BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah (Mansjoer,
2000). Hipertensi tak ubahnya bom waktu. Dia tak mengirimkan sinyal-sinyal
bahaya terlebih dahulu. Vonis sebagai pengidap tekanan darah tinggi datang
begitu saja. Karena tak mengirimkan alarm bahaya, orang kerap
mengabaikannya. Hipertensi kini ditengarai sebagai penyebab utama stroke dan
jantung. Di Indonesia, satu dari setiap lima orang menderita tekanan darah tinggi,
dan sepertiganya tidak menyadarinya. Padahal, sekitar 40 % kematian di bawah
usia 65 tahun bermula dari tekanan darah tinggi. Penyakit ini sudah jadi epidemi
di zaman modern, menggantikan wabah kolera dan TBC di zaman dulu. Orang
juga sering tidak sadar dengan karakter penyakit ini yang timbul tenggelam.
Ketika si penderita hipertensi dinyatakan bisa berhenti minum obat karena
tekanan darahnya sudah normal, dia sering menganggap kesembuhannya
permanen (Anonymous, 2007).
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai komplikasi. Namun, hal itu bisa dicegah bila penderita hipertensi
melakukan pengobatan teratur sesuai dengan jadwal. Menurut Suhardjono,
kebanyakan penderita hipertensi tidak merasakan gejala yang berarti, sebagian
besar dari mereka datang dalam kondisi stadium lanjut. Hipertensi merupakan
1
penyakit yang memerlukan penanganan jangka panjang bahkan hingga seumur
hidup. Penanganan tersebut kerap kali melibatkan konsumsi obat dalam jangka
panjang agar tekanan darah tetap terkontrol dan hipertensi bisa dikendalikan
(Anonymous, 2007).
Peran hipertensi terhadap kejadian stroke, pengendalian hipertensi untuk
pencegahan stroke, serta terapi hipertensi pada stroke akut. Untuk itu penanganan
stroke tidak bisa hanya dengan satu disiplin ilmu, perlu melibatkan banyak
disiplin ilmu (Anonymous, 2007).
Di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Subang, pada bulan
Januari tahun 2009 pasien stroke yang dirawat inap sebanyak 55 orang. Stroke
merupakan masalah serius karena dapat menyebabkan kematian, kecacatan, dan
biaya yang dikeluarkan sangat besar. Karena itu, perlu usaha pencegahan untuk
terjadinya stroke primer maupun stroke sekunder (stroke ulang). Salah satu upaya
untuk meminimalisasi serangan stroke adalah dengan meningkatkan pengetahuan
pasien yang berdampak pada pembentukan perilaku kesehatan. Kurangnya
pengetahuan pasien tentang hipertensi dan stroke menyebabkan pasien hipertensi
kurang bisa menjaga kesehatan, cara mengkonsumsi obat, dan menjalani gaya
hidup sehat agar tidak terjadi serangan stroke secara mendadak (Anonymous,
2001).
Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Subang tahun 2008
sebanyak 355 penderita hipertensi yang pemah berobat maupun menjalani rawat
inap di ruang perawatan. Dari hasil pendataan pada tanggal 23 November 2008
terhadap 37 pasien hipertensi yang dirawat di ruang penyakit dalam Rumah Sakit
2
Umum Daerah Unit Swadana Subang, diketahui bahwa mayoritas dari mereka
tidak mengetahui tentang salah satu komplikasi akibat hipertensi yaitu stroke dan
bagaimana menanganinya bahkan tidak sedikit dari mereka menganggap bahwa
penyakit stroke tidak dapat disembuhkan. Dari uraian di atas, maka penulis
tertarik dan ingin melakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan pasien
hipertensi dalam upaya meminimalisasi serangan stroke di Ruang Panyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Subang.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka dalam penelitian ini
rumusan masalahnya adalah : " Bagaimanakah tingkat pengetahuan pasien
hipertensi dalam upaya meminimalisasi serangan stroke di Ruang Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Subang?"
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan
pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi serangan stroke di Ruang
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Subang.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi
serangan stroke pada tingkatan tahu.
b. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi
serangan stroke pada tingkatan memahami.
3
c. Mengetahui pengetahuan pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi
serangan stroke pada tingkatan aplikasi.
D. Manfaat Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang dapat diperoleh mengenai tingkat pengetahuan
pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi serangan stroke, yaitu:
1. Bagi Peneliti
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan dan
dijadikan sebagai bekal ilmu yang kelak dapat diterapkan dalam praktek
asuhan keperawatan.
2. Bagi Rumah Sakit
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh
pihak rumah sakit dalam memberikan pelayanan yang lebih optimal terhadap
pasien khususnya pada pasien hipertensi.
3. Bagi STIKes Indramayu
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan
referensi sebagai sumber informasi dan data dasar pada penelitian selanjutnya
yang berkaitan dengan hipertensi.
4. Bagi Perawat
Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
sumber pengetahuan yang diharapkan dapat memberikan dorongan bagi
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien hipertensi.
4
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibatasi pada pengetahuan pasien
hipertensi yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah Subang yang
meliputi tingkatan: tahu, memahami, dan mengaplikasi. Penelitian ini dilakukan
pada bulan November 2008. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
deskriptif dengan variabel tunggal yaitu pengetahuan pasien hipertensi dalam
upaya meminimalisasi serangan stroke. Populasi penelitian adalah seluruh pasien
yang dirawat di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Subang pada
bulan Nopember 2008. Instrumen penelitian ini menggunakan kuesioner dengan
pertanyaan yang bersifat tertutup.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengetahuan
1. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata
dan telinga (Notoatmodjo, 2003).
2. Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6
tingkatan sebagai yaitu tahu (know); memahami (comprehension), aplikasi
(application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi
(evaluation) (Notoatmodjo, 2003).
Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. Contoh : dapat menyebutkan
pengertian penyakit hipertensi dan stroke (Notoatmodjo, 2003).
6
Memahami, diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan
secara benar obyek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu obyek atau
materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya. Misalnya dapat menjelaskan mengapa penderita
hipertensi dapat menyebabkan stroke (Notoatmodjo, 2003).
Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan metode
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Misalnya
pasien hipertensi melakukan tindakan yang mengarah pada upaya untuk
meminimalisasi serangan stroke (Notoatmodjo, 2003).
Analisis, adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat
menggambarkan (membuat bagan) membedakan antara penyakit hipertensi
dengan penyakit stroke dan sebagainya, memisahkan, mengelompokkan dan
sebagainya (Notoatmodjo, 2003).
