Journal Reading
Botulinum Toxin in the treatment of strabismus. A review of its use and effects
Lionel Kowal, Elaine Wong & Claudia Yahalom
Disability and Rehabilitation, December 2007; 29(23): 1823 – 1831.
DOI:10.1080/09638280701568189.
Oleh:
Aldy Valentino Maehca Rendak
H1A 007 001
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITRAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MATARAM
2013
Data Jurnal
Nama Penulis : Lionel Kowal, Elaine Wong & Claudia Yahalom
Judul Tulisan : Botulinum Toxin in the treatment of strabismus. A review of its use and effects
Journal Asal : Disability and Rehabilitation, December 2007; 29(23): 1823 – 1831.
DOI: 10.1080/09638280701568189.
Penggunaan Botolinum Toksin pada Tatalaksana Strabismus. Sebuah Review
Mengenai Penggunaan Botolinum Toksin dan Efeknya.
Lionel Kowal1,2, Elaine Wong1,2 & Claudia Yahalom3
1Unit Motilitas Okular, Rumah Sakit Mata dan Telinga Royal Victorian, Melbourne, 2Pusat
Penelitian Mata, Australia, and 3Bagian Oftalmologi, Rumah Sakit Hadassah, Yerusalem,
Israel
Abstrak
Botolinum Toksin merupakan tatalaksana medis yang diperkenalkan oleh Dr Alan
Sccot lebih dari 20 tahun yang lalu. Aplikasi klinis pertama kali dari Botolinum Toksin tipe A
(BT-A) adalah untuk menatalaksanai strabismus dan untuk spasme periokular. Botolinum
Toksin tipe A cukup efektif pada kasus strabismus konvergen (esotropia) dengan sudut kecil
hingga sudut sedang oleh karena penyebab apapun, dan dapat menjadi tatalaksana alternatif
selain terapi bedah pada pasien strabismus konvergen ini. Botolinum Toksin tipe A juga
dapat membantu pada kasus palsi nervus kranialis empat dan enam baik akut maupun kronis,
strabismus pada masa kanak-kanak dan penyakit tiroid mata. Penggunaan dari BT-A untuk
kasus trabismus ini bervariasi secara nyata baik di kota-kota dan berbagai negara yang
berbeda untuk alasan yang tidak jelas. Botolinum Toksin tipe A biasanya berguna ada kondisi
dimana tatalaksana pembedahan strabismus tidak memungkinkan. Kondisi ini misalnya pada
pasien lanjut usia yang tidak memungkinkan untuk mendapat anastesi generalisata, keadaan
dimanan kondisi klinis berkembang ke tahap lanjut atau menjadi tidak stabil, atau jika
pembedahan yang dilakukan tidak berhasil. Botolinum Toksin tipe A dapat diberikan
sementara untuk mengatasi keluhan simptomatik pada kasus diplopia yang menganggu yang
tidak berhubungan dengan kasus. Ptosis dan deviasi vertikal didapat merupakan komplikasi
yang paling umum dialami pasien. Komplikasi yang membahayakan penglihatan jarang
terjadi. Penggunaan berulang BT-A dinyatakan aman.
Keywords: Strabismus, Botolinum Toksin tipe A, Gangguan motilitas okular
Pendahuluan
Penggunaan Botolinum Toksin tipe A (BT-A) untuk strabismus pertama kali
dijelaskan dan dikembangkan oleh ahli mata Amerika Dr Alan Scott pada awal tahun 1980-
an. Dr Alan Scott secara pribadi melatih ratusan kolaborator ahli mata tentang penggunaan
BT-A (termasuk penulis naskah ini, Lionel Kowal) dan secara seksama mengumpulkan data,
baik data dari Dr.Alan Scott sendiri dan data yang diperoleh dari ahli mata lainnya selama
beberapa tahun untuk menunjukkan efek dari BT-A. Botolinum Toksin tipe A secara
subsekuen disetujui oleh Autoritas Makanan dan Obat (Amerika Serikat) untuk pasien
dewasa dengan strabismus dan blefarospasme sejak tahun 1989. Sejak saat itu, BT-A telah
digunakan oleh sebagian kecil ahli mata (biasanya dokter yang ahli mengenai strabismus)
sebagai suatu tatalaksana alternatif yang mudah dan kurang invasif dibandingkan dengan
pembedahan strabismus pada kasus-kasus tertentu. Sayangnya uji klinis acak (randomized
clinical trial) prospektif tentang penggunaan BT-A pada berbagai jenis strabismus, juga
membandingkan efek dari BT-A terhadap pembedahan pasien strabismus belum pernah
dilakukan sebelumnya.
Hanya ada beberapa jumlah kecil dari pusat pengobatan yang banyak menggunakan
BT-A dalam penatalaksanaan strabismus. Klinik toksin pada Rumah Sakit Mata Moorfield di
London memberikan 18.000 injeksi BT-A untuk tatalaksana kasus strabismus hingga akhir
tahun 2005. Keluarga oftalmologis Gomez (The Gomes Family of Ophtalmologist) di Madrid
memberikan 7.000 injeksi BT-A untuk tatalaksana strabismus hingga tahun 2005. Kedua
kelompok ini dan pengembang BT-A Alan Scott di San Francisco, merupakan pusat
internasional paling berpengalaman dalam penggunaan BT-A.
Di Australia, ada sekitar 10 ahli mata yang telah dilatih untuk menggunakan BT-A
untuk tatalaksana strabismus, biasanya mendapat pelatihan di London atau San Fransisco.
Data statistik penggunaan BT-A pada kasus strabismus di Australia tersedia pada website
Medicare Australia. Data yang ada tidak termasuk pasien yang tatalaksanai di rumah sakit
umum atau pasien yang tatalaksana dengan BT-A nya tidak masuk dalam pembayaran dari
Medicare Australia, misalnya pada pasien yang tatalaksananya dibayarkan oleh perusahaan
tenaga kerja. Hanya sekitar 70-80 tatalaksana strabismus dengan BT-A ynag dicatat pada
website Medicare Australia (ww.medicareasutralia.gov.au) di seluruh Australia.
