LAPORAN TUTORIALSKENARIO B BLOK 13
KELOMPOK L9
Pembimbing : dr. Eka Intan FiSPA, M.kes
Anggota
Maureen Grace R 04121001138
Retno Widyastuti 04121001085
Siti Nurul Badriyah 04121001086
Risma Arnis Putri 04121001030
Trie Vany Putri 04121001008
Muhammad Bazli F 04121001087
Tuti Syarach Dita 04121001032
Achmad Reza K. 04121001131
Rani Diah Novianti 04121001074
Rafiqy S. F. 04121001140
Shabrina Yunita 04121001079
Shelia Desri W 04121001142
Alvin Halim S 04121001133
Kms. Virhan D. F. 04121001011
PENDIDIKAN DOKTER UMUMFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2013
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya
lah kami dapat meyusun laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan ini membahas kasus berdasarkan sistematika klarifikasi istilah, identifikasi
masalah, menganalisis, meninjau ulang dan menyusun keterkaitan antar masalah, serta
mengidentifikasi topik pembelajaran dari Tutorial Blok 13 Pendidikan Dokter Umum
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya tahun 2013.
Bahan laporan ini kami dapatkan dari hasil diskusi antar anggota kelompok dan bahan
ajar dari dosen-dosen pembimbing.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, tutor dr. Eka Intan FiSPA,
M.kes dan anggota kelompok yang telah mendukung dalam pembuatan laporan ini.
Kami mengakui dalam penulisan laporan ini terdapat banyak kekurangan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf dan mengharapkan kritik serta saran dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kami. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Palembang, 5 Desember 2013
2
Daftar Isi
Cover .........................................................................................................................................1
Kata Pengantar...........................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
Skenario B Blok 13 Tahun 2013................................................................................................4
I. Klarifikasi Istilah.....................................................................................................................5
II. Identifikasi Masalah...............................................................................................................5
III. Analisis Masalah..................................................................................................................6
IV. Keterkaitan Antar Masalah................................................................................................28
V. Learning Issue.....................................................................................................................29
VI. Kerangka Konsep...............................................................................................................42
VII. Kesimpulan.......................................................................................................................43
Daftar Pustaka..........................................................................................................................44
3
SKENARIO B Blok 13 Tahun 2013
Tn. T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah, lesu,
cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. Sebelumnya beliau sudah
berobat ke mantri dan diberi vitamin. Namun keluhan Tn. T tidak berkurang. Tn. T biasanya
bertani tanpa menggunakan alas kaki.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : pucat, lemah
HR : 90x/menit, RR : 22x/menit, Temperature : 36,60C, TD : 120/80 mmHg
Konjungtiva palpebra anemis (+/+)
Cheilitis positif
Lidah : atrofi papil
Koilonychia positif
Abdomen : Hepar dan Lien tidak terraba
Tidak ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
Laboratorium:
Hb : 6,2 g/dL, Ht : 18 vol%, RBC : 2.480.000 /mm3 , WBC : 7.400 /mm3, Trombosit :
386.000/mm3, Diff count : 0/8/3/59/26/4, MCV : 72 fL, MCH : 25 pg, MCHC : 30%
Besi serum : 30 µg/L, TIBC : 560 µg/L, Feritin : 8ng/mL
Feses : telur cacing tambang positif, darah samar positif
Gambaran apusan darah tepi :
Eritrosit : mikrositik hipokrom, anisopoikilositosis, cigar-shaped cell, pencil cell
Leukosit : jumlah cukup, morfologi normal
Trombosit : jumlah cukup, penyebaran merata, morfologi normal
Kesan : anemia mikrositik hipokrom
4
I. Klarifikasi istilah1. Mantri : juru rawat kepala /pembantu dokter yang bertugas
membantu dokter untuk menangani pasien di pedesaan atau daerah yang sulit di
jangkau
2. Mata kunang-kunang : pandangan mata kabur/ tidak jelas
3. Vitamin : setiap kelompok substansi organik yang tidak saling
berhubungan terdapat dalam makanan dalam jumlah kecil, diperlukan dalam
jumlah sangat kecil untuk fungsi metabolik normal tubuh
4. Cheilitis : peradangan pada bibir
5. Koilonychia : distrofi kuku jari dimulai dengan kuku menjadi tipis
dan cekung dengan tepi meninggi
6. Atrofi papil : pengecilan ukuran sel pada papil
7. TIBC : (total iron binding capacity) pemeriksaan untuk
mengetahui jumlah transferin yang ada di dalam darah
8. Feritin :kompleks besi apoferitin yang merupakan bentuk
utama tempat penyimpanan besi dalam tubuh
9. Darah samar (+) :
10. Anisopoikilositosis : adanya eritrosit yang ukurannya bervariasi dan
bentuknya abnormal dalam darah
11. Cigar-Shaped cell : eritrosit yang gepeng berbentuk seperti pensil
12. Besi serum : kadar besi yang beredar dalam serum
13. Pencil cell : eritrosit yang gepeng berbentuk seperti pensil
II. Identifikasi masalah1. Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah,
lesu, cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. (chief
complain)
2. Keluhan Tn.T tidak berkurang padahal sebelumnya ia sudah berobat ke mantri dan
diberi vitamin.
3. Tn.T biasanya bertani tanpa menggunakan alas kaki.
4. Didapati pemeriksaan fisik tuan T sebagai berikut :
A. Keadaan umum : pucat, lemah
B. HR : 90x/menit
C. RR : 22x/menit
D. Temperature : 36,60C
5
E. TD : 120/80 mmHg
F. Konjungtiva palpebra anemis
(+/+)
G. Cheilitis (+)
H. Lidah : atrofi papil
I. Koilonychia (+)
J. Abdomen : Hepar (-) Lien (-)
K. Pembesaran KGB (-)
5. Didapati hasil pemeriksaan laboratorium Tn.T sebagai berikut : (main problem)
A. Hb : 6,2 g/dL
B. Ht : 18 vol%
C. RBC : 2.480.000 /mm3
D. WBC : 7.400 /mm3
E. Trombosit : 386.000/mm3
F. Diff count : 0/8/3/59/26/4
G. MCV : 72 fL
H. MCH : 25 pg
I. MCHC : 30%
J. Besi serum : 30 µg/L
K. TIBC : 560 µg/L
L. Feritin : 8ng/mL
M. Feses : telur cacing tambang (+)
N. Darah samar (+)
O. Gambaran RBC (anemia
mikrositik hipokrom)
III. Analisis masalah1. Tn.T, 41 tahun, seorang petani datang ke puskesmas dengan keluhan badan lemah,
lesu, cepat lelah dan mata berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu. (chief
complain)
a. Bagaimana keterkaitan keluhan badan lemah, lesu, cepat lelah dan mata
berkunang-kunang sejak tiga bulan yang lalu terhadap kasus ?
Penurunan jumlah Fe di dalam tubuh mengakibatkan jumlah feritin
serum menurun sedangkan Total Iron Binding Capacity (TIBC) serum
meningkat. Saturasi transferin menurun hingga kurang dari 15 %.
Walaupun simpanan Fe dalam serum habis, produksi sel darah merah
tetap berlangsung. Sebagai akibatnya Mean Corpuscular Volume (MCV)
mulai menurun dan ditandai dengan ditemukan gambaran sel darah merah
yang mikrositik hipokrom pada tes laboratorium. Lalu diikuti dengan
terjadinya anisositosis (ukuran eritrosit bervariasi) dan poikilositosis (bentuk
eritrosit beraneka ragam).
Sel darah merah yang hipokromik menandakan menurunnya
kandungan Hemoglobin dalam eritrosit sehingga kemampuan sel darah merah
sebagai alat transportasi oksigen dan karbondioksida menjadi tidak
6
sempurna. Akibatnya, pada penderita timbul gejala-gejala anemis seperti
badan lemah, lesu, cepat lelah, dan mata berkunang-kunang.
2. Keluhan Tn.T tidak berkurang padahal sebelumnya ia sudah berobat ke mantri dan
diberi vitamin.
a. Mengapa keluhan tuan T tidak berkurang padahal sudah diberi vitamin oleh
mantri ?
Kemunginan vitamin yang diberikan oleh mantri adalah vitamin B12, folat, B6
atau vitamin C. Peran vitamin-vitamin tersebut dalam pembentukan sel darah
merah :
B12 dan folat:
Folat dibutuhkn untuk mengubah urasil menjadi thymidine, yang
merupakan bahan baku esensial DNA. DNA diperlukan untuk produksi dan
pembelahan sel darah merah baru. B12 berperan dalam proses ini karena
dalam membentuk methylcobalamin (digunakan utnuk HCY menjadi
methionine), B12 membentuk folat yang aktif untuk membuat DNA. Jika tidak
tersedia cukup B12, folat yang aktif akan habis (methyl-folate trap) dan
produksi DNA melambat.
