1
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN
STATUS GIZI BALITA
(Suatu Penelitian di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo Tahun 2013)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
mengikuti Ujian Sarjana Keperawatan
OLEH
Asrianti Uwe
NIM. 841 409 018
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang Masalah
Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di
negara maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan
semakin bertambahnya jumlah penduduk, sehingga kebutuhan pangan sehari-hari
tidak dapat terpenuhi. Namun masalah gizi bukan hanya berdampak pada
kesehatan saja, akan tetapi berdapak pula pada pembangunan sumber daya
manusia yang berkualitas dimasa yang akan datang. (Sari, 2011)
Dalam upaya meningkatkan perbaikan gizi masyarakat di Indonesia dapat
dilakukan melalui beberapa hal. Pertama, perubahan intervensi perilaku, seperti
pemberian ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara
tepat, memantau berat badan teratur, dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Kedua, suplementasi gizi mikro, mencakup asupan vitamin A, tablet Fe. Dan
garam beryodium. Ketiga, tatalaksana gizi kurang/buruk pada ibu dan anak,
meliputi pemulihan gizi anak gizi kurang, pemberian makanan tambahan (PMT)
pada ibu hamil. Upaya-upaya tersebut bertujuan dalam meningkatkan perbaikan
status gizi serta upaya perbaikan sumber daya manusia dan kualitas sumber daya
manusia (SDM) sangat ditentukan oleh kualitas gizi pada anak (Sari, 2011).
Program perbaikan gizi secara umum ada beberapa indikator program
yang belum mencapai target yang diharapkan walaupun telah dilakukan berbagai
strategi. Kondisi ini terjadi karena adanya hambatan internal maupun eksternal
3
baik di puskesmas maupun di Dinkes Kabupaten/Kota (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2012).
Untuk mengetahui status gizi anak dapat dilakukan dengan penilaian status
gizi yag dibagi menjadi empat penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan
biofisik.Indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan menurut
umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (BB/U) dan berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB). Balita usia 2-5 tahun termasuk dalam kelompok rentan atau
rawan gizi (Wirandoko, 2007). Cara pengukuran status gizi yang paling sering
dilakukan adalah dengan menggunakan pengukuran antropometri (Sanyoto,
2005).
Gizi merupakan faktor penting bagi kesehatan dan kecerdasan anak
(Widodo, 2009). Jika pada usia ini status gizinya tidak dikelola dengan baik, maka
dikemudian hari kemungkinan akan terjadi gangguan status gizi buruk dan
selanjutnya akan sulit terwujudnya perbaikan kualitas sumber daya manusia
dimasa yang akan datang. Oleh karena itu pada masa balita usia 2-5 tahun harus
mendapatkan perhatian yang lebih dari orang tua terhadap kesehatannya terutama
dalam pemberian makanan-makanan yang bergizi (Soetjiningsih, 2008). Keadaan
gizi buruk pada balita dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain,
pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pekerjaan ibu, konsumsi makanan tambahan
dari bahan-bahan yang bergizi (Suhardjo, 2008). Dari beberapa faktor yang ada di
atas, faktor pendapatan merupakan salah satu faktor penyebab sering terjadinya
masalah gizi.
4
Akibat dari masalah gizi tersebut dapat menyebabkan beberapa efek serius
pada balita seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya
perkembangan dan kecerdasan, bahkan dapat menimbulkan kematian pada balita.
Namun, kejadian masalah gizi pada balita ini dapat dihindari apabila ibu memiliki
pengetahuan yang cukup tentang cara pemberian makanan dan mengatur makanan
balita dengan baik. Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan gizi pada balita. Sehingga pengetahuan orang tua tentang gizi
merupakan kunci keberhasilan baik atau buruknya status pada balita
(Notoatmodjo, 2007). Sehingga pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor
yang penting. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar dengan baik (Soetjiningsih, 1995).
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu (Ahmad, 2010) dengan faktor
risiko kejadian gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas Dulupi
Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo tahun 2009 di tinjau dari pola makan,
tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pendapatan, dan penyakit infeksi bahwa
pengetahuan gizi ibu merupakan faktor risiko kejadian gizi buruk di wilayah kerja
Puskesmas Dulupi Kecamatan Dulupi Kabupaten Boalemo tersebut dapat
dikatakan bahwa ibu yang kurang pengetahuan gizinya berisiko mengalami
kejadian gizi buruk pada balita 13,6 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu
yang berpengetahuan gizi cukup.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliati (2008) yang dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi merupakan faktor
risiko kejadian gizi buruk pada balita di Kecamatan Mandonga tahun 2008. Dalam
5
teori dikemukakan bahwa pengetahuan ibu tentang gizi yang cukup akan
membantu ibu khususnya dalam hal pemenuhan zat-zat gizi dalam penyediaan
makanan sehari-hari, karena dengan hal itu ibu akan mengetahui pola pemberian
makanan yang memiliki gizi kepada balita maupun keluarga sehingga pemenuhan
gizi bagi keluarga akan terjadi dan dengan hal ini akan membuat kecukupan gizi
bagi balita.
Data prevalensi gizi buruk mengalami penurunan dari 9,7% di tahun 2005
menjadi 4,9% di tahun 2010 dan diharapkan pada tahun 2015, prevalensi gizi
buruk dapat menurun menjadi 3,6 %. Walaupun terjadi penurunan gizi buruk di
Indonesia, tetapi masih akan ditemui sekitar 3,7 juta balita yang mengalami
masalah gizi. Namun demikian sebanyak 19 provinsi mempunyai prevalensi gizi
buruk dan gizi kurang di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh
Darussalam, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo,
Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua (Depkes RI,
2008).
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2004 terdapat sekitar
54% balita didasari oleh keadaan gizi yang jelek. Dan di Indonesia menurut
Depertemen Kesehatan (2007) pada tahun 2006 terdapat sekitar 27,5% (5 juta
balita gizi kurang dan gizi buruk), 3,5 juta anak balita atau sekitar (19,19 %)
dalam tingkat gizi kurang, dan 1,5 juta anak balita gizi buruk (8,3 %). Tahun 2008
berdasarkan data SUSENAS prevalensi status gizi anak balita untuk gizi kurang
6
sebesar 19,20 % dan gizi buruk 8,8 %. Tidak ada penurunan yang berantai antara
tahun 2006 dan 2008. Prevalensi balita gizi buruk merupakan indikator Millenium
Development Goals (MDGs) yang harus dicapai disuatu daerah (kabupaten/kota)
pada tahun 2015, yaitu terjadinya penurunan prevalensi balita gizi buruk menjadi
3,6 persen atau kekurangan gizi pada anak balita menjadi 15,5 persen (Bappenas,
2010).
Di Provinsi Gorontalo prevalensi kurang gizi berdasarkan hasil
pemantauan status gizi balita dapat di lihat pada grafik di bawah ni.
2009 2010 2011 2012
18.9717.05
14.44
Pemantauan Status Gizi Di Provinsi Gorontalo (%)
Pemantauan Status Gizi Di Provinsi Gorontalo (%)
Gambar: 1.1 Grafik Pemantauan Status Gizi di Provinsi Gorontalo
Di Kabupaten Gorontalo prevalensi kurang gizi berdasarkan hasil
pemantauan status gizi balita dapat di lihat pada grafik di bawah ini.
7
2010 2011 2012
80.48 80.89
0.57 1.78
13.9 13.155.05 4.18
Pemantauan Status Gizi Di Kabupaten Gorontalo (%)
Gizi Baik Gizi Lebih Gizi Kurang Gizi Buruk
Gambar: 1.2 Grafik Pemantauan Status Gizi di Kabupaten Gorontalo
Berdasarkan informasi yang didapatkan dari koordinator gizi di Puskesmas
Tilote bahwa upaya yang dilakukan untuk memperbaiki status gizi balita dengan
melakukan penyuluhan, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI), vitamin
A, tablet Fe dan lain-lain namun penyuluhan yang dilakukan masih belum
maksimal dikarenakan setiap dilakukan penyuluhan ibu balita sebagian yang
datang untuk mengahadiri penyuluhan, sehingga ibu balita banyak yang belum
mengetahui tentang gizi balita.
Berdasarkan survei awal di Puskesmas Tilote dengan prevalensi status gizi
balita dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
TIDAKDILAKUKAN
PSG
8
Januari 2013 Februai 2013 Maret 2013
4.87
14.7
6.03
8.8
1.68000000000001
5.17
Pemantauan Status Gizi Di Puskesmas Tilote Tahun 2013 (%)
Gizi Kurang Gizi Buruk
Gambar: 1.3 Grafik Pemantauan Status Gizi di Puskesmas Tilote
Berdasarkan observasi diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di
Puskesmas Tilote.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut: “Adakah hubungan antara pengetahuan ibu
tentang gizi dengan status gizi balita di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
tahun 2013”?
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini terbagi atas dua yaitu :
1.2.1 Tujuan Umum :
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan status
gizi balita di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo tahun 2013.
9
1.2.2 Tujuan Khusus :
Yang menjadi tujuan khusus pada penelitian ini yaitu :
1) Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu tentang gizi.
2) Untuk mengetahui status gizi balita.
3) Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan status
gizi balita di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo tahun 2013.
4) Untuk mengetahui hubungan pendidikan ibu dengan status gizi balita
balita di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo tahun 2013.
5) Untuk mengetahui hubungan sosial ekonomi (pendapatan) ibu tentang gizi
dengan status gizi balita balita di Puskesmas Tilote Kabupaten Goronatlo
tahun 2013.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah serta mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan kesehatan khususnya di bidang kesehatan masyarakat dan kesehatan
anak.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi institusi pendidikan, sebagai bahan untuk menambah bahan pustaka
serta meningkat pengetahuan dan wawasan mahasiswa serta pembaca pada
umumnya tentang status gizi pada balita.