Botolinum Toksin tipe A biasanya diinjeksikan langsung ke dalam otot ekstraokular
di praktek ahli mata, dimana dengan anastesi topikal dan biasanya dengan bantuan
elektromiografi (electromyographic, EMG). Kerjasama pasien sangat dibutuhkan. Persiapan
pasien biasanya sekitar 10-15 menit, dan waktu untuk melakukan penyuntikan ini sekitar 2-3
jam. Efek dari injeksi BT-A akan muncul dan terlihat sekitar 2-4 hari setelah injeksi, yang
kemudian akan menyebabkan koreksi otot untuk beberapa minggu (efek), kemudian akan
mulai menghilang efeknya setelah 6-8 minggu meninggalkan pengaturan posisi mata kembali
yang bersifat permanen (efek akhir) pada banyak kasus.
Botolinum Toksin tipe A biasanya dapat berguna pada kasus dimana pembedahan
strabismus sulit untuk dilakukan. Botolinum Toksin tipe A biasanya berguna pada kondisi
dimana tatalaksana pembedahan strabismus tidak memungkinkan. Kondisi ini misalnya pada
pasien lanjut usia yang tidak memungkinkan untuk mendapat anastesi generalisata, keadaan
dimanan kondisi klinis berkembang ke tahap lanjut atau menjadi tidak stabil, atau jika
pembedahan yang dilakukan tidak berhasil. Botolinum Toksin tipe A dapat diberikan
sementara untuk mengatasi keluhan simptomatik pada kasus diplopia yang menganggu yang
tidak berhubungan dengan kasus.
Strabismus
Strabismus muncul ketika ada ketidakseimbangan fungsi otot ekstraokular yang
menyebabkan gangguan kesegarisan pada satu mata atau kedua mata. Fovea kedua mata tidak
akan diarahkan pada satu objek yang sama (jika kedua mata dapat melihat dengan baik)
sehingga akan terjadi diplopia dan konfusi atau kebingunan penglihatan.
Kontrol muskular dari pergerakan mata dapat diumpamakan seperti tali kekang kuda
– ketika salah satu otot berkontrkasi (otot agonis), maka otot lainnya akan berelaksasi (otot
antagonis). Kedua pengendali mata ini (otot ekstraokular) tidak akan berkontraksi pada waktu
yang sama kecuali ada anomali inervasi otot. Ada tiga set otot ekstraokular pengendali mata
untuk setiap mata, untuk pergerakan horisontal, vertikal dan pergerakan torsional (berputar).
Aksi dari ketiga pasang otot ini pada satu mata pada dasarnya saling berhubungan dengan
kerja dari ketiga pasang otot pada mata yang berlawanan. Setiap proses pengendalian gerakan
mata dilakukan oleh satu dari 3 pasang otot agonis dan antagonis ekstraokular, yang memiliki
fungsi primer:
(1).Pergerakan horisontal
(a). Rektus medialis (RM) – aduksi (pergerakan mata ke arah nasal)
(b). Rektus Lateralis (RL) – abduksi (pergerakan mata ke arah telinga)
(2).Pergerakan vertikal
(a). Rektus superior (RS) – elevasi
(b). Rektus inferior (IR) - depresi
(3).Pergerakan torsional
(a). Oblik superior (OS) – intorsi (rotasi searah jarum jam dari mata kanan,
rotasi berlawanan dari arah jarum jam mata kiri)
(b). Oblik inferior (OI) – ekstorsi
Ketika ada ketidakseimbangn salah satu dari pasangan otot ini, akan terjadi strabismus. Aksi
dari pengendali gerakan mata ini tidak murni tunggal sesuai dengan arah pergerakan primer
dan biasanya terdapat tumpang tindih. Otot torsional primer memiliki kerja sekunder berupa
gerakan vertikal, dan otot vertikal primer memiliki kerja sekunder berupa torsional. Pada
proses melirik ke atas atau melirik ke bawah, otot pergerakan horisontal primer dapat
memunculkan gerakan vertikal, dan otot vertikal primer dapat memunculkan gerakan
horisontal. Untungnya, sebagian besar kasus strabismus tidak memiliki derajat kompleksitas
yang tinggi.
Menatalaksanai ketidakseimbangan otot mata ini dengan prosedur pembedahan
biasanya melibatkan proses merubah panjang dan tensi dari salah satu atau kedua otot mata
dari pasangan otot agonis/antagonis. Biasanya otot yang menarik mata keluar dari arah
kesesejajaran akan diposisikan kembali (resesi) dengan melakukan pemanjangan otot mata
secara efektif (proses ini akan merubah posisi mata) dan merubah derajat torsi yang dapat
dilakukan otot ini (perubahan pada torsi ini dapat mempengaruhi stabilitas jangka menengah
hingga jangka panjang dari posisi mata yang baru). Pasangan dari otot yang mengalami
kelemahan biasanya akan dipendekkan (reseksi) untuk mendorong mata yang berada pada
posisi yang tidak sejajar menjadi berada dalam posisi yang benar.
Bagaimana BT-A bekerja pada strabismus
Botolinum Toksin tipe A bekerja dengan melumpuhkan otot ekstraokular mata yang
menyebabkan tarikan mata keluar dari kesegarisan mata. Pada periode inisial dari
kelumpuhan ini, akan terjadi koreksi berlebihan (overcorrection) dari strabismus karena
fungsi normal otot antagonis akan melebihi kekuatan otot yang mengalami kelumpuhan
(efek). Dengan koreksi berlebihan ini akan terjadi kontraksi dari otot antagonis dan tarikan
(stretching) dari otot yang mengalami kelumpuhan. Selama periode ini panjang dari otot yang
mengalami kelumpuhan dan otot antagonis akan mengalami perubahan, dan kurva panjang-
tegangan (length tension curve) antara otot ini akan berubah juga. Pemeriksaan histologi
menunjukkan bahwa terjadi perubahan densitas sarkomer. Ketika efek dari BT-A mulai
menghilang, beberapa dari perubahan ini akan menetap, dan menyebabkan resultan rerata
perubahan kesegarisan dari mata akan muncul (efek akhir).