Hanya RNA yang dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin yang
ditemukan dalam RBC. Tidak seperti DNA, RNA tidak membutuhkan
thymidine. sehingga, jika folat tidak adekuat, sel darah merah baru (yang
keluar sebagai reticulocytes) membelah dengan lambat, karena sangat
bergantung dengan DNA untuk membelah. Pada saat yang sama, hemoglobin,
yang hanya bergantung pada RNA dan diproduksi dalam jumlah normal. Ini
menyebabkan sel darah merah menjadi besar sehingga disebut macrocytes.
Jika sel ini sudah terakumulasi maka mengahasilkan macrocytic anemia.
Sehingga bila pada penderita anemia yang telah diberikan vitamin B12
dan folat namun tidak terdapat perbaikan, kemungkinan besar anemia dialami
bukan disebabkan perlambatan pembelahan sel darah merah yang disebabkan
kegagalan pembentukan DNA.
Vitamin B6
Vitamin B6 beraksi sebagai koenzim pada sekitar 100 reaksi kimia
esensial. Reaksi ini meliputi metabolisme protein dan glikogen, kerja hormone
7
steroid, produksi piruvat, produksi sel darah merah dan lain-lain. Vitamin ini
member peran pada banyak reaksi dekarboksilasi untuk produksi bebera
senyawa seperti glutamate. Ini juga berperan besar dalam system imun karena
membantu produksi hemoglobin dan membantu meningkatkan jumlah O2
yang dibawanya.
Bila setelah diberi suplemen B6 namun tidak terdapat perbaikan
artinya tidak ada masalah pada pembentukan protoporphyrin.
Vitamin C
Vitamin C berperan dalam produksi sel darah merah secara tidak
langsung, dan berkaitan dengan absorpsi besi. Absorpsi besi secara signifikan
akan meningkat bila terdapat vitamin C. dimana, Besi merpakan komponen
vital dari hemoglobin. Selain itu, vitamin C juga penting untuk integritas
(keutuhan) pembuluh darah.
Walaupun vitamin C meningkatkan absopsi besi secara signifikan, ini
hanya terjadi jika berbicara tentang konsumsi alami zat besi dari makanan
yang kaya mineral, seperti sayuran berdaun hijau atau heirloom ( biji-bijian)
seperti “spelt”. Tidak ada manfaat ketika besi yang dikonsumsi berasal dari
suplemen, termasuk multivitamin atau suplemen mineral.
8
Jadi, kemungkinan penyebab setelah diberikan vitamin C tidak
memberikan efek adalah vitamin c tidak bekerja meningkatkan absorpsi Fe
karena tidak ada Fe yang bias ditingkatkan absorpsinya.
3. Tn.T biasanya bertani tanpa menggunakan alas kaki.
a. Bagaimana hubungan kebiasaan bertani tanpa alas kaki terhadap kasus ?
Di kasus, kita tahu bahwa Tn. T terinfeksi cacing tambang. Kebiasaan
bertani tanpa menggunakan alas kaki dapat menjadi etiologi hal ini. Cacing
tambang merupakan jenis “Soil transmited helmints”, yang berarti penyebaran
cacing melalui tanah. Larva cacing yang terdapat ditanah dapat menembus
kulit dan memasuki sirkulasi darah.
4. Didapati pemeriksaan fisik tuan T sebagai berikut :
A. Keadaan umum : pucat, lemah
B. HR : 90x/menit
C. RR : 22x/menit
D. Temperature : 36,60C
E. TD : 120/80 mmHg
F. Konjungtiva palpebra anemis
(+/+)
G. Cheilitis (+)
H. Lidah : atrofi papil
I. Koilonychia (+)
J. Abdomen : Hepar (-) Lien (-)
K. Pembesaran KGB (-)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaaan fisik ?(abnormal sama
mekanismenya)
Keadaan Umum
Pucat: Dua faktor menjadi pendukung timbulnya pucat pada pasien
anemia. Tentu saja, yaitu penurunan konsentrasi hemoglobin darah yang
diperfusi dalam kulit dan selaput lendir. Hemoglobinisasi yang tidak adekuat
menyebabkan central pallor di tengah eritrosit berwarna pucat berlebihan yang
lebih dari sepertiga diameternya. Juga, darah dipintaskan jauh dari kulit dan
jaringan perifer lain, sehingga meningkatkan aliran darah ke organ vital.
Perubahan penyebaran aliran darah merupakan cara penting untuk
mengkompensasi anemia.
Lelah: Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan
hemoglobin (Hb).Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb.Walaupun
9
pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit
daripada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. Akibat nya
jaringan kekurangan pasokan oksigen yang menyebabkan sel tidak dapat
bermetabolisme secara aerob dan menimbulkan kelelahan.
Kekurangan energy ini akan menyebabkan tubuh lemas karena energi
untuk kontraksi otot berkurang. Selain kekurangan oksigen keadaan
kekurangan besi juga dapat menyebabkan disritmia dan gangguan kontraksi
otot karena penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom, dan gliserofosfat
oksidase yang akan menyebabkan glikolisis terganggu sehingga adanya
penumpukan asam laktat, menyebabkan lemas.
HR: 90x/ menit Normal, Nilai HR Normal (60-100x/ menit)
RR: 22x / menit Normal, Nilai RR normal : 16-24 x/ menit
Temperature: 36,6o C Normal
Normal 36,5 – 37,5 ºC
Febris : > 37,5 ºC
Subfebris : 37,5 – 38 ºC
Febris : 38 – 40 ºC
Hiperpireksia : > 40 ºC
BP : 120/80 mmHg Normal
Konjungtiva palpebra anemis (+/+) Tidak Normal
Hal ini disebabkan oleh kurangnya kadar hemoglobin yang diperfusi pada
selaput lendir mata yaitu bagian konjunctiva.
Pemeriksaan Abdomen : Liver dan Lien tidak teraba Normal
10
Karena pada skenario, anemia disebabkan oleh defisiensi besi, sel darah
merah tidak mengalami pemecahan secara berlebihan sehingga kerja hati
dan limpa tidak bertambah berat.
Hepatomegali terjadi pada anemia hemolitik, akibat dari kerja hati yang
lebih keras dalam merombak eritrosit karena hemolisis yang tidak wajar.
Sedangkan splenomegali juga terjadi pada anemia hemolitik, dimana
eritrosit yang rapuh melewati kapiler yang sempit dalam limpa, sehingga
pecah dan menyumbat kapiler limpa sehingga terjadi pembesaran limpa.
Tidak adanya hepatomegali dan splenomegali menunjukkan bahwa pasien
dalam kasus tidak mengalami anemia jenis hemolitik
Cheilitis Tidak Normal
Cheilitis merupakan inflamasi akut atau kronis pada sudut mulut yang
ditandai dengan adanya fisur-fisur dan eritema pada sudut mulut yang
menyebar sampai ke bawah bibir dan kemungkinan meluas ke mukosa
pipi. Secara umum, cheilitis mempunyai symptom utama bibir kering,
atau tidak nyaman, adanya sisik-sisik dan pembentukan fisur (celah) yang
diikuti dengan rasa terbakar pada sudut mulut. daerah eritema dan edema
yang berbentuk segitiga pada kedua komisura atau dapat berupa atropi,
eritema, ulser, krusta dan pelepasan kulit sampai terjadi eksudasi yang
berulang. reaksi jangka panjang, terjadi supurasi dan jaringan granulasi.
Gejala awal Angular cheilitis ialah rasa gatal pada sudut mulut dan
terlihat tampilan kulit yang meradang dan bintik merah. Pada awalnya, hal
ini tidak berbahaya, tetapi akan terasa nyeri di sudut mulut dan mudah
berdarah yang dikarenakan oleh gerakan mulut seperti tertawa ataupun
berbicara. Tingkat keparahan inflamasi ini ditandai dengan retakan sudut
mulut dan beberapa pendarahan saat mulut dibuka.
Zat besi sangat penting untuk mengangkut oksigen dan respirasi
intraseluler, yang melekat dibeberapa enzim. Kebanyakan zat besi hadir
dalam hemoglobin, beberapa disimpan dalam mkrofag dalam hati dan
limpa sebagai feritin dan haemosiderin. Zat besi diangkut sebagai
transferin. Defisiensi dapat timbul dari penyebab makanan atau serapan,
tetapi biasanya merupakan konsekuensi dari kehilangan darah yang
kronis. Kekurangan zat besi berpengaruh cepat, dan membagi sel- sel
seperti sumsum tulang dan mukosa otal.