Sintesis, menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan,
dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-
rumusan yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).
7
Evaluasi, ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian ini
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan
kriteria-kriteria yang ada. Misalnya, dapat membandingkan antara pasien
hipertensi yang mengalami stroke dan pasien hipertensi yang tidak
mengalami stroke, dapat menafsirkan manfaat untuk melakukan tindakan
meminimalisasi serangan stroke (Notoatmodjo, 2003)
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan.
Menurut Notoatmodjo (2003), beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan seseorang yaitu umur, pendidikan, dan sosial ekonomi.
Umur, berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan karena
kemampuan mental yang diperlukan untuk mempelajari dan menyusun diri
pada situasi-situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu yang pemah
dipelajari, penalaran analogi, dan berpikir kreatif dan bisa mencapai
puncaknya (Hurlock, 1993) dalam Notoatmodio, 2003.
Pendidikan, merupakan faktor lain yang mempengaruhi pengetahuan
seperti sumber informasi, dan pengalaman. Menurut Notoatmodjo (2003)
menyatakan bahwa pendidikan memberikan suatu nilai-nilai tertentu -bagi
manusia, terutama dalam membukakan pikirannya serta menerima hal-hal
baru. Pengetahuan juga diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat
dan mendengar radio, melihat telivisi. Selain itu pengetahuan diperoleh
sebagai akibat pengaruh dari hubungan orang tua, kakak-adik, tetangga,
kawan-kawan dan lain-lain.
8
Sosial ekonomi, mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku
seseorang di bidang kesehatan, sehubungan dengan kesempatan memperoleh
informasi karena adanya fasilitas atau media informasi. Banyak wanita
menengah dan golongan atas yang walaupun menjadi ibu dan pengatur rumah
tangga tetapi tidak mau pasif, tergantung, dan tidak berkorban diri secara
tradisional (Notoatmodjo, 2003).
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan secara langsng dan
tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan dengan mengajukan
beberapa pertanyaan terhadap suatu obyek kepada responden. Secara tidak
langsung dengan cara menyebarkan beberapa pertanyaan atau kuesioner
tentang materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden
dengan pilihan benar dan salah (Notoatmodjo, 2003).
5. Proses Adopsi Pengetahuan
Pengetahimn atau kognitif, merupakan domain yang sangat penting
dalam membentuk tindakan seseorang. Menurut Penelitian Rogers (1974)
mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi pengetahuan, di dalam
diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : Awareness
(kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus
(obyek) terlebih dahulu; Interst, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus;
Evaluation,(menimbangnimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi
dirinya); Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru; Adaption, subyek
telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya
9
terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).
B. Pengetahuan tentang Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik 140 mmHg dan tekanan
darah diastolik 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi
(Mansjoer, 2000).
2. Penyebab
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,
yaitu : hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Mansjoer, 2000).
Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 95% kasus.
Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan,,
hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin, defek dalam
ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler, dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko, seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisetemia
(Mansjber, 2000).
Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5% kasus.
Penyebab spesifiknya, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan, dan lain-lain (Mansjoer, 2000).
10
3. Tanda dan gejala
Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya
gejala. Dengan demikian, gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada
ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah
sakit kepala, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkung, sukar tidur,
mata berkunangkunang, dan pusing (Mansjoer, 2000).
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bqrtujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, kolesterol HDL, dan EKG). Dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti
klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan
ekokardiografi (Mansjoer, 2000).
Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran,
hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih pengukuran pada
kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-
gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien
duduk bersandar, setelah beristirahat selama 5 menit, dengan ukuran
pembungkus lengan yang sesuai (menutupi 80% lengan). Tensimeter dengan
air raksa masih tetap dianggap alat pengukur yang terbaik (Mansjoer, 2000).
Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit
jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskular, dan lainnya
11
(Mansjoer, 2000).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali
atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan
kontralateral. Dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien. Kemudian
dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati
hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari bising karotid, pembesaran
vena, atau kelenjar tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan irama dan denyut
jantung, pembesaran ukuran, bising, derap, dan bunyi jantung ketiga atau
empat. Paru diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan
abdomen dilakukan untuk mencari adanya massa, pembesaran ginjal, dan
pulsasi aorta yang abnormal. Pada ekstremitas dapat ditemukan pulsasi arteri
perifer yang menghilang, edema, dan bising. Dilakukan juga pemeriksaan
neurologi (Mansjoer, 2000).
4. Klasifikasi Krisis Hipertensi
Secara praktis krisis hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan
perioritas pengobatan, sebagai berikut : Hipertensi emergensi (darurat)
ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg, disertai kerusakan berat dari
organ sasaran yag disebabkan oleh satu atau lebih penyakit/kondisi akut.
Keterlambatan pengobatan akan menyebebabkan timbulnya sequele atau
kematian. TD harus diturunkan sampai batas tertentu dalam satu sampai
beberapa jam. Penderita perlu dirawat di ruangan intensive care unit atau
(ICU). Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan
tanpa kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus
12
diturunkan dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi
parenteral (Madjid, 2004).
Dikenal beberapa istilah berkaitan dengan krisis hipertensi antara lain :
Hipertensi refrakter : respons pengobatan tidak memuaskan dan TD >
200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif (triple
drug) pada penderita dan kepatuhan pasien. Hipetensi akselerasi : TD
meningkat (Diastolik) > 120 mmHg disertai dengan kelainan funduskopi KW
III. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase maligna. Hipertensi maligna :
penderita hipertensi akselerasi dengan TD Diastolik > 120 – 130 mmHg dan
kelainan funduskopi KW IV disertai papiledema, peniggian tekanan
intrakranial kerusakan yang cepat dari vaskular, gagal ginjal akut, ataupun
kematian bila penderita tidak mendapat pengobatan. Hipertensi maligna,
biasanya pada penderita dengan riwayat hipertensi essensial ataupun sekunder
dan jarang terjadi pada penderita yang sebelumnya mempunyai TD normal.
Hipertensi ensefalopati : kenaikan TD dengan tiba-tiba disertai dengan
keluhan sakit kepala yang sangat, perubahan kesadaran dan keadaan ini dapat
menjadi reversible bila TD diturunkan (Madjid, 2004).
