, haloisit dan kaolinit.
Kehadiran mineral-mineral tersebut
berhubungan dengan aktifitas hidrotermal
yang terbentuk di sekitar Sajau. Mineral
monmorilonit dan haloisit menunjukkan pH
fluida netral pada kisaran temperatur <
150°C, dan mineral kaolinit menunjukan pH
fluida asam dengan kisaran temperatur
yang sama.
GEOKIMIA
Data pengukuran di lapangan
diperoleh 4 sampel air panas, 2 sampel air
dingin, 9 sampel isotop, 2 sampel gas, dan
118 sampel tanah.
Karakteristik Air Panas
Hasil plotting diagram tipe air
(Gambar 4), menunjukkan bahwa
kelompok air panas Sajau termasuk dalam
tipe klorida. Indikasi di lapangan
memperlihatkan bahwa kelompok air
panas Sajau mempunyai temperatur yang
tinggi dengan kandungan klorida yang
tinggi pada fluida tersebut (±900 ppm) dan
nilai daya hantar listrik (DHL) yang cukup
tinggi sekitar 4.200 µS/cm. Kandungan
klorida yang tinggi menunjukkan bahwa
fluida panas berasal langsung dari
reservoir dan sedikit terjadi pencampuran
dengan air permukaan, sedangkan nilai
DHL tinggi diperkirakan akibat interaksi
fluida panas dengan batuan di kedalaman.
Hal tersebut juga terlihat dari plotting yang
terletak di zona mature water.
Plotting pada diagram Na-K-Mg
(Gambar 4) menunjukkan kelompok air
panas Sajau berada di zona partial
equilibrium. Hal ini menunjukkan bahwa
kelompok air panas Sajau (Sajau 1, 2, & 3)
berasal dari kedalaman dengan sedikit
pengaruh atau pencampuran dengan air
permukaan dengan perkiraan temperatur
reservoir maksimum 190oC. Pada air panas
Sajau 4 yang bertemperatur lebih rendah,
walaupun berada di zona partial equilibrium
namun terletak di bawah dari plotting air
panas Sajau 1, 2, & 3, yang
mengindikasikan bahwa air panas ini
dipengaruhi oleh air permukaan. Hal ini
terlihat dari pemunculan air panas ini yang
berada di pinggir sungai.
Diagram Cl-Li-B (Gambar 4)
menunjukkan manifestasi di daerah Sajau
umumnya berada diantara zona Cl dan B,
yang menunjukkan lingkungan
pemunculan mata air panas di pengaruhi
oleh sedimen. Berdasarkan diagram ini,
dapat terlihat bahwa sistem panas bumi
Sajau mempunyai satu reservoir. Hal ini
terlihat bahwa hanya terdapat satu cluster
pada manifestasi di Sajau.
Berdasarkan data hasil isotop 18O
dan Deuterium yang diperoleh dari sampel
mata air panas daerah Sajau, yaitu
kelompok air panas Sajau yang
mempunyai temperatur permukaan tinggi,
cenderung menjauhi garis air meteorik
(Meteoric Water Line) (Gambar 5) yang
mengindikasikan telah terjadinya
pengkayaan 18O akibat adanya interaksi
fluida panas dengan batuan di kedalaman.
Hal ini mencerminkan bahwa kelompok
mata air panas Sajau kemungkinan berasal
langsung dari kedalaman dan
kemungkinan pengenceran oleh air
meteorik adalah sangat kecil. Dari grafik
isotop ini juga terlihat bahwa pembentukan
air panas Sajau diperkirakan terbentuk
akibat pencampuran dengan batuan beku
di kedalaman. Hal ini didukung dengan
ditemukan batuan beku di luar areal survei
yang berumur Tersier yaitu di bagian barat
laut daerah penyelidikan.
Kandungan gas di daerah
manifestasi Sajau sangat didominasi oleh
kandungan gas CH4 dibandingkan gas-gas
lainnya yang relatif sangat kecil.
Kandungan CH4 dihasilkan oleh proses
alterasi batuan sedimen di kedalaman
terutama yang mengandung kandungan
organik yang tinggi (Nicholson, 1993).
Kandungan CH4 yang tinggi ini sejalan
dengan setting geologi di daerah Sajau
yaitu daerah cekungan hidrokarbon.