11
Hipokrom mikrositik merupakan hasil anemia. Serum besi dan feritin
serum tingkat rendah. Manifestasi oral mukosa kekurangan zat besi yang
umum dan termasuk glossitis, stomatitis angular, dan burning mouth
sindrom.
Zat besi (Fe) merupakan mikronutrien yang esensial dalam
memproduksi hemoglobin yang berfungsi dalam mengangkut oksigen dari
paru- paru ke jaringan tubuh, mengangkut elektron dalam sel dan dalam
mensintesis enzim yang mengandung zat besi dibutuhkan untuk
menggunakan oksigen selama memproduksi energy selluler.
Papil atrophy Tidak Normal
Atropi papil lidah adalah permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap
karena papil lidah menghilang. Papil atropi ini juga berkaitan dengan
defisiensi besi yang terjadi, seperti yang telah dijelaskan di atas. Atrofi
glossitis ditemukan di hingga 40% dari pasien yang kekurangan zat besi.
dan angular cheilitis sebesar 15 % dari pasien yang kekurangan zat besi.
Sekitar sepertiga dari pasien memiliki lidah yang terasa sakit.
Koilonychia Tidak Normal
Dapat disebabkan oleh penyakit genetik autosomal dominan namun
jarang namun lebih dikaitkan dengan kekurangan besi. Kuku sendok
merupakan distrofi dari jaringan kuku. Kekurangan zat besi akan
mengganggu pertumbuhan jaringan yang menyebabkan jaringan akan
lunak dan apabila pada jaringan ini mendapatkan tekanan maka kuku akan
cekung ke dalam membetuk
Unsur-unsur kimia pada kuku terdiri atas.
1) Carbon 51%
2) Hidrogen 6%
3) Nitrogen 17%
4) Oxygen 21%
5) Sulfur 5%
Secara kimia, kuku sama dengan rambut yang antara lain terbentuk
dari keratin protein yang kaya akan sulfur.
Pada kulit di bawah kuku terdapa tbanyak pembuluh kapiler yang
memiliki suplai darah kuat sehingga menimbulkan warna kemerah-
12
merahan. Seperti tulang dan gigi, kuku merupakan bagian terkeras dari
tubuh karena kandungan airnya sangat sedikit
b. Mengapa gejalanya tampak pada area wajah ?
Karena biasanya pada anemia, indikator untuk menilai pucat atau anemis
adalah pada bantalan kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut, dan
konjungtiva palpebra. Anemis atau pucat tidak dapat dilihat melalui kulit
karena kulit dipengaruhi oleh pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta
distribusi bantalan kapiler.
5. Didapati hasil pemeriksaan laboratorium Tn.T sebagai berikut :
A. Hb : 6,2 g/dL
B. Ht : 18 vol%
C. RBC : 2.480.000 /mm3
D. WBC : 7.400 /mm3
E. Trombosit : 386.000/mm3
F. Diff count : 0/8/3/59/26/4
G. MCV : 72 fL
H. MCH : 25 pg
I. MCHC : 30%
J. Besi serum : 30 µg/L
K. TIBC : 560 µg/L
L. Feritin : 8ng/mL
M. Feses : telur cacing tambang
(+)
N. Darah samar (+)
O. Gambaran RBC (anemia
mikrositik hipokrom)
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaaan laboratorium ?(abnormal
sama mekanismenya)
HB
Hb = 6,2g/dl adalah rendah atau dibawah normal, dikatakan jika Hb < 7 sudah
anemia berat dan perlu transfusi darah. karena Hb Normal untuk laki-laki : 13-
18 g/dl. Dalam kasus ini, Hb rendah dapat disebabkan oleh :
Cacing dewasa cacing tambang melekatkan dirinya pada lapisan usus halus
bagian atas, dimana cacing akan menghisap darah dan menghasilkan zat-zat
yang membuat darah sulit membeku. Akibat banyaknya kehilangan darah,
maka Hb pun juga menurun. Selain itu, Hb menurun menyebabkan jumlah
besi menurun (mungkin diperkuat oleh faktor sosial ekonomi), jika total besi
tubuh turun, terjadi beberapa kejadian yang mengikutinya. Pertama, simpanan
besi pada hepatosit dan makrofag pada hati, limpa, dan sumsum tulang
berkurang. Setelah simpanan besi habis, besi plasma menurun, sehingga suplai
13
besi pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menjadi tidak
adekuat. Sebagai akibatnya jumlah eritrosit protoporfirin bebas meningkat.
Terjadilah produksi eritrosit yang mikrositik dan nilai hemoglobin turun.
HT
Hematokrit 18 vol% adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai normal
untuk laki-laki adalah 40-48%. Ht rendah juga disebabkan oleh kehilangan
banyak darah yang mengakibatkan jumlah eritrosit pastinya juga menurun.
RBC
RBC 2.480.000/mm3 adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai normal
untuk laki-laki adalah 4,5-5,5 juta /ul darah. RBC menurun dapat disebabkan
oleh banyaknya darah yang hilang akibat cacing tambang.
WBC
WBC 7400/mm3 adalah normal, karena nilai normal adalah 5000-10000/ mm3
Trombosit
Trombosit 386.000/mm3 adalah normal, karena nilai normal adalah 150.000-
400.000 /mm3 .
Diff. Count
Perhatikan tabel berikut : kita dapatkan bahwa terjadi peningkatan eosinofil
yang salah satunya dapat mengindikasikan terjadinya infeksi cacing tambang.
Nilai Normal Data Interpretasi
Basofil 0-1 % 0 Normal
Eosinofil 1-3 % 8 Eosinofilia
Netrofil Batang 2-6 % 3 Normal
Netrofil Segmen 50-70 % 59 Normal
Limfosit 20-40 % 26 Normal
Monosit 2-8 % 4 Normal
JUMLAH 100
MCV
MCV 72 fl adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai normalnya adalah
: 82-92 fl. Penyebabnya adalah berkurangnya jumlah eritrosit dalam tubuh
karena menurunnya volume darah. Ket : MCV adalah volume eritrosit rata-
rata.
14
MCH
MCH 25 pg adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai normalnya
adalah 27-31 pg. Ket : MCV adalah banyaknya Hb per eritrosit rata-rata.
Sementara RBC kadarnya menurun, karena hilang dihisap oleh cacing
tambang, jadi Hb juga hilang. Akibatnya bahan baku pembuatan RBC yaitu
Hb juga berkurang, tapi RBC tetap diproduksi untuk mengompensasi
kehilangan banyak darah. Karena itu banyaknya Hb per eritrosit menurun.
MCHC
MCHC 30% adalah rendah atau dibawah normal, karena nilai normalnya
adalah 32-37%. MCHC adalah kadar Hb per eritrosit dalam %. MCHC yang
menurun terjadi pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama.
(Kesimpulan : dari MC values dapat kita nilai bahwa MCV turun dan MCH
turun menunjukkan anemia hipokrom mikrositer)
Besi Serum (Serum Iron)
Besi serum adalah besi yang terikat pada transferin dan bersirkulasi di dalam
darah. Transferin adalah semacam protein yang mengangkut besi. Besi
diabsorpsi hampir di seluruh bagian usus halus. Hati mengeluarkan sejumlah
apotransferin ke dalam kandung empedu dan kemudian mengalir ke
duodenum. Pada usus halus ini apotransferin terikat pada besi bebas dalam
makanan membentuk transferin. Transferin kemudian terikat pada reseptor
transferin pada membran sel epitel pada usus. Kemudian dengan cara
pinositosis, transferin ini diabsorpsi ke dalam sel epitel dan dilepaskan ke
dalam plasma darah dalam bentuk transferin plasma. Besi terikat secara
longgar hingga dapat dibebaskan pada sel-sel jaringan pada setiap tempat pada
tubuh. Besi di dalam sel kemudian dibawa ke mitokondria atau disimpan
dalam bentuk feritin. Jika jumlah besi dalam plasma turun, besi dilepaskan
dari feritin dengan mudah dan kemudian diangkut dalam bentuk transferin
dalam plasma dan dibawa ke bagian tubuh yang memerlukan. Karakteristik
transferin yang unik adalah bahwa molekul ini berikatan dengan kuat dengan
reseptor pada membran sel eritroblas pada sumsum tulang. Dan secara
endositosis transferin masuk ke dalam eritroblas dan secara langsung besi
dihantarkan ke mitokondria di mana terjadi sintesis heme. Jika eritrosit telah
dihancurkan, hemoglobin dilepaskan dari sel dan ditangkap oleh sel-sel sistem
15
monosit-makrofag, lalu besi bebas dilepaskan dan kemudian disimpan dalam
bentuk feritin atau digunakan kembali dalam bentuk hemoglobin.