Tingginya TD yang dapat menyebabkan kerusakan organ sasaran tidak
hanya dari tingkatan TD aktual, tapi juga dari tingginya TD sebelumnya,
cepatnya kenaikan TD, bangsa, seks dan usia penderita. Penderita hipertensi
kronis dapat mentolelir kenaikan TD yang lebih tinggi dibanding dengan
normotensi, sebagai contoh : pada penderita hipertensi kronis, jarang terjadi
hipertensi ensefalopati, gangguan ginjal dan kardiovaskular dan kejadian ini
13
dijumpai bila TD Diastolik > 140 mmHg. Sebaliknya pada penderita
normotensi ataupun pada penderita hipertensi baru dengan penghentian obat
yang tiba-tiba, dapat timbul hipertensi ensefalopati demikian juga pada
eklampsi, hipertensi ensefalopati dapat timbul walaupun TD 160/110 mmHg
(Madjid, 2004).
5. Patofisiologi Hipertensi
Ada 2 teori yang dianggap dapat menerangkan timbulnya hipertensi
ensefalopati yaitu : Teori “Over Autoregulation” Dengan kenaikan TD
menyebabkan spasme yang berat pada arteriole mengurangi aliran darah ke
otak (CDF) dan iskemi. Meningginya permeabilitas kapiler akan
menyebabkan pecahnya dinding kapiler, udema di otak, petekhie, pendarahan
dan mikro infark. Teori “Breakthrough of Cerebral Autoregulation” bila TD
mencapai threshold tertentu dapat mengakibtakan transudasi, mikoinfark dan
oedema otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole (Madjid, 2004).
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg,
sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120
mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan
batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD
menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak
(Madjid, 2004).
14
C. Pengetahuan tentang Stroke
1. Pengertian
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
neurologis yang utama di Indonesia. Serangan otak ini merupakan
kegawatdaruratan medis yang harus ditangani secara cepat, tepat dan cermat.
Stroke adalah sindrom klinis yang awal tumbulnya mendadak, progesi
cepat, berupa defisit neurologis lokat dan atau global, yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata
disebabkan oleh gangguan perdarahan otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
2. Penyebab
Sel-sel darah merah tidak dapat sampai ke jaringan otak ketika
pembuluh darah otak menjadi tersumbat (ischemic stroke) atau pecah
(hemorrhagic stroke). Secara sederhana, stroke terjadi jika aliran darah ke
otak terputus. Otak kita sangat tergantung pada pasokan darah yang
berkesinambungan, yang dialirkan oleh arteri (pembuluh nadi). Beberapa
penyebab timbulnya stroke yaitu infrak otak, perdarahan intraserebral,
perdarahan subaraknoid, trombosis sinus dura, diseksi arteri karotis atau
vertebralis, vaskulitis sistem saraf pusat, penyakit moya-moya (oklusi arteri
besar intracranial yang progresif), migren, kondisi hiperkoagulasi, dan
penyalahgunaan obat (kokain atau amfetamin) (Mansjoer, 2000).
15
3. Klasifikasi Stroke
Ada beberapa tipe stroke yaitu:
a. Thrombotic Stroke terjadi bila ada bekuan darah (thrombus) yang
terbentuk di dalam arteri dan menghambat aliran darah ke otak.
b. Embolic Stroke, terjadi bila ada sebuah bekuan darah atau sebagian dari
plak, yang terbentuk dalam pembuluh darah lain di tubuh, kemudian
terpecah dan mengalir ke pembuluh darah otak. Pecahan ini yang
akhirnya menyumbat sebuah arteri di dalam otak.
c. Lacunar Stroke disebabkan adanya blokade atau sumbatan pada beberapa
pembuluh darah kecil di dalam otak.
d. Cerebral Hemorrhage, terjadi bila arteri di otak pecah yang menyebabkan
sel darah keluar dari pembuluh darah. Stroke jenis ini tidak ditandai
dengan gejala awal (terjadi secara tiba-tiba). Biasanya terjadi akibat dari
tekanan darah yang tinggi. Dapat juga terjadi karena adanya kelainan
bawaan pada pembuluh darah.
4. Tanda dan gejala
Gejala stroke bervariasi tergantung dari bagian otak yang terserang serta
seberapa luas kerusakannya. Gejala-gejalanya antara lain; Sakit kepala yang
hebat tanpa sebab yang jelas Merasa lemas, mati rasa (baal), atau kesemutan
pada wajah, lengan, ataupun tungkai, terutama pada satu sisi tubuh saja, kiri
atau kanan Kesulitan berjalan, pusing, serta hilang keseimbangan dan
koordinasi gerak Kesulitan atau ketidakmampuan berbicara atau mengerti
sesuatu; Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur di salah satu atau
16
kedua mata; Perubahan kepribadian atau terjadi kebingungan; Kesulitan
menggerakkan otot seperti mengunyah, menggerakkan tangan ataupun kaki;
Tidak bisa mengontrol buang air besar dan buang air kecil; Hilang kesadaran
(pingsan);
Gejala awal sebelum terjadi stroke yang sebenarnya disebut sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA). TIA terjadi bila suplai darah ke otak
berkurang untuk waktu singkat yang hanya menyebabkan kerusakan
sementara. TIA kadang sering disebut ministroke karena gejalanya sama
dengan stroke tetapi gejala hilang dalam beberapa menit sampai beberapa
jam.
D. Peran Hipertensi Dalam Patogenesis Stroke
Orang normal mempunyai suatu sistem autoregulasi arteri serebral. Bila
tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral menjadi vasospasme
(vasokonstriksi). Sebaliknya, bila tekanan darah sistemik menurun, pembuluh
serebral akan menjadi vasodilatasi. Dengan demikian, aliran darah ke otak tetap
konstan: Walaupun terjadi penurunan tekanan darah sistemik sampai 50 mmHg,
autoregulasi arteri serebral masih mampu memelihara aliran darah ke otak tetap
normal. Batas atas tekanan darah sistemik yang masih dapat ditanggulangi oleh
autoregulasi adalah 200 mmHg untuk tekanan sistolik dan 110-120 mmHg untuk
tekanan diastolik (Haryono, 1999).
Ketika tekanan darah sistemik meningkat, pembuluh serebral akan
berkonstriksi. Derajat konstriksi tergantung pada peningkatan tekanan darah. Bila
tekanan darah meningkat cukup tinggi selama berbulan-bulan atau bertahun--
17
tahun, akan menyebabkan hialinisasi pada lapisan otot pembuluh serebral.