10
b) Bagi petugas kesehatan, sebagai bahan masukan untuk melakukan
penyuluhan kepada masyarakat tentang kesehatan salah satunya tentang
masalah status gizi.
c) Bagi orang tua khususnya ibu, memperoleh informasi mengenai makanan
yang sehat bagi anak balitanya.
d) Bagi peneliti, dapat mengetahui permasalahan tentang gizi balita sehingga
dapat memberikan informasi pada orang tua terutama ibu dalam pemberian
makanan sesuai dengan umur anak.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
Adapun hal-hal yang akan dibahas dalam tinjauan teoritis ini
adalah konsep balita, konsep gizi balita, dan konsep pengetahuan ibu tentang gizi
balita.
2.1.1 Konsep Balita
2.1.1.1 Pengertian Balita
Anak Balita adalah sebagai masa emas atau "golden age" yaitu insan
manusia yang berusia 0-5 tahun (UU No. 20 Tahun 2003), meskipun sebagian
pakar menyebut anak balita adalah anak dalam rentang usia 0-8 tahun (Kurniadi,
2012).
2.1.1.2 Tumbuh Kembang Balita
Istilah pertumbuhan dan perkembangan (tumbang) pada dasarnya
merupakan dua peristiwa yang berlainan, akan tetapi keduanya saling keterkaitan.
Pertumbuhan (growth) merupakan masalah perubahan dalam ukuran besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang bisa diukur
dengan ukuran berat (gram, kilogram), ukuran panjang (cm, meter). Sedangkan
perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan
(skill/keterampilan) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
12
pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Dari dua pengertian tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa
pertumbuhan mempunyai dampak aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan
dengan pematangan fungsi sel atau organ tubuh individu, keduanya tidak bisa
terpisahkan (Sukarmin, 2009).
Sangat mudah bagi orang tua untuk selalu mengamati pertumbuhan dan
perkembangan fisik anaknya karena hal ini hampir setiap hari orang tua bisa
melihatnya.
1. Tumbuh kembang infant /bayi umur 0-12 bulan
a. Umur 1 bulan
Fisik : berat badan akan meningkat 150-200 gr/mg, tinggi badan
meningkat 2,5 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 1,5 cm/bulan. Besarnya
kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi berumur 6 bulan.
Motorik: bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala dengan
dibantu oleh orang tua, tubuh ditengkurapkan kepala menoleh ke kiri
ataupun ke kanan refleks menghisap, menelan, menggenggam, sudah
mulai positif.
Sensoris : mata mengikuti sinar ke tengah
Sosialisasi : bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada di
sekitarnya
b. Umur 2-3 bulan
Fisik : Fontanel posterior sudah menutup.
13
Motorik : mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk menahannya
sendiri dengan tangan, memasukan tangan ke mulut, mulai berusaha untuk
meraih benda-benda yang menarik yang ada disekitarnya, bisa di
dudukkan dengan posisi punggung disokong, mulai asyik bermain-main
sendiri dengan tangan dan jarinya.
Sensoris : sudah bisa mengikuti arah sinar ke tepi, koordinasi ke atas dan
ke bawah, mulai mendengarkan suara yang didengarnya.
Sosialisasi : mulai tertawa pada seseorang, senang jika tertawa keras,
menangis sudah mulai berkurang.
c. Umur 4-5 bulan
Fisik : berat badan menjadi 2 kali lebih berat badan lahir, ngeces karena
tidak adanya koordinasi menelan saliva.
Motorik : jika didudukan kepala sudah bisa seimbang dan punggung sudah
mulai kuat, bila di tengkurapkan sudah bisa mulai miring dan kepala sudah
bisa tegak lurus, reflek primitif sudah mulai hilang, berusaha meraih benda
di sekitar dengan tangannya.
Sensoris : sudah bisa mengenal orang-orang yang sering berada di
dekatnya, akomodasi mata positif.
Sosialisasi : senang jika berinteraksi dengan orang lain walaupun belum
pernah dilihatnya/dikenalnya, sudah bisa mengeluarkan suara pertanda
tidak senang bila mainan/benda miliknya diambil oleh orang lain.
d. Usia 6-7 bulan
14
Fisik : berat badan meningkat 90-150 gr/minggu, tinggi badan meningkat
1,25 cm/bulan, lingkar kepala meningkat 0,5 cm/bulan besarnya kenaikan
seperti ini akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan (6 bulan kedua),
gigi sudah mulai tumbuh.
Motorik : bayi sudah bisa membalikkan badan sendiri, memindahkan
anggota badan dari tangan yang satu ke tangan yang lainnya, mengambil
mainan dengan tangannya, senang memasukkan kaki ke dalam mulut,
sudah mulai bisa memasukkan makanan ke mulut sendiri.
Sosialisasi: sudah dapat membedakkan orang yang dikenalnya dengan
yang tidak dikenalnya, jika bersama dengan orang yang belum dikenalnya
bayi akan merasa cemas (stangger anxiety), sudah dapat menyebut atau
mengeluarkan suara em.....em.....em...., bayi biasanya cepat menangis jika
terdapat hal-hal yang tidak disenangnya akan tetapi akan cepat tertawa
lagi.
e. Umur 8-9 bulan
Fisik : sudah bisa duduk dengan sendirinya, koordinasi tangan ke mulut
sangat sering, bayi mulai tengkurap sendiri dan mulai belajar untuk
merangkak, sudah bisa mengambil benda dengan menggunakan jari-
jarinya.
Sensoris: bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada disekitarnya.
Sosialisasi : bayi mengambil stranger anxiety / merasa cemas terhadap
hal-hal yang belum dikenalnya (orang asing) sehingga dia akan menangis
dan mendorong serta merontah-rontah, jika dimarahi dia sudah bisa
15
memberikan reaksi menangis dan tidak senang mulai mengulang kata-kata
“ dada..dada” tetapi belum punya arti.
f. Umur 10-12 bulan
Fisik : berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi bagian atas sudah
tumbuh.
Motorik : sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan lama, belajar
berjalan dengan bantuan, sudah bisa berdiri dan duduk sendiri, mulai
belajar akan dengan menggunakan sendok akan tetapi lebih senang
menggunakan tangan, sudah bisa bermain ci...luk...ba..., mulai senang
mencoret-coret kertas.
Sensoris : visual aculty 20-50 positif, sudah dapat membedakan bentuk.
Sosialisasi : emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada lingkungan
yang sudah diketahuinya, merasa takut pada situasi yang asing, mulai
mengerti akan perintah sederhana, sudah mengerti namanya sendri, sudah
bisa menyebut abi, ummi.
2. Tumbuh kembang Toddler (BATITA); umur 1-3 Tahun
a. Umur 15 bulan
Motorik kasar : sudah bisa berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain.
Motorik halus : sudah bisa memeganggi cangkir, memasukkan jari ke
lubang membuka kotak, melempar benda.
b. Umur 18 bulan
Motorik kasar : mulai berlari tetapi sering jatuh, menarik-narik mainan,
mulai senang naik tangga tetapi masih dengan bantuan.
16
Motorik halus : sudah bisa makan dengan menggunakan sendok, bisa
membuka halaman buku, belajar menyususn balok-balok.
c. Umur 24 bulan
Motorik kasar : berlari sudah baik, dapat naik tangga sendiri dengan kedua
kaki tiap tahap.
Motorik halus : sudah bisa membuka pintu, membuka kunci, menggunting
sederhana, minum dengan menggunakan gelas atau cangkir, sudah dapat
menggunakan sendok dengan baik.
d. Umur 36 bulan
Motorik kasar : sudah bisa naik turun tangga tanpa bantuan, memakai baju
dengan bantuan, mulai bisa naik sepeda beroda tiga.
Motorik halus : bisa menggambar lingkaran, mencuci tangannya sendiri,
menggosok gigi.
3. Tumbuh kembang pra sekolah
a. Usia 4 tahun
Motorik kasar : berjalan berjinjit, melompat, melompat dengan satu kaki,
mengangkap bola dan melemparkannya dari atas kepala.
Motorik halus : sudah bisa menggunakan gunting dengan lancar, sudah
bisa menggambar kotak, menggambar garis vertikal maupun garis
horizontal, belajar membuka dan memasang kancing baju.
b. Usia 5 tahun
17
Motorik kasar : berjalan mundur sambil berjinjit, sudah dapat menangkap
dan melempar bola dengan baik, sudah dapat melompat dengan kaki
secara bergantian.
Motorik halus : menulis dengan angka-angka, menulis dengan huruf,
menulis dengan kata-kata, belajar menulis nama, belajar mengikat tali
sepatu.
Sosial emosional : bermain sendiri mulai berjurang, sering berkumpul
dengan teman sebaya, interaksi sosial selama bermain meningkat, sudah
siap untuk menggunakan alat-alat bermain.
Pertumbuhan fisik : berat badan meningkat 2,5 kg/tahun, tinggi badan
meningkat 6,75 - 7,5 cm/tahun.
2.1.2. Konsep Gizi Balita
2.1.2.1 Pengertian Gizi
Gizi adalah Ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya (penghasil energi, pembangun, memelihara dan mengatur proses
kehidupan) (Almatsier, 2010).
Gizi berasal dari bahasa Arab yaitu ghidza yang berarti makanan. Di satu
sisi ilmu gizi berkaitan dengan makanan dan di sisi lain berkaitan dengan tubuh
manusia. Sedangkan pengertian makanan adalah bahan selain obat yang
mengandung zat-zat gizi / unsur kimia yang dapat diubah menjadi zat gizi oleh
tubuh dan berguna bila dimasukkan dalam tubuh ( Almatsier, 2010 ).
2.1.2.2 Kebutuhan Gizi Balita
18
Gizi merupakan unsur yang penting dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi,
mengingat zat gizi berfungsi menghasilkan energi, membangun dan memelihara
jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh, selain itu gizi
berhubungan dengan perkembangan otak, kemampuan belajar dan produktivitas
kerja.
Zat gizi yang dibutuhkan tubuh seperti karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral. Dalam makanan ada 5 kelompok zat gizi (Waryana, 2010),
antara lain yaitu:
a. Karbohidrat (Hidrat Arang)
Karbohidrat merupakan sumber energi yang sangat diperlukan oleh tubuh
baik hewan maupun manusia. Karbohidrat berasal dari tumbuh-tumbuhan yang
berasal dari hewan. Produk yang dihasilkan terutama dalam bentuk sederhana.