Besi serum : 30 µg/L adalah sedikit rendah. Pada keadaan normal,
kadar besi pada pria 31-44 μg/dL dan 25-156 μg/dL pada wanita. Kadar besi
di dalam tubuh manusia normal umumnya berkisar 4 gram dan dua pertiganya
berada di dalam hemoglobin(besi adalah bahan baku pembentukan heme). Jika
vol. darah menurun (RBC menurun), maka jumlah Hb menurun. Akibatnya
jumlah besi juga akan menurun dalam tubuh. Jika total besi tubuh turun,
terjadi beberapa kejadian yang mengikutinya. Pertama, simpanan besi pada
hepatosit dan makrofag pada hati, limpa, dan sumsum tulang berkurang.
Setelah simpanan besi habis, besi plasma menurun.
TIBC
TIBC 560 µg/L adalah meningkat di atas normal. Nilai normal : 240-360
ug/dL. TIBC setara dengan total transferin dalam tubuh. Mengapa TIBC
meningkat? Hal ini jelas karena jumlah besi dalam tubuh menurun. Sehingga
agar sel mendapatkan jumlah besi yang cukup maka TIBC meningkat. Besi
diperlukan oleh sel terutama dalam proses pembentukan energi.
Feritin
Feritin : 8ng/mL adalah rendah. Kadar normal feritin dalam tubuh adalah 12-
300 ng/mL. Feritin adalah simpanan besi, dimana besi dalm bentuk terikat
dengan apoferitin. Kadar feritin menggambarkan cadangan besi dalam tubuh.
Nilainya menurun karena jumlah besi dalam tubuh menurun.
Gambaran Apusan darah Tepi
Eritrosit
Anisopoikilositosis, ( termasuk di dalamnya ditemukan Cigar-
shaped cell, Pencil cell), terjadi karena kekurangan zat besi
berpengaruh pada eritropoiesis. Tn. T sudah mengalami keluhan sejak
3 bulan, artinya sudah terjadi cukup lama. Pada kehilangan darah yang
kronik, pasien seringkali tidak dapat mengabsorbsi cukup besi dari usus
untuk membentuk hemoglobin secepat darah yang hilang, apalagi
dengan kondisi zat besi yang berkurang. Akibatnya, terbentuk sel darah
merah yang berukuran jauh lebih kecil ketimbang ukuran yang normal
dan mengandung sedikit sekali hemoglobin di dalamnya, sehingga
menimbulkan keadaan anemia hipokrom mikrositer. Sebelumnya
16
disebutkan MCHC yang menurun terjadi pada defisiensi yang lebih
berat dan berlangsung lama. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis
ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin sehingga disebut sel
cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel
pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kadang juga dijumpai sel
target.
Leukosit : Normal
Trombosit : Normal
Feses
Telur cacing tambang positif, menandakan adanya infeksi cacing
tambang yang masuk menembus kulit karena Tn. T mempunyai
kebiasaan bertani tanpa alas kaki.
Darah samar positif
Adanya darah samar positif menunjukkan adanya perdarahan yang kecil
pada saluran cerna. Kemungkinan besar terjadi luka pada dinding usus
yang diakibatkan oleh gigitan cacing tambang untuk melekat menghisap
darah.
b. Bagaimana cara kerja cacing tambang sehingga menyebabkan gejala dari
Tn.T ?
17
o Stadium larva
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi
perubahan kulit yang disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya
ringan. Infeksi larva filariform A. duodenale secara oral menyebabkaan
penyakit wakana dengan gejala mual, muntah, iritasi faring, batuk, sakit
leher, dan serak.
Lesu dan lemas diakibatkan oleh kurangnya darah, terutama jika
terinfeksi disebabkan oleh cacing tambang yang memerlukan darah untuk
hidup. Cacing ini akan mengambil darah dari tuan tumah (host) sehingga
penderita mengalami kekurangan darah.
o Stadium dewasa
Gejala tergantung pada:
Spesies dan jumlah cacing
Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)
Berat badan rendah karena nutrisi yang seharusnya digunakan untuk
pertumbuhan malah diserap oleh cacing sehingga penderita mengalami
kekurangan gizi
Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah
sebanyak 0,005 – 0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 – 0,34 cc.
Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer.
Anemia karena Ancylostoma duodenale dan Necator americanus biasanya
berat. Hemoglobin biasanya dibawah 10 (sepuluh) gram per 100 (seratus)
cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000 (satu juta)/mm3.
Disamping itu juga terdapat eosinofilia.
Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya
tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
Cacing dewasa berpindah-pindah tempat di daerah usus halus dan tempat
lama yang ditinggalkan mengalami perdarahan lokal. Jumlah darah yang
hilang setiap hari tergantung pada:
o jumlah cacing, terutama yang secara kebetulan melekat pada mukosa
yang berdekatan dengan kapiler arteri
o species cacing : seekor A. duodenale yang lebih besar daripada N.
americanus mengisap 5x lebih banyak darah
18
o lamanya infeksi
Gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan
oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Terjadinya anemia
tergantung pada keseimbangan zat besi dan protein yang hilang dalam usus
dan yang diserap dari makanan. Kekurangan gizi dapat menurunkan daya
tahan terhadap infeksi parasit. Beratnya penyakit cacing tambang tergantung
pada beberapa faktor, antaza lain umur, wormload, lamanya penyakit dan
keadaan gizi penderita.
c. Bagaimana sistem imunitas tubuh pada infeksi cacing tambang ?
Sistem kekebalan seluler pada infeksi cacing tambang terutama
dilakukan oleh eosinofil. Hal ini dicerminkan oleh tingginya kadar eosinofil
darah tepi, namun eosinofilia ini dapat dilihat pada fase akut, jika kronik yang
menjadi tanda adalah anemia defisiensi besinya. Eosinofil melepaskan
superoksida yang dapat membunuh larva filariform. Pada infeksi cacing,
eosinofil lebih efektif dibanding sel leukosit lainnya karena eusinofil
mengandung lisozim yang lebih toksik dibanding enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh neutrofil dan makrofag.
Pada fase awal proses infamasi terjadi induksi fase akut oleh makrofag
yang teraktivasi berupa penglepasan sitokin radang seperti Tumor Necrotizing
Factor (TNF)-α, Interleukin (IL)-1, IL-6 dan IL-8. Interleukin-1
menyebabkan absorbsi besi berkurang akibat pengelepasan besi ke dalam
sirkulasi terhambat, produksi protein fase akut (PFA), lekositosis dan demam.
Aktivasi TNF-α akan menekan eritropoesis melalui penghambatan
eritropoetin. Dan IL-6 menyebabkan hipoferemia dengan menghambat
pembebasan cadangan besi jaringan kedalam darah.
d. Apa saja kemungkinan lain penyebab anemia pada kasus ini ?
Kemungkinannya adalah Anemia defisiensi besi, Thalassemia major, Anemia
akibat penyakit kronik, dan Anemia sideroblastik
e. Apa saja jenis-jenis anemia, penyebab, gejala ?
Klasifikasi morfologik anemia:
19
i. Anemia normokromik normositik
SDM memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah
hemoglobin normal (MCV dan MCHC normal atau normal rendah)
Penyebab – penyebabnya anemia jenis ini adalah kehilangan darah akut,
hemolisis, penyakit kronis yang meliputi infeksi, gangguan endokrin,
gangguan ginjal, kegagalan sumsum tulang, dan penyakit – penyakit
infiltrative metastatic pada sumsum tulang.
ii. Anemia normokromik makrositik
SDM lebih besar dari normal tetapi normokromik karena konsentrasi
hemoglobin normal ( MCV meningkat; MCHC normal) Keadaan ini
disebabkan oleh terganggunya atau terhentinya sintesis asam
deoksiribonukleat (DNA) seperti yang ditemukan pada defisiensi B12 atau
asam folat atau keduanya. Anemia normokromik dapat juga terjadi pada
kemotrapi kanker karena agen – agen mengganggu sintesis DNA.
iii. Anemia hipokromik mikrositik
Mikrositik berarti sel kecil, dan hipokromik berarti pewarnaan yang
berkurang. Karena warna berasal dari hemoglobin, sel – sel ini mengandung
hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (penurunan MCV;
penurunan MCHC). Keadaan ini umumnya mencerminkan insufisiensi
sintesis heme atau kekurangan zat besi, seperti pada anemia defisiensi besi,
keadaan sideroblastik, dan kehilangan darah kronis, atau gangguan sintesis
globin, seperti pada thalassemia. Thalassemia menyangkut ketidaksesuaian
jumlah rantai alfa dan beta yang disintesis, dengan demikian tidak dapat
terbentuk molekul hemoglobin tetramer normal.