Akibatirya, diameter lumen pembuluh darah tersebut akan menjadi tetap. Hal ini
berbahaya karena pembuluh serebral tidak dapat berdilatasi atau berkonstriksi
dengan leluasa untuk mengatasi fluktuasi dari tekanan darah sistemik. Bila terjadi
penurunan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi ke jaringan otak tidak
adekuat. Hal ini akan mengakibatkan iskemik serebral. Sebaliknya, bila terjadi
kenaikan tekanan darah sistemik maka tekanan perfusi pada dinding kapiler
menjadi tinggi. Akibatnya, terjadi hiperemia, edema, dan kemungkinan
perdarahan pada otak (Haryono, 1999)
Pada hipertensi kronis dapat terjadi mikroaneurisma dengan diameter 1
mm. Mikroaneurisma ini dikenal dengan aneurisma dari Charcot-Bouchard dan
terutama terjadi pada arteria lentikulostriata. Pada lonjakan tekanan darah
sistemik, sewaktu orang marah atau mengejan, aneurisma bisa pecah. Hipertensi
yang kronis merupakan salah satu penyebab terjadinya disfungsi endotelial dari
pembuluh darah,(Haryono, 1999).
Pada keadaan normal, endotelial menunjukkan fungsi dualistik. Sifat ini
secara simultan mengekspresikan dan melepaskan zat-zat vasokonstriktor
(angiotensin II, endotelin-I, tromboksan A-2, dan radikal superoksida) serta
vasodilator (prostaglandin dan nitrit oksida). Faktor-faktor ini menyebabkan dan
mencegah proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah secara seimbang.
Keseimbangan antara sistem antagonis ini dapat mengontrol secara optimal
fungsi dinding pembuluh darah. Akibat disfungsi endotel, terjadi vasokonstriksi,
proliferasi sel-sel otot polos pembuluh darah, agregasi trombosit, adhesi lekosit,
18
dan peningkatan permeabilitas untuk makromolekul, seperti lipoprotein,
fibrinogen, dan imunoglobulin. Kondisi ini akan mempercepat terjadinya
aterosklerosis. Aterosklerosis memegang peranan yang penting untuk terjadinya
stroke infark (Haryono, 1999).
E. Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke
Upaya meminimalisasi serangan stroke pada pasien hipertensi adalah
dengan memodifikasi gaya hidup cukup efektif, meskipun harus disertai obat
antihipertensi karena dapat menurunkan jumlah dan dosis obat. Langkah-langkah
yang dianjurkan sebagai berikut: Menurunkan berat badan bila terdapat kelebihan
(indeks massa tubuh 27); Membatasi minuman yang mengandung alkohol;
Meningkatkan aktivitas aerobik (30 - 45 menit/hari); Mengurangi asupan
natrium/garam dapur ( < 100 mmol/2,4 g Na/6 g NaCI/hari); Mempertahankan
asupan kalium yang adekuat (90 mmol/hari); Memperlahankan asupan kalsium
dan magnesium yang adekuat; Berhenti merokok; Mengurangi asupan lemak
jenuh dan kolesterol dalam makanan; Menghindari stres mental, konsumsi obat-
obat amfetamin, kokain, clan sejenisnya; Mengendalikan penyakit jantung,
diabetes mellitus, dan penyakit aterosklerotik lainnya; Menganjurkan konsumsi
gizi seimbang dan olahraga teratur; Melibatkan peran serta keluarga seoptimal
mungkin (Iskandar, 2005).
Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien
dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan
umur, kebutuhan, dan usia. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan
lebih disukai dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dan dapat
19
mengontrol hipertensi terus-menerus dan lancar, dan melindungi pasien terhadap
berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jantung, atau strok akibat
peningkatan tekanan darah mendadak saat bangun tidur. Sekarang terdapat pula
obat yang berisi kombinasi dosis rendah dua obat dari golongan yang berbeda.
Kombinasi ini terbukti memberikan efektivitas tambahan dan mengurangi efek
samping (Iskandar, 2005).
Setelah diputuskan untuk memakai obat antihipertensi dan bila tidak
terdapat indikasi untuk memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau
beta bloker. Jika respon tidak baik dengan dosis penuh, dilanjutkan sesuai
alogaritma. Diuretik biasanya menjadi tambahan karena dapat meningkatkan efek
obat yang lain. Jika tambahan obat kedua dapat mengontrol tekan darah dengan
baik minimal setelah satu tahun, dapat dicoba menghentikan obat pertama
melalui penurunan dosis secara perlahan dan progresif (Iskandar, 2005)
Pada beberapa pasien mungkin dapat dimulai terapi dengan lebih dari satu
obat secara langsung. Pasien dengan tekanan darah 200/ 120 mmHg harus
diberikan terapi dengan segera dan jika terdapat gejala kerusakan organ harus
dirawat di rumah sakit (Iskandar, 2005).
Hipertensi darurat adalah suatu kondisi dimana diperlukan penurunan
tekanan darah dengan segera (tidak selalu diturunkan sampai batas normal),
untuk mencegah atau membatasi kerusakan organ. Misalnya pada ensefalopati
hipertensif, perdarahan intrakranial, infrakmiokard akut, dan eklampsia. Pilihan
obat yang digunakan adalah : natrium nitroprusida, nikardipin hidroklorida,
nitrogliserin, enalaprilat, hidralazin hidroklorida, diazoksid, labelator
20
hidroklorida, esmolol hidroklorida, dan fentolamin (Iskandar, 2005).
Tujuannya adalah menurunkan kurang lebih 25% (dalam hitungan menit
sampai 2 jam), kemudian mencapai 160/100 mmHg dalam 2 - 6 jam, guna
menghindari iskemia ginjal, otak atau koroner. Pemberian nifedipin sublingual
yang sering digunakan selama ini ternyata memiliki beberapa efek samping serius
dan terdapat kesulitan dalam mengontrol penurun tekanan darahnya. Tekanan
darah pasien tersebut harus dimonitor terus dengan interval waktu 15 - 30 menit
(Iskandar, 2005)
21
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Menurut Notoatmodjo (2003) untuk memudahkan alur penelitian maka
harus dibuat kerangka konsep penelitian. Adapun skema kerangka konsep dalam
penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian: Tingkat Pengetahuan Pasien hipertensi Dalam Upaya Meminimilisasi Serangan Stroke.