Sebagai contoh, pada koreksi dari strabismus konvergen sudut sempit mata kiri, BT-A
diinjeksikan pada otot rektus medialis mata kiri (RMK). Pemberian injeksi ini akan
menyebabkan paralise RMK untuk beberapa minggu. Selama periode ini, otot yang
berlawanan yaitu otot rektus lateralis mata kiri (RLK), akan mengabduksi mata dan mata
akan berada pada posisi divergensi (efek). Sementara ketika mata divergensi akan muncul
perubahan yang mungkin terjadi:
(1).RMK akan mengalami penarikan dan memanjang;
(2).Length tension curve dari RMK akan berubah;
(3).Length tension curve dari RLK akan berubah;
(4).RLK akan memendek; dan
(5).Perubahan densitas sarkomer antara kedua otot ini akan berubah secara
bertahap.
Ketika paralise RMK mulai menghilang, beberapa perubahan dari panjang dan rasio length-
tension pada kedua otot baik RMK yang mengalami paralise dan yang mengalami penarikan
serta RLK yang mengalami kontraksi akan menyebabkan RLK tertahan dan menghasilkan
posisi mata dengan derajat ketidaksejajaran yang lebih berkurang (efek akhir).
Sangat penting untuk diingat bahwa pada contoh RMK ini, penggunaan BT-A tidak
akan menunjukkan hasil akhir jika RLK tidak aktif – RLK yang fungsional diperlukan untuk
menarik RMK keluar dan meregangkan otot ini sehingga menyebabkan koreksi berlebihan
dari ketidaksejajaran mata untuk membantu menimbulkan efek akhir.
Besarnya efek akhir (perubahan pada kesegarisan) bergantung pada perubahan akhir
dari panjang otot setelah tarikan dan kontraksi. Durasi dari efek akhir (proses stabilisasi
kesegarisan yang baru) akan bergantung pada perubahan kurva length-tension dari otot dan
inervasi dari otot yang berlanjut (apakah normal atau tidak normal). Jika terjadi normalisasi
inervasi, maka perubahan posisi mata akan permanen.
Baik kuantitas dan durasi dari efek akhir dapat diaugmentasi dengan adanya fusi
motorik, suatu mekanisme fisiologis yang secara baik dapat merubah ketidaksejajaran mata
yang simptomatis atau strabismus yang berlebihan menjadi strabismus laten. Fusi motorik
biasanya akan terjadi pada pasien dengan pembentukan penglihatan masa kanak-kanak yang
normal. Jika fusi motorik memiliki rentang yang baik, maka efek dari ketidaksejajaran mata
akan lebih besar dari efek mekanikal efek akhir yang telah diprediksi.
Bagaimana pemberian BT-A pada kasus strabismus
Banyak cara yang dapat dipilih untuk memberikan terapi BT-A. Metode yang umum
dipilih adalah injeksi dengan panduan EMG setelah dilakukan pemberian anastesi topikal
konjugtiva di tempat praktek ahli mata. Jarum injeksi didisain khusus dengan ukuran 27G
(dengan batang jarum terlapisi, dan ujung sensitif secara elektrik) dimasukkan ke dalam otot
melalui konjungtiva, berada pada superfisial sklera untuk untuk mencegah penetrasi bola
mata, berada sekitar 2 cm anterior dari target otot ekstramuskular (Gambar 1). Pasien terlebih
dahulu diminta untuk melihat ke arah berlawanan dari arah kerja otot yang akan diberikan
injeksi. Ketika jarum diyakini telah masuk pada badan otot, pasien kemudian diminta untuk
melihat ke arah kerja dari otot ekstraokular yang diinjeksi. Dengan melakukan ini, akan
terjadi peningkatan sinyal keluaran dari EMG, yang akan mengkonfirmasi ketepatan lokasi
jarum injeksi. Injeksi BT-A kemudian dilakukan secara perlahan. Tehnik ini arus dipelajari
dengan melihat beberapa injeksi BT-A yang dilakukan secara langsung pada pasien.
Tehnik injeksi lain yang kurang umum digunakan antara lain:
(1).Injeksi tanpa panduan EMG (dengan perkiraan);
(2). Injeksi dengan direct vision ke dalam otot yang telah dilakukan prosedur
pembedahan untuk meningkatkan efek dari pembedahan tersebut;
(3).Injeksi dengan direct vision melalui insisi konjungtival yang telah dibuat untuk
injeksi BT-A;
(4).Injeksi melalui kanula lakrimalis subkonjungtiva yang berada sapanjang sisi otot;
atau
(5).Injeksi transkonjungtiva setelah menarik otot dengan forcep dan menarikanya ke atas.
Pada suatu seri penelitian, injeksi tanpa menggunakan panduan EMG pada 40 anak dengan
berbagai macam tipe berbeda dari strabismus konvergen menunjukkan hasil yang baik
dengan derajat komplikasi setara dengan injeksi yang dilakukan menggunakan panduan
EMG. Tetapi ketika harus dilakukan injeksi oblik inferior atau otot rektus inferior yang mana
dibutuhkan presisi yang tinggi untuk menghindari deviasi vertikal, panduan EMG harus
dipertimbangkan sebagai hal yang penting. Pada pasien dengan riwayat pembedahan okular
dan sikatrik sebelumnya, atau pasien dengan eksplan retinal setelah prosedur koreksi ablasio
retina atau pada pasien dengan bola mata besar seperti pada pasien dengan miopia berat,
injeksi BT-A dapat sangat sulit dilakukan sekalipun dengan panduan EMG.
Beberapa pasien potensial dapat menemukan deksripsi injeksi transkonjungtiva yang
sangat menakutkan sehingga akan mungkin menolak untuk mengikuti prosedur injeksi
dengan metode ini. Pasien seperti ini dapat ditatalaksanai setelah pemberian sedasi ringan
midazolam oleh ahli anastesi pada instlasai pembedahan darurat. Pasien harus berada dalam
kondisi sadar dan waspada untuk dapat bekerja sama dengan baik ketika diminta melihat ke
arah kiri, ke arah kanan dan lainnya.