Klasifikasi berdasarkan etiologi :
1. Anemia yang disebabkan oleh kurang atau hilangnya darah
Anemia jenis ini lazimnya terjadi karena seseorang mengalami pendarahan
hebat. Namun jangan hanya berpikir bahwa hilangnya darah hanya
disebabkan karena luka karena dalam beberapa studi, penyebabnya bahkan
tidak terdeteksi.
2. Anemia yang disebabkan oleh menurunnya produksi sel darah merah di
dalam darah
20
Pada jenis ini, diindikasikan bahwa tubuh seseorang memproduksi sel darah
yang terlalu sedikit atau sel darah yang diproduksi tidak bekerja sebagaimana
mestinya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin serta
mineral yang sangat dibutuhkan darah.
3. Anemia yang disebabkan oleh rusaknya sel darah merah
Anemia jenis ini terjadi karena sel darah tidak dapat bekerja secara
maksimal. Seseorang yang mengalami anemia jenis ini biasanya memiliki sel
darah yang rapuh atau yang sering juga diklasifikan sebagai kelainan darah.
Kelainan ini dapat terjadi saat mulai kelahiran atau hadir saat usia
perkembangan.
Gejala Khas Masing-Masing Anemia
Anemia defisiensi zat besi: Disfagia, atrofil papil lidah, stomatitis angularis
Anemia defisiensi asam folat: Lidah merah (buffy tongue)
Anemia hemolitik: Ikterus dan hepatosplenomegali
Anemia aplastik: Perdarahan kulit atau mukosa dan tanda – tanda infeksi
f. Bagaimana tatalaksana infeksi cacing tambang dan anemia ?
Tata laksana infeksi cacing tambang
o Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara memberikan
tambahan zat besi per-oral atau suntikan zat besi.
o Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan transfusi darah.
Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau mebendazol
selama 1-3 hari berturut-turut untuk membunuh cacing tambang. Obat ini
tidak boleh diberikan kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin
yang dikandungnya.
21
g. Bagaimana metabolisme besi di tubuh ?
Kebanyakan besi terdapat dalam hemoglobin ( kira-kira 1800 mg).
Besi disimpan didalam makrofag (dan hepatosit), yang merupakan tempat
penyimpanan besi (sekitar 1600 mg besi). Besi dalam jumlah kecil ditemukan
pada mioglobin dan dalam plasma (berikatan dengan transferrin). Besi kekal
dalam tubuh. Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 3000-4000 mg besi.
Hanya 1 mg besi yang hilang dari tubuh perhari (melalui kehilangan darah
atau sel epitel mukosa yang terkelupas) dan harus digantikan melalui
makanan. Sebagian besar besi yang dibutuhkan oleh tubuh diperoleh dari daur
ulang besi dari sel darah merah yang sudah tua.
22
Absorpsi Besi di GI Tract
Besi dari makanan yang diperoleh baik dari sumber anorganik atau
sumber hewani (dalam heme dari pemecahan hemoglobin atau mioglobin). Zat
besi memasuki sel-sel usus melalui besi transporters tertentu.kemudian
digunakan oleh sel (digabungkan ke dalam enzim), disimpan sebagai feritin
(diekskresikan dalam feses ketika mengelupasnya sel epitel usus) atau
dipindahkan ke plasma (lihat gambar di bawah). Transfer Plasma besi dari
enterosit ke protein transport yang disebut apotransferrin, terjadi melalui
saluran besi tertentu, yang disebut ferroportins, dan difasilitasi oleh protein
(dengan aktivitas ferroxidase) disebut hephaestin. Ketika apotransferrin
mengikat zat besi, ini disebut transferin. Hephaestin mengandung tembaga,
sehingga kekurangan tembaga akan menurunkan penyerapan zat besi (besi
diserap dari makanan tidak dapat ditransfer ke plasma). Hepcidin, sebuah
protein pokok yang mengatur besi, bekerja dengan menurunkan ferroportin
dan dengan demikian mengurangi penyerapan zat besi.
Besi diserap dari usus disimpan sebagai feritin pada epitel usus atau
diangkut dalam plasma sebagai transferin. Progenitor eritroid memperoleh
besi untuk sintesis hemoglobin dari transferin plasma atau dari daur ulang
eritrosit yang sudah tua oleh makrofag dalam sumsum tulang, limpa dan hati.
Besi yang berlebih untuk produksi hemoglobin disimpan dalam makrofag
23
sebagai feritin, yang dioksidasi menjadi hemosiderin. simpanan ini dapat
dilepaskan dari makrofag pada saat dibutuhkan (peningkatan eritropoiesis).
Iron transfer/recycling
Besi tidak bebas dalam sirkulasi tetapi hadir sebagai transferin (terikat
dengan apotransferrin). Sebagian besar besi yang digunakan untuk produksi
hemoglobin sel darah merah diperoleh dari pemecahan hemoglobin sel darah
merah yang sudah tua (disebut daur ulang). Ketika sel-sel darah merah
mencapai akhir jangka hidup mereka (yang sudah tua), mereka di fagosit oleh
makrofag (dalam limpa, hati, sumsum tulang). Enzim hidrolitik dalam
makrofag mendegradasi sel darah merah yang ditelan dan melepaskan
hemoglobin. Pencernaan proteolitik hemoglobin akan melepaskan heme dan
globin. Globin dipecah menjadi asam amino yang dapat digunakan untuk
produksi protein. Besi dilepaskan dari heme, meninggalkan cincin porfirin
yang diubah menjadi bilirubin.
Setelah besi dilepaskan dari heme, itu digunakan oleh sel (besi
merupakan komponen penting dari banyak enzim), diekspor (melalui
ferroportin), atau disimpan sebagai feritin (seperti enterosit - lihat di atas
gambar). Dalam makrofag, ceruloplasmin (yang seperti hephaestin dalam sel
usus juga membutuhkan tembaga) merupakan ferroxidase dan memfasilitasi
transfer besi makrofag menjadi transferin. Jadi defisiensi tembaga
menurunkan pelepasan besi dari makrofag dan mempengaruhi penyerapan zat
besi. Seperti enterosit, hepcidin yang kurang mengatur ferroportin
menyebabkan penyerapan zat besi pada makrofag.
24
Erythroid progenitors clustering around a central macrophage (black arrow) in
an aspirate from a canine spleen. This is called an "erythroblastic island".
Pengambilan Besi Oleh Progenitor Eythroid
Besi yang terikat Transferin (dari penyerapan zat besi dalam usus atau
dilepaskan oleh makrofag) berikatan dengan reseptor transferin, yang sangat
diekspresikan pada permukaan prekursor sel darah merah, dan diambil ke
dalam sel di mana ia digunakan untuk membentuk hemoglobin. Progenitor
eritroid mengelompok di sekitar makrofag dalam sumsum tulang dan limpa
(lihat gambar ke kanan), untuk memperoleh besi (diperlukan untuk sintesis
hemoglobin) dari sel-sel tempat menyimpan besi ini, serta dari transferin yang
beredar di sirkulasi (lihat di atas gambar).
Kelebihan zat besi itu berbahaya, karena mendorong produksi radikal
bebas. Kadar zat besi seluruh tubuh diatur terutama pada tingkat penyerapan
oleh enterosit, tidak ada jalur diatur untuk ekskresi aktif besi (hanya dapat
terjadi dengan perdarahan atau peluruhan enterosit besi-Laden). Regulasi
penyerapan zat besi oleh enterosit dan pelepasan simpanan zat besi dari
makrofag dan hepatosit dimediasi oleh hepcidin hormon, dan efeknya pada
ferroportin (lihat di atas). Hepcidin menurunkan besi serum dengan
mengurangi penyerapan zat besi dan mencegah makrofag dari melepaskan
besi (menyebabkan penyerapan zat besi). Hepcidin diatur oleh kadar zat besi
dan eritropoiesis. Peningkatan besi akan meregulasi hepcidin yang kemudian
menurun besi dan sebaliknya.
25
Eritropoiesis yang aktif menghambat hepcidin (memungkinkan besi
untuk diserap / dirilis untuk sintesis hemoglobin). Hepcidin meningkat oleh
sitokin inflamasi, terutama IL-6, dan menurunkan besi yang tersedia selama
proses peradangan (lihat di bawah). Peradangan Dengan demikian
menyebabkan kekurangan zat besi "fungsional" karena besi tidak dilepaskan
dari makrofag (hasilnya meningkatnya simpanan zat besi). Hal ini
memberikan kontribusi terhadap anemia penyakit inflamasi.
h. Bagaimana eritropoiesis pada keadaan normal dan pada anemia kasus ?