22
Faktor yang mempengaruhi pengetahuan:Umur pasienPendidikan pasienPekerjaan pasien
Pasien hipertensi di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
Tingkat pengetahuan dalam upaya meminimalisasi serangan stroke berdasarkan tingkatan:TahuMemahamiAplikasi
;
Berdasarkan Gambar 3.1. kerangka konsep penelitian di atas bahwa variabel
yang akan diteliti adalah variabel tunggal yaitu pengetahuan pasien hipertensi
dengan sub variabel meliputi: tingkat pengetahuan pasien hipertensi pada
tingkatan tahu, memahami dan aplikasi. Sedangkan karakteristik pasien
hipertensi yaitu umur, pekerjaan dan pendidikan tidak diteliti, namun
karakteristik tersebut dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang yang
hanya dijadikan sebagai data penunjang. Tingkat pengetahuan pasien hipertensi
dalam upaya meminimalisasi serangan stroke dari masing-masing sub variabel
diukur dengan menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner.
Tingkat pengetahuan pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi
serangan stroke yang telah diteliti dapat diperoleh hasil apakah termasuk dalam
kategori baik, cukup baik atau kurang baik. Pengetahuan yang baik diharapkan
dapat membentuk suatu sikap dan tindakan yang mengarah pada perilaku pasien
hipertensi dalam upaya meminimalisasi serangan stroke.
23
B. Definisi Operasional
Untuk memudahkan dan terciptanya alur pembahasan dalam penelitian ini disusun definisi operasional variabel penelitian
sebagaimana terlihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian Tingkat Pengetahuan Pasien Hipertensi Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke
Variabel Sub variabel Definisi operasional Alat ukur
Cara Ukur
Skala Kategori
Pengetahuan pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi serangan stroke.
Pengetahuan tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan tahu
Segala sesuatu yang diketahui oleh pasien tentang upaya meminimalisasi serangan stroke dengan kemampuan untuk mengetahui, mengingat, dan menyebutkan.
Kuesioner Melihat hasil jawaban responden
Ordinal 1. Baik, jika 2. Cukup baik, jika, 3. Kurang baik, jika
Pengetahuan tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan Memahami
Segala sesuatu yang diketahui oleh pasien tentang upaya meminimalisasi serangan stroke dengan kemampuan untuk memahami, menjelaskan, dan menafsirkan serta menghubungkan.
Kuesioner Melihat hasil jawaban responden
Ordinal 1. Baik, jika 2. Cukup baik, jika, 3. Kurang baik, jika
Pengetahuan tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan Aplikasi
Segala sesuatu yang diketahui oleh pasien tentang upaya meminimalisasi serangan stroke dengan kemampuan untuk mengaplikasi dan menerapkan.
Kuesioner Melihat hasil jawaban responden
Ordinal 1. Baik, jika 2. Cukup baik, jika, 3. Kurang baik, jika
24
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang
memungkinkan dilakukan pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara
eksak dan menganalisis datanya menggunakan perhitungan statistik
(Arikunto, 2006).
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien hipertensi yang dirawat
di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang dari bulan Nopember – Desember 2008.
Pengambilan sampel menggunakan teknik accidental sampling yang
dilakukan dengan mengambil kasus atau responden yang kebetulan ada atau
tersedia (Notoatmodjo, 2003). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 42
responden.
C. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau unsur yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang konsep penelitian tertentu
(Notoatmodjo, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu
tingkat pengetahuan pasien tentang upaya meminimalisasi serangan stroke di
Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang dengan sub variabel: pengetahuan pasien
tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan tahu, memahami,
25
dan aplikasi.
D. Instrumen Penelitian
Alat pengumpul data untuk mengetahui sub variabel pengetahuan pasien
tentang upaya meminimalisasi serangan stroke menggunakan kuesioner/angket
dengan memilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar.
Untuk mendapatkan alat pengumpul data yang benar-benar valid atau dapat
diandalkan dalam mengungkap data penelitian, maka instrumen penelitian
disusun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Membuat kisi-kisi angket yang didalamnya menggunakan masing-masing
variabel menjadi beberapa sub variabel dan indikator. Adapun kisi-kisi
tersebut dapat dilihat dalam lampiran.
2. Berdasarkan kisi-kisi tersebut, langkah selanjutnya adalah menyusun
pertanyaan atau butir-butir item.
E. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
1. Uji validitas
Uji validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat itu benar-
benar mengukur apa yang diukur. Uji coba instrumentasi dilakukan dengan
menggunakan uji validitas item dan reliabilitas responden terhadap instrumen
tingkat pengetahuan. Uji coba dilakukan sebelum penelitian dengan
menyebarkan instrumen kepada 10 responden pada pasien hipertensi yang
dirawat di Rumah Sakit Umum PTPN VIII Subang.
Hasil uji validitas didapat nilai rhitung > rtabel, berarti valid
2. Uji Reliabilitas
26
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dengan kata lain
sejaulx mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap bisa jika
dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan
menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2003).
Hasil uji reliabilitas instrumen penelitian didapat nilai rhitung > rtabel,
berarti reliabel.
F. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah Subang. Proses penelitian dapat selesai dalam waktu 2 bulan,
mulai dari menyusun usulan penelitian sampai menyelesaikan laporan. Adapun
waktu penelitian dilakukan pada bulan Nopember sampai dengan Desember
2008.
G. Prosedur Pengumpulan Data
1. Perizinan Penelitian
Sebagai salah satu persyaratan untuk penelitian ini adalah diperlakukannya
perizinan baik dari tingkat lembaga-lembaga terkait dalam hal ini adalah
instansi dimana peneliti melakukan penelitian.
2. Pelaksanaan Pengumpulan Data
Pelaksanaan pengumpulan data ini dilakukan setelah seminar proposal
skripsi. Prosedur yang ditempuh dalam pelaksanaan pengumpulan data ini
adalah sebagai berikut :
a. Memberikan informed consent kepada responden sebagai bentuk
27
kesediaan responden dijadikan sampel penelitian.
b. Menyebarkan kuesioner kepada pasien hipertensi yang dirawat di Ruang
Penyakit Dalam RSUD Subang yang menjadi sampel penelitian.
c. Memberikan informasi berkaitan dengan kepentingan penelitian dan
menjelaskan petunjuk pengisian kuesioner.
d. Mengumpulkan lembar jawaban sebagai hasil pengumpulan data primer
dari responden dan melakukan cek ulang untuk memeriksa kelengkapan
identitas dan jawaban responden pada setiap lembar kuesioner.
e. Menghitung hasil jawaban responden dan memberikan skor.
H. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Setelah data terkumpul dilakukan pengolahan data dengan langkah-langkah
sebagai berikut :
a. Verifikasi Data
Verifikasi data bertujuan untuk menyeleksi atau memilih data yang
memadai untuk diolah. Proses seleksi ditempuh dengan cara memeriksa
dan menyeleksi kelengkapan pengisian yang dilakukan oleh responden
baik identitas maupun jawabannya.
b. Penyekoran
Data yang ditetapkan untuk diolah kemudian diberi skor untuk setiap
jawaban sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan. Instrumen
pengumpul data mengenai pengetahuan pasien hipertensi dalam upaya
meminimalisasi serangan stroke menggunakan pilihan tunggal dimana
28
responden memilih salah satu jawaban yang dianggap paling benar,
dengan pilihan jawaban "benar " dengan nilai 1 dan jawaban "salah"
dengan nilai 0.
2. Analisis Data
Analisis data untuk variabel pengetahuan pasien hipertensi tentang upaya
meminimalisasi serangan stroke menggunakan kriteria skor ideal menurut
Riduwan (2007) sebagai berikut:
X ideal + Z (SD ideal)
Pengelompokkan sumber penelitian ini dibagi dalam tiga kategori yang
didasarkan pada kriteria ideal dengan ketentuan sebagai berikut:
Kategori pertama, berada pada luas daerah kurva sebesar 27% atau
sebesar 0,73, kurva normal dengan Z= 0,61.
Kategori kedua, berada pada luas daerah kurva sebesar 46% atau letaknya
terentang antara 0,73, kurva normal dengan Z= - 0,61 dengan Z = +0,61.
Kategori ketiga, berada pada luas daerah kurva sebesar 27% atau sebesar
0,23, kurva normal dengan Z= - 0,61
Dengan pengelompokkan data mengenai pengetahuan pasien hipertensi
tentang upaya meminimalisasi serangan stroke sebagai berikut:
Skor ideal : jumlah item/soal x jawaban nilai atau skor maksimal
Xideal : ½ x skor ideal
SD ideal : 1/3 x jumlah item/soal
Hasil perhitungan menggunakan rumus di atas setelah diformulasikan ke
29
dalam konversi adalah:
: Baik
: Cukup baik
: Kurang baik
Skor ideal = 30 x 1 = 30
Xideal = ½ x 30 = 15
SD ideal = 1/3 x 30 = 10
Dari hasil perhitungan di atas, selanjutnya dilakukan perhitungan variabel
pengetahuan sebagai berikut:
Baik : X 15 + 0,61 (10) = X 21,1
Cukup baik : 15 – 0,61(10) < X < 15 + 0,61(10) = 8,9 < X < 21,1
Kurang baik : X ≤ 15 – 0,61(10) = X ≤ 8,9.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
30
Pada bab V disajikan data hasil penelitian serta pembahasan mengenai
gambaran tingkat pengetahuan pasien hipertensi dalam upaya meminimalisasi
serangan stroke di Ruang Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Unit Swadana
Subang yang terdiri dari sub variabel pengetahuan pada tingkatan tahu, memahami
dan aplikasi yang akan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi disertai
interpretasinya.
A. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Pasien Hipertensi di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
Karakteristik pasien hipertensi berdasarkan umur didapatkan responden
termuda berumur 33 tahun dan tertua berumur 60 tahun. Hasil penelitian yang
didapat dari data pasien hipertensi berdasarkan karakteristik umur disajikan
dalam bentuk Tabel 5.1 berikut ini:
Tabel 5.1 Distribusi Pasien Hipertensi Menurut Umur Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
No. Umur Frekuensi %
1 31 – 40 tahun 4 9,52
2 41 – 50 tahun 10 23,81
3 51 – 60 tahun 28 66,67
Jumlah 42 100
Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa pasien hipertensi yang
berumur 51 – 60 tahun sebanyak 28 responden (66,67%) dan sebanyak 4
31
pasien hipertensi (9,52 %) berumur 31 – 40 tahun. Ini menunjukkan bahwa
pasien hipertensi didominasi oleh pasien yang berumur di atas 40 tahun.
Hasil penelitian yang didapat dari data pasien hipertensi berdasarkan
karakteristik pendidikan disajikan dalam bentuk Tabel 5.2 berikut ini:
Tabel 5.2 Distribusi Pasien Hipertensi Menurut Pendidikan Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
No. Pendidikan Frekuensi %
1 SD 2 4,76
2 SMP 9 21,43
3 SMA 25 59,58
4 Perguruan Tinggi 6 14,23
Jumlah 42 100
Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pendidikan
pasien hipertensi (59,58 %) adalah SMA, dan hampir tidak ada pasien
hipertensi (4,76%) berpendidikan SD. Ini berarti pendidikan pasien hipertensi
didominasi berpendidikan SMA.
Hasil penelitian yang didapat dari data pasien hipertensi berdasarkan
karakteristik pekerjaan disajikan dalam bentuk Tabel 5.3 berikut ini:
Tabel 5.3 Distribusi Pasien Hipertensi Menurut Pekerjaan Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
No. Pekerjaan Frekuensi %
32
1 Bekerja 17 40,48
2 Tidak bekerja 25 59,52
Jumlah 42 100
Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa sebagian besar (59,52%)
pasien hipertensi adalah bekerja dan sebagian kecil (40,48%) pasien
hipertensi adalah tidak bekerja. Ini menunjukkan bahwa pasien hipertensi
didominasi oleh pasien yang memiliki pekerjaan.
2. Pengetahuan Pasien Hipertensi Pada Tingkatan Tahu Pada Pasien Hipertensi
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien hipertensi dalam
upaya meminimalisasi serangan stroke meliputi pengetahuan pada tingkatan
tahu yang meliputi: pengertian hipertensi, penyebab hipertensi, komplikasi
hipertensi dan tanda-tanda hipertensi disajikan pada Tabel 5.4 berikut ini:
Tabel 5.4 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke Pada Tingkatan Tahu Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 32 76,19
2 Cukup baik 7 16,67
3 Kurang baik 3 7,14
Jumlah 42 100
Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa pengetahuan pasien hipertensi
tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan tahu, sebagian
33
besar (76,19%) termasuk kedalam kategori baik dan sebagian kecil (7,14%)
pengetahuan pasien hipertensi termasuk kedalam kategori kurang baik. Ini
berarti sebagian besar pasien hipertensi di Ruang Penyakit Dalam RSUD
Subang telah mengetahui dengan baik tentang pengertian hipertensi,
penyebab hipertensi, komplikasi hipertensi dan tanda-tanda hipertensi.