Sebagian dari gula sederhana ini kemudian mengalami polimerisasi dan
membentuk polisakarida. Bentuk dasarnya adalah glukosa semua karbohidrat pasti
akan dipecah oleh system pencernaan kita menjadi glukosa dan kemudia diserap
oleh darah untuk digunakan oleh tubuh dalam berbagai cara. Gula darah dapat
digunakan dengan segera oleh tubuh jika ada kebutuhan energi (Mitayani dkk,
2010). Sumber karbohidrat adalah padi-padian, umbi-umbian, roti,tepung,selai
dan sebagainya (Tejasari, 2005).
b. Lemak
Lemak berfungsi sebagai penyedia energy ke-2 setelah karbohidrat.
Oksidasi lemak akan berlangsung jika ketersediaan karbohidrat telah menipis
akibat asupan karbohidrat yang rendah. Menurut sumbernya lemak di bedakan
19
menjadi lemak nabati dan lemak hewani. Lemak nabati berasal dari tumbuh-
tumbuhan seperti : kacang-kacangan, alpukat. Lemak hewani berasal dari
binatang, yaitu : telur, ikan, susu daging dan lain-lain (Tejasari, 2005).
c. Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
tubuh sesudah air. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantikan
oleh zat lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh
(Almatsier, 2010).
d. Vitamin
Vitamin adalah zat-zat organik kompleks yang dibutuhkan dalam jumlah
kecil dan umumnya tidak dapat dibentuk oleh tubuh. Vitamin termasuk kelompok
zat pengatur pertumbuhan dan pemeliharaan kehidupan (Almatsier, 2010).
Vitamin dapat diperoleh dari sayur, buah dan biji-bijian (Tejasari, 2005).
e. Mineral
Mineral berfungsi sebagai bagian dari zat aktif dalam metabolisme atau
sebagai bagian dalam struktur sel dan jaringan, struktur tulang dan gigi,
pemindahan rangsangan syaraf, pengaturan kerja enzim dan pembekuan darah.
Mineral-mineral ini bias didapatkan dari air, susu, telur, daging, sayur (Tejasari,
2005).
2.1.2.3 Status Gizi Balita
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang
ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat energi lain yang
20
belum diperoleh dari pangan dan makanan yang dampak fisiknya dapat diukur
secara antropometri (Suhardjo, 2003).
2.1.2.4 Klasifikasi Status Gizi
a. Status gizi lebih
Status gizi lebih berkaitan dengan konsumsi makanan yang melebihi dari
yang dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang tinggi dan makanan dari gula
murni (Djaeini Achmad, 2000).
b. Gizi baik
Status gizi baik adalah kesesuaian antara jumlah asupan dengan
kebutuhkan gizi seorang anak (Santoso, 2004).
c. Status gizi kurang
Status gizi kurang pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang
disebabkan oleh kekurangan asupan energy dan protein dalam waktu tertentu
(Depkes RI, 2002).
Klasifikasi status gizi menurut WHO-NCHS (National Center of Health
Statistic) dengan skor simpangan baku (z skor) dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1Klasifikasi Gizi menurut WHO NCHS
Indikator Status Gizi Keterangan Berat Badan menurut Umur (BB/U)
Gizi Lebih Gizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk
> 2 SD ≥ -2 SD sampai 2 SD < -2SD sampai ≥ -3 SD < -3 SD
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Normal Pendek
≥ -2 SD sampai 2 SD < -2 SD
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Gemuk Normal
> 2 SD ≥ -2 SD sampai 2 SD
21
Kurus Kurus Sekali
< -2 SD sampai ≥ -3 SD < -3 SD
Sumber: DepKes RI (2002:13)
2.1.2.5 Standar Status Gizi
Standar status gizi menurut umur (BB/U):
a. Anak Laki-Laki Umur 0-60 Bulan
Tabel 2.2
Standar Status Gizi Menurut Umur (Bb/U) Anak Laki-Laki Umur 0-60
Bulan
22
23
24
b. Anak Perempuan Umur 0-60 Bulan
Table 2.3
Standar Status Gizi Menurut Umur (Bb/U) Anak Laki-Laki Umur 0-60
Bulan
25
26
2.1.2.6 Penilaian Status Gizi Balita
Untuk menilai status gizi balita menggunakan indeks BB/U yang
dikonversikan dengan baku rujukan WHO-NCHS dimana status gizi dapat dibagi
pada empat kategori (Soekirman, 2002) :
1. Gizi baik bila nilai skor Z terletak antara -2 SD ≤ Z < +2 SD
2. Gizi kurang bila nilai skor Z terletak antara -3 SD ≤ Z < -2 SD
3. Gizi buruk bila nilai skor Z < -3 SD
4. Gizi lebih bila nilai skor Z ≥ + 2 SD
Keterangan : SD = Standar Deviasi
2.1.2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Soekirman menyatakan bahwa status gizi pada balita dipengaruhi oleh
beberapa faktor penyebab diantaranya penyebab langsung dan tidak langsung
(Istiono, 2009).
a. Faktor langsung
1) Asupan makanan
Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Pada anak
yang mendapatkan makanan tidak cukup baik dapat menyebabkan daya tahan
ttubuhnya melemah dan mudah terserang penyakit sehingga dapat mempengaruhi
status gizi (Waryana, 2010).
2) Penyakit infeksi
27
Terdapat pengaruh yang cukup besar dari penyakit infeksi terhadap
keadaan gizi seseorang. Penyakit infeksi tersebut antara lain seperti diare dan
demam, penyakit tersebut dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan, dimana
makanan yang dikonsumsi menjadi berkurang, sehingga dapat menyebabkan
terjadinya gangguan pada status gizi (Waryono, 2010).
b. Faktor tidak langsung
1) Ketahanan pangan
Ketahanan makanan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi
kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik
mutunya (Waryono, 2010).
2) Pola pengasuh anak
Pola pengasuh anak adalah kemampuan keluarga untuk menyediakan
waktunya, perhatian dan dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal baik fisik, mental dan sosial (Waryono, 2010).
3) Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan
Tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh seluruh keluarga. Berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan dan
mendapat pemantauan status gizi atau pertumbuhan (Wrayono, 2010).
4) Tingkat pendidikan
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi
masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-
tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi
baru di bidang gizi (Ermawati, 2006). Selain itu tingkat pendidikan juga ikut
28
menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan, semakin
tinggi pendidikan seseorang, akan semakin mudah dia menyerap informasi yang
diterima termasuk pendidikan dan informasi gizi yang akhirnya dapat mengubah
perilaku makan ke arah yang lebih baik dan dapat meningkatkan status gizi anak
balita (Ermawati, 2006). Wifandoko (2007) menyatakan bahwa peningkatan
pendidikan akan meningkatkan kesehatan gizi yang selanjutnya akan
menimbulkan sikap dan perilaku positif.
5) Tingkat pendapatan
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas
makanan, karena dengan pendapatan yang memadai dapat menyediakan semua
kebutuhan anak balita yang primer maupun yang sekunder. Pendapatan yang
meningkat akan menyebabkan semakin besarnya total pengeluaran termasuk
pengeluaran untuk pangan (Paputungan 2009).
6) Pengetahuan gizi
Pengetahuan gizi Kurangnya pengetahuan dan salah persepsi tentang
kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum disetiap negara di dunia.
Penduduk dimanapun akan berutung dengan bertambahnya pengetahuan
mengenai gizi dan cara menerapkan informasi tersebut untuk orang yang berbeda
tingkat usia dan keadaan fisiologis (Agus Krisno, 2004).
2.1.3. Konsep Pengetahuan Ibu tentang Gizi Balita
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
29
terjadi melalui pancaindra manusia. Yakni indra penglihatan pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui
mata dan telinga. Sebelum orang melalui perilaku baru, didalam diri seseorang
terjadi terjadi proses berurutan yakni, Awarenes (kesadaran) dimana orang
tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus,
interest (merasa menarik) terhadap objek atau stimulus tersebut bagi dirinya. Trial
yaitu subyek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai pengetahuan, kesadaran
dan sikap terhadap stimulus. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior).
(Notoadmojo 2010).
Pengetahuan pada hakikatnya timbul karena adanya hasrat ingin tahu pada
diri manusia. Pengetahuan yang ada pada manusia tergantung pada tingkat
pendidikan yang diperoleh baik secara formal maupun non formal, dimana tingkat
pengetahuan akan memberikan pengaruh pada cara-cara seseorang memahami
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Selanjutnya secara tidak langsung akan
menimbulkan sikap positif. Keadaan ini dapat mencegah timbulnya perubahan
sosial budaya makan dan gaya hidup negative.
Kurangnya pengetahuan dan salah konsepsi tentang kebutuhan pangan dan
nilai pangan merupakan hal yang umum di setiap negara. Kemiskinan dan
kekurangan persediaan pangan yang bergizi, merupakan faktor penting dalam
masalah kurang gizi. Akan tetapi ada sebab lain yang tak kalah penting, yaitu
kurang pengetahuan tentang makanan bergizi atau kemampuan untuk menerapkan
informasi pangan yang diproduksi dan tersedia (Harper, 2001).
30
Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan ibu mengenai gizi adalah apa
yang diketahui ibu tentang makanan sehat untuk golongan umur tertentu (bayi, ibu
hamil dan menyusui), pemilihan makanan, pengolahan makanan serta persiapan
dan penyimpanan makanan.
2.1.3.1 Makanan Sehat Untuk Golongan Umur Tertentu
Makanan sehat untuk golonan umur tertentu (Mitayani, 2010) :
1. Bayi (umur 0-12 bulan)
ASI merupakan makanan bayi yang terbaik karena :
a. ASI mengandung zat-zat gizi yang tepat sesuai dengan yang diperlukan
untuk pertumbuhan bayi serta mudah dicerna dan diserap.
b. ASI mengandung zat kekebalan yang tidak terdapat pada susu lain,
sehingga dapat melindungi bayi terhadap bahaya infeksi.
c. ASI adalah bersih, murah, segar, hangat, dan mudah dalam cara
pemberiannya.
d. Dengan menyusukan akan terjalin hubungan kasih saying antara ibu dan
anak yang sangat diperlukan untuk perkembangan mental dan kepribadian
yang baik di kemudian hari.