Eritropoiesis adalah proses pembentukan eritrosit yang terjadi di
sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang
dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah
hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium
peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan
globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Menurut
Ganong (2001), eritropoietin akan meningkatkan jumlah stem cell (sel bakal)
di sumsum tulang. Stem cell akan menjadi prekursor eritrosit dan akhirnya
menjadi eritrosit. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua
stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel
menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga
memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan
memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.
Prekursor eritrosit paling awal adalah proeritroblas. Sekali
proeritroblast terbentuk maka sel tersebut akan membelah terus sampai
banyak sel darah yang matur. Sel ini relatif besar dengan garis tengah 12µm
sampai 15 µm. Kromatin dalam intinya yang bulat besar tampak berupa
granula halus dan biasanya terdapat dua nukleolus nyata. Sitoplasmanya jelas
basofilik. Sementara proeritroblas berkembang, jumlah ribosom dan polisom
yang tersebar merata makin bertambah dan lebih menonjolkan basofilianya.
Turunan pertama proeritroblas disebut eritroblas basofilik. Sel ini berdiameter
10-12 micron, ukuran nukleus kurang dari pronormoblast, kromatin lebih
padat, nukleoli tidak terlihat, membran nukleus lebih tebal, dan sitoplasma
berwarna biru laut. Sitoplasmanya bersifat basofilik merata karena banyak
polisom, tempat pembuatan rantai globin untuk hemoglobin.
26
Sel pada tahap perkembangan selanjutnya disebut eritroblas
polikromatofilik. Sel ini memiliki diameter 8 – 12 mikron, nukleus bulat dan
lebih kecil, kromatin lebih padat dan kasar, sitoplasmanya berwarna kebiruan,
mulai tampak bintik – bintik merah dalam sitoplasma karena terbentuknya Hb.
Pada tahap ini tidak tampak anak inti.
Pada tahap pematangan berikutnya disebut dengan eritroblas, memiliki
ukuran 8-10 mikron, inti yang terpulas gelap mengecil dan piknotik serta
memiliki sitoplasma berwarna kemerah-merahan. Tahap selanjutnya adalah
eritrosit polikromatofilik lebih mudah dikenali sebagai retikulosit dengan
diameter: 8 – 9.5 mikron, nukleus tidak ada dan sitoplasma asidofilik. Tahap
terakhir ialah eritrosit matang, eritrosit ini berbentuk bikonkaf, tanpa nukleus
dan sitoplasmanya kemerah-merahan.
Setiap hari tubuh memerlukan 20-25 mg besi yang diperlukan
eritropoesis di mana sebanyak 95% besi berasal dari perputaran daur eritrosit
dan katabolisme hemoglobin. Hanya 1 mg/hari (5% dari perputaran eritrosit)
besi diperlukan asupan dari makanan. Hematopoiesis memerlukan banyak
nutrisi seperti vitamin B12 (cyanocobalamin) dan asam folat (pteroyglutamic
acid). Kedua vitamin tersebut berperan sebagai koenzim dalam sintesis asam
nukleat dan unsur-unsurnya yaitu basa purine dan pyrimidine (Swenson
1984). Proses destruksi eritrosit terjadi secara normal setelah masa hidup
eritrosit habis (sekitar 120 hari).
27
IV. Keterkaitan antar masalah
28
Tn.T, 41 tahun, bertani tanpa alas kaki
Infeksi cacing tambang
Gejala anemia(lemah, lesu, cepat lelah, mata
kunang-kunang
Abnormalitas pemeriksaan fisik
Abnormalitas pemeriksaan laboratorium
Anemia Mikrositik Hipokrom
Pemberian vitamin oleh mantri
V. Learning Issue1. Anemia
Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa
eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa
oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan oxygen carrying
capacity). Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin,
hematokrit, atau hitung eritrosit (red cell count).
Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi
merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena
itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi
harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Anemia
hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh bermacam penyebab. Pada
dasarnya anemia disebabkan oleh karena gangguan pembentukan eritrosit oleh sum-
sum tulang, perdarahan, atau karena proses penghancuran eritrosit dalam tubuh
sebelum waktunya (hemolisis). Berikut ini merupakan klasifikasi anemia menurut
etiopatogenesisnya.
1. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sum-sum tulang
a. Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit
Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi asam folat
Anemia defisiensi vitamin B12
b. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
Anemia akibat penyakit kronik
Anemia sideroblastik
c. Kerusakan sum-sum tulang
Anemia aplastik
Anemia mieloplastik
Anemia pada keganasan hematologi
Anemia diseritropoietik
Anemia pada sindrom mielodisplastik
2. Anemia akibat hemoragi
a. Anemia pasca perdarahan akut
b. Anemia pasca perdarahan kronik
29
3. Anemia hemolitik
a. Anemia hemolitik intrakorpuskular
Gangguan membran eritrosit (membranopati)
Gangguan enzim eritrosit (enzimopati) : anemia akibat defisiensi G6PD
Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati)
Thalassemia
Hemoglobinopati struktural: HbS, HbE, dll.
b. Anemia hemolitik ekstrakorpuskular
Anemia hemolitik autoimun
Anemia hemolitik mikroangioplastik
Dll.
4. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks
Klasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gambaran morfologik
dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam klasifikasi ini anemia
dibagi menjadi menjadi 3 golongan:
1. Anemia hipokrom mikrositer, bila MCV < 80fl dan MCH < 27pg. Eritrosit kecil
dengan pewarnaan yang berkurang akibat kadar hemoglobin yang kurang dari
normal.
2. Anemia normokrom normositer, bila MCV 80-95fl dan MCH 27-34pg. Eritrosit
memiliki ukuran dan bentuk normal serta mengandung jumlah hemoglobin yang
normal.
3. Anemia makrositer, bila MCV > 95fl. Ukuran eritrosit lebih besar dengan
konsentrasi hemoglobin normal
Klasifikasi etiologi dan morfologi, apabila digabungkan akan sangat menolong
dalam mengetahui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi anemia.
1. Anemia hipokrom mikrositer
a. Anemia defisiensi besi
b. Thalassemia major
c. Anemia akibat penyakit kronik
d. Anemia sideroblastik
2. Anemia normokrom normositer
a. Anemia pasca perdarahan akut
30
b. Anemia aplastik
c. Anemia hemolitik didapat
d. Anemia pada gagal ginjal kronik
e. Anemia pada sindrom mielodisplastik
f. Anemia pada keganasan hematologik
3. Anemia makrositer
a. Bentuk megaloblastik
i. Anemia defisiensi asam folat
ii. Anemia defisiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
b. Bentuk non-megaloblastik
i. Anemia pada penyakit hati kronik
ii. Anemia pada hipotiroidisme
iii. Anemia pada sindrom mielodisplastik
Gejala Anemia
Gejala umum anemia
Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul akibat iskemia organ serta akibat
kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gelaja ini muncul pada tiap
kasus anemia dengan kadar Hb<7g/dl. Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu,
cepat lelah, telinga berdenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin,
sesak nafas, dan dispepsia. Pada pemeriksaan pasien, tampak pucat, yang mudah
dilihat pada konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan di bawah kuku.
Gejala khas masing-masing anemia
Gejala ini spesifik untuk masing-masing anemia. Sebagai contoh:
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, dan kuku
sendok (koilonuchia)
Anemia hemolitik: ikterus, splenomegali dan hepatomegali
Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infeksi
Gejala penyakit dasar
Merupakan gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia.
Anemia Defisiensi Besi
31
Anemia dengan gangguan metabolisme besi terdiri dari anemia defisiensi besi,
anemia penyakit kronik dan anemia sideroblastik. Anemia defisiensi besi ditandai
oleh anemia hipokrom mikrositer dan hasil laboratorium yang menunjukkan cadangan
besi kosong. Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik, penyediaan besi untuk
eritropoiesis berkurang oleh karena pelepasan besi dari sistem retikuloendotelial
berkurang namun cadangan besi masih normal. Pada anemia sideroblastik penyediaan
besi untuk eritropoiesis berkurang karena gangguan mitokondria yang menyebabkan
inkorporasi besi ke dalam heme terganggu.
ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi,
gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun dapat berasal dari:
Saluran cerna: akibat tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung,
kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
Saluran genitalia perempuan: menorrhagia atau metrorhagia
Saluran kemih: hematuria
Saluran napas: hemoptoe
Faktor nutrisi: akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging).