Gambar 1. Rektus medialis kanan akan diinjeksi melalui konjungtiva
yang telah mendapat anastesi topical. Jarum khusus berukuran 27G
yang telah disambungkan dengan mesin EMG. Sebuah elektroda pada
dahi pasien juga disambungkan pada mesin EMG.
BT-A pada strabismus
Botolinum Toksin tipe A paling sering digunakan untuk menatalaksanai strabismus
horisontal, meliputi esotropia, eksotropia dan kerusakan nervus kranial enam. Injeksi BT-A
ini juga digunakan pada paresis nervus kranial empat, deviasi vertikal, penyakit mata tiroid
dan untuk diplopia yang diikuti dengan prosedur pembedahan pada kasus lepasnya perlekatan
retina. Injeksi Botolinum Toksin juga dapat digunakan baik sebagai prosedur diagnostik
maupun terapeutik.
Esotropia (strabismus konvergen) dan eksotropia (strabismus divergen)
Injeksi Botolinum Toksin tipe A dapat digunakan untuk menatalaksanai esotropia –
injeksi ke dalam rektus medialis, atau eksotropia – injeksi ke dalam rektus lateralis.
Untuk esotropia dengan sudut kecil hingga sedang (<15°), injeksi BT-A memiliki
keefektifan yang sama dengan pembedahan strabismus untuk memperoleh kesegarisan mata
pada studi terhadap 236 pasien dan menunjukkan hasil sebagai tatalaksana yang terpercaya
pada studi lain. Namun untuk esotropia derajat dengan sudut besar (>15°), BT-A dianggap
kurang efektif dan pembedahan harus dipertimbangkan.
Pada esotropia dengan sudut sangat besar (>30°), didapatkan data bahwa pembedahan
(resesi rektus medialis bilateral) dengan pemberian injeksi BT-A simultan intra-operatif pada
otot mata yang dibedah memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan prosedur
pembedahan tanpa injeksi BT-A. (Gambar 2a, 2b)
Gambar 2. (a) Esotropia dengan sudut sangat besar; (b) Enam hari setelah
pembedahan dilakukan bersamaan dengan pemberian BT-A. Mata memiliki
keejajaran yang baik.
Penggunaan BT-A pada eksotropia menunjukkan hasil yang kurang efektif
dibandingkan dengan kasus esotropia. Koreksi pembedahan memberikan hasil yang lebih
baik dibandingkan dengan injeksi BT-A (pada beberapa kasus injeksi diberikan berulang).
Botolinum Toksin tipe A juga dapat digunakan untuk meningkatkan hasil pembedahan
strabismus horisontal yang kurang sempurna. Biasanya sangat berguna pada eksotropia
koreksi berlebihan (overcorrected, esotropia konsekutif).
Injeksi BT-A final yang sukses (efek akhir) sering dapat diprediksi dari jumlah inisial
paralisis dan defisit pergerakan yang diproduksi oleh toksin (efek). Gomez de Liano
menemukan bahwa defisit pergerakan yang nyata (parilisa yang sukses) setelah injeksi BT-A
dihubungkan dengan hasil perbaikan kesegarisan mata yang baik pada 78% pasien, dan
defisit pergerakan yang buruk dihubungkan dengan hasil yang baik hanya pada 17% pasien
(p< 0.001). Pada studi lainnya juga ditemukan bahwa defisit pergerakan setelah injeksi BT-A
dapat mejnadi prediktor hasil akhir tatalaksana.
Esotropia dan eksotropia masa kanak-kanak
Banyak studi yang menunjukkan hasil baik pada esotropia masa kanak-kanak setelah
diinjeksi BT-A pada kedua otot rektus medialis. Anastesi generalisata sering diperlukan
untuk pasien injeksi BT-A dengan usia muda, walaupun beberapa klinisi biasanya
mempertimbangkan untuk melakukan injeksi BT-A pada pasien bayi dengan pemberian
anastesi topikal dalam bentuk tetes mata.
Injeksi BT-A pada otot rektus medialis bilateral pada kasus esotropia masa kanak-kanak
menunjukkan angka keberhasilan dengan rentang 58%-89%. Angka kesuksesan pembedahan
strabismus adalah pada batas atas rentang keberhasilan injeksi BT-A, sehingga ketika anastesi
generalisata dibutuhkan untuk injeksi BT-A, para klinisi sebagian besar akan memilih untuk
melakukan tindakan operasi pada pasien.
Pengunaan BT-A pada eksotropia masa kanak-kanak belum terlalu banyak diteliti,
namun angka kesuksesannya sekitar 45% atau lebih. BT-A diinjeksikan secara simultan ke
dalam kedua otot rektus lateralis.
Opini negatif tentang penggunaan BT-A pada pasien anak-anak banyak bermunculan.
Khusner membandingkan BT-A terhadap pembedahan dalam menatalaksanai esotropia
infantil pada komen editorial dan menyatakan bahwa prosedur pembedahan lebih superior.
Ing mempublikasikan data berdasarkan wawancara terhadap 12 pasien dan menyatakan
bahwa BT-A kurang efektif jika dibandingkan dengan pembedahan saat menatalaksanai
esotropia kongenital.
Penggunaan BT-A untuk strabismus infantil dan strabismus masa kanak-kanak telah
berkembang dalam 15 tahun terakhir. Beberapa peneliti menyatakan bahwa hasil penggunaan
BT-A ini sangat memuaskan. Tidak ada alasan yang jelas mengapa hasil ini tidak bias
dimunculkan pada pusat-pusat terapi lainnya.
Palsi atau paresis nervus kranialis enam
Ketika mempertimbangkan injeksi BT-A pada palsi nervus kranial enam sangat penting
untuk membedakan kasus akut dan akut, palsi nervus kranialis enam parsial atau komplit.
Definisi dibawah ini digunakan untuk memperjelas terminologi yang ada.
(1).Akut: onset baru;
(2).Kronik: durasi minimal 6 bulan;
(3).Parsial (paresis): rektus lateralis masih memiliki sedikit fungsi;
(4).Komplit atau total (palsi): rektus lateralis tidak memiliki fungsi.