2. Ibu hamil
Makanan untuk ibu hamil pada dasarnya tidak banyak berbeda dari menu
sebelum hamil. Bahan pangan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhn gizi ibu
hamil harus meliputi enam kelompok, yaitu makanan yang mengandung protein,
baik hewani maupun nabati, susu dan olahannya, sumber karbohidrat baik dari
31
roti ataupun bijian, buah-buahan dan syuran yang tinggi kandungan vitamin C,
sayuran berwarna hijau tua, serta buah dan sayur lain.
3. Ibu menyusui
Berikut ini beberapa makan sehat yang zat gizi nya perlu diperhatikan oleh
ibu menyusui:
Selama menyusui ibu membutuhkan makanan sumber protein yang biasa
dikonsumsi. Sumber protein ini dapat diperoleh dari ikan, daging ayam, daging
sapi, telur, susu, dan juga tahu, tempe, serta kacang-kacangan. Serta pada asam
lemak tak jenuh ganda dapat diperoleh dari minyak jagung, minyak biji kapas
serta ikan salmon, dan ikan haring (Arisman 2004).
2.1.3.2 Pemilihan Makanan dan Pengolahan Makanan
Bahan bahan makanan yang akan diolah menjadi makanan, agar zat zat
gizinya dapat dimanfaatkan secara optimal maka yang harus diperhatikan adalah
pemilihan, penanganan dan pengolahannya. pula sanitasi atau kebersihan harus
dijaga agar jangan sampai makanan yang dibuat tercemar oleh bakteri yang
akhirnya dapat menyebabkan penyakit. Begitu pula sanitasi atau kebersihan harus
dijaga agar jangan sampai makanan yang dibuat tercemar oleh bakteri yang
akhirnya dapat menyebabkan penyakit.
a. Sayur dan buah
Dalam sayur dan buah biasanya masih mengandung bahan kimia pestisida,
yaitu untuk pembasmi tanaman. Hal ini terjadi karena petani penanam buah dan
sayur melindungi tanamannya dari gangguan hama dengan menggunakan
32
pestisida. Untuk itu, buah atau sayur sebelum diolah atau dikonsumsi harus dicuci
bersih dahulu.
1. Pemilihan sayur dan buah.
Dalam memilih bahan bahan sayuran yang harus diperhatikan adalah ciri
ciri fisik sayuran yang baik adalah sebagai berikut :
1) Sayuran harus tampak bersih tidak dalam keadaan kotor.
2) Daun sayuran tampak segar, tidak layu, kering atau memar, dan tidak
tampak adanya serangan hama.
3) Batang daunnya masih muda dan mudah dipatahkan.
Demikian pula dengan buah, buah yang baik memiliki ciri cirri sebagai
berikut :
1) Buah tampak segar, kulit permukaan tidak berkerut.
2) Kulit buah tidak cacat, sehingga dipastikan buah tidak terserang hama.
2. Pengolahan sayur dan buah
Adapun pengolahan bahan sayuran yang baik adalah sebagai berikut :
1) Gunakan sedikit mungkin air untuk merebus.
2) Air sisa rebusan jangan dibuah tapi gunakan untuk yang lain seperti sup.
3) Sayuran dimasukkan setelah air perebus mendidih, hal ini untuk
menghindari berkurangnya zat gizi yang dikandung sayuran seminimal
mungkin.
4) Sayuran sebaiknya segera diolah.
33
5) Memotong sayuaran jangan terlalu kecil agar kandungan zat gizinya tidak
banyak yang teroksidasi.
6) Hindari memasak sayuran dengan alat perebus yang terbuat dari besi,
tembaga karena secara tidak lansung akan merusak vitamin.
7) Pemberian garam yodium pada sup atau sayur, sebaiknya diberikan pada
saat makanan matang dan dingin, karena yodium akan rusak pada suhu
tinggi.
b. Ikan
Tingkat kesegaran ikan yang akan dimasak sangat berpengaruh terhadap
hasil masakan, baik penampilan, rasa, tekstur, maupun nilai gizinya.
1. Pemilihan Ikan
Pemilihan ikan yang segar harus dilakukan apabila kita akan
mengkonsumsi ikan sebagai lauk. Ciri ciri ikan segar adalah sebagai berikut :
1) Mata cembung. Selaput mata jernih, dan pupil berwarna hitam.
2) Insang berwarna merah, tidak berlendir, tidak berbau busuk.
3) Warna kulit belum pudar, sisik melekat kuat .
4) Dagingnya terasa kenyal, bila ditekan segera pulih.
5) Berbau khas ikan segar, tidak anyir/ pesing.
2. Pengolahan Ikan
Ikan untuk anak balita sebaiknya jangan digoreng, tetapi dikukus agar
kandungan asam lemak pada ikan yang sangat bermanfaat bagi tumbuh kembang
otak si kecil tidak rusak. Nutrisi ikan akan rusak apabila dipanaskan dengan
penambahan lemak seperti minyak.
34
c. Daging
Daging merupakan bahan yang mudah rusak, karena komposisi gizinya
yang baik untuk manusia juga baik bagi mikro- organisme, sehingga mudah
terjadi pencemaran permukaan daging oleh mikroorganisme. Penyimpanan pada
suhu rendah mampu memperlambat kecepatan berkembangnya pencemaran pada
daging.
1. Pemilihan daging yang baik
Daging yang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1) Warna merah cerah dan ada lapisan lemak, semakin tua warna daging,
semakin alot teksturnya
2) Baunya segar, tidak busuk
3) Tekstur daging yang lunak dan elastis.
4) Pori-pori tulang terisi cairan daging warna merah muda.
2. Pengolahan Daging
Proses pengolahan dapat menyebabkan kerusakan protein pada daging.
Vitamin yang mudah rusak pada daging adalah tiamin. Kerusakan dipengaruhi
oleh waktu dan suhu pada saat memasak. Pada proses pengolahan jangan terlalu
lama dan pada suhu yang cukup, sehingga daging yang diolah hancur hancur/
lembut dan serat daging masih nampak terlihat. Untuk penyajian pada si kecil
apabila ingin dihaluskan disarankan menggunakan blender sebagai penghalus.
2.1.3.3 Persiapan dan penyimpanan makanan
Pada saat mempersiapkan makanan, kebersihan makanan perlu mendapat
perhatian khusus. Makanan yang kurang bersih dan sudah tercemar dapat
35
menyebabkan diare atau cacingan pada anak. Begitu juga dengan si pembuat
makanan dan peralatan yang dipakai seperti sendok, mangkok, gelas, piring dan
sebagainya sangat menentukan bersih tidaknya makanan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam mempersiapkan dan menyimpan makanan adalah (Soenardi,
2000) :
1) Simpan makanan dalam keadaan bersih, hindari pencemaran dari debu dan
binatang.
2) Alat makan dan memasak harus bersih.
3) Ibu atau anggota keluarga yang memberikan makanan harus mencuci
tangan dengan sabun sebelum memberi makan.
4) Makanan selingan sebaiknya dibuat sendiri.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh sanjaya (2000) juga disebutkan
bahwa sebagian anak dalam keluarga tertentu dengan sosial ekonomi rendah
mempunyai daya adaptasi yang tinggi sehingga mampu tumbuh dan kembang,
dan salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah pengetahuan ibu tentang gizi
dan kesehatan. Hal ini senada dengan yang dianggap oleh Berg (1986), bahwa
sekalipun daya beli merupakan halangan yang utama, tetapi sebahagiaan
kekurangan gizi akan bisa diatasi kalau orang tua tahu bagaimana seharusnya
memanfaatkan segala sumber yang dimiliki.
2.3.1.1. Tingkat Pengetahuan Gizi ibu
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi
didasarkan pada tiga kenyataan yaitu:
36
1) Status gizi cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan.
2) Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya
mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh
yang optimal.
3) Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat
belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi. (Suhardjo,
2003 ).
1.3.1.2 Kriteria tingkat pengetahuan
Menurut Nursalam (2008) kriteria untuk menilai dari tingkatan
pengetahuan menggunakan nilai :
1) Tingkat pengetahun baik bila skor atau nilai 76-100%
2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56-75%
3) Tingkat pengetahuan cukup kurang bila skor atau nilai ≤ 56%
2.2 Kerangka Teori
Gambar : 2.1 kerangka Teori Penelitian (Supariasa, 2002)
Kekurangan Gizi Anak
Asupan makanan Penyakit Infeksi
Ketidak cukupan persediaan pangan
Pelayanan kesehatan dasar tidak memadai lingkungan
Pola Asuh /perawatan tidak memadai
1) Kemiskinan2) Kurang pendidikan3) Kurang keterapilan
krisis ekonomi
37
2.3 Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini digunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu pengetahuan yang
meliputi pendidikan dan sosial ekonomi sedangkan variabel terikat dalam
penelitian ini yaitu status gizi.
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan :
: Variabel yang di teliti
: Garis penghubung
Gambar : 2.2 Kerangka Konsep
2.4. Hipotesis
Hipotesis : Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi
balita di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo tahun 2013.
Pengetahuan Ibu
- Pendidikan
- Sosial ekonomiStatus Gizi Balita
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk memperjelas penelitian ini maka ditentukan lokasi dan waktu
penelitian yaitu :
3.1.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tilote Desa Tilote Kecamatan
Tilango Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo.
3.1.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 -26 Mei 2013.
3.2. Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Cross
sectional Study dimana penelitian yang menekankan/observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat.
3.3. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yakni variabel bebas adalah
pengetahuan ibu tentang gizi dan variabel terikat adalah status gizi balita.
3.4. Definisi Operasional
Definisi operasional dalam penelitian ini adalah :
1. Pengetahuan ibu tentang gizi adalah tingkat pemahaman ibu tentang
makanan sehat untuk golongan umur tertentu (bayi, ibu hamil dan
39
menyusui), pemilihan makanan, pengolahan makanan serta persiapan dan
penyimpanan makanan.
Kriteria penilaian didasarkan atas skala Ordinal dengan jumlah pertanyaan
yaitu sebanyak 16 pertanyaan yang diberi skor atau bobot nilai (satu) jika
menjawab benar dan nilai 0 (nol) jika menjawab salah.