Kebutuhan besi meningkat: seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan
dan kehamilan
Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik
KLASIFIKASI DERAJAT DEFISIENSI BESI DAN PATOGENESIS
Berdasarkan beratnya kekurangan besi dalam tubuh, defisiensi besi dapat dibagi menjadi
3 tingkatan:
1. Deplesi besi (iron depleted state)
Terjadi penurunan cadangan besi tubuh, tetapi penyediaan untuk eritropoiesis belum
terganggu. Pada fase ini terjadi penurunan serum feritin, peningkatan absorbsi besi
dari usus, dan pengecatan besi pada apus sum-sum tulang berkurang
2. Iron deficient erythtopoiesis
32
Cadangan besi dalam tubuh kosong, tetapi belum menyebabkan anemia secara
laboratorik karena untuk mencukupi kebutuhan terhadap besi, sum-sum tulang
melakukan mekanisme mengurangi sitoplasmanya sehingga normoblas yang
terbentuk menjadi tercabik-cabik, bahkan ditemukan normoblas yang tidak memiliki
sitoplasma (naked nuclei). Selain itu kelainan pertama yang dapat dijumpai adalah
peningkatan kadar protoporfirin bebas dalam eritrosit, saturasi transferin menurun,
TIBC meningkat. Parameter lain yang sangat spesifik adalah peningkatan reseptor
transferin dalam serum.
3. Anemia defisiensi besi
Bila besi terus berkurang eritropoiesis akan semakin terganggu, sehingga kadar
hemoglobin menurun diikuti penurunan jumlah eritrosit. Akibatnya terjadi anemia
hipokrom mikrositer. Pada saat ini terjadi pula kekurangan besi di epitel, kukum dan
beberapa enzim sehingga menimbulkan berbagai gejala.
GEJALA
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobin terjadi secara perlahan-
lahan yang memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh sehingga gejala
anemia tidak terlalu tampak atau dirasa oleh penderita. Gejala khas dari anemia defisiensi
besi, selain gejala umum anemia, ialah:
- Koilonychia atau kuku sendok, dimana kuku berubah menjadi rapuh, bergaris-garis
vertikal dan cekung seperti sendok
- Stomatitis angularis atau cheilosis yaitu adanya peradangan pada sudut mulut
sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan
33
- Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan mengkilap akibat hilangnya
papil lidah
- Pica atau keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim
- Disfagia atau nyeri telan akibat kerusakan epitel hipofaring
- Atrofi mukosa gaster
2. Eritropoiesis
1. Definisi Eritropoesis
Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di
limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang.
(Dorland edisi 31)
2. Mekanisme Eritropoesis
Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel
ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk
selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk
koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan
rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah
matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya
sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan
hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan
menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
3. Sel Seri Eritropoesis
Rubriblast
Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritrosit, merupakan sel termuda dalam
sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan kromatin yang halus. Dengan
pulasan Romanowsky inti berwarna biru kemerah-merahan sitoplasmanya berwarna biru.
34
Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron. Dalam keadaan normal jumlah rubriblast
dalam sumsum tulang adalah kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti
Prorubrisit
Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik. Pada
pewarnaan kromatin inti tampak kasar dan anak inti menghilang atau tidak tampak,
sitoplasma sedikit mengandung hemoglobin sehingga warna biru dari sitoplasma akan
tampak menjadi sedikit kemerah-merahan. Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya
dalam keadaan normal 1-4 % dari seluruh sel berinti.
Rubrisit
Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast polikromatik. Inti sel
ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal secara tidak teratur, di beberapa tempat
tampak daerah-daerah piknotik. Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih
kecil daripada prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru karena
kandungan asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena kandungan
hemoglobin, tetapi warna merah biasanya lebih dominan. Jumlah sel ini dalam sumsum
tulang orang dewasa normal adalah 10-20 %.
Metarubrisit
Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik. Inti sel ini
kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal. Sitoplasma telah mengandung lebih
banyak hemoglobin sehingga warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari
RNA. Jumlahnya dalam keadaan normal adalah 5-10 %.
Retikulosit
Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan penglepasan inti
sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses
ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Pada saat proses
maturasi akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa RNA juga mengandung berbagai
fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau
eritrosit polikrom. Retikulum yang terdapat di dalam sel ini hanya dapat dilihat dengan
pewarnaan supravital. Tetapi sebenarnya retikulum ini juga dapat terlihat segai bintik-bintik
abnormal dalam eritrosit pada sediaan apus biasa. Polikromatofilia yang merupakan kelainan
warna eritrosit yang kebiru-biruan dan bintik-bintik basofil pada eritrosit sebenarnya
disebabkan oleh bahan ribosom ini. Setelah dilepaskan dari sumsum tulang sel normal akan
beredar sebagai retikulosit selama 1-2 hari. Kemudian sebagai eritrosit matang selama 120
hari. Dalam darah normal terdapat 0,5-2,5 % retikulosit.
35
Eritrosit
Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkav dengan ukuran diameter
7-8 um dan tebal 1,5-2,5 um. Bagian tengah sel ini lebih tipis daripada bagian tepi. Dengan
pewarnaan Wright, eritrosit akan berwarna kemerah-merahan karena mengandung
hemoglobin. Eritrosit sangat lentur dan sangat berubah bentuk selama beredar dalam
sirkulasi. Umur eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai umurnya
oleh limpa. Banyak dinamika yang terjadi pada eritrosit selama beredar dalam darah, baik
mengalami trauma, gangguan metabolisme, infeksi Plasmodium hingga di makan oleh
Parasit.
Apabila sumsum tulang mengalami kelainan, misalnya fibrosis, eritropoesis akan
terjadi di luar sumsum tulang seperti pada lien dan hati maka proses ini disebut juga sebagai
eritropoesis ekstra meduler
4. Faktor yang Mempengaruhi Eritropoesis
Keseimbangan jumlah eritrosit yang beredar di dalam darah mencerminkan adanya
keseimbangan antara pembentukan dan destruksi eritrosit. Keseimbangan ini sangat penting,
karena ketika jumlah eritrosit turun akan terjadi hipoksia dan ketika terjadi kenaikan jumlah
eritrosit akan meningkatkan kekentalan darah.
Untuk mempertahankan jumlah eritrosit dalam rentang hemostasis, sel-sel baru
diproduksi dalam kecepatan yang sangat cepat yaitu lebih dari 2 juta per detik pada orang
36
yang sehat. Proses ini dikontrol oleh hormone dan tergantung pada pasokan yang memadai
dari besi, asam amino dan vitamin B tertentu.
• Hormonal Control
Stimulus langsung untuk pembentukan eritrosit disediakan oleh hormone eritropoetin
( EPO ) dan hormon glikoprotein. Ginjal memainkan peranan utama dalam produksi EPO.
Ketika sel-sel ginjal mengalami hipoksia ( kekurangan O2 ), ginjal akan mempercepat
pelepasan eritropoetin. Penurunan kadar O2 yang memicu pembentukan EPO :
1. Kurangnya jumlah sel darah merah atau destruksi eritrosit yang berlebihan
2. Kurang kadar hemoglobin di dalam sel darah merah ( seperti yang terjadi pada defisiensi
besi )
3. Kurangnya ketersediaan O2 seperti pada daerah dataran tinggi dan pada penderita
pneumonia.
Peningkatan aktivitas eritropoesis ini menambah jumlah sel darah merah dalam darah,
sehingga terjadi peningkatan kapasitas darah mengangkut O2 dan memulihkan penyaluran
O2 ke jaringan ke tingkat normal. Apabila penyaluran O2 ke ginjal telah normal, sekresi
eritropoetin dihentikan sampai diperlukan kembali. Jadi, hipoksia tidak mengaktifkan
langsung sumsum tulang secara langsung, tapi merangsang ginjal yang nantinya memberikan
stimulus hormone yang akan mengaktifkan sumsum tulang.
37
Selain itu, testosterone pada pria juga meningkatkan produksi EPO oleh ginjal. Hormone sex
wanita tidak berpengaruh terhadap stimulasi EPO, itulah sebabnya jumlah RBC pada wanita
lebih rendah daripada pria.
• Eritropoeitin
- Dihasilkan oleh: sel interstisial peritubular ginjal,hati
- Stimulus pembentukan eritroprotein: tekanan O2 dalam jaringan ginjal.
- ↓ penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal mengeluarkan hormon eritropoetin ke
dalam darah → merangsang eritropoiesis di sumsum tulang dengan merangsang proliferasi
dan pematangan eritrosit →jumlah eritrosit meningkat→kapasitas darah mengangkut O2 ↑
dan penyaluran O2 ke jaringan pulih ke tingkat normal → stimulus awal yang mencetuskan
sekresi eritropoetin hilang sampai diperlukan kembali.