Pada tulisan ini, paresis dan palsi secara sering dipergunakan sebagai sinomim yang kurang
tepat.
Kerusakan nervus enam akut
Peneliti penggunaan BT-A pada masa-masa awal penggunaannya menatalaksanai
paresis/palsi nervus enam akut dengan antusias, mereka percaya bahwa tatalaksana ini
mencegah kotraktur otot rektus medialis dan menghasilkan peningkatan kualitas perbaikan
pasien. Sebuah studi oleh Holmes dkk menunjukkan rerata penyembuhana kerusakan
traumatik nervus enam unilateral lebih tinggi dibandingkan dengan data yang pernah ditemui
sebelumnya, dimana 71% pasien dengan kerusakan nervus enam akut menunjukkan
penyembuhan spontan. Holmes juga menjelaskan bahwa 73% dari pasien dengan paresis
traumatic nervus enam yang ditatalaksanai dengan BT-A memiliki perbaikan kesegarisan
mata yang baik pasca injeksi, dimana hasil yang ditunjukkan secara statistik ini tidak berbeda
dengan kelompok pasien yang tidak ditatalaksanai dengan pemberian BT-A. Dengan adanya
temuan baru ini, maka hasil studi pada publikasi ilmiah yang dipublikasikan sebelumnya,
dimana menunjukkan angka kesuksesan tatalaksana BT-A harus dinterpretasikan dengan
lebih hati-hati.
Untuk pasien dengan kerusakan nervus enam akut akibat penyakit mikrovaskular atau
akibat penyebab lain yang tidak diketahui, Klinik Toksis pada Rumah Sakit Mata Moorfield
di London menemukan sekitar 80% pasien mengalami penyembuhan spontan, sementara dari
keseleuruhan pasien dengan tatalaksana BT-A 86% pasien mengalami penyembuhan.
Perbedaan ini tidak signifikan secara statistik, menunjukkan tatalaksana dengan BT-A
profilaktif pada kelompok pasien dengan kelainan ini tidak diperlukan.
Ada dua studi lanjutan mengenai manajemen kerusakan nervus enam akut pada
kelompok dengan prognosis yang lebih buruk yang memiliki penjelasan berbeda. Pada salah
satu studi, 8 pasien memiliki karsinoma nasofaringeal (KNF). Kelompok ini merupakan
pasien dengan kemungkinan memiliki neuropati nervus kranial lainnya (terutama cabang
pertama dari nervus trigeminal yang menyebabkan anastesi korneal), sindroma mata kering,
dan iskemik paska radioterapi yang memnyebabkan pembedahan strabismus menjadi lebih
berbahaya dan injeksi BT-A lebih bersahabat untuk dilakukan. Pada studi yang dilakukan ini,
3 dari 8 pasien mengalami perubahan kesegarisan mata dalam sudut 5°. Pada studi lain oleh
Wagner dkk, delapan pasien baik dengan tumor atau lesi vaskular yang menyebabkan
palsinervus enam mendapat injeksi 3 bulan setelah onset. Setengah dari pasien ini mengalami
perbaikan kesegarisan mata.
Kerusakan nervus enam kronik
Kelompok pasien ini adalah pasien dengan kerusakan akut yang tidak mengalami
perbaikan spontan dalam 6 bulan setelah onset. Sayangnya banyak penulis yang tidak
membedakan palsi kronik ini menjadi palsi parsial atau palsi total sebelum menentukan
keefektifan tatalaksana BT-A. Pada palsi komplit nervus enam akan ada kehilangan fungsi
dari dari rektus lateralis seperti pada saat BT-A diinjeksikan ke rektus medialis, sehingga
tidak ada tenaga perlawanan (tarikan dari arah berlawanan) untuk menarik otot yang
mengalami paralisa. Jika efek hanya sedikit maka akan muncul efek akhir dalam jumlah
sedikit atau tidak muncul sama sekali, sehingga dengan injeksi BT-A saja diperkirakan tidak
dapat memberikan efek pada palsi nervus enam. Untuk menentukan adanya palsi parsial atau
total dari nervus enam digunakan tes khusus – forceps force generation test dan pengukuran
velositas saccadic. Derajat defisit pergerakan bola mata atau sudut deviasi tidak dapat
dijadikan acuan pasti pada pasien.
Hasil studi pada kelompok pasien ini menunjukkan hasil yang bervariasi dari angka
kesuksesan rendah hingga angka kesuksesan yang tinggi. Pada kelompok terakir ini banyak
ditemukan keberhasilan terapi pasien dengan gangguan sudut kesegarisan mata yang besar
(>25°).
Palsi total nervus enam
Pemberian Botolinum Toksin tipe A secara tunggal tanpa terapi lainnya dianggap tidak
adekuat untuk memperbaiki efek palsi nervus enam. Namun jika dikombinasikan dengan
pembedahan transposisi (otot rektus superior dan rektus inferior ditransposisi pada batas atas
dan bawah otot rektus lateralis) untuk menyediakan tenaga pendorong lateral pada muskulus
rektus medialis yang telah dilumpuhkan sebelumnya dengan injeksi BT-A, hasil yang baik
sering ditemukan.
Ada 3 paper yang baik dan secara tidak langsung sama dengan topik ini. McManaway
dkk menemukan 6 pasien yang ditatalaksanai dengan BT-A dan dengan transposisi secara
keseluruhan tendon mengalami perbaikan kesegarisan mata sempurna atau hampir sempurna,
15-50° abduksi dan 40-100° rentang dari penglihatan tunggal (single vision). Rosenbaum dkk
menatalaksanai 10 pasien dan Flaunders dkk menatalaksanai 5 orang pasien, kedua peneliti
ini menemukan bahwa pasien mereka mengalami peningkatan lapang penglihatan mata
tunggal juuga disertai dengan peningkatan lapang abduksi pasien.
Walaupun terdapat prediktibilitas yang tinggi terhadap tatalaksana pada pasien dengan
tehnik ini, sebagaimana digambarkan pada studi yang dilakukan oleh tiga peneliti ini, tehnik
transposisi BT-A telah diganti oleh tehnik augmentasi transposisi tanpa BT-A dimana
prosedur penjahitan pada tehnik ini dilakukan dengan cara yang berbeda. Belum pernah
dilakukan uji klinis untuk menilai keefektifan dua metode ini.