Pendugaan suhu bawah permukaan
Perkiraan temperatur bawah
permukaan daerah Sajau dengan
menggunakan geotermometer SiO2
(conductive-cooling) rata-rata berkisar
antara 150 – 160°C yang termasuk
kedalam entalphi sedang, menggunakan
geotermometer Na-K rata-rata berkisar
antara 170 - 190°C, perhitungan
geotermometer Na-K-Ca sebesar 190°C,
dan perhitungan geotermometer Na-Li
sebesar 170°C yang menunjukkan
temperatur sedang. Melihat karakteristik
kimia dari air panas di daerah penyelidikan
yaitu kelompok air panas Sajau, seperti pH
netral, suhu permukaan yang tinggi,
terdapat sinter silika, bertipe klorida, dan
berada di zona partial equilibrium, maka
penggunaan geotermometer Na/K
dimungkinkan. Berdasarkan perhitungan
geotermometer Na-K, maka perkiraan suhu
bawah pemukaan sekitar 170 - 190°C,
yang termasuk entalpi sedang.
Hasil plotting entalpi klorida pada
gambar 6 menunjukkan temperatur parent
fluida sebesar 190oC dengan konsentrasi
klorida sebesar 800 ppm, sehingga
diperkirakan temperatur bawah permukaan
yang berhubungan dengan reservoir panas
bumi Sajau sebesar 190oC dengan
proporsi fluida reservoir pada air panas
Sajau sebesar > 80 %.
Distribusi CO2 dan Hg
Pola penyebaran CO2 (Gambar 7)
pada umumnya tidak menunjukkan adanya
anomali yang berarti, dengan konsentrasi
CO2 yang relatif merata dan nilai ambang
yang relatif kecil, yaitu 3,5 %. Konsentrasi
CO2 di atas nilai ambang ditemukan
dibagian Barat Manifestasi. Hal ini
dikarenakan lokasi penyelidikan ini pada
umumnya berupa kebun-kebun sawit aktif
sehingga konsentrasi CO2 sedikit lebih
tinggi dibandingkan dengan yang lainnya.
Sedangkan di sekitar air panas Sajau tidak
menunjukkan ada anomali CO2 yang tinggi.
Konsentrasi Hg > 250 ppb (Gambar
8) tersebar di sekitar kelompok air panas
Sajau dan menyebar ke arah Selatan dan
Utara dengan kandungan Hg berkisar 257
– 882 ppb. Nilai Hg tinggi di daerah ini
diperkirakan karena terjadi bocoran-
bocoran Hg pada struktur atau rekahan
yang terdapat di sekitar manifestasi panas
bumi Sajau. Konsentrasi Hg tertinggi
terdapat di kelompok air panas Sajau
dengan konsentrasi Hg mencapai 882 ppb.
PEMBAHASAN
Sistem Panas Bumi
Sistem panas bumi di Sajau dengan
melihat jenis perbukitan dan topografinya
yang umumnya berada pada ketinggian
300 m dpl diperkirakan merupakan sistem
panas bumi yang berada di daerah
pedataran (flat terrain). Kehadiran sesar
yang berarah barat daya – tenggara
dibagian tengah lokasi air panas
menjadikan daerah ini memiliki
permeabilitas yang baik dalam membentuk
suatu wadah / kantung reservoir. Batuan
reservoir diperkirakan berupa batupasir
yang terkekarkan kuat. Diduga berada
pada satuan batupasir karbonat yang
berumur Tersier pada Formasi
Sembakung. Kedalaman reservoir masih
belum dapat diperkirakan melalui survei ini.
Akumulasi fluida pada batuan
reservoir tersebut dipanaskan oleh suatu
sumber panas yang di kedalaman. Tidak
terdapat batuan plutonik maupun vulkanik
yang berfungsi menyimpan panas di
permukaan, namun berdasarkan data
regional, keterdapatan batuan beku sangat
memungkinkan hadir di bagian barat
sebagai hasil zona subduksi tua pada
zaman pra – tersier. Berdasarkan data
gaya berat yang dilakukan oleh tim PSDG
(2015), nampak adanya pola anomali tinggi
di bawah air panas, yang kemungkinan
diduga sebagai batuan yang memiliki
panas dan dapat mentransfer panas ke
reservoir. Kemungkinan lainnya adalah
akibat proses pembebanan (geopressure)
karena energi yang tidak terlepas pada
proses sedimentasi di cekungan Tarakan.
Aliran fluida kepermukaan sebagai
efek dari bouyansi karena berkurangnya
densitas air akibat terpanaskan kemudian
tertahan oleh lapisan penudung yang
diduga berupa batuan dengan jenis
lempung maupun serpih, yang ditunjukkan
oleh kehadiran mineral monmorilonit dan
haloisit di sekitar air panas.
Fluida panas daerah Sajau
termasuk ke dalam tipe air panas klorida.
Keberadaan kelompok air panas Sajau
pada zona partial equilibrium memberikan
gambaran bahwa kondisi air panas
kemungkinan berasal langsung dari
kedalaman dengan temperatur cukup tinggi
serta menunjukkan bahwa kondisi mata air
panas ini sedikit sekali mendapat pengaruh
dari air permukaan. Manifestasi panas
bumi Sajau diperkirakan upflow dari sistem
panas bumi Sajau karena mempunyai tipe
klorida dan berada zona partial equilibrium
dengan satu reservoir yang sama.