- Pasokan O2 ↑ ke jaringan akibat peningkatan massa eritrosit/Hb dapat lebih mudah
melepaskan O2 : stimulus eritroprotein turun
- Fungsi: mempertahankan sel-sel precursor dengan memungkin sel-sel tsb terus
berproliferasi menjadi elemen-elemen yg mensintesis Hb.
- Bekerja pada sel-sel tingkat G1
- Hipoksia: rangsang fisiologis dasar untuk eritropoeisis karena suplai O2 & kebutuhan
mengatur pembentukan eritrosit.
3. Infeksi cacing tambang
Necator americanus dan Ancylostoma braziliense adalah beberapa spesies
cacing tambang yang penting dan hospesnya adalah manusia. Cacing ini
menyebabkan nekatoriasis dan ankilostomiasis. Penyebaran cacing ini biasanya di
daerah pertambangan dan perkebunan.
Agen Infeksi
Cacing parasitik merupakan organisme multiple yang sangat berdiferensiasi.
Siklus hidup cacing bersifat kompleks; sebagian besar bergantian antara reproduksi
seksua dalam penjamu definitif dan multiplikasi aseksual di vektor atau penjamu
antara. Setelah berada di dalam tubuh manusia, cacing dewasa tidak bermultiplikasi,
tetapi menghasilkan telur atau larva yang dipersiapkan untuk fase berikutnya dari
siklus hidup. Terdapat 2 konsekuensi penting dari tidak adanya replikasi cacing
dewasa :
38
1. penyakit sering disebabkan oleh respon peradangan terhadap telur bukan terhadap parasit
dewasa
2. keparahan penyakit sebanding jumlah organisme yang telah menginfeksi penjamu (misal,
10 cacing tambang tidak banyak berefek, sedangkan 1000 cacing tambang dapat
menyebabkan anemia berat dengan menghabiskan 100 mL darah setiap hari).
Cacing tambang termasuk dalam kelas pertama dalam cacing parasitik yaitu, kulit
kolagenosa dan struktur tidak bersegmen. Cacing tambang dapat menyebabkan
anemia defisiensi besi melalui perdarahan kronis akibat pengisapan vilus usus oleh
cacing.
Morfologi dan Daur Hidup
Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat
pada mukosa dinding usus. cacing betina N. americanus tiap hari mengeluarkan telur
5000-10.000 butir, sedangkan A. duodenale kira-kira 10.000-25.000 butir. Cacing
betina berukuran panjang ± 1 cm, cacing jantan ± 0,8 cm. Bentuk badan N.
americanus menyerupai hurus S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C.
Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. N. americanus mempunyai benda kitin,
sedangkan A. duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa
kopulatriks
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dala waktu 1-1,5 hari,
keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu ± 3 hari larva rabditiform tumbuh menjadi
larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di
tanah.
telur cacing tambang yang besarnya ± 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai
dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya ± 250
mikron, sedangkan larva filariform panjangnya ± 600 mikron
Daur hidupnya :
Telur larva rabditiform larva filariform menembus kulit masuk kapiler darah
jantung kanan paru bronkus trakea laring usus halus sampai menjadi dewasa
telur keluar bersama feses
Infeksi terjadi bila larva filariform menembus kulit. Infeksi A. duodenale juga dapat terjadi
dengn menelan larva filariform.
Patologi dan Gejala Klinis
Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis
1. Stadium larva
39
Bila banyak filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch, dan kelainan pada paru biasanya ringan. Infeksi larva filariform A.
duodenale secara oral menyebabkaan penyakit wakana dengan gejala mual, muntah,
iritasi faring, batuk, sakit leher, dan serak
2. Stadium dewasa
Gejala tergantung pada:
a. Spesies dan jumlah cacing
b. Keadaan gizi penderita (Fe dan protein)
Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005 –
0,1 cc sehari, sedangkan A. duodenale 0,08 – 0,34 cc. Pada infeksi kronik atau
infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer. Anemia karena Ancylostoma
duodenale dan Necator americanus biasanya berat. Hemoglobin biasanya dibawah
10 (sepuluh) gram per 100 (seratus) cc darah jumlah erythrocyte dibawah 1.000.000
(satu juta)/mm3. Disamping itu juga terdapat eosinofilia.
Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang
dan prestasi kerja menurun.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam feses segar. Dalam feses
yang lama mungkin ditemukan larva . Untuk membedakan spesies N. americanus dan
A. duodenale dapat dilakukan biakan misalnya dengan cara Harada-Mori.
Tata Laksana
1. Prioritas utama adalah memperbaiki anemia dengan cara memberikan tambahan zat besi
per-oral atau suntikan zat besi.
2. Pada kasus yang berat mungkin perlu dilakukan transfusi darah.
3. Jika kondisi penderita stabil, diberikan obat pirantel pamoat atau mebendazol selama 1-3
hari berturut-turut untuk membunuh cacing tambang. Obat ini tidak boleh diberikan
kepada wanita hamil karena bisa membahayakan janin yang dikandungnya.
Epidemiologi
Insiden tinggi ditemukan pada penduduk di Indoneisa, terutama di daerah pedesaan,
khususnya di perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang langsung berhubungan dengan
tanah mendapat infeksi >70%.
Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di berbagai daerah)
penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva adalah tanah
yang gembur (oasir, humus) dengan suhu optimum untuk N. americanus 28o-35oC, sedangkan
40
A. duodenale 23o-25oC. Pada umumnya untuk menghindari infeksi cacing tambang, bisa
dilakukan dengan memakai alas kaki pada saat melakukan pekerjaan yang berhubungan
langsung dengan tanah.
Komplikasi
a. Dermatitis pada kulit
b. Anemia berat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, perkembangan, dan payah
jantung.
41
VI. Kerangka Konsep
42
Tn. T, 41 tahun, bertani tanpa alas kaki
Terinfeksi cacing tambang (STH)Eosinofil ↑
Melekat pada mukosa usus dalam waktu lama
Perdarahan kronikMengganggu absorbsi Fe
RBC ↓
Hb ↓
Fe serum ↓koilonychia
Ht ↓
Ferritin ↓
TIBC ↑
Mioglobin ↓Enzim
sitokrom ↓
Abnormalitas pada epitel
Eritropoesis terganggu
MCV ↓ MCH ↓ Suplai O2 ↓ATP ↓
Lemah lesuAnemia hipokrom
mikrositerMata
berkunang
Cepat lelah
chelitis
Atrofi papil
anisopoikilositosis
VII. Kesimpulan
Tn.T, 41 tahun, mengalami anemia hipokrom mikrositer akibat dari defisiensi zat besi.
43
VIII. Daftar Pustaka1. Sudoyo, Aru W, dkk. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 Edisi 4. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
2. Perm J. 2012. Nailing the diagnosis : Koilonychia. Ejournal from
www.ncbi.nlm.nih.gov (diakses tanggal 04 Desember 2013
3. Deritana N, Kombong A.2007. Gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan.
J.WATCH Jayawijaya
4. Diterjemahkan dari https://ahdc.vet.cornell.edu/clinpath/modules/chem/femetb.htm.
diakses pada 4 desember 2013 pukul 14.20 WIB
5. Diterjemahkan dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC89000/ diakses
pada 3 desember 2013 pukul 19.25 WIB
6. Diterjemahkan dari http://www.wisegeek.com/what-is-the-connection-between-iron-
and-vitamin-c.htm diakses pada 4 desember 2013 pukul 15.10 WIB
7. Diterjemahkan dari http://www.veganhealth.org/b12/coenz#func diakses pada 4
desember 2013 pukul 14.55 WIB
8. Price, S.A. & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
Edisi 6. Jakarta: EGC
9. Belibis. 2011. Anemia Defisiensi Besi. http://blogdokter.com/category/anemia-
defisiensi-besi-fe-2/ (diakses 4 Desember 2013 pukul 15.00 WIB)
10. Mandal, Ananya. 2013. Penyebab Anemia.
http://www.news-medical.net/health/Causes-of-anemia-(Indonesian).aspx (diakses 4
Desember 2013 pukul 15.00 WIB
11. Fatimah, Nova. 2011. Cacing Tambang. [Online]. (diakses dalam http://norva-
fathimah.blogspot.com/2011/07/cacing-tambang.html pada tanggal 03 Desember
2013)
12. Kumar, Vinay dkk. 2013. Buku Ajar Patologi Robbins, Edisi 7, Volume 1. Jakarta :
EGC
13. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI Jakarta. 2008. Parasitologi Kedokteran.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI
14. Sumanto, didik. 2010. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang pada Anak Sekolah.
Universitas Diponegoro. [Online]. (diakses dalam
http://eprints.undip.ac.id/23985/1/didik_sumanto.pdf pada tanggal 03 Desember
2013)
44