Kriteria obyektifnya adalah :
a. Baik : jika nilai jawaban sama dengan atau lebih dari nilai median data
b. Kurang : jika nilai jawaban kurang dari nilai median data.
2. Status gizi balita adalah suatu keadaan status gizi balita berdasarkan rumus
Z-Score , yang dihitung menurut BB/U. Alat ukur dalam varibel ini
adalah berupa KMS balita, timbangan dan meteran dengan skala
pengukuran ordinal. Parameter dan kategori yang digunakan adalah :
a. Gizi baik bila nilai skor Z terletak antara -2 SD ≤ Z < +2 SD
b. Gizi kurang bila nilai skor Z terletak antara -3 SD ≤ Z < -2 SD
c. Gizi buruk bila nilai skor Z < -3 SD
d. Gizi lebih bila nilai skor Z ≥ + 2 SD
(Soekirman, 2002)
3.5. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010). Populasi
dalam penelitian ini yaitu seluruh ibu dari balita yang berada di Puskesmas Tilote
yang berjumlah 232 balita.
40
3.6. Sampel
Sampel adalah sebagian atau mewakili populasi yang diteliti (Arikunto,
2010). Sampel penelitian adalah sebagian dari ibu yang memiliki balita di
Puskesmas Tilote. Cara pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu dengan
cara menggunakan Purposive Sampling yaitu suatu teknik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki
peneliti (tujuan/masalah dalam penelitian), sehingga sampel tersebut dapat
mewakili karakteristik populasi yang telah dikenal sebelumnya.
Dalam perhitungan besar sampel, peneliti menggunakan rumus Tero
Yamane (Notoadmodjo, 2006).
N n =
1 + N (d)2
232 n =
1 + 232 (0.05)2
232 n =
1 + 232 (0.0025)
232 232 n = = = 146.84 = 147 responden
1 + 0.58 1.58
Keterangan : n = Besar sampel
d = nilai signifikasi (0.05)
N = Jumlah populasi
Jadi jumlah sampel adalah 147 responden.
41
Dengan kriteria inklusi :
1. Ibu yang memiliki balita
2. Ibu dan balita dalam keadaan sehat
3. Bersedia menjadi responden
Dengan kriteria ekslusi :
1. Respoden tidak bersedia berpartisipasi dalam penelitian
2. Balita yang sedang sakit atau sedang terinfeksi suatu penyakit
3.7. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data meliputi :
1.7.1 Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer merupakan
data yang diperoleh dari hasil penimbangan dari balita dan hasil pengisian
kuesioner oleh ibu balita meliputi pengetahuan ibu tentang gizi balita.
1.7.2 Metode Pengumpulan Data
Data status gizi dari tahun 2009 sampai tahun 2012 di provinsi Gorontalo,
diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dengan membawa surat
pengantar permintaan data awal dari institusi/pihak jurusan.
Data jumlah balita yang berdomisili di desa Tilote Kab. Gorontalo dari
bulan Januari sampai bulan Februari 2013 diperoleh dari Puskesmas Tilote, Kab.
Gorontalo dengan membawa surat pengantar permintaan data awal dari
institusi/pihak jurusan.
Data dipeoleh dari balita dan ibu balita saat penelitian. Pengumpulan data
dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama untuk mengumpulkan data berat badan
42
balita dengan melakukan penimbangan. Tahap kedua mengumpulkan data tentang
pengetahuan ibu tentang gizi balita yang dipeoleh dari kuesioner pengetahuan
yang diisi ibu balita.
1.7.3 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah kuesioner. Kuesioner
adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun baik, sudah matang, dimana
responden tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan data – data
tertentu (Notoatmodjo, 2010).
Kuesioner dalam penelitian ini mencakup pertanyaan tentang pengetahuan
gizi. Pertanyaan tentang pengetahuan ibu berjumlah 16 pertanyaan dengan
menggunakan skala Ordinal dan pilihan jawaban berupa multiple choice atau
pilihan ganda dengan kriteria nilai 1 untuk jawaban yang benar serta 0 untuk
jawaban yang salah.
Kuesioner yang akan diberikan terlebih dahulu telah di uji validitas dan
reabilitasnya dengan menggunakan program statistical package for social science
(SPSS) 18,0. Sampel yang digunakan dalam melakukan uji validitas dan
reliabilitas adalah 20 responden yang memiliki karakterisitik yang sama dengan
sampel dalam penelitian. Adapun hasil uji validitas dan reabilitas kuesioner adalah
sebagai berikut :
1. Uji Validitas
Hasil uji validitas untuk variabel pengetahuan didapatkan Nilai r tabel
untuk 20 responden dengan tingkat kemaknaan 5% adalah 0,444. Sementara untuk
r hasil dilihat pada tabel item-total statistics kolom ‘Corerected item Total
43
Cerrelation’ diperoleh rata-rata lebih dari 0,444. Jadi dapat disimpulkan
pertanyaan tersebut valid.
2. Uji reliabilitas
Hasil uji reliabilitas untuk variabel pengetahuan adalah nilai r Alpha
(0,929) lebih besar dibandingkan dengan nilai 0,4. (Nilai r Alpha dilihat pada
tabel Reliability Statistics). Maka dapat disimpulkan pertanyaan tersebut sudah
reliabel.
3.8. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan langkah-langkah:
1. Editing adalah pengecekan atau pengoreksian data yang telah
dikumpulkan karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data
yang terkumpul tidak logis dan meragukan.
2. Coding adalah pemberian atau pembuatan kode-kode pada tiap data yang
termasuk dalam kategori yang sama.
3. Entry adalah memasukkan data untuk diolah menggunakan komputer.
4. Tabulating adalah mengelompokkan data sesuai variabel yang akan diteliti
guna memudahkan analisis data.
3.9. Analisis Data
Analisis data untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel
bebas dengan variabel terikat. Variabel bebas dan variabel terikat pada penelitian
ini mempunyai skala kategori dan penelitian mempunyai tujuan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi
44
balita. Analisis yang digunakan adalah analisis Bivariat uji Chi square (Dengan α
= 0,05 ) dengan perangkat SPSS. Dikatakan ada hubungan jika nilai P < 0,05 (H0
ditolak) dan di katakan tidak ada hubungan jika nilai P > 0,05 (H0 diterima).
3.10. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan
manusia, sehingga perlu diperhatikan. Masalah etika yang harus karena manusia
mempunyai hak asasi. Etika penelitian keperawatan meliputi:
1. Inform consent (Persetujuan)
Dalam melaksanakan penelitian, peneliti wajib memberikan informasi
yang cukup untuk orang/obyek (yang berhak mewakili) yang diteliti dan juga
wajib mendapatkan izin obyek yang diteliti. Informed Consent artinya ada
persetujuan (consent) setelah mendapat penjelasan (informed) tentang maksud,
cara pelaksanaan dan efek dari penelitian itu dan izin tertulis.
2. Anonimity (Tanpa Nama)
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberiakan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan.
45
3. Confidentialy (Kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya.
Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaan oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset.
46
3.11. Alur Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Mengajukan surat rekomendasi permintaan data awal dari pihak jurusan di DIKES Provinsi Gorontalo
Melakukan pengambilan data Status gizi balita di DIKES Provinsi Gorontalo
Menentukkan tempat penelitian
Mengajukan surat rekomendasi permintaan data awal dari pihak jurusan kepada Kepala Puskesmas Tilote, Kab. Gorontalo
Melakukan pendekatan dengan ibu balita dan memberikan kuesioner awal kepada 20 ibu balita
Membuat daftar populasi dan menentukkan sampel
Mengajukan surat rekomendasi izin penelitian dari pihak jurusan ke KESBANGPOL Provinsi Gorontalo
Mengajukan surat izin penelitian kepada Kepala Puskesmas Tilote, Kab. Gorontalo
Informed consent
setuju Tidak setuju
Pengisian kuesioner, penimbangan berat badan pada dan pengumpulan data
Pengolahan, penyajian dan analisis data
Membuat laporan hasil penelitian
47
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Tilote sebagai salah satu pelayanan dasar dan terdepan di
Kecamatan Tilango memberikan pelayanan rawat jaan dan rawat inap secara
terpadu kepada masyarakat dalam upaya untuk mengatasi masalah kesehatan serta
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Sejak bulan Desember 2007
Puskesmas Tilote wilayah kerjanya tidak termasuk pada wilayah Kecamatan
Telaga, tetapi sudah merupakan Kecamatan tersendiri yaitu Kecamatan Tilango.
Puskesmas Tilote memberikan pelayanan rawat jalan dimulai tahun 1991 dan
pelayanan rawat inap tahun 2004.
Profil kesehatan Puskesmas Tilote merupakan gambaran situasi kesehatan
yang memuat data tentang kesehatan seperti data kependudukan sarana dan
prasarana, dan lain-lain. Pada dasarnya profil Puskesmas merupakan bagian dari
system informasi kesehatan (SIK) sedangkan SIK merupakan bagian fungsional
dari system informasi kesehatan yang komprehensif, karena mempunyai peranan
yang penting dan strategis dalam menyediakan informasi pencapaian program
pembangunan kesehatan.
Kepemimpinan di Puskesmas Tilote dari Tahun 1991 sampai Tahun 2013
telah berganti sebanyak 9 kali.
48
1. 1991-1992
: dr. Chandra Lasimpala
2. 1992-1994 :
dr. Wieke Iskandari
3. 1994-1996 :
dr Zein Suwele
4. 1997-1998 : dr. Tatiek Nurhayati
5. 1999-2005 : dr. Nuryana Alinti
6. 2005-2007 : dr. Iwan A. Yusuf
7. 2007-2011 : dr. Moh. Natsir Abdul
8. 2011-2012 : Mohamad K. Yunus,
SKM
9. 2012 sampai sekarang : dr. Hj. Zainun Rahman
1) Keadaan Geografis
Sejak tahun 2007 Kecamatan Tilango merupakan salah satu kecamatan yang
ada di Wilayah Kabupaten Gorontalo, hasil pemekaran dari Kecamatan Telaga
dengan luas wilayah 524, 54 Ha, terdiri dari 7 desa, 27 Dusun, dengan jarak dari
Ibukota Kabupaten Gorontalo (Limboto) + 15 Km. tahun 2011 Desa Tenggela
mengaami pemekaran menjadi Desa Tenggela dan Desa Tinelo, sehingga wilayah
Kecamatan Tilango berubah menjadi 8 Desa, dengan luas wilayah 524,54 Ha.