3. Pengetahuan Pasien Hipertensi Pada Tingkatan Memahami Pada Pasien Hipertensi
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien hipertensi dalam
upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan memahami yang
meliputi: hubungan tekanan darah dengan hipertensi, pencegahan komplikasi
hipertensi dengan konsumsi makanan bergizi, berbagai penyebab yang
berhubungan dengan komplikasi hipertensi, dan akibat komplikasi hipertensi
disajikan pada Tabel 5.5 berikut ini:
Tabel 5.5 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke Pada Tingkatan Memahami Di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 30 71,43
2 Cukup baik 10 23,81
3 Kurang baik 2 4,76
Jumlah 42 100
Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa pengetahuan pasien hipertensi
tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan memahami,
34
sebagian besar (71,43%) termasuk kedalam kategori baik dan hampir tidak
ada (4,76%) pengetahuan pasien hipertensi termasuk kedalam kategori kurang
baik. Ini berarti sebagian besar pasien hipertensi di Ruang Penyakit Dalam
RSUD Subang telah memahami dengan baik tentang hubungan tekanan darah
dengan hipertensi, pencegahan komplikasi hipertensi dengan konsumsi
makanan bergizi, berbagai penyebab yang berhubungan dengan komplikasi
hipertensi, dan akibat komplikasi hipertensi.
4. Pengetahuan Pasien Hipertensi Pada Tingkatan Aplikasi Pada Pasien Hipertensi
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien hipertensi dalam
upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan aplikasi yang meliputi:
Berbagai upaya meminimalisasi serangan stroke dengan berbagai cara yaitu:
konsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, bergaya hidup sehat, mengontrol
tekanan darah, tidak merokok yang disajikan pada Tabel 5.6 berikut ini:
Tabel 5.6 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke Pada Tingkatan Aplikasi di Ruang Rawat Inap RSUD Subang
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 31 73,81
2 Cukup baik 7 16,67
3 Kurang baik 4 9,52
Jumlah 42 100
Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa pengetahuan pasien hipertensi
tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan aplikasi,
35
sebagian besar (73,81%) termasuk kedalam kategori baik dan sebagian kecil
(9,52%) pengetahuan pasien hipertensi termasuk kedalam kategori kurang
baik. Ini berarti sebagian besar pasien hipertensi di Ruang Penyakit Dalam
RSUD Subang telah mengaplikasikan upaya meminimalisasi serangan stroke
dengan mengkonsumsi makanan bergizi, olahraga teratur, bergaya hidup
sehat, mengontrol tekanan darah, tidak merokok.
5. Pengetahuan Pasien Hipertensi
Hasil penelitian pada variabel pengetahuan pasien hipertensi dalam
upaya meminimalisasi serangan stroke meliputi pengetahuan pada tingkatan
tahu, memahami dan aplikasi disajikan pada Tabel 5.7 berikut ini:
Tabel 5.7 Distribusi Pengetahuan Pasien Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
No Kategori Pengetahuan Frekuensi %
1 Baik 25 59,53
2 Cukup baik 14 33,33
3 Kurang baik 3 7,14
Jumlah 42 100
Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui bahwa pengetahuan pasien hipertensi
tentang upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan tahu,
memahami dan aplikasi adalah sebagian besar (59,53%) termasuk kedalam
kategori baik, dan sebagian kecil (7,14%) pengetahuan pasien hipertensi
termasuk kedalam kategori kurang baik. Ini berarti sebagian besar pasien
hipertensi di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang telah mengetahui dengan
baik tentang upaya meminimalisasi serangan stroke.
36
B. Pembahasan
1. Karakteristik Pasien Hipertensi Berdasarkan Umur, Pendidikan dan Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.1 didapat bahwa
pasien hipertensi didominasi oleh pasien yang berumur 51 – 60 tahun
sebanyak 28 responden (66,67%), sebagian kecil (9,52%) pasien hipertensi
berumur 31 – 40 tahun dan sebanyak (23,81%) pasien hipertensi berumur
antara 41 – 50 tahun. Hal ini ada kemungkinan bahwa penderita hipertensi
banyak diderita oleh orang-orang yang berumur antara 30 sampai dengan 60
tahun. Hal ini diperkuat oleh pendapat Hanns Peter Wolff, dalam
bukunya Speaking of High Blood Pressure, satu dari setiap
lima orang menderita tekanan darah tinggi, dan sepertiganya
tidak menyadarinya. Padahal, sekitar 40 % kematian di
bawah usia 65 tahun bermula dari tekanan darah tinggi.
Penyakit ini sudah jadi epidemi di zaman modern,
menggantikan wabah kolera dan TBC di zaman dulu.
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.2 didapat bahwa
pendidikan responden sebagian besar (59,58 %) lulusan SMA dan
berdasarkan Tabel 5.3 didapat bahwa sebagian besar responden (59,52%)
memiliki status pekerjaan adalah bekerja. Kedua ciri ini merupakan salah satu
faktor yang dapat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan penderita
hipertensi dalam upaya meminimalisasi serangan stroke. Hal ini diperkuat
dengan pendapat Notoatmodjo (2003) bahwa pengetahuan seseorang
merupakan salah satu dipengaruhi domian pembentuk perilaku kesehatan
37
dipengaruhi oleh ciri-ciri individu itu sendiri yang dapat digolongkan ke
dalam tiga kelompok yaitu ciri-ciri demografi (seperti jenis kelamin, umur),
struktur sosial (seperti pendidikan, pekerjaan), dan manfaat kesehatan (seperti
keyakinan pribadi) dan setiap individu mempunyai perbedaan-perbedaan
karakteristik atau ciri-ciri tersendiri yang akan mempengaruhi perilakunya.
2. Pengetahuan Pasien Hipertensi Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke Pada Tingkatan Tahu di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.4 didapat bahwa
pengetahuan penderita hipertensi tentang upaya meminimalisasi serangan
stroke pada tingkatan tahu, sebagian besar (76,19%) termasuk kedalam
kategori baik. Hal ini ada kemungkinan rata-rata penderita hipertensi tersebut
pernah mendapatkan informasi dari dokter atau perawat tentang upaya
menghindari kompliksi dari hipertensi. Banyaknya pengetahuan hipertensi
dalam upaya meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan tahu ini
disebabkan oleh pengetahuan pada tingkatan ini hanya mengingat definisi-
definisi atau pengertian-pengertian hipertensi yang sifatnya sekedar hafalan.
Sedangkan pasien hipertensi yang memiliki pengetahuan pada kategori cukup
baik dan kurang baik, ada kemungkinan karena baru menderita penyakit
hipertensi ataupun belum pernah mendapatkan informasi apapun tentang
penyakit hipertensi.
3. Pengetahuan Pasien Hipertensi Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan
38
Stroke Pada Tingkatan Memahami di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.5 didapat
bahwa pengetahuan responden tentang upaya meminimalisasi serangan stroke
pada tingkatan memahami, sebagian besar (71,43%) termasuk kedalam
kategori baik dan pengetahuan pasien hipertensi tentang upaya
meminimalisasi serangan stroke pada tingkatan aplikasi, sebagian besar
(73,81%) termasuk kedalam kategori baik.
Pengetahuan pasien hipertensi, sebagian kecil termasuk kategori cukup
baik dan kurang baik. Hal ini ada kemungkinan disebabkan oleh faktor
pendidikan yang rendah, hal ini sesuai dengan pendapat Soekanto (2002)
bahwa latar pendidikan yang dimiliki seseorang akan mempunyai tingkat
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan orang yang berpendidikan
lebih rendah.
4. Pengetahuan Pasien Hipertensi Dalam Upaya Meminimalisasi Serangan Stroke Pada Tingkatan Aplikasi di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang
Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 5.6 menunjukkan
bahwa pengetahuan pasien hipertensi tentang upaya meminimalisasi serangan
stroke pada tingkatan aplikasi di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang,
sebagian besar (73,81%) termasuk kedalam kategori baik. Hal ini ada
kemungkinan sebagian besar pasien hipertensi telah mendapatkan informasi
tentang hal-hal yang tidak boleh dilakukan ataupun makanan yang tidak boleh
dikonsumsi bagi penderita hipertensi sedangkan sebagian kecil pasien
hipertensi ada kemungkinan belum mendapatkan informasi tersebut sehingga
39
pengetahuan masih cukup baik dan kurang baik.
Pengetahuan pasien hipertensi tentang upaya meminimalisasi serangan
stroke pada tingkatan aplikasi masih ada dalam kategori cukup baik dan
kurang baik. Hal ini ada kemungkinan responden yang berpendidikan rendah
sulit mencerna atau memahami bahasa ilmiah yang berkaitan dengan istilah-
istilah kesehatan. Namun demikian, hasil penelitian tentang pengetahuan
pasien hipertensi responden dari masing-masing tingkatan pengetahuan sudah
baik yaitu sebagian besar (59,53%) termasuk kedalam kategori baik. Hal ini
ada kemungkinan dikarenakan bahwa telah sampai akses informasi kesehatan
terhadap penderita hipertensi, misalnya lewat pendidikan yang diberikan
perawat, media massa, dan lain-lain. Dengan demikian diharapkan semakin
baiknya tingkat pengetahuan penderita hipertensi dapat membentuk perilaku
kesehatan yang mengarah pada upaya meminimalisasi serangan stroke
sehinggga akan semakin kecil penderita hipertensi yang menderita stoke.
Selanjutnya pengetahuan pasien hipertensi yang termasuk kategori kurang
baik disebabkan oleh minimnya akses informasi kesehatan yang ditunjang
oleh pendidikan rendah sehingga ada kemungkinan sulit untuk mendapatkan
informasi hipertensi dari berbagai media baik cetak dan elektronik..
Pengetahuan sebagai parameter keadaan sosial sangat menentukan
kesehatan penderita hipertensi. Penderita hipertensi dapat terhindar dari
berbagai komplikasi akibat hipertensi asalkan pengetahuan tentang kesehatan
dapat ditingkatkan, sehingga perilaku kesehatan dapat terbentuk
(Notoatmodjo, 2003). Jadi untuk meminimalisasi serangan stroke pada
40
penderita hipertensi diperlukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan
penderita hipertensi secara lebih berkala oleh dokter atau peran dalam
menjalankan perannya sebagai pendidik.
BAB VI
41
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai tingkat pengetahuan penderita hipertensi
dalam upaya meminimalisasi serangan stroke terdiri dari pengetahuan pada tingkatan
tahu, memahami, dan aplikasi dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
A. Simpulan
1. Pengetahuan pasien hipertensi tentang upaya meminimalisasi serangan stroke
pada tingkatan tahu di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang adalah baik
yaitu sebagian besar pasien telah mengetahui dengan baik tentang pengertian,
penyebab, komplikasi dan tanda-tanda hipertensi.
2. Pengetahuan pasien hipertensi tentang upaya meminimalisasi serangan stroke
pada tingkatan memahami di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang adalah
baik yaitu sebagian besar memahami dengan baik tentang hubungan tekanan
darah dengan hipertensi, pencegahan komplikasi hipertensi dengan konsumsi
makanan bergizi, berbagai penyebab yang berhubungan dengan komplikasi
hipertensi, dan akibat komplikasi hipertensi.
3. Pengetahuan pasien hipertensi tentang upaya meminimalisasi serangan stroke
pada tingkatan aplikasi di Ruang Penyakit Dalam RSUD Subang adalah baik
yaitu sebagian besar pasien telah mengaplikasikan upaya meminimalisasi
serangan stroke dengan berbagai cara yaitu: konsumsi makanan bergizi,
olahraga teratur, bergaya hidup sehat, mengontrol tekanan darah, dan tidak
merokok.
B. Saran
42
Berdasarkan hasil penelitian, maka beberapa saran dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Pentingnya usaha peningkatan pengetahuan penderita hipertensi dalam upaya
meminimalisasi serangan stroke yang dapat dilakukan dengan memberikan
nasehat-nasehat secara intensif oleh perawat seperti penjelasan tentang cara-
cara praktis dalam mencegah stroke secara rutin.
2. Kepada pihak rumah sakit, agar dapat menambah fasilitas dan alat-alat
kesehatan/kedokteran guna memberikan pelayanan optimal kepada pasien
hipertensi sebagai upaya meminimalisasi berbagai komplikasi akibat
hipertensi..
43