Paresis atau palsi nervus empat
Tatalaksana untuk kelemahan kerja dari otot oblik superior akibat kerusakan nervus 4
biasanya melibatkan prosedur pembedahan untuk melemahkan kerja otot antagonis yang
berlebihan, yaitu otot oblik inferior. Pemberian Botolinum Toksin tipe A pada otot oblik
inferior dapat dipergunakan sebagai alternatif pembedahan. Karena letak dari otot oblik
inferior yang cukup dekat rektus inferior, injeksi BT-A harus dilakukan dengan bantuan
EMG untuk mendapatkan hasil yang presisi.
Pada studi yang dilakukan oleh Bousanti dkk, 20 dari 21 injeksi BT-A pada otot oblik
inferior secara teknis berhasil. Sekitar 60% pasien yang mengalami paresis nervus empat
mengalami perbaikan. Enam pasien dengan kerusakan nervus empat kronik yang berusia >70
tahun mengalami perbaikan, sementara 3 dari orang pasien yang berada pada usia <70 tahun
tidak mengalami perbaikan. Pada studi lainnya, 9 pasien dengan kerusakan nervus empat akut
mendapat injeksi BT-A dan 9 pasien tersebut mengalami perbaikan secara substansial. Studi
ini menunjukkan bahwa tehnik ini dapat dilakukan dan aman untuk dilakukan; namun, hasil
ini tidak dibandingkan dengan perjalanan alamiah pada pasien yang memiliki keluhan serupa.
Walaupun studi telah dilakukan, penggunaan BT-A untuk tatalaksana kerusakan nervus
empat ini masih kurang popular, bahkan di kalangan penyedia tatalaksana BT-A.
Penyakit Mata Tiroid (PMT)
Secara tradisional, kecuali jika terdapat resiko terhadap kerusakan nervus optikus atau
kornea, pasien dengan penyakit mata tiroid di tatalaksanai secara medis hingga kelainan
memberat, sebelum opsi pembedahan dipertimbangkan. Selama periode ini, pasien harus
menahan kondisi dimana wajah pasien nampak seperti selalu marah karena adanya retraksi
kelopak mata.
Botolinum Toksin tipe A menunjukkan keefektifannya untuk mengoreksi retraksi
kelopak mata atas selama stadium inflamasi akut. Pada sebuah studi prospektif menunjukkan
17 dari 18 pasien (94%) mengalami reduksi jarak reflex marginal dengan injeksi BT-A,
sementara studi lain menunjukkan 15 dari 17 kelopak mata mengalami perbaikan, dengan 13
kelopak mata atas pasien kembali pada posisi normal. Pasien yang tidak mengalami
perbaikan telah mengalami retraksi kelopak mata dengan durasi >2 tahun. Injeksi
pengulangan BT-A setiap 3 bulan dapat diperlukan. Hasil temuan studi ini juga didukung
oleh studi lain yang menunjukkan bahwa pada 15 pasien (21 kelopak mata), kecuali satu
orang pasien, mengalami perbaikan dengan reduksi dari fisura palpebral setelah injeksi BT-A
untuk kasus retraksi kelopak mata distiroid. Dari studi terakhir ini dilaporkan bahwa terdapat
komplikasi sementara pada 3 pasien berupa ptosis dan diplopia vertikal pada dua pasien yang
berlangsung kurang dari satu bulan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa injeksi BT-A dapat
dipertimbangkan untuk menjadi modalitas sementara sebelum stabilitas untuk dilakukan
pembedahan didapatkan. Pada pengalaman penulis cukup sulit untu mendapatkan hasil yang
baik dengan injeksi BT-A sebagaimana dijelaskan diatas, walaupun telah dilakukan
pemilihan pasien berdasarkan kriteria yang dipergunakan pada studi di atas dan
menggunakan tehnik injeksi yang sama.
Botolinum Toksin tipe A digunakan untuk menatalaksanai diplopia pada penyakit mata
tiroid, walaupun literatur yang dipublikasikan mengenai topik ini terbatas jumlahnya. Sebuah
studi yang dilakukan oleh Dunn dkk melaporakna bahwa dari delapan pasien dengan penyakit
mata tiroid yang ditatalaksanai dengan BT-A, seluruh pasien menunjukkan perbaikan dari
deviasi dan empat pasien tidak mengalami diplopia. Pada kelompok ini, tujuh pasien
mengalami penyakit mata tiroid dengan durasi <8 bulan. Studi oleh Dunn dkk ini
menunjukkan bahwa injeksi BT-A dapat dilakukan pada pasien dengan penyakit mata tiroid
yang enggan menunggu proses perjalanan penyakit alamiah mereka. Pengalaman tatalaksana
pada Rumah Sakit Moorfield menunjukkan hasil yang kurang memuaskan, sementara pada
klinikUCSD (San Diego) menunjukkan hasil yang lebih menjanjikan (data berdasarkan
komunikasi personal).
Penggunaan BT-A secara kronik
Sebagaimana diketahui bahwa efek dari kerja BT-A biasanya akan mulai menghilang
setelah 8-12 minggu pasca injeksi, jika efek akhir yang diperoleh tidak adekuat, maka injeksi
pengulangan BT-A pada pasien dapat dipertimbangkan kembali karena prosedurnya yang
sederhana dank arena pasien memilih untuk dilakukan prosedur ini. Studi terhadap 95 orang
pasien yang telah mengikuti paling tidak 8 injeksi BT-A untuk strabismus menunjukkan
bahwa diperlukan injeksi berulang seiring dengan perjalanan waktu dan yang penting adalah
tidak ditemukan efek samping yang berhubungan dengan durasi jangka panjang injeksi BT-
A. Tatalaksana dengan injeksi BT-A jangka panjang merupakan tatalaksana yang sesuai
untuk pasien strabismus yang tidak ingin mengikuti prosedur pembedahan.