Adapun 8 Desa tersebut yaitu:
49
1. Desa Tualango
2. Desa Dulomo
3. Desa Tilote
4. Desa Tabumela
5. Desa Ilotidea
6. Desa Lauwonu
7. Desa Tenggela
8. Desa Tinelo
Dengan batas-batas sebagai berikut :
a. Bagian Timur berbatasan dengan Kecamatan Dungingi
b. Bagian Selatan Bermatasan dengan Kecamatan Kota Barat
c. Bagian Barat berbatasan dengan Danau Limboto
d. Bagaian Utara berbatasan dengan Kecamatan Telaga Jaya
Topografi dari desa-desa tersebut sebagian besar merupakan dataran
rendah dan sebagian wilayah dari 3 desa diantaranya yaitu desa Tabumela,
Ilotidea dan Lauwonu berada di pesisir danau Limboto, situasi tersebut bisa dilihat
pada gambar peta wilayah Puskesmas Tilote seperti:
Gambar 4.1 Peta Wilayah Puskesmas Tilote
50
2) Kependudukan
Jumlah penduduk pada tahun 2011 adalah 13.043 jiwa dan jumlah KK
adalah 3636 KK, dengan jumlah masyarakat miskin 5.003 jiwa, jumlah KK
miskin 1492 jiwa, ibu hamil 339, ibu menyusui/berslin 324, bayi 0-1 tahun 328
orang, jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tilote tahun 2011
berdasarakan data SP2TP berjumlah 13.043 jiwa, dimana penyebarannya dalam 8
(delapan) desa belum merata, secara rinci dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 4. 1
Distribusi Penduduk Kecamatan Tilango Menurut Desa Tahun 2011
Desa Jumlah Penduduk PresentaseTualangoDulomo
956770
7,335,91
51
TiloteTabumelaIlotidea
LauwonuTenggela
Tinelo
212119821733157220001909
16,2615,1913,2912,0515,3314,63
Sumber Data : Promkes PKM Tilote
3) Struktur Ekonomi
Ciri khas Kecamatan Tilango adalah kondisi struktur ekonomi yang
didomisili oleh sektor perikanan yang kemudian diikuti oleh sektor perdagangan,
dan jasa transportasi.
4) Situasi Derajat Kesehatan
a. Angka Kematian (mortalitas)
1.1 Angka Kematian Bayi (IMR=Infant Mortality Rate)
Angka kematian bayi atau IMR yaitu jumlah kematian bayi dibawah umur 1
(satu) tahun dalam jangka waktu interval tertentu (biasanya satu tahun).
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap angka kematian bayi:
a. Faktor aksebilitas atau tersedianya berbagai fasilitas kesehatan
b. Peningkatan pelayanan kesehatan dari tenaga media yang terampil
c. Kesediaan masyarakat untuk mengubah diri dari pola tradisional ke
norma kehidupan modern dalam bidang kesehatan.
1.2 Angka kematian Ibu (MMR=Maternal Mortality Rate)
52
Yang dimaksud dengan angka kematian ibu atau MMR adalah jumlah
kematian yang terjadi pada ibu karena peristiwa kehamilan, persalinan dan
nifas dalam kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Berdasarkan data
SP2TP tahun 2011 Puskesmas Tikote tidak terdapat angka kematian ibu
(MMR).
b. Angka Kesakitan
1. Angka “Acute Flaccid Paralysis ” (AFP) pada anak usia <15 tahun per
100.000 anak.
2. Angka kesembuhan penderita TB paru BTA +
3. Persentase Balita dengan Penumonia
4. Persentase HIV/AIDS ditangani
5. Angka kesakitan DBD per 100.000 penduduk
6. Persentase balita dengan diare ditangani
7. Angka kesakitan malaria/1000 penduduk
c. Status Gizi
1. Persentase kunjungan neonatus
2. Persentase kunjungan bayi
3. Persentase BBLR ditangani
4. Persentase dengan gizi buruk
5) Kunjungan Puskesmas Tilote
a. Rawat Jalan
53
Jumlah penyakit pada kunjungan rawat jalan di Puskesmas Tilote yang
terbanyak selama Tahun 2011 adalah penyakit ISPA Non Pneumonia sejumlah
4652 kasus.
Tabel 4.2 10 Penyakit Menonjol Rawat Jalan semua Jenis Umur
Puskesmas Tilote 2011
NO. Jenis Penyakit Jumlah1. ISPA Non Pneumonia 46522. Tonsilitis 7653. Diare 7364. Arthritis 7105. Assential (Primary Hipertension) 7096. Dermatitis Kontak Alergi 7037. Gastritis 5998. Abses kulit, furunkel, carbunkle 4039. Dermatitis Iritan 37810. Stomatitis 336
b. Rawat Inap
Jumlah penyakit pada pada kunjungan rawat inap di Puskesmas Tilote
yang terbanyak selama Tahun 2011 adalah penyakit GEA sejumlah 44 kasus.
Tabel 4.3 10 Penyakit Menonjol Rawat Inap Semua Jenis Umur
Puskesmas Tilote 2011
NO Jenis Penyakit Jumlah1. GEA 442. Dispepsia 103. Vulnus 84. ISPA Non Penumonia 45. KLL 46. Hiperemesis 47. Hipertensi 3
54
8 TB Paru 39 Suspect Thypoid 210 Suspect TB Paru 1
6) Ketenagaan
Jumlah tenaga di Puskesmas Tilote sejumlah 52 orang yang terdiri dari
PNS 36 orang, PTT 1 orang, tenaga magang 19 orang, dan tenaga ahli 1 orang.
Tabel 4.4 Jumlah Tenaga Dan Status Pegawai Di Puskesmas Tilote
NO
Jenis PendidikanStatus Pegawai
Abdi/MagangCPNS PNS PTT
1. Dokter umum 22. Dokter gigi 63. S-2 Kesehatan 14. S-1 Penyuluh Kes. 25. S-1 Epidemiologi 56. D-3 Keperawatan 37. D-III Kebidanan 48. D-III Kesling 39. D-1 Keperawatan 310. D-1 Kebidanan 711. D-1 Kesling 112. SPRG 213. SLTA Kejuruan 1
55
14. Tenaga Magang 19
4.2 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo mulai
dari tanggal 20 s.d 26 Mei 2013. Sampel dalam penelitian ini menggunakan
purposive sampling yaitu ibu yang mempunyai balita dan bersedia menjadi
responden sebanyak 147 responden. Hasil penelitian ini diperoleh melalui
pengisian kuesioner dari responden. Setelah itu, data yang berasal dari kuesioner
terkumpul selanjutnya dilakukan pengolahan data mulai dari editing, koding,
entry, tabulasi, dan analisa data sampai penyajian data.
Dari hasil pengolahan data, disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi
karakteristik responden (analisa univariat) dan hasil analisa hubungan antara
variabel independen dengan variabel independen dengan variabel dependen
(analisa bivariat) dengan menggunakan uji Chi-square.
4.2.1 Hasil Analisis Univariat
Analisis univariat dalam hal ini dilakukan untuk melihat distribusi dari
karakteristik responden yaitu umur responden, pekerjaan responden, pendidikan
responden, sosial ekonomi (pendapatan) responden, dan sampel yaitu umur
sampel dan jenis kelamin sampel.
4.2.1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Umur
Umur responden dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok umur 15-20
tahun, 21-25 tahun, 26-30 tahun, 31-35 tahun, 36-40. Hal ini dapat dilihat pada
tabel 4.5.
56
Tabel 4.5Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Ibu di Puskesmas
Tilote Kabupaten Gorontalo
No Umur (Tahun)Jumlah
n %1 15-20 11 7.52 21-25 32 21.83 26-30 42 28.64 31-35 39 26.5
5 36-40 19 12.9
6 41-45 4 2.7
Jumlah 147 100
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa dari 147 responden dimana yang
memiliki prosentase terbanyak umur 26-30 yaitu 42 orang dan (28,6%) dan yang
memiliki prosentase sedikit umur 41-45 yaitu 4 orang (2,7%).
4.2.1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan responden terdiri dari PNS/Honorer, Wiraswasta dan IRT. Hal ini
dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pekerjaan Responden
di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
No Pekerjan Jumlahn %
1 PNS/HONORER 26 17.72 WIRASWASTA 10 6.83 IRT 111 75.5
Jumlah 147 100
57
Berdasarkan tabel 4.6 menunjukan bahwa dari 147 responden sebagian
besar pekerjaan responden yang ada di Puskesmas Tilote yaitu 111 orang (75,5%)
mempunyai pekerjaan sebagai IRT dan sebagian kecil yaitu 10 orang (6,8%)
sebagai wiraswasta dan selebihnya 26 orang (17,7%) mempunyai pekerjaan
sebagai PNS/Honorer.
4.2.1.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan
Pendidikan responden terdiri dari pendidikan SD, SMP, SMA dan
Perguruan Tinggi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan Responden
di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
No PendidikanJumlah
N %1 SD 48 32,72 SMP 56 38,13 SMA 31 21,14 Perguruan Tinggi 12 8,2
Jumlah 147 100
Berdasarkan tabel 4.7 menunjukan bahwa dari 147 responden yang ada di
Puskesmas Tilote sebagian besar yaitu 56 orang (38,1%) dengan tingkat
pendidikan SMP, 48 orang (32,7%) dengan tingkat pendidikan SMP, 31 orang
58
(21,1%) dengan tingkat pendidikan SMA dan 12 orang (8,3%) dengan tingkat
pendidikan perguruan tinggi.
4.2.1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan (Status Ekonomi) responden yaitu dikategorikan berdasarkan
standar UMR Provinsi Gorontalo yaitu Rp. 837.500, 00. Hal ini dapat dilihat
pada tabel 4.8.