Dengan mempertimbangkan
karakteristik manifestasi panas bumi di
daerah Sajau dengan suhu permukaan
yang cukup tinggi, mempunyai tipe air
klorida, dan didukung dengan pengkayaan
oksigen 18 dari isotop yang tinggi, maka
temperatur bawah permukaan yang
berhubungan dengan reservoir panas bumi
diperkirakan sekitar 190oC. Berdasarkan
data isotop juga mengindikasikan bahwa
fluida sistem panas bumi Sajau
berhubungan dengan batuan andesit dan
tidak berhubungan dengan intrusi air laut
dengan proporsi fluida reservoir pada air
panas Sajau sebesar > 80%.
Area Prospek
Sebaran area prospek panas bumi
(Gambar 9) berdasarkan hasil geologi dan
geokimia terdapat di bagian tengah lokasi
survei di sekitar air panas Sajau. Area
prospek ini didukung oleh hasil kompilasi
geologi struktur dan anomali Hg. Dari hasil
kompilasi metode tersebut didapat luas
area prospek panas bumi Sajau sekitar 7
km2 untuk kelas sumber daya hipotetis.
Estimasi Potensi Energi
Dengan luas wilayah prospek
sekitar 7 km2, temperatur reservoir diduga
sebesar 190°C, sehingga temperatur cut-
off sebesar 150°C, maka dengan
menggunakan metode penghitungan
volumetrik, melalui beberapa asumsi yaitu
tebal reservoir = 1,5 km, recovery factor =
25%, faktor konversi = 10%, dan lifetime =
30 tahun, maka potensi sumber daya
hipotetis daerah Sajau sebesar 23 MWe.
KESIMPULAN
Sistem panas bumi di daerah Sajau
termasuk sistem non-vulkanik pada tepian
cekungan Tarakan bagian barat dengan
sumber panas diduga berasal dari batuan
plutonik di kedalaman yang tidak nampak
di permukaan atau bisa berasal dari proses
geopressure. Batuan reservoir diperkirakan
berada pada satuan batupasir karbonat
yang terkekarkan dengan batuan
penudung diperkirakan berasal dari batuan
ubahan dan serpih nonkarbonat.
Temperatur reservoir yang berhubungan
dengan sistem panas bumi Sajau sebesar
190oC yang termasuk entalpi sedang
dengan total potensi sumberdaya hipotetik
sebesar 23 MWe.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011, Laporan Penyelidikan Pendahuluan Geologi dan Geokimia Panas Bumi
Kabupaten Nunukan, Bulungan dan Malinau, Provinsi Kalimantan Utara, PSDG,
Bandung.
Anonim, 2015, Laporan Penyelidikan Geofisika Gaya Berat dan AMT Daerah Panas Bumi
Sajau, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Utara, PSDG, Bandung.
Anonim, 2015, Peta Sebaran Panas Bumi Indonesia, PSDG, Bandung.
Fournier, R.O., 1981, Application of Water Geochemistry Geothermal Exploration and
Reservoir Engineering, Geothermal System: Principles and Case Histories, John Willey
& Sons, New York.
Giggenbach, W.F., 1988, Geothermal Solute Equilibria Deviation of Na-K-Mg–Ca
GeoIndicators, Geochemica Acta 52. pp. 2749 – 2765”.
Lawless, J., 1995, Guidebook: An Introduction to Geothermal System, Short course, Unocal
Ltd. Jakarta.
Nicholson, K., 1993. Geothermal Fluids; Chemistry and Exploration Techniques, Springer-
Verlag, Berlin.
Mahon K., Ellis, A.J., 1977, Chemistry and Geothermal System, Academic Press Inc. Orlando.
R.L. Situmorang dan G. Burhan. 1995, Peta Lembar Tanjung Redeb, Kalimantan. Publ. P3G
Bandung
Van Bemmelen, 1949, Geologi Indonesia, V.IA .
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Sajau
Gambar 3. Fracture and Fault Density (FFD) Daerah Sajau
Gambar 4. Diagram Segitiga Cl-SO4-HCO3, Na-K-Mg, Cl-Li-B
Gambar 5. Grafik Isotop δ18O Terhadap δ2H (Deuterium)
Gambar 6. Entalpi Klorida Daerah Sajau
Gambar 7. Peta Kontur Sebaran CO2 Tanah Daerah Sajau
Gambar 8. Peta Kontur Sebaran Hg Tanah Daerah Sajau
Gambar 9. Peta Kompilasi Geologi dan Geokimia Daerah Panas Bumi Sajau
Gambar 10. Model Tentatif Sistem Panas Bumi Sajau