Komplikasi tatalaksana BT-A
Sumber terbaik mengenai informasi ini adalah dari informasi produk pada Botox® (yang
disediakan oleh Allergan; penulis yang tidak disebutkan). Informasi produk ini mengandung
data yang tidak terpublikasi yang dikumpulkan oleh investigator sebelum adanya persetujuan
dari Otoritas Marketing Makanan dan Obat. Komplikasi pada 2058 pasien dewasa yang
menerima total 3.650 injeksi BT-A transkonjungtiva untuk strabismus horisontal adalah:
Ptosis (16%), strabismus vertikal didapat (17%) dan disorientasi spasial sekunder terhadap
diplopia atau posisi mata sebelum injeksi (tidak ada data persentase yang diberikan). Pada
basis dari data ini diperkirakan bahwa sebaiknya injeksi dari BT-A tidak diberikan pada
pasien dengan mata yang tidak dapat di-patch dan fungsi mata sufisien.
Ptosis
Ptosis merupakan komplikasi umum yang tidak diinginkan pada injeksi BT-A. Kondisi
ini diperkirakan akibat adanya kebocoran dari BT-A melalui septum orbital menuju otot
levator palpebral (LPS), menyebabkan paralisa otot ini dan menyebabkan ptosis kelopak mata
bagian atas. Komplikasi ini sering muncul pada injeksi otot rektus superior (38%) dan jarang
terlihat pada injeksi rektus inferior (<1%). Ptosis juga dapat dilihat pada injeksi rektus
horisontal dimana ptosis terlihat pada 53% pasien dan ptosis secara jelas diobservasi pada
21% pasien. Pada sebuah seri studi 5587 injeksi pada otot horisontal pada 3104 pasien,
informasi produk yang disediakan oleh Botox® menunjukkan rerata ptosis persisten sekitar
0.3%. Memposisikan pasien untuk berdiri segera setelah injeksi BT-A dapat mengurangi
kejadian ptosis.
Hipertropia didapat
Deviasi vertikal didapat yang mengikuti injeksi BT-A pada otot horisontal yang
kemungkinan disebabkan karena kebocoran dari toksin ini mengenai bagian oblik superior
ataupun oblik inferior. Berbagai studi menunjukkan angka insiden yang berbeda terhadap
kejadian deviasi vertikal sementara yaitu dengan rentang 11-78%. Ketika semua literatur
yang dipublikasikan dievaluasi, hipertropia jangka panjang atau hingga hipertropia permanen
ditemukan pada 3% injeksi namun terdapat banyak variasi dan sebagian besar peneliti
melaporkan sebanyak 0%. Pada sebuah seri studi 3.104 pasien, informasi produk yang
disediakan oleh Botox® deviasi vertikal 1° pada 2.1% pasien.
Komplikasi mengancam penglihatan
Pada sebuah seri studi dari 5587 inejksi pada otot horisontal pada 3104 pasien,
informasi produk yang disediakan oleh Botox® menunjukkan sejumlah komplikasi
mengancam penglihatan. Perforasi sclera muncul pada 9 pasien (0.002%), dimana satu pasien
mengalami perdarahan vitreus yang mengalami penyembuhan spontan. Tiga dari sembilan
pasien ini membutuhkan terapi baik krioterapi atau terapi laser dan 6 pasien tidak
ditatalaksanai. Tidak ada ablasio retina atau kehilangan penglihatan yang muncul pada seri
studi ini. Perdarahan retrobulbar ditemukan pada 16 pasien dan satu pasien memerlukan
dekompresi darurat dari orbita untuk mengembalikan sirkulasi retina. Tidak ada pasien yang
mengalami kehilangan penglihatan yang permanen. Satu kasus iskemik segmen anterior
ditemukan namun hasil penglihatan pada pasien ini tidak dijelaskan. Komplikasi serius yang
mengancam penglihatan ini meningkat resikonya setiap 300 injeksi BT-A.
Pengalaman dari Klinik Toksin pada Moorfield menunjukkan angka yang berbeda.
Komplikasi mengancam penglihatan diobservasi pada sekitar 1 pasien setiap 5000 injeksi
(data berdasarkan komunikasi personal).
Data sebelumnya kemungkinan merujuk pada rerata komplikasi setelah injeksi oleh ahli
berpengalaman.
Injeksi BT-A intraokular inadversi
Satu laporan kasus intraokular inadversi dari injeksi BT-A dengan komplikasi lepasnya
perlekatan retinal inferonasal bulosa yang membutuhkan tatalaksana dengan laser di
sepanjang robekan retina. Pada kasus ini terjadi kelihangan penglihatan pada tahap awal,
namun setelah dua hari penglihatan kembali menjadi 6/6 dan bertahan stabil hingga 5 tahun.
Insiden ini mendukung studi pada hewan yang mengindikasikan bahwa injeksi BT-A
intravitreal tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan intraokular.
Tilikan masa depan
Botolinum Toksin tipe A telah dipergunakan selama 20 tahun untuk menatalaksanai
berbagai macam tipe dari strabismus. Tatalaksana ini bermanfaat sebagai tambahan terhadap
armanmentarium teraupetik pada ahli mata dan terutama pada ahli strabismus. Namun
sayangnya belum ada studi prospektif dengan blinding untuk menentukan peran pasti dari
injeksi BT-A pada berbagai macam tipe dari strabismus, dan sebgain besar dari praktek yang
dilakukan saat ini didasari oleh anekdot dan studi observasi retrospektif yang jumlahnya
sedikit. Studi prospektif yang didisain baik dan terkontrol diperlukan secara inisial untuk:
(1).Mengkonfirmasi tipe strabismus yang memberikan hasil data preeleminer efektif
terhadap injeksi BT-A, terutama untuk esotropia sudut kecil karena penyebab
apapun dan palsi nervus empat;
(2).Mengidentifikasi tipe strabismus yang sulit untuk dilakukan pembedahan atau hasil
akhirnya sulit diprediksi (terutama pada penyakit mata tiroid dan pada pasien
dengan pembedahan strabismus sebelumnya) dan kemudian melakukan kajian peran
potensial BT-A pada kelompok pasien ini;
(3).Membandingkan hasil akhir dari tehnik transposisi augmentasi dengan BT-A dan
tehnik augmentasi dengan jahitan tambahan pada pasien dengan palsi nervus enam.
LAPORAN ANALISA JURNAL READING
Jurnal yang dipilih untuk dianalisa merupakan review artikel, sehingga mungkin terjadi kesulitan untuk menilai dengan menggunakan alat
penilaian yang telah diberikan.
No Keterangan Halaman dan penjelasan
Topik
Judul dan abstrak 1 a. Menjelaskan tujuan, metode,
hasil penelitian
b.Memberikan ringkasan yang
informatif dan seimbang atas
apa yang dilakukan dan apa
yang ditemukan
Tidak, pada abstrak tidak dijelaskan tujuan, metode, hasil penelitian,
karena jurnal inimerupakan review artikel, bukan merupakan suatu
jurnal penelitian.
Ya, Pada abstrak dijelaskan awal secara ringkas mengenai Botolinum
Toksin tipe A (BT-A), penggunaannya dalam strabismus, alasan
pemilihan penggunaan BT-A dibandingkan tatalaksanan pembedahan,
keamanan penggunaan serta efek samping yang timbulkan.
Introduksi
Latar belakang 2 Menjelaskan latar belakang yang
ilmiah dan rasional mengapa
penelitian perlu dilakukan
Tidak, pada pendahuluan atau latar belakang tidak dijelaskan
mengenai alasan dilakukannya oenelitian, karena jurnal ini merupakan
review artikel, bukan merupakan suatu jurnal penelitian. Pada artikel
dijelaskan mengenai sejarah penggunaan BT-A untuk tatalaksana
strabismus, pusat yang menggunakan tatalaksana ini dan penjelasan
secara singkat mengenai prosedur tatalaksana dengan BT-A.
Tujuan 3 Menentukan tujuan spesifik,
termasuk hipotesis yang diajukan
Tidak, pada abstrak tidak dijelaskan tujuan dan hipotesis penelitian,
karena jurnal ini merupakan review artikel, bukan merupakan suatu
jurnal penelitian. Jurnal ini hanya menjelaskan mengenai penggunaan
BT-A dan data statistik dari penggunaannya.
Metodelogi penelitian
Populasi 4 Menjelaskan bagaimana populasi
ditentukan
Populasi tidak dijelaskan oleh pembuat artikel. Pembuat artikel
menjelaskan mengenai data pasien yang diperoleh didapatkan dari
hasil studi sebelumnya namun tidak dijelaskan secara nyata dalam
artikel, hanya ditampilkan ketika membahas statistik penggunaan BT-
A. Selain itu data pasien (statistik) juga diperoleh dari beberapa pusat
penatalaksanaan dengan BT-A. Pada artikel tidak dicantumkan
rentang waktu data statistik diambil. Penulis artikel tidak menjelaskan
mengapa memilih literatur-literatur tertentu dan pusat pelayanan BT-
A yang dipergunakan dalam penjelasan data statistik dalam review
artikel. Penulis tidak menjelaskan cara membandingkan hasil
penelitian yang ada dalam artikel.
Subyek penelitian 5 Kriteria subyek penelitian
Besar sampel 6 Menjelaskan kriteria penentuan
sampel minimal yang diperlukan
untuk menghasilkan kekuatan
penelitian
Prosedur penelitian 7 Menjelaskan secara rinci dan
sistematik prosedur penelitian
(teknik pengambilan data)
Rancangan
penelitian
8 Menjelaskan rancangan penelitian
Teknik analisa data 9 Teknik analisa data yang
digunakan untuk membandingkan
hasil penelitian
Hasil
Alur penelitian 10 Menjelaskan waktu penelitian Penulis tidak menjelaskan rentang waktu data yang dipergunakan
dalam artikel review. Outcome dari hasil studi literatur dijelaskan
dalam persentase dibandingkan dengan hasil studi dari literatur lain.
Outcome dan
estimasi penelitian
11 Untuk outcome hasil penelitian
Diskusi
Interpretasi 12 Interpretasi hasil Interpretasi hasil hanya dibandingkan hasil penelitian yang telah ada
sebelumnya (berdasarkan studi literatur), sehingga diperoleh hasil
mengenai angka keberhasilan terapi, angka kemunculan komplikasi,
kemudian dibahas mengapa kira-kira terapi ini menjadi efektif atau
tidak efektif, serta mengapa terjadi komplikasi yang ada.
Generalizability 13 Apa hasil bisa digeneralisasikan
di masyarakat
Masyarakat dapat memilih antara terapi injeksi BT-A atau
pembedahan pada kasus strabismus, namun hal ini hanya dapat
dilakukan jika telah ada pelayanan kesehatan mata yang mendukung
untuk memberikan terapi BT-A.
Overall evidence 14 Interpretasi umum terhadap hasil
dalam konteks penelitian
Penelitian ini menggunakan literatur dan data penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya sebagai bukti yang menguatkan bahwa
penggunaan terapi BT-A pada strabismus adalah aman dan memiliki
angka keberhasilan yang cukup baik.
Kelebihan Review Artikel:
1. Review artikel ini menjelaskan dengan baik dan ringkas mengenai penggunaan
Botolinum Toksin tipe A pada abstrak.
2. Pada bagian awal review, penulis menjelaskan terlebih dahulu mengenai strabismus dan
penatalaksanannya.
3. Pada setiap penjelasan penggunaan Botolinum Toksin tipe A untuk setiap kasus yang ada,
penulis menyertakan data statistik mengenai keberhasilan terapi.
4. Penulis memberikan saran mengenai masalah yang harus diteliti di masa selanjutnya.
Kekurangan Review Artikel:
1. Penulis hanya menggunakan data dari beberapa pusat penatalaksaan injeksi Botolinum
Toksin tipe A, sehingga angka keberhasilan, kegagalan dan komplikasi yang dicantumkan
dalam artikel masih kurang menggambarkan keadaan populasi secara umum.
2. Pada artikel tidak dicantumkan mengenai penggunaan dosis Botolinum Toksin yang
sesuai untuk setiap kasus yang dijabarkan.