Tabel 4.8Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi
(Pendapatan) Responden di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
No Sosial Ekonomi Jumlah n %
1 Pendapatan rendah (< Rp. 837.500)
101 68,7
2 Pendapatan tinggi (Rp. 837.500 dan lebih > Rp. 837.500)
46 31,3
Jumlah 147 100Berdasarkan tabel 4.8 menunjukan bahwa dari 147 responden yang ada di
Puskesmas Tilote sebagian besar yaitu 101 orang (68,7%) termasuk dalam
kategori pendapatan rendah dan selebihnya 46 orang (31,3%) termasuk dalam
kategori pendapatan tinggi.
4.2.1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan responden terdiri pengetahuan baik dan pengetahuan
kurang. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan
Responden di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
59
No Tingkat Pengetahuan Jumlahn %
1 Baik 76 51.72 Kurang 71 48.3Jumlah 147 100.0
Berdasarkan tabel 4.9 menunjukan bahwa dari 147 responden yang ada di
Puskesmas Tilote berdasarkan tingkat pengetahuan yang paling banyak yaitu 76
orang (51,7%) memiliki pengetahuan baik dan responden yang memiliki
pengetahuan kurang sebanyak 71 orang (48,3%).
4.2.1.6 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Umur sampel dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok umur 0-12
bulan, 13-24 bulan, 25-36 bulan dan 37-48 bulan dan 49-60 bulan. Distribusi
umur sampelnya dalam hal ini dapat dilihat pada tabel 4.10.
Tabel 4.10Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
No Umur (Bulan) Jumlahn %
1 0-12 18 12.22 13-24 38 25.93 25-36 49 33.34 37-48 29 19.75 49-60 13 8.8
Jumlah 147 100
60
Berdasarkan tabel 4.10 menunjukan bahwa dari 147 responden sebagian
besar berumur 25-36 bulan yaitu 49 orang (33,3%) dan sebagian kecil berumur
49-60 yaitu 13 orang (8,8%).
4.2.1.7 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi dari jenis kelamin sampel dapat dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis kelamin Jumlah n %
1 Laki-laki 67 45,62 Perempuan 80 54,4
Jumlah 147 100
Berdasarkan tabel 4.11 menunjukan bahwa dari 147 responden sebagian
besar umur yaitu 80 orang (54,4%) memiliki jenis kelamin perempuan dan
sebagian kecil yaitu 67 orang (45,6%) memiliki jenis kelamin laki-laki.
4.2.1.8 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Status Gizi
Penentuan status gizi didasarkan pada hasil pengukuran antropometri dari
Berat Badan menurut Umur (BB/U) dengan menggunakan nilai standar (Z score).
Adapun hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.12Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Status Gizi Menurut Berat
Badan/Umur (BB/U) di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
61
No Status Gizi n %1 GIZI BAIK 69 46.92 GIZI KURANG 56 38.13 GIZI BURUK 22 15.0
Jumlah 147 100
Berdasarkan tabel 4.12 menunjukan bahwa dari 147 responden yang ada di
Puskesmas Tilote yaitu 69 balita (46,9%) berada pada kategori gizi baik dan
sebagian kecil yaitu 22 balita (15,0%) berada pada kategori gizi buruk dan
selebihnya 56 balita (38,1%) berada pada kategori gizi kurang.
4.3 Hasil Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara
pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di Puskesmas Tilote.
4.3.1 Hubungan Pengetahuan Ibu tentng Gizi dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan hasil penelitian, maka Analisis Hubungan Pengetahuan
Responden Dengan Status Gizi Balita dapat dilihat pada tabel 4.13 sebagai
berikut:
Tabel 4.13Hubungan Pengetahuan Dengan Status gizi balita di Puskesmas Tilote
Kabupaten Gorontalo
Pengetahuan Responden
Status Gizi BB/U TotalGizi Baik Gizi
KurangGizi Buruk
n %
62
n % N % n %
Baik 53 76,8 21 37,5 2 9,1 76 51,7
Kurang16 23,2 35 62,5
2090, 9 71
48,3
Jumlah 69100,0%
56100,0%
22100,0%
147100,0%
Chi-square p=0,000
Berdasarkan tabel 4.13 menunjukkan bahwa dari 147 responden yang ada di
Puskesms Tilote, terdapat 76 responden yang berpengetahuan baik, sebagian besar
yaitu 53 balita (76,8%) yang termasuk dalam katagori gizi baik, sebagian kecil
yaitu 2 balita (9,1%) yang termasuk dalam kategori gizi buruk.
Sebanyak 71 responden yang berpengatahuan kurang, sebagian besar yaitu
35 balita (62,5%) yang termasuk dalam katagori gizi kurang, sebagian kecil yaitu
16 balita (23,2%) yang termasuk dalam kategori gizi baik.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan koefisien proporsi (p) sebesar 0,000.
Dengan demikian p=0,000 adalah lebih kecil dibandingkan dengan taraf kesalahan
yang digunakan pada taraf α = 0,05 maka dapat disimpulkan ada hubungan antara
pengetahuan dengan status gizi balita. Hal ini menunjukkan bahwa status gizi
balita baik atau kurang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi ibu, dimana
tingkat pendidikan ibu dalam penelitian ini mayoritasnya tamat SMP dan SMA.
63
4.3.2 Hubungan Pengetahuan dari Segi Pendidikan dengan Status Gizi
Balita
Berdasarkan hasil penelitian, maka Analisis Hubungan Pengetahuan
Responden dari Segi Pendidikan Dengan Status Gizi Balita terdapat sel nilai
expectednya kurang dari 5 (lima) 25,0%. Karena tidak memenuhi syarat uji Chi-
square, maka uji yang dipakai adalah uji alternatif, yaitu uji Kolmogorov-
Smirnov. Dapat dilihat pada tabel 4.14 sebagai berikut:
Tabel 4.14Hubungan Pengetahuan dari Segi Pendidikan dengan Status gizi balita
di Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
Pendidikan Responden
Status gizi BB/U JumlahGizi Baik Gizi Kurang Gizi Buruk N %n % N % n %
SD 20 29,0 24 42,9 4 18,2 48 32,7SMP 33 47,8 17 30,4 5 27,3 56 38,1SMA & Perguruan Tinggi
16 23,2 15 26,8 12 54,5 43 29,4
Jumlah 69 100% 56 100% 22 100% 147 100%Chi-square p =0,014
Berdasarkan hasil uji statistik dengan Kolmogorov-Smirnov menunjukkan
adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita p = 0,014
Berdasarkan tabel 4.14 menunjukan bahwa dari 147 responden yang ada di
Puskesmas Tilote terdapat 56 orang (38,1%) dengan pendidikan SMP sebagian
besar yaitu 33 orang (47,8%) yang termasuk dalam kategori gizi baik dan
sebagian kecil yaitu 5 orang (27,3%) yang termasuk dalam kategori gizi buruk.
Sebanyak 48 orang (32,7%) dengan pendidikan SD sebagian besar yaitu 24 orang
64
(42,9%) termasuk dalam kategori gizi kurang, sebagian kecil yaitu 4 orang
(18,2%) termasuk dalam kategori gizi buruk. Sebanyak 43 orang (29,4) dengan
pendidikan SMA dan Perguruan tinggi sebagian besar yaitu 16 orang (23,2) yang
termasuk dalam kategori gizi baik, dan sebagian kecil yaitu 12 orang (54,5%)
dengan kategori gizi buruk.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan koefisien proporsi (p) sebesar 0,014.
Dengan demikian p=0,014 adalah lebih kecil dibandingkan dengan taraf kesalahan
yang digunakan pada taraf α = 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak yang artinya ada
hubungan antara pendidikan dengan status gizi balita.
4.3.3 Hubungan Pengetahuan dari segi Sosial Ekonomi dengan Status Gizi
Balita
Berdasarkan hasil penelitian, maka Analisis Hubungan Pengetahuan
Responden dari Segi Ekonomi Dengan Status Gizi Balita dapat dilihat pada tabel
4.15 sebagai berikut:
Tabel 4.15Hubungan Pengetahuan dari Segi Ekonomi dengan Status gizi balita di
Puskesmas Tilote Kabupaten Gorontalo
65
KategoriSosial Ekonomi
Status Gizi BB/U JumlahGizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
n % N % n % n %Pendapatan Rendah (< Rp. 837.500) 46
66,7%
458
0,4%
10 45,5%
101 68,7%
Pendapatan Tinggi (Rp. 837.500 dan lebih > Rp. 837.500)
2333,3%
1119,6%
12 54,5%
41 31,3%
Jumlah 69
100,0 %
56100,0 %
22 100,0 %
147 100,0 %
Chi-square p=0,010
Berdasarkan tabel 4.16 menunjukan bahwa dari 147 responden yang ada di
Puskesmas Tilote menunjukkan bahwa dari 101 responden yang pendapatannya
rendah < Rp. 837.500 sebagian besar balitanya mengalami gizi baik yaitu 46
orang (66,7%), tetapi terdapat 10 (45,5%) balita yang mengalami gizi buruk.
Sebanyak 41 responden (27,9%) yang pendapatannya Rp. 837.500 dan
lebih > Rp. 837.500, tetapi terdapat 12 balita (50,0%) yang mempunyai status gizi
buruk.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan koefisien proporsi (p) sebesar 0,010.
Dengan demikian p=0,010 adalah lebih kecil dibandingkan dengan taraf kesalahan
yang digunakan pada taraf α = 0,05. Hal ini berarti H0 ditolak yang artinya ada
hubungan antara pengetahuan dengan status gizi balita.
4.4 Pembahasan
66
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan yaitu untuk melihat ada
tidaknya hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di
Puskesmas Tilote. Adapun sampel dalam penelitian ini yaitu berjumlah 147, dan
ibu sebagai responden. Berdasarkan hasil analisis karakteristik responden, dimana
jumlah responden terbanyak berdasarkan umur yaitu umur 26-30 tahun berjumlah
42 orang, berdasarkan pekerjaan responden, dimana jumlah responden terbanyak
yaitu IRT 111 orang (75,5%), berdasarkan pendidikan responden, dimana jumlah
responden terbanyak yaitu SMP 56 orang (38,1%). Berdasarkan sosial ekonomi
(pendapatan) dimana, pendapatan responden terbanyak yaitu 101 orang (68,7%)
dengan pendapatan rendah. Dilihat dari umur sampel terbanyak yaitu umur 25-36
bulan 49 balita (33,3%), berdasarkan jenis kelamin sampel terbanyak yaitu
perempuan 80 orang (54,4%), sedangkan berdasarkan status gizi sampel terbanyak
yaitu 69 balita (46,9%) termasuk dalam kategori gizi baik.
4.4.1 Hubungan Pengetahuan Ibu tentang gizi dengan status Gizi Balita
Untuk analisis hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi
balita, indikator yang digunakan adalah indikator BB/U.
1. Pengetahuan dengan Status Gizi Balita
Pengetahuan serta keterampilan ibu sangat diperlukan dalam upaya
pengingkatan status gizi balita secara baik, maka makin tinggi tingkat
pengetahuan ibu makin banyak usaha yang dilakukan ibu untuk mengatur
makanan agar menjadi lebih berguna bagi tubuh balitanya.
67
Berdasarkan penelitian pengetahuan baik sebanyak 51,7% dan terdapat
hubungan antara pengetahuan dengan status gizi gizi balita yang menggunakan
uji Chi-square dengan tingkat signifikan α = 0,05 maka di peroleh 0,000 yang
berarti P < 0,05, hal ini berarti H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara
pengetahuan dengan status gizi balita dilihat dari segi Berat Badan terhadap
Umur. Pada umumnya ibu-ibu di lokasi penelitian sudah mengerti dan tahu
tentang pentingnya gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan balita dan
keluarga. Hal ini dapat diketahui dari tingkat pendidikan SMP (38,1%) dan SMA
(29,4%).
Menurut asumsi peneliti, pengaruh pengetahuan ibu tentang gizi terhadap
status gizi yaitu dikarenakan dari tingkat pendidikan yang ada di tempat penelitian
berada pada pendidikan sedang yaitu SMP dan SMA selain itu lokasi penelitian
yang berada tidak jauh dari kota sehingga memungkinkan ibu-ibu lebih mudah
dan cepat mendapatkan informasi kesehatan khususnya mengenai makanan
bergisi yang baik untuk dikonsumsi balita. Informasi untuk menambahkan
pengetahuan ibu khususnya tentang makanan bergizi.
Menurut Notoadmodjo (2007) bahwa dari hasil penelitian ternyata perilaku
yang didasarkan pengetahuan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak
didasari pengetahuan. Pengetahuan akan memudahkan seseorang untuk menyerap
informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-
hari.
Makin tinggi pengetahuan dan pengalaman ibu makin bervariasi dalam
menyediakan makanan bagi balitanya sehingga kualitas dan kuantitas makanan
68
yang disajikan oleh ibu mempunya nilai gizi yang tinggi. Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori Sediaoetama (2000) bahwa semakin tinggi pengetahuan ibu
tentang gizi dan kesehatan maka penilaian terhadap makanan semakin baik,
artinya penilaian terhadap makanan tidak terpancang terhadap rasa saja, tetapi
juga memperhatikan hal-hal yang lebih luas. Menurut (Farida, 2004) pengetahuan
tentang gizi memungkinkan seseorang memilih dan mempertahankan pola makan
berdasarkan prinsip ilmu gizi. Pada keluarga dengan tingkat pengetahuan yang
rendah sering kali anak harus puas dengan makan seadanya yang tidak memenuhi
kebutuhan gizi. Pengetahuan gizi yang diperoleh ibu sangat bermanfaat bagi balita
apabila ibu berhasil mengaplikasikan penge tahuan gizi yang dimilikinya
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rizaldi Arman (2012) tentang
Hubungan Antara pengetahuan Ibu tentang gizi dengan Status Gizi Balita Usia 2-
5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdowo Klaten. Penelitian ini
menghasilkan kesimpulan terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi
dengan status balita usia 2-5 tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Karangdowo
Klaten.
2. Pendidikan dengan Status Gizi Balita
Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan
antara pendidikan dengan status gizi balita yang menggunakan uji Chi-square
dengan tingkat signifikan α = 0,05 maka di peroleh 0,017 yang berarti P < 0,05,
hal ini berarti H0 ditolak yang artinya ada hubungan antara pendidikan dengan
status gizi balita.
69
Menurut asumsi peneliti, pengaruh pendidikan terhadap status gizi balita
dikarenakan pendidikan yang ada di tempat penelitian cukup baik namun dengan
pendidikan yang responden miliki masih kurang dipraktekan dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga pendidikan ibu berpengaruh dalam menentukkan status gizi
balita.
Menurut teori Sediaoetama (2000), tingkat pendidikan turut menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi dan
kesehatan. Selain itu pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor penting
dalam tumbuh kembang anak, karena dengan pendidikan yang baik maka orang
tua dapat menerima segala informasi tentang cara pengasuhan anak yang baik,
cara menjaga kesehatan anak dan pendidikannya. Demikian juga wanita yang
tidak berpendidikan biasanya mempunyai anak lebih banyak dibandingkan yang
berpendidikan lebih tinggi. Mereka yang berpendidikan lebih rendah umumnya
sulit diajak memahami dampak negatif dari bahaya mempunyai anak banyak,
sehingga anaknya kekurangan kasih sayang, kurus dan menderita
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Magelang tahun
2003 dan penelitian di Surakarta tahun 2006 juga menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi. Hal ini
dikarenakan tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap kualitas pengasuhan
balita terutama anak yang masih diasuh oleh ibunya. Kualitas pengasuhan balita
yang buruk dan rendahnya pendidikan akan mempengaruhi kualitas dan kuantitas
asupan makanan balita yang menyebabkan balita tersebut mengalami gizi buruk.
70
Berdasarkan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Evi dan Irwan (2010)
yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan tentang gizi berhubungan dengan
kejadian kurang gizi balita, dari 23 ibu balita yang memiliki pendidikan tidak
tamat SD sampai tamat SMP terdapat 16 balita (69,9%) mengalami kurang gizi.
Sedangkan dari 27 ibu balita yang memiliki pendidikan menengah sampai
perguruan tinggi, hanya 6 balita mengalami gizi kurang.
3. Sosial Ekonomi dengan Status Gizi Balita
Status sosial ekonomi keluarga itu merupakan salah satu modal dasar
menuju keluarga sejahtera, yang hampir semua keluarga mengharapkan akan
status sosial ekonomi yang maksimal. Berbagai upaya keluarga rela melakukan
berbagai macam–macam jenis usaha untuk mendaptkan penghasilan keluarga.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan untuk melihat apakah ada hubungan
antara sosial ekonomi menurut Berat Badan terhadap Umur dengan status gizi
gizi balita yang menggunakan uji Chi-square dengan tingkat signifikan α = 0,05
maka di peroleh 0,010 yang berarti P < 0,05, hal ini berarti H0 ditolak yang artinya
ada hubungan antara sosial ekonomi dengan status gizi balita.
Menurut asumsi peneliti, bahwa pengaruh sosial ekonomi (pendapatan)
berpengaruh terhadap konsumsi makanan sehari-hari. Apabila pendapatan rendah
maka makanan yang dikonsumsi tidak mempertimbangkan nilai gizi, tetapi nilai
materi lebih menjadi pertimbangan selain itu dimana sebagian besar keluarga
bekerja dalam sektor transportasi.
71
Berdasarkan teori oleh Supariasa (2002) yang menyebutkan bahwa
pendapatan keluarga mempengaruhi pola makan, proporsi anak yang mengalami
gizi kurang berbanding terbalik dengan pendapatan keluarga. Semakin kecil
pendapatan penduduk semakin tinggi prosentase anak yang kekurangan gizi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Masyitha (2011) tentang Hubungan
Antara Status Ekonomi Keluarga Dengan Status Gizi Balita Di Desa Sarirogo
Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan
bahwa ada hubungan antara status ekonomi keluarga dengan status gizi balita,
karena Semakin rendah status ekonomi keluarga semakin buruk status gizi balita.
Untuk itu diharapkan bagi tenaga kesehatan agar memberikan penyuluhan
mengenai pentingnya kebutuhan gizi balita, penimbangan balita secara teratur
guna memantau pertumbuhan dan perkembangannya.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurul (2011) tentang
Hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Status Gizi Balita di Kecamatn Kintom
Kabupaten Banggai. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ada
hubungan Status Sosial Ekonomi dengan Status Gizi Balita di Kecamatn Kintom
Kabupaten Banggai dengan nilai p=0,000.
72
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian hubungan pengetahuan ibu tentang gizi dengan
status gizi balita di Puskesmas Tilote, dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1) Tingkat pengetahuan ibu tentang gizi terbagi menjadi dua kategori yaitu
pengetahuan baik sebanyak 76 orang (51,7%) dan pengetahuan kurang
sebanyak 71 orang (48,3%).
2) Status gizi balita menjadi 3 kategori yaitu gizi baik sebanyak 69 balita (46,9%),
gizi kurang 56 balita (38,1%) dan gizi buruk 22 balita (15,0%).
3) Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan status gizi balita di
Puskesmas Tilote. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p value = 0,000 (p <
0,05).
4) Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi balita balita di
Puskesmas Tilote. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p vaue = 0,014 (p <
0,05).
5) Ada hubungan antara sosial ekonomi (pendapatan )ibu dengan status gizi balita
balita di Puskesmas Tilote. Dari hasil uji bivariat diperoleh nilai p vaue = 0,010
(p < 0,05).
73
5.2 SARAN
a. Bagi ibu yang memiliki balita
Ibu selalu memperhatiakn status gizi balita dengan melakukan penimbangan
yan dilakukan setiap bulannya di Posyandu.
b. Bagi peneliti lain
Perlu di adakan penelitian selanjutnya faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi status gizi balita
c. Bagi petugas kesehatan
Bagi petugas kesehatan sebaiknya secara ruti dapat memberikan penyuluhan
kepada orang tua khususnya ibu untuk memberikan pengetahuan tentang gizi